MAKALAH TOKSIKOLOGI ZAT KOROSIF
Ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Patofarmakologi Patofarmakologi dan Toksikologi Klinik
Disusun Oleh : Risna Agustina 20711006 Tita Nofianti 20710301
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2012
KATA PENGANTAR
Rasa syukur syukur penyusun sampaikan ke hadiran hadiran Tuhan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya makalah ini dapat penyusun selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini dibahas mengenai “Toksikologi zat korosif”. Makalah ini dibuat dalam
rangka memenuhi tugas Mata Kuliah
Patofarmakologi dan Toksisitas Klinik
dan juga untuk memperdalam
pemahaman toksikologi klinik zat korosif.
Demikian makalah ini penyusun buat semoga bermanfaat.
Bandung, 29 Maret 2012 Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
i
DAFTAR ISI .........................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................
1
BAB II
TOKSIKOLOGI ZAT KOROSIF .........................................................
3
2.1
ASAM .......................................................................................
3
2.1.1 Mekanisme Umum Toksisitas Asam ...............................
3
2.1.2 Karakteristik Keracunan ..................................................
3
2.1.3 Manifestasi Klinik Keracunan Asam Korosif Akut .........
4
2.1.4 Penanganan Keracunan Asam ........................................
5
2.1.5 Beberapa Zat Asam Bersifat Korosif .............................
7
ALKALI/BASA ........................................................................
12
2.2.1 Mekanisme Toksisitas Alkali ...........................................
12
2.2.2 Karakteristik Keracunan Alkali .......................................
13
2.2.3 Manifestasi Klinik Keracunan Alkali ..............................
13
2.2.4 Penanganan Keracunan Alkali .........................................
14
2.2.5 Beberapa Zat Alkali Bersifat Korosif .............................
14
BAB III KESIMPULAN .....................................................................................
19
BAB IV STUDI KASUS .....................................................................................
20
BAB V DISKUSI ..................................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
24
2.2
ii
BAB I PENDAHULUAN Toksikologi merupakan ilmu mengenai racun termasuk mendeteksi, mengisolasi, memisahkan dan menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif, cara kerja racun dalam tubuh dan bahan yang digunakan untuk menetralkan. Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorbsi melalui kulit, atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif besar akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius satu atau lebih organ atau jaringan. Zat korosif terdapat luas di alam. Zat korosif merupakan zat/bahan yang apabila kontak dan tinggal dalam jaringan, akan menyebabkan kerusakan (karena terjadi reaksi kimia).
Zat ini meliputi asam (seperti asam hidroklorida, asam
sulfat, asam oksalat, fenol) dan basa/alkali (seperti kalium hidroksida, natrium hidroksida, natrium fospat, kalium permanganat dan produk-produk lain yang banyak ditemukan disekitar rumah atau tempat kerja). Zat korosif dapat menyebabkan iritasi atau terbakar pada kulit yang menyebabkan proses pengkaratan dan korosi lempeng baja dengan laju korosi > 6,35 mm/tahun pada suhu pengujian 55 0C. pH 2 untuk limbah yang bersifat asam dan pH 12,5 untuk limbah yang bersifat basa. Semua produk yang menyebabkan korosif dapat merusak jaringan tetapi tempat terjadinya kerusakan dan bentuk spesifiknya serta intensitasnya
tergantung pada tipe zat korosifnya. Beberapa
contoh zat korosif dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Contoh umum asam dan alkali Asam Asam hidroklorida Pembersih logam Asam muriatik Cairan pembersih kolam renang Cairan pembersih toilet Asam sulfat Asam dalam baterai Pembersih toilet dan zat yang digunakan untuk „dry clean‟ Alkali Natrium atau Kalium hidroksida Tablet klinitest
1
Detergen Drano crystals Pembersih pipa dan pembersih toilet Lye Pembersih cat Serbuk pencuci Lain-lain Larutan ammonia (NH4OH) diantaranya yang digunakan untuk produk rambut, pembersih perhiasan, pembersih rumah tangga. Granul untuk cuci piring elektrik Kalium permanganat Detergen natrium karbonat (non posfat) Natrium hipoklorit (pemutih) Secara umum keracunan yang disebabkan oleh zat korosif terjadi karena
kecelakaan. Meskipun dalam jumlah sedikit (1ml atau satu granul), zat ini dapat menyebabkan iritasi parah atau luka bakar pada anak dalam waktu singkat. Oleh karena itu, pencegahan khusus untuk menjauhkan zat tersebut dari jangkauan anak-anak atau menggunakan sebagaimana mestinya perlu dilakukan. Kerusakan jaringan karena zat korosif secara umum merupakan tipe keracunan yang dapat terjadi disekitar rumah. Produk berkarat (asam oksalat), detergen cuci piring elektrik, dan cairan pembersih toilet masuk dalam kategori ini. Berdasarkan laporan terdapat sekitar 1.7% sampai 9.6% zat korosif yang terminum secara tak sengaja oleh anak-anak meliputi asam dan basa. Alasan utama tingginya angka kecelakaan pada anakanak adalah terlalu banyak zat toksik yang disimpan lama dan kaleng minuman yang tidak ditandai. Pada orang dewasa, keracunan karena zat korosif sering berhubungan dengan usaha bunuh diri. The federal hazardous substances act pada tahun 1967 secara spesifik mendefinisikan substansi yang bersifat korosif , yang bila kontak langsung dengan jaringan hidup akan menyebabkan kerusakan karena adanya reaksi kimia dan definisi tersebut tidak membedakan antara asam dan alkali/basa.
2
BAB II TOKSIKOLOGI ZAT KOROSIF
2.1 ASAM
Asam kuat adalah zat kimia dengan pH dibawah 2. Beberapa zat/bahan seperti sari buah lemon dan minuman bersoda dapat mempunyai pH asam kuat, tetapi tidak korosif.
Senyawa asam meliputi
asam anorganik (sulfat,
hidroklorida/muriatik, nitrat, fosfat) dan asam organic (oksalat, tartrat, asetat dan lain-lain).
Meskipun semua asam sama-sama dapat merusak jaringan, tetapi
intensitas kerusakannya berbeda. Tidak semua asam yang cukup korosif menjadi perhatian utama toksikologi, contoh asam asetat dan asam tartrat.
2.1.1 Mekanisme Umum Toksisitas Asam
Kerusakan korosif disebabkan oleh reaksi kimia langsung pada jaringan. Asam menguraikan protein jaringan.
Hasilnya adalah lesi yang kemudian
menyebabkan sel mati dan ditandai dengan penggumpalan jaringan nekrosis. Sebagai konsekuensinya, baik struktur protein maupun enzim diuraikan tetapi morfologi sel secara keseluruhan tidak terlalu diganggu. Kerusakan selanjutnya kulit akan menjadi keras, kasar sehingga absorpsi sistemik menurun. Kerusakan terutama dengan kuantitas asam yang rendah sering terjadi pada kulit atau saluran pencernaan.
2.1.2
Karakteristik Keracunan
Setelah asam masuk kedalam saluran pencernaan, kerusakan korosif yang intens terhadap mukosa oral dan esofagus dapat terjadi tetapi secara signifikan kerusakan terjadi didaerah duapertiga lambung bagian bawah. Zat yang bersifat asam merusak lambung dan terjadi koagulasi nekrosis sedangkan zat yang bersifat basa merusak esofagus dan terjadi liquefactive necrosis (kerusakan yang terjadi tidak hanya pada permukaan epitel tetapi juga berpenetrasi ke dinding mukosa dibawahnya). Daerah yang terkena zat menjadi coklat atau hitam (kecuali kerusakan oleh pikrat dan asam nitrat dimana jaringan menjadi kuning). Bagian yang
berwarna hitam ini disebut sebagai daerah a coffee grounds.
Sifat
kerusakannya adalah permanent. Jaringan yang rusak tidak dapat diperbaharui tetapi jaringan yang rusak dapat diganti oleh lapisan epitel baru yang tipis.
3
Zat asam yang tertelan secara normal melewati kerongkongan dengan cepat dan menyebabkan sedikit kerusakan pada area tersebut. Pada sebuah penelitian menunjukkan bahwa kerusakan esophagus terjadi sedikitnya 6% sampai 20% dari semua zat yang tertelan. Zat korosif yang masuk ke dalam saluran pencernaan juga dapat mengakibatkan perforasi dan hal ini sangat tergantung dari tipe kerusakannya yang akan dipengaruhi oleh jumlah makanan atau isi lambung. Jika dalam lambung terdapat makanan, maka kerusakannya tidak akan terlalu parah karena kontak antara zat korosif dengan dinding lambung dapat terhalang oleh makanan.
2.1.3
Manifestasi Klinik Keracunan Asam Korosif Akut
Keracunan asam korosif akan memberikan tanda/gejala yang berbeda tergantung rute zat korosif masuk kedalam tubuh/melukai jaringan. Pemaparan zat korosif dapat melalui oral (masuk melalui mulut kemudian merusak saluran pencernaan), melalui inhalasi (pernapasan), kontak dengan kulit (dermal) atau kontak dengan mata (okular).
Tabel 2. Manifestasi Klinik Toksisitas Zat Korosif Pada Keracunan Akut Rute Pemaparan Saluran Cerna (Tertelan)
Inhalasi
Kulit Mata
Tanda dan Gejala -
Rasa terbakar pada mulut, tenggorokan, perut Muntah, mungkin bisa sampai berdarah Diare (berdarah, berlendir) Timbul bercak noda di sekitar mulut Kesulitan menelan Sekresi cairan berlebih Hipotensi Iritasi bronkus Edem paru Dahak berbusa Kelembaban berkurang Hipotensi Hemoptisis (terjadi pendarahan selaput lender pada paru-paru) Dispnea Noda pada kulit Nyeri terbakar Kongjungtivitis Destruksi kornea Nyeri, lakrimasi Fotopobia
4
2.1.4 Penanganan Keracunan Asam
Keracunan oleh asam, baik yang terpapar melalui mulut, inhalasi, dermal atau mata harus ditangani dengan segera.
Aturan penanganan keracunan ini
didasarkan pada pengalaman klinik dan tidak selalu dilakukan menurut standar umum.
5
a.
Penanganan Keracunan Asam Melalui Kontak dengan Kulit atau Mata
Adanya kontaminasi pada kulit atau mata karena asam harus diberikan penanganan segera. Penanganan keracunan asam yang kontak dengan mata atau kulit dilakukan dengan cara mencuci mata atau kulit yang terkena zat korosif asam dengan air biasa sebanyak-banyaknya kurang lebih 15 – 20 menit. Bila iritasi yang terjadi parah, maka tutup mata dengan kain kasa steril tanpa diberi pengobatan dan segera bawa ke dokter mata. Selain itu, pakaian, perhiasan atau lensa kontak yang terkontaminasi harus segera di lepas. Mencuci luka dengan larutan sabun yang ringan dapat pula dilakukan untuk menetralisasi asam. Jangan menggunakan antidot bahan kimia karena itu akan memperparah iritasi. Atasi rasa sakit dengan obat analgetika dan atasi kerusakan kulit seperti mengatasi kerusakan kulit karena luka bakar.
b.
Penanganan Keracunan Asam Melalui Mulut
Tindakan penanganan keracunan asam melalui mulut dan masuk ke saluran pencernaan harus memperhatikan konsentrasi larutan asam yang terminum.
Tindakan gawat darurat yang harus segera dilakukan adalah
menghindari penggunaan emetikum atau menguras lambung. Hal ini dilakukan untuk mencegah asam mengenai jaringan lain serta mencegah meluasnya iritasi mukosa yang terjadi.
Dalam beberapa detik setelah keracunan, korban segera
diberi minum air putih sebanyak-banyaknya atau susu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengencerkan konsentrasi asam yang tertelan. Jumlah air atau susu untuk mengencerkan kira-kira 100 kali dari jumlah asam yang tertelan. Antasida dapat diberikan sebagai demulcent. Selain itu, korban jangan diberi minuman soda atau sodium bikarbonat karena gas karbondioksida akan segera dilepaskan sehingga bisa menyebabkan perut kembung. Hindari terjadinya depresi system saraf pusat dengan obat antidpresan yang bias juga berfungsi sebagai penghilang rasa sakit walaupun bias juga diatasi dengan pemberian
morfin sulfat 5-10 mg tiap 4 jam. Tindakan lain yang
diperlukan dan harus segera dilakukan adalah mengatasi sesak karena edema pangkal tenggorokan dengan menjaga saluran pernafasannya. Atasi syok dengan cara menjaga tekanan darah dengan transfusi darah atau pemberian larutan infus dekstrosa
5%
dalam
larutan
garam
normal.
6
Bila
terjadi
perforasi
lambung/esofagus, jangan diberi apa-apa secara oral sebelum di endoskopi. Korban harus tetap mendapatkan nutrisi cukup.
Pemberian karbohidrat atau
cairan hiperalimentasi dapat diberikan melalui rute intravena.
Bila keracunan
terjadi melalui inhalasi, kurangi penyempitan esofagus dengan prednisolon 2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi selama 10 hari. (Mungkin pula memerlukan dilatasi).
2.1.5
Beberapa Zat Asam bersifat Korosif
a. Fluorida
Hidrogen fluorida (asam hidrofluorida/HF) yang dapat menyebabkan kerusakan yang berbeda disbanding dengan zat korosif lainnya. Asam hidrofluorida secara luas digunakan di industri, misalnya di industri petrokimia, pabrik semi-konduktor dan digunakan untuk mengetsa gelas. Hiidrogen fluoride bersifat sangat korosif, tidak berwarna dan berupa cairan yang mudah menguap.
Ia dapat menyebabkan lesi yang dalam pada
jaringan, afinitasnya terhadap air tinggi dan secara cepat dihidrolisis menjadi asam hidrofluorida. Batas paparan hidrogen fluorida adalah 3 ppm. Turunan dari fluoride yang banyak digunakan adalah bentuk garamnya yaitu natrium fluoride. Natrium fluorida merupakan garam fluoride larut air yang digunakan sebagai rodentisida, insektisida dan antelmintik babi. Garam fluorida juga banyak dan umum ditemui di sekitar rumah dibandingkan hidrogen fluorida dan merupakan penyebab utama keracunan fluorida akut. Fluorida secara cepat diabsorpsi setelah terhirup, terminum, kontak dengan kulit atau terpapar melalui rectal.
Absorpsi sistemik menghasilkan keracunan
fluoride akut. Jumlah yang terabsorpsi tergantung pada kelarutan fluoride, dan lamanya terpapar. Fluorida juga digunakan sebagai salah satu komposisi pasta gigi. Karena jumlahnya yang sedikit dan waktu kontak dengan mukosa singkat (hanya pada saat menggosok gigi) serta tidak masuk ke dalam saluran pencernaan, maka penggunaannya masih diizinkan. Meski begitu, penggunaan pada anakanak harus diperhatikan karena anak-anak sulit membedakan antara berkumurkumur dengan menelan. Selain itu, sampai saat ini fluorida dalam pasta gigi dibutuhkan untuk memperkuat gigi.
7
Semua fluorida adalah racun protoplasma. Fluorida, hidrogen fluorida dan turunannya bersifat korosif terhadap jaringan karena merupakan racun sel langsung dengan efek mempengaruhi metabolisme kalsium dan mekanisme enzim. Ikatannya dengan kalsium bisa menurunkan proses koagulasi. Fluorida dan kalsium akan mengendap sehingga kadar kalsium dalam plasma turun. Pemberian kalsium glukonat baik secara oral maupun dermal dapat digunakan untuk mengubah kelarutan fluorida menjadi kalsium fluorida yang tidak larut.
Gambar 1. Mekanisme Toksisitas Asam Florida Terhadap Enzim
Gejala keracunan natrium fluorida terjad setelah menghirup gas sekurangkurangnya 200 mg. Dosis letalnya sekitar 4 g. Kematian biasanya disebabkan karena kegagalan kardiak atau pernafasan yang didahului gejala kerusakan gastrointestinal akut. Karakteristik keracunan fluorida disajikan pada tabel 3.
8
Tabel 3.
Karakteristik Keracunan Fluorida Lokasi
Tanda dan Gejala
Gastrointestinal
Sakit
perut,
salivasi.
mual,
Selanjutnya
muntah,
diare,
badan
lemah,
tremor, pernafasan dalam dan konvulsi. Kematian
terjadi
karena
pernafasan
terhambat, jika tidak terjadi maka akan timbul oliguria dan ikterus. Sistem saraf
Paresthesia, hiperaktif refleks, konvulsi klonik-tonik, Chvostek‟s positif, nyeri otot dan lemah.
Darah
Hipokalsemia dan hipoglisemia.
Cardiovaskular/respirasi
Hipotensi, stimulasi pernafasan yang diikuti dengan depresi.
Penanganan
keracunan fluoride dan turunannya yang melalui mulut
dilakukan seperti penanganan keracunan asam. Pada kasus keracunan fluorida netral, korban dapat diberi larutan kalsium (kalsium glukonat, kalsium laktat atau susu). Sebagai antidot dapat diberi 10 ml larutan kalsium glukonat 10% secara iv perlahan-lahan sampai gejala hilang. Penanganan keracunan melalui kulit dan selaput lendir adalah mencuci bagian kulit yang teriritasi dengan air mengalir selama 15-30 menit. Kemudian tutup luka, oleskan pasta magnesia oksida-air yang mengandung 20% gliserin.
Jika berpenetrasi ke kuku, hilangkan kuku
dengan anastetik lokal dan cuci dengan air. Suntikan 0,5 ml larutan kalsium glukonat 10% dengan anastetika lokal/cm2 dibawah daerah yang terbakar. Bila terkontaminasi ke mata, cuci mata dengan air mengalir selama 30-60 menit. Kemudian aliri mata dengan tetes mata calcium glukonat 1%. Jika tidak hilang, tutup dengan kain steril dan segera bawa ke dokter mata. Kalsium glukonat juga diberikan secara intravena untuk mencegah penurunan kalsium plasma atau menggantikannya.
9
b. Asam Borat
Asam borat telah direkomendasikan untuk pengobatan selama lebih dari 40 tahun. Asam borat merupakan senyawa bakterostatik yang sangat berpotensi menyebabkan toksisitas dan bersifat sitotoksik. Asam borat banyak digunakan sebagai insektisida untuk kecoa atau serangga merayap lain. Asam borat secara keliru telah digunakan sebagai antiseptik pada persiapan kelahiran bayi dan beberapa diantaranya menyebabkan kematian. Sel ain sebagai antiseptik, asam borat umumnya digunakan sebagai bahan pelincir dalam bedak. Boraks juga digunakan sebagai bahan pembersih, sedangkan natrium perborat dimanfaatkan untuk pasta gigi dan obat kumur.
Boraks seringkali
disalahgunakan sebagai pengawet makanan dan pengenyal dengan jumlah yang besar. Meski begitu penggunaan zat ini memberikan rasa gurih dan lezat pada makanan. Asam borat cepat berpenetrasi tetapi tidak melalui kulit. Penggunaan asam borat
baik solutio atau serbuk yang digunakan pada luka terbuka dapat
menyebabkan peningkatan keracunan karena asam borat dapat berpenetrasi pada luka dan menyebabkan efek sistemik yang signifikan. Asam borat sangat berbahaya bagi semua jaringan dan efeknya tergantung pada organ tubuh serta konsentrasi yang dicapai pada organ tersebut. Kadar tertinggi tercapai saat zat diekskresikan di ginjal. Dosis letal pada orang dewasa adalah 15-20 g, sedangkan dosis letal pada anak adalah 5-6 g. Meski begitu, sejumlah kecil senyawa borat misalnya 1 g dapat juga berakibat fatal.
Karakteristik keracunan asam borak
kronik adalah terjadi rash eritemarus yang sangat parah (boiled lobster rash). Keracunan asam borat dapat menyebabkan demam, anuria, badan terasa lemah dan lesu. Korban dapat juga mengalami depresi sistem saraf pusat, kolaps dan koma. Selain itu dapat juga terjadi kolaps kardiovaskular, gugup, tremor, konvulsi, korban mengalami hiperpireksia, hipotensi, sianosis, jaundice (kuning) dan jika parah dapat pula menyebabkan gagal ginjal. Bila kontak dengan kulit dapat mengakibatkan kulit melepuh, eritema, desquamasi, dan ekskoriasi. Keracunan akut karena asam borat harus segera ditangani. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah menjaga agar fungsi-fungsi vital tetap bekerja. Jika korban mengalami gangguan pernafasan, maka lakukan pertolongan pertama dengan cara membuat saluran arus udara serta tetap korban.
perhatikan pernafasan
Jika zat masuk melalui mulut, evakuasi lambung perlu dilakukan.
10
Usahakan untuk muntah dan diberi karbon aktif. Jika kontak dengan kulit atau selaput lendir maka segera cuci kulit/selaput lendir yang terkontaminasi dengan air mengalir. Korban dapat diberi cairan secara peroral agar pengeluaran urin lancar. Dengan demikian asam borat dan turunannya yang ada dalam tubuh dapat terekskresi secara cepat melalui urin. Jika korban muntah terus sebaiknya beri dekstrosa 5% secara iv 10-40 ml/kg/hari. Jika perlu tambah elektrolit. Jika korban mengalami konvulsi beri diazepam 0,1 mg/kg BB iv dengan hati-hati. Keluarkan asam borat atau senyawa borat dari darah melalui dialisis peritonial atau hemodialisis.
Untuk mengatasi keracunan kronik maka kita harus segera
menghentikan penggunaan asam borat dan turunannya. Pengeluaran asam borat dari darah dapat dilakukan dengan dialisis peritoneal atau hemodialisis.
c. Fenol
Fenol adalah desinfektan/penghilang bau tertua yang telah digunakan oleh masyarakat.
Zat ini sering dan banyak ditemui disekitar rumah pada cairan
pembersih toilet ataupun antiseptik. Fenol memiliki bau yang khas dan bekerja dengan cara mengendapkan protein sel.
Intoksikasi terjadi setelah absorpsi
sistemik, kontaminasi kulit atau secara inhalasi. Kematian bisa terjadi, tetapi hal ini lebih karena korban mengalami depresi pernafasan. Dosis letal pada orang dewasa : 10-30 g. Karakteristik keracunan fenol dapat berupa mual, muntah, diare, kram perut, berkeringat, sianosis, stimulasi SSP, hiperaktivitas, konvulsi yang diikuti dengan depresi SSP, pingsan, hipotensi, pernafasan meningkat tapi kemudian diikuti dengan depresi penafasan, edema pulmonal, pneumonia, penyempitan esofagus,
hemolisis,
methemoglobinemia,
jaundice,
gagal
ginjal,
kolaps
kardiovaskular, shock dan pada kulit dapat terjadi pucat, eritema dan korosi. Penanganan keracunan fenol pada dasarnya sama seperti keracunan zat korosif asam yang lain.
Fungsi-fungsi vital korban harus dijaga agar tetap
bekerja. Jika terjadi gangguan pernafasan maka segera atasi gangguan pernafasan tersebut dan jika perlu buat saluran arus udara.
Jika tidak terjadi luka pada
esofagus, usahakan muntah atau pengurasan lambung. Korban dapat juga diberi putih telur, susu, larutan gelatin yang diharapkan berinteraksi dengan fenol di lambung. Karbon aktif dapat diberikan, diikuti dengan katartik. Jika terkena kulit
11
atau selaput lendir, siram dan cuci dengan air minimal 15 menit, kemudian oles dengan minyak kastroli. Jika terjadi konvulsi korban diberi diazepam 0,1 mg/kg BB iv secara perlahan.
2.2 ALKALI/BASA
Alkali adalah senyawa kimia dengan pH ≥ 11,5. Alkali sangat mudah berpenetrasi ke jaringan. jumlah/kuantitas alkali, alkali.
Derajat luka karena terpapar alkali tergantung pada konsentrasi zat, lama kontak/waktu terpapar dan tipe
Produk-produk yang mengandung alkali banyak terdapat pada produk
rumah tangga. Beberapa contohnya telah disajikan pada tabel 1. Jumlah yang keracunan alkali (di USA) lebih banyak dibanding keracunan asam.
Hal ini
berhubungan dengan produk rumah tangga yang disimpan dengan ceroboh dan mudah dijangkau anak-anak, misalnya saja menyimpan cairan pembersih lantai beraroma lemon dalam botol air minum mineral sehingga anak-anak sulit membedakannya dengan sirup. Kerusakan karena terminum terutama terjadi di esofagus dan lambung sekitar 20 %.
75% dari semua kasus kerusakan esofagus terjadi pada anak
berusia kurang dari 5 th dan 83% korban dari semua kasus berusia kurang dari 3 th serta 62 % diantaranya adalah laki-laki. Bentuk fisik senyawa alkali dapat menentukan tempat dan keparahan kerusakan, misalnya kerusakan yang ditimbulkan oleh zat korosif alkali bentuk cairan akan berbeda dengan kerusakan yang disebabkan oleh tablet klinites atau kristal drano.
2.2.1 Mekanisme Toksisitas Alkali
Senyawa alkali dengan protein akan membentuk proteinat dan dengan lemak akan membentuk sabun. Dengan demikian, bila senyawa alkali kontak dengan jaringan maka akan menyebabkan jaringan menjadi lunak, nekrosis (liquevactive necrosis) yang terjadi tidak saja pada permukaan epitel tetapi juga berpenetrasi ke dinding mukosa dibawahnya.
12
2.2.2
Karakteristik keracunan alkali
Kerusakan esofagus setelah keracunan alkali terjadi dalam beberapa tahap. Karakteristik keracunan alkali tersebut adalah sebagai berikut : a.
Tahap awal, Fase akut 1. Manifestasi kurang dari 3-5 hari 2. Kerusakan
intramuskular
atau
transdermal
melibatkan
jaringan
periesofageal dan struktur mediastinum. 3. Inflamasi, edema, dan kongesti pernafasan. 4. Pada kasus parah, esofagus mengalami perforasi. b.
Tahap kedua 1. Terjadi sesudah lebih dari 5 hari-12 hari dan ditandai dengan liquevactive necrosis karena inflamasi intens dan edema. 2. Jika pada saluran cerna tahap ini bisa saja korban mengalami ulkus, perdarahan dan perforasi dinding esofagus.
c.
Setelah tahap akut selesai, proses penyembuhan dan mulai membentuk bekas luka.
Setelah 3-4 minggu, kontraksi dan penyempitan luka mulai
terlihat.
2.2.3 Manifestasi klinik keracunan alkali
Keracunan alkali korosif, sama seperti pada keracunan asam, akan memberikan tanda/gejala yang berbeda tergantung rute zat korosif masuk kedalam tubuh/melukai jaringan. Pemaparannya dapat melalui oral (masuk melalui mulut kemudian merusak esofagus), melalui inhalasi (pernafasan), kontak dengan kulit (dermal) atau kontak dengan mata (okular). Manifestasi Klinik Keracunan Alkali Akut -
Mulut : Rasa sakit, muntah, diare, kolaps. Gejala ikutan : rasa sangat sakit, rasa kaku pada lambung, hipotensi, penyempitan pangkal tenggorokan dan kanker.
-
Keracunan
oleh
senyawa
alkali
lain
seperti
heksametofosoat,
tripolifosfat, senyawa fosfat lain sebagai detergen/pencahar yang masuk melalui mulut : syok, hipotensi, pulsa lemah, sianosis, koma, gejala tetanus (kadang-kadang). -
Mata : kerusakan kornea, edema konjungtiva.
13
-
Kulit : terjadi penetrasi secara perlahan. Kulit terbakar, korosi, iritasi tergantung pada lamanya kontak.
-
Keracunan alkali kronik yang kontak dengan kulit dapat menyebabkan dermatitis kronik.
2.2.4
Penanganan Keracunan Alkali
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penanganan keracunan zat korosif tergantung pada rute paparannya. Penanganan keracunan alkali melalui mulut adalah dengan mengencerkan senyawa alkali yang tertelan dengan air atau susu dan biarkan korban muntah secara alami tetapi jangan dilakukan usaha untuk muntah atau menguras lambung karena akan meningkatkan resiko perforasi. Bila diduga terjadi korosi esofaguskopi Penanganan keracunan alkali yang kontak dengan mata atau kulit adalah dengan mencuci mata atau kulit dengan air biasa sebanyak-banyaknya, kurang lebih selama 15 – 20 menit dan bila parah cuci sampai 8-24 jam. Bila kontaminasi pada mata parah, segera tutup mata dengan kain kasa steril tanpa diberi pengobatan dan segera bawa ke dokter mata.
Pakaian, perhiasan atau lensa
kontak yang terkontaminasi harus segera di lepas. Sabun/basa kuat sebaiknya tidak digunakan selama atau setelah proses pembilasan/pencucian.
2.2.5 Beberapa Zat Alkali Bersifat Korosif a. Baterai
Baterai berbentuk cakram, terdiri atas bagian katoda dan anoda. Lempeng baterai mengandung garam oksida dari merkuri, senyawa mangan alkali, sel perak, zink, atau cadmium, atau litium hidroksida.
Baterai juga mengandung
kalium konsentrat atau natrium hidroksida sebagai komponen utamanya. Baterai banyak digunakan pada kamera, kalkulator dan alat-alat elektronik lainnya. Pada penelitian in vitro diketahui bahwa jika baterai kontak dengan lingkungan, maka ia akan segera melepaskan kandungannya sehingga sering tertelan oleh anak-anak. Kasus baterai yang tertelan mencapai 33,9% dan 14 dari 125 baterai tertelan oleh anak-anak setelah kandungannya keluar.
14
Gambar 2. Bagian yang melintang adalah tombol baterai merkuri oksida yang terkadung dalam serbuk amalgam zink anoda, merkuri oksida kompak dan katoda grafit, elektrolit dan ‟ grommet’ plastik. Semuanya terkandung dalam baja yang dibungkus dengan nikel dan bagian dalam atas dibungkus dengan tembaga sedangkan bagian luarnya dengan emas dan nikel.
Baterai sel dapat masuk melalui esofagus dan ditemukan kembali dalam feces setelah 48-72 jam.
Seringkali lempeng baterai dapat lewat saluran
gastrointestinal tanpa menyebabkan luka.
Walaupun demikian, baterai yang
diketahui telah menempel di saluran cerna dapat menyebabkan keracunan korosif parah dan kadang-kadang kematian. Jika terus melekat dapat juga menimbulkan obstruksi. Penanganan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Baterai yang menempel pada esofagus harus dikeluarkan, jika perlu dengan tindakan pembedahan. 2. Katartik dapat diberikan untuk mempercepat keluarnya baterai yang akan mencapai lambung. 3. Antagonis H2 dan antasida dapat diberikan untuk membantu menurunkan perdarahan gastrointestinal. 4. Metoklopramid dapat juga diberikan untuk mempercepat keluarnya baterai
b. Sabun, Detergen, Shampo
Sabun, detergen dan shampoo merupakan produk terbanyak yang bisa ditemukan dirumah.
Sebagian besar sabun, secara relatif tidak toksik dan
memiliki aksi emetik yang sama efektifnya seperti sirup ipekak
(Tabel 6).
Beberapa produk sabun yang terhirup juga tidak terlalu berbahaya karena sabun dapat mengeliminasi sendiri dan menimbulkan sangat sedikit gejala. batang memiliki toksisitas yang rendah.
15
Sabun
Tabel 4. Aksi emetikum produk pembersih rumah tangga pada anjing Dosis rata-rata
T rata-rata untuk
emetik (g/kg)
emesis (menit)
0.02-0.05
1-4
Detergen cair
0.3-1.5
15-45
Cairan pembersih rumah
0.1-1.0
0.5-10
Cairan pemutih (natrium hipoklorat)
0.25
1-2
Sabun toilet
5.0
30-60
Sirup ipecac
0.1
30-50
Produk Granul detergen laundry
Meskipun sabun bisa bekerja emetikum tapi sabun/detergen yang masuk ke mulut dapat menyebabkan reaksi yang bervariasi tergantung pada spesifikasi produk.
Secara umum dapat menyebabkan iritasi lokal, selain itu detergen
kationik dapat memicu iritasi parah dan mungkin berpengaruh sistemik. Granul sabun dan detergen secara umum toksisitasnya rendah demikian pula dengan shampo. Tandanya adalah mual, muntah dan diare yang bisa menjadi parah jika tidak ditangani dengan baik. Sama seperti sabun dan detergen, shampoo juga memiliki tingkat toksisitas yang rendah, meskipun iritasi lambung dapat menyebabkan mual dan muntah. Zat antiketombe pada shampoo secara umum meningkatkan toksisit as produk. Penanganan keracunan sabun, detergen atau shampo adalah dengan cara minum air putih atau susu sebanyak-banyaknya agar zat yang terminum terencerkan serta biarkan muntah (emesis) spontan tetapi jangan dirangsang. Jika mual atau muntah menjadi parah terapi simptomtik dan penggantian cairan mungkin diperlukan. Penanganan keracunan alkali yang kontak dengan mata atau kulit sama seperti penanganan umum zat korosif.
c. Ammonia dan Larutan Ammonium
Ammonia, pembersih oven, dan pembersih pipa adalah alkali yang sangat korosif.
Larutan ammonia banyak ditemukan dilingkungan rumah (5-10%) dan
di industri (50%). Ammonia digunakan pada berbagai varietas produk dan korosi terhadap semua sel.
16
Jika ammonia atau larutan ammonium terminum, maka korban diterapi seperti menangani keracunan karena zat kaustik lainnya. Zat yang terhirup dapat menyebabkan iritasi saluran nafas atas, batuk, dyspnea, dan edema pulmonal. Jika terkontaminasi pada kulit atau mata akan terasa sangat nyeri dan bersifat sangat korosif. Penanganan keracunan zat ini sama seperti menangani keracunan alkali secara umum.
d. Pemutih
Sebagian besar pemutih merupakan larutan 3-6% natrium hipoklorat (NaOCl) dalam air. Nilai pH pemutih kira-kira adalah 11. Jika produk pemutih terminum, maka akan menyebabkan iritasi parah, korosi membran mukosa, rasa sakit,
inflamasi.
Biasanya
jumlah
yang
terminum
kecil
dan
langsung
dimuntahkan. Penanganan yang dilakukan adalah mengencerkan pemutih yang tertelan dengan air atau demulsen seperti susu atau antasida. Jangan dirangsang muntah. Jika pemutih bereaksi dengan asam atau alkali lain akan melepaskan gas klorin atau kloramin. Keduanya menyebabkan lakrimasi dan iritasi membran mukosa dan saluran nafas jika terhirup. Pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan asphyxiation (=sesak nafas karena kurang asam di darah).
Asam Kuat +
Natrium hipoklorit
(H ) +
(NaOCl)
Alkali kuat (NH4+)
→
Cl2↑ (klorin)
+ NaOH
NH2Cl↑ →
+ NaOH (kloramin)
Saat ini, senyawa klorin seringkali disalahgunakan untuk memutihkan makanan seperti tepung dan beras.
Walaupun akan menguap setelah proses
pemasakan, keberadaan gas klorin tersebut juga akan mengurangi nilai gizi produk yang diputihkan tersebut.
17
e. Iodin
Iodin bersifat korosif terhadap membran mukosa dengan mengendapkan protein langsung. Di dalam lambung iodine dapat diubah menjadi bentuk yang kurang toksik dan dengan cepat di deaktivasi oleh makanan di saluran gastrointestinal dan merangsang reflek muntah. Apabila iodine atau turunannya terhirup dapat mengakibatkan mual, muntah, diare, gastroenteritis, hipotensi, takhikardi dan
sianosis.
Kematian
karena terhirup biasanya terjadi kurang dari 48 jam sejak mengalami kolaps sirkulasi, karena syok selama emesis yang menyebabkan edema pulmonal. Jika iodine masuk ke dalam saluran pencernaan melalui mulut, penanganan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a)
Encerkan iodin dengan air atau susu.
b)
Beri larutan amilum 1-10% agar iodin terabsorpsi
c)
Lakukan pengurasan lambung, jika perlu dengan amilum larut air.
d)
Tambah larutan natrium tiosulfat 1-5% agar iodin berubah menjadi iodida.
e)
Beri glukokortikoid untuk menurunkan resiko fibrosis esofagus.
f.
Senyawa Ammonium Quarterner
Senyawa ammonium quarterner adalah surfaktan kationik yang digunakan pada berbagai macam produk seperti desinfektan, bakterisid, deodoran, sanitizers. Senyawa ammonium quarterner berpotensi menyebabkan keracunan tetapi hal ini tergantung pada jenis senyawa, konsentrasi produk, dosis, jalur pemberian. Konsentrasi dibawah 1% dapat menyebabkan nekrosis membran mukosa, erosi saluran GI, ulcer dan perdarahan. Kadang-kadang mengalami edema glotis, otak. Pencegahan yang dilakukan adalah dengan sabun karena akan di inaktifkan. Penanganan keracunan zat ini dengan konsentrasi lebih dari 5-10% sama seperti penanganan keracunan alkali secara umum.
18
BAB III KESIMPULAN
-
Zat korosif pada umumnya bersifat lokal (asam/basa), menimbulkan nyeri hebat pada daerah yang terkena zat korosif tersebut.
-
Penanganan bersifat supportive agents dan pada penanganannya tidak dipaksa untuk muntah karena dapat memperluas kerusakan jaringan sehingga perlu pengenceran saja.
-
Basa bersifat emetikum (mual, muntah) sehingga perlu diencerkan saja.
-
proses pengenceran masih merupakan cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecelakaan zat korosif yang terminum. Oleh karena itu, jumlah air atau susu yang digunakan harus beberapa kali lipat lebih banyak dibanding dengan jumlah asam atau alkali yang terminum.
-
Terjadi akumulasi akan berdampak sistemik
-
Pada kasus pasta gigi anak, kadar fluoride pada pasta gigi anak-anak terlalu tinggi. Fluorida dapat menyebabkan keracunan pada anak. Kalsium akan mengendap sehingga kadar kalsium dalam plasma turun sehingga tidak dibenarkan anak-anak menggunakan pasta gigi untuk dewasa. Fluoride pun jika masuk kedalam tubuh akan berikatan dengan kalsium sehingga dapat menyebabkan osteoporosis.
-
Borax memiliki rasa yang gurih, namun after taste yang pahit
-
Pada baterai , disaluran cerna akan terurai.
-
Penggunaan pembersih lantai sebaiknya tidak mencampurkan zat yang bersifat asam dan yang bersifat basa karena gugus cl akan terlepas , hal ini yang akan mengakibatkan sesak nafas.
19
BAB IV STUDI KASUS
4.1 Studi Kasus I
Seorang wanita 83 tahun membersihkan bathtube dgn clorox (5,2%) tanpa diencerkan. Karena noda sulit dihilangkan baik walaupun dengan sabun maka dia menambahkan sani-flush (80% Nabisulfat). Dengan cepat dia merasa terbakar pada mulut,hidung,tenggorokan dan mata. Pada akhirnya dia kesulitan bernafas. Dia masuk UGD dengan gejala pulmonari edema. Mendapatkan treatmen oxigen, prednison, morfin. Dia sembuh setelah 10 hari .
Pembahasan
Apa yang terjadi ketika pemutih dicampur dengan sani-flush (80% Na-bisulfat)?
Pemutih jika bereaksi dengan basa (Na-bisulfat ) akan melepaskan gas klorin atau kloramin menyebabkan lakrimasi dan iritasi membran mukosa dan saluran nafas jika terhirup. Pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan asphyxiation (=sesak nafas karena kurang asam di darah). Reaksi yang terjadi : Asam Kuat (H+)
Natrium hipoklorit (NaOCl)
+
Alkali kuat (NH4+)
→
→
Cl2↑ (klorin) NH2Cl↑ (kloramin)
+ NaOH
+ NaOH
4.2 Studi Kasus II
Anak laki-laki berusia 4,5 bulan mengalami seizure sejak berumur 2 bulan. Ketika berusia 3 bulan, dia didiagnosa menderita epilepsi dan diterapi dengan fenobarbital. Seizure berlanjut walaupun digunakan medikasi antiepilepsi. Saat dibawa ke RS, ia pucat, cepat marah dan patchy, eritema kering diatas kepala, badan dan lengan. Hasil penetapan fisik secara umum tidak bermakna. Hasil laboratorium sebagian besar kurang normal, tetapi anemia hipokromik normositik terdeteksi. Selama pemeriksaan pasien cepat marah dan mulai menangis. Untuk menenangkan anak, ibunya memberi makanan dot dalam
20
botol coklat kecil yang dia bawa. Ketika dia memberi bayi dot dengan cairan kuning kecoklatan tersebut, dia dengan segera berhenti menangis. Botol berlabel “ Borax dan Madu”. Daftar kandungannya : borax 10,5 g, gliserin 5,25 g, dan madu 100 g. Secara jelas dia mempelajari hal ini dari ibunya yang telah menggunakan sediaan tersebut kepada semua anaknya. Anak telah menerima kira-kira 1 ounce perminggu sejak dia berusia 1 bulan. Dengan informasi ini, sampel urin dan darah dianalisa kandungan asam boratnya. Setelah terapi minuman dot borax-madu tidak dilanjutkan anak tidak mengalami seizure lanjutan, dan rekaman EEG kembali normal setelah 1 minggu. Terapi fenobarbital tidak dilanjutkan. Bayi diizinkan keluar RS, tetapi terapi suplemen Fe dimulai.
Setelah
beberapa bulan, profil darah kembali normal. Kandungan yang
Mg/dL
ditentukan
Darah
Urin
Borax
14,5
12,3
Asam borat
9,44
7,95
Pembahasan
Pada bayi tersebut mengalami keracunan borax kronik yang berasal dari minuman.
Secara umum, kandungan borax pada makanan/minuman dapat
menambah gurih cita rasa makanan sehingga bayipun menyukainya. Asam borat sendiri akan dieliminasi secara alami melalui sekresi urin. Seizure dan epilepsi yang dialami bayi tersebut merupakan manifestasi klinik keracunan asam borat sehingga saat minuman yang mengandung borax dihentikan dan bayi tidak lagi mengalami seizure maka pemberian fenobarbitalpun tidak lagi diperlukan. Pemberian suplemen Fe ditujukan untuk mengatasi anemia hipokromik normositik
yang
dialami
bayi
tersebut
laboratoriumnya.
21
diatas
berdasarkan
hasil
tes
BAB V DISKUSI
1. Apakah fungsi dari penggunaan susu dan antasid pada keracuan zat yang bersifat basa ? Jawab : Berfungsi sebagai demulsen agar tidak diabsorbsi yaitu membuat emulsi sehingga mempercepat pengeluaran.
2. Pertanyaan : a. Bagaimana penanganannya orang yang terkena zat korosif bersifat basa ? b. Prognosisnya bagaimana ketika terjadi keracunan? dapat sembuh atau akan timbul kelainan-kelainan? Jawab: a. Berdasarkan bagan penanganan keracunan zat korosif yang tertelan, pada pasien yang mengalami penyempitan tenggorokan, dapat di berikan terapi kortikosteroid untuk mengurangi penyempitannya. Setelah itu, perlu di lakukan esophagoscopy untuk melihat tingkat keparahan yang terjadi dan dilakukan terapi supportive lainnya dan terus dipantau perkembangannya serta ditindak lanjuti sesuai indikasi. b. Hal tersebut tergantung dari jenis luka dan keparahannya. Jika hanya melukai di bagian epidermis saja dan tidak sampai melukai jaringan maka bisa sembuh namun jika kerusakan yang terjadi sudah ke bagian dermis, hal ini bisa parah dan menyebabkan kelainan-kelainan sehingga sulit untuk sembuh seperti semula.
3. Untuk apa endoscopy dan esophagoscopy? Jawab : Endoscopy adalah untuk memeriksa apakah adanya kerusakan di bagian bawah yaitu saluran pencernaan melalui anus. Esophagoscopy adalah untuk pemeriksaan adanya kerusakan di bagian atas yaitu saluran pernafasan.
22
4. Apakah penanganan zat korosif boleh melelui emesis? Jawab : Penanganan keracunan secara emesis pada zat korosif itu sebenarnya harus dilihat dulu dari sifat si zat yang terpapar apakah sangat keras, kadarnya, dan keparahan. Keparahan tidak dapat di tentukan berdasarkan sifat zat korosifnya (asam/basa), keparahan sangat tergantung kepada jenis dan kekuatan kerja racun (potensi), tempat kerja (organ sasaran) dari zat racun tersebut, jenis luka dan tingkat kerusakan yang terjadi akbat pemaparan zat korosif tersebut (asam/basa), dan jika dianggap aman dan tidak akan merusak bagian bagian jaringan yang akan terlewati maka dapat dilakukan secara emesis .
23
DAFTAR PUSTAKA
1.
Gossel, Thomas A and Bricker, J. Douglas., 2001, Principles of Clinical Toxicology, 3rd ed., Taylor and Francis, 215 – 239
2.
Sartono, drs., 2001, Racun dan Keracunan, Widya Medika, Jakarta, 224 – 235
24