MAKALAH TOKSIKOLOGI “Keracunan
Sianida ”
Disusun Oleh: Kelompok 3 Tingkat 2A Devita Kumala Dewi
(P07234016007)
Dianah Rezqi Salsabila
(P07234016009)
Mutmainnah
(P07234016018)
Novia Putri Anggraini
(P07234016023)
Serli Melinda
(P07234016034)
Sofyan Hadi Chandra
(P07234016035)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN ANALIS KESEHATAN TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esaatas berkat Rahmat dan Karunia-Nya kami telah menyelesaikan tugas Toksikologi dengan materi “Keracunan “Keracunan dan Cara Penanganan Sampel Keracunan Sianida”. Sianida ”. Terimakasih Terimakasih kepada bapak Ibu Eka Parfina dan teman-teman yang telah turut membantu, membimbing, kerjasama, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Semoga materi ini dapat bermanfaat menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan. Khususnya bagi penulis sehingga se hingga tujuannya yang diharapkan dapat tercapai. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangankekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah. Aamiin.
Samarinda, Maret 2018
Penulis
ii | T O K S I K O L O G I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I ...................................................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2 C. Tujuan .............................................................................................................. 2 BAB II ..................................................................................................................... 3 A. Definisi Sianida ................................................................................................ 3 B. Sumber Keracunan Sianida .............................................................................. 5 C. Gejala Keracunan Sianida ................................................................................ 8 D. Mekanisme Keracunan Sianida...................................................................... 11 E.
Penanggulanagan Keracunan Sianida ............................................................ 13
F.
Pengambilan, Penyimpannan dan Pengiriman Sampel Sianida ke Laboratorium ................................................................................................. 15
G. Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida..................................... 16 BAB III ................................................................................................................. 21 A. Kesimpulan .................................................................................................... 21 B. Saran .............................................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22
iii | T O K S I K O L O G I
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara tradisional sianida dikenal sebagai racun. Selama ini sianida telah digunakan sebagi alat pembunuhan massal, upaya bunuh diri, dan sebagai senjata perang. Pada tahun 1978, minuman rasa buah (Kool-Aid) yang mengandung potassium sianida menjadi agen penyebab bunuh diri massal para anggota Peoples Temple di Jonestown, Guyana. Selama Perang Dunia II, para Nazi juga menggunakan sianida sebagai agen genosida dalam kamar gas. Laporan tahunan National Poison Data System dari American Assosiation of Poison Control Centers, selama tahun 2007 terdapat 247 kasus paparan kimia sianida di Amerika Serikat. Jumlah kasus yang dilaporkan tersebut relative masih kecil karena masih banyak kematian yang sering tidak dilaporkan. Meskipun demikian, jumlah kasus yang kecil ini tidak mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan, kebutuhan untuk mengenali dan memberikan interfensi secara cepat pada kasus keracunan sianida. Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banak digunakan saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. H ydrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hydrogen sianida adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Hydrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak. Hydrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih. Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur, dan ganggang.
1|TOKSIKOLOGI
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari sianida? 2. Apa saja sumber keracunan sianida? 3. Bagaimana gejala keracunan sianida? 4. Bagaimana mekanisme keracunan sianida? 5. Bagaimana penanggulangan keracunan sianida? 6. Bagaimana pengambilan, penyimpanan dan pengiriman sampel keracunan sianida? 7. Bagaimana pemeriksaan toksikologi kasus keracunan sianida?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari sianida. 2. Untuk mengetahui apa saja sumber keracunan sianida. 3. Untuk mengetahui gejala keracunan sianida. 4. Untuk mengetahui mekanisme keracuan sianida. 5. Untuk mengetahui cara penanggulangan keracunan sianida. 6. Untuk mengetahui cara pengambilan, penyimpanan dan pengiriman sampel keracunan sianida. 7. Untuk mengetahui pemeriksaan toksikologi kasus keracunan sianida.
D. Manfaat
Agar pembaca dapat mengetahui definisi dari sianida, sumber-sumber keracunan sianida, gejala keracunan sianida, mekanisme dari keracunan sianida, cara penanggulangan keracunan sianida, cara pengambilan, penyimpanan, dan pengiriman sampel keracunan sianida serta cara pemeriksaan toksikologi pada kasus keracunan sianida.
2|TOKSIKOLOGI
BAB II ISI
A. Definisi Sianida
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan yang telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida banyak digunakan pada saat perang dunia pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu beberapa menit. (Harry, 2006) Sianida terdapat dalam berbagai bentuk, salah satu nya adalah hidrogen sianida yang berbentuk cairan tidak berwarna atau pada suhu kamar berwarna biru pucat. Bentuk lain sianida ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih (WHO, 2004). Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang. Sianida ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Sianida banyak digunakan pada industri t erutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida (Harry, 2006). Asam sianida adalah bersifat asam lemah, garam sianida baik KCN maupun NaCN dalam ruangan yang berkelembapan tinggi mudah bereaksi dan membentuk gas HCN : KCN + H2O
→ HCN
+ KOH
Bila kita membuka botol wadah yang berisi KCNdi dalam laboratorium kita akan membau gas HCN dengan contoh reaksi seperti di atas tersebut. Adanya air disekitar ruangan tidak cepat membentuk HCN, kecuali bila kita menghirup udara di sekitar ruangan tersebut, sehingga reaksi pembentukan gas HCN akan terjadi.
3|TOKSIKOLOGI
Hubungan antara Konsentrasi HCN di Udara dengan Efek Bila Seseorang Menghirup Gas Tersebut Konsentrasi (mg/L)
Efek
300
Kematian dengan cepat
200
Mati dalam waktu10 menit
150
Mati setelah 30 menit
120 – 150
Sangat berbahaya (fatal) setelh 30-60 menit.
50 – 60
Dapat bertahan selama 20 menit – 1 jam tanpa pengaruh.
20 – 40
Gejala ringan setelah beberapa jam
Keracunan sianida akut merupakan kasus yang paling sering dilaporkan sendiri (70% dalam 1 seri) (Ferryal, 2006). Gejala yang ditimbulkan oleh keracunan zat kimia sianida bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat toksik tersebut (Harry, 2006). Dalam pemeriksaan forensik, diagnosis keracunan sianida pada orang hidup terutama tergantung dari riwayat kontak dengan racun sianida atau yang dicurigai sumber racun sianida dan gejala serta tanda yang diperlihatkan pasien. Sementara pada postmortem pembuktiannya melalui pemeriksaan dari jaringan-jaringan yang dilalui oleh sianida sesuai dengan rute masuknya ke dalam tubuh (Idries, 1997).
4|TOKSIKOLOGI
B. Sumber Keracunan Sianida
Menghirup asap, keracunan yang disengaja dan eksposur industri adalah sumber keracunan sianida yang paling sering. Perawatan dengan sodium nitroprusside atau konsumsi jangka panjang dari makanan yang mengandung sianida adalah sumber keracunan yang mungkin. Secara historis, sianida telah digunakan sebagai agen senjata kimia, dan berpotensi menjadi agen untuk serangan teroris. 1. Menghirup asap Menghirup asap selama kebakaran rumah atau industri adalah sumber utama keracunan sianida di Amerika Serikat. Individu dengan inhalasi asap dari ruang tertutup kebakaran yang memiliki jelaga di mulut atau hidung, perubahan status mental, atau hipotensi mungkin memiliki keracunan sianida yang signifikan (konsentrasi sianida darah > 40 mmol / L atau sekitar 1 mg/L). Banyak senyawa yang mengandung nitrogen dan karbon dapat menghasilkan gas hidrogen sianida (HCN) ketika dibakar. Beberapa senyawa alami (misalnya, wol, sutra) menghasilkan HCN sebagai produk pembakaran. Plastik rumah tangga (misalnya, melamin dalam peralatan makan, akrilonitril dalam gelas plastik), busa poliuretan dalam bantal furnitur, dan banyak senyawa sintetis lainnya dapat menghasilkan konsentrasi sianida yang mematikan ketika dibakar di bawah kondisi konsentrasi oksigen dan suhu yang tepat.
2. Keracunan yang disengaja Sianida adalah cara bunuh diri yang jarang, namun efektif. Kasuskasus ini biasanya melibatkan pekerja perawatan kesehatan dan laboratorium yang memiliki akses ke garam sianida yang ditemukan di rumah sakit dan laboratorium penelitian.
5|TOKSIKOLOGI
3. Eksposur industri Sumber-sumber industri sianida yang tak terhitung jumlahnya ada. Sianida digunakan terutama dalam perdagangan logam, penambangan, manufaktur perhiasan, pencelupan, fotografi, dan pertanian. Proses industri khusus yang melibatkan sianida termasuk pembersihan logam, reklamasi, atau pengerasan; pengasapan; elektroplating; dan pemrosesan foto. Selain itu, industri menggunakan sianida dalam pembuatan plastik, sebagai intermediet reaktif dalam sintesis kimia, dan sebagai pelarut (dalam bentuk nitril). Paparan garam dan sianogen kadang-kadang menyebabkan keracunan. Namun, risiko yang signifikan untuk beberapa korban terjadi ketika produk ini bersentuhan dengan asam mineral karena gas HCN diproduksi. Insiden korban massal dapat berkembang dalam kecelakaan industri di mana sianogen klorida bersentuhan dengan air (misalnya, selama kebakaran). Wadah cyanogen chloride dapat pecah atau meledak jika terkena panas tinggi atau setelah penyimpanan yang lama.
4. Paparan iatrogenic Natrium vasodilator nitroprusside, bila digunakan dalam dosis tinggi atau selama beberapa hari, dapat menghasilkan konsentrasi sianida dalam darah yang beracun. Pasien dengan cadangan tiosulfat rendah (misalnya, kurang gizi, pasca operasi) berada pada peningkatan risiko untuk mengembangkan gejala, bahkan dengan dosis terapeutik. Masalah dapat dihindari dengan pemberian hidroksokobalamin atau natrium tiosulfat.
5. Konsumsi suplemen atau tanaman yang mengandung sianida Proses menelan suplemen yang mengandung sianida jarang terjadi. Amygdalin (laetrile sintetis, juga dipasarkan sebagai vitamin B-17), yang mengandung sianida, didalilkan memiliki sifat antikanker karena aksi sianida pada sel kanker. Namun, laetrile tidak menunjukkan aktivitas antikanker dalam uji klinis pada manusia pada tahun 1980 dan tidak tersedia di Amerika Serikat.
6|TOKSIKOLOGI
Keracunan asam sianida terjadi di industri kimia, pada pembasmian hama, pada pemuaian bahan bahan organik, jarang akibat keracunan yang disengaja. Biasanya kadar glikosida mandelatnitril yang terdapat dalam biji spesies Prunus (persik, prem dan lain-lain) tidak mencukupi untuk dapat menimbulkan keracunan parah. Keracunan akibat menghirup HCN relatif jarang terjadi. Biasanya keracunan sianida terjadi akibat senyawa sianida, yang dengan asam klorida lambung akan membentuk asam sianida. Dosis letalis berkisar sekitar 1 mg/kg bobot badan. Asam sianida menyebabkan lemas di dalam tubuh, karena dengan pembentukan kompleks antara i on sianida dengan besi bervalensi tiga, akan memblok sitokrom oksidase dan dengan demikian oksigen darah tak dapat diambil lagi oleh sel. Sianida secara alami terdapat dalam alam, bahan industri, dan rumah tangga. Inhalasi asap dari hasil kebakaran merupakan penyebab paling umum dari keracunan sianida di negara barat. Bahan-bahan seperti wol, sutra, dan polimer sintetik mengandung karbon dan nitrogen juga dapat menghasilkan gas sianida bila terpapar suhu tinggi. Sianida banyak digunakan dalam proses industri yang membutuhkan electroplating dan polishing logam. Garam sianida seperti sinida merkuri, tembaga sianida, sianida emas, dan sianida perak menghasilkan gas hidrogen sianida bila dikombinasikan dengan asam, sehingga memungkinkan terjadinya kecelakaan pada industri atau paparan yang berbahaya. Sianida juga ditemukan pada insektisida yang digunakan untuk pengasapan atau desinfeksi massal. Salah satu sumber iatrogenik sianida adalah pemberian antihipertensi sodium nitroprusside secara intravena. Proses pelepasan sianida dari nitroprusside terjadi tanpa bantuan enzim. Di hati, enzim rhodanese kemudian akan mengkatalisis konversi sianida menjadi tiosianat, yang biasanya diekskresi melalui ginjal. Keracunan dapat terjadi apabila terdapat kerusakan dalam metabolisme sianida atau akumulasi tiosianat selama periode pemberian beberapa hari atau lebih. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, keracunan sianida dapat terjadi karena pasien tidak dapat mengekskresikan
7|TOKSIKOLOGI
tiosianat pada nilai yang cukup. Pemeriksaan fungsi ginjal dapat membatu dalam menghindari keracunan pada pasien yang membutuhkan natrium nitroprusside infus. Monitoring peningkatan serum cyanhemoglobin atau cyanmethemoglobin yang lebih besar dari 10 mg/dL mengkonfirmasi keracunan tiosianat dan merupakan indikasi untuk menghentikan terapi. Nitril adalah bentuk sianida yang ditemukan dalam pelarut dan penghilang lem. Asetonitril dan propionitril adalah nitril yang paling sering ditemui. Dimetabolisme menjadi sianida dalam hati, asetonitril adalah bahan aktif penghilang kuku buatan dan telah dikaitkan dengan kasus keracunan sianida. Meskipun bukan penyebab umum keracunan, sumber-sumber alam dapat menyebabkan keracunan sianida ketika dikonsumsi dalam jumlah besar atau ketika dikemas sebagai obat alternatif (contoh: laetrile). Sianida terbentuk secara alami dalam amygdalin, (suatu glukosida sianogenik) yang pada konsentrasi rendah terdapat dalam biji buah (misalnya, biji apel, biji ceri, almond, dan biji aprikot) dari spesies Prunus.
C. Gejala Keracunan Sianida
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari;
Dosis sianida
Banyaknya paparan
Jenis paparan
Tipe komponen dari sianida Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada
tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi 8|TOKSIKOLOGI
mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian. Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum. Tanda awal dari keracunan sianida adalah :
Hiperpnea sementara, Nyeri kepala,
Dispnea
Kecemasan
Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.
9|TOKSIKOLOGI
Hubungan Antara kandungan Sianida dalam Darah dan Gejala Khas yang Timbul.
Kandungan CN (mg/L)
Derajat Keracunan
0,5 – 1,0
Ringan
Gejala Denyut nadi cepat Sakit kepala Lemah
1,0 – 2,5
Moderat
Stupor tetapi ada reaksi Takikardia Takipnea
2,5 - lebih
Parah
Koma,
tak
ada
reaksi
hipertensi respirasi lambat pupil dilatasi sianosis Kematian jika tak tertolong
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida. Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah
10 | T O K S I K O L O G I
terang pada arteri dan vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti “cherry-red”, tetapi tanda ini tidak selalu ada. Gejala-gejala keracunan melalui pernapasan: 1. Sakit kepala; 2. Penderita mendadak tampak kebiru-biruan (cyanotis); 3. Napas sesak/sukar bernapas (dyspnea) dan tidak teratur; 4. Denyut nadi cepat dan kecil; 5. Atasia (gangguan keseimbangan dalam gerak), nausea (perasaan mual seperti mau muntah) dan palpitasi (jantung berdarah); 6. Konvulsi atau kejang-kejang; 7. Bila keracunan melalui pencernaan, seperti pada keracunan oleh ibi ketela (singkong) yang mengandung asam cyanide (blau zuur) biasanya disertai muntah-muntah; 8. Bila keracunannya hebat, maka penderita akan mengalami asphyxia (pernapasannya mendadak berhenti) dan bila tidak tertolong akan berakhir dengan kematian.
D. Mekanisme Keracunan Sianida
Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,500 – 5,000 mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m 3. Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak
11 | T O K S I K O L O G I
akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12. Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani ra cun. Efek dari suatu pemejanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan berapa banyak racun yang masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantung pada berapa banyak racun dalam tubuh yang dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa kali. Pada dasarnya setelah zat beracun masuk kedalam tubuh, suatu ketika dapat terdistribusi kedalam cairan ekstrasel dan intrasel. Berdasarkan atas sifat dan tempat kejadiannya, mekanisme aksi toksik zat kimia dibagi menjadi dua, yakni mekanisme luka intrasel dan ekstrasel. Setelah diketahui kadar sianida yang masuk ketubuh dalam dosis besar, maka sianida menjadi toksik. Sianida menjadi toksik bila berikatan dengan trivalen ferric (Fe3+). Tubuh yang mempunyai lebih dari 40 sistem enzim dilaporkan menjadi inaktif oleh sianida. Yang paling nyata dari hal tersebut ialah non aktif dari dari sistem enzim sitokrom oksidase yang terdiri dari sitokrom a-a3 komplek dan sistem transport elektron. Jika sianida mengikat enzim komplek tersebut, transport elektron akan terhambat yaitu transport elektron dari sitokrom a3 ke molekul oksigen di blok. Sebagai akibatnya akan menurunkan penggunaan oksigen oleh sel dan mengikut racun PO2. Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam sitorom dalam siklus respirasi. Sebagai akibat tidak terbentuknya kembali ATP selama proses itu masih bergantung pada sitokrom oksidase yang merupakan tahap akhir dari proses phoporilasi oksidatif. Selama siklus metabolisme masih bergantung pada sistem transport elektron, sel tidak mampu menggunakan oksigen sehingga menyebabkan penurunan respirasi serobik dari sel. Hal tersebut menyebabkan histotoksik seluler hipoksia. Bila hal ini terjadi jumlah oksigen yang mencapai jaringan normal tetapi sel tidak mampu menggunakannya. Hal ini berbeda dengan keracunan CO dimana terjadinya jaringan hipoksia karena kekurangan jumlah oksigen yang masuk. Jadi kesimpulannya adalah penderita keracunan
12 | T O K S I K O L O G I
sianida disebabkan oleh ketidakmampuan jaringan menggunakan oksigen tersebut.
E. Penanggulanagan Keracunan Sianida
Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan. 1. Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan. 2. Jika tempat yang menjadi sumber berada diluar ruangan, maka sebaiknya tetap berada di dalam ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang. 3. Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari manusia, terutama anak-anak. 4. Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan air yang banyak. Tindakan kedua adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat balai pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan antidotum untuk mencegah keracunan yang lebih serius. Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan meningkatkan efek dari antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila penderita gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam. Perbaikan perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain itu juga, perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian antidotum. Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera
13 | T O K S I K O L O G I
ditatalaksana di rumah sakit karena bila terlambat dapat berakibat kematian (Harry, 2006). Terdapat beberapa antidote yang dapat dipergunakan pada kasus keracunan sianida. Masing-masing antidote bekerja pada bagian tertentu pada proses reaksi sianida dan menghambat reaksi tersebut. Beberapa agent tersebut adalah 1. Agent yang menginduksi pembentukan MetHb. Contoh ini adalah nitril yang dapat merubah ion ferous (fe2+) dari hemoglobin menjadi ion ferric (Fe3+). MetHb yang dihasilkan berikatan kuat dengan sianida menjadi cyanmetHb. Preparat yang tersedia adalah sodium nitrit (i.v), amil nitrit (inhale) dan dimetil aminofenol (i.v atau i.m) 2. Agent yang berikatan secara langsung seperti cobalt yang langsung memotong dan berikatan dengan ion sianida. Dicobalt edetate (Kelocyanor) dan hydroxocobalamin (Cyanokit) keduanya dalam sediaan i.v. 3. Agent yang bekerja sebagai pendonor sulfur. Jalur detoksifikasi sianida normalnya melalui konversi sianida menjadi tiosianat, dengan gugus sulfur yang diberikan oleh glutatione. Maka dari itu sodium tiosulfat akan berkontribusi terhadap reaksi ini dengan memberikan gugus sulfur. Agent ini diberikan dalam bentuk i.v.
Pada beberapa negara terjadi prosedur penenganan terhadap keracunan sianida mempergunakan antidote yang berbeda-beda karena perbedaan pendapat tentang keefektifan dari masing-masing antidote. 1. Di USA. Sodium nitrit adalah obat pilihan karena mempunyai range dosis terapeutik yang lebar. Akan tetapi diperlukan monitoring metHb jika diberikan dalam jumlah yang besar. 2. UK lebih memilih dicobalt edetate karena efeknya yang cepat, walaupun bahan ini mempunyai toksisitas yang cukup signifikant. Maka dari itu penegakan diagnosis pasti keracunan sianida sangat diperlukan.
14 | T O K S I K O L O G I
3. Dimetil aminofenol direkomendasikan di Jerman. Obat ini menginduksi pembentukan metHb dengan cepat. Monitoring metHb sangat diperlukan dan perlu dipertimbangkan reversal dengan metilen blue. Preparat ini diberikan i.m maka dari itu dapat diberikan oleh paramedis akan tetapi pada tempat injeksi akan terjadi nekrosis. Kelemahan lain adalah obat ini adalah penyerapannya yang buruk terutama dalam keadaan toksikasi akut/kolaps. 4. Prancis
telah
merekomendasikan
antidote
terbaru
sianida
yaitu
hydroxicobalamin. Preparat ini adalah prekursor dari vitamin B12 yang mempunyai toksisitas minimal. Hydroxicobalamin merupakan molekul yang besar dan hanya akan berikatan dengan sianida pada molar yang sama. Preparate yang tersedia harus diencerkan terlebih dahulu sebelum diberikan. Satu-satunya
kelemahan
dari
obat
ini
hanyalah
kesulitan
dalam
pemberiannya dan harganya yang masih mahal (Cummings, 2004).
F.
Pengambilan, Penyimpannan dan Pengiriman Sampel Sianida ke Laboratorium
1. Pengambilan Sampel Sianida Pengambilan sampel dikerjakan oleh yang berkompeten, dengan tatacara yang sudah ditetapkan dalam prosedur. Sampel dit empatkan dalam wadah yang tepat untuk: a. Menjaga orisinalitas b. Mencegah kontaminasi antar sampel c. Mencegah kontaminasi/pengambilan analit oleh wadah d. Pelabelan sampel dilakukan untuk mencegah tertukarnya sampel (menjaga Chain of costudy)
2. Penyimpanan Sampel Sianida Penyimpanan sampel meliputi: a. Penyimpanan sampel dari tempat sampling menuju lab
15 | T O K S I K O L O G I
b. Penyimpanan sampel di Laboratorium c. Bertujuan untuk mencegah terjadinya penguraian analit / matrik sampel yang dapat menggangu proses analisis atau memberikan hasil analisis yang kurang tepat. Sampel disimpan dalam wadah (botol) yang tertutup rapat, dilock (sealed) untuk mencegah tumpah/bocornya sampel. Disimpan dalam tas plastik yang terpisah. Setiap wadah harus dilengkapi dengan identitas yang jelas. Secara umum sampel biologi harus disimpan pada suhu 4oC sebelum diserahkan ke Lab, kecuali (padatan yang tidak mudah rusak, spt: rambut, kuku). Cairan biologi yang disimpan dalam waktu lama umumnya disimpan di bawah suhu -20 oC pada kondisi ini biasanya analit dan materi biologi berada dalam keadaan stabil.
3. Pengiriman Sampel Sianida Darah dan Urin: jangka waktu setelah pengambilan sampel darah/urin sampai dengan diterima di laboratorium haruslah tidak melebihi 24 jam, sampel disimpan dalam suhu dingin / 0 oC atau dalam termos dingin yang diberi ice pack selama pengiriman.
G. Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah sianida yang masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan kematiannya. Yang mana akhir-akhir ini biasanya diukur dalam menit, atau pada kasus dengan dosis rendah dan sempat diterapi, korban dapat bertahan hidup dalam jam bahkan hari. Sianida yang ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida telah masuk dalam tubuh yang mana hal itu sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan. Akan tetapi, Karhunen et al telah melaporkan kasus dimana seorang tersangka pembunuhan terbakar dan pada post mortemnya menunjukkan tingkat sianida dalam darah 10 mg/l, yang diperkirakan sesuai dengan difusi pasif dari sianida
16 | T O K S I K O L O G I
melalui seluruh cavitas tubuh yang terbuka saat terjadinya kebakaran. Maka dari itu sangat penting untuk mengidentifikasi sumber pasti sianida pada kasuskasus keracunan dan rute masuknya zat ke dalam tubuh sehingga dapat diketahui penyebab kematiannya (Ferryal, 2006). Beberapa spesimen yang dapat diambil untuk pemeriksaan laboratorium adalah 1. Lambung (isi dan jaringannya). Material ini berguna untuk mengetahui
keracunan sianida peroral atau pada kasus mati mendadak dimana terdapat sejumlah besar obat-obat yang tidak terabsorpsi pada lambung. Pada kasuskasus overdosis obat maka lambung harus diambil seluruhnya. Jika terdapat tablet atau capsul pada lambung maka harus ditempatkan di kontainer terpisah dan dikirim bersama specimen lambung. 2. Hati. Specimen ini berguna untuk kasus keracunan yang kompleks.
Biasanya diambil 100 gram pada dari lobus kanan karena tidak terkontaminasi dengan empedu. 3. Darah. Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai
pembuluh darah perifer. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial kasus yang fatal antara 1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/l (Specimens, 2007). Kadar sianida normal dalam darah sebesar 0,016-0,014mg/L (Dominick, 1989). Selain pemeriksaan kadar sianida dapat juga dilakukan pemeriksaan pH darah yang akan menjadi lebih asam karena peningkatan asam laktat. 4. Otak . Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui, dianjurkan
untuk mengambil sampel otak kurang lebih 20 gram dari bagian dalam untuk mengkorfirmasi keberadaan sianida. 5. Paru-paru. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen
sianida, paru-parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida). 6. Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling tinggi,
diperkirakan karena limpa banyak mengandung sel darah merah, dalam 1 serial seperti diatas, tingkat sianida limpa berkisar antara 0,5-398 mg/l,
17 | T O K S I K O L O G I
dengan rata-rata 44 mg/l. Dalam serial lain, tingkat sianida darah rata-rata 37 mg/l. 7. Urine. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah satunya
adalah tiosianat (Specimens, 2007). Pada orang yang tidak merokok konsentrasi tiosianat berkisar antara 1-4mg/L sementara pada perokok konsentrasinya hingga 3-12mg/L (Dominick, 1989) Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin (dalam beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada penundaan, sampel darah dan jaringan sebaiknya disimpan pada suhu 4 derajat celcius dan harus dianalisa sesegera mungkin. Akan tetapi kualitas sampel telah menurun walaupun dengan adanya pendingin. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad. Sebaliknya, sampel postmortem yang terlalu lama disimpan dapat menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri. Pencegahan terhadap hal ini dengan mempergunakan kontainer yang berisi 2% sodium flourida (Specimens, 2007). Metode Analisa Kimia
1. Uji Kertas Saring Kertas saring dicelupkan ke dalam asam pikrat jenuh dan dibiarkan hingga lembap. Teteskan 1 tetes isi lambung, diamkan hingga agak kering lalu ditetesi NA2CO3 10%. Uji positif bila terbentuk warna ungu. Metode lain adalah dengan mempergunakan larutan KCl. Kertas saring dicelupkan dalam larutan ini lalu dikeringkan dan dipotong kecil. Kertas lalu dicelupkan ke dalam darah korban. Hasil positif jika warna berubah merah terang. Apabila terjadi keracunan masal dapat dipakai cara pemeriksaaan menggunakan kertas saring dengan metode berbeda yaitu kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HJO3 1% kemudian larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah kertas kering dapat dipotong kecil-kecil seperti kertas
18 | T O K S I K O L O G I
lakmus. Letakkan dibawah lidah hingga terbasahi oleh air liur. Uji positif bila warna berubah biru, dan negatif bila tidak berubah (Budiyanto, 1997).
2. Reaksi Schonbein-Pagentecher (Reaksi Guacajol) Reaksi Schonbein-Pagentecher (Reaksi Guacajol) dapat dipakai untuk skrining Metode ini akan memberikan hasil positif jika jaringan atau isi lambung mengandung sianida, klorin,nitrogen oksida, atau ozon. Masukkan 50mg isi atau jaringan lambung ke dalam botol elenmeyer. Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan guacajol 10% dalam alkohol lalu dikeringkan. Celupkan lagi kertas saring ke dalam larutan 0,1% CuSO4 dalam air dan gantungkan diatas jaringan dalam botol elenmeyer. Bila isi lambung alkalis dapat ditambahkan asam tartrat untuk mengasamkan sehingga KCN mudah terurai. Botol lalu dihangatkan. Jika terbentuk warna biru-hijau pada kertas saring maka hasil reaksi positif (Budiyanto, 1997).
3. Metode mempergunakan isi atau jaringan lambung Metode mempergunakan isi atau jaringan lambung dapat pula memakai reaksi Prussian Blue. Isi atau jaringan lambung didestilasi dengan destilator yaitu 5ml destilat, 1ml NaOH 50%, 3 tetes FeSO4 10% dan 3 tetes FeCl 5%. Panaskan hingga hampir mendidih lau dinginkan dan tambahkan HCl pekat hingga terbentuk endapan Fe(OH)3. teruskan hingga endapan larut kembali dan terbentuk warna biru berlin (Budiyanto, 1997).
4. Gettler-Goldbaum Gettler-Goldbaum mempergunakan 2 flange atau piringan yang diantaranya diselipkan kertas saring wathon no 50 yang digunting sebesar flange. Kertas saring lalu dicelupkan kedalam larutan FeSO4 10% selama 5 menit keringkan lalu dicelupkan ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa detik. Letakkan dan jepit kertas saring diantara kedua flange. Panskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas
19 | T O K S I K O L O G I
saring jika berubah menjadi biru maka hasil dinyatakan positif (Budiyanto, 1997) Analisa
Sianida
pada
darah
dapat
mempergunakan
metode
calorimetrik. Metode ini yang mempergunakan reagent pyrazolone merupakan teknik konvensional untuk kuantifikasi sianida pada darah dan jaringan. Kelemahan utama dari teknik ini adalah pengerjaannya yang rumit dan memakan waktu. Cara yang lebih simpel, cepat dan tetap dapat diperca ya untuk kuantifikasi dari sianida dalam darah adalah dengan mempergunakan Gas Cromatography Nitrogen Phosporus Detection (GC-NPD). Metode ini jika dibandingkan dengan metode standar calorimetric mempunyai hasil yang serupa sehingga dapat dipergunakan untuk mendeteksi dan kuantifikasi sianida pada sampel darah postmortem (Bisett, 1998). Cara lain penentuan kasus keracunan sianida dikemukakan oleh Varnell pada penelitiannya yang memperlihatkan bahwa gambaran CT Scan kranial setelah 3 hari kematian terlihat berbeda dengan kasus dengan hipoksia dan iskemia serebral. Terlihat pembengkakan cerebral dengan hilangnya batas antara substantia alba dan subtansia nigra dengan onset yang cepat menjadi petunjuk dari diagnosis keracunan sianida akut. Kebanyakan kasus dengan gangguan serebral seperti hipoksia dan iskemia tidak memperlihatkan perubahan ini pada waktu yang sama cepatnya (Varnell, 1987).
20 | T O K S I K O L O G I
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Menghirup asap, keracunan yang disengaja dan eksposur industri adalah sumber keracunan sianida yang paling sering. Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme. Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Sianida dapat menimbulkan gangguan fisiologik yang sama dengan kekurangan oksigen dari semua kofaktor dalam sitorom dalam siklus respirasi. Pertolongan terhadap korban keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan. Pengambilan sampel dikerjakan oleh yang berkompeten, dengan tatacara yang sudah ditetapkan dalam prosedur. Sampel ditempatkan dalam wadah yang tepat. Sampel disimpan dalam wadah (botol) yang tertutup rapat, dilock (sealed) untuk mencegah tumpah/bocornya sampel. Jangka waktu setel ah pengambilan sampel darah/urin sampai dengan diterima di laboratorium haruslah tidak melebihi 24 jam, sampel disimpan dalam suhu dingin / 0 oC atau dalam termos dingin yang diberi ice pack selama pengiriman. B. Saran
Setelah mengetahui bahaya dari sianida, sebaiknya kita menjauhi sumber-sumber yang dapat menyebabkan keracunan sianida dan menjauhi penyalahgunaan sianida sebagai tindak kejahatan. Diharapkan pembaca mencari sumber referensi yang lebih banyak untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sianida.
21 | T O K S I K O L O G I
DAFTAR PUSTAKA Cahyawati, Putu Nita, dkk. 2017. Keracunan Akut Sianida. Wicaksana, Jurnal Lingkungan & Pembangunan. 1(1): 80-87 diunduh dari https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/wicaksana/article/download/357/255 Libertus Tintus H. 2008. Skripsi, Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit sebagai Antidot Keracunan Sianida Akut pada Mencit Jantan Galur Swiss. Yogyakarta.
Yuningsih. 2012. Keracunan Sianida pada Hewan dan Upaya Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian, 31(1).
Leybell, Inna. 2018. Cyanide Toxicity Clinical Presentation. Diunduh dari https://emedicine.medscape.com/article/814287-clinical
22 | T O K S I K O L O G I