MAKALAH
INTERAKSI ZAT DALAM TOKSIKOLOGI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Toksikologi Lingkungan
Dosen Pengampu : Dr.Nur Kusuma Dewi,Msi.
Ir.Nana Kariada TM,M.Si.
Disusun :
Hasti Apri Sanjivanie 4411412024
M.Naimul Umam Sabana 4411412034
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , atas segala
bimbingan dan limpahan rahmatNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini membahas tentang Interaksi zat dalam toksikologi.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
Ibu Nana Kariada dan Ibu Nur Kusuma Dewi selaku dosen pengampu mata kuliah
Toksikologi Lingkungan yang telah memberikan segala bantuannya. Menyadari
dari keterbatasan penulis, kritik dan saran dalam penyempurnaan makalah ini
akan sangat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Semarang, November 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
(Cotton dan Wilkinson . 2009). Selain itu toksikologi juga mempelajari
jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang
diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak
saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada
organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme.
Salah satu masalah dalam toksikologi terutama toksikologi lingkungan
adalah kenyataan bahwa orang praktis selalu menggunakan campuran zat,
yang seringkali susunan kualitatif dan kuantitatifnya beragam. Akibatnya
penentuan risiko yang timbul akibat pemakaian campuran zat hampir tidak
mungkin. Zat toksik biasanya berada dalam bentuk campuran/kombinasi,
sehingga harga MAC tidak begitu berarti. Oleh karena itu harga MAC bukan
merupakan nilai pasti, tetapi hanya merupakan batas yang diizinkan.
Dalam praktek, harus digunakan konsentrasi yang secara ekonomis dan
teknis paling rendah. Tujuannya bukan batas-tanpa-efek (no-effect-level)
melainkan batas-tanpa-risiko (no-risk-level). Untuk interaksi dua zat
atau lebih terdapat berbagai kemungkinan. Kedua zat itu dapat diabsorpsi
bersama-sama atau dapat pula ada perbedaan waktu antara absorpsi senyawa
yang satu dengan absorpsi senyawa yang lain. Kombinasi dapat menyebabkan
diperkuatnya efek toksik, atau dua efek toksik yang tak saling
mempengaruhi atau reaksi toksik yang diperlemah. Reaksi toksik yang
diperlemah berlaku pada pemberian zat yang bekerja melindungi atau
penggunaan antidot pada keracunan.
Kebutuhan akan toksikologi lingkungan meningkat ditinjau dari :
Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga
harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi
akan meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika,
biologi yang akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat
yang meningkat. Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas
lingkungan yang mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko
toksikologi juga akan meningkat.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan toksikologi dan apa saja ruang lingkupnya ?
b. Apa saja senyawa yang berpotensi sebagai toksik ?
c. Bagaimana proses terjadinya interaksi zat dalam toksikologi ?
d. Apa pengaruh zat toksik dalam interaksi zat dalam toksikologi ?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui apa itu toksikologi dan ruang lingkupnya.
b. Untuk mengetahui zat-zat apa saja yang bersifat dan berpotensi sebagai
toksik.
c. Untuk mengetahui dan memahami proses terjadinya interaksi zat dalam
toksikologi.
d. Untuk mengetahui ,memahami, dan apa saja pengaruh interaksi zat dalam
toksikologi.
4. Manfaat
Agar pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai interaksi zat dalam
toksikologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Toksikologi
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak
diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi
juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ
tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem
biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia
tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di
dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk
menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi
toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan)
terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh,
jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya
dibagi dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik.
Untuk manusia pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan
atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para pekerja
terutama di lingkungan industri-industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme
dan efek dari dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara
bersamaan akan menghasilkan suatu respons yang mungkin bersifat
aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik
pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan
korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.
B. Zat-zat yang berpotensi sebagai toksik
Zat toksik dapat berasal dari berbagai macam sumber, salah
satunya yaitu zat toksik yang berasal dari bahan kimia. Toksisitas
senyawa kimia sendiri didefinisikan sebagai kemampuan senyawa kimia
mengakibatkan bahaya terhadap metabolism jaringan makhluk hidup. Racun
yang berasal dari zat atau senyawa kimia dapat berada di dalam
lingkungan secara alamiah atau yang sengaja dibuat oleh manusia.
Harus diakui bahwa zat kimia beracun kebanyakan berasal dari aktivitas
manusia dan meliputi berbagai aspek kehidupan. Senyawa kimia beracun
juga dapat hadir di dalam lingkungan secara alamiah. Kehadiran zat
kimia beracun alamiah di dalam lingkungan diasumsikan akan selalu
konstan,kecuali ditambah oleh aktivitas manusia seperti penambahan
logam beracun kedalam lingkungan oleh kegiatan-kegiatan industry dan
kemajuan teknologi. Pengaruh kehadiran berbagai jenis zat kimia
beracun tersebut di dalam lingkungan mungkin dapat diketahui dengan
cepat,akan tetapi pengaru negative pada umumnya baru diketahui setelah
masuknya zat kimia tersebut dalam jangka waktu cukup lama.
Kehadiran zat kimia beracun alamiah mungkin dapat semakin
meningkat atau bahkan semakin menurun, tergantung kondisi lingkungan.
Sebagai contoh, jumlah bakteri dan jamur yang mengkotaminasi makanan
saat ini mungkin semakin berkurang sesuai dengan tersedianya peralatan
yang dapat menjaga makanan terbebas dari bakteri dan jamur. Akan
tetapi perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini juga memungkinkan
akan munculnya species baru yang atahan terhadap berbagai kondisi
anti bakteri dan anti jamur baru yang sangat immun terhadap berbagai
jenis kondisi dapat meningkatkan jumlah racun alamiah di dalam
lingkungan.
Beberapa senyawa kimia beracun alamiah dan pengaruh toksiknya
terhadap makhluk hidup yang suda diidentifikasi seperti pada tabeldi
bawah ini :
"NO " " "Pengaruh Toksik "
" "Jenis zat "Kehadiran di dalam" "
" "toksik " " "
" " " "Pasti "Diduga "
"1 "Logam Pb, Hg, "Air, makanan dan "Inhibitor enzim, "Karsigonenik, "
" "As, Sb, Cu, "debu atmisfer "sel racun. "Efekneurology. "
" "Cr, Mn, Se, " " " "
" "Ni. " " " "
"2 "Gas CO, NO2, "Sedikit do "Iritasi pada "- "
" "SO2, SO3. "atmosfer "paru-paru dan mata" "
"3 "Alkaloid, "Pada "Efek toksik "- "
" "peptide, "sayuran,jumlah " " "
" "protein "besar pada " " "
" "sterol. "tumbuhan beracun " " "
"4 "Bakteri toksin"Di dalam makanan "Racun "- "
" " "terkontaminasi " " "
"5 "Jamur toksin "Di dalammakanan "Keracunan hati "Karsinogenik "
" " "fermentasi " " "
"6 "Radioaktif "Di dalam udara, "Mutasi "Karsinogenik, "
" "(bukan "air dan makanan " "leukaemia. "
" "senyawa) "dalam jumlah " " "
" " "kecil. " " "
C. Proses Interaksi Zat Dalam Toksikologi
Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan
proses mulai dari proses biokimia, fisika dan bilogi yang begitu
kompleks. Proses ini umumnya dikelompokkan dalam tiga fase yaitu :
1. Fase Eksposisi meliputi paparan bahan kimia di ambien pada gas/uap,
debu, kabut dan fume
2. Fase Toksokinetik meliputi absorpsi, distribusi penyimpanan,
metabolisme, dan eksresi
3. Fase Toksodinamika meliputi interaksi antara tokson dengan reseptor
dalam organ
Interaksi Selama Fase Eksposisi
Kombinasi Zat yang membahayakan
Kombinasi zat yang membahayakan adalah kombinasi dari zat-zat
yang hanya berbahaya jika diberikan bersama-sama. Zat semacam ini
harus disimpan secara terpisah, harus dibungkus dan diangkut secara
terpisah pula. Contohnya, jika asam berkontak dengan sianida akan
terbentuk gas asam sianida yang sangat toksik (HCN). Berbagai
peroksida dapat menimbulkan ledakan kalau berkontak dengan logam atau
senyawa logam tertentu. Logam alkali, aluminium dan magnesium bubuk
tidak boleh berkontak dengan halogen dan karbontetraklorida, karena
akan bereaksi dengan hebat (Ingat peristiwa bom di Bali). Untuk
meminimalkan bahaya, maka diperlukan penanganan dalam hal pengangkutan
dan penyimpanan zat yang berisiko menimbulkan bahaya. Risiko ledakan
atau kebakaran harus dinyatakan secara jelas dengan tanda khusus pada
kemasan atau ruang penyimpanan.
Bahaya kebakaran dan penanggulangannya
Penggunaan air pada penanggulangan kebakaran mempunyai masalah
tersendiri. Berbagai zat kimia, bila bereaksi dengan air membebaskan
gas yang mudah terbakar(misalnya logam alkali natrium dan kalium,
kalsiumkarbida). Bila terkena air akan terurai dan membentuk gas
beracun serta kalor dalam jumlah besar (misalnya aluminium klorida,
fosfortriklorida, dan fosfida). Uap dan gas beracun dapat pula
terbentuk pada kebakaran atau pada penanggulangan kebakaran. Jika pada
pembuatan kerangka kapal digunakan pembakar asetilen, serta kapal
dicat dengan zat warna yang mengandung timbal atau senyawa timbal,
akan sangat berbahaya kalau pekerjaan tersebut dilakukan dalam ruang
tertutup.
Pembentukan produk toksik dalam lingkungan
Pada reaksi kimia antara zat-zat yang mencemari lingkungan,
terdapat bahaya timbulnya produk toksik, bahkan tanpa perlakuan apapun
oleh manusia. Contohnya adalah kabut fotokimia. Kabut terdiri dari zat
yang terbentuk karena interaksi nitrogen oksida dan hidrokarbon
tertentu dengan oksigen, dibawah pengaruh sinar matahari. Ozon dan
peroksida organik merangsang selaput lendir dengan sangat kuat. Hasil
pembakaran industri dan mobil dapat berubah menjadi kabut fotokimia
pada kondisi cuaca tertentu, misalnya pada penyinaran oleh sinar
matahari dan tak ada angin. Contoh lain adalah berubahnya senyawa
raksa anorganik menjadi senyawa raksa organik oleh mikroorganisme,
terutama metil dan dimetil raksa (II). Karena senyawa raksa organik
bersifat lipofil, maka akan tertimbun dalam ikan dan anjing laut. Hal
yang sama terjadi pada DDT, yang menyebabkan terjadinya pemekatan
sepanjang rantai makanan, dan hewan/organisme yang ada pada ujung
rantai ini akan terkena bahayanya.
Adsorbensia dalam Filter
Penggunaan adsorbensia dalam filter (termasuk filter pada topeng
gas) juga dapat dilihat sebagai interaksi zat selama fase eksposisi.
Karena terdapat begitu banyaknya racun yang berbeda-beda, maka tidak
dapat digunakan filter universal. Tergantung pada jenis uap atau gas
racun yang mungkin terjadi, maka digunakan filter tertentu yang
ditandai dengan nomor atau warna.
Pembentukan produk toksik oleh kerja sistem biologik
Pembentukan senyawa metil dan dimetil raksa (II) yang relatif
toksik daripada raksa anorganik oleh mikroorganisme, serta pembentukan
HCN dari sianogen (misalnya, dari amigdalin dengan bantuan ludah)
merupakan contoh pembentukan produk toksik karena kerja sistem
biologi. Contoh lain adalah pembentukan asam sulfida yang toksik
selama proses pembusukan. Pembentukan nitrosamin karsinogenik pada
reaksi antara nitrit dengan sejumlah amin pada pH rendah, misalnya
dalam lambung. Nitrit terdapat dalam produk-produk daging dan dapat
juga terjadi dari nitrat yang terdapat dalam air tanah dan sayur yang
pada penanamannya menggunakan pupuk yang mengandung N dalam jumlah
besar.
Peningkatan absorpsi racun oleh ikan
Untuk perlindungan lingkungan perlu diketahui bahwa ikan yang
berkontak dengan deterjen, akan menyebabkan absorpsi berbagai racun
melalui insang ikan tersebut diperbesar. Hal ini berarti bahwa
pemeriksaan dengan zat tunggal untuk menentukan batas toleransi akan
dapat memberikan hasil yang salah, karena toksisitas akan dapat sangat
dipertinggi dengan adanya deterjen yang secara praktis terdapat dalam
semua air limbah.
Interaksi Selama Fase Toksikokinetik
Interaksi semacam ini akan meyebabkan naik atau turunnya
konsentrasi zat dalam plasma atau menyebabkan bertambah lama atau
bertambah singkatnya obat/zat ada dalam organisme. Berbagai zat, mulai
dari zat kimia biasa sampai obat-obatan bahkan komponen makanan dapat
ikut ambil bagian disini.
Interaksi antara senyawa yang menginhibisi biotransformasi zat asing
dengan zat toksik
Inhibisi enzim yang berperan pada biotransformasi dapat
menaikkan kerja biologik suatu zat dan dengan demikian akan memperkuat
efek toksiknya. Karena sejumlah besar senyawa kimia yang masuk ke
dalam organisme, pada metabolismenya diuraikan oleh beberapa enzim
yang sama, maka seringkali terjadi interaksi pada proses enzimatiknya.
Induksi enzim, disamping dapat timbul karena insektisida (DDT) atau
obat-obatan tertentu, juga dapat disebabkan oleh zat kimia yang
digunakan di industri.
Interaksi akibat reaksi pendesakan
Pendesakan zat toksik dari berbagai tempat ikatan, dapat
mengubah distribusi zat tersebut dalam jaringan, dan kerja toksik akan
meningkat atau pada keadaan tertentu juga dapat turun. Yang paling
berarti adalah interaksi pada ikatan protein plasma. Karena pendesakan
suatu tokson dari tempat ikatannya pada protein plasma, maka
konsentrasinya dalam jaringan akan naik.
Interaksi kimiawi langsung
Berbagai antidot bekerja dengan melakukan interaksi dengan zat
toksik yang ada dalam tubuh. Jika pada keracunan secara oral digunakan
emetika atau laksansia (misalnya magnesium atau natrium sulfat), maka
interaksi terjadi pada peralihan dari fase eksposisi ke fase
farmakokinetik. Contoh lain dari interaksi kimiawi langsung ialah
perubahan asam sianida menjadi asam rodanida dengan pemberian
tiosulfat, atau menciptakan terjadinya methemoglobinemia secara
sengaja dengan nitrit pada keracunan HCN. Tidak seperti hemoglobin,
methemoglobin mengikat HCN dan dengan demikian mencegah inhibisi
sistem redoks pada rantai pernapasan di dalam sel.
Cara mempengaruhi laju ekskresi
Pada ekskresi juga dapat terjadi interaksi, dan interaksi ini
akan menyebabkan perubahan laju ekskresi. Zat pengasam atau pembasa
yang mengubah pH urin akan dapat mempengaruhi laju ekskresi asam atau
basa lemah. Pengaruh pada ekskresi ini terjadi pada transpor pasif,
artinya pada absorpsi ulang zat bersangkutan dari urin melalui epitel
tubulus masuk ke dalam plasma. Interaksi pada proses angkutan aktif,
antara lain dalam ginjal, terjadi jika suatu zat mengusir zat lain
dari sistem pengemban (carrier) yang berperan pada transpor aktif.
Produk konjugasi, yang terbentuk sebagai produk akhir metabolisme zat
asing dalam tubuh, pada umumnya diekskresi melalui transpor aktif.
Karena sistem transpor untuk ekskresi sangat terbatas untuk sejumlah
zat, maka interaksi pada transpor aktif sering terjadi.
Interaksi Selama Fase Toksikodinamik
Masuknya beberapa racun bersama-sama, yang cara kerjanya sangat
berbeda satu dari yang lainnya, seringkali mempertinggi risiko karena
dengan kerja zat yang satu tidak jarang kemampuan pertahanan tubuh
berkurang hingga daya tahan tubuh terhadap racun lainnya juga
berkurang. Dalam hal ini terutama pada kerja karsinogenik dan
mutagenik, karena biasanya jika dua karsinogen atau dua mutagen
bekerja, akan terjadi sumasi (penjumlahan) dari kerja kedua zat
tersebut. Juga kontak sebelumnya dengan zat karsinogen atau mutagen
patut diperhitungkan. Sumasi kerja dapat pula terjadi pada kerusakan
kronis yang terjadi sebelumnya. Contohnya, perokok berat terutama
rokok putih seringkali menderita bronkhitis kronis, dan patut
dipertanyakan apakah orang ini harus ditempatkan pada kedudukan dimana
terjadi rangsangan tambahan lagi bagi saluran napasnya. Pada umumnya
setiap orang yang bekerja pada suatu tempat yang mengharuskannya
berkontak dengan zat yang dengan cara apapun dapat menimbulkan
kerusakan kronis, sebaiknya waktu kerja dibatasi. Misalnya, setelah
waktu eksposisi tertentu, diadakan pertukaran atau mutasi kerja.
Risiko keracunan di tempat pekerjaan akan lebih tinggi pada orang yang
selalu minum obat atau yang selalu merokok. Penggolongan interaksi
toksikodinamik dari zat aktif biologi dapat digunakan untuk mengenal
dan mengatasi persoalan yang timbul akibat pemakaian kombinasi
beberapa zat. Pada kombinasi dua zat dapat terjadi kemungkinan
berikut: (1) kombinasi suatu zat aktif A dengan zat B yang tak aktif
akan tetapi dapat mengubah kerja zat A, dan (2) kombinasi dua zat,
yang keduanya aktif.
Antagonisme
Antagonisme Persaingan (Kompetitif). Pada jenis antagonisme ini,
agonis dan antagonis bekerja pada pusat aktif yang sama, reseptor yang
sama. Antagonis mendesak agonis dari tempat kerjanya. Jenis
antagonisme semacam ini terjadi antara metabolit dan antimetabolit,
vitamin dan antivitamin, histamin dan antihistamin, kolinergika dan
antikolinergika, dll. Antagonis persaingan (kompetitif) dapat
mengambil tempat agonis tetapi tak dapat mengambil alih fungsi agonis
tersebut. Antagonisme persaingan penting dalam bidang toksikologi,
karena banyak antidot mendasarkan kerjanya pada antagonisme ini.
Antagonisme Kimia. Antagonisme kimia atau antagonisme dengan
penetralan (netralisasi) adalah suatu bentuk antagonisme, yang dalam
peristiwa ini antagonis bereaksi secara kimia dengan agonis dan
kemudia menginaktifkannya. Jenis antagonisme ini juga sering berguna
pada penanganan keracunan. Antagonisme kimia terjadi pada fase
toksokinetik.
Antagonisme non-kompetitif. Pada antagonisme non kompetitif,
antagonis mengganggu timbulnya efek oleh agonis. Tanpa bereaksi
sendiri dengan agonis ataupun reseptor spesifiknya. Hal ini berarti
bahwa suatu antagonis non kompetitif bekerja pada salah satu tingkat
reaksi biokimia atau biofisika, yang ada setelah interaksi agonis-
reseptor menuju efek sesungguhnya. Beberapa antagonis non kompetitif
dengan cara kerja yang berbeda dapat saja mengantagonisasi agonis yang
sama, sedangkan satu antagonis non kompetitif dapat pula mengantagonis
(melawan) berbagai agonis dengan tempat kerja yang berbeda. Sejumlah
antidot terutama yang digunakan untuk penanganan simptomatik
keracunan, bekerja sebagai antagonis non kompetitif.
Antagonisme fungsi. Yang dimaksud dengan antagonisme fungsi adalah
jika efek suatu agonis diperlemah oleh efek berlawanan dari agonis
lain yang bekerja pada sistem sel yang sama tetapi pada reseptor yang
berlainan.
Antagonisme fisiologi mirip dengan antagonisme fungsi. Disini
juga terjadi antagonisme antara dua agonis, tetapi agonis bekerja pada
sistem sel yang berbeda dan menimbulkan efek berlawanan pada sistem
sel ini sehingga efek yang diukur merupakan resultante kedua efek
tersebut.
Sinergisme
Berbagai jenis sinergisme terjadi pada interaksi selama fase
eksposis dan toksokinetik. Misalnya, sinergisme antara suatu tokson
dengan zat, yang meninggikan absorpsinya atau yang menghambat
inaktivasi biokimia atau ekskresinya. Sinergisme lain yang juga
terjadi pada fase toksikokinetik, ialah naiknya pembentukan metabolit
toksik oleh senyawa yang menaikkan kapasitas sistem enzim di hati
dengan induksi. Sedangkan sinergisme pada fase toksikodinamik terutama
sinergisme zat karsinogenik dan mutagenik.
D. Pengaruh Zat Toksik
Masuknya racun ke dalam tubuh makhluk hidup dapat melalui
berbagai cara seperti melalui absorbsi, tertelan melalui mulut,
terhirup dan lain-lain. Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke
dalam tubuh manusia adalah melalui absorpsi, distribusi dan ekskresi
pada paru-paru (pernapasan/inhalasi), kulit (topikal), pencernaan
(ingesti) dan injeksi.
1. Absorpsi
Bahan toksik akan diserap oleh tubuh melalui paru-paru, kulit
dan saluran pencernaan kemudian masuk ke dalam aliran darah dan sistem
kelenjar getah bening. Bahan toksik tersebut kemudian diangkut ke
seluruh tubuh. Selain berbahaya tanpa diabsorbsi, bahan toksik
tersebut tajam dan menyebabkan karat (korosif) yang bereaksi pada
titik singgungnya.
a. Via paru-paru
Faktor yang berpengaruh pada absorpsi bahan toksik dalam sistem
pernapasan adalah bentuk bahan misalnya gas dan uap; aeroso; dan
ukuran partikel; zat yang terlarut dalam lemak dan air. Paru-paru
dapat mengabsorbsi bahan toksik dalam jumlah besar karena area
permukaan yang luas dan aliran darah yang cepat.
b. Via kulit
Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis (lapisan
terluar), dermis (lapisan tengah) dan hypodermis (lapisan paling
dalam). Epidermis dan dermis berisi keringat, kantung minyak dan akar
rambut. Bahan toksik paling banyak terabsorbsi melalui lapisan
epidermis. Absorbsi bahan toksik melalui epidermis tergantung pada
kondisi kulit, ketipisan kulit, kelarutannya dalam air dan aliran
darah pada titik singgung. Akibat bahan toksik antara lain pengikisan
atau pertukaran lemak pada kulit yang terekspos dengan bahan alkali
atau asam dan pengurangan pertahanan epidermis.
c. Via saluran pencernaan
Absorbsi bahan toksik dapat terjadi di sepanjang saluran
pencernaan (gastro-intestinal tract). Faktor yang mempengaruhi
terjadinya absorbsi adalah sifak kimia dan fisik bahan tersebut serta
karakteristiknya seperti tingkat keasaman atau kebasaan.
2. Distribusi
Setelah absorbsi bahan toksik terjadi, maka bahan tersebut
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui darah, kelanjar getah bening
atau cairan tubuh yang lain oleh darah. Distribusi bahan beracun
tersebut :
- Disimpan dalam tubuh pada hati, tulang dan lemak
- Dikeluarkan melalui feses, urine atau pernapasan Mengalami
biotransformasi
- Metabolisme dimana bentuk akhirnya lebih siap dikeluarkan
3. Ekskresi
Ekskresi bahan toksik dapat terjadi melalui hembusan udara atau
pernapasan, dan dari sekresi melalui keringat, air susu, feses dan
urine. Toksikan dikeluarkan dalam bentuk asal, sebagai metabolit dan
atau konjugat.
a. Ekskresi urin
Ginjal membuang toksikan dari tubuh dengan mekanisme yang serupa
dengan mekanisme yang digunakan untuk membuang hasil akhir metabolisme
faali, yaitu dengan filtrasi glomerulus, difusi tubuler dan sekresi
tubuler.
b. Ekskresi empedu
Hati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi
toksikan, terutama untuk senyawa yang polaritasnya tinggi (anion dan
kation), konjugat yang terikat pada protein plasma, dan senyawa yang
BM-nya lebih besar dari 300. Pada umumnya begitu senyawa ini berada
dalam emped, senyawa ini tidak akan diserap kembali ke dalam darah dan
dikeluarkan lewat feses. Tetapi ada pengecualian, misalnya konugat
glukuronoid yang dapat dihidrolisis oleh flora usus menjadi toksikan
bebas yang diserap kembali.
c. Paru-paru
Zat yang berbentuk gas pada suhu badan terutama diekskresikan
lewat paru-paru. Cairan yang mudah menguap juga dengan mudah keluar
lewat udara ekspirasi. Cairan yang mudah larut misalnya kloroform dan
halotan mungkin diekskresikan sangat lambat karena ditimbun dalam
jaringan lemak dan karena terbatasnya volume ventilasi. Ekskresi
toksikan melalui paru-paru terjadi karena difusi sederhana lewat
membran sel.
d. Jalur lain
Saluran cerna bukan jalur utama ekskresi toksikan. Oleh karena
lambung dan usus manusia masing-masing mesekresi kurang lebih tiga
liter cairan setiap hari, maka beberapa toksikan dikeluarkan bersama
cairan tersebut. Hal ini terjadi terutama lewat difusi sehingga
lajunya bergantung pada pKa toksikan dan pH lambung dan usus. Ekskresi
toksikan lewat air susu ibu (ASI), ditinjau dari sudut toksikologi
amat penting karena lewat air susu ibu ini racun terbawa dari ibu
kepada bayi yang disusuinya. Ekskresi ini terjadi melalui difusi
sederhana. Oleh karena itu seorang ibu yang sedang menyusui harus
berhati-hati dalam hal makanan terutama kalau sedang mengkonsumsi
obat.
Racun yang berasal dari zat kimia umumnya mempunyai pengaruh
local dan sistematik. Pengaruh local adalah pengaruh zat kimia secara
local (daerah tertentu) yang diakibatkan oleh adanya kontak langsung
zat kimia dengan objek (bagian tubuh makhluk hidup),misalnya kebakaran
kulit oleh kehadiran asam kuat atau basa kuat. Sedangkan pengaruh
sistematik adalah pengaruh yang diakibatkan oleh zat kimia yang
menyebar ke berbagai bagian tubuh maikhluk hidup yang disebabkan oleh
absorbsi zat kimia ke dalam bagian tubuh, misalnya pengaruh keracunan
yang disebabkan oleh masuknya merkuri atau timbale ke dalam tubuh yang
dapat mempengaruhi berbagai jenis target di dalam tubuh makhluk hidup
dan manusia.
Pengaruh sistematik dapat berupa pengaruh akut dan pengaruh
kronik. Pengaruh akut adalah keracunan yng berlangsung sangat cepat
oleh kehadiran zat kimia di dalam tubuh makhluk hidup, sedangkan
pengaruh kronik adalah keracunan yang berlangsung sangat lambat oleh
kehadirn zat kimia di dalam tubuh makhluk hidup dan pengaruh ini baru
diketahui setelah dalam jangka waktu yang cukup lama. Pengaruh akut
sangat mudah mudah dikenali karena kehadiran zat kima ke dalam tubuh
akan langsung memberikan dampak negative berupa luka, terbakar, sakit,
atau gejala lainnya yang berlangsung sangat cepat. Akan tetapi
pengaruh kronik sangat sulit untuk dikenali karena berlangsungnya
lambat, yaitu meembutuhkan waktu yang lamamulai dari masuknya zat
kedalam tubuh sampai terjadinya gejala penyakit dan sakit yang
diakibatkan oleh racun tersebut.
Sebagai contoh, pengaruh sistematik akut dapat dilihat melalui
perbandingan pengaruh beberapa zat kimia yang masuk ke dalam tubuh
manusia,yaitu masuknya sianida ke dalamtubuh dapat mengakibatkan
kematian hanya beberap detik saja, masuknya gas CO pada konsentrasi
tertentu akan dapat mengakibatkan kematian dalam beberapa menit.
Sedangkan kehadiran zat kimia lain seperti parathion ke dalam tubuh
akan dapat mrngakibatkan kematian setelah beberapa jam, sementaran
konsumsi thalium akan mengakibatkan kematian setelah beberapa hari.
Keracunan sistematik yang akut dapat juga tidak diprngsruhi fatal
terhadap makhluk hidup karena hanya memberikan luka pada bagian organ
tubuh. Selain jenis zat kimia, pengaruh akut zat kmia ini juga sangat
berhubungan dengan konsentrasi zat kimia yang masuk ke dalam tubuh
sehingga pada dosis yang aman maka makhluk hidup akan terhindar dari
keracunan, sementara pada dosis diluar ambang batas akan mengakibatkan
efek racun.
Pengaruh Toksisitas Sistemik Kronik
Pengaruh toksisitas sistematik kronik adalah pengaruh racun yang
diakibatkan oleh kehadiran zat kimia dalam jumlah kecil dalam jangka
waktu yang cukup lama. Gejala yang ditimbulkan dari racun yang
bersifat kronik ini baru timbul setelah berlangsung dalam jangka waktu
yang relative lama. Misalnya beberapa tahun setelah kontak atau
mengkonsumsi zat kimia tersebut, sehingga sering kali dalam
diagnosisnya nama zat kimia yang menjadi penyebabnya sulit ditelusuri.
Beberapa senyawa yang mempunyai efek kronik digolongkan sebagai
senyawa karsinogenik, mutagenic, teratogenik dan sensitisers.
1. Karsinogenik
Karsinogenik adalah senyawa kimia yang dapat mengakibatkan
penyakit kanker. Senyawa karsinogenik diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Karsinogenik Tipe I
Yaitu senyawa kimia yang sudah pasti diketahui menyebabkan
kanker pada manusia, misalnya asbestos, senyawa aromatis.
b. Karsinogenik Tipe II,
Yaitu senyawa kimia yang diketahui sudah pasti menyebabkan
kanker kepada hewan dan diduga akan mengakibatkan kanker pada
manusia, misalnya formaldehida.
c. Karsinogenik Tipe III
Yaitu senyawa kimia yang perlu dipertimbangkan dan diduga
memiliki potensi akan mengakibatkan kanker akan tetapi belum
cukup data untuk meyakinkannya,misalnya kloroform.
2. Mutagenic
Mutagenic adalah senyawa kimia yang dapat mengakibatkan
perubahan kimia bahan genetic (DNA) di dalaminti sel (nucleus). Efek
mutagenic mungkin tidak atau belum nyata terlihat kepada individu yang
terkena senyawa mutagenic tersebut, akan tetapi perubahan DNA (mutasi)
akan dapat mengakibatkan pengaruh terhadap generasi berikutnya,
misalnya terjadinya cacat lahir atau penyakit genetic lainnya pada
keturunan pertama atau generasi berikutnya.
3. Terotogenik
Terotogenik adalah senyawa kimia yang dapat merusak janin yang
mengakibatkan kelainan (cacat lahir). Beberapa senyawa yang diduga
memiliki efek teratogenik di dalam lingkungan diantaranya adalah
senyawa dioksin yang dihasilkan dari pembakaran sampah, senyawa
organic merkuri yang terbentuk dari limbah merkuri, dan karbon
monoksida yang dihasilkan dari mesin industry dan kenderaan bermotor.
4. Sensitizer
Sensitizer adalah senyawa kimia yang dapat mengakibatkan alergi
terhadap individu tertentu namun keberadaan senyawa itu ditoleransi
oleh sebagian besar populasi di dalam lingkungannya. Contoh dari efek
sensitizer adalah terjadinya gejala berupa gatal-gatal, asma, sakit
kepala, atau bahkan ada yang pingsanoleh kehadiran senyawa penisilin
atau racun di dalam tubuh. Beberapa senyawa lain yang dapat
dikategorikan sebagai senyawa sensitizer adalah formaldehida (HCHO)
yang terdapat di dalam plastic, kertas dan lem. Senyawa lain seperti
isosianat yang terdapat di dalam cat, pelingkut dan produk busa
plastic juga dikategorikan sebagai senyawa sensitizer.
KESIMPULAN
1. Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan
dari bahan kimia terhadap organisme hidup.
2. Zat toksik dapat berasal dari berbagai macam sumber, salah satunya
yaitu zat toksik yang berasal dari bahan kimia.
3. Proses interaksi zat dalam toksikologi umumnya dikelompokkan dalam
tiga fase yaitu : Fase Eksposisi meliputi paparan bahan kimia di
ambien pada gas/uap, debu, kabut dan fume ; Fase Toksokinetik
meliputi absorpsi, distribusi penyimpanan, metabolisme, dan eksresi
; Fase Toksodinamika meliputi interaksi antara tokson dengan
reseptor dalam organ .
4. Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia
adalah melalui absorpsi, distribusi dan ekskresi pada paru-paru
(pernapasan/inhalasi), kulit (topikal), pencernaan (ingesti) dan
injeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Cotton dan Wilkinson . 2009 . Kimia Anorganik Dasar . Jakarta : UI-
Press