Tips Terbaru Mendidik Anak Sejak Dalam Kandungan 26 Maret 2010 jam 6:25 Kapankah anda mulai mendidik anak-anak kita ? Waktu dia baru lahir, waktu dia sudah bisa berbicara, atau waktu dia sudah mulai sekolah ? Kalau salah satu pilihan adalah jawaban Anda, maka Anda telah melewatkan waktu yang lama. Menurut penelitian ilmiah terbaru, anak-anak dapat dididik sejak masih dalam kandungan. Waktu di kandungan, otak dan indra pendengaran anak sudah mulai berkembang. Emosi dan kejiwaan ibu, rangsangan suara yang terjadi di sekitar ibu, makanan yang dikonsumsi Ibu akan sangat mempengaruhi perkembangan otak anak di dalam kandungan. Ibu hamil yang stress biasanya akan melahirkan anak-anak yang bermasalah. Demikian juga asupan gizi ibu hamil yang tidak memadai akan berpengaruh terhadap perkembangan otak janin. Tentunya kita semua sering mendengar tentang bagaimana memperdengarkan suara/musik tertentu (musik klasik) akan berpengaruh terhadap kecerdasan anak sejak dalam kandungan. Hal ini dapat dimengerti karena musik dengan irama tertentu dapat menstimulasi otak anak. (Tahukah Anda bahwa indra pendengaran pada janin sudah mulai berkembang sejak usia kehamilan sekitar 5 bulan). Dalam agama Islam, bahkan mendidik anak dimulai sejak Anda memilih pasangan hidup Anda. Bagaimana bisa? Ya, karena memilih pasangan hidup berarti Anda memilih mau seperti apa anak Anda, bagaimana Ayah/Ibu yang akan mendidiknya, atau bahkan kemungkinan sifat atau kepandaian seperti apa yang akan dimiliki anak Anda. Nah, kalau Anda tidak mau terlambat, mulailah mendidik anak Anda sejak sebelum dia lahir. Berikut beberapa tips mendidik anak sejak dia belum dilahirkan. 1. Harapan orang tua terhadap kelahiran anak sangatlah berpengaruh terhadap kejiwaan anak Anda. Anak yang diharapkan orang tuanya akan merasa nyaman dengan dirinya, sedangkan mereka yang tidak diharapkan orang tuanya, apalagi jika ibunya pernah mencoba menggugurkannya, akan merasa ditolak dan tidak merasa nyaman dengan dirinya. Janganlah merasa terpaksa menerima kehadirannya. 2. Emosi ibu akan sangat berpengaruh terhadap emosi anak yang akan lahir nantinya. Para calon ibu, jika Anda ingin melahirkan anak yang pandai, kuat, mandiri, janganlah gampang mengeluh atau manja terhadap pasangan atau keluarga Anda. Anda tentu tidak ingin anak Anda gampang putus asa dan gampang mengeluh, kan ? Selalu berpikir positif dan berperanglah terhadap emosi Anda sendiri. Ibu yang kuat akan melahirkan anak-anak yang kuat. 3. Bagi para calon Bapak dan keluarga ibu lainnya, jagalah emosi para calon ibu. Pertengkaran dan kekecewaan akan berpengaruh terhadap emosi calon anak Anda. 4. Janganlah memperdengarkan musik-musik/suara-suara musik-musik/suara-suara keras seperti musik rock, gemuruh mesin industri dll. Karena hal tersebut akan menggelisahkan calon bayi Anda. 5. Stimulasi kandungan anda dengan elusan dan tepukan halus. JIka si janin mulai menendang perut Anda, balaslah dengan tepukan halus di tempat dia menendang. Hal ini akan mengajarkan kepadanya bahwa setiap tindakannya akan memberikan respon dari i bunya. 6. Ajaklah bicara calon bayi Anda sejak awal, tidak ada kata terlalu cepat. Jika indra pendengarannya pendengarannya sudah mulai berkembang, berarti suara Anda pun sudah bisa dia dengar. 7. Perbanyak ibadah dan mengaji, alunan suara ibu yang sedang mengaji akan menstimulasi dan menenangkan calon bayi Anda. 8. Konsumsilah makanan yang halal, bergizi dan berprotein tinggi. Hindari makanan haram, makanan junk food, makanan instan, kopi, dan merokok mer okok (baik aktif/pasif). 9. Bagi Anda yang belum berkeluarga, pertimbangkan dengan cermat calon pasangan hidup Anda, seperti apa dia dibesarkan dan dididik, karena biasanya akan seperti itu pula dia akan membesarkan calon Anak Anda. Cara termudah adalah dengan mengamati saudarasaudaranya (calon ipar Anda), bagaimana mereka sekarang adalah sedikit banyak karena didikan orang tuanya. Didik Anak Sejak Dalam Kandungan 10:24, 27/06/2010
Anak adalah amanah yang harus didik dengan penuh kesabaran, keiklasan, dan tanggung jawab. Mendidik dan membesarkan anak dengan baik tidaklah mudah. Karenanya, mendidik anak itu dimulai sejak masih dalam kandungan. Begitulah kata Hj Eti Rahmawaty Sofyan Raz, Ketua Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah di Jalan Setia Budi Medan. Wanita kelahiran 9 Mei 1956 ini menilai, mendidik anak untuk bisa menjadi anak yang baik dan bermoral, harus dilakukan pada saat dalam kandungan. “Contoh kecilnya, saat mengandung si ibu harus makan makanan yang halal atau bukan makanan hasil uang curian seperti uang korupsi, uang hasil judi atau uang yang tidak benar lainnya,” kata istri dari Drs Sofyan Raz Ak MM, seorang pejabat di PTPN 2 dan juga pengusaha ini. Kemudian, sambung wanita yang berhasil mendirikan sekolah Islam bertaraf Internasional ini, pada tahap menyusui, si ibu juga harus mengkomsumsi makanan yang sehat dan halal agar air susu yang dihasilkan menjadi darah daging yang sempurna. Pada tahap anak sudah mulai tumbuh balita/pra sekolah, si ibu sudah mulai memberikan didikan agama walaupun cara pengajarannya tidak serius. “Cara mendidik agamanya dilakukan sambil bermain, beryanyi sambil menghafalkan ayat- ayat agama yang dianut,” bilangnya. Nah, pada tahap anak memasuki sekolah dasar, kata wanita yang hobi menanam bunga ini, anak harus benar-benar dituntun dan diajarkan moralnya semaksimal mungkin karena memasuki masa SD, anak masih sangat polos dan sifatnya peniru. “Di sinilah masa anak mengikuti dan mencontoh orangtuanya. Masa inilah titik awal anak berangkat untuk menjadi „hitam‟ atau „putih‟,” tutur dia. Saat anak tumbuh menjadi anak remaja, sambungnya, peran orang tua harus lebih aktif lagi. Orangtua harus pandai mengelola waktu, sehingga bisa mendampingi pertumbuhan remaja anaknya. Apalagi, kata dia, setiap orangtua menghendaki anaknya berperilaku baik seperti sopan, berdisiplin, taat beribadah, dan taat kepada kedua orangtuanya. “Tapi, anak usia remaja sering menghadapi masalah delematis. Di satu sisi orangtua menghendaki mereka berbuat baik tetapi di sisi lain orangtua tidak memberikan contoh pada anak-anaknya. Itu sama saja bohong,” tuturnya. Akibatnya, kata Ety, apa yang diinginkan orangtua agar anaknya berperilaku baik tidak terwujud, malah perilaku yang muncul dari anak justru sebaliknya. “Contohnya gini, kalau kita menuangkan susu ke dalam teko/ceret lalu dari ceret/teko dituangkan ke gelas, maka yang muncul di gelas pastinya susu juga, bukan air kopi. Artinya, semua didikan itu tergantung asal muasalnya yakni orangtua. Apa yang sering dilakukan orangtua biasanya itu juga yang dilakukan anak,” tambah dia. Tapi, kata Eti Rahmawaty, bila orangtua sudah mendidik anaknya dengan benar tetapi anaknya justru salah langkah, hendaknya orangtua tidak menyalahkan anaknya. Tapi, itu adalah kesalahan orangtuanya sendiri. “Berarti ada „sesuatu‟ dari orangtua yang membuat anaknya salah langkah. Sesuatu itu banyak penyebabnya. Mungkin karena orangtuanya lalai, kurang komunikasi atau lainnya. Ibarat padi, tak semua tumbuh subur, pasti ada salah satu buah padi yang busuk,” tutur wanita penyuka makanan manis ini. Ia sendiri mengakui, mendidik anak di era zaman modern ini sangat serba salah. Sebab, cara mendidiknya tentu berbeda dengan zaman dulu. Di zaman sekarang ini tantangannya lebih besar karena zaman serba canggih dan banyak pengaruh negatif yang bisa mempengaruhi kepribadian anak. “Coba lihat sekarang, banyak remaja mati sia -sia karena narkoba atau banyak anak remaja yang cepat tumbuh dewasa karena pengaruh sinetron, belum lagi pengaruh i nternet membuat anak malas belajar dan beribadah karena lebih suka bemain facebook atau game online,” ujarnya. Maka dari itu, menurutnya, mendidik anak di zaman moderen ini harus dengan memberikan wawasan dan pondasi agama yang kuat. “Orangtua juga jangan ego selalu merasa dirinya benar, sedangkan pendapat anak diposisikan salah bahkan ada orangtua yang tidak mau sedikitpun mendengarkan apa yang ingin disampaikan anak. Akibatnya anak menarik diri dan memilih lebih dekat kepada teman hingga akhirnya anak bisa menjadi sesat. Ortu harus mau menjadi pendengar yang baik untuk anaknya,” paparnya. Apa yang dikatakan Eti Rahmawaty bukanlah kata-kata kosong belaka. Sebab, dirinya mampu mengantarkan keempat anaknya menjadi anak yang berhasil.
Anak pertamanya, Rizky F Raz saat ini tengah menyelesaikan pendidikan S2 Psikologi USU. Anak keduanya, Arisyi F Raz telah menamatkan pendidikan S1 di Jepang dan akan melanjutkan S2. Anak ketiganya, Hizrian F Raz baru menyelesaikan S1 di UI dan akan melanjutkan S2 ke Australia. Sedangkan si bungsu, Hasfi F Raz, masih tercatat mahasiswa kedokteran USU. “Sesibuk apapun saya, saya lebih mengutamakan keluarga karena pada dasarnya saya ibu rumah tangga. Tugas saya mendidik anak sampai berhasil meraih cita- citanya,” pungkas wanita yang mendapat Museum Rekor Indonesia (MURI) atas berdirinya Galeri Raz miliknya dan suami. (ila) — Mendidik Anak ala Positive Parenting Tidakkah Anda akan merasa lebih baik ketika orang yang otoritasnya lebih tinggi dari Anda, misal, orangtua atau bos bisa berbicara dengan nada yang nyaman? Begitu pun yang dirasa oleh anak Anda. Dr Adriana S Ginanjar, Koordinator Klinik Terpadu Fakultas Psikolog Universitas Indonesia mengatakan, positive parenting, yakni pola pengasuhan anak yang menekankan pada sikap positif. Cara positive parenting menurut dr Adriana adalah: 1. Mengenali Perkembangan Anak Kenali kemampuan anak, baik kemampuan kognitif, keterampilan fisik, perkembangan emosi, caranya berinteraksi dengan orang lain, juga masalah-masalah khusus yang dihadapinya. 2. Meluangkan Waktu Berkualitas Sediakan waktu khusus untik anak dan berikan perhatian penuh. 3. Memberi Dukungan dan Pujian Kenali karakter anak, hal ini sangat penting, pada saat ingin menyampaikan pujian pada anak pun amat perlu untuk menyesuaikan cara Anda dengan karakternya. Ada anak yang suka dipuji langsung, tapi tidak di hadapan banyak orang, dan sebaliknya. 4. Menjadi Model yang Baik Ketika Anda ingin anak bisa berlaku sesuai yang diinginkan, sebaiknya Anda tidak hanya bicara tetapi mencontohkan dengan tingkah laku. 5. Memberikan Konsekuensi Logis Dr Adriana menyarankan agar Anda tidak terlalu mengekang anak. Ketika Anda sudah memberitahukan konsekuensi dari tindakan-tindakan tertentu dan ia tetap melakukan tindakan tersebut, asalkan masih dalam batas yang aman, biarkan ia merasakan konsekuensi tersebut. 6. Fokus Pada Tingkah Laku Positif Jangan hanya melarang. Berikan pujian atau reward atas tindakan-tindakan positif yang baik dari si kecil. Saat akan memberikan reward, pastikan dalam bentuk yang tepat dan benar-benar disukai si kecil. 7. Bersikap Tegas Terapkan aturan secara konsisten. Tegurlah anak jika ia berbuat salah dan itu merupakan hal aturan yang sudah disepakati. Jangan lupa untuk bersikap adil pada semua anggota keluarga. 8. Tanamkan Nilai-nilai Ajarkan nilai-nilai penting dalam kehidupan, seperti sopan santun, tolong-menolong, berbagi, saling mengasihi, dan toleransi. Caranya? Berikan contoh konkret dengan menjadi model. Cara lainnya bisa juga dengan pergi menjalankan ritual agama bersama keluarga. 9. Lakukan Diskusi dan Negosiasi Diskusi dan negosiasi adalah hal yang wajar dilakukan. Saat seperti ini , penting untuk menghargai pendapat anak dan fleksibel dalam menerapkan aturan. Dengarkan pendapat si anak dan mencoba mencari pemecahan permasalahan bersama. Ajar anak untuk bekerja sama dan menghargai pendapat orang lain. Untuk anak yang sudah besar, bicarakan konsekuensi jika ada negosiasi seputar aturan. 10. Ciptakan Komunikasi Efektif Yang namanya komunikasi efektif dengan lawan bicara, butuh kesepakatan. Dalam hubungan personal, tentu komunikasi akan lebih efektif jika terjadi dalam dua arah. Selain Anda harus bisa menyampaikan pesan dengan jelas dan berharap ia bisa mengerti, Anda juga harus bisa mendengarkan dengan hati. Mendengarkan dengan hati adalah berusaha menangkap apa yang dirasakan oleh si anak, dengan tidak emosi, fokus dan konsentrasi kepadanya, tidak terbagi dengan hal-hal lain. 11. Disiplin Jelas & Konsisten Ketika membuat aturan di dalam keluarga, pastikan aturannya cukup jelas dan fleksibel, juga terdapat kesepakatan di antara keluarga. Jika orangtua ada ketidaksepakatan, pastikan tidak bertengkar di depan anak. Jika ada konsekuensi, beritahukan dan sepakai sejak awal. Hal-hal semacam ini akan membantu mendorong anak untuk mandiri. (net/jpnn)
ada pengalaman teman yang mungkin berguna. sejak punya anak pertama, temen yang masih idealis itu coba menerapkan banyak simulasi. misalnya, pas 0 -1 bulan, dinding kamar tempat bayi biasa memandang, ditempeli kertas hitam putih (karena usia segitu baru bisa ngebedain hitam-putih) dengan beberapa bentuk (kotak, segitiga, lingkaran). secara teratur memperdengarkjan musik yang selalu diperdengarkan ketika masih dalam kandungan ( musik kl asik), trus aktif mengajak berinteraksi: memandang, membelai, ngobrol dsb layaknya sudah bisa memberi r espon. pas usia bertambah, simulasi juga berubah. gambar yang ditempel di ganti yang berwarna primer. diberi rangsang untuk tengkurap, dsb. hasilnya paten. si anak sejak bayi jarang rewel. kalo pas bangun ortunya lagi ga diruang, si anak bisa ketawa sendiri hanya dengan melihat jam dinding yang berdetak, gambar yang tertempel. pas imusisasi di puskesmas pun ga rewel, ketika sebagian besar bayi sulitnya minta ampun untuk mau disuntik. coba deh... Pendidikan anak dimulai dari awal pernikahan hingga hadir seorang anak dalam rumah tangga. Anak merupakan salah satu anugerah terbesar yang dikaruniakan Allah SWT kepada seluruh u mat manusia. Kehadiran seorang anak dalam sebuah rumah tangga akan menjadi generasi penerus keturunan dari orang tuanya. Rasulullah SAW dalam sebuah riwayat pernah berkata, ''Sesungguhnya, setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan suci (fithrah, Islam). Dan, karena kedua orang tuanyalah, anak itu akan menjadi seorang yang beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.'' Penjelasan ini menegaskan bahwa sesungguhnya setiap anak yang dilahirkan i tu laksana sebuah kertas putih yang polos dan bersih. Ia tidak mempunyai dosa dan kesalahan serta keburukan yang membuat kertas itu menjadi hitam. Namun, karena cara mendidik orang tuanya, karakter anak bisa berwarni-warni: berperangai buruk, tidak taat kepada kedua orang tuanya, dan ti dak mau berbakti kepada Allah SWT. Dalam Alquran atau hadis Nabi Muhammad SAW, telah diterangkan tentang tata cara mendidik anak. Di antaranya adalah harus taat dan patuh kepada kedua orang tuanya, tidak menyekutukan Allah, tidak membantah perintah-Nya, tidak berbohong, dan sebagainya. [Lihat QS 9:23, 17:23, 17:24, 29:8, 31:15, 37:102, 2:83, 4:36, 6:151, 12:99, 12:100, 17:23, 17:24, 19:14, 19:32, 29:8, 31:14, 46:15]. Apabila telah dewasa, seorang anak berkewajiban untuk memberi nafkah kepada kedua orang tuanya [2:215, 30:38], anak juga berkewajiban memberikan nasihat kepada orang tua [QS 19:42, 19:43, 19:44, 19:45], mendoakannya [QS 14:41, 17:23, 17:24, 19:47, 26:86, 31:14, 71:28], serta memelihara dan merawatnya ketika mereka sudah tua [QS 17:23, 17:24, 29:8, 31:14, 31:15, 46:15]. Pendidikan anak Berkenaan dengan cara mendidik anak ini, Abdullah Nashih Ulwan mer umuskan tata cara mendidik anak dengan baik dan benar. Sesuai dengan tuntunan Alquran dan sunah R asulullah SAW. Secara lengkap, ia menuliskannya dalam sebuah kitab yang berjudul Tarbiyah al-Awlad fi al-Islam (Pendidikan Anak Menurut Islam). Secara umum, isi kitab ini sangat mendasar, padat, komprehensif, dan lengkap dengan petunjuk praktis dalam mendidik dan membimbing seorang anak agar menjadi anak yang saleh. Secara lebih khusus lagi, setidaknya ada dua persoalan inti dari karya Abdullah Nashih Ulwan ini. Pertama, visinya tentang makna pendidikan. Menurut Ulwan, pendidikan bukan sekadar perlakuan tertentu yang diberikan kepada anak untuk mencapai sebuah tujuan. Kedua, visi tentang pendidikan anak. Dalam pandangan Ulwan, setiap anak memiliki kehidupan sosial, biologis, intelektual, psikis, dan seks. Dalam kehidupan sosial, setiap anak pasti terlibat dengan berbagai pihak, seperti orang tua, guru, tema, tetangga, dan orang dewasa. Dan, anak tidak dengan sendirinya dapat berhubungan dengan berbagai pihak itu sesuai atau selaras dengan tuntunan Alquran dan
sunah (Islam). Karena itulah, kata Ulwan, setiap anak memerlukan bimbingan dan nasihat agar mereka bisa berjalan dengan lurus. Pernikahan Dari kedua visi yang dimaksudkan Ulwan, terutama pada visi pertama mengenai pendidikan, ia memulainya dengan bab pernikahan. Tentu, ada pertanyaan besar, mengapa masalah pernikahan ditempatkan pada urutan pertama mengenai pendidikan anak dalam kitab ini? Bagi Ulwan, pernikahan adalah awal mula terjadinya hubungan dan interaksi antara seorang suami dan istri dalam melanjutkan garis keturunan. Ulwan tidak membatasi pernikahan itu pada hubungan ragawi antara seorang pria dan wanita belaka. Ia lebih menyingkap makna pernikahan dalam rangka keberadaan atau eksistensi manusia, menyangkut kemaslahatan hidup pasangan suami istri. Kemaslahatan hidup yang damai, indah, tenteram, dan bahagia baru bisa diwujudkan dari sebuah pernikahan. Sebab, dari pernikahan akan terjadi peningkatan tanggung jawab, baik sebagai seorang suami dan istri maupun sebagai pasangan ayah dan ibu (orang tua). Karena itulah, jelas Ulwan, sebelum menikah, seorang suami atau istri harus mencari pasangan yang berasal dari keluarga yang baik, taat beragama, kaya, dan gagah (tampan, cantik). Tujuannya agar dapat terwujud keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Sebuah pernikahan sangat berkaitan erat dengan keturunan (anak). Anak merupakan pelanjut (penerus) eksistensi sebuah keluarga. Karena itu, I slam mengajarkan pula agar sebelum menikah hendaknya dapat diketahui keluarga pasangan mempunyai keturunan yang banyak (mudah melahirkan, tidak mandul). Abdullah Nashih Ulwan menempatkan pernikahan sebagai prasyarat untuk menyelenggarakan pendidikan anak secara Islami. Prasyarat lainnya adalah kasih sayang yang harus tercermin pada seluruh perilaku orang tua dalam berhubungan dengan anak yang sekaligus diper sepsikan oleh anak sebagai ungkapan kasih sayang dari orang tuanya. Sejak dini Ulwan menambahkan, prasyarat pendidikan harus dimulai sejak dini. Ketika anak masih berada dalam kandungan, seorang ibu harus rajin mengajarkan akhlak yang positif. Selanjutnya, ketika anak telah dilahirkan ke dunia, langkah awal adalah dengan dilantunkannya kalimat tauhid (azan pada telinga kanan dan iqamat di telinga kiri). Kemudian, orang tua berkewajiban untuk memberikan nama yang baik pada anak, melakukan akikah (pemotongan hewan dan rambut anak), mengkhitankannya, dan menyekolahkannya. Hal tersebut, kata pengarang kitab ini, merupakan manifestasi dari kepedulian orang tua terhadap anak dalam mendidiknya, yang dimulai sejak dari kandungan, saat kelahiran, hingga ia mulai beranjak dewasa. Dan, pendidikan pada anak ini harus dilakukan secara simultan dan berkesinambungan, tanpa henti.
Belajar dari Kehidupan Menurut Abdullah Nashih Ulwan, ketika seorang anak telah lahir, mulai saat itulah pendidikan pada anak diberikan secara lebih intensif. Sebab, pendidikan yang kurang dari kedua orang tuanya dapat membuat anak terpengaruh dengan lingkungannya. Mengutip kata-kata Dorothy Law Nolte, setiap anak akan belajar dari kehidupannya. Berikut pandangan Dorothy Law Nolte bila anak dibesarkan dengan berbagai sikap dari kehidupan. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Mengembangkan Kepribadian dan Jiwa Sosial Anak Sebagaimana dikatakan Dorothy Law Notle, seorang anak akan senantiasa belajar dari kehidupannya. Bila kehidupannya mengajarkan sesuatu yang baik, anak pun akan turut menjadi baik. Sebaliknya, bila lingkungan dan kehidupannya mengajarkan anak perbuatan buruk, si kap dan tindakan kesehariannya pun akan buruk pula. Dalam kitab Tarbiyah al-Awlad fi Al-Islam karya Abdullah Nashih Ulwan, pendidikan anak khususnya tentang kepribadian dan jiwa sosial anak sangat penting. Sebab, dari kepribadian dan jiwa sosialnya akan terbentuk karakter anak tersebut. Dalam visinya tentang pendidikan anak, Ulwan membagi cara pendidikan anak dalam beberapa hal. Di antaranya adalah kehidupan biologis, intelektual, psikis, sosial, dan seks. Dalam kehidupan biologis, orang tua berkewajiban memerhatikan kesehatan mental dan jiwa anak. Anak berhak mendapatkan makanan, minuman, tempat tidur, pakaian, olahraga, dan kesegaran jasmani dari kedua orang tuanya. Sementara itu, dalam kehidupan intelektual, orang tua berkewajiban memasukkan anak pada lembaga pendidikan (sekolah) yang sesuai dengan kemampuan anak. Anak memiliki akal sehat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan (ilmu). Potensi ini memberikan dorongan kepada anak untuk mengembangkan diri dan kepribadiannya. Dari sisi kehidupan psikis, Ulwan menyoroti sifat negatif dan positif yang sering dijumpai pada anak. Sifat negatif di antaranya malu tidak pada tempatnya, takut, rendah diri, marah, hasut, iri hati, dan lain sebagainya. Sifat negatif ini akan diimbangi oleh sifat positif, seperti rasa ci nta dan kasih sayang serta keadilan. Kehidupan sosial Dalam kehidupan sosial, Ulwan memandang bahwa setiap anak akan terlibat dalam kehidupan pihak lain (orang tua, teman, guru, tetangga, dan masyarakat). Dan, ia sangat bergantung pada kehidupannya itu. Dalam pandangan Ulwan, segi kehidupan sosial anak itu meliputi semangat persaudaraan, kasih sayang, toleransi, pemaaf, berpegang pada keyakinan (kebenaran), dan tanggung jawab. Kemudian, dalam pergaulan sehari-hari, anak akan belajar kaidah kehidupan, seperti etika makan, minum, tidur, belajar, hormat pada orang tua, teman, tetangga, orang yang lebih dewasa, dan lainnya. Yang tak kalah pentingnya dari kehidupan sosial ini adalah pendidikan seks. Menurut Ulwan, yang dimaksud pendidikan seks adalah masalah mengajarkan, memberi pengertian, dan menjelaskan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan seks, naluri, dan perkawinan pada anak sejak akalnya tumbuh dan siap memahami hal-hal di atas. Hal itu diajarkan sesuai dengan tuntunan Alquran atau sunah Rasulullah SAW. Dalam pandangan Ulwan, ada beberapa cara dalam mengajarkan pendidikan seks pada anak. Ia membagi cara pengajaran pendidikan seks pada anak dalam beberapa tingkatan. (1) Untuk anak berusia 7-10 tahun, anak diajari tentang sopan santun dan meminta izin masuk rumah
orang lain dan santun cara memandang. (2) Pada usia 10-11 tahun, ketika anak memasuki masa pubertas, anak harus dijauhkan dari hal -hal yang dapat membangkitkan hawa nafsu dan birahinya. (3) Pada usia 14-16 tahun, yang disebut dengan usia remaja, anak harus diajari etika bergaul dengan lawan jenis bila ia sudah matang untuk menempuh perkawinan. (4) Setelah melewati masa remaja, yang disebut dengan masa pemuda, anak harus diajari etika menahan diri bila ia tidak mampu kawin. Rasulullah SAW mengajarkan berpuasa. (5) Pada usia yang sudah cukup, segeralah menikahkan anak. Bolehkah mengajarkan pendidikan seks pada anak sejak usia dini? Pertanyaan ini kerap diajukan masyarakat mengenai pendidikan seks pada anak. Mereka khawatir bila pendidikan seks diajarkan sejak dini, setiap anak akan mencoba melakukannya. Apalagi, tidak setiap saat anak berada dalam pengawasan. Menurut Ulwan, boleh saja mengajarkan pendidikan seks pada anak sejak usia dini. Namun, harus dengan cara yang benar dan hati-hati. Menurutnya, ada pendidikan seks yang boleh diajarkan sejak dini dan ada yang tidak perlu disampaikan. Karena itu, jelas Ulwan, dibutuhkan kehati-hatian orang tua dalam mengajarkan pendidikan seks. Posting By : Maswins , Sabtu, Januari 23, 2010 Kategori: artikel, pendidikan
Seorang perempuan telah dianugerahi oleh Allah SWT untuk menyandang gelar sebagai seorang ibu, tatkala statusnya telah menjadi seorang istri, maka iapun harus menyiapkan menta l agar mampu menjadi seorang ibu yg baik, shalehah, mampu merawat dan menjaga anak-anaknya sebagai amanah dari Allah SWT.
Menjaga anak-anak sebagai amanah dari Allah tidak dilakukan setelah ibu melahirkan, tapi ketika si ibu dalam proses pembuahan, sudah dimulai proses pendidikan yaitu dengan cara berdo‟a terlebih dahulu sebelum melakukan hubungan suami istri. Sehingga setelah dinyatakan hamil, proses pendidikan dalam kandungan untuk janin yg ada di dalam rahim akan segera dimulai, para calon ibu perlulah mempelajari hal-hal yg dianjurkan bagi ibu hamil untuk melakukan proses pendidikan dalam kandungan, bila proses pendidikan dilakukan ketika bayi telah lahir atau ketika ia sudah mulai berbicara, bahkan ketika ia hendaka memasuki masa sekolah, maka dikatakan bahwa proses pendidikan ada telah terlewat dalam waktu yang bisa dikatakan tidak sebentar. Menurut penelitian ilmiah terbaru, anak-anak dapat dididik sejak masih dalam kandungan, karena selama dalam kandungan, otak dan indra pendengaran anak sudah mulai berkembang, mereka dapat merasakan apa yang terjadi di luar kehidupan mereka, sementara yang mempengaruhi otak dan indera pendengaran bayi di dalam kandungan antara lain emosi dan kejiwaan ibu, rangsangan suara yang terjadi di sekitar ibu, juga nutrisi yang ibu konsumsi, harus terjaga agar selama hamil, tidak stress, karena stress dapat berpengaruh terhadap bayi yang sedang dikandung. Ibu hamil yang stress dapat melahirkan bayi yang bermasalah, juga asupan gizi yang tidak sehat akan dapat mempengaruhi otak janin, hal tersebut dapat terlihat setelah dilahirkan, atau ketika ia tumbuh besar. Setiap ibu dipastikan menginginkan bayinya lahir dengan selamat, tumbuh dengan sehat dan cerdas, maka untuk mendapatkan hal itu, seorang ibu bisa memulainya dengan mendidik bayi dalam kandungan.
Pada dasarnya pendidikan dalam kandungan berarti mendidik ibu yang sedang mengandung bayinya yang secara garis lurus akan tertuju pada bayi yang sedang di kandung. Berikut ini beberapa point pendidikan dalam kandungan yang dapat dijalani semua ibu yang sedang mengandung maupun yang belum. diantaranya: 1. Berpikir positif dan berperang melawan emosi diri sendiri, berusaha menjaga keharmonisan dengan pasangan dan berusaha menghindari konflik dengan pasangan, dengan demikian Insya Allah akan melahirkan bayi-bayi yang kuat. Sebaliknya bila ibu berpikir negatif dan tidak berusaha menghindari konflik, maka akan lahir bayi-bayi yang lemah dan akan berpengaruh pada emosi kejiwaan mereka. 2. Stimulasi kandungan dengan elusan dan tepukan halus, bisa dilakukan ketika si janin mulai menendang perut ibu, balaslah dengan tepukan halus dimana ia menendang. hal ini akan mengajarkan kepadanya bahwa setiap tindakannya akan mendapat respon dari ibunya. 3. Selalu mengajak bayi ibu berbicara, semakin ibu komunikatif, semakin cepat bayi belajar untuk mengerti setiap kata yang ibu sampaikan, karena di dalam perut ibu, indera pendengaran bayi sudah mulai berfungsi. 4. Perbanyak ibadah, ini merupakan hal terpenting dalam kehidupan kita, apalagi bila ibu sedang mengandung, ada kehidupan lain di dalam perut ibu, hanya Allah yang mampu memberikan itu semua, perbanyaklah ibadah, sering-seringlah mengaji, baik untuk ketenangan bayi yang ada dalam kandungan ibu atau untuk ketenangan ibunya sendiri. Alunan suara ibu yang sedang mengaji, akan membuat bayi tenang juga menstimulasi otak dan pendengarannya. 5. Ibu yang sedang mengandung,dianjurkan mengkonsumsi makanan yang halal, bergizi, berprotein tinggi,dianjurkan pula untuk menghindari makanan yang haram, makanan junk food(makanan sampah), makanan instant, minuman berkafein seperti kopi, danjuga rokok (baik aktif maupun pasif) Cobalah bicarakan dengan pasangan ibu yang perokok, katakan bahwa ini semua demi bayi yang akan lahir agar menjadi anak yang sehat, karena semua orang tua mendambakan bayi yang lahir sehat dan sempurna 6. Mencari pasangan yang tepat, bagi perempuan yang belum menikah, bukan berarti tidak memikirkan hal ini (pendidikan dalam kandungan), karena mencari pasangan yang tepat untuk hidup anda kelak, merupakan tolak ukur dalam pendidikan terhadap anak anda nantinya, pasangan yang tepat akan sangat membantu anda dalam melakukan proses pendidikan sejak anda mengandung buah hati tercinta. Pendidikan dalam kandungan dapat juga dikatatakan pendidikan pra- lahir, “sebelum dilahirkan”, adalah suatu hal yang biasa terjadi bahwa dalam perkembangan janin banyak sel otak yang mati, stimulasi pra-lahir memberi otak suatu kesempatan untuk memanfaatkan sel-selnya sebelum kelahiran, artinya memberi bayi kapasitas otak total yang lebih besar dan suatu langkah maju yang nyata dalam kehidupan. Stimulasi pra-lahir dapat mempengaruhi pertumbuhan mental bayi yang akan dilahirkan. Berikut hal-hal yang di dapat oleh bayi yang mendapatkan stimulasi pra-lahir: 1. Tampaknya ada suatu masa kritis dalam perkembangan bayi yang dimulai pada usia sekitar 5 bulan sebelum dilahirkan dan berlanjut hingga usia 2 tahun ketika stimulasi otak dan latihan-latihan intelektual dapat meningkatkan kemampuan mental bayi. 2. Stimulasi pra-lahir dapat membantu mengembangkan orientasi dan keefektifan bayi dalam mengatasi dunia luar setelah ia dilahirkan. 3. Bayi-bayi yang mendapatkan stimulasi pralahir dapat lebih mampu mengontrol gerakan-gerakan mereka dan lebih siap untuk menjelajahi juga mempelajari lingkungan setelah mereka dilahirkan. 4. Para orangtua yang telah berpartisipasi dalam program pendidikan pra-lahir menggambarkan anak mereka lebih tenang, waspada, dan bahagia. Bayi-bayi yang selama dalam kandungan selalu mendapat perhatian, selalu diajak berbicara, biasanya lebih penuh perhatian (terutama terhadap suara ibu atau orang tua mereka) dan lebih termotivasi untuk belajar. Proses belajar pada bayi apalagi janin memang tidak sama dengan belajar, seperti halnya belajar formal, tapi belajar yang dialami janin merupakan proses belajar dari yang sesungguhnya, yang terkadang terlupakan atau tak terberikan. Semoga semua ibu sadar bahwa proses pembelajaran bagi seorang manusia adalah saat ia berada dalam kandungan.
Mendidik Anak, Ibarat Mengukir di Atas Batu Wednesday, 28 April 2010 10:34 Iffah Noor Hassanah
“Ibarat mengukir di atas batu”, pepatah yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Pepatah ini merujuk pada makna bahwa mendidik anak pada waktu masih kecil hasilnya akan terbawa hingga waktu yang lama. Karena itu makin dini usia anak mendapat pendidikan, makin besar nilai-nilai yang diperoleh akan membekas dalam dirinya kelak. Dan siapa l agi yang dapat memberikan pendidikan sedini mungkin selain keluarga? Kedua orang tuanya? Anak merupakan amanah Allah swt. yang menjadi permata hidup orang tua. Kehadirannya dinanti-nanti, melihatnya menyenangkan hati, jauh darinya memekarkan bunga-bunga kerinduan. Itulah anak, buah hati para orang tua, anugerah terbesar yang membawa kebahagiaan tak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Tentu saja dengan catatan orang tua mampu mengemban amanah, mendidik anak-anaknya menjadi anak yang shaleh-shalehah yang taat kepada Allah swt. Seorang anak dalam tahap awal pertumbuhannya akan merespon segala rangsangan (stimulus) dari luar. Saat itu disebut sebagai golden age atau masa emas pertumbuhan yang menurut Kak Seto Mulyadi, aktivis anak, mulai 0 hingga 4 tahun. Namun sebenarnya, jauh-jauh hari sebelum anak lahir orang tua sudah dapat mendidiknya, sejak dalam kandungan. Menurut Kak Seto bayi sudah menerima stimulus berupa suara ketika di dalam kandungan. Suara ibunya kapanpun bagaimanapun dapat ia dengarkan, begitu juga dengan emosinya dapat ia rasakan. Karena itu juga emosi sang ibu sangat mempengaruhi bayi, tulis Didik Hermawan dalam bukunya Spiritual-Hynoparenting, Sukses Mendidik Anak Dengan Hipnoterapi menguatkan pendapat Kak Seto. Efek musik Mozart yang dipercaya dapat merangsang perkembangan otak bayi dalam kandungan telah mengilhami sebuah lembaga pelatihan otak tengah-midbrain bernama GMC. Dalam metodenya dikatakan Bapak Santoso, Kepala Cabang Solo, GMC meminta peran aktif orang tua. Ada satu sesi pelatihan khusus untuk orang tua yang bertujuan menyadarkan orang tua tentang konsep pendidikan yang benar. “Selama ini banyak anak yang tidak optimal karena tekanan orang tua, seperti dituntut untuk juara I, dipaksa mengikuti banyak les dan sebagainya. Justru seharusnya, orang tua dal am mendidik anak haruslah menggunakan bahasa anak agar mereka merasa nyaman. Kenyamanan inilah yang dibutuhkan anak. Dan ketika sudah nyaman potensinya bisa diasah dengan baik.” Magic Word Senada Pak Didik Hermawan, MCH, Cht. setuju bahwa yang dibutuhkan anak adalah suasana yang nyaman. Ayah empat anak ini berpendapat banyak kesalahan yang dilakukan orang tua dalam mendidik anak sejak kecil. Kesalahan itu antara lain dalam masalah komunikasi. Seperti mengatakan kata negatif “awas, jangan, tidak boleh,” meskipun sepele namun akan berdampak pada kejiwaan anak hingga dewasa nanti. Citra diri anak akan terbangun dari kata-kata yang diterimanya setiap hari dalam jangka waktu yang lama, dengan kata lain labeling atau cap. Jika banyak menerima kata negatif tentang dirinya maka anak tersebut akan memiliki citra diri negatif pula, dan sebaliknya. Dan jika dihitung setiap hari seorang anak menerima 460 kata negatif dan hanya 75 kata positif. Hypnoparenting adalah metode komunikasi dengan anak secara persuasif, sugestif, dan efektif. Bagaimana orang tua membangun komunikasi dengan anak sejak masih kecil akan sangat mempengaruhi perkembangan anak. Cara berkomunikasi yang salah, seperti misalnya selalu mengkritik anak akan terbawa hingga dia besar. “Ada seorang pasien yang kehilangan semangat belajar gara-gara sudah tidak tahan dengan sikap ayahnya. Sang ayah yang ditugaskan ke lain daerah dan hanya pulang pada akhir pekan. Sayangnya, kesempatan yang harusnya bisa untuk melepas rindu berubah menjadi s uasana yang sangat tidak mengenakkan karena sang ayah bersikap keras kepadanya. Hasilnya, si anak sering uringuringan dan bertindak kasar. “ jelasnya.
Mendidik anak-anak ibarat melukis di atas batu, kesalahan yang sudah terlanjur diukir lama akan sulit mengubahnya. Kata makian, kritikan, larangan akan berdampak buruk bagi anak. Efeknya bisa langsung dan tidak langsung alias delay effect. Selain dirasakan saat itu juga, 5 tahun ke depan, 10 tahun, atau bahkan 15 tahun sesudahnya akan muncul sifat penakut, ragu-ragu, dan perasaan negatif lainnya. Selain itu anak memiliki mental block yang cukup besar akibatnya tidak mudah mengambil keputusan. “Itulah magic word, sepatah dua patah kata tapi efeknya bisa luar biasa. Karena itu dalam berkomunikasi, orang tua hendaknya menggunakan kata-kata yang positif dan progresif. Penggunaan kata negatif atau larangan seperti 'tidak boleh' hendaknya diganti dengan kata kebalikannya. Kata 'jangan' sebenarnya justru membuat anak merasa tertantang untuk melakukan. Sedangkan kalimat progresif menunjukkan dukungan orang tua agar anak makin termotivasi untuk maju. Misalnya, 'Alhamdulillah sekarang Nanda makin rajin bangun pagi' 'Alhamdulillah hari ini Nanda lebih pintar', dan sebagainya.” Komunikasi inilah yang juga sangat dipentingkan oleh Ibu Nurul Chomaria, S.Psi, penulis buku, ibu dari dua anak. Sedini mungkin Bu Nurul selalu mengajak bicara sang buah hati. Pengertian demi pengertian dijelaskannya kepada putri pertamanya yang sekarang kelas III SD. Hasilnya, Ammara nama putrinya biasa berkata “Itu bukan hak kita, kita nggak boleh mengambilnya.” Subhanallah. “Saya juga mengajarkan bagaimana kita menghormati orang, berbagi rezeki, dan mengendalikan keinginan,” terangnya. Saking biasa mengkomunikasikan segala hal kepada anak, sampai-sampai budget keuangan keluarga setiap bulan juga dibuka kepada anak. Tujuannya tidak lain adalah melatih kecerdasan finansial anak sejak dini. “Alhamdulillah dengan mengetahui budget keluarga, Ammara dan adiknya malah berusaha membantu dengan tabungannya. Padahal kami tidak pernah meminta atau menyuruhnya. Saya benar-benar bersyukur.” Mengelola hubungan adik-kakak pun ada resepnya agar tidak mudah bertengkar. Menurut Bu Nurul dengan selalu mengajak berkomunikasi dan memahamkan anak tentang alasan kenapa kakak yang dibelikan sepatu baru sedang adiknya tidak, memudahkan anak mengerti akan kebutuhannya sendiri. Sampai sekarang hampir tidak pernah terjadi pertengkaran atau saling iri antara kakak dan adik. (If) Insert Bagaimana Membuat Anak Nyaman? Berada di tengah keluarga sudah semestinya membuat anak m erasa nyaman. Namun acapkali anak merasa tak nyaman dengan kondisi di sekitarnya. mengapa hal itu dapat terjadi? Untuk mengetahui masalah dengan kenyamanan anak, ada baiknya Anda perhatikan tips dari Bapak Didik Hermawan, MCH, ChT berikut. 1. Mirroring Teknik ini merupakan cara mudah mendekati anak, yakni dengan cara masuk ke dunia anak. Menirukan gaya bicara atau apa yang sedang dilakukan anak, intinya berperilaku seperti anak pada umumnya. Setelah anak merasa nyaman dengan k eberadaan orang tua, situasi ini sangat baik untuk memberikan sugesti atau nasihat. 2. Menerima anak apa adanya Sebisa mungkin hindari memberi label pada anak, misalnya anak nakal, anak hiperaktif, anak penakut dan sebagainya. Dengan anak dicap seperti itu selain m enuntun kita seperti berhadapan dengan anak nakal betulan, padahal perilaku nakal itu hanya sesaat. S ebaiknya orang tua tetap positif thinking terhadap anaknya dan m enerima anak apa adanya. 3. Mau mendengarkan anak Tidak jarang orang tua disibukkan dengan urusan kerja atau hal lainnya dan cenderung tidak mau mendengarkan anak. Sesibuk apapun Anda, sebagai orang tua sebaiknya cobalah mendengarkan anak Anda. Jika anak sering tidak didengarkan, dia cenderung jadi anak yang cuek juga. Awasi Gejala pada Anak, Bisa Jadi Dia Merasa Tidak Nyaman Anak belum sepenuhnya mengerti tentang benar dan salah. Apa yang dipahaminya hanyalah merasa nyaman dan tidak nyaman. Ketika anak merasa tidak nyaman karena peristiwa emosional yang berulang-ulang atau dalam waktu yang lama akan memunculkan berbagai gejala psikis bahkan fisiologi seperti phobia. Berikut 7 psikodinamika simptom (gejala
tidak stabilnya emosi anak) yang dikutip Bapak Didik Hermawan dari Charless Tebbets dalam bukunya Miracle of Demand. 1. Menghukum diri sendiri (self punishment) Anak akan menghukum dirinya sendiri untuk menghilangkan rasa bersalah atau hukuman dari figur yang lebih berotoritas. 2. Pengalaman masa lalu (past experience) Kejadian-kejadian di masa lalu yang menyakitkan seringkali menghambat anak. Akhirnya muncul phobia atau dalam kasus tertentu muncul sebagai trauma. 3. Konflik Internal (internal conflict) Dalam diri anak terdapat dua bagian yang saling bertentangan. Ini lebih sering dialami oleh orang dewasa sedangkan anak-anak jarang mengalami. 4. Masalah yang belum terselesaikan (unresolved present issue) Di alam bawah sadar, masalah yang belum terselesaikan mengendap dan secara tidak disadari memunculkan simptom atau gejala untuk menarik perhatian pikiran sadar, bahwa “saya tidak menyukai ini” 5. Ingin mendapat perhatian (Secondary gain) Anak seringkali mengalami sakit namun setelah diselidiki dia hanya mencari perhatian orang tuanya. Hal ini terjadi karena di alam bawah sadar terbentuk persepsi dengan sakit, orang tuanya akan lebih memperhatikannya. 6. Identifikasi (Identification) Seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan seseorang yang dia kagumi, cintai, atau ingin ditiru. 7. Imprint Kepercayaan atau paham yang ditanamkan oleh figur yang dipandang memilki otoritas. Misalnya orang tua memaksa anaknya untuk mengikuti segala perintah termasuk dalam hal cita-citanya, padahal dia sangat berbeda dari mereka. Tentu sebagai orang tua tak ada yang menginginkan buah hatinya merasa tertekan dan tidak nyaman dengan lingkungan sekitarnya. dengan menyelami lebih dalam dunia mereka dan lebih bijak dalam berkata dan bertindak, tak mustahil si buah hati akan tumbuh menjadi pribadi yang shaleh dan berkualitas.