BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Faktor genetika ternyata menjadi pemicu talasemia. Temuan mengejutkan ini disampaikan tim peneliti dari lembaga biologi molekuler Eijkman setelah melakukan penelitian di Sumatera dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Penderita talasemia di wilayah Sumatera Utara cukup kecil, tapi di Sumatera Selatan bisa mencapai 15 persen. Sementara di Sumba, NTT, penderita talasemia mencapai 36 persen. Perbedaan jumlah ini cukup signifikan karena membuktikan kaitan talasemia dengan faktor genetika."Bisa jadi di Sumba, founder atau pemilik asal gen bawaan talasemia saling menikah dengan ras sama di daerahnya. Akibatnya di sana terpusat frekuensi jumlah talasemia yang tinggi," jelas Dr. Iswari Setianingsing, PhD, peneliti senior di Lembaga Eijkman kepada SH di Jakarta Rabu(22/5).
Mendukung pendapat tersebut, ilmuwan biologi molekuler Prof. Dr. Sangkot Marzuki mengatakan talasemia merupakan penyakit genetik tipikal penduduk wilayah tropis seperti Sardinia, Italia, Ciprus, Mediteranian semua negara Asia sampai Papua Nugini.
Namun bukan berarti talasemia tidak menjadi masalah di negara berhawa dingin seperti Amerika Serikat (AS), Belanda, Jerman dan sebagainya. Sangkot menjelaskan, akibat migrasi penduduk wilayah tropis ke barat maka mereka membawa gen talasemia ke daerah tersebut. Terlebih setelah terjadinya kawin silang.
Setiap wilayah di mana talaselmia berasal memiliki ciri mutasi gen tersendiri. Penderita talasemia asal Jawa Tegah, misalnya, mempunyai metode mutasi berbeda dengan penderita dari Sumatera Selatan. Dengan mengetahui asal atau ras pasien maka diagnosa dan penanganannya bisa lebih dipermudah.
Di negara maju seperti Italia, misalnya, diagnosa gen talasemia bukan hal baru. Setiap pasangan yang akan menikah melakukan pemeriksaan kesehatan untuk mengetahui apakah ia memiliki gen pembawa talasemia. Apapun hasilnya, setiap pasangan diberi kebebasan untuk memilih apakah tetap ingin menikah atau tidak. Di Indonesia, menurut Sangkot, belum sampai pada taraf ini.Belum Ada Obatnya
Sampai hari ini, talasemia merupakan penyakit yang belum bisa disembuhkan 100 persen. Penyakit ini ditandai dengan anemia atau kekurangan darah berat akibat kerusakan sel darah merah. Padahal sel darah merah berfungsi mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh. Dengan kekurangan oksigen maka seluruh organ tubuh tidak bekerja baik. Yang paling fatal tentu saja organ jantung.
Kondisi macam ini bisa ditanggulangi dengan cara tranfusi darah. Malangnya, kendati terus melakukan tranfusi ditambah obat-obat lain, harapan hidup pasien talasemia hanya bisa mencapai 30-40 tahun. Bahkan tanpa tranfusi, pasien cuma bertahan di bawah 10 tahun pertama dalam hidupnya. Metode tranfusi sendiri, menurut Iswari, memberi efek negatif kalau terus-menerus dilakukan dalam jangka panjang. Bahan asing seperti besi yang seringkali masuk ke dalam tubuh memicu penyumbatan nafas yang mampu berakhir dengan kematian.
Kendati orang Indonesia masih awam terhadap talasemia, sering ada anggapan bahwa penyakit ini hanya diderita oleh kelas menengah ke atas. Itu anggapan yang salah. "Penyakit ini tidak membedakan kelas sosial atau jenis kelamin. Yang membedakan adalah frekuensi penderita pada etnis tertentu," ungkap Iswari
Di Indonesia jumlah penderita penyakit ini telah mencapai ribuan tanpa pengobatan optimal. Untuk mengetahui lebih awal apakah janin yang dikandung mengandung gen talasemia, bisa dilakukan prenatal diagnosa. Setelah usia 10 minggu, jaringan bakal plasenta diambil untuk diperiksa direct nucleus acid (DNA)-nya. Pada usia kehamilan lebih tua pemeriksaan DNA bisa melalui cairan ketuban.
Sampai hari ini, peneliti di Lembaga Eijkman berhasil menyibak misteri kelainan molekul talasemia beta pada etnis Batak-Sumatera Utara, Melayu-Sumatera Selatan, Jawa Tengah, juga Toraja, Bugis Makasar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Obsesi mereka adalah mengurai genom manusia seluruh ras yang ada di Indonesia yang ditujukan bukan hanya untuk pengobatan talasemia. Gen terapi talasemia sendiri masih dalam tahap perampungan mencapai hasil optimal.
Kini para peneliti Lembaga Eijkman tengah gencar melakukan kerjasama di bidang riset dengan ilmuwan Italia. Di Sardinia, Italia, frekuensi pembawa sifat talasemia cukup tinggi, yakni 13 persen. Berarti satu dari delapan orang di sana adalah pembawa gen talasemia.
Namun berkat program pencegahan intensif selama 20 tahun, pemerintah Italia berhasil menekan angka kelahiran penderita talasemia berat dari 1:1250 menjadi 1:4000 kelahiran. Prestasi ini terwujud berkat kegigihan pemerintah Italia melakukan deteksi pembawa sifat, konsultasi genetik dan diagnosis prenatal. "Dengan kerjasama ini di diharap kita di Indonesia bisa mengikuti keberhasilan Italia," ujar Sangkot.
(Copyright © Sinar Harapan 2001)
Rumusan Masalah
Apa definisi dari Thalasemia?
Bagaimana penyebaran thalasemia?
Bagaimana mekanisme thalasemia?
Bagaimana epidemiologi dari Thalasemia?
Apa etiologi dari Thalasemia?
Apa klasifikasi dar Thalasemia?
Apa saja macam-macam thalasemia?
Bagaimana patofisiologi dari Thalasemia?
Apa manifestasi klinik dari Thalasemia?
Bagaimana pemeriksaan diagnosis Thalasemia?
Bagaimana penatalaksanaan thalasemia?
Bagaimana pengobatan dan pencegahan thalasemia
Bagaimana prognosis dari Thalasemia?
Tujuan Pembelajaran
Mengetahui definisi dari Thalasemia.
Mengetahui penyebaran thalasemia
Mengetahui mekanisme thalasemia
Mengetahui epidemiologi dari Thalasemia.
Mengetahui etiologi dari Thalasemia.
Mengetahui klasifikasi dari Thalasemia.
Mengetahui macam-macam thalasemia
Mengetahui patofisiologi dari Thalasemia.
Mengetahui manifestasi klinik dari Thalasemia.
Mengetahui pemeriksaan diagnosis Thalasemia.
Mengetahui penatalaksanaan thalasemia
Mengetahui pengobatan dan pencegahan thalasemia
Mengetahui prognosis dari Thalasemia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI THALASEMIA
Talasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassayang berarti laut dan haema adalah darah. Dimaksudkan dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah.
Talasemia (bahasa Inggeris : thalassaemia) adalah penyakit kecacatan darah. Talasemia merupakan keadaan yang diwarisi dari keluarga kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan hemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak normal.
Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin. (robbins,2007)
Thalasemia adalah penyakit darah bawaan (keturuna) yang menyebabkan sel darah merah (eritrosit) pecah/hemolisa. (suryo,2005)
Talasemia adalah suatu penyakit kongenital herediter yang diturunkan secara autosomal, berdasarkan kelainan hemoglobin, yaitu : satu atau lebih rantai polipeptida hemglobin kurang atau tidak berbentuk, dengan akibat terjadi anemia hemolitik ( Pedoman Diagnosis dan Terapi : RSUD Dr. Soetomo Surabaya,1994).
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan dan masuk dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan sintesis Hb akibat mutasi didalam ataudekat gen globin.(Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.Aru W. Sudoyo.dkk.2009)
Talasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin.(Kamus Dorlan,2000 )
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif (Mansjoer, 2000).
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek kurang dari 120 hari (Ngastiyah, 2005).
Talasemia adalah salah satu jenis anemia hemolitik dan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia danItalia. 6 – 10 dari setiap 100 orang Indonesia membawagen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia dan 25% kemungkinan bebas talasemia. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak – anak usia 0 – 18 tahun.
PENYEBARAN TALASEMIA
Penyakit talasemia tersebar luas di daerah Mediterania seperti Italia, Yunani, Afrika bagian utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan, Sri Langka sampai Asia Tenggara termasuk Indonesia. Frekuensi talasemia di Asia Tenggara adalah 3 – 9% (Tjokronegoro, 2001).
Di Indonesia sendiri diperkirakan jumlah pembawa sifat talasemia sekitar 5 – 6% dari jumlah populasi. Palembang (10%), Makassar (7,8%), Ambon (5,8%), Jawa (3 – 4%), Sumatera Utara dan (1 – 1,5%).
MEKANISME TERJADINYA TALASEMIA
Talasemia terjadi karena tubuh tidak dapat memproduksi rantai protein hemoglobin yang cukup. Hal ini menyebabkan sel darah merah gagal terbentuk dengan baik dan tidak dapat membawa oksigen. Gen memiliki peran dalam mensintesis rantai protein hemoglobin. Jika gen – gen ini hilang atau diubah atau terganggu maka talasemia dapat terjadi.
EPIDEMIOLOGI THALASEMIA
Talasemia α0 ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan Mediterania, Talasemia α+ tersebar di Afrika, Mediterania, Timur Tengah, India dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%. (Permono, & Ugrasena, 2006)
Talasemia β memiliki distribusi sama dengan Talasemia α. Dengan pengecualian dibeberapa negara,frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di mediterania dan bervariasidi Timur Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang merupakan varian Talasemia sangat banyak dijumpai di India, Burma dan beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan Talasemia β menyebabkan Talasemia HbE sangat tinggi di wilayah ini. Tingginya frekuensi Talasemia mempengaruhi kekebalan HbE ini terhadap malaria plasmodium falsiparum yang berat. Hal ini membuktikan penyakit ini disebabkan oleh mutasi baru dan penyebarannya dipengaruhi oleh seleksi lokal oleh malaria. Kenyataan bahwa mutasi tersebut berbeda di setiap populasi, menunjukkan seleksi ini baru terjadi dalam beberapa ribu tahun (Permono, & Ugrasena, 2006).
ETIOLOGI
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia ) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal).
(Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Jika disimpulkan maka, etiologi Thalasemia adalah :
Mutasi gen globin pada kromosom 16 (herediter).
Adanya pasutri yang membawa gen/carier thalasemia (herediter).
Adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai atau dari HB berkurang.
Berkurangnya sintesis HBA dan eritropoesis yang tidak efektif diertai.
penghancuran sel-sel eritrosit intramuscular.
KLASIFIKASI THALASEMIA
Thalasemia Mayor (bentuk homozigot), karena sifat sifat gen dominan.
Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah (memberikan gejala klinis yang jelas).Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooleyadalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidungmasuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalanitransfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
Thalasemia Minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis)
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya. (Ilmu Kesehatan Anak, FKUI.2007)
MACAM – MACAM TALASEMIA
Berdasarkan Jenis Rantai Globin yang Terganggu
Talasemia Alfa
Pada talasemia alfa, terjadi penurunan sintesis dari rantai alfa globulin dan kelainan ini berkaitan dengan delesi pada kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis rantai alfa, maka akan banyak terdapat rantai beta dan gamma yang tidak berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat terbentuk tetramer dari rantai beta yang disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri memiliki beberapa jenis antara lain :
Delesi pada empat rantai alfa
Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar dan limpa dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang mengalami kelainan ini akan meninggal beberapa jam setelah kelahirannya atau dapat juga janin meninggal dalam kandungan pada minggu ke 36 – 40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80 – 90% Hb Barts, tidak ada HbA maupun HbF.
Delesi pada tiga rantai alfa
Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
Delesi pada dua rantai alfa
Juga dijumpai adanya anemia hipokromik mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
Delesi pada satu rantai alfa
Disebut sebagai silent carrier karena tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal.
Talasemia Beta
Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia mayor, intermedia dan karier. Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal kelahirannya, anak – anak talasemia mayor tampak normal tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3 – 18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi darah. Setelah ditransfusi, penderita talasemia menjadi segar kembali. Kemudian darah yang sudah ditransfusikan tadi setelah beberapa waktu akan hancur lagi. Kembali terulang penderita kekurangan oksigen, timbul gejala lagi, perlu transfusi lagi, demikian berulang – ulang seumur hidup. Bisa tiap minggu penderita memerlukan transfusi darah, bahkan bisa lebih sering. Lebih membahayakan lagi, darah yang ditransfusi terus – menerus tadi ketika hancur akan menyisakan masalah besar yaitu zat besi dari darah yang hancur tadi tidak bisa dikeluarkan tubuh. Akan menumpuk, kulit menjadi hitam, menumpuk di organ dalam penderita misalnya di limpa, hati, jantung. Penumpukan di jantung sangat berbahaya, jantung menjadi tidak bisa memompa lagi dan kemudian penderita talasemia meninggal.
PATOFISIOLOGI
Hemoglobin normal adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 : 23-24)
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Hassan, 1985 : 49)
MANIFESTASI KLI NIS
Pada talasemia mayor gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun. Gejala yang nampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur dan berat badannya kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limpa dan hati mempengaruhi gerak pasien karena kemampuannya terbatas. Pembesaran ini karena penghancuran sel darah merah terjadi di sana. Selain itu, sumsum tulang juga bekerja lebih keras, karena berusaha mengkompensir kekurangan hemoglobin. Akibatnya, tulang menjadi tipis dan rapuh. Gejala lain yang terlihat adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi lebar, hal ini disebabkan karena adanya ganguan perkembangan tulang muka dan tengkorak.
Keadaan kulit pucat kuning – kekuningan, jika pasien sering terdapat tranfusi darah, kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi (hemosidorosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limpa, jantung akan mengakibatkan ganguan fatal alat – alat tersebut (hemokromatosis). Gejala lain pada penderita talassemia adalah jantung mudah berdebar – debar. Hal ini karena tugas hemoglobin membawa oksigen ke seluruh tubuh. Pada talassemia, karena oksigen yang dibawa hemoglobin kurang, maka jantung juga akan berusaha bekerja lebih keras, sehingga jantung penderita akan mudah berdebar – debar. Lama kelamaan, jantung akan bekerja lebih keras, sehingga cepat lelah. Akibatnya terjadi lemah jantung.
Anemia berat dengan limpa besar dan hepar yang membesar. Pada anak yng besar bisanya disertai keadaan gizi yang jelek dan mukanya memperlihatakan fasies Mongoloid. Jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Pada hapusan darah tepi akan didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositsis. Kadar besi dalam serum meninggi dan daya ikat serum terhadap besi menjadi rendah dapat mencapai nol. Gambaran Radiologis tulang akan memperlihatakan medula yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan dploe dan pada anak besar kadag-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga sinus paranasalis. Pada keadaan lebih lanjut dapat terlihat kelainan tulang, fraktura, dan warna kulit yang kelabu akibat penimbunan besi (apabila melakukan tranfusi). Anak dengan kelainan ini biasana meninggal pada umur muda sebelum dewasa akibat gagal jantung dan infeksi. (Ilmu Kesehatan Anak.2007.FKUI)
Tanda dan gejala secara umum dapat dilihat :
Face Mongoloid
Hepatosplenomegali
Ikterus atau sub-ikterus
Tulang : osteoporosis, tampak struktur mozaik. Tengkorak : tampak struktur "hairs on end"
Jantung membesar karena anemia kronik
Pertumbuhan terhambat, bahkan mungkin tidak dapat mencapai adolensensi karena adanya anemia kronik
Kelainan hormonal, seperti DM, hipotiroid, disfungsi gonid
Gizi buruk
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. 1994. LAB/UPF.RSUD Dr.Soetomo Surabaya)
PEMERIKASAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium
Pada hapusan darah tepi didapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis, dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien thalasemia jugamempunyai HbE maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa / beta terhadap retikulo sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa / beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai beta (Ngastiyah, 2005).
Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan hair-on-end yang disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks (Harnawartiaj, 2008).
Analisis DNA, DNA probing, gone blotting, dan pemeriksaan PRC (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju (Harnawartiaj, 2008).
PENATALAKSANAAN
Menurut Ngastiyah (2005), hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 g%) atau bila anak terlihat lemah tak ada nafsu makan. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari umur 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa atau hemosiderosis. Di samping itu, diberikan berbagai vitamin, tetapi preparat yang mengandung zat besi tidak boleh.
Menurut Harnawartiaj, 2008, penatalaksanaan pada pasien thalasemia yaitu :
Transfusi darah berupa sel darah merah sampai kadar Hb 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg BB.
Asam folat teratur (misalnya 5 mg perhari) jika diet buruk.
Pemberian chelating agents (desferal) secara teratur membentuk mengurangi hemosiderosis. Obat diberikan secara intravena atau subkutan, dengan bantuan pompa kecil, 2 g dengan setiap unit daerah transfusi.
Vitamin C 200 mg untuk meningkatkan ekskresi besi dihasilkan oleh desferioksamin.
Splenektomi mungkin dibutuhkan untuk menurunkan kebutuhan darah. Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
Terapi endokrin diberikan baik sebagai pengganti ataupun untuk merangsang hipofise jika pubertas terlambat.
PENCEGAHAN dan PENGOBATAN TALASEMIA
Penceghan
Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya.
Cara memcegahnya antara lain :
Menghindari makanan yang diasinkan
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh.
Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi utama bagi orang – orang yang menderita talasemia sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta talasemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta talssemia mayor (cooley's anemia) harus dilakukan secara teratur (2 atau 4 minggu sekali).
Terapi khelasi besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein. Apabila melakukantransfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung dan organ – organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh.
Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel – sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
Pengobatan
Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati talasemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell). Pada tahun 2009, seorang penderita talasemia dari India berhasil sembuh setelah memperoleh donor sumsum tulang belakang dari adiknya tapi akibatnya adiknya mengalami kelumpuhan total setelah melakukan tranplantasi tersebut dan adiknya juga mengalami amnesia parsial. Sehingga Ia meninggal pada tahun 2011 karena tranplantasi tersebut. Ini bukan berarti pendonor akan meninggal setelah tranplantasi, kemungkinan yang paling pasti adalah pendonor akan mengalami amnesia parsial jika kadar kecocokan sumsum tulang belakang lebih dari 50% sedangkan jika kurang dari 50% akan mengalami kelumpuhan. Berbeda dengan mereka yang merupakan saudara satu kandung, resiko yang akan didapat adalah menderita amnesia parsial dan juga mengalami kelumpuhan total.
PROGNOSIS
Tidak ada pengobatan untuk Hb Bart's. Pada umumnya kasus penyakit Hb H mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah atau splenektomi dan dapat hidup biasa. Talasemia alfa 1 dan Talasemia alfa 2 dengan fenotip yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan tidak memerlukan pengobatan khusus.
Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan alternative tetapi hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau bermanfaat yang sama di antara berbagai penyelidik secara global.
Talasemia β homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh penduduk Negara berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfuse yang cukup dan perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai dekade ke 5 dan kualitas hidup juga lebih baik. (Harnawatiaj, 2008)
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Talasemia adalah penyakit kelainan darah bisa dikarenakan keturunan yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Penyebaran penyakit talasemia antara lain di Mediterania seperti Italia, Yunani, Afrika bagian utara, kawasan Timur Tengah, India Selatan, Sri Langka sampai Asia Tenggara. Mekanisme talasemia yaitu tubuh tidak dapat memproduksi rantai protein hemoglobin yang cukup. Hal ini menyebabkan sel darah merah gagal terbentuk dengan baik dan tidak dapat membawa oksigen. Gen memiliki peran dalam mensintesis rantai protein hemoglobin. Jika gen – gen ini hilang atau diubah atau terganggu maka talasemia dapat terjadi.
Adapun tanda dan gejala talasemia yaitu lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur, berat badannya kurang, gizi buruk, perut membuncit, muka yang mongoloid, kulit tampak pucat kuning – kekuningan dan jantung mudah berdebar – debar. Talasemia dibedakan menjadi 2 berdasarkan terganggunya rantai globin dan secara klinis. Penyebab talasemia yaitu gangguan genetik; kelainan struktur hemoglobin; produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu; terjadi kerusakan eritrosit dan deoksigenasi. Pendeteksian penyakit talasemia bisa dengan meriksa darah secara rutin serta untuk pencegahan dan pengobatanya dengan menghindari makanan yang di asinkan, tranfusi darah, terapi khelasi besi maupun suplemen asam folat juga transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca.
SARAN
Sering dilakukan penyuluhan – penyuluhan tentang talasemia kepada masyarakat luas terutama yang memiiki riwayat penderita talasemia agar mengetahuinya.
Keluarga dapat membantu dalam proses perawatan dan pengobatan pada anak atau keluarga yang menderita penyakit talasemia dan menghindari terjadinya penyakit pada keturunan selanjutnya dengan tidak menikah dengan pasangan pembawa penyakit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
At All.Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak. 1994. Surabaya : RSUD Dr. Soetomo.
Doenges, Marillyn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta Sodeman. 1995. Patofisiologi. Edisi 7. Jilid 2. Hipokrates. Jakarta
http://202.146.5.33/ver1/Kesehatan/0607/10/114001.htm
http://ebookfkunsyiah.wordpress.com/2008/09/11/mengenal-thalasemia-mayor/
http://kamus.landak.com/cari/hematokrit
http://ns-nining.blogspot.com/2009/03/asuhan-keperawatan-thalasemia.html
6