BAHAN AJAR
TERMODINAMIKA
Penyusun:
Barlian Hasan
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG 2015 i
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
Mata Kuliah
: TERMODINAMIKA
Kode Mata Kuliah
: KT 208212
Nama Penyusun
: Ir. Barlian Hasan , M.T
Nip
: 19591112199003 1 001
Bahan ajar ini telah diperiksa dan disetujui untuk digunakan sebagai Bahan kuliah bagi mahasiswa Politeknik Negeri Ujung Pandang
Makassar, 25 Oktober 2015
Menyetujui : Ketua Program Studi
Penyusun
Ir. Irwan Sofia, M.Si
Ir. Barlian HS, M.T
NIP 19620810199103 1 001
NIP19591112199003 1 001
ii
KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan ke-hadhirat Allah SWT Tuhan yang Maha Esa, dengan rahmat dan hidayah-Nya materi bahan ajar ini dapat rampung diselesaikan. Buku Bahan ajar Termodinamika ini disusun sebagai upaya untuk mempermudah proses pembelajaran bagi mahasiswa di Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang. Sesuai dengan maksud di atas, maka isi dari bahan ajar ini terutama dititik beratkan pada pokok-pokok bahasan yang akan diberikan untuk mata kuliah Termodinamika. Penyajiannya tentu saja tidak selengkap buku-buku referensinya, sehingga penguasaan yang lebih baik dapat diperoleh dengan membaca dan mempelajari buku-buku referensi yang diberikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu terealisasinya penyusunan bahan ajar ini. Akhirnya, kami harapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan susunan dan materi bahan ajar ini. Makassar,
25 Oktober 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
i
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR TABEL
vi
GBRP
vii
TINJAUAN MATA KULIAH
xii
Halaman Penyekat
Bab I
1
BAB I PENGANTAR, KONSEP, DAN DEFINISI
2
Halaman Penyekat Bab II
17
BAB ZAT MURNI DAN PERSAMAAN KEADAAN
18
Halaman Penyekat Bab III
46
BAB III ENERGI DAN HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA
48
Halaman Penyekat Bab IV
93
BAB IV HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA
95
Halaman Penyekat Bab V
111
BAB V ENERGI BEBAS
113
Halaman Penyekat Bab VI
123
BAB VI SIKLUS CARNOT DAN REFRIGERASI
125
iv
DAFTAR TABEL
HALAMAN Tabel 2.1 Konstanta van der Waals
39
Tabel 3.1 Data tekanan uap dan suhu
65
Tabel 3.2 Tabel steam
79
Tabel 5.1 Perubahan energy bebas pembentukan standar
39
v
DAFTAR GAMBAR HALAMAN Tabel 1.1 Berbagai aplikasi termodinamika
4
Tabel 1.2 Contoh sitem tertutup
5
Tabel 1.3 Contoh sistim volume atur
6
Tabel 1.4 Hubungan antara tekanan
11
Tabel 1.5 alat ukut tenan
12
Tabel 1.6 contoh alat ukur tekanan
13
Tabel 2.1 Pemanasan air
19
Tabel 2.2 Diagram T-V dengan tekanan konstan
20
Tabel 2.3 Diagram T-V dengan perubahan fasa
20
Tabel 2.10 Kualitas uap
27
Tabel 3.1 Energi potensial
49
Tabel 3.2 Energi kinetik
50
Tabel 3.5 Kerja gas dalam silinder
55
Tabel 3.6 Diagram P-V isothermal
65
Tabel 3.7 Diagram P-V isobar
69
Tabel 3.8 Diagram P-V isometri
71
Tabel 3.9 Diagram P-V adiabatik
72
vi
GARIS-GARIS BESAR RENCANA PENGAJARAN (GBRP) JUDUL MATA KULIAH KODE MATA KULIAH SKS SEMESTER DESKRIPSI SINGKAT
: : : : :
STANDAR KOMPETENSI
: Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa mampu memahami konsep dan definisi termodinamika, memahami persamaan keadaan dan sifat-sifat fluida murni, menerapkan hukum termodinamika pertama, menerapkan hukum termodinamika kedua, memahami energi bebas, dan menjelaskan langkah-langkah siklus Carnot dan refrigerasi serta penerapannnya
No.
m1 1
Kompetensi Dasar
2 Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa mampu: • Menjelaskan ruang lingkup termodinamika, batasan sistem dan lingkungan • Mendefinisikan
Termodinamika Teknik Kimia KT 208212 2 (2x50’)= 100 menit/minggu x 14 minggu= 1400 menit 2 Mata kuliah ini memuat pengetahuan dasar yang membahas tentang hubungan perubahan energi dengan kerja , arah proses , perubahan entropi dan energy bebas serta siklus termodinamika yang di dasari pada hukum termodinamika pertama dan kedua
Indikator
3
Pokok Bahasan
Sub. Pokok Bahasan
4 5 Pengantar, 1. Ruang lingkup Aplikasi • Dapat konsep, dan Termodinamika menjelaskan 2. Sistem&Lingk. ruang lingkup definisi termodinamika 3. Defenisi: Keadaan, termodinamika Proses, dan secara lisan atau Kesetimbangan tertulis Termodinamika • Dapat 4. Unit & Dimensi menjelaskan batasan sistem
Es. Waktu (menit) 6 25 25 50
Sumber Bahan
Penilaian
7 8 Bahan ajar Tes Tabel tertulis konversi
100
vii
.2.
keadaan, proses, dan lingkungan dan kesetimbangan • Dapat termodinamika mendefinisikan • Mengkonversi keadaan, proses, satuan dan kesetimbangan termodinamik. • Dapat mengkonversi satuan • Menggunakan tabel • Dapat termodinamik memahami sistim satu • Menjelaskan komponen hubungan sifat-sifat fluida murni • Dapat menjelaskan • Menghitung sfathubungan sifat fluida dan fluida murni jumlah massa (mol) secara grafik dengan menggunakan • Dapat persamaan gas ideal menggunakan atau persamaan gas tabel nyata termodinamik • Dapat menghitung PVT fluida dan jumlah massa(mol)
Persamaan keadaan dan sifat-sifat fluida murni
1. Pendahuluan 2. Sistim satu komponen 3. Relasi sifat-sifat fluida 4. Data sifat termodinamika zat 5. Persamaan gas ideal 6. Persamaan gas non ideal
10 10 40 40 50 100
Bahan ajar Tertulis Grafik PVT Tabel sifat-sifat fluida murni
viii
3.
• Menjelaskan berbagai tipe enegi dan perubahan bentuknya • Membedakan neraca energi untuk proses tanpa aliran maupun proses alir • Menjelaskan kapasitas panas • Membedakan panas peleburan, panas penguapan, panas pembentuan,
dengan persamaan gas ideal • Dapat menghitung sifat-sifat fluida murni dan jumlah massa(mol) dengan persamaan gas non ideal • Hukum • Dapat termodinamika menjelaskan tipe-tipe energi pertama serta perubahan bentuknya secara lisan atau tertulis • Dapat mem bedakan neraca energi untuk proses tanpa aliran maupun dengan proses alir • Dapat
1. Tipe-tipe energi dan perhitungan perubahan energi 2. Neraca energi 3. Kapasitas panas 4.Panas peleburan, penguapan pembentukan , dan reaksi 5.Aplikasi hukum pertama untuk proses tidak mengalir dan mengalir 6. Aplikasi termokimia
20
20 10 50
Bahan ajar Tertulis Tabel kapasitas panas dan entalpi
150
150
ix
dan panas reaksi menjelaskan kapasitas panas • Mengaplikasikan pada tekanan hukum pertama konstan dan untuk proses tanpa volume konstan aliran dan proses alir • Dapat menjelaskan • Mengaplikasikan perbedaan panas termokimia peleburan, panas penguapan, panas pembentukan, dan panas reaksi • Dapat menghitung energi dan perubahannya pada proses reversibel dan irreversibel dengan menggunakan hukum termodinamika pertama • Dapat menghitung
x
•
4.
• Mendefinisikan • hukum kedua termodinamika • Menentukan arah proses dan spontantanitas • Menghitung perubahan entropi • proses reversibel untuk gas ideal •
daya turbin, kompressor, dan pompa untuk proses alir Dapat menghitung panas reaksi yang terjadi dalam suatu proses HukumTermo Dapat mendefinisikan dinamika kedua hukum termodinamika kedua secara lisan atau tertulis Dapat Menentukan arah proses dan spontantanitas Dapat menghitung perubahan entropi proses reversibel gas ideal
1 .Defenisi Hukum termodinamika kedua 2. Spontanitas suatu proses 3. Entropi dan perubahannya
25 75
Bahan ajar Tertulis Grafik Tabel entropi
150
xi
5.
6.
• Merumuskan energi • Dapat bebas Gibbs merumuskan energi bebas • Dapat menetukan Gibbs arah proses dengan perubahan energi • Dapat Gibbs menetukan arah proses dengan perubahan energy Gibbs • Menjelaskan • Dapat langkah-langkah menjelaskan siklus Carnot dan langkahrefrigerasi langkah siklus carnot dan refrigerasi • Menghitungeffisiens secara lisan atau i mesin Carnot tertulis • Menghitung COP • Dapat mesin refrigerasi menghitung Carnot efisiensi, kerja, dan panas mesin Carnot
Energi Bebas Gibbs
1. Energi bebas Gibbs 2. Menentukan arah proses dengan perubahan energy Gibbs
Siklus carnot 1. Pendahuluan dan refrigerasi 2. Siklus Carnot 3 Siklus refrigerasi 4. Effisiensi mesin Carnot 5. COP mesin refrigerasi Carnot
Bahan ajar Tertulis 100
25 100 75
Bahan ajar Tertulis Gambar
• Dapat menghitung COP mesin refrigerasi,
xii
kerja, dan panas mesin refrigerator Referensi Utama: 1. Daubert, T.E. 2002. Chemical Engineering Thermodynamics . New York: McGraw-Hill. 2. Smith, J.M.,Van Ness H.C.,Abbot,M.C.2001. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics. 6th Ed.Singapore:McGrawHill 3. Nainggolan, W.S. 1978. Thermodinamika. Edisi ketiga. Bandung. Armico 4. Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan oleh: Zulkifli, H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc
xiii
TINJAUAN MATA LULIAH
Bahan ajar ini terdiri dari 8 (delapan) Bab untuk pengajaran mata kuliah selama satu semester. Pada bagian awal bahan ajar ini juga disisipkan GBPP dan contoh Kontrak Perkuliahan yang telah diterapkan. Bab I berisi tentang konsep dasar, ruang lingkup dan tinjauan sistem termodinamika, yang dibahas secara umum sebagai bahan pengantar tentang termodinamika. Bab II berisi bahasan secara sifat-sifat zat murni dan persamaan keadaan. Bab III membahas tentang energi dan hukum termodinamika pertama. Bab IV membahas tentang hukum termodinamika kedua, bab V tentang energi bebas, bab VI mengenai siklus Carnot dan refrigerasi. Di dalam bahan ajar ini terdapat contoh-contoh soal dan beberapa soalsoal latihan yang dapat dikerjakan oleh mahasiswa. Disamping itu diharapkan mahasiswa juga lebih giat berlatih soal-soal relevan yang dapat diperoleh dari buku-buku text.
xiv
SESI /PERKULIAHAN KE : 1 dan 2 TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu : 1. Menjelaskan ruang lingkup termodinamika 2. Menjelaskan sistem, lingkungan, sifat intensif dan ekstensif 3. Menjelaskan definisi proses, keadaan, dan kesetimbangan 4. Mengkonversi satuan
Pokok Bahasan : Pengantar, konsep, dan definisi Deskripsi singkat : Dalam pertemuan ini anda mempelajari tentang konsep dasar termodinamika, ruang lingkup, hubungan antara sistem dan lingkungan, definisi proses isobarik, adiabatik, besaran intensif dan ekstensif, parameterparameter yang dapat terukur, serta konversi satuan. Pengantar termodinamika ini berguna untuk mengikuti kuliah berikutnya tentang metode penentuan parameter persamaan keadaan dan sifat-sifat PVT fluida murni.
I. Bahan Bacaan 1. Daubert, T.E., 2002. Chemical Engineering Thermodynamics. 4th edition. Boston-USA: Mc. Graw Hill. 2. Smith, J.M., Van Ness, H.C.dan Abbot, M.M. 2001. Introduction to Chemical Engineering, 6th edition. Singapore: Mc. Graw Hill. 3. Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan oleh: Zulkifli, H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc..
II .Bacaan Tambahan 1. Nainggolan, W.S. 1978. Thermodinamika. Edisi ketiga. Bandung. Armico
1
III. Pertanyaan Kunci/Tugas : 1. Jelaskan ruang lingkup termodinamika 2. Jelaskan perbedaan sistim tertutup dan terbuka 3. Apakah yang dimaksud dengan sifat intensif dan ekstensif dan berikan contoh masing-masing 4. Jelaskan definisi proses, keadaan, dan kesetimbangan termodinamik IV. Tugas 1.
Jelaskan kesulitan yang akan dihadapi, jika air digunakan sebagai senyawa termometrik dalam termometer gelas?
2
BAB 1 PENGANTAR: KONSEP DAN DEFENISI TERMODINAMIKA
1.1 Pendahuluan Secara terminologi: kata ”termodinamika” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua unsur kata, therme (kalor) dan dynamics (tenaga gerak atau gaya). Kajian termodinamika secara formal di mulai pada awal abad ke-19 melalui pemikiran mengenai hubungan antara kalor/panas (heat) dan kerja (work). Dewasa ini lingkup kajian termodinamika telah menjadi konsep umum tentang energi (energy) dan sifat-sifat zat (properties of matter). Dalam penerapannya, termodinamika merupakan rumpun bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang menggabungkan antara ilmu fisika dan ilmu teknik untuk dapat menghasilkan suatu produk teknologi yang berguna bagi kehidupan manusia. Tujuan bab ini adalah untuk memahami konsep dan defensisi termodinamika serta sejumlah istilah ’umum’, namun memiliki makna khusus dalam ilmu termodinamika. 1.2 Ruang Lingkup Aplikasi Termodinamika Prinsip-prinsip termodinamika bersama ilmu pengetahuan teknik lainnya seperti mekanika fluida, perpindahan kalor, dan perpindahan massa, digunakan untuk menganalisis dan merancang produk teknologi di bidang pembangkitan daya/energi, alat transfortasi, pengolahan zat/gas, dll. Gambar berikut ini menunjukkan beberapa aplikasi termodinamika dalam kehidupan sehari-hari.
3
Gambar 1.1 Berbagai bidang aplikasi termodinamika teknik (Sumber: Moran, 2000 dan Cengel, 2002) 1.3
Sistem Dalam
termodinamika,
kata
sistem
(systems)
digunakan
untuk
mengidentifikasi subyek proses yang di analisis. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan subyek proses dengan sekeliling atau lingkungannya (surroundings). Sistem dipisahkan dengan lingkungannya oleh suatu permukaan atur (surface control) atau batas sistem (boundary). Batasan ini dapat berbentuk nyata (ril) atau khayalan (imajiner) serta dapat berada dalam keadaan diam atau bergerak, misalnya udara yang dikompressi di dalam suatu tabung; udara bertekanan 4
merupakan sistem, dengan dinding tabung menjadi batasan ril dan diam terhadap udara atmosfir, sedangkan sebongkah es (air padat) yang berada/melayang di dalam air cair; bongkahan es merupakan sistem yang memiliki batasan imajiner dan bergerak di dalam air cair karena sifat-sifat fisiknya berbeda. Jadi sistem adalah suatu zat secara makroskopis yang mengalami proses dalam suatu batasan dan dapat berinteraksi dengan lingkungannya dalam bentuk perpindahan massa dan/atau perpindahan energi. Sistem-sistem termodinamika dibedakan atas tiga jenis, yaitu: 1.
sistem tertutup (closed systems) atau massa atur (mass control) ,
2.
sistem terbuka (open systems) atau volume atur (control volume).
3. Sistem terisolasi Sistem tertutup dinyatakan apabila pengkajian hanya dilakukan pada materi dalam jumlah tertentu dan jenis yang sama karena tidak terjadi perpindahan massa melalui batasan sistem, namun terjadi perpindahan energi. Gambar 1.2 memperlihatkan gas yang berada dalam susunan silinder-piston. Pada saat katup hisap dan katup buang tertutup, gas (udara dan bahan bakar) yang sedang atau telah terbakar tersebut dapat dikatakan sebagai sistem tertutup, batas sistem ialah dinding silinder dan permukaan piston yang ditandai dengan garis putus-putus.
Gambar 1.2 Contoh Sistem Tertutup (Sumber: Moran, 2000) Sistem terbuka atau volume atur dinyatakan apabila selama analisis, terjadi aliran massa dan energi masuk dan keluar melewati batas sistem (terjadi perpindahan massa dan energi antara sistem dan lingkungan). Pada gambar 1.3a 5
tampak diagram sebuah mesin otomotif, yang secara skematik untuk analisis termodinamikanya diperlihatkan pada gambar 1.3b. Kedua gambar tersebut menunjukkan salah satu model volume atur di mana udara dan bahan bakar yang masuk serta gas buang (campuran udara dan bahan bakar) keluar merupakan sistem sedangkan batas sistem ditandai dengan garis putus-putus. Sistem terisolasi merupakan sistem yang tidak dapat berinteraksi antara sistem dan lingkungannya atau dengan kata lain tidak terjadi perpindahan massa dan energi antara sistem dan lingkungan.
Gambar 1.3 Contoh Sistem Volume Atur (Sumber: Moran, 2000) 1.4 Tinjauan Termodinamika Mikroskopik dan Makroskopik Sistem dapat dikaji berdasarkan tinjauan mikroskopik dan makroskopik. Pada pendekatan termodinamika mikroskopik atau dikenal sebagai termodinamika statistik, pengkajian dilakukan secara langsung pada tingkat struktur dari materi, dengan tujuan mempelajari perilaku rata-rata partikel penyusun sistem dalam pengkajian dengan menggunakan pengertian statistik dan menghubungkan informasi yang didapat dengan hasil observasi perilaku sistem secara makroskopik. Pada pendekatan makroskopik, perilaku termodinamika dikaji secara keseluruhan berdasarkan sifat-sifat termodinamika zat yang dapat terukur dalam besaran intensif. Model struktur materi pada tingkat molekuler, atomik, dan subatomik tidak dipergunakan secara langsung, meskipun perilaku sistem
6
dipengaruhi oleh struktur molekulernya. Pendekatan ini juga sering dikenal sebagai termodinamika klasik. Pada aplikasi laser, plasma, aliran gas kecepatan tinggi, kinetika kimia, kajian kriogenik, dll, metode termodinamika statistik sangatlah penting. Lebih lanjut pendekatan mikroskopik merupakan instrumen untuk menghasilkan data tertentu, contohnya kalor spesifik gas ideal. Sedangkan pada aplikasi teknik umumnya, termodinamika klasik (makroskopik) bukan saja memberikan pendekatan analisis dan prancangan yang lebih jelas namun juga menggunakan pemodelan matematika yang lebih sederhana. 1.5 Sifat, Keadaan, dan Proses Pengetahuan tentang sifat sistem dan bagaimana korelasi yang ada sangatlah penting dalam memahami sistem dan memprediksi perilaku sistem tersebut. Sifat zat/sistem (property of matter) adalah karakteristik makroskopik sistem, di mana nilai numeriknya dapat diberikan pada suatu waktu tertentu tanpa mengetahui sejarah atau proses yang telah dialami oleh sistem itu sendiri. Sifatsifat termodinamika sistem dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sifat ekstensif dan sifat intensif. Sifat ekstensif (extensive property) adalah nilai keseluruhan sistem yang merupakan penjumlahan nilai dari setiap bagian yang menyusun sistem tersebut. Sifat ini dipengaruhi oleh ukuran sistem (massa dan jumlah mol) dan dapat berubah menurut waktu. Massa (kg), volume (m3), dan energi (joule) merupakan contoh sifat ekstensif. Sifat intensif
(intensive
property) adalah nilai yang tidak dapat diakumulasikan seperti pada sifat ekstensif. Nilai sifat ini tidak dipengaruhi oleh ukuran sistem (massa atau jumlah mol) dan dapat bervariasi di setiap bagian sistem pada waktu yang berbeda. Temperatur (oC), tekanan (Pa), dan volume spesifik (m3/kg), merupakan contoh sifat intensif. Keadaan (state) merupakan kondisi sistem yang dapat ditentukan oleh nilai sifatnya. Mengingat bahwa terdapat hubungan antara sifat-sifat sistem, maka keadan dapat ditentukan berdasarkan nilai pasangan sifatnya begitu pula nilai sifat-sifat yang lain. Sebuah sistem dikatakan keadaan tunak (steady state) jika tidak satu pun sifatnya berubah terhadap waktu. 7
Proses adalah transformasi dari suatu keadaan ke keadaan lainnya yang berbeda pada dua saat yang berbeda pula. Hal ini ditandai oleh terjadinya perubahan satu atau lebih sifat-sifat sistem. Jika sistem menunjukkan nilai sifatnya yang tetap pada dua saat yang berbeda, maka sistem dapat dikatakan berada dalam keadaan yang sama. Beberapa jenis proses yang dapat dialami oleh suatu sistem di mana salah satu sifatnya tetap/konstan a.l. - Proses temperatur konstan (isothermal), - Proses tekanan konstan (isobarik), - Proses volume konstan (isometris), - Proses entropi konstan (isentropis), - Proses entalpi konstan (throttling), - Proses adiabatik yaitu proses dengan perpindahan panas sama dengan nol (sistem tidak mengalami interaksi panas dengan lingkungannya). Secara umum proses-proses tersebut dikelompokkan dalam bentuk perpindahan energi dalam bentuk panas (kalor) dan kerja (kompressi dan ekspansi). Jika sistem/zat mengalami serangakaian proses yang berawal dan berakhir pada keadaan yang sama, maka sistem tersebut dikatakan mengalami siklus termodinamika. Dalam aplikasi teknik, siklus termodinamika ini memberikan peran
pada
mesin-mesin
pembangkitan
daya
serta
mesin-mesin
pembangkit/penyerap kalor. 1.6 Kesetimbangan Keadaan kesetimbangan (equilibrium state) adalah keadaan
yang
ditunjukkan oleh sifat-sifat sistem pada waktu dan tempat tertentu tanpa dipengaruhi oleh keadaan disekitarnya. Dalam mekanika kondisi kesetimbangan dicapai oleh gaya-gaya yang sama besar dan bekerja berlawanan arah. Dalam termodinamika,
konsep
kesetimbangan
lebih
luas
karena
mencakup
kesetimbangan mekanis, panas (thermal), dan kimia. Kesetimbangan panas (thermal) dicapai apabila dua sistem memiliki temperatur sama, interaksi kedua sistem hanya melalui perubahan energi dalam. Sedangkan kesetimbangan mekanis dicapai apabila dua sistem memiliki temperatur dan tekanan yang sama, interaksi kedua sistem terjadi melalui 8
perubahan energi dalam dan perubahan volume sistem. Untuk kesetimbangan kimia dua sistem harus memiliki temperatur dan potensi energi per satuan mol yang sama, interaksi kedua sistem terjadi melalui perubahan energi dalam dan jumlah mol. Ke dua sistem tersebut di atas, berada dalam suatu ruang yang terisolasi dan dipisahkan oleh dinding permeable.
1.7 Sifat-Sifat Termodinamika Zat yang Terukur Tiga sifat intensif yang penting dan mampu ukur dalam termodinamika teknik ialah volume spesifik (v), tekanan (p), dan temperatur (T). Ke tiga sifat ini sangat berguna dalam proses analisis termodinamika, baik untuk analisis teoritis maupun untuk analisis praktis terhadap keadaan komponen proses termodinamika, khususnya tekanan dan temperatur. 1.7.1 Volume Spesifik (v) Volume spesifik didefenisikan sebagai kebalikan densitas, v = 1/ρ, yaitu volume persatuan massa, dengan satuan SI m3/kg atau cm3/g sedangkan dalam satuan Inggris ft3/lb. Volume spesifik merupakan sifat intensif dan dapat berbeda dari satu titik ke titik lain, dengan kata lain nilainya akan berubah sebagai fungsi dari perubahan nilai sifat-sifat yang lain. Pada aplikasi tertentu, penulisan volume spesifik akan lebih mudah jika diberikan dalam basis molar. Jumlah mol suatu senyawa (n) diperoleh dengan membagi massa (m) dalam satuan kg atau lb dengan berat molekulnya (M) dalam satuan kg/kmol atau lb/lbmol; atau secara matematis; n
m M
(1.1)
Nilai M ini dapat diperoleh pada Tabel A-1 atau Tabel A-1E. Untuk menandai suatu sifat berbasis molar, digunakan garis atas (bar) pada penulisan simbolnya V . Hubungan V dengan v dapat ditulis sebagai, V M . atau V =V/n
(1.2)
Dimana V= volume dan V = volume molar 1.7.2
Tekanan (p) 9
Tekanan (p) adalah gaya normal (tegak lurus) dalam satuan Newton (N) yang terjadi pada suatu permukaan bidang dalam satuan luas (m2), secara matematis ditulis: F p normal A
(1.3)
dengan p adalah tekanan yang bersatuan Pascal (Pa) atau [N/m2] dalam satuan SI. Tekanan dalam satuan Inggris adalah lbf/ft2 atau lbf/in2. Satuan Tekanan: •
SI: p = F/A (kg.m/s2)/m2 = N/m2 = P = pascal
•
IP:1 lbf/in2 = 1 psi (pound force per square inch) •
psia = pound force per square inch absolute
•
psig =pound force per square inch gage
Tekanan atmosfir: berat atau gaya molekul udara di atas lokasi per satuan luas, bergantung pada temperatur dan tekanan. •
1 atm = 1,01325 x 105 N/m2 = 14,696 lbf/in2 = 10,34 m H2O = 760 mm Hg = 29,92 in. Hg.
•
1 bar = 105 Pa = 0,1 MPa. Untuk suatu fluida dalam keadaan diam, tekanan dapat berbeda dari suatu
titik ke titik yang lain, misalnya perubahan tekanan atmosfer terhadap ketinggian dan perubahan tekanan air terhadap kedalaman laut, danau, atau benda lain yang berisi air. Selanjutnya untuk suatu fluida yang mengalir, gaya yang bekerja pada bidang yang melintasi suatu titik dalam fluida dapat diuraikan menjadi tiga komponen yang saling tegak lurus, yaitu satu komponen tegak lurus terhadap bidang dan dua komponen sejajar bidang. Jika diberikan dalam basis luas bidang, komponen yang tegak lurus (normal) terhadap bidang disebut tegangan normal (normal stress), sedangkan dua komponen yang sejajar bidang disebut tegangan geser (shear stress). Tekanan yang dimliki oleh suatu sistem disebut tekanan absolut dengan simbol p(absolut), sedangkan tekanan absolut disekitar/setempat sistem disebut tekanan atmosfer absolut dengan simbol patm(absolut). Perbedaan antara 10
tekanan absolut dengan tekanan atmosfer absolut disebut sebagai tekanan gage/pengukuran (gage pressure) dengan simbol p(gage) atau tekanan vakum (vacuum pressure) dengan simbol p(vakum). Istilah tekanan gage digunakan jika tekanan sistem lebih tinggi dari tekanan atmosfer setempat, p(gage) = p(absolut) - patm(absolut) (1.4) Jika tekanan atmosfer setempat lebih tinggi dari tekanan sistem, maka digunakan istilah tekanan vakum, p(vakum) = patm(absolut) - p(absolut) (1.5) Hubungan antar berbagai istilah pengukuran tekanan ditunjukkan pada gambar 1.4 berikut ini.
Gambar 1.4 Hubungan antara tekanan: absolute, atmosfer, gage, dan vakum Alat ukur yang sering/umum digunakan pada pengukuran tekanan ialah manometer dan pipa Bourdon (Bourdon tube). Manometer seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.5 memiliki memiliki satu ujung terbuka ke atmosfer dan satu ujung yang lain terhubung dengan bejana tertutup yang berisi gas dengan tekanan yang seragam. Dengan menerapkan persamaan (1-4), perbedaan tekanan antara tekanan gas dan atmosfer ialah
p patm g L
(1.6)
11
yang mana ρ adalah densitas cairan manometer, g adalah percepatan gravitasi, dan L adalah perbedaan tinggi muka cairan manometer. Dalam berbagai aplikasi cairan manometer dapat berupa air raksa (mmHg), air (mH2O), dll.
Gambar 1.5 Contoh pengukur tekanan dengan manometer Untuk pipa Bourdon, diperlihatkan pada gambar 1.6, yang memperlihatkan pipa melengkung dengan penampang elips di mana satu ujung terhubung dengan tekanan yang diukur dan ujung yang lain terhubung ke penunjuk melalui sebuah mekanisme. Jika fluida bertekanan memenuhi pipa, penampang pipa berbentuk elips akan berubah menjadi lingkaran, dan pipa cenderung melurus. Pergerakan semacam ini diteruskan dengan sebuah mekanisme ke jarum penunjuk. Pergerakan jarum penunjuk dikalibrasi dengan tekanan yang diketahui, sehingga dapat dibuat sebuah skala tekanan dengan satuan yang diinginkan. Pipa Bourdon ini mengukur tekanan relatif terhadap tekanan lingkungannya, sehingga jarum penunjuk akan menunjukkan angka nol (defleksi minimum) jika tekanan di dalam sama dengan tekanan di luar pipa.
12
Gambar 1.6 Contoh alat ukur tekanan dengan tabung Bourdon 1.7.3
Temperatur (T) Secara umum, suhu (temperatur) merupakan konsep intuisi yang
menyatakan perasaan ’panas’ dan ’dingin’ yang dihasilkan oleh indera manusia terhadap suatu benda. Oleh karena keterbatasan indera manusia maka perlu digunakan skala pengukuran yang dapat menunjukkan nilai temperatur yang lebih cermat. Skala temperatur ditunjukkan oleh nilai numerik yang berhubungan dengan suatu titik standar tertentu. Berdasarkan persetujuan internasional, digunakan titik standar berupa titik tripel (triple point) air (H2O) yang menunjukkan keadaan kesetimbagan antara fase air berupa: es (padat), cairan, dan uap (gas). Dalam penerapannya, skala temperatur terdiri atas empat jenis, yang semuanya mengacu pada titik standar (triple point) air, yakni: skala Kelvin (K), skala Celcius (oC), skala Rankine (oR), dan skala Fahrenheit (oF). Perbandingan skala temperatur tersebut ditunjukkan pada gambar 1.7, dengan hubungan kesetaraan skala temperatur yang satu dengan yang lainnya ialah sebagai berikut. Berbagai metode yang digunakan dalam pengukuran nilai temperatur antara lain: Termometer yaitu pemanfaatan sifat termometrik atau skala pemuaian zat; Termokopel yaitu pemanfaatan efek termoelektrik (tegangan) yang dapat dibangkitkan oleh ujung dari dua jenis logam yang ujung lainnya dikopel;
13
Termistor yaitu pemanfaatan perubahan nilai tahanan material sebagai akibat dari perubahan temperatur. T ( o C) T ( K ) - 273,15 T ( o R) 1,8 T ( K ) T ( F) T ( R ) - 459,67 o
(1.7)
o
T ( o F) 1,8 T ( o C) 32
Gambar 1.7 Perbandingan skala temperatur 2
Teknik Penyelesaian Problem Termodinamika Penyelesaian problem termodinamika harus dilaksanakan secara cermat dan
sistematis sehingga hasil yang diperoleh menjadi optimal. Penyelesaian yang terburu-buru dengan langsung menerapkan persamaan yang diperlukan akan mempersulit permasalahan. Penyelesaian yang cermat dan sistematis menggunkan lima tahap secara berurut sebagai berikut. Diketahui : Tuliskan dengan menggunakan kalimat sendiri, apa yang telah diketahui terhadap proses yang dialami oleh sistem. Dalam hal ini masalah wajib dibaca dengan teliti dan cermat. Ditanyakan : Tuliskan secara singkat apa yang ditanyakan. Gambar skema dan data yang tersedia : Gambarkanlah skema sistem. Tentukanlah –apakah sistem tertutup atau volume atur- yang sesuai untuk 14
dianalisis, kemudian tetapkan batas sistem. Tandailah diagram tersebut dengan informasi yang tersedia dan berkaitan. Catatlah semua nilai yang diberikan untuk berbagai sifat atau nilai lain yang mungkin bermanfaat dalam perhitungan dan perhatikan sistem satuan yang akan digunakan. Gambarkan sketsa diagram sifat. Tetapkan lokasi titik-titk penting, jika memungkinkan gambarkan pula proses yang terjadi dalam sistem tersebut. Sketsa sistem dan diagram sifat sangat penting sebagai petunjuk bagi permasalahan yang ada Asumsi-Asumsi : Dalam membuat model dari permasalahan yang ada, susunlah
asumsi-asumsi
dan
menyederhanakan permasalahan
idealisasi,
yang
dilakukan
untuk
berdasarkan keterangan yang diberikan
atau kenyataan fisik yang masuk akal untuk permasalahan tersebut. Analisis : Berdasarkan asumsi dan idealisasi yang digunakan, tetapkanlah persamaan utama yang sesuai dan hubungan yang akan dibentuk sehingga dapat diperoleh hasil yang diinginkan. Sedapat mungkin pergunakanlah persamaan yang ada hingga didapat persamaan penyelesaian yang sederhana sebelum data numerik disubstitusikan. Jika bentuk persamaan akhir yang lebih sederhana telah diperoleh, tentukannlah data tambahan apakah yang dibutuhkan, termasuk; tabel, grafik, maupun persamaan karakteristik lainnya. Pada tahap ini penggunaan sketsa diagram karakteristik dapat memperjelas kondisi dan proses yang terjadi. Apabila semua persamaan dan data telah tersedia, masukkanlah nilai numerik ke dalam persamaan akhir. Periksalah dengan seksama, apakah satuan yang dipakai telah sesuai dan konsisten penggunaannya, sebelum perhitungan dilakukan. Akhirnya, pertimbangkanlah apakah tanda dan besarnya nilai numerik dapat diterima (masuk akal).
15
SESI /PERKULIAHAN KE : 3 dan 5 TIK : 1. Dapat menentukan nilai sifat-sifat termodinamika zat pada berbagai keadaan, 2. Dapat membuat sketsa diagram p-v dan T-v keadaan sistem/zat, baik yang mengalami satu atau lebih proses maupun yang bersiklus, 3. Menetapkan berlakunya persaman gas ideal atau persamaan gas nyata, 4. Menghitung tekanan, volume, temperatur, dan jumlah massa (mol) gas dengan menggunakan persamaan gas ideal atau persamaan gas nyata
Pokok Bahasan : Pengantar, konsep, dan definisi Deskripsi singkat : Dalam pertemuan ini anda mempelajari tentang sifat-sifat termodinamika zat, hubungan PVT fluida murni, Persamaan gas ideal, koefisien muai ruang dan mampat isotermal, faktor kompressibilitas, dan persamaan-persamaan gas nyata seperti persamaan Van Der Walls, persamaan virial, persamaan Redlic-Kwong dan lain-lain yang pada akhirnya anda dapat menghitung tekanan, volume, temperatur, dan jumlah mol gas dengan menggunakan persamaan gas ideal dan gas nyata.
I. Bahan Bacaan 4. Daubert, T.E., 2002. Chemical Engineering Thermodynamics. 4th edition. Boston-USA: Mc. Graw Hill. 5. Smith, J.M., Van Ness, H.C.dan Abbot, M.M. 2001. Introduction to Chemical Engineering, 6th edition. Singapore: Mc. Graw Hill. 6. Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan oleh: Zulkifli, H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc..
II .Bacaan Tambahan 2. Nainggolan, W.S. 1978. Thermodinamika. Edisi ketiga. Bandung. Armico
16
III.
Pertanyaan Kunci/Tugas : 1. Lakukan studi lapangan untuk menjelaskan mengapa air lebih cepat mendidih di daerah puncak Malino dibandingkan dengan di Makassar? 3. Jelaskan mengapa makanan lebih cepat masak dalam pressure-cooker dibandingkan di dalam bejana terbuka berisi air mendidih? 4. Jelaskan perbedaan gas ideal dengan gas nyata
IV. 1.
Tugas Suatu silinder tertutup dengan volume 2 m3 berisi gas oksigen (O2) pada temperatur 40 oC dan tekanan 60 atm. Bila gas oksigen dianggap gas ideal, a. Berapa kmole oksigen dalam silinder? b. Berapa kg massa oksigen dalam silinder? c. Tentukan tekanan gas bila temperatur dinaikkan menjadi 400 oC d. Tentukan densitas oksigen pada kondisi awal dan pada kondisi C
17
BAB II ZAT MURNI DAN PERSAMAAN KEADAAN 2.1 ZAT MURNI (PURE SUBSTANCE) Merupakan zat yang mempunyai komposisi kimia yang tetap (stabil), misalnya air (water) , nitrogen, helium, dan CO2.Zat
murni bisa terdiri dari satu
elemen kimia (N2 ) maupun campuran (udara).Campuran dari beberapa fase zat murni adalah zat murni, contohnya campuran air dan uap air. Tetapi campuran dari udara cair dan gas bukan zat murn karena susunan kimianya berubah atau berbeda.
N2
Udara
Vapor
Vapor Udara Liquid
H2O Liquid Zat murni
Bukan zat murni
FASE dari ZAT MURNI Diidentifikasi berdasarkan susunan molekulnya. Solid (padat) : jarak antar molekul sangat dekat sehingga gaya tarik antar molekul sangat kuat, maka bentuknya tetap. Gaya tarik antara molekulmolekul cenderung untuk mempertahankannya pada jarak yang relatif konstan.Pada temperatur tinggi molekul melawan gaya antar molekul dan terpencar. Liquid (cair) : Susunan molekul mirip dengan zat padat , tetapi terhadap yang lain sudah tidak tetap lagi. Sekumpulan molekul akan mengambang satu sama lain. Gas : Jarak antar molekul berjauhan dan susunannya acak. Molekul bergerak secara acak.
18
PERUBAHAN FASA dari ZAT MURNI Semua zat murni mempunyai mempunyai kelakuan umum yang sama. Sebagai contoh air (water). State 1 : Pada state ini disebut compressed liquid atau subcooled iquid. Pada state ini penambahan panas hanya akan menaikkan temperatur
tetapi
belum
menyebabkan
terjadi
penguapan (notabout to vaporize) State 2 : Disebut saturated liquid (cairan jenuh). Pada state ini fluida tepat akan berubah fasenya. Penambahan panas sedikit saja akan menyebabkan terjadi penguapan (about to vaporize). Akan mengalami sedikit penambahan volume. State 3 : Disebut “Saturated liquid - vapor mixture” (campuran uap - cairan jenuh). Pada keadaan ini uap dan cairan jenuh berada dalam kesetimbangan. Penambahan panas tidak akan menaikkan temperatur tetapi hanya menambah jumlah penguapan. State 4 : Campuran tepat berubah jadi uap seluruhnya, disebut “saturated vapor” (uap jenuh). Pada keadaan ini pengurangan panas akan menyebabkan terjadi pengembunan (“about to condense”).
State 5 : Disebut “superheated vapor” (uap panas lanjut). Penambahan panas akan menyebabkan kenaikkan suhu dan volume
Gambar 2.1 Pemanasan Air pada tekanan konstan
19
Proses-proses tersebut di atas dapat digambarkan dalam diagram T - v. Diagram ini menggambarkan perubahan-perubahan temperatur dan volume jenis.
Gambar 2.2 Diagram T-v proses perubahan fase air pada tekanan konstan Proses 1-2-3-4-5 adalah pemanasan pada tekanan konstan Proses 5-4-3-2-1 adalah pendinginan pada tekanan konstan . PROPERTY DIAGRAM ( DIAGRAM SIFAT) Diagram T - v
Gambar 2.3 Diagram T- v perubahan fase zat murni (air) pada berbagai variasi tekanan
20
Dari gambar 2.3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan air maka semakin tinggi pula titik didihnya. Tsat merupakan fungsi dari Psat ,(Tsat = f Psat), Tsat = Saturation temperature , temperatur saat zat murni berubah
phase pada
tekanan tertentu. Psat = Saturation pressure , tekanan saat zat murni berubah phase pada temperatur tertentu. Garis yang menghubungkan keadaan cair jenuh dan uap jenuh akan semakin pendek jika tekanannya makin besar. Pada tekanan tertentu (22,09 MPa) keadaan cair jenuh dan uap jenuh berada pada satu titik. Titik ini disebut titik kritis (critical point). Untuk air (water) : Tcr = 374,14oC ; Pcr = 22,09 MPa. ; vcr = 0,003155 m3/kg. Jika titik-titik pada keadaan cair jenuh dihubungkan maka diperoleh garis cair jenuh. Jika titik-titik pada keadaan uap jenuh dihubungkan maka diperoleh garis uap jenuh. Kedua garis ini bertemu di titik kritis.
Gambar 2.4 Diagram T- v zat murni Di atas titik tekanan kritis proses perubahan dari cair menjadi uap tidak lagiterlihat jelas/nyata. Terjadi perubahan secara spontan dari cair menjadi uap.
21
Diagram P - v
Gambar 2.5 Diagram P- v zat murni Bentuk dari diagram P-v mirip dengan diagram T- v. Pada diagram P-v garis temperatur konstan mempunyai trend menurun sedangkan pada diagram T-v garis tekanan konstan mempunyai trend menaik. Diagram P - v dan P-T fase padat, cair dan gas Mengecil sewaktu membeku Kebanyakan zat murni akan menyusut saat membeku.
Gambar 2.6 Diagram P- v zat murni yang menyusut saat membeku
22
Mengembang sewaktu membeku
Gambar 2.7 Diagram P- v zat murni yang mengembang saat membeku (contohnya adalah air) Pada
kondisi
tertentu
fase
padat,
cair
dan
gas
berada
dalamkesetimbangan. Pada diagram P-v dan T-v keadaan ini akan membentuk suatu garis yang disebut Triple line. Dalam diagram P-T keadaan ini nampak sebagai suatu titik dan disebut Triple point. Triple point air adalah TTR = 0,01 oC dan P TR = 0,06113 kPa.
Gambar 2.8 Diagram P- T zat murni (diagram fase)
23
Diagram P-T sering disebut sebagai diagram fase karena dalam diagram P-T, antar tiga fase dipisahkan secara jelas, masing-masing dengan sebuah garis. Ketiga garis bertemu di triple point. Garis penguapan (vaporisation) berakhir di titik kritis karena tidak ada batas yang jelas antara fase cair dan fase uap. Tidak ada zat yang berada pada fase cair jika tekanannya berada di bawah tekanan Triple point. Ada dua cara zat padat berubah menjadi uap Pertama melalui proses mencair kemudian menguap dan kedua fase padat berubah langsung menjadi fase gas (disebut menyublim). Menyublim hanya dapat terjadi pada tekanan di bawah tekanan Triple point. Diagram P - v - T
a. Menyusut saat membeku
b. Mengembang saat membeku
Gambar 2.8 Diagram P- T zat murni (diagram fase) PROPERTY TABEL (TABEL SIFAT-SIFAT THERMODINAMIKA) Sebagai contoh akan dibahas tabel air (water), untuk zat yang lain analog. Tabel jenuh air (saturated water table) : Pada proses perubahan fase temperatur dan tekanan merupakan variabel yang saling tergantung (dependent variable). Oleh karena itu disusun dua tabel yaitu tabel dengan temperatur sebagai variable bebas dan tabel dengan tekanan sebagai variabel bebas.
24
Tabel Temperatur
Tabel Tekanan
25
Volume jenis untuk fase cair jenuh Volume jenis untuk fase uap jenuh indeks f = fluid : cairan jenuh ( vf , uf , hf , sf ) g = gas : uap jenuh (vg , ug , hg sg ) fg = fluid - gas : selisih antara harga uap jenuh dan cairan jenuh(vfg= vg - vf; ufg = ug - uf ; hfg = hg - hf ; sfg = sg-sf) hfg
= entalpi penguapan (latent
heat of vaporisation) yaitu jumlah energi yang diperlukan untuk menguapkan satu satuan massa cairan pada suatu temperatur dan tekanan tertentu. tekanan dan temperatur bertambah maka hfg
Jika
akan berkurang, dan pada
titik kritik harganya nol ( hfg = 0 ). Enthalpy merupakan gabungan antara energi dalam, tekanan dan volume ,H = U + P V atau h = u + P v Campuran uap dan cairan jenuh (saturated liquid vapor mixture) Pada proses penguapan zat cair dan uap berada pada kesetimbangan atau zat berada pada fase cair dan fase uap secara bersama-sama. Untuk melakukan analisa pada fase ini dimunculkan suatu besaran yang disebut kualitas uap (fraksi uap).
m vapor X = Volumetotal jenis untuk fase X = kualitas uap (quality) cair jenuh Volume jenis untuk fase uap jenuh 26
m
Gambar 2.9 Campuran cair jenuh dan uap mtotal = mliq + mvapor = mf + mg m = massa;
liq = cair ;
vapor = uap
V V Vg f V m v av ; V m f vff ; Vg m g .v g m v av m f .v f m g .v g m g .v g m f.v f Vav m m Sifat-sifat termodinamika suatu campuran cair jenuh dan uap dengan kualitas X : u = uav = uf + X ufg h = hav = hf + X hfg s = sav = sf + X sfg secara umum y = yf + X yfg
27
Gambar 2.10 Kualitas (fraksi) uap Fraksi uap dapat dinyatakan Xfg
y -y f
y Superheated vapor (uap panas lanjut) Daerah di sebelah kanan garis uap jenuh.
28
Compressed liquid Daerah di sebelah kiri garis cair jenuh.
Apabila tabel Compressed liquid tidak dijumpai maka nilai properti didekati sebagai properti pada keadaan cair jenuh berdasarkan temperatur y ≈
yf @ T Atau untuk entalpi didekati dengan Tabel Karakteristik tiap fase Given T
Compressed Saturated liquid liquid P > Psat P = Psat
Liquid - vapor mixture P = Psat
Saturated vapor P = Psat
superheated vapor P < Psat
P
T < Tsat
T = Tsat
T = Tsat
T = Tsat
T > Tsat
P, T
v < vf
v = vf
vf < v
v = vg
v > vg
P, T
u < uf
u = uf
uf < u
u = ug
u > ug
P, T
h < hf
h = hf
hf < h
h = hg
h > hg
P, T
s < sf
s = sf
sf < s
s = sg
s > sg
Cara Menggunakan Tabel Untuk membaca nilai properti
gunakan tabel sesuai fasenya. Fase suatu
zat ditentukan dengan cara membandingkan properti yang diketahui dengan 29
property pada keadaan jenuh (lihat karakteristik tiap fase). Contoh 2.1 : Pemanasan sir pada volume tetap Sebuah bejana kokoh tertutup bervolume 0,5 m3 ditempatkan di atas pelat panas. Pada awalnya, bejana tersebut berisi campuran dua fase air cair jenuh dan uap air jenuh pada p1 = 1 bar dengan kualitas 0,5. Setelah pemanasan, tekanan bejana menjadi p2 = 1,5 bar. Tunjukkan keadaan awal dan akhir pada diagram T-v, dan tentukanlah (a) temperatur setiap keadaan, dalam °C. (b) massa uap pada setiap keadaan, dalam kg. (c) Jika pemanasan dilanjutkan, tentukanlah tekanan, dalam bar, ketika bejana hanya berisi uap jenuh. Penyelesaian: Diketahui: Suatu campuran dua fase air cair jenuh dan tiap air jenuh di dalam bejana kokoh tertutup yang dipanaskan di atas pelat panas. Tekanan awal, kualitas serta tekanan akhir diketahui. Ditanyakan: Tentukanlah keadaan awal dan akhir pada diagram T-v dan tentukanlah temperatur dan massa uap air untuk setiap keadaan. Jika pemanasan dilanjutkan, tentukanlah tekanan ketika bejana hanya berisi uap jenuh. Gambar skema dan data yang tersedia:
Gambar contoh 2.1
Asumsi: 1. Air dalam bejana adalah sistem tertutup. 2. Keadaan 1, 2, dan 3 adalah keadaan kesetimbangan. 3. Volume bejana tetap konstan. Analisis: Dua sifat bebas diperlukan untuk menetapkan keadaan 1 dan 2. Pada keadaan 30
awal, tekanan dan kualitas diketahui. Karena keduanya bersifat bebas, maka keadaannya telah tertentu. Keadaan 1 ditunjukkan pada diagram T - v dalam daerah dua fase. Volume spesifik pada keadaan 1 diperoleh mempergunakan nilai kualitas yang diberikan serta Persamaan 3.3, yaitu : v1 = vf1 + x (vg1 – vf1) Dari Tabel A-3 untuk p1 = 1 bar, vf1 = 1,0432 .10-3 m3/kg, dan vg1, = 1,694 m3/kg. Jadi, v1 = 1,0432 x 10-3 + 0,5 (1,694 - 1,0432 .0-3) = 0,8475 m3/kg Pada keadaan 2, tekanan diketahui. Sifat lain yang diperlukan untuk menetapkan keadaan adalah volume spesifik v2. Volume dan massa tetap, sehingga v2 = v1 =0,8475 m3/kg. Untuk p2 = 1,5 bar, Tabel A-3 memberikan vf2 = 1,0582 .10-3 dan vg2= 1,159 m3/kg . Karena vf2 < v2 < vg2 keadaan 2 juga harus berada dalam daerah dua fase. Keadaan 2 juga ditunjukkan pada diagram T - v di atas. (a) Karena keadaan 1 dan 2 berada di dalam daerah dua fase cair-uap, temperatur yang berkaitan dengaa temperatur jenuh untuk tekanan yang diberikan. Tabel A-3 memberikan T1, = 99,63°C dan T2 = 111,4°C (b) Untuk mendapatkan massa uap air yang ada, digunakan volume dan volume spesifik untuk mendapatkan massa total, m, yaitu 0,5 m 3 V m 0,59 kg v 0,8475 m 3 / kg Kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1 dan nilai kualitas yang diberikan, massa uap pada keadaan 1 adalah mgl = x1m = 0,5(0,59 kg) = 0,295 kg Dengan cara yang sama, massa uap pada keadaan 2 diperoleh mempergunakan nilai kualitas x2. Untuk menyelesaikan x2, selesaikanlah Persamaan 3.3 untuk kualitas dan masukkan data volume spesifik dari Tabel A-3 pada tekanan 1,5 bar, beserta dengan nilai v yang diketahui, sebagai berikut 3 vv f 2 = 0,8475 1,02528 x 10 0,731 x2 vg2 v f 2 1,159 1,0528 x 10 3 kemudian, berdasarkan Persamaan 3.1 mg2 = 0,731 (0,59 kg) = 0,431 kg (c) Jika pemanasan dilanjutkan, keadaan 3 akan berada pada garis uap jenuh seperti ditunjukkan pada diagram T - v di atas. Jadi, tekanan merupakan 31
tekanan jenuh terkait. Interpolasi dalam Tabel A-3 pada vg = 0,8475 m3/kg, memberikan p3 = 2,11 bar. Komentar: - Prosedur untuk menetapkan keadaan 2 sama dengan ilustrasi pada pembahasan Gambar 3.4. - Karena proses berlangsung pada volume spesifik tetap, keadaan terletak di sepanjang garis vertikal. - Jika pemanasan pada volume konstan dilanjutkan melampaui keadaan 3, keadaan final akan berada di dalam daerah uap panas lanjut, dan data sifat dapat ditemukan dalam Tabel A-4, Sebagai latihan, buktikan bahwa untuk tekanan akhir sebesar 3 bar, temperatur adalah sekitar 282°C.
Contoh 2.2 : Pemanasan Amonia pada tekanan tetap Suata sistem torak-silinder vertikal berisi 0,1 lb amonia, pada awalnya berupa uap jenuh, yang diletakkan di atas pelat panas. Berat torak dan tekanan atmosfer sekitar, menyebabkan tekanan amonia sebesar 20 lbf/in2. Pemanasan diberikan secara perlahan, dan amonia memuai pada temperatur konstan hingga tercapai temperatur akhir sebesar 77°F. Tunjukkan keadaan awal dan akhir pada diagram T-v dan p-v, dan tentukanlah: volume amonia untuk setiap keadaan, dalam ft3. . Penyelesaian: Diketahui: Amonia dipanaskan pada tekanan tetap di dalam sistem toraksilinder vertikal dari keadaan uap jenuh ke suatu temperatur akhir yang diketahui. Ditanyakan: Tunjukkan keadaan awal dan akhir pada diagram T-v dan p-v, dan tentukanlah volume pada setiap keadaan. Gambar skema dan data yang tersedia:
32
Gambar Contoh 2.2
Asumsi: 1. Amonia berada dalam suatu sistem tertutap. 2. Keadaan 1 dan 2 adalah keadaan kesetimbangan. 3. Proses berlangsung pada tekanan tetap. Analisis: Keadaan awal adalah kondisi uap jenuh pada 20 lbf/in2. Karena proses berlangsung pada tekanan konstan, keadaan akhir berada dalam daerah uap panas lanjut yang dapat ditentukan dengan p2 = 20 lbf/in2 dan T2 = 77°F. Keadaan awal dan akhir tampak pada diagram T-v dan p-v di atas. Volume yang dipenuhi oleh amonia pada keadaan 1 dan 2 diperoleh menggunakan massa dan volume spesifik yang diberikan. Dari Tabel A14-E pada p1 = 20 lbf/in2, didapat v1 = vg1 = 13,497 ft3/lb. Jadi, V1 = mv1 = (0,1 lb) (13,497 ft3/lb) = 1,35 ft3. Melalui interpolasi dari data dalam Tabel A-15E pada p2 = 20 lbf/in.2 dan T2 = 17°f, didapat v2 = 16,7 ft3/lb. Jadi, V2 = mv2 = (0,1 lb) (16,7 ft3/lb) = 1,67 ft3
33
2.2 Persamaan Keadaan 2.2.1
Persamaan Keadaan Gas Ideal
Gas ideal (sempurna) adalah gas dimana tenaga ikatan antara molekul-molekulnya dapat diabaikan. Bilamana terjadi interaksi antara molekul – molekul maka akan menyebabkan penyimpangan dari sifat – sifat gas ideal (gas nyata). Gas – gas inert seperti helium, argon, crypton dan neon bersifat gas ideal. Gas – gas diatomik sederhana seperti nitrogen, oksigen, karbonmonoksida adalah gas ideal pada suhu tinggi dan temperatur rendah. Gas –gas triatomik seperti karbondionoksida, hidrogen sulfida dan sulfur dioksida, air tidak mengikuti keadaan gas ideal kecuali pada suhu tinggi dan tekanan sangat rendah. Hukum gas ideal dikembangkan oleh Boyle, Charles dan Gay – Lussac pada abad ketujuh dan delapan. Hukum gas ideal dirumuskan sebagai berikut : PV = n R T Dengan :
P = tekanan V = volume n = jumlah mole T = suhu absolut R = konstanta gas umum ( universal )
Persamaan gas ideal dapat juga ditulis •
Bila
V=
V n
PV •
C=
= volume molar = RT
n = konsentrasi molar V
P=CRT •
m = n M = massa PV=
m RT M
34
•
m = rapat massa V
P=
RT M
Nilai Konstanta gas ( R )
atmliter mol K Psi ft 3 10,73 lb.mol R Kpa m 3 8,314 kmolK kJ 8,314 kmolK Btu 1,987 lb.mol R
R 0,0820536
Nilai konstanta gas universal ini dapat juga diperoleh dari persamaan gas ideal pada kondisi standar. Contoh : Pada kondisi standar T = 273,15 K ( 0˚ C) dan tekanan 101,325 kPa (1 Volume 1 kmol gas adalah 22,4129 m3, maka
atm). R=
PV = (101,325 Kpa) . (22,4129 m3) nT (1 kmol) (273,15 ˚K)
= 8,314
2.2.2
(kPa) (m3) (kmol) (K)
Faktor Kompressibilitas
Faktor ini (tidak sama dengan kompressibilitas isothermal) merupakan faktor yang menunjukkan penyimpangan sifat gas nyata dari gas ideal. Persamaan gas nyata ditulis : PV = nZ RT 35
Faktor kompressibilitas Z untuk gas ideal tentu saja berharga satu. Bila tekanan gas makin tinggi, harga Z menjauhi satu (kebanyakan Z > 1). Jadi harga Z tergantung tekanan gas dan juga temperature.
Z = f(Pr , Tr) Untuk Pr = P/PC dan Tr = T/TC, yaitu perbandingan tekanan dan temperatur sebenarnya terhadap harga kritisnya. Fungsi ini menyatakan, bahwa gas-gas dengan Pr (tekanan tereduksi) dan Tr (temperatur tereduksi)sama mempunyai Z yang sama. Tabel 4.1 memuat keadaan kritis beberapa gas yang berhubungan dengan gas alam.
2.2.3 Persamaan Virial Hubungan P- V pada keadaan isothermal diinterpolasi dalam deret ekspansi P atau V : P V = RT (1 + B’.P + C’.P2 + D’.P3 + …) atau
P.V (1 + B’.P + C’.P2 + D’.P3 + …) R.T
atau
B C D P. V = RT 1 2 3 ...... V V V Atau Z = 1
B C D 2 3 ...... V V V
Persamaan diatas disebut persamaan ekspansi virial dengan B’,B,C’,C,D’,D, … adalah konstanta atau koefisien virial yang harganya tergantung pada temperatur . Parameter B’ dan B merupakan koefisien virial kedua, C’ dan C koefisien virial ketiga da seterusnya. Untuk gas koefisien virial adalah fungsi temperature. Hubungan anatara parameter B’ dan B, C’ dan C, dan D’ dengan D sebagai berikut: 36
B'
C'
B RT
C B2
D'
RT 2
D 3BC 2 B
2
RT 3
Perumusan persamaan virial berdasarkan teori termodinamika mikroskopik (statistical mechanics), menyatakan bahwa : a. B/ V interaksi antar pasangan molekul b. C/ V 2 interaksi antar tiga molekul dan seterusnya Gas ideal tanpa interaksi antar molekul sehingga suku-suku dalam ruas kanan tidak mengandung v. Contoh : Koefisien virial uap isopropanol pada suhu 200 oC : B = -388 cm3 mol-1
C = -26000 cm6 mol-2
Hitung V dan Z untuk uap isopropanol pada 200 oC dan tekanan 10 bar dengan menggunakan: a. Persamaan gas ideal c. Persamaan virial sampai kofisien kedua d. Persamaan virial sampai koefisien ketiga
Penyelesaian:
Pa m 3 T= 200 C= 473,15 K ; R 8314 kmol K o
a). Untuk gas ideal Z = 1
RT (8314 Pa m 3 )473,15 K m3 V 3,934 P kmol 10 6 Pa 37
b).
P.V = 1 + B’P R.T V
RT m3 m3 m3 B 3,934 0,388 3,546 P kmol kmol kmol
Z
P.V
c). Z =
=
R.T
V 3,546 0,9014 RT P 3,934
B C PV =1 2 RT V V V i 1
RT P
1 B C 2 Vi Vi
Lakukan perhitungan secara iterasi, dimana i adalah nomor iterasi. Untuk ietrasi pertama i = 0 , sehingga: V1
RT P
Ambil V 0 = 3,934
1 B C 2 V0 V0
m3 yang dihitung dari persamaan gas ideal kmol
0,388 0,026 V 1 3,934 1 2 3,394 3,394
m3 3,359 kmol
Iterasi kedua i= 1, V 1 = 3,359 m3/kmol
0,388 0,026 m3 V 2 3,934 1 3 , 495 2 kmol 3,359 3,359 Lakukan iterasi selanjutnya sampai nilai V i 1 V i tidak signifikan. Untuk contoh di atas diperoleh V 3,488
2.2.3
m3 dan Z = 0,8866 kmol
Persamaan van der Walls Pada gas-gas nyata P V ≠ RT, hal ini disebabkan tenaga antara molekul-
molekul tidak bisa diabaikan begitu saja. Seorang yang bernama Van Der Waals 38
mebuat rumus dengan memperhatikan tenaga ikat molekul-molekul gas sebagai berikkut:
a P 2 V b RT V atau
P
RT a 2 V b V
Persamaan ini sisebut persamaan Van Der Waals. Pengaruh dari tenaga ikat molekul-molekul gas menyebabkan timbulnya suku
a V
2
pada persamaan diatas.
Konstanta b sebanding dengan volume yang ditempati molekul-molekul gas. Konstanta a dan b berbeda untuk masing-masing gas dengan :
2
27 R 2 .TC 9 R.TC .V C 2 a 3PC V C 64 PC 8 2
R.TC V C b 8 PC 3
a = interaksi mol b = volum molekul
Persamaan ini digunakan untuk menyatakan hubungan P-V-T gas nyata, dimana perlu koreksi untuk adanya interaksi antar molekul gas dan volume molekul sendiri. Tabel 2.1 Konstanta persamaan Van der Walls Gas
a (12atm/mol2)
b (1/mol)
Gas
a (Pa.m6/mol2)
b (m3/mol)
H2 N2 O2 CO2 CH4 C2H6
0,2444 1,390 1,360 3,592 2,253 5,489
0,02661 0,03913 0,03183 0,04267 0,04278 0,06380
O2 H2O NH3 He
0,1381 0,5542 0,4253 0,0035
3,184 E-5 3,051 E-5 3,737 E-5 2,376 E-5
Dengan a dan b sebagai konstanta koreksi-koreksi tersebut. Harga a dan b beberapa gas dicantumkan dalam Tabel 2.1. merupakan hasil pengukuran. 39
Contoh soal : Beberapa tekanan 10 mol metan dalam silinder 0,5 m3 pada temperature 25oC ? Jawab : n = 10 mol V= 0,5 m3 = 500 l T = 25oC = 298 K R = 83,14 cm3.bar/mol.K nRT V (10 mol ) (0,082 l atm mol K )298 K = 500 l = 0,4887 atm menurut van der Walls : nRT n2a P 2 V n b V
Menurut gas ideal : P =
l l 2 atm ; b = 0,04278 2 mol mol 2 10mol 0,082l atm mol K 298K 10mol l 2 atm mol 2 P 500l 10 mol 0,04278 l mol 500 l 2 = 0,4801 atm
a = 2,253
Kesimpulan : Gas nyata mendekati sifat gas ideal bila tekanannya rendah 2.2.5 Persamaan Redlich – Kwong R.T a P V b V (V b)T 0,5 0,4278R 2 . TC dengan : a 64 PC b
2,5
0,867 R.TC PC
Dalam bentuk factor kompresibilitas Z : 40
Z
1 A h 1 h B 1 h
b RT
dengan B
A b B (bR.T 1,5 )
h
B.P b Z V
Bentuk persamaan Redlich – Kwong terakhir ini memberi kemudahan untuk menentukan besaran keadaan secara iteratif : -
menentukan v, jika P dan T diketahui, atau
-
menentukan P, jika V dan T diketahui.
Iterasi jika temperature diketahui : a. hitung a dan b, B dan A/B b. awali iterasi dengan Z = 1 c. hitung h d. hitung Z e. periksa apakah Zhitung sebagai Zawal sebagai dan kembali ke langkah c,d, dan e. 2.2.6 Persamaan Redlich – Kwong – Soave Penyempurnaan persamaan Redlich – Kwong oleh Soave, dengan memasukkan parameter ketiga yang mengandung factor asentrik a . R.T P V b V (V b)
1 S (1 Tr dengan :
2
S a ' b' c '
a' , b' , c, kons tan ta
41
Menurut Graboski dan Daubert (1978) S = 0,4851 + 1,5517 - 0,1561 2 Persamaan R-K-S untuk campuran gas-gas :
a camp i j a ij ij :i, j 1,2,3...n i
j
dengan : aij ij 1 Cij (ai i a j j )
1
2
b camp ( x j b j ) j 1
P
R.T
a camp
V bcamp V (V bcamp )
2.2.7 Persamaan Peng – Robinson (1976) (Daubart hal 27)
P
R.T V br
a V ( b ) b (V b )
dengan : a = 0,45724(R2Tc2)/Pc b = 0,07780 (RTc)/Pc
1 S (1 Tr )
2
S = 0,37464+ 1,5423 - 0,26992 2 2.2.8 Koefisien Muai Ruang dan Koefisien Mampat Isotermal (Daubert hal 22) f(P,v,T) = 0 atau seringkali dalam bentuk : V = V (P,T) derivasi total : v v dv P dT T dv T P
42
Turunan parsial persamaan tersebut di atas mempunyai arti fisik dan merupakan besaran yang dapat diukur : a. koefisien muai ruang (volume expansivity)
1 v v T P b. koefisien mampat isothermal (isothermal compressibility)
1 v v P T jika dan K konstan, maka :
In
v2 (T2 T1 ) ( P2 P1 ) v1
catatan :
0 untuk fluida tak-mampat (Incompressible fluid) Contoh: Acetone pada suhu 20 oC dan tekanan 1bar mempunyai nilai β = 1,487x10-3 C , = 62 x 10-6 bar-1, dan v = 1,287 cm3g-1
o -1
Hitung : a. Nilai p T V b.Tekanan akhir yang disebabkan oleh pemanasan pada volume tetap dari 20 o
C dan 1 bar menjadi 30 oC
c. Perubahan volume akibat perubahan kondisi dari 20 oC dan 1 bar menjadi 0 oC dan 10 bar Penyelesaian: a). βdT – κdP = 0 βdT = κdp
P T V
1,487 x 10 3 o C 1 24 bar oC 1 6 1 62 x 10 bar
b). Jika β dan κ dianggap tetap dalam interval suhu 10 oC, maka persamaan yang digunakan pada a) dapat ditulis:
43
P
T = 24 bar oC-1 x 10 oC = 240 bar
P2 = P1 + P = 1 + 240 = 241 bar c). ln
V2 = ( T2 – T1 ) - ( P2 – P1 ) V1 = ( 1,487 x 10-3)(-20) – (62 x 10-6)(9) = - 0,0303
v2 = 0,9702 dan v2 = 1,249 cm3g-1 v1 ∆v = v2 – v1 = 1,249 – 1,287 = - 0,038 cm3 g-1 Soal-Soal Latihan Uji Kompetensi 1. Lakukan studi lapangan untuk menjelaskan mengapa air lebih cepat mendidih di daerah puncak Malino dibandingkan dengan di Makassar? 2. Jelaskan mengapa makanan lebih cepat masak dalam pressure-cooker dibandingkan di dalam bejana terbuka berisi air mendidih? 3. Tentukan fase atau fase-fase sebuah sistem yang berisi H2O pada kondisi berikut, tentukan nilai sifat-sifatnya (v, E, h, dan s), serta gambarkan sketsa diagram p-v dan T-v yang menunjukkan lokasi setiap keadaan berikut? (a) p = 5 bar, T = 151,9oC (b) p = 5 bar, T = 200oC o (c) T = 200 C, p = 2,5 MPa (d) T = 160oC p = 4,8 bar 4. Tentukan kualitas campuran dua fase cair-uap dan tentukan nilai sifatsifatnya (v, E, h, dan s), untuk sistem pada keadaan berikut: a. H20 pada 100oC dengan volume spesifik 0,8 m3/kg b. Refrijeran 134a pada 0oC dengan volume spesifik 0,7721 cm3/g c. Amonia pada -40oC dengan volume spesifik 1 m3/kg d. Refrijeran 22 pada 1 MPa dengan volume spesifik 0,0054 m3/kg 5. Sebuah tanki berisi 0.042 m3 oksigen pada 21oC dan 15 MPa. Tentukanlah massa oksigen jika menggunakan model gas ideal. 6. Suatu silinder tertutup dengan volume 2 m3 berisi gas oksigen (O2) pada temperatur 40 oC dan tekanan 60 atm. Bila gas oksigen dianggap gas ideal, a. Berapa kmole oksigen dalam silinder? b. Berapa kg massa oksigen dalam silinder? c. Tentukan tekanan gas bila temperatur dinaikkan menjadi 400 oC d. Tentukan densitas oksigen pada kondisi awal dan pada kondisi c. 44
7. Suatu tangki berbentuk silinder berisi udara dengan volume 8 ft3 pada suhu 25 oC dan tekanan 4000 lb/in2. Hitung jumlah udara dengan menggunakam hukumgas ideal dan persamaan Van der Walls 8. Nyatakan koefisien muai ruang dan koefisien mampat isotermal sebagai fungsi densitas dan turunannya. Untuk air pada 50 oC dan 1 bar, κ = 44,18 x 10-6 bar-1. Sampai tekanan berapa air ditekan pada suhu 50 oC untuk merubah densitasnya 1%. Anggap κ tidak tergantung P 9. Koefisien muai ruang dan koefisien mampat isotermal didefinisikan sebagai,
1 v v P T Hitunglah
1 v v T P
P untuk gas ideal yang dinyatakan dalam dan κ. T V
10. Untuk ammonia pada 100 oC dan 1 Mpa. Hitung volume molar ammonia dengan menggunakan : a. Persamaan Van der Walls dengan a = 4,19 (atm. m6)/ kmol2 dan b = 0,0373 m3/kmol b. Persamaan Van der Walls dengan memperkirakan nilai a dan b c. Persamaan Redilch Kwong- Soave 11. Hitung Z dan V untuk steam pada 250 oC dan 1800 Kpa dengan: a. Persamaan virial bila diketahui koefisien virial kedua dan ketiga masingmasing B = - 152,5 cm3 mol-1 dan C = -5800 cm6 mol-2 b. Persamaan Redlich/Kwong c. tabel steam Referensi/Sumber Rujukan e.
Daubert, T.E., 2002. Chemical Engineering Thermodynamics. 4th edition. Boston-USA: Mc. Graw Hill. (halaman 245 s.d. 285).
f.
Smith, J.M., Van Ness, H.C.dan Abbot, M.M. 2001. Introduction to Chemical Engineering, 6th edition. Singapore: Mc. Graw Hill.
g.
Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan oleh: Zulkifli, H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc.. 45
SESI /PERKULIAHAN KE : 5 dan 9 TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu : 1. 2. 3. 4.
Menjelaskan jenis-jenis energi, Mendeskripsikan modus perpindahan (transfer) energi, Menjelaskan hukum pertama termodinamika Menerapkan prinsip neraca energi pada sistem tertutup maupunSESI terbuka /PERKULIAHAN KE : 4 s.d 7 5. Mengaplikasi hukum pertama dalam reaksi kimia
Pokok Bahasan : Mengaplikasikan hukum termodinamika pertama Deskripsi singkat : Dalam pertemuan ini anda mempelajari tentang tipe-tipe energi serta perubahan bentuk energi, neraca energi, kapasitas panas dan entalpi, panas peleburan, panas penguapan, panas pembentukan, panas reaksi, aplikasi hukum pertama untuk proses non alir dan mengalir, dan aplikasi termo kimia
I. Bahan Bacaan 1. Daubert, T.E., 2002. Chemical Engineering Thermodynamics. 4th edition. BostonUSA: Mc. Graw Hill. 2. Smith, J.M., Van Ness, H.C.dan Abbot, M.M. 2001. Introduction to Chemical Engineering, 6th edition. Singapore: Mc. Graw Hill. 3. Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan oleh: Zulkifli, H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc..
II .Bacaan Bacaan Tambahan 1. Nainggolan, W.S. 1978. Thermodinamika. Edisi ketiga. Bandung. Armico
46
III Pertanyaan Kunci/Tugas : 1. Jelaskan tipe-tipe energi 2. Jelaskan neraca energi untuk sistim tertutup dan terbuka 3. Apa perbedaan kapasitas panas pada tekanan konstan dan kapasitas panas pada volume konstan? 4. Apa yang dimaksud dengan panas peleburan, penguapan, pembentukan ,dan reaksi 5. Apa perbedaan reaksi endotermis dengan eksotermis IV. Tugas 1. Tentukan Q, W, ∆U, dan ∆H untuk setiap langkah proses sebagai berikut: Gas argon ditekan pada suhu tetap 500 oC dari 0,2 menjadi 3 Mpa, kemudian didinginkan pada tekanan konstan sampai suhu 300 oC, selanjutnya diekspansi secara adiabatik sehingga tekanannya menjadi 1 Mpa, lalu diekspansikan lagi pada tekanan konstan sampai volume mula mula dan ditekan pada suhu tetap sampai ke kedaan semula.
47
BAB III ENERGI DAN HUKUM TERMODINAMIKA PERTAMA Konsep energi pertama kali diperkenalkan dalam mekanika oleh Newton ketika berhipotesa tentang energi kinetik dan energi potensial. Tetapi kemunculan energi sebagai konsep pemersatu dalam bidang fisika belum digunakan hingga pertengahan abad kesembilan belas dan dianggap sebagai pencapaian ilmiah yang sangat penting abad itu. Konsep energi sudah sedemikian lazim digunakan sehingga energi itu secara intuisi sudah jelas, namun kita masih menemukan kesulitan dalam mendefinisikannnya secara jelas. Energi merupakan besaran scalar yang tidak dapat diamati secara lansung tetapi dapat dicatat dan dievaluasi dengan pengukuran tidak lansung. Nilai mutlak energi sukar untuk diukur, sementara perubahan energinya mudah untuk dihitung. Matahari merupakan sumber utama energi bumi. Matahari memancarkan spektrum energi yang melintasi angkasa sebagai radiasi elektromagnetik. Energi dikaitkan dengan struktur materi materi dan dapat dilepaskan oleh reaksi kimiawi dan atom . Energi mengejawantahkan dirinya dalam berbagai bentuk, yang dapat berupa internal atau transien, dan seimbang bentuk energi dapat internal dapat dikonversi menjadi bentuk lainnya. Namun tingkat konversi dapat terjadi secara menyeluruh ataupun hanya sebagian. Energi mekanis, listrik, kimiawi ataupun bentuk lainnya dapat dikonversi seluruhnya menjadi kalor. Konversi energi kalor ke mekanik (dalam operasi bersiklus) dilain pihak, hanya konversi sebagian. 3.1 Tipe-Tipe Energi Energi dapat dibagi dalam beberapa tipe yaitu: energi potensial, energi kinetik, energi dalam, panas, dan kerja. 3.1.1 Energi Potensial Energi yang dimiliki oleh system akibat kedudukannya dalam medan gaya disebut energi potensial. Misalnya energi potensial gravitasi berkaitan dengan medan 48
gaya gravitasi. Jika berada dengan massa m diangkat naik dari Z1 ke Z2 dalam medan gravitasi yang sama maka gaya dibutuh untuk mengangkut benda tersebut sama dengan berat benda dengan arah yang berlawanan, sehingga gaya yang diperlukan diberikan oleh Hukum Newton : F=m·a =m·g
(3.1)
Keterangan : F
= Gaya (N)
m
= massa (Kg)
a
= Percepatan (m/dtk 2 )
g
= Percepatan gravitasi (m/dtk2 )
Gbr. 3.1 Energi Potensial pada Z1 ke Z2
Kerja minimum yang akan dilakukan untuk mengangkat benda adalah hasil kali gaya dan perubahan jarak dW
= F dZ
(3.2)
Keterangan : W
= Kerja (N)
dZ
= Jarak (m)
Perubahan energi potensialnya sama dengan kerja yang diperlukan untuk mengangkat benda. Δ Ep =
z2
z
F dZ =
1
z2
z
mg dZ
= mg ( Z2 – Z1)
(3.3)
1
Satuan Ep adalah Newton meter atau joule untuk sistem SI , sedangkan untuk Sistem British Ep dinyatakan :
Ep
mgz gc
(3.4)
49
(lbm)( ft)( ft)( s) 2 Sehingga satuannya Ep = (lbm)( ft)(lbf ) 1 ( s) 2
= ft lbf
3.1.2 Energi Kinetik Energi ysng dimiliki sistem akibat geraknya merupakan energi kinetik . Menurut hukum gerak kedua Newton, gaya F yang bekerja pada suatu sama dengan hasil kali massa dan percepatannya, atau F=m·a Kerja yang dilakukan untuk menggerakkan benda sejauh dS selang interval waktu dt adalah dW Bila percepatan a dW
du dS dt
= F dS
(3.5)
du , dengan u = kecepatan, maka dt
dS du dt
Biladidefinisikan u
dS dt
dW = m u du
Gbr.3.2 Energi kinetik untuk kecepatan V1 ke V2
persamaan diintegralkan dengan batas integral V1 dan V2, sehingga
u 22 u12 dW m u du m 2 2 1 u2
Atau W
Setiap besaran
mu 2 mu 22 mu12 2 2 2
(3.6)
1 mu 2 dalam persamaan diatas adalah suatu energi kinetik, suatu 2
bentuk energi yang diperkenalkan oleh Kelvin pada tahun 1856, sehingga energi kinetik dirumuskan
50
Ek
1 mu 2 2
(3.7)
Dalam sistem satuan SI satuan energi kinetik yaitu kgm 2 s 2 atau joules. Pada sistem British, energi kinetik dinyatakan sebagai
1 mu 2 , dimana gc adalah faktor 2 gc
proporsionalitas dengan nilai 32,1740 lbm ft lbf
1
s 2
sehingga satuan energi
kinetik untuk sistem ini,
lbm ft s mu 2 Ek ftlbf 2 gc lbm ft lbf 1 s 2 2
2
(3.8)
Menurut hukum konservasi energi, jika suatu benda diberikan energi sehingga dapat melakukan kerja untuk mengangkat suatu benda pada ketinggian tertentu, kemudian mempertahankan energi tersebut , kerja dapat melakukan suatu usaha (energi potensial). Jika benda yang sudah terangkat, dijatuhkan secara bebas maka energi potensial akan berubah menjadi energi kinetik. Untuk benda jatuh bebas, berlaku rumus : Ek Ep 0
mu 22 mu12 mz 2 g mz1 g 0 2 2
(3.9)
Untuk lebih mudah memahami, bagaimana fenomena perubahan energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain dapat dijelaskan dengan contoh dibawah ini : Contoh Soal 3.1 Sebuah elevator dengan mass 2500 kg terletak 10 m diatas dasar poros elevator. Elevator dinaikkan hingga 100 m diatas dasar poros kemudian kabel yang menarik elevator putus sehingga jatuh secara bebas dan menimpah dengan keras pegas. Pegas dirancang untuk mempertahankan elevator pada posisi pada posisi tertentu pada tekanan maksimal pegas. Asumsi tidak ada friksi dalam proses dan nilai g = 9,8ms -2 .
51
Hitunglah : a. Energi potensial elevator pada posisi awal terhadap dasar poros b. Kerja yang dibuat untuk menaikkan elevator c. Energi potensial elevator pada posisi tertinggi terhadap dasar poros d. Kecepatan dan energi kinetic elevator sebelum menimpah pegas e. Energi potensial pegas yang tertekan. Penyelesaian : Buat gambar dari soal diatas untuk lebih mudah dipahami dan diselesaikan . Tanda (1) merupakan posisi awal elevator, tanda (2) posisi tertinggi elevator dan tanda (3) kondisi elevator sebelumetelah menimpa pegas. 2
Elevator 100 m 1 10 m
3
Pegas
Gambar 3.3 Gambar contoh soal 3.1
a. Dari persamaan 3.3 Ep = mz1 g = (2.500)(10)(9,8) = 245.000 J b. Dari persamaan 3.3 Δ Ep =
z2
z
1
F dZ =
z2
z
mg dZ = mg ( Z2 – Z1)
1
= (2.500)(9,8)(100-10) = 2.205.000 J 52
c. Dari persamaan 3.3 Ep = mz2 g = (2.500)(100)(9,8) = 2.450.000 J Catatan bahwa W= Ep2 – Ep1 d. Dari prinsip konservasi energi mekanik, dapat ditulis dari jumlah perubahan energi kinetik dan energi potensial selama proses dari kondisi 2 ke kondisi 3 merupakan nol. Ek3 = Ep2 = 2.450.000 J Sehingga Ek 3
1 mu 32 , 2
u 32
2Ek 3 22.450.000 44,27ms 1 m 2500
e. Epegas + Ekelevator 0 Energi potensial mula-mula dan energi kinetik akhir sama dengan nol, kemudian energi potensial akhir pegas selalu sama dengan energi kinetik elevator sebelum menimpa pegas. Selanjutnya energi potensial akhir pegas adalah 2.450.000 J 3.1.3 Energi Dalam Energi dalam didefenisikan sebagai energi zat proses sebagai adanya molekul-molekul dn atom-atom yang bergerak secara translasi, rotasi dan vibrasi serta daya adhesi dan kohesi, bagian atom dari bahan. Walaupun energi dalam total dari setiap bahan tidak dapat dihitung, namun jumlah energi relatif terhadap suhu dan tekanan yang diberikan (keadaan mula-mula) dapat dihitung. Energi dalam diberi simbol E dengan satuan joule; J, sedangkan perubahan energi dalam adalah E 2-E1. Dalam bentuk intensif diberikan simbol E dengan satuan joule per kilogram; J/kg
atau kilojoule per kilogram; kJ/kg dalam sistem satuan SI dan
Btu/lb dalam satuan Inggris.dan dapat dihitung dari hukum pertama termodinamika yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Untuk gas ideal energi dalam hanya merupakan fungsi termperatur , sedangkan untuk gas nyata energi dalam merupakan fungsi tekanan dan volume. Energi dalam hanya tergantung dari keadaan awal dan akhir dari sistem dan tidak tergantung pada bentuk prosesnya. 53
3.1.4 Kerja Sebagai dasar pada bab ini dimulai dengan kerja luar (external work). Kerja bisa berupa kerja mekanik, kerja listrik, kerja magnetis, kerja dengan reaksi kimia dan lain-lain. Baiklah pertama-tama disinggung mengenai kerja mekanik. Kita telah mengetahui, bahwa kerja adalah hasil kali gaya dengan jarak. Bila gaya satuan newton dan jarak satuan meter, maka kerja satuan newton-meter. Bila gaya stuan Ib (pound) dan jarak satuan foot, maka kerja satuan foot-pound (British) dan sebagainya. Dalam thermodinamika, sistem akan melakukan kerja pada perubahan keadaan bila ada penyimpangan boundary dari sistem terhadap gaya-gaya luar. Kebiasaan dalam thermodinamika, bila vector penyimpangan ds searah dengan vector gaya F maka kerja adalah negatip. Sebaliknya bila vector penyimpangan ds berlawanan arah dengan vector gaya F maka kerja adalah positip. (lihat gbr. 3.4).
O
ds
F
ds
= 180o
a). Gbr. 3.4. Arah Gaya F dan penyimpangan ds.
F
b).
Persamaan untuk kerja oleh gaya F dalam thermodinamika, dW = F Cos . ds.......................................... (3-10) Pada Gbr. 3-1a), = 0° ; Cos = 1, vector ds searah dengan vector F, maka kerja adalah negatip, atau : dW = F.ds ………………………………….. (3-11) Pada Gbr. 3-1b), = 180°, cos = 1, vector ds berlawanan arah dengan vector F, maka kerjas adalah positip, atau : dW = F.ds …………………………………… (3-12)
Bila kerja, negatip, berarti sistem menerima kerja (kerja luar) dari sekelilingnya. Bila kerja positip, berarti sistem melakukan kerja (kerja luar) terhadap sekelilingnya. 54
Untuk menjelaskan hal ini marilah kita tinjau suatu silinder berisi gas yang dilengkapi dengan suatu piston yang dapat bergerak ( lihat Gbr. 3.4).
Gambar 3.5 Kerja pada gas dalam silinder Ambillah gas sebagai sistem, dan permukaan yang membatasinya adalah permukaan dinding dalam dari silinderdan permukaan piston. Piston bergerak sejarak ds kekanan menyebabkan perubahan volume gas sebesar dV. Arah ds berlawanan dengan arah F. Jadi sistem melakukan kerja terhadap sekelillingnya sebesar, dW = F.ds. Bila A adalah luas penampang piston, maka : F = P.A ; p = tekanan atau gaya persatuan luas penampang piston. Maka dapat ditulis : dW = P.A. ds ............................................................................. (3-13) Sedangkan A. ds = dV. Dengan mensubts dV ke persamaan (3-3) didapatlah persamaan yang terakhir : d W= P dV ............................................................................... (3-14) Pada Gbr. 3.5 dW adalah elemen luas yang diarsir. Pada Gbr. 3.5 terlihat bahwa bila arah ds ke kanan (ds berlawanan arah dengan F) berarti gas mengembang atau volume bertambah atau dV positip. Jadi, sistem akan melakukan kerja terhadap sekelilingnya bila dV positip, hal ini terdapat pada proses expansi (pengembangan). Secara singkat, pada proses expansi dV adalah positip maka 55
kerja adalah positip. Sebaliknya bial arah ds ke kiri (dsd searah dengan F) berarti volume gas berkurang atau dV negatip. Jadi, sistem akan menerima kerja dari sekelilingnya bila dV negatip, hal ini terdapat pada proses kompressi. Secara singkat, pada proses kompressi dV adalah negatip maka kerja adalah negatip. Dari persamaan (3.14), bila sistem berubah dari keadaan 1, keadaan 2, maka kerja total yang dilakukan/diterima sistem adalah : V2
W P.dV
................................................................................. (3-15)
V1
Bila P konstan, maka kerja total yang dilakukan/diterima sistem adalah : W = P (V2-V1) ................................................................................(3-16) dimana : V = volume sebenarnya (M3) 3.1.5 Panas Panas merupakan perpindahan energi yang diakibatkan oleh perbedaan suhu. Panas dapat juga mengakibatkan perubahan energi dalam suatu bahan, kerja yang dihasilkan, atau mengakibatkan perubahan energi potensial dan energi kinetik. Panas tidak dapat disimpan sebagai suatu bentuk yang nyata. Bila panas ditambahkan kedalam sistem tandanya ada positif, sedang apabila panas belum dari sistem tandanya negative. Hal ini sudah merupakan konvensi dalam bidang Teknik Kimia. 3.1.5 Entalpi Entalpi diturunkan dari besaran termodinamika yang merupakan jumlah energi dalam ditambah hasil kali tekanan dengan volume dari sistem. H = E + PV
(3.17)
Dimana, H = entalpi, P = tekanan dan V = volume Entalpi adalah fungsi keadaan dan ditabelkan sebagai fungsi temperatur dan tekanan dari bahan. 56
3.2 Neraca Energi dan Hukum Termodinamika Pertama Energi dapat berubah dari satu benruk ke bentuk yang lain, namun jumlahnya tetap. Pernyataan diatas merupakan bunyi dari hukum kekakalan energi. Berdasarkan hukum ini, neraca energi dapat diuraikan pada: 1. Neraca energi untuk sistem aliran (sistem terbuka) dalam keadaan mantap (steady) 2. Neraca energi untuk system aliran (sistem terbuka) dalam keadaan tidak mantap (unsteady) 3. Neraca energi pada system tanpa aliran (non flow process) atau sistim tertutup. Bentuk energi yang dibawa oleh aliran fluida : 1. Energi dalam (E), 2. Energi tekanan yang dibawa fluida (PV) Entalpi (H) = (1) + (2) = E + PV 3. Energi potensial (mgz) 4. Energi kinetik ( mu2/2). Energi kinetik dan potensial merupakan energi eksternal 5. dll Energi yang berpindah antara system dan lingkungan: 1. Kerja (W), yang diakibatkan perubahan volume dan kehadiran gaya W = PdV + Ws dengan : Ws = kerja poros Pdv = kerja akibat perubahan volume Bila system memberikan kerja terhadap lingkungan W bertanda negatif 2. Panas (Q), akibat perbedaan suhu. Bila sistem menerima panas dari lingkungan Q bertanda positif Bentuk persamaan umum neraca energi dapat ditulis, Energi masuk – energi keluar = energi tertimbun ( terakumulasi) Atau
Beda energi masuk dan keluar sistem = energi terimbun dalam sistem
Bila didasarkan pada satu satuan massa bahan: Energi tertimbun dalam sistem = d ( E
u2 gz ) 2 57
Energi masuk – energi keluar = Δ ( H
u2 gz ) + Q’ – W’ 2
Sehingga persamaan neraca energi menjadi: Q’ – W’ = d ( E
u2 u2 gz ) …………….(3-18 ) gz ) - Δ ( H 2 2
3.2.1 Neraca Energi Proses Tanpa Aliran ( sistim tertutup) Energi masuk – energi keluar = energi tertimbun Asumsikan bahwa tidak ada kerja Pv yang diakibatkan oleh aliran masuk dan keluar sistem dan perubahan energi kinetik dan potensial diabaikan, sehingga persamaan (319) menjadi : Q’ – W’ = ΔE................ ................................................................(3-19) Dengan
Q = energi masuk W = energ i keluar Energi tertimbun = ΔE = E keluar – E masuk
Jadi hukum pertama pada Neraca Energi Proses Tanpa Aliran ialah : Q – W = ΔE
(3.20)
Dengan satuan Joule dalam sistem SI dan Btu dalam sistem inggris.
3.2.2 Neraca Energi Proses Aliran pada keadaan Mantap Pada tekanan konstan, proses aliran steady state dengan aliran masuk (1) dan aliran Keluar (2) memakai basis satuan waktu termasuk istialah energi, .
u2 Energi masuk = E1 m m . 1 m gz1 m P1 v1 Q 2 Energi keluar = E1 m m
u 22 m gz 2 m P2 v 2 Ws 2
Energi accumulation = 0 sehingga 58
E1 m m
u12 u2 m gz1 m P1 v1 Q E 2 m m 2 m gz 2 m P2 v 2 Ws 2 2
(3.21)
= laju alir massa, kg/s Dimana m E = energi dalam, N . m/kg = J/kg u = kecepatan, m/s g = percepatan gravitasi, m/s2 z = jarak, m P = tekanan, N/m2 = Pa v = volume spesifik, m3/kg Q = laju panas, J/s W = kerja poros, J/s Persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut :
u12 u 22 E1 P1 v1 gz1 Q E 2 P2 v 2 gz 2 Ws 2 2
(3.22)
Dimana Q’ = Q/m dan Ws = Ws/m, dan pers. 3.22 diatas sering disebut neraca energi total. Jika H disubtituikan kedalam E + PV, persamaan dapt disederhanakan menjadi
u12 u2 gz1 Q H 2 2 gz 2 Ws (3.23) 2 2 Persamaan (3.22) dan (3.23) dapat dipakai untuk mengevaluasi suatu proses aliran H1
keadaan mantap. Misalnya untuk nosel air dimana energi potensial, energi panas diabaikan sedangkan perubahan energi kinetiknya sangat besar sehingga persamaan 3.22 menjadi
W s
u12 u 22 P1 v1 P2 v 2 2
Pada reaksi kimia energi kinetik, energi potensial dan kerja diabaikan sehingga persamaan 3.23 menjadi
H 2 H 1 H Q Neraca energi total dalam keadaan mantap merupakan neraca eksternal yang hanya mempertimbangkan energi masuk dan keluar dari sistem. Untuk perhitungan 59
mekanika fluida, neraca energi total menjadi bermanfaat uuntuk merancang suatu neraca internal sistem yang biasanya disebut neraca energi mekanik atau persamaan Bernoulli yang dikembangkan. Persamaan ini lebih mudah diturunkan dari bentuk diiferensial neraca energi total dalam keadaan mantap didasarkan pada satu satuan massa bahan. Untuk proses reversibel yang ada hanya kerja tekanan aliran (Pv) yang dilakukan, dE= dQrev + PdV. Jika kerja reversibel sama dengan jumlah panas yang diserap dari lingkungan Q’ dan panas yang ditambahkan pada fluida akibat gesekan (hf), maka: dE = (Q’ + hf ) – Pdv Bila
W’ = Ws’ + d(Pv) gdz + dE + d(Pv) + udu = Q’ – Ws’ gdz + hf – Pdv + d(Pv) + udu = -Ws’
Integrasi antara titik (1) dan (2) yang dinotasikan sebagai tempat energi masuk dan keluar sistem gdz1 P1 v1
u12 + 2
V2
Pdv = gz 2 P2 v 2
V1
u 22 h f Ws ' ….(3-24) 2
3.3 Kapasitas Panas Kapasitas panas suatu bahan adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1 derajat. Perbandingan antara kapasitas panas suatu bahan dengan kapasitas panas air disebut panas spesifik. Panas spesifik tidak mempunyai satuan hanya tergantung pada suhu bahan dan air dan biasanya diambil suhu air pada 15 oC. Kapasitas panas dirumuskan : C
q .............................................................................................(3-25) T
dengan : C = kapsitas panas q = panas yang ditambahkan untuk merubah suhu T
60
3.3.1 Kapasitas Panas pada Volume Tetap Jika suatu bahan dipanaskan pada volume tetap dalam proses tanpa aliran (sistim tertutup), dq = dE (V konstan, W=0). Kapasitas panas pada volume konstan didefinisikan sebagai perubahan energi dalam terhadap suhu,
E Cv atau E C v dT ……………………………….(3-26) dT v T1 T2
E merupakan energi dalam spesifik yaitu satuan energi per satuan massa. Bila E dalam bentuk energi dalam, maka, T2
E n C v dT ………………………………….(3-27) T1
3.3.2 Kapasitas Panas pada Tekanan tetap Apabila suatu bahan dipanaskan pada tekanan konstan, neraca energi menjadi dq = dE + PdV (sistim tertutup). Jika H = E + PV, maka pada tekanan konstan dH = dE + PdV, berarti dH = dq. Kapasitas pada tekanan konstan didefinisikan perubahan entalpi terhadap suhu, yang dapat ditulis:
H Cp atau H C p dT ……………………… .(3-28) dT p T1 T2
Dalam rumus ini H merupakan entalpi spesifik (joule/kg), bila dalam entapi saja (joule) maka: T2
H n C p dT ……………………………………………(3-29) T1
Untuk gas ideal PV = nRT, energi dalam tidak tergantung pada volume atau tekanan sehingga (E T ) V (E T ) P . Pada tekanan tetap, dH = dE + PdV bila setiap suku dibagi dT maka persamaan menjadi:
H E V T p T p T p Differensiasi pada tekanan konstan untu 1 mol gas, 61
H E R T p T p Atau
Cp = Cv + R…………………………………………….(3-30)
Menurut teori kinetic gas, pada gas ideal monoatomik hanya energi translasi yang perlu diperhatikan, E =
1 3 mu2, sehingga (E T ) V = Cv = R. Pada gas ideal 2 2
diatomik energiyang diperhatikan yaitu energi translas dan rotasi dan E = (E T )V = Cv =
5 RT atau 2
5 R. Gas-gas lain, penambahan energi rotasi dan vibrasi akan 2
menaikkan kapasitas panas. Kapasitas panas gas ideal merupakan fungsi temperature yang dapat dilihat pada table 3.1 (Daubert, hal.55). Selain dalam bentuk tabel, kapasitas panas disajikan dalam bentuk grafik dan persamaan-persamaan. Salah satu persamaan yang menyatakan hubungan antara kapasitas panas dan suhu dikembangkan oleh Passut dan Danner (1972), Cp = B + 2 CT + 3 DT2 + 4 ET3 + 5FT4……………………….(3-31) dengan B sampai F konstanta yang dapat dilihat pada table 3.2 (Daubert,hal 56). Bila konstantanya ditambah A, maka entalpi gas ideal dapat dihitung dengan persamaan, H = A + BT + CT2 + DT3 + ET4 + FT5……………………….(3-32) Nilai kapasitas panas berubah dengan perubahan suhu. Bila suhu awal berbeda dengan suhu akhir, maka kapasitas panas rata-rata ( C pm ) dicari dengan persamaan, T2
C pm
C
p
dT
T1
T2 T1
…………………………………………(3-33)
Kalau interval awal dan akhir tidak terlalu jauh, kapasitas panas rata-rata dapat ditentukan pada suhu rata-rata. Kapasitas panas rata-rata juga dapat dilihat pada table 3.2 (Daubert, hal.58)
62
Contoh soal 3.2: Bandingkan nilai kapasitas panas gas nitrogen antara suhu 25 sampai 1000 oC dalam tablel 3.3 dengan yang dicari dengan menggunakan persamaan (3-31) dan (3-33). Dari table 3.3 diperoleh nilai kapasitas panas rata-rata 1,121 kJ/kg K Cp = B + 2 CT + 3 DT2 + 4 ET3 + 5FT4 Dari table 3.2 ,B = 1,068490; C = -0,134096 x 10-3 ; D = 0,215569x 10-6 E = -0,078632 x 10-9 ; F = 0,069850 x 10-13 Berdasarkan pers.(3-33) T2
C pm
B (T =
( B 2 CT 3 DT
2
4 ET 3 5 FT 4 )dT
T1
T2 T1 =
T1 ) C (T2 T1 ) D(T2 T1 ) E (T2 T1 ) C (T2 T1 ) 2
2
2
3
3
4
4
5
5
T2 T1
= 1,121 kJ/kgK 3.4 Panas Peleburan, Penguapan, Pembentukan, Reaksi, Pembakaran, dan Larutan 3.4.1 Panas Laten Peleburan dan Penguapan Apabila suatu padatan kristal melebur pada titik lelehnya menjadi cairan pada suhu konstan, panas yang diserap mengakibatkan kenaikan entalpi senyawa. Panas ini disebut panas peleburan dari suatu bahan. Panas peleburan beberapa bahan dapat dilihat pada tabel 3.6 (Daubert, hal. 61) Panas laten penguapan adalah panas yang diserap oleh suatu cairan sehingga berubah fasa menjadi uap pada suhu dan tekanan konstan. Pada gambar 3.5 diplotkan Temperatur versus entalpi yang menggambarkan perubahan fasa padat menjadi cair pada titik leleh (MP) dan dari cair ke uap pada titik didih (BP)
63
Uap
Cair H
Padat
MP
BP
T
Gambar 3.6 Perubahan fasa Beberapa metode yang biasa digunakan untuk menghitung panas laten penguapan: 1. Persamaan Clapeyron (1834) dP o dT
_
_
........................................................................(3.34)
T (V G V L ) dengan: P = tekanan uap = panas laten penguapan pada suhu T o
_
V G = volume spesifik gas _
V L = volume spesifik cairan 2. Persamaan Clausius- Clapeyron Persamaan ini merupakan modifikasi persamaan claypeyron oleh Clausius _
yang menganggap uap adalh gas ideal, V G = RT/Po sehingga,
dP O dT T ( RT / P) atau
dP O dT R T2 Po
integrasi persamaan diatas menghasilkan:
64
ln
P2O O 1
P
1
1 ………………………………………………(3.35) R T2 T1
Contoh soal 3.3: Hitung panas laten penguapan pada suhu 500oC dengan menggunakan persamaan Clapeyron dan Clausius-Clapeyron dan bandingkan hasilnya. Tabel 3.1 Data tekanan uap dan suhu T, K
490
500
510
Tekanan uap, Mpa
2,181
2,637
3,163
VG, m3/kg
0,09150
0,07585
0,06323
VL, m3/kg
0,00118
0,00120
0,00122
Penyelesaian:
Persamaan Clapeyron ,
dP o dT
_
P2O - P1O =
(3163 2181) kPa
_
T (V G V L )
_
_
ln
(V G V L )
T2 T1
(0,07585 0,00120) m / kg(18 kg / kmol) 3
ln
510 490
λ = 32983 kJ/kmol Persamaan Clausius-Clapeyron
ln
ln
P2O O 1
P
1
1 R T1 T2
3,163 kJ 2,181 8,314 kmolK
1 1 K 1 T2 T1 65
λ = 38618 kJ/kmol Kesalahan pers. Clausius-Clapeyron (error) =
38618 32983 x 100% 17% 32983
Persen kesalahan yang besar karena uap air dianggap gas ideal (uap air adalah gas non ideal) 3. Panas laten penguapan dihitung berdasarkan selisih antara entalpi uap dengan cairan pada tekanan dan suhu tetap, λ = ( HV - HL)T,P……………………………………………(3.36) dengan
HV= entalpi uap HL= entalpi cairan
3.4.2 Panas Pembentukan Panas pembentukan senyawa adalah panas yang dibutuhkan membentuk senyawa dari unsur-unsurnya pada tekanan 1atm dan suhu 25 oC (keadaan standar). Unsur-unsur dalam reaktan pada kondisi standar mempunyai panas pembentukan nol. Telah dijelaskan dalam materi sebelumnya bahwa neraca energi untuk sistem tanpa aliran pada tekanan tetap, Q = ΔH ( energi potensial, kinetik, dan kerja diabaikan). Pada kondisi tanpa aliran pada volume tetap, Q = ΔE. Kedua rumus ini merupakan hukum termokimia. Untuk selanjutnya panas pembentukan ditetapkan pada tekanan tetap, Q = ΔH, dan panas yang dilepas atau diserap sama dengan perubahan entalpi reaksi. Jika entalpi naik bila suatu senyawa dibentuk dari unsur-unsurnya, maka panas pembentukannya bertanda positif dan senyawa yang terbentuk tersebut disebut senyawa endotermik. Situasi sebaliknya disebut senyawa eksotermik. Data-data panas pembentukan dapat dilihat pada table appendix A (Physical property data, Daubert hal 409) 3.4.3 Panas Reaksi Panas reaksi adalah panas yang diserap atau dilepaskan dalam suatu reaksi kimia. Panas reaksi standar Perubahan entalpi senyawa –senyawa yang direaksikan 66
untuk membentuk suatu produk pada tekanan 1 atm dan suhu 25 oC. Panas reaksi standar pada 25 oC atau 298 K diberi symbol ΔHf 25 atau ΔHf 298 . Contoh soal 3.4: ½ N2 + 3/2 H2 N2 + 3 H2
NH3 NH3
ΔH25 = 45900 kJ/kmole ΔH25 = 91800 kJ/kmole
Jika dalam suatu reaksi panas dilepaskan maka reaksinya disebut reaksi eksotermik dan menurut konvensi bertanda negative, sebaliknya jika dalam suatu reaksi panas diserap maka reaksinya disebut reaksi endotermik dan bertanda positif. Panas reaksi standar dapat dihitung jika panas pembentukan semua senyawa yang terlibat dalam reaksi diketahui. Apabila panas pembentukan dan panas reaksi pada suhu 25 oC, maka panas reaksi standar sama dengan jumlah aljabar panas pembentukan standar produk dikurang jumlah aljabar panas pembentukan standar reaktan yang dirumuskan ΔHR, To = (Σ n ΔHf )Pr - (Σ n ΔHf )Re ............................................(3.37) dengan n = jumlah mol To = suhu standar
3.4.4
Panas Pembakaran Panas pembakaran dari suatu senyawa adalah panas reaksi dari hasil
oksidasi senyawa dengan oksigen. Semua proses pembakaran adalah reaksi eksotermik dan bertanda negative. Panas pembakaran standar adalah perubahan entalpi sejumlah mol senyawa yang direaksikan dengan sejumlah mol oksigen membentuk sejumlah mol produk pada suhu 25 oC dan tekanan 1 atm. Panas pembakaran hidrokarbon adalah oksidasi semua senyawa hidrokarbon dengan oksigen menjadi karbondioksida dan air. Panas pembakaran dapat dihitung dari panas pembentukan atau sama dengan perhitungan panas reaksi sedangkan panas pembentukan dapat dihitung
dari panas pembakaran bila salah satu panas
pembentukannya tidak diketahui.
67
Contoh soal 3.5:
CH2O
+ O2
CO2 + H2O
ΔHC diketahui ΔHf CO2 diketahui ΔHf H2O diketahui ΔHC = ΔHf CO2 + ΔHf H2O - ΔHf CH2O ΔHf CH2O dapat diketahui dari persamaan diatas.
3.5
Aplikasi Hukum Pertama Termodinamika untuk Proses Tidak Mengalir (Sistem Tertutup) Pada bagian ini akan dijelaskan pemakaian hukum pertama termodinamika untuk gas ideal dengan proses reversible, gas ideal dengan proses irreversible dan gas non ideal (gas nyata). Persamaan-persamaan neraca energi akan diuraikan untuk berbagai keadaan dalam perhitungan teknik kimia seperti temperatur tetap (isothermal), volume tetap (isometric), tekanan tetap (isobaric) dan kasus dimana tidak ada panas masuk maupun keluar dari sistem (adiabatic).
3.5.1
Gas Ideal dengan Proses Reversible pada Sistem Tertutup Perhatikan satu mol gas yang diisikan kedalam satu piston dimana dalam
piston tersebut akan terjadi ekpansi ataupun kompressi. Gas dalam piston tersebut dikatakan sistem tertutup atau proses tidak mengalir (non flow process) dan neraca energi untuk sistem tertutup (hukum termodinamika pertama untuk sistem tertutup): E Q W ……………………………………………………(3.38)
bila antara gas dan dinding piston tidak ada gesekan maka proses disebut proses reversible dan kerja yang dilakukan adalah kerja maksimum W P dV
dimana
P untuk gas ideal:
P
RT nRT V V 68
Perubahan gas ideal untuk sistem tertutup proses reversible dapat terjadi dalam beberapa proses: 3.5.1.1
Proses Suhu Tetap (isothermal procesess) Suatu sistem dikatan isothermal atau suhu tetap apabila selama proses berlangsung suhu tetap dan ekpansi gas dari keadaan (1) ke keadaan (2) (lihat gambar)
Gambar 3.7 PV diagram untuk isothermal Hk Thermodinamika pertama E Q W Isothermal, shg E = 0 dan alt = 0, shg V2
Q W P dV V1
gas ideal
P
nRT V
Q W
dan v2
nRT
v1
Bila
P1V1 P2V2 T1 T2
V dV nRT ln 2 ………………………(3.39) V V1
suhu tetap maka
P1V1 P2V2
V2 P1 , sehingga V1 P2 69
Q W nRT ln Pada arus isothermal
P1 …………………………………(3.40) P2
V2 V1 dan P1 P2 , sehingga kerja yang dilakukan untuk
Proses Tekanan Tetap (Isobaric Process) Tekanan sistem selama proses berlangsung tetap atau tekanan awal (1) sama dengan tekakanan pada akhir proses (2) lihat gambar 3.6 Gas berekpansi dari titik (1) ke (2) akibat pengaruh panas dan kerja yang dihasilkan:
Gambar 3.8 PV diagram untuk isobar v2
W P dV P (V2 V1 ) v1
untuk gas ideal PV n RT
PV n RT W P (V2 V1 ) n R (T2 T1 )...............................................................( 3. 41 ) Internal energi akan berubah seperti suhu yang tidak tetap sehingga
E Q W Q n R T2 T1 selama proses ekspansi berlangsung:
V T2 T1 T1 2 1 V1 70
bernilai positif sehingga kerja juga akan positif, telah diturunkan sebelumnya: PV oleh karena untuk suatu proses isobarik
P V maka Q P(V ) , sehingga Q n. Cp dT
3.5.1.2
dan
n. Cp dT ……………………(3.42)
Proses Isometrik (Isometric Process)
P1
P P2
V1 = V2
V
Gambar 3.9 PV diagram untuk isometri
Proses isometric terjadi apabila volume gas tetap selama proses berlangsung. v2
W P dV 0 karena
V2 V1
sehingga hukum termodinamika pertama
v1
menjadi Q nCvdT dan nCpdT ………………………..(3.43)
3.5.1.3
Proses Adiabatik (Adiabatic Process)
71
Gambar 3.10 PV diagram untuk adiabatik Bila suatu silinder diisolasi secara sempurna sehingga tidak ada panas yang masuk maupun meninggal sistem disebut proses adiabatic dengan Q = 0. Ekspansi berlangsung dari keadaan (1) ke Keadaan (2) sehingga hukum termodinamika pertama Q W
W nCv (T2 T1 ) …………………………………..(3.44) Karena tekanan, temperatur dan volume gas berubah maka
P dV
tidak dapat
dihitung secara langsung. Namun karena perubahan energi dalam berkaitan dengan kapasitas panas pada volume konstan, nCv (T2 T1 ) dan W nCv (T2 T1 ) sehingga kerja ekpansi yang dihasilkan akibat penurunan energi dalam gas. Oleh karena temperature turun akibat kenaikan volume gas maka tekanan juga akan turun. Hubungan
antara
variable-variabel
PV
(Pressure
Volume),
PT
(Pressure
Temperature), dan VT (Volume Temperature) untuk proses adiabatic diberikan oleh persamaan-persamaan sebagai berikut: P1V1 P2V2 ………………………………………………..(3.45) k
T2 P2 T1 P1
k
k 1
k
…………………………………………….(3.46)
72
T2 V2 T1 V1
dengan k Cp
Cv
k 1
……………………………………………….(3.47)
. Bila T2 pada persamaan PT dimasukkan dalam persamaan
kerja maka: k 1 nRT1 P2 W 1 …………………………………..(3.48) k 1 P1
Proses Politropik (Polytropic Processes) Proses politropik hanya berlaku untuk gas non ideal dengan harga k Cp
Cv
. Nilai k
merupakan parameter empiris yang ditentukan melalui percobaan. Sebagai contoh nilai k untuk gas non ideal diatomic 1,5 sampai 1,6. Rumus-rumus yang digunakan untuk proses politropik sama dengan proses adiabatic kecuali nilai k yang berbeda.
Contoh soal 3.6: Satu kilomol gas karbon monoksida (anggap gas ideal) dengan kapasitas panas pada tekanan konstan (Cp) 29
kJ pada tekanan 2,758 MPa dan suhu 700 K kmol K
(keadaan 1) diekspansi secara isothermal sehingga tekanannya menjadi 0,552 MPa (keadaan 2), selanjutnya didinginkan pada volume tetap sampai suhu 437,5 K (keadaan 3), lalu didinginkan pada tekanan tetap sampai suhu 350 K (keadaan 4), kemudian ditekan secara adiabatik sampai tekanan 2,758 MPa (keadaan 5) dan dipanaskan pada tekanan tetap sampai suhu 700 K. Hitung Q,W , H dan E untuk setiap proses jika prosesnya dianggap proses reversible dan buat PV diagramnya!
Penyelesaian: Untuk mempermudah permasalahan, bambarkan langkah-langkah proses dalam bentuk blok diagram dan setiap blok tulis kondisi prosesnya sbb: 73
(1) P1 2,758 MPa
(2) P2 0,552 MPa
isothermal
T1 700 k
T2 700 kIsometriisometri
Isothermal
V1 ... ?
V2 ... ?
Q W
Q W
T5 ... ? Adiabatik
Isobar
V5 ... ?
T3 437,5k V3 ... ?
Q W
(3) P5 2,758MPa
(3) P3 ... ?
Q Isob W
Q W
adibatik
(3) P4 P3 ....? T4 350k V4 ...?
Gambar 3.11 blok diagram contoh soal 3.6 Dari gambar di atas terlihat bahwa siklusnya tertutup dan proses reversible dan perhitungan dilakukan untuk setiap langkah sbb: a. (1) Ishotermal
(2)
E 0 ; H 0 Q W nRT ln
karena T1 T2 P1
P2
j 1 kmol 8314,3 kmol k 936000 j 9363 kj V1
2,758 700k ln 0,552
nRT1 1 kmol. 8314 Pa.m 3 . 700k P1 kmole.0 k . 2,758.10 6 Pa
2,11 m 3 V2
nRT 2 1 kmole. 8314 Pa.m 3 .700k P2 kmol. 0,552.10 6 Pa 10,54 m 3
74
b. (2) Isometri
(3)
W 0 ; Q E nCvT Cv Cp R 29,3 8,314
kj kj 21 ( pembula tan) kmolK kmol K
kj o Q E nCvT3 T2 1 kmol 21 437,5 700 k o kmol k 5513 kj kj H nCp (T3 T2 ) 1 kmol 29,3 437,5 700 k o kmol k 7691 kj PT 0,552 MPa. 437,5 k P3 2 3 0,345 MPa. 2 700 k V3 V2 isometrik
c. (3) Isobarik
(4)
Q H nCp (T4 T3 ) nCp (T4 T3 ) kj 1 kmol 29,3 (350 437,5) k kmol o k 2564 kj E nCv T nCvT4 T3 kj 350 437,5 k 1 kmol 21 kmol k 1838 kj W Q E 2564 1838 726 kj V4
nRT 4 1 kmole 8314 Pa.m 3 .350 k P4 kmole k . 0,345.10 6 Pa 8,43 m 3
75
d. (4) adiabatik
(5)
T5 P5 ( k 1) k 2,758 1,811 0,345 T4 P 4 T5 1,811.T4 1,811350 634k 0 , 2857
Q0 kj H nCp T nCp T5 T4 1 kmole 29,3 634 350 kmole 8321 kj E W nCvT nCv (T5 T4 ) kj 634 350 k 5964 kj 1 kmole 21 kmole k . nRT 5 (1 kmole) (8314 Pa.m 3 ) (634 o K ) V5 P5 kmole K .2,5758.10 6 Pa 1,91 m 3
(e)
Keadaan 5 keadaan 1 = 3325.0 – 3257.7 = 67.3 = 3005.6 – 2953.4 = 52.2 W = Pv 2.75116.17 110.65 15.2 Q = + W = 52.2 + 15.2 = 67.4 Untuk seluruh proses E 0 H 0 Q W
E 0 5513 1838 5964 1386 1 ~ 0 H 0 7691 2564 8321 1934 0 Q 9363 5513 2564 0 1934 3220 kj W 9363 0 726 5964 548 3221 kj
76
PV diaramnya dapat digambarkan seperti pada gambar 3.9
Gambar 3.12 PV diagram contoh soal 3.6
3.5.2
Gas Ideal Proses Irreversible Sistim Tertutup Pada proses irreversible , kerja tidak dapat dihitung secara lansung dari
P dV tetapi
dapat dihitung berdasarkan hukum termodinamika pertama.. Jika
kondisi awal dan akhir dari suatu proses diketahui, perubahan energi dalam, suatu fungsi keadaan dapat dihitung dengan pembagian proses irreversible menjadi dua proses ( proses reversible ). Sebagai contoh, suatu proses irreversible dengan kondisi awal P1 T1
dan kondisi akhir
P2 T2, supaya dapat dihitung perubahan energi
dalamnya maka harus dirubah menjadi P1 T1
1
2
P1 T2
langkah satu adalah isobar dan langkah dua isotermal atau P1 T1
P2 T2 dimana 1
P2 T1
2
P2
T2 (langkah satu isothermal, langkah dua isobar). Apabila Q diketahui, maka W = Q E .
77
3.5.3
Gas Nonideal Sistem Tertutup Metode penurunan rumus pada gas nonideal sama saja dengan gas ideal
kecuali persamaan keadaannya yang berbeda dalam mengevaluasi
P dV
untuk
proses reversible. Kerja suatu gas nyata tidak sama dengan gas ideal karena volume akhir tidak sama. Untuk contoh persamaan van der Waals: P
RT a 2 V b V
Kerja yang dilakukan untuk proses isothermal, V2
W PdV RT
V1
dV V b
a
V2
dV
V
V1
atau V 2 b a 1 1 ..............................................................( 3.49) W RT ln V1 b V 2 V 1
Untuk proses isobar W = P V . Selain rumus matematik yang rumit, setiap persamaan keadaan dapat digunakan untuk mencari hubungan antara ∆U, Q, dan W seperti yang dibahas pada gas ideal. Kadang-kadang persamaan keadaan tidak tersedia untuk gas non ideal dan harus menggunakan data tabel. Kemudian kondisi dipertahankan dan besaran kerja dihitung dari data yang tersedia. Untuk proses isobar, volume spesifik aktual harus digunakan. Pada proses isthermal harus dibuat grafik antara tekanan dan volume. Perubahan energi dalam dapat dihitung dengan memanfaatkan PVT tabel dan entalpi. Uap adalah salah satu contoh gas non ideal dimana metode penggunaan data tabel untuk menghitung ∆U, Q, dan W . Contoh soal 3.7: Satu kg steam pada 2,75 MPa dan 440 oC ( keadaan 1) diekspansi secara isothermal menjadi 0,5 MPa (keadaan 2), lalu didinginkan pada volume tetap sampai suhu 170 oC (keadaan 3) kemudian didinginkan lagi pada tekanan konstan sampai suhu 140 OC (keadaan 4), kemudian ditekan secara adiabatic sampai tekanan 2,75 MPa dan suhu 410 oC (keadaan 5), dan selanjutnya dipanaskan pada tekanan
78
o
konstan sampai suhu 440
C.
Hitung Q, W, ∆H, dan
∆U untuk setiap langkah
proses, jika prosesnya dianggap reversibel dan buat diagram Pv . Penyelesaian: Basis 1 kg steam. Karena steam gas nonideal, nilai v dan H, harus diambil dari tabel steam (App. B Daubert) Tabel 3.2 Tabel steam Keadaan
1
2
3
4
5
P, MPa T, OC 10 3 v, m 3 / kg H , kJ / kg E , kJ / kg
2.75 440 116.17
0.5 440 654.8
0.31 170 654.8
0.31 140 597
2.75 410 110.65
3325.0 3005.6
3356.0 3028.6
2802.6 2602.6
2738.5 2553.6
3257.7 2953.4
(a)
Keadaan 1
keadaaa state 2 3356.0 3325.0 31.0
3028.6 3005.6 23.0 W dapat dihitung dengan cara integrasi grafik dengan memplotkan V dan P sehingga diperoleh P dv. Karean Q-W = 23.0, maka Q=23.0+W (b)
keadaaan 2
keadaan 3
W = 0 Q = = 2602.6 – 3028.6 = - 426 = 2802.6 – 3356.0 = -553.4 (c)
Keadaan 3 keadaan 4 = 2738.5 – 2802.6 = -64.1 = 2553.6 – 2602.6 = -49.0 W = Pv 0.31 X 10 6 597 654.810 310 3 kJ / kg.m 2 .s 2 = -17.9 kJ/kg Q = + W = -49.0 – 17.9 = - 66.9
(d)
Keadaan 4
keadaan 5 Q=0 = 3257.7 – 2738.5 = 519.2 = -W = 2953.4 – 2553.6 = 399.8 79
(e)
Keadaan 5 keadaan 1 = 3325.0 – 3257.7 = 67.3 = 3005.6 – 2953.4 = 52.2 W = Pv 2.75116.17 110.65 15.2 Q = + W = 52.2 + 15.2 = 67.4
PV diagram dapat digambarkan sbb:
Gambar 3.13 PV diagram contoh soal 3.7
3.5.4
Aplikasi Neraca Energi Untuk Proses Alir (Sistim Terbuka) Sebelumnya telah dijelaskan neraca energi untuk proses alir yang diturunkan
untuk satu fluida antara titik 1 dan 2:
u12 u 22 E1 P1 v1 gz1 Q E 2 P2 v 2 gz 2 Ws ....................(3.50) 2 2 Atau
H1
..
u12 u2 gz1 Q H 2 2 gz 2 Ws .........................................(3.51) 2 2
80
Persamaan ini juga dapat diubah menjadi neraca energi mekanik yang didasarkan pada satu satuan massa materi.
u12 u 22 PdV gz 2 P2 v 2 h f WS' ………................(3.52) gz1 P1 v1 2 2 atau dimana
u12 u 22 2 gz 2 VdP h f W S' …… …… ….(3.53) gz1 2 2 1
PdV
= kerja tanpa aliran, reversible
- PdV = kerja poros, reversible Neraca massa untuk proses alir dalam keadaan tunak (steady) yang sering disebut persamaan kontinuitas: atau
m1 m2 u1 A1 1 u 2 A2 2 ........................................................... u1 A1 v1
(3.54)
u 2 A2 v2
dengan : m = laju alir massa ρ = densitas fluida v = volume spesifik A = luas penampang
3.5.4.1
Aplikasi Neraca Energi untuk Gas ideal Untuk gas ideal, sebelumnya telah dijelaskan bahwa ∆U = CVdT dan ∆H =
CP dT dan neraca energi dapat diturunkan menjadi:
81
atau u 22 u12 Q W g z 2 z1 P2V 2 P1V1 n CV T2 T1 .............(3.55) 2 2 ' S
u 22 u12 Q W g z 2 z1 n C P T2 T1 2 2 ' S
Persamaan diatas dapat digunakan untuk setiap proses alir yang melibatkan gas ideal. Sebagai contoh, suatu operasi turbin terhadap gas ideal yang akan menghasilkan kerja W S , sementara untuk kompressor akan membutuhkan kerja - W S untuk menekan gas
ideal. Berdasarkan neraca energi mekanik, besaran kerja poros reversibel dapat diturunkan
W S ' VdP
Pada proses volume tetap:
W S ' V dP V P2 P1
Pada tekanan tetap:
W S' = 0
Pada temperatur tetap:
P2
P1
WS' n RT ln
P2 P1
Pada proses adiabatik dengan asumsi tidak ada energi kinetik dan potensial: W S' H n C P T2 T1 knRT1 W k 1 ' S
W S'
P 2 P1
( k 1) / k
1
k P2V 2 P1V1 k 1
Contoh soal 3.8. Sebuah kompressor diumpankan udara kering dengan laju alir volum 0,25 m3/s pada tekanan total 0,1 MPa dan suhu 30 oC yang mengalir melalui pipa yang diameter dalamnya 0,154 m. Panas udara yang hilang dalam compressor 2,764 J/h. Udara keluar compressor pada suhu 43 oC dan tekanan total 0,55 MPa melalui pipa berdiameter 0,028 m. Anggap udara gas ideal dengan kapasitas panas 29,3 kJ/kmol K. Tentukan daya compressor. 82
Penyelesaian: Basis 1 kg udara, gunakan persamaan 3.54 dan 3.55
Q ' WS' g z 2 z1
u 22 u12 nCp T2 T1 2
u1 A1 1 u 2 A2 2 Dari hukum gas ideal,
0,1 10 6 28.84 PM 1 1,144 kg m 3 8314,4303,1 RT 1 u1 0,25 13,42 m s / 40,1542
2
0,55 10 28.84 6,035 kg 6
m3
8314,4316.1 2 u1 A1 1 13.420.154 1.144 u2 76,95 m A2 2 0,0282 6,035
s
2.764 10 8 76,95 2 13,42 2 29,3 10 3 316,1 303,1 W s' 0 0.251,1443600 2 28,84 268.454 W s' 2871 13,207 W s' 284,532 J kg Dari persamaan (3.34), m u1 A1 1 2 13,42 m s 0,154 m 2 1,144 kg m 3 4 0.2860 kg s
W s m W s' 81,376 J s 81,376 W 81.376 W
3.5.4.2
hp 109 hp 745,7 W
Aplikasi Neraca Energi untuk Gas Nonideal dan Cairan Neraca energi total dapat digunakan pada gas nonideal dengan pemakaian
persamaan keadaan lanjutan atau dengan menggunakan data-data P, V, E, dan H yang telah ditabulasikan seperti steam dan gas-gas yang penting di industri, khususnya refrigeran seperti SO2, NH3, Freon, dan lain-lain. 83
Untuk cairan yang dapat dianggap fluida yang tidak mampu dimampatkan (incompressible) dengan densitas tetap sehingga neraca massa :
m1 m2 u1 A1 1 u 2 A2 2 Karena 1 2 , maka u1 A1 u 2 A2 Bila sistem dianggap horizontal dimana perubahan energi potensial diabaikan, fluida incompessible, perubahan energi kinetik diabaikan, tidak ada panas yang masuk maupun meninggalkan sistem ( Q = 0 ), maka neraca energi mekanik menjadi:
WS' P1 P2 v
atau
WS'
P
........................................................................(3.56)
Bila dalam sistem perpipaan terjadi friksi dan asumsi sama dengan diatas, maka neraca energi mekanik : W S' h f
P2
P1
................................................(3.57)
Persamaan 3.56 dan 3.57 dapat digunakan untuk menghitung daya pompa yang diperlukan. Contoh 3.9 : Sebuah pompa digunakan untuk memompa suatu larutan dengan spesifik gravity 1,21 dari sebuah tangki pencampur ke tangki penyimpan melalui pipa yang berdiameter dalam 0,078 m. Tinggi permukaan cairan dalam tangki penyimpan 18 m di atas tangki pencampur dan kedua tangki dalam keadaan terbuka. Pengaruh friksi pada pipa menyebabkan tekanan larutan turun 4 m. Tentukan daya yang dibutuhkan pompa dan kenaikan tekanannya
84
Penyelesaian : Basis 1 kg solution.
Gambar 3.14 Gambar Contoh soal 3.9
u12 u 22 gz1 P1V1 P dV gz 2 P2V 2 h f Ws 2 2 P1 P2 atmosfer V1 V 2 incompressible u1 0
dan
u2 0
P dV 0incompressible jadi
W s h f g z 2 z1
gunakan persamaan 3.34 m u1 1 A1 2 1.1 m s 1.21 10 3 kg m 3 0.078 m 2 4 6.36 kg s W s 4 18 0 22 m solution W s 22 mg 226.36 9.806
1372 W W s Pb Pa V .sehingga Ws Ws V m 1372 1.21 10 3 P 6.36 0.261 MPa
Pb Pa
85
3.6
Aplikasi Termokimia Neraca energi untuk reaksi kimia Q = ∆H dengan asumsi energi potensial,
energi kinetik, dan kerja diabaikan. Panas reaksi standar merupakan panas reaksi yang berlansung pada suhu 25 oC dan tekanan 1 atm. Pada proses aplikasi di industri reaksi pada kondisi standar akan berjalan lambat, malah ada reaksi yang tidak yang tidak terjadi. Pada bagian ini akan dijelaskan pengaruh suhu terhadap reaksi dan reaksi adiabatik 3.6.2
Pengaruh suhu Pada umumnya reaksi kimia sulit berlansung pada suhu standar sehingga
diperlukan suhu yang lebuh tinggi agar reaksi berjalan dengan baik.. Contoh :
A + B
C
A + B
A + B
25 oC.
T
C ΔHR
T
C 25 oC
Reaktan (1)
T
ΔHR T oC
ΔHR25 oC
Produk (2)
25 oC
Gambar 3.6 298
Dari persamaan 3.29,
H2 - H1 =
nC
P
(reak tan) dT
T
H3 - H2 = ΔHR298 298
H4 - H1 =
nC
P
( produk ) dT
T
86
ΔHR, T = H4 - H1= (H2 - H1) + (H3 - H2) + (H4 - H1) T
ΔHR, T =
nC
P
( produk ) - n C P (reak tan)
dT
+ ΔHR, To
298
atau secara umum ditulis: ΔHR,T = ∑ ΔHPr + ∑ ΔHR,To - ∑ ΔHRe ………..(3.58) Dengan :
ΔHR, T = panas reaksi pada suhu T ΔHR, To = panas reaksi pada suhu standar ΔHRe = entalpi reaktan ΔHPr = entalpi produk dT
= beda suhu suhu reaksi dengan suhu reference (T-To)
contoh 3.10. Karbon monoksida dan uap air direaksikan secara stoikiometri membentuk karbon dioksida dan hidrogen. Umpan masuk pada suhu 25 oC dan produk keluar pada suhu 540 oC dengan karbon monoksida yang terkonversi 75%. Tentukan jumlah panas yang harus ditambahkan atau dihilangkan dalam reakto per 1000 kg hidrogen yang dihasilkan. Data: No. Nama senyawa
Panas pembentukan pada suhu
Capasitas panas,
25 oC , kJ /kmol
kJ/(kmol oC)
1
CO
-110600
30,35
2
H2O
-241980
36,00
3
CO2
-393770
45,64
4
H2
0
29,30
Penyelesaian: reaksi
CO + H2O
CO2 + H2
Basis : 1 koml umpan Q= ΔHR,T = ∑ ΔHPr + ∑ ΔHR,To - ∑ ΔHRe ∑ ΔHR,To = ΔHf, CO2 + ΔHf, H2 – ΔHf, CO – ΔHf, H2O 87
= 41190 kJ/kmol karena konversi 75%, ∑ ΔHR,To = 0,75 x 41190 kJ/kmol = - 30893 kJ/kmol ∑ ΔHRe = 0
∑ ΔHPr = 0,75 C P,CO2 C P, H
2
0,25C
P , CO
C P H 2O
540 25
= 0,7545,64 29,30 0,2530,35 36,00 515 = 37488 kJ/kkmol Q = -30893 + 37 488 = 6595 kJ/kmol
Panas= 6595 kJ / kmol
1 kmol CO 500 kmol H 2 yang diproduksi 0,75 kmol H 2 yang diproduksi
= 4,397 x 106 kJ
3.6.2
Reaksi adiabatik Jika dalam suatu reaktor tidak ada panas yang masuk maupun kehilangan
panas dari reaktor ke lingkungan ( Q=0)), maka suhu dalam reaktor akan mencapai keadaan suhu tunak yang disebut temperatur reaksi adiabatik. Neraca energi menjadi: Entalpi masuk = entalpi keluar atau
entalpi aliran reaktan = entalpi aliran produk + panas reaksi standar ∑ ΔHRe = ∑ ΔHPr + ∑ ΔHR,To ...............................................(3.59)
Persamaan ini menganggap operasi pada tekanan konstan jika proses tertutup dan tidak ada pengaruh tekanan terhadap entalpi pada proses terbuka Persamaan ini dapat digunakan untuk mencari temperatur adiabatik walaupun dengan cara coba-coba. Contoh 3.11 Dalam memproduksi asam sulfat, FeS2 dibakar dengan 100 % udara berlebih dari yang diperlukan untuk membentuk Fe2O3 + SO2. Tidak ada SO3 yang terbentuk dan reaksi berlansung sempurna. SO2 yang terbentuk dioksidasi dengan sisa oksigen dari burner dalam suatu katalitik konverter menjadi SO3 dengan conversi 75%. Jika gas masuk dalam katalitik konverter pada suhu 400 oC, hitung suhu gas keluar dari converter tersebut. 88
Penyelesaian: Basis : 4 kmol FeS2 Reaksi pada burner ruang pembakaran) : 4 FeS2 + 11 O2
2 Fe2O3 + 8 SO2
Nama Senyawa
Masuk burner
Keluar burner
Oksigen
11 kmol x 2 = 22 kmol
22- 11 = 11 kmol
Nitrogen
22 kmol x 79/21 = 82,76 kmol
82,76 kmol
SO2
0
8 kmol
Reaksi di converter : SO2 + ½ O2
SO3
SO3 yang terbentuk = 0,75 x 8 kmol = 6 kmol O2 yang digunakan = 6 kmol x ½
= 3 kmol
Gas yang keluar converter: SO2 = 2 kmol;
O2 = 8 kmol
SO3 = 6 kmol;
N2 = 82,76 kmol
Ambil To = 25 oC sebagai suhu reference ΔHf SO2 = -296840 kJ /kmol ΔHf SO3 = -395720 kJKmol Dari persamaan 3.37: ΔHR, To = (Σ n ΔHf )Pr - (Σ n ΔHf )Re = 6 [ - 395720 – ( - 29840) ] = -593260 kJ Kapasitas panas diambil dari tabel 3.3 Daubert dimana kapasitas panas N2 =1,059 (kJ/kmol K), O2 = 0,967 kJ/(kmol K), dan SO2 =0,714 kJ/(kmol K).
89
kg kJ kJ 28 N C P N 2 1,059 82,76 kmo 2454 kmol K kmol K kg kJ kJ 32 N C P O 2 0,967 11 kmol 454 kmol K kmol K kg kJ kJ 64 N C P SO 2 0,714 11 kmol 366 kmol K kmol K
3160 kJ/K ∑ ΔHRe = (3160 kJ/K) (673- 298)K = 1.185.000 kJ ∑ ΔHPr = ∑ ΔHRe - ∑ ΔHR,To = 1185000 – (- 593260) = 1778260 Kj Temperatur gas keluar dri konverter dapat dihitung dengan mengestimasi suhu gas keluar, misalnya pada suhu 600 oC. Pada suhu 600 oC kapasitas panas SO2, SO3, O2, dan N2 masing-masing 0,749 , 0,855 , 0,996, dan 1,079 kJ/(kg K) T
ΔHR, T =
nC
P
( produk ) - n C P (reak tan)
dT
+ ΔHR, To
298
∑ ΔHPr = [n CpSO2 + n Cp SO3 + n Cp O2 + nCp N2](T-298) 1776820 = [(2)(0,749)(64)+(6)(0,855)(80)+(8)(0,966)(32)+(82,76)(1,079)(28)](T298) 1776820 = 3254 ( T- 298) T = 844 K = 571 oC Nilai kapasitas panas yang diambil pada suhu 600 oC tidak sama dengan suhu yang diperoleh dari perhitungan yaitu 571 oC sehingga perhitungan perlu diulangi lagi dengan memasukkan nilai kapasitas panas pada suhu 571 oC dan suhu dihitung kembali sampai diperoleh nilai suhu sesuai dengan kapasitas panas. Kalau perhitungan dilanjutkan akan diperoleh suhu yang akurat 575 oC.
90
’Soal 1. Air mengalir dari suatu air terjun dengan ketinggian 100 m. Ambil 1 kg air sebagai sistem dan anggap tidak ada pertukaran energi antara air dan lingkungan. a. Berapa energi potensial pada puncak dinding terjun terhadap dasar air jatuh b. Berapa energi kinetik air sebelum menimpa dasar c. Setelah 1 kg air masuk ke dalam sungai dibawah terjun, perubahan apa yang terjadi terhadap keadaan air.
2. Panas yang ditambahkan dalam suatu sistm tertutup 7,5 kJ sehingga terjadi penurunan energi dalam sebesar 12 kJ. Berapa energi yang dipindahkan dalam bentuk kerja? Untuk proses yang mengakibatkan perubahan yang sama terhadap energi dalamnya tetapi kerja yang dilakukan nol, berapa panas yang harus dipindahkan? 3. Air pada 180 oC dan 1002,7 kPa mempunyai energi dalam 2784,8 kJ kg-1 dan volume spesifik 167 cm3 g-1 a. Berapa entalpinya? 4 .Pada gambar dibawah ini, 20 lb udara dengan tekanan 200 lb/in2 dan suhu 500 R (titik a). Tekanan pada titik C 100 lb/in2 dan suhu 500 R. Tentukan kerja yang dilakukan udara dan panas yang diserap serta perubahan internal energi: a. Pada proses abc b. Pada proses adc c Pada proses isotermal ac Anggap udara gas ideal
91
5 Tentukan Q, W, ∆U, dan ∆H untuk setiap langkah proses sebagai berikut: Gas argon ditekan pada suhu tetap 500 oC dari 0,2 menjadi 3 Mpa, kemudian didinginkan pada tekanan konstan sampai suhu 300 6. Hitung Q, W, dan ∆U melalui dua proses yang berbeda untuk menaikkan gas ideal diatomik dari 1 atm dan 0 oC menjadi 50 atm dan 1000 oC dengan proses : a. Gas ditekan secara isotermal kemudian dipanaskan secara isobarik b. Gas dipanaskan secara isobarik lalu ditekan secara isotermal 7. Hitung panas reaksi pada 25 oC untuk reaksi berikut ini 4 HCl (g) + O2 (g)
2 H2O (g) + 2 Cl2 (g)
8. Hitung panas reaksi penguraian ethylbenzene menjadi styrene dan hidrogen pada suhu 800 K
92
SESI /PERKULIAHAN KE : 9 s.d 11 TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu : 1.
Mampu menentukan spontanitas suatu proses
2.
Mampu mengidentifkasikan jenis-jenis proses reversibel dan irreversibel.
3.
Mampu mendeskripsikan termodinamika kedua
4.
Mampu menghitung Perubahan entropi suatu sistem
konsep
entropi
dalam
hukum
Pokok Bahasan : Menghitung ΔS dalam proses reversible dan irreversible Deskripsi singkat : Dalam pertemuan ini anda mempelajari beberapa pernyataan tentang hukum termodinamika kedua, proses spontan, entropi, perubahan entropi untuk gas ideal dan non ideal, dan perubahan entropi pada reaksi kimia
I. Bahan Bacaan 1.Daubert, T.E., 2002. Chemical Engineering Thermodynamics. 4th edition. BostonUSA: Mc. Graw Hill. 4. Smith, J.M., Van Ness, H.C.dan Abbot, M.M. 2001. Introduction to Chemical Engineering, 6th edition. Singapore: Mc. Graw Hill. h. Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan oleh: Zulkifli, H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc..
II .Bacaan Bacaan Tambahan 6. Nainggolan, W.S. 1978. Thermodinamika. Edisi ketiga. Bandung. Armico
i.
Pertanyaan Kunci/Tugas : 93
1. Jelaskan bagaimana bunyi hukum termodinamika kedua 7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan entropi 8. Jelaskan perubahan entropi gas ideal untuk proses isotermal, adiabatik, isometrik, dan isobarik 9. Apa perbedaan reaksi endotermis dengan eksotermis IV. Tugas Jika 1 kg air dipanaskan pada tekanan atmosfir dari 20 oC menjadi 100 oC dalam suatu proses alir, tentukan kerja ideal yang dilakukan terhadap sistem, efisiensi termodinamik proses, dan perubahan entropi dalam sistem, lingkungan pada 20 o
C, dan entropi keseluruhan. Jika energi yang didatangkan dari suatu furnace pada
suhu 260 oC, tentukan perubahan entropi keseluruhan dan kerja yang hilang dari proses.
94
BAB 4 HUKUM KEDUA TERODINAMIKA Materi Prasyarat :
Telah mampu menerapkan prinsip kekakalan massa dan energi pada setiap proses termodinamika. Standar Kompetensi :
Mampu mendeskripisikan konsep hukum kedua termodinamika dan menerapkannya pada berbagai proses dan siklus termodinamika teknik. Kompetensi Dasar :
1.
Mampu mendeskripsikan konsep entropi dalam hukum termodinamika kedua.
2.
Mampu mengidentifkasikan irreversibel.
3.
Mampu mengkaji/mengevaluasi proses dan kerja yang hilang
4.
Mampu mendeskripsikan siklus Carnot.
jenis-jenis
proses
reversibel
dan
4.1 Pendahuluan Hukum pertama termodinamika tidak dapat menjelaskan tentang arah suatu proses, bagaimana proses itu terjadi, dan apakah proses itu terjadi secara spontan atau tidak. Hukum tersebut hanya menyatakan bahwa apabila satu bentuk energi dikonversi ke bentuk lainnya dengan jumlah energi sama tanpa memandang kelayakan proses tersebut. Dalam pandangan ini, kejadian-kejadian tidak akan menyalahi hukum termodinamika pertama dapat dibayangkan seperti perpindahan sejumlah kalor tertentu dari benda bertemperatur rendah ke benda yang bertemperatur tinggi tanpa mengeluarkan energi. Tetapi pengalaman membuktikan bahwa proses ini tidak mungkin terjadi dan dengan demikian hukum pertama saja belum cukup untuk menggambarkan secara lengkap perpindahan energi. Hasil percobaan membuktikan bahwa apabila energi dalam bentuk kalor dipindahkan ke dalam suatu sistim, hanya sebagian kalor saja yang dapat dikonversi menjadi kerja. Menurut Joule, apabila energi dipasok ke suatu sistim dalam bentuk kerja , maka kerja tersebut dapat 95
dikonversi seluruhnya menjadi kalor. Dengan demikian, perubahan energi antara kalor
dan
kerja
tidak
terjadi
sepenuhnya.
Selanjutnya,
apabila
energi
ditransformasikan dari satu bentuk kebentuk yang lain, sering juga terjadi penurunan energi yang dipasok ke bentuk lain yang kurang bermanfaat, artinya percobaan memperlihatkan proses-proses alami akan diikuti oleh penghamburan energi. Hukum kedua termodinamika dapat melengkapi hukum termodinamika I. Arah proses, apakah proses dapat terjadi secara spontan atau tidak, dan kondisi kesetimngan dapat ditentukan dengan hukum termodinamika kedua.
4.2 Pernyataan Tentang Hukum Kedua Termodinamika Pernyataan tentang hukum kedua termodinamika banyak sekali namun pada dasar sama. . Dari beberapa dari pernyataan tentang hukum kedua ini dapat dkelompokkan ke dalam tiga yaitu aliran panas, proses, dan entropi.
4.2.1 Aliran Panas -
Pernyataan
Clausius
untuk
hukum
kedua
menegaskan bahwa: adalah tidak mungkin bagi
sistem
apa
pun
sedemikian rupa sehingga akan
berupa
untuk
beroperasi
hasil
tunggalnya
suatu perpindahan energi dalam
bentuk kalor dari benda yang lebih dingin ke benda yang lebih panas. -
P ernyataan Kelvin-Planck untuk hukum kedua: adalah tidak mungkin untuk sistem apapun dapat beroperasi
dalam
siklus
termodinamika
dan
memberikan sejumlah kerja neto ke sekelilingnya sementara menerima energi melalui perpindahan kalor
96
-
Pernyataan Weber :Perpindahan panas dari suhu rendah ke suhu tinggi dalam suatu proses tidak munkin terjadi
-
Pernyataan (Young dan Young) Panas tidak bisa mengalir dari benda yang bersuhu rendah ke benda yang bersuhu tinggi kecuali ada masukan energi dari luar (Young dan Young)
4.2.2. Spontanitas Proses Hukum kedua termodinamika lebih banyak menjelaskan spontanitas suatu proses. Suatu proses spontan tidak selalu diartikan dengan kecepatan tinggi. Fakta yang ada, mmenunjukkan bahwa proses spontan berlansung dalam kecepatan yang berbeda, mulai dari kecepatan tinggi sampai sangat lambat. Proses yang terjadi secara spontan di alam berlansung menuju kesetimbangan. Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah ; kalor mengalir dari benda panas ke benda dingin; gas berekspansi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Proses spontan dapat dibalik, tetapi proses ini tidak dapat dibalikkan secara spontan walaupun neraca energi sudah terpenuhi. Energi harus dipasok ke sistim agar terjadi yang tidak spontan Energi dari sumber luar dibutuhkan untuk memompa air dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi, atau memindahkan energi dari benda dingin ke benda panas atau mengompressi gas dari tekanan rendah ke tekanan tinggi. Hal ini mengakibatkan perubahan permanen pada sekeliling akan terjadi.
Contoh-contoh lain proses spontan: •
air terjun jatuh ke bawah
•
gula larut dalam kopi
•
Pada 1 atm, air membeku di bawah 0 0C dan es mencair di atas 0 0C
•
kalor mengalir dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin
•
pemuaian gas dalam lampu bohlam
•
besi akan berkarat jika terkena air dan oksigen
97
spontan nonspontan
Semua reaksi pembakaran adalah spontan dan eksotermik, contoh: CH4 (g) + 2 O2 (g)
CO2 (g) + 2 H2O(g)
∆Horxn = -802 kJ
Besi berkarat secara spontan dan eksotermik; 2 Fe(s) + 3/2 O2 (g)
Fe2O3 (s)
∆ Horxn = -826 kJ
Senyawa-senyawa ion secara spontan membentuk unsur-unsurnya dgn melepas kalor: Na(s) + ½ Cl2 (g)
NaCl(s)
∆Horxn = -411 kJ
Pd tekanan normal, air membeku di bawah 0°C dan mencair di atas 0°C. keduanya adalah proses spontan, namun yang pertama termasuk eksotermik sedangkan yang kedua termasuk endotermik H2O(l) H2O(s)
∆Horxn = -6,02 kJ
(eksotermik; spontan pada T < 0oC)
H2O(l) ∆Horxn = +6,02 kJ
(endotermik; spontan pada T > 0oC)
H2O(s)
4.2.3 Entropi Terdapat kecenderungan alam yaitu proses berlangsung spontan ke arah keadaan sistem yang lebih tidak teratur, atau disebut juga keadaan dengan derajat 98
ketidakteraturan lebih tinggi. Derajat ketidakteraturan sistem dinyatakan oleh besaran termodinamika yang disebut entropi yang lambangnya S.
Teratur
S
Acak
S
Untuk semua zat, keadaan padatnya lebih teratur daripada keadaan cair dan keadaan cairnya lebih teratur daripada keadaan gas. Spadat < Scair < Sgas
H2O (s)
H2O (l)
∆S > 0
Proses-proses yang menghasilkan kenaikan entropi (∆S > 0)
99
4.2.3 .1 Perubahan Entropi Clausius mendefinisikan entropi sebagai berikut: Apabila suatu sistem melewati suatu proses reversible dari suatu keadaan ke keadaan lainnya pada temperatur absolut konstan, maka perubahan entropi sistem ∆S sama dengan panas yang diserapnya dibagi dengan T. S
dQrev 0 ……………………………………….(4.1) T
dengan : ∆S = perubahan entropi dQrev = panas reversible yang dipindahkan T = suhu absolut Bila sistem dan sekitarnya (sekelingnya) mempunyai hubungan energi , maka sistem dan sekitarnya selalu bertautan dalam perubahan entropi. Bila sistem mengalami perubahan entropi, maka sekitarnya juga mengalami perubahan entropi akibat hubungan energi tadi.. Total perubahan entropi sistem dan sekitarnya disebut perubahan entropi keseluruhan (universe) Untuk proses reversible dan irreversible hubungan ini ditulis: ∆S keseluruhan= ∆Ssistem + ∆Ssekitar ≥ 0 ......................................(4.2) Keterangan: tanda >0 untuk proses irreversibel atau spontan Tanda = 0 untuk proses reversible (sistim setimbang) Bila sitem diisolasi, maka tidak ada hubungan energi antara sistem dengan sekitarnya, sehingga entropi sekitarnya tetap atau: Bila ∆Ssekitar = 0, maka ∆S keseluruhan = ∆Ssistem ≥ 0 100
Contoh 4.1: Sebuah reservoir pada suhu 500 K menerima 5 x 106 kJ panas dari suatu sumber panas yang suhunya 600 K. Tentukan perubahan entropi sistem, sekeliling (sekitar), dan keseluruhan Penyelesaian: Diket : Tres = 500 K, T sumber panas = 600 K Qrev = 5 x 106 kJ (panas yang diterima reservoir) Qrev = -5 x 106 kJ (panas yang dikeluarkan oleh sumber panas) Ditanya : ∆Ssistem, ∆S sekitar, dan ∆S keseluruhan Penyelesaian: Qrev 5 x 10 6 kJ kJ 10000 ∆Ssistem = T 500 K K Qrev 5 x 10 6 kJ kJ 8333 ∆Ssekitar = T 600 K K
∆S keseluruhan = ∆Ssistem + ∆Ssekitar = (10000 – 8333)kJ = 1667 kJ Untuk proses pada P dan T tetap, panas yang dilepaskan ke lingkungan H lingkungan sama dengan q lingkungan, karena itu; S lingkungan T Dengan kata lain perubahan entropi merupakan kriteria kespontanan reaksi. Sebagai contoh, apabila serbuk tembaga ditambahkan pada larutan perak nitrat , akan terjadi reaksi? Cu(s) + 2Ag+(aq) -------> Cu2+ + 2Ag(s) Perubahan entropi sistem: S = S produk - S pereaksi S = SoCu2+ + 2SoAg+ - oScu-2oSag+ = -99,6 + 2 ( 42,6) –33,2- 2(72,7) = -193 j/K Perubahan entropi lingkungan dapat dihitung dari, Sl
=
-H/T
H dapat dihitung dari: 101
H = Hf (Cu2+) – 2 Hf (Ag+) = -146,4 Kj Sl = 146400/298 = 491,3 J/K Jadi , Sas = So + Sl = -193 + 491,3 = 298,3 Sas> 0 , maka reaksi spontan.
4.2.3.2 Perubahan Entropi untuk Gas Ideal Analisis dan perhitungan untuk perubahan entropi sama saja dengan perhitungan panas, kerja, perubahan internal energi, dan perubahan entalpi yang telah dibahas pada bab 3 untuk proses reversible dan irreversible. Pada proses reversible, ∆S = dQrev/T dan dapat diturunkan untuk berbagai kasus
sebagai berikut: Proses isotermal (proses pada suhu konstan) Hukum termodinamika pertama dE = dQ – dW. Untuk suhu konstan ∆U = 0 sehingga dQrev = W. Seperti telah dijelaskan sebelumnya untuk gas ideal Q = W = nRT ln (V2/V1) = nRT ln (P1/P2), maka perubahan entropi untuk suhu konstan: ST
Qrev V P nR ln 2 nR ln 1 .....................................(4.3) T V1 P2
Proses isobarik (proses pada tekanan konstan ∆H =Q): S P
dQrev dH P T2 C P dT T C P ln 2 …………....(4.4) T1 T T T T1
untuk perubahan entropi spesifik dan untuk perubahan entropi:
S P
dQrev dH P T2 nC P dT T n C P ln 2 …………….(4.5) T1 T T T T1
Jika CP merupakan fungsi temperatur, maka nilai Cp diambil adalah Cp rata-rata antara T1 dan T2. 102
Proses isometrik (proses pada volume konstan, W = 0 ) dE = dQ
SV
T2 C dT dQrev dEV T V CV ln 2 T1 T T T T1
SV
T2 nC dT dQrev dEV T V nCV ln 2 (entropi)……………..(4.6) T 1 T T T T1
(entropi
spesifik)
atau
Jika CV merupakan fungsi temperatur, maka nilai CV diambil adalah CV rata-rata antara T1 dan T2. Proses adiabatik Pada proses adiabatik, Q = 0 sehingga ∆S = 0..........................................(4.7)
Nonisotermal-nonadiabatik Jika suatu sistim gas ideal berubah dari P1V1T1 menjadi P2V2T2, tidak ada dalam kasus diatas yang dapat digunakan secara lansung untuk menentukan entropi. Sebenarnya, perubahan entropi merupakan fungsi keadaan yang tidak tergantung pada jalannya proses tetapi tergantung pada awal dan akhir proses seperti halnya dalam perhitungan energi dalam. Pertimbangkan dua proses reversible, satu proses isobarik diikuti proses isotermal sebagai berikut: P1V1T1
P1V2T2
P2V2T2
Perbuahan entropi aktual proses adalah jumlah perubahan entropi dua proses diatas: S C P ln
T2 P R ln 2 ..................................................(4.8) T1 P1
Bila prosesnya isometrik diikuti proses isotermal, maka perubahan entropi proses:
S CV ln
T2 V R ln 2 ....................................................(4.9) T1 V1
Isothermal Mixing (Pencampuran isotermal) 103
Suatu proses dapat diolah dengan membagi satu proses reversible menjadi campuran. Perhatikan dua gas ideal A dan B yang terpisah pada tekanan P dan suhu T, dicampur dengan fraksi mol yA dan yB. Anggap setiap gas diekspansi secara isotermal dan reversible dari tekanan P menjadi tekanan yang sama dengan tekanan partialnya dalam campuran, sehingga: S A y A R ln
y AP P
S B y A R ln
y BP ………………..(4.10) P
Bila hukum Dalton digunakan,maka: ∆S = - yARln yA - yBRln yB ……………………………………(4.11)
Kemudian, secara reversible gaya setiap komponen murni masuk dalam volume gas pada tekanan P dan suhu T dimana perbandingan A/B adalah yA/yB. Untuk operasi ini, ∆S = 0. Oleh karena total muatan entropi pencampuran gas ideal akan menjadi sama dengan muatan entropi hasil dari tahap pertama proses yang diasumsi. Sistem Irreversible Gas Ideal Pada sistem irreversible gas ideal , perubahan entropi dihitung dengan cara yang sama dengan yang dibahas pada bagian... . Walaupun kasus ekspansi bebas, ekspansi adiabatik dari suatu gas yang masuk ke dalam sistem vacuum yang terisolasi merupakan kasus khusus yang akan dibahas. Perhatikan suatu gas yang diisolasi total dari sekeliling pada P1V1T1 berekspansi ke dalam suatu vacuum yang juga diisolasi total sehingga sistem mencapai keadaan P2V2T2. Karena sistem adiabatik, Q=0. Karena tidak ada kerja yang dilakukan oleh atau pada gas, W =0 sehingga ∆U =0. Fakta ini adalah benar untuk setiap gas ideal, jika dalam penambahan gas ideal, ∆U =Cv(T2 – T1)= 0. Oleh karena Cv nilainya bukan nol, T2-T1 harus nol, sehingga ∆T=0 dan gas berekspansi dari keadaan P1V1T1 menjadi P2V2T1untuk proses isotermal. Perubahan entropi tidak tergantung pada jalannya proses. ∆Ssistem dapat dihitung sebagai suatu ekspansi isothermal reversible, sehingga ∆Ssistem = R ln (P1/P2) yang
104
bernilai positif. Bila sistem diisolasi maka ∆Ssekitar = 0 dan perubahan entropi keseluruhan sama dengan perubahan entropi sistem dan bernilai positif.
Contoh 4.2 Satu kilomol gas karbon monoksida (anggap gas ideal) dengan kapasitas panas pada tekanan konstan (Cp) 29
kj pada tekanan 2,758 MPa dan suhu 700 kmol k
K (keadaan 1) diekspansi secara isothermal sehingga tekanannya menjadi 0,552 MPa (keadaan 2), selanjutnya didinginkan pada volume tetap sampai suhu 437,5 K (keadaan 3), lalu didinginkan pada tekanan tetap sampai suhu 350 K (keadaan 4), kemudian ditekan secara adiabatik sampai tekanan 2,758 MPa (keadaan 5) dan dipanaskan pada tekanan tetap sampai suhu 700 K Hitung ∆S untuk setiap langkah proses diatas . Penyelesaian: a) Proses isotermal P1 = 2,758 Mpa
P2 =0,552 MPa
T1 = 700 K
T2 = 700K
∆ST = nR ln
P1 2,758 kJ 1x8,3143 ln 13,375 P2 0,552 K
b) Proses Isometrik
T2 =700K
T3 = 437,5 K
∆SV = n CV ln
T3 437,5 kJ 1x21ln 9,870 T2 700 K
c) Proses isobarik ∆SP = n C P ln
T4 350 kJ 1x29,3 ln 6,538 T3 437,5 K
d) Proses adiabatik T4 =350K
T5=634K
Qrev=0, maka ∆Sa=0 105
e) Proses isobarik T5 = 634K ∆SP = n C P ln
T6 =700 K T6 700 kJ 1x29,3 ln 2,902 T5 634 K
Perubahan entropi untuk keseluruhan proses (∆STotal),
∆STotal = 13,375-9,870-6,538+0+2,902 = -0,131kJ/K
0
Karena S adalah fungsi keadaan, maka ∆ST harus sama dengan nol.Dari hasil perhitungan diperoleh ∆STotal tidak nol, hal ini disebabkan kesalahan pada temperatur dan kapasitas panas. Contoh 4.3 Helium dan Nitrogen pada 300 K dengan perbandingan 1:2 dicampur. Berapa entropi pencampuran Penyelesaian: yA = 1/3 = 0,333 dan yB=2/3=0,667 ∆S = -yAR ln yA – yB R ln yB = -0,333(8,314)ln 0,333 – 0,667(8,314)ln 0,667 = 3,044+ 2,246=5,290
kJ kmolK
Jika campuran gas ini disebabkan karena ekspansi bebas dari 0,1 kPa menjadi 0,5 kPa, berapa perubahan entropi keseluruhan? ∆Skeseluruhan = ∆Ssistem + ∆Ssekitar Apabila dalam suatu ekspansi bebas untuk gas ideal ∆T = 0 dan apabila suatu ekspansi bebas termasuk sistem terisolasi,∆Ssekitar = 0, sehingga,
∆Skeseluruhan = ∆Ssistem = R ln
P1 P2
= 8,314 ln
0,5 kJ 13,38 0,1 kmol K
106
4.2.3.3 Perubahan Entropi Gas Nonideal dan Sistem Perpindahan Panas Prinsip-prinsip yang telah dijelaskan pada bagaian 4.3.2 dapat digunakan menurunkan persamaan untuk menghitung perubahan entropi gas nonideal. Jika persamaan keadaan tidak dapat dipakai, maka data-data tabel atau grafik dapat digunakan untuk menghitung perubahan entropi. Jika perubahan fasa isotermal pada
tekanan konstan berjalan lambat
sehingga dapat dianggap reversible dan pada keadaan setimbang, ∆S = ∆Hperubahan fasa/T.
Perubahan entropi untuk proses kesetimbangan pelelehan dan penguapan
sebagai berikut:
fus S fus T fus P ,T fus dan
vap …………………………………….....……(4.12) S vap T Vap P ,TVap
Apabila suatu sistem yang dipertimbangkan hanya perpindahan panas yang terjadi pada tekanan konstan dan tidak ada kerja yang dilakukan, sistem lebih mudah menunjukkan perubahan entropi. Jika pemanasan dilakukan secara irreversible dengan beda temperatur tinggi akan sama seperti proses yang dilaksanakan secara reversible dengan beda suhu yang tidak terbatas. Perubahan entropi sistem menjadi: T2
C P dT T T1
S n
Misalnya dalam alat penukar panas, perbedaan suhu ini dapat dihitung untuk setiap aliran proses. Jika proses yang dilakukan reversible, maka jumlah aljabar perubahan entropi untuk setiap proses akan menjadi nol. Contoh 4.4. Lihat dan catat kembali contoh 3.7 dan hitung ∆S untuk setiap tahapan proses dan ∆Skeseluruhan Penyelesaian: 107
Dari tabel steam appendix B dengan interpolasi datauntuk kondisi masing-masing proses Keadaan
1
2
3
4
5
P, MPa T, OC S, kJ/(kg K)
2.75 440 7,096
0.5 440 7,915
0.31 170 7,16
0.31 140 7,014
2.75 410 6,999
a) Isotermal ∆ST = S2 - S1 = 7,915 – 7,096 = 0,819 kJ/(kg K) b) Isometri ∆SV = S3 - S2 = 7,16 – 7,915 = - 0,755 kJ/(kg K) c) Isobar ∆Sp = S4 - S3 = 7,014 -7,16 = - 0,16 d) ∆Sa = S5 - S4 = -0,015 = 0 (Q=0) e) ∆ST = S1 - S5 = 7,096 – 6,999 = 0,097 f) ∆Skeseluruhan = 0,001
Contoh 4.5
0
Asumsi 5000 kg/jam minyak dengan kapasitas panas 3,2 kJ/(kgK)
didinginkan dari 220 oC sampai suhu 30 oC dengan menggunakan air yang dialirkan secara berlawanan arah sehingga suhunya naik dari 20 oC menjadi 30 oC. Tentukan perubahan entropi keseluruhan per jam. Penyelesaian: ( m C P T ) min yak mC P T air
50003,2220 30 mH O 4,186210 20 2
m H 2O 3822 kg / jam
T S mC P ln 2 T1
min yak
T m C P ln 2 T1 H O 2
108
S 50003,2 ln
303,1 483,1 38224,186 ln 493,1 293,1
= - 7786 + 7995 = 209 kJ/(kg K) 4.2.3.4 Perubahan Entropi Pada Reaksi Kimia dan Hukum ke III Thermodinamika Perubahan Entropi yang terjadi dalam suatu reaksi kimia dapat dihitung dengan persamaan, Δsn = Δs Reaksi Δs rxn = Σ nPr . S Pr – Σ n Re . S Re ………………………(4.13) Dalam pemakaian rumus diatas diperlukan penentuan entropi absolute bahan yang terlibat dalam reaksi yang mana membutuhkan hukum termodinamika ketiga sebagai dasar. Nernst merumuskan hokum ketiga termodinamika yang bunyinya entropi setiap kristal yang yang berbentuk sempurna atau kristal tanpa susnan acak adalah 0 pada suhu mutlak 0 K. Hal ini telah dibuktikan dengan percobaan dan nilai entropi absolute dapat dihitug dari ekstrapolasi panas laten dan panas spesifik yang diambil dari kondisi kriogenik 0 K. Entropi absolute dihitung biasanya pada suhu referen 25 oC dengan rumus:
298 o S abs
0
Cp dT S perubahan fasa ………………………(4.14) T
So = entropi absolute pada suhu T oK. Cp = kap.panas pada tek.tetap Nilai nilai So dapat diperoleh dalam table-tabel termodinamika. Dari table itu jelas kelihatan bahwa entropi absolut akan naik sebagai akibat kenaikan ketidak aturan bahan, sehingga entropi naik akibat perubahan bahan dari kristal padat menjadi padatan amorpous, kemudian menjadi cair, dan gas. Entropi pada suhu lain dapat dihitung dengan penambahan kontribusi entropi akibat perubahan temperatur dan perubahan fasa, 109
C P dT S perubahan fasa diatas298K ………………(4.15) 298 T T
ST S o
Persamaan 4.15 ini dapat digunakan untuk menghitung ∆Srxn pada persamaan 4.13. Contoh 4.6. Tentukan perubahan entropi reaksi methanol dengan oksigen membentuk formaldehid dan air dalam fasa uap pada suhu 25 oC. Penyelesaian: Reaksi :
CH3OH + ½ O2
CH2O + H2O
o o ∆Srxn = S CH S Ho 2O S CH S Oo2 2O 3OH
= 218,8 + 188,85 – 237,8 – ½ (205,2) = 67,25 kJ/K
110
SESI /PERKULIAHAN KE : 12 TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu : 1
Mendeskripsikan konsep energi bebas Gibbs
2. Menentukan arah proses dengan perubahan energy bebas Gibbs .
Pokok Bahasan : Menghitung ΔG Deskripsi singkat : Dalam pertemuan ini anda mempelajari tentang energi bebas Gibbs, arah proses dengan perubahan energi bebas Gibbs pada gas ideal untuk proses isotermal, adiabatik, isometrik, isobarik pada sistim tertutup, perubahan energi Gibbs untuk sistim terbuka (proses alir)
I.
Bahan Bacaan 1. Daubert, T.E., 2002. Chemical Engineering Thermodynamics. 4th edition. Boston-USA: Mc. Graw Hill. 2. Smith, J.M., Van Ness, H.C.dan Abbot, M.M. 2001. Introduction to Chemical Engineering, 6th edition. Singapore: Mc. Graw Hill.
II. Pertanyaan Kunci/Tugas : 1. Jelaskan tentang konsep energi bebas 2. Apakah yang menyebabkan energi bebas Gibbs lebih sering digunakan dari pada energi bebas Hemholzt 3. Apakah suatu reaksi dapat berlansung secara spontan pada suhu tetap apabila perubahan energi bebas Gibbsnya positif?
111
III. Tugas 1.
Suatu gas dengan kapasitas panas pada tekanan konstan 45 kJ/(kmol
K) diekspansi dari 0,5 MPa dan 100 oC menjadi 0,1 MPa dan 20 oC dengan menggunakan pendingin dari luar yang suhunya 10 oC (lingkungan) a. Jika gas adalah ideal, hitung perubahan entropi sistem , lingkungan, dan keseluruhan b. Hitung kerja yang hilang oleh sistem c. Hitung perubahan energi bebas Gibbs sistem d. Hitung seperti point a, bila gas non ideal
112
BAB V ENERGI BEBAS GIBBS Energi Bebas Gibbs adalah suatu fungsi yang menggabungkan entalpi dan entropi sistem, G = H – TS…………………..…………………………..(5.1) Untuk perubahan energi bebas Gibbs pada P dan T tetap, dapat dituliskan; G = H - TS……………………………………………’.(5.2) Untuk proses spontan, G sistem harus berharga negatif pada P dan T tetap. Untuk sistem yang mempunyai H negatif (eksoterm) dan S positif (perubahan menyebabkan bertambahnya ketidak teraturan) maka perubahan akan berlangsung spontan pada segala temperatur. Sebaliknya jika H positif (endoterm) dan S negatif, G akan selalu positif, sehingga perubahan tidak akan terjadi secara spontan pada segala temperatur. Contoh Soal 1; Untuk perubahan H2O (c ) H2 O (g) pada 1 atm dan 298 K harga H ialah 9,71 kkal/mol dan S ialah 26 kal/mol.K a) Apakah perubahan ini spontan pada 298K? G = H - TS = 9710 kal/mol – 298 (26)K. kal/mol.K = 1962 kal/mol karena harga G positif, maka perubahan H2O (c ) H2O (g) tidak spontan pada suhu 298 K. b) G = H - TS Syarat terjadinya kesetimbangan ialah G = 0, maka pada keadaan kesetimbangan, H = T S
T = H/S = 9710 kal/mol/26 kal/mol K = 373 K
Jadi kesetimbangan H2O (c ) H2O (g) terjadi pada 373 K 113
Contoh soal 2 Tentukan reaksi berikut ini spontan atau tidak ? Cao(s) + CO2(g) -----> CaCO3 Jika diketahui H298 = - 178,3 kJ. S298 = -160,5 J/K G
= H - TS
= -178,3 – 298 (160,5) . 10-3 = -130,5 kJ G< 0 maka reaksi berlangsung spontan Perubahan energi bebas pereaksi dalam keadaan standar (298 K, 1 atm) menjadi hasil reaksi dalam keadaan standar, disebut perubahan energi standar G0. Perubahan energi bebas standar bagi reaksi pembentukan senyawa dari unsurunsurnya didefinisikan sebagai perubahan energi bebas pembentukan standar, Gf0. Bagi unsur-unsur bebas pada keadaan standar ditetapkan mempunyai Gf0 nol. Harga Gf0 dapat dipakai untuk menghitung G0 reaksi dalam rangka meramalkan spontan tidaknya reaksi itu, melalui persamaan; G0 = Gf0 hasil reaksi - Gf0 pereaksi Contoh soal; Dengan menggunakan data, hitunglah G0 pembakaran metana pada 2980K. Untuk reaksi; CH4(g) + 2 O2(g) CO2(g) + 2H2O G 0 G 0 f CO2 2G 0 f H 2 O G 0 f
94,3kkal 113,4kkal)
CH 4 2G 0 f O2
12,14kkal)
195,6 kkal Harga perubahan energi bebas standar yang negatif menunjukkan bahwa reaks dapat berlangsung spontan pada suhu kamar. Namun kenyataannya campuran gas hidrogen dan oksigen dalam suatu bejana tidak menghasilkan reaksi, kecuali jika terdapat katalisator Palladium yang dapat mengubah campuran ini dengan cepat menjadi air pada suhu kamar. Contoh ini menunjukkan kestabilan termodinamika 114
hanya
didasarkan
pada
keadaan
awal dan
keadaan akhir
saja.
Secara
termodinamika reaksi pembentukan air dapat berlangsung spontan, akan tetapi karena sistem campuran gas tadi secara kinetika cukup stabil (mempunyai energi aktivasi tinggi), maka reaksi spontan tadi berlangsung dengan sangat lambat. Tabel 5.1 Perubahan Energi Bebas Pembentukan Standar; Gf0
Senyawa Kkal/mol
Gf0
Senyawa
KJ/mol
Kkal/mol
KJ/mol
H2O(l)
-56,7
-237,0
CH3Cl(g)
-19,6
-82,0
HCl(g)
-22,7
-95,0
CCl4(c)
-33,3
-139
H2S(g)
-7,89
-33,0
C6H12O6
-215
-900
NO2(g)
12,4
51,9
Al2O3(p)
-376,8
-1577
NH3(g)
-3,97
-16,6
BaO(p)
-350,2
-1465
CH4(g)
-12,14
-50,79
CaO(p)
-144,4
-604,2
C2H4(g)
16,28
68,12
CoO(p)
-30,4
-127
C2H6(g)
-7,86
-32,9
CaCO3(p)
-269,8
-1129
C6H6(c)
29,8
125
SiO2(p)
-192,4
-805,0
Perhatikan definisi energi bebas Gibbs : dG = dH – d(TS) = dU + d(PV) – d(TS) maka dG = dU + PdV + VdP – TdS – SdT Karena dU = TdS – PdV untuk suatu proses reversible tanpa aliran hanya melakukan kerja PV, sehingga dG = VdP – SdT……………………………………………….(5.3) Rumus umum ini dibatasi untuk proses tanpa aliran (non flow process) . Pada tekanan konstan, dGp = - SdT …………………………………………………(5.4) 115
Pada temperature konstan, dGT = VdP……………………………………………………(5.5) Pada temperature dan tekanan konstan, dGT = 0………………………………………………
….(5.6)
5.1 Perubahan Energi Gas Ideal sistim tertutup Untuk gas ideal persamaan 5.4 dan persamaan 5.5 dapat lebih mudah diuraikan, Pada temperature konstan, P2
nRT dP P P1
dG VdP T
GT nRT ln
P2 ……………………….………………… P1
(5.7)
Pada tekanan konstan,
dG
P
SdT T2
G P SdT ………………………………………,, T1
.(5.8)
Sperti yang telah dibahas sebelumnya, entropi gas ideal, T
S CP 0
dT H T T perubahan fasa
dan S pada setiap T dapat dihitung pada tekanan 1 atm. Karena S merupakan fungsi keadaan, maka perubahan entropi dari suatu keadaan ke keadaan yang lain lebih mudah dihitung untuk gas ideal, sebagai contoh perubahan keadaan dari P1V1 menjadi P2V2 : 1. Ekspansi secara isothermal dari P1 ke P2,
S R ln
P1 P2
2. Perubahan suhu dari T1 ke T2 pada P2,
116
T2
S C P ln T1
dT T
Selanjutnya, entropi absolut dapat ditentukan sebagai suatu fungsi suhu untuk disubstitusikan pada persamaan 5.8, dGV VdP SdT GV VP SdT ……………………………….(5.9)
S dapat ditentukan dari persamaan diatas. Contoh 5.1 Satu kilomol gas karbon monoksida (anggap gas ideal) dengan kapasitas panas pada tekanan konstan (Cp) 29
kJ pada tekanan 2,758 MPa dan suhu kmol K
700 K (keadaan 1) diekspansi secara isothermal sehingga tekanannya menjadi 0,552 MPa (keadaan 2), selanjutnya didinginkan pada volume tetap sampai suhu 437,5 K (keadaan 3), lalu didinginkan pada tekanan tetap sampai suhu 350 K (keadaan 4), kemudian ditekan secara adiabatik sampai tekanan 2,758 MPa (keadaan 5) dan dipanaskan pada tekanan tetap sampai suhu 700 K Tentukanlah perubahan energi bebas gibbs untuk setiap langkah proses diatas.. a) Isothermal
GT nRT ln
P2 0,552 W 18,314700 ln 9363 kJ P1 2,758
b) Isometrik T1
GV VP SdT T1
P2 0,552 MPa
P3 0,345 MPa
T2 700 K
T3 437,5 K T1
S pada1 atm, T1 S O C P T2
dT T
117
T1
S P1, T1 S O C P T0
P dT R ln 1 T P0
anggap Cp konstan pada 29,3 kJ(kmol K) dari table 4.1 Daubert, SCO(g) pada 25 oC dan 1 atm = 198 kJ/(kmol K)
V700 K
RT 8314,3700 m3 10 , 543 P kmol 0,552 x 10 6
GV 10,543 345 552
437, 5
SdT
700
Evaluasi integral diatas dengan cara Simpson, 437, 5
SdT
700
437,5 700 S 437,5 4S 568,8 S 700 6
S 700, 0,552 MPa 198 29,3 ln
700 0,552 kJ 8314,3 ln 209 298 0,103 kmolK
Dengan cara yang sama diperoleh, S 437,5 , 0,345 MPa 199,2 437, 5
SdT
700
kJ kmol K
S 568,8 , 0, 449 MPa 204,7
kJ kmol K
262,5 209 4204,7 199,2 53681 kJ 6 kmol
GV 2182 53681 51499 kJ / kmol
Dan c) Isobarik
T4
G P SdT T3
T3 437,5 K
T4 350 K
P3 0,345 MPa P4 0,345 MPa
Dari persamaan isothermal b), S 437,5 , 0,345 MPa 199,2
kJ kmol K
S 350, 0,345 MPa 192,6
kJ kmol K
S rata-rata = 195,9 kJ/kmol 118
GP 195,9 350 437,5 17141 kJ / kmol d) Adiabatik G VdP SdT P5
T5
P4
T4
RT dP SdT P
= VdP SdT
T4 350 K
T5 634 K
P4 0,345 MPa
P4 2,758 MPa
dari pers. Isothermal b) S 634, 2, 758 MPa 192,8
kJ kmol K
S 350, 0,345 MPa 192,6
kJ kmol K
S rata-rata = 192,7 kJ/kmol dari hukum gas ideal diperoleh, V4 8,435 m 3 / kmol
V5 1,911 m 3 / kmol
Gunakan cara Simpson, jika Pmid = 1,5525 MPa
1,5515 Tmid 0,345
0, 2867
350 538 K
Vmid 2,88 m 3 / kmol
Sehingga, P5
VdP
P4
T5
SdT
2758 345 8,435 42,88 1,911 8794 kJ / kmol 6 = 192,7634 350 54727 kJ / kmol
T4
G 8794 54727 45933 kJ / kmol
e) Isobarik T1
G P SdT T5
119
T 5 634 K
T1 700 K
P4 2,758 MPa P1 S 700 195,7
S 634 192,8
S ratarata 194,25
GP 194,25700 634 12821kJ / kmol G 9363 51499 17141 45933 12821 523 kJ / kmol
5.2 Perubahan energy Gibbs sistim terbuka (Proses Alir) Perubahan energi bebas Gibbs untuk proses alir diturunkan dari neraca energi yang telah dibahas pada bab 3,
Q WS' U ( PV ) Karena
u 2 gZ …………………(5.10) 2
G E ( PV ) TS , maka
Q WS' G TS SdT
u 2 gZ …………(5.11) 2
Pada proses isothermal SdT =0, dan proses reversible, Q = TdS, maka
G WS'
u 2 gZ …………………………(5.12) 2
Pengaruh Tekanan Pengaruh tekanan terhadap tekanan uap pada energi bebas Gibbs disebut effek Poynting. Bila kita tinjau suatu sistem isothermal yang mengandung gas-gas yang tidak dapat terkondensasi dan uap pada tekanan total yang lebih besar dari tekanan uap pada suhu uap tertentu. Jika campuran ditekan sampai tekanan tinggi, sebagian uap terkondensasi dan fasa gas akan mengandung sebagian uap yang ditentukan dari tekanan uap yang terkondensasi. GT VP V Pf Pl …………………………………………(5.13)
Dimana: Pf = tekanan total akhir 120
Pl = tekanan awal yang sama dengan tekanan uap pada temperatur sama
V = spesifik volume Karena uap dan cairan dalam kesetimbangan, G 0 , atau GVap Gliq. maka G naik secara sama dalam setiap fasa sedemikian rupa sehingga tekanan uap naik secara perlahan. Jika fasa gas ideal, nRT ln
P V Pf Pl …………………………………………….(5.14) Pl
dimana P adalah tekanan uap yang terkondensasi pada tekanan tinggi. Tekanan ini dapat digunakan untuk menghitung energi bebas dan sifat-sifat lain yang diinginkan. Pengaruh ini hanya dapat diapresiasi pada tekanan tinggi, sekurang-kurangnya 1000 kPa. Contoh 5.2. Perkirakan tekanan uap etilen pada 0 oC dan tekanan total 10 MPa. Diketahui pada suhu 0 oC dan tekanan total 0,1 MPa, tekanan uapnya 4,08 MPa. Ulangi perhitungan untuk tekanan total 1 MPa, anggap uap ideal. Penyelesaian, Anggap densitas cairan etilen kira-kira 430 kg/m3 dan ambil basis 1 kg etilen nRT ln
P V Pf Pl Pl
1 8314,3273,1ln P 1 10 0,110 6 28 4,08 430 ln
P 0,2839 4,08
P 1,3283 4,08 P = 5,42 MPa
121
Pada Pf = 1 MPa
1 8314,3273,1ln P 1 1 0,110 6 28 4,08 430
ln
P 0,02581 4,08 P 1,026 4,08 P = 4,19 MPa
Soal 2. Tentukan perubahan entalpi, entropi, energi dalam, dan energi bebas Gibbs pada proses berikut: a. 5 kg air diuapkan pada suhu 100 oC dan tekanan 1 atm b. 1 kmol cairan ammonia jenuh diuapkan pada tekanan tetap 1 atm 3. Suatu gas dengan kapasitas panas pada tekanan konstan 45 kJ/(kmol K) diekspansi dari 0,5 MPa dan 100 oC menjadi 0,1 MPa dan 20 oC dengan menggunakan pendingin dari luar yang suhunya 10 oC (lingkungan) a. Jika gas adalah ideal, hitung perubahan entropi sistem , lingkungan, dan keseluruhan b. Hitung kerja yang hilang oleh sistem c. Hitung perubahan energi bebas Gibbs sistem d. Hitung seperti point a, bila gas non ideal 3. Jika 1 kg uap air jenuh pada suhu 200 oC, volumenya dilipat duakan dengan cara ekspansi bebas, tentukan perubahan entropi, energi bebas Gibbs dengan menggunakan data dari tabel steam.
122
SESI /PERKULIAHAN KE : 13 & 14 TIK : 1. Mampu mendeskripsikan siklus Carnot 2. Mampu mendeskripsikan siklus refrigerasi. 3. Mampu mengkaji/mengevaluasi kinerja mesin yang menerapkan siklus daya serta siklus refrigerasi dan pompa kalor.
Pokok Bahasan : Menerapkan hukum termodinamika kedua Deskripsi singkat : Dalam pertemuan ini anda mempelajari tentang siklus Carnot dan siklus refrigerasi yang merupakan kebalikan dari siklus Carnot dan akan dikaji kinerja mesin yang menerapkan siklus daya Carnot dan pompa kalor
I. Bahan Bacaan 1. Daubert, T.E., 1985. Chemical Engineering Thermodynamics. 4th edition. Boston-USA: Mc. Graw Hill. 2. Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan oleh: Zulkifli, H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc.. 3. Nainggolan, W.S. 1978. Thermodinamika. Edisi ketiga. Bandung. Armico II Pertanyaan Kunci/Tugas : 5. Jelaskan dengan menggunakan diagram PV siklus Carnot 6. Jelaskan dengan Menggunakan diagram PV siklus refrigerasi 7. Mengapa siklus Carnot digunakan sebagai standar untuk mengevaluasi kinerja dan efisiensi siklus sesungguhnya
123
III Tugas 1.Sebuah siklus daya carnot yang menggunakan udara sebagai fluida kerjanya memiliki efisiensi termal 40%. Pada permulaan ekspansi isothermal, tekannya 620 kPa dan volume spesifik udara 0,1 m3/kg. Jika masukan kalor ke dalam siklus sama dengan 50 kJ/kg, tentukanlah: a. temperatur terendah dan tertinggi untuk siklus ini b. Interaksi kerja dan kalor per satuan massa untuk setiap proses siklus ini Anggap udara adalah gas ideal dengan kapasitas panas konstan
2. Tentukanlah koefisien kinerja untuk siklus refrigerasi yang diperoleh dengan membalik siklus daya yang dijelaskan pada soal no1
124
BAB VI SIKLUS CARNOT DAN REFRIGERASI Materi Prasyarat :
Telah mampu mendiskripsikan prinsip hukum termodinamika pertama dan mengidentifikasi proses reversibel dan irreversibel. Standar Kompetensi :
Mampu mendeskripisikan konsep hukum kedua termodinamika dan menerapkannya pada berbagai proses dan siklus termodinamika teknik. Kompetensi Dasar :
1. Mampu mendeskripsikan siklus Carnot 2. Mampu mendeskripsikan siklus refrigerasi. 3. Mampu mengkaji/mengevaluasi kinerja mesin yang menerapkan siklus daya Carnot serta siklus refrigerasi dan pompa kalor. 6.1 Pendahuluan Nicolas Sadi Carnot (1976-1832) merupakan salah seorang yang pertama mengkaji prinsip-prinsip hukum kedua termodinamika . Carnot memperkenalkam konsep siklus, setelah melalui serangkaian kejadian , dikembalikan ke tingkat keadaan awal dan siklus ini merupakan siklus ideal klasik yang diberi nama siklus Carnot. Siklus ini didasarkan pada hukum termodinamika pertama yang dirumuskan kemudian oleh Joule, dan merupakan langkah mandiri dalam evolusi hukum kedua termodinamika 25 tahun kemudian oleh Rudolf Clausius dan William Thompson. Kerja poros maksimum yang disertakan pada setiap perubahan keadaan dari suatu fluida diperoleh jika perubahan-perubahan tersebut berlangsung secara reversibel tanpa gesekan mesin yang dapat memberikan kerja poros maksimum di dalam siklus tertutup dari suatu fluida, sehingga mesin ini dapat digunakan sebagai standar di dalam mengevaluasi efisiensi ataupun performansi dari siklus sesungguhnya untuk untuk merubah panas ke bentuk kerja (poros) mekanik.
125
6.2 Siklus Carnot Siklus carnot sebagai berikut
P
A- B
Gambar 6.1 Diaram PV dan TS siklus Carnot
a) Selama proses A-B panas dipindahkan secara reversible dan isotermal ke sistem dari suatu reservoir bertemperatur tinggi pada T1 dan sistem menyerap panas Q1. Volume sistim bertambah dari dari VA ke VB dan sistim melakukan kerja ekspansi sebesar WAB seperti yang terlihat dilintasan A-B pada diagram PV 0
Q W
Q1 Wab P dV
W AB nRT1 ln Isothermal =
nRT1 dV V
VB VA
PA .V A PB .VB T1 T1 PA VB PB V A WAB nRT1 ln
PA PB
126
b)
Proses B-C merupakan proses ekspansi adiabatik yang selama proses ini secara termal terisolasi dan temperature system turun dari T1 menjadi T2. Volume system bertambah dari VB ke VC dan sistem melakukan kerja ekspansi sebesar WBC Kerja ekspansi adiabatik: Q W
Q0
W n CV dT n CV (T2 T1 ) WBC n CV (T2 T1 ) nCV T1 T2 c)
Selama proses C-D, sistem dikontakkan dengan reservoir bertemperatur rendah T1 dan panas dipindahkan secara reversibel dan isotermal ke reservoir bertemperatur rendah sebesar Q2. Sistem menerima kerja sebesar WCD dan volume system berkurang dari VC menjadi VD. Penekanan gas secara isotermal (C-D)
Q2 W Q2 WCD P dV WCD nR T2 ln n R T2 ln d)
nRT 2 dV V
VD VC PC P n R T2 ln D PD PC
Proses akhir D-A, yang mengakhiri siklus ini merupakan proses kompressi adiabatik reversibel, sistem menerima kerja sebesar WDA hingga volume sistem berkurang dari VD menjadi VA dan suhu sistem naik dari T2 menjadi T1
Q W W nCV (T1 T2 ) W nCV (T1 T2 ) Kerja netto pada siklus Carnot: 127
Wnet W AB W BC WCD W DA
nRT1 ln
PA P n CV (T1 T2 ) nRT 2 ln D nCV (T1 T2 ) PB PC
Wnet W AB W BC Q1 Q2 .........................................................................' ' ' '..........(6.1)
Effisiensi siklus merupakan perbandingan kerja yang dilakukan terhadap panas yang masuk Wnet Q1 Q2 ...............................................................................(6.2) Q1 Q1 Wnet Q1
PA P nRT 2 ln D PB PC PA nRT1 ln PB
nRT1 ln
A- D dan B – C adiabatis k 1
PA T1 PD T2 PA P B maka PD PC k
PB T1 PC T2 PA P D PB PC
k 1
k
Sehingga: Wnet = Q1
PA P nRT2 ln A PB PB P nRT1 ln A PB
nRT1 ln
Wnet T1 T2 = ………………………………………………………(6.3) T1 Q1
Dari persamaan (6.2) dan (6.3) diperoleh hubungan,
Q1 T1 ……………………………………………………………..(6.4) Q2 T2 Tahap-tahapan proses dari siklus Carnot dapat dilihat pada gambar dibawah ini 128
Gambar 6.2. Proses Siklus Daya Carnot
Sebagai contoh mesin panas Carnot adalah motor kalor. Motor kalor merupakan system termodinamik yang beroperasi dalam satu siklus dimana sistem menyerap panas Q1dari suatu reservoir panas temperatur T1. Sebagian panas diubah dalam bentuk kerja (system melakukan kerja terhadap lingkungan ) dan sisa panas Q2 diberikan ke reservoir dingin dengan suhu T2
129
Reservoir panas pada suhu T1 Q1
Wnet Q2
Resevoir dingin, suhu T2 Gambar 6.3 Prinsip Motor Kalor
6.3 Siklus Refrigerasi Karena siklus Carnot adalah proses reversibel, maka prosesnya dapat dibalik. Proses yang dibalik ini disebut siklus refrigerasi. Jadi, refrigerator Carnot bekerja dengan kebalikan dari mesin Carnot. Mesin Carnot disebut direct cycle sedang refrigerator Carnot disebut reverse cycle. Pada siklus refrigerator Carnot, proses dimulai dengan proses ekspansi adiabatic (A-B), diikuti oleh proses ekspansi isothermal (D-C), kompresi adiabatik (C-B), dan diakhiri oleh proses kompressi isotermal sebagaimana dapat dilihat pada diagram PV dibawah ini
Gambar 6.4 Siklus refrigerator Carnot
130
Refrigerator Carnot menerima kerja luar W dan menyerap panas Q2 dari suatu reservoir dingin dengan temperatur T2, serta memberikan panas Q1 ke reservoir panas yang suhunya T1. Siklus refrigerasi ini juga sering disebut pompa kalor. Pompa kalor merupakan sistim termodinamik yang beroperasi dalam satu siklus yang memindahkan kalor dari suatu reservoir dingin (bertemperatur rendah) ke reservoir panas (temperatur tinggi). Indeks kinerja siklus refrigerasi atau pompa kalor disebut coefficient of performance (COP) atau koefisien kinerja.
COP
Q2 Q2 ……………………………………………………….…(6.5) Wnet Q1 Q2
COP
T2 T1 T2
……………………………………………(6.6)
Dari persamaan 7.5 dan 7.6, diperoleh hubungan,
Q2 T2 Q1 T1
…………………………………………………..(6.7)
Reservoir panas pada suhu T1 Q1
W Q2
Resevoir dingin, suhu T2
131
Gambar 6.5 Prinsip Pompa Kalor
Contoh 6.1 Suatu mesin Carnot mengambil panas dari suatu reservoir yang suhunya 100 oF dan memberikan panas ke reservoir 0 oF. Jika mesin mengambil 1000 Btu dari reservoir 100 oF, tentukan kerja yang dilakukan, jumlah panas yang diberikan ke reservoir 0 oF, dan efisiensi dari mesin tersebut. Penyelesaian: T1 = ( 100 + 460 ) = 560 oF T2 = ( 0 + 460 ) = 460 oF Q1 = 1000 Btu W = Q1 – Q2……………….………..a) Dari persamaan 6.4 ,
Q1 Q2 T1 T2
560 Q2 = 460 Q1 Q2
Maka
460 Q1 …………b) 560
Substitusi b ke a dan masukkan harga Q1, sehingga W (1000
460 x 1000 ) Btu 178,6 Btu 560
Jadi kerja yang dilakukan mesin Carnot 178, Btu Panas yang diberikan ke reservoir 0oF, Q2
460 x 1000 821,4 Btu 560
Effisiensi mesin Carnot, W 178,6 x 100% 17,86% Q1 1000
Contoh 6.2. Suatu refrigerator dengan koefisien kinerja (COP) seperdua dari koefisien kinerja refrigerator Carnot, bekerja antara reservoir 360 R dan reservoir 720 132
R serta menyerap panas sebesar 600 BTU dari reservoir temperatur rendah. Berapa jumlah panas yang diberikan ke reservoir temperatur tinggi. Penyelesaian: Koefisien kinerja refrigerator carnot,
Q2 Q1 Q2
COP
Persamaan 6.7,
Q1
Q1 Q2 T1 T2
maka
T1 x Q2 T2 720 x 360 1200 BTU 360
Maka koefisien kinerja refrigerator carnot. 600 1 1200 600
COP
dan koefisien kinerja dari refrigerator yang dimaksud, COP ' 0,5 COP 0,5 x 1 0,5
COP ' 0,5
Q2 Q1 Q2
600 Q1 600
Q1
600 600 1800 BTU 0,5
Jadi panas yang diberikan refrigerator tersebut ke reservoir temperatur tinggi tersebut adalah 1800 BTU
Soal 1.Sebuah siklus daya carnot yang menggunakan udara sebagai fluida kerjanya memiliki efisiensi termal 40%. Pada permulaan ekspansi isothermal, tekannya 620 kPa dan volume spesifik udara 0,1 m3/kg. Jika masukan kalor ke dalam siklus sama dengan 50 kJ/kg, tentukanlah: 133
a. temperatur terendah dan tertinggi untuk siklus ini b. Interaksi kerja dan kalor per satuan massa untuk setiap proses siklus ini Anggap udara adalah gas ideal dengan kapasitas panas konstan
2. Tentukanlah koefisien kinerja untuk siklus refrigerasi yang diperoleh dengan membalik siklus daya yang dijelaskan pada soal no1 3. Refrigerator yang digerakkan oleh motor 0,75 kW memindahkan 200 kJ/menit dari benda dingin. Berapakah koefisien kinerja refrigerator ini? Pada laju berapa kalor diberikan ke benda panasnya? 4. Suatu mesin carnot beroperasi dengan gas ideal dimana Cv = 3/2 R. Selama ekspansi isothermal volume bertambah dua kali volume mula-mula (V2 = V1). Perbandingan volume mula-mula dengan volume akhir adalah 5,7. Kerja yang dilakukan mesin 6,134. 106 ft.lb. Gas terdiri dari 2 lbmole, tentukan temperatur masing-masing reservoir dimana mesin beroperasi dan buat diagramnya Referensi/Sumber Rujukan 1. Daubert, T.E., 2002. Chemical Engineering Thermodynamics. 4th edition. Boston-USA: Mc. Graw Hill. (halaman 116 s.d. 122). 2. Nainggolan, W.S. 1978. Thermodinamika. Edisi ketiga. Bandung. Armico (halaman 104 s.d 110) 3. Saad, M.A.. 1997. Termodinamika. 1st edition (terjemahan oleh: Zulkifli, H.. 2000). New York USA: Prentice Hall Inc.. (halaman 94-95 dan 147-161)
134
135