POLA DISTRIBUSI DAN TEKNIK TRANSPORTASI PEPAYA
Oleh :
SRI EFRIYANTI HARAHAP
F152140241
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
Pola Distribusi dan Teknik Transportasi Pepaya
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang subur sehingga menjadi penghasil komoditas hortikultura yang potensial untuk dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu komoditas hortikultura yang terkenal di Indonesia adalah buah pepaya. Pepaya memiliki banyak manfaat dan harganya relatif murah jika dibandingkan dengan buah yang lainnya. Menurut Statistik Pertanian tahun 2013 (Departemen Pertanian 2013), peningkatan produksi buah pepaya di Indonesia mencapai 283 ribu ton antara tahun 2010 dan 2011, tetapi pertumbuhan pepaya secara umum pada tahun 2011 hingga 2012 mengalami penurunan sebesar 1.67%. Penurunan produktivitas tanaman pepaya di Indonesia antara lain disebabkan belum tersedianya varietas unggul yang diinginkan.
Keterkaitan antara produsen dan konsumen pepaya tidaklah terlepas dari kegiatan distribusi. Pepaya yang dihasilkan oleh produsen akan bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis apabila dapat sampai ke konsumen untuk pemenuhan kebutuhannya. Peran distribusi pepaya dalam arti kata cukup, tepat waktu dan terjangkau atau sesuai dari segi harga merupakan faktor-faktor penentu terhadap keberhasilan fungsi distribusi pepaya dari produsen ke konsumen (Nurchayati 2014).
Namun demikian merupakan suatu kenyataan untuk kasus di Indonesia bahwa sistem distribusi merupakan bagian yang masih sangat lemah dalam mata rantai perekonomian nasional. Dengan kata lain efesiensi di bidang sistem distribusi masih rendah. Kondisi ini juga terjadi pada penjualan pepaya, dimana komoditas ini secara intrinsik memiliki sifat cepat busuk, rusak, dan susut besar. Hal ini merupakan masalah yang dapat menimbulkan resiko fisik dan harga (Nurchayati 2014).
Permasalahan pokok pengembangan hortikultura adalah belum terwujudnya ragam, kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar. Permasalahan tersebut disebabkan karena kurangnya penguasaan teknologi, baik teknologi pembibitan, budidaya, maupun kurangnya koordinasi antara pelaku agribisnis hortikultura menjadi rapuh dan lemahnya supply chain management produk hortikultura. Dan untuk sampai di tangan konsumen, komoditas tersebut harus melalui suatu rantai tataniaga yang cukup panjang. Oleh karena itu kehadiran jaringan pemasaran pepaya yang efisien sangat dibutuhkan agar produksi petani ini dapat segera didistribusikan sampai ke konsumen (Nurchayati 2014).
Selain itu ada dua hal penting dalam memperbaiki efisiensi pemasaran yaitu transportasi dan pencegahan kehilangan (preventing loss). Transportasi memiliki peranan yang penting dalam menyalurkan pepaya ke tangan konsumen. Biasanya transportasi yang sering digunakan dalam menyalurkan pepaya adalah truk. Pencegahan kehilangan (preventing loss) sering terjadi karena kesalahan penanganan buah pasca panen. Hal tersebut biasanya terjadi karena temperatur yang tidak sesuai, waktu tunggu dan pengiriman yang lambat, buruknya cara pengepakan (packaging), dan buruknya koordinasi dengan pasar. Umumnya, untuk kasus setiap komoditi, petani individu tidak bisa menjual langsung hasil panennya ke supermarket atau pasar induk. Hal tersebut dikarenakan petani sering terkendala masalah transportasi dan kuantitas panen yang dihasilkan. Sehingga petani membutuhkan lembaga pemasaran seperti kelompok tani atau pedagang pengumpul. Setiap komoditi juga memiliki perbedaan tersendiri dalam sistem pemasarannya ke ritel moderen dan pasar tradisional (Permatasari 2014).
Tujuan paper
Paper ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang membutuhkan untuk mengetahui pola distribusi dan teknik transportasi buah pepaya, upaya memperbaiki pola distribusi pepaya, perbandingan pola distribusi pepaya di Indonesia dan di negara lain, dan upaya perbaikan untuk mengurangi kerusakan pepaya.
Pola Distribusi
Menurut Susanti (2014) pemanenan buah pepaya dapat dilakukan pada sore hari agar dekat dengan waktu pemasaran dan dipilih langsung oleh petani. Petani hanya memilih pepaya yang baik dan menggabungkannya dalam satu keranjang tanpa dikelompokkan berdasarkan kualitas standar mutu kelas buah yang dapat masuk dalam pasar supermarmet. Setelah panen buah pepaya dimasukkan ke dalam peti kayu atau keranjang rotan yang dilapisi koran agar menjaga dari kerusakan fisik buah. Peti atau keranjang tersebut telah disediakan oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul membeli hasil panen sebagian besar di kebun pepaya dan tinggal mengambil buah pepaya di malam hari yang langsung dipasarkan ke berbagai pasar. Hambatan yang dihadapi petani dalam memasarkan adalah jarak yang cukup jauh dari pasar sehingga memerlukan waktu yang cukup lama, selain itu jarak kebun ke jalan besar cukup jauh dengan kondisi jalan yang rusak dan becek jika terjadi hujan.
Faktor yang menyebabkan sistem distribusi di Indonesia kurang efisien adalah belum memadainya sarana dan prasarana transportasi. Jaringan distribusi yang belum mapan selama ini menyebabkan tersendatnya aliran produk, sehingga sering terjadi kelangkaan penyediaan barang di beberapa pasar. Belum mapannya jaringan distribusi, ditambah dengan rentannya sektor jasa transportasi dari pengaruh ekonomi makro serta iklim seperti harga bahan bakar atau bencana alam, secara tidak langsung akan berdampak pada kegiatan distribusi (Nurchayati 2014).
Arah Distribusi Pepaya
Distribusi pepaya secara umum menurut Prihatiningtyas et al. (2015) adalah dari petani ke processor, dari processor ke retail, dari retail ke konsumen. Dalam rantai pasok pepaya ini, petani memasok ke processor (industri makanan, dan industri lainya), retail dapat berupa grosir, semi grosir, pengecer, distribution center, supermarket atau minimarket dan oulet-outlet buah. Adapun arah distribusi pepaya dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Arah distribusi pepaya (Prihatiningtyas et al. 2015).
Target mutu pepaya
Menurut Santoso (2012), terdapat lima komponen pokok dalam kualitas produk pasca panen hortikultura, yaitu kualitas penampilan, rasa, nutrisi, tekstur, dan keamanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen ahli pepaya dan ketentuan SNI 4230:2009 diperoleh 14 atribut kualitas buah pepaya yang dikelompokkan ke dalam empat komponen, yaitu :
a. Kualitas penampilan (bebas dari memar, tampilan segar, kebersihan kulit, bentuk, ukuran, warna kulit dan warna daging buah),
b. Kualitas tekstur (tekstur daging dan kulit buah),
c. Kualitas flavour (rasa manis dan aroma khas),
d. Kualitas keamanan (bebas dari hama dan penyakit, bebas dari aroma dan rasa asing, bebas dari kerusakan akibat perubahan temperatur yang ekstrim).
Berdasarkan pola pendistribusian yang sudah ada, diharapkan agar buah lokal khususnya pepaya menjadi tuan rumah di negerinya sendiri dapat terwujud apabila di bangun supply chain management (SCM) yang tangguh. SCM merupakan strategi bisnis yang mengintegrasikan secara vertikal perusahaan-perusahaan dalam supply chain (SC) untuk meningkatkan efisiensi dan prestasi keseluruhan anggota SC agar dapat memenuhi tuntutan konsumen sehingga menjadi satu kesatuan kegiatan bisnis yang kompetitif.
Upaya Memperbaiki Distribusi Pepaya
Ketua asosiasi pepaya Jawa Barat mengemukakan dalam rantai pasok (khususnya distribusi) pepaya mengalami kecacatan produk sebesar kurang lebih 20%, sehingga distributor dengan petani harus melakukan kontrak perjanjian yang menyatakan segala kecacatan produk pada saat distribusi merupakan tanggung jawab distributor agar petani tidak merugi. Rendahnya mutu produk hortikultura ini memerlukan perhatian yang lebih besar untuk membentuk sistem agribisnis dan manajemen rantai pasok dengan mengutamakan kualitas produk sampai di tangan konsumen (Setiawan 2009).
Salah satu upaya untuk memperbaiki distribusi pepaya adalah dengan pengemasan. Pengemasan untuk distribusi buah sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena selera konsumen yang lebih menyukai buah-buahan yang mempunyai kualitas fisik yang bagus. Tujuan lain dari pengemasan adalah untuk memudahkan penanganan, menjaga mutu dan kualitas buah tersebut sampai ke tangan konsumen. Saat ini umum digunakan prepackaging (menempatkan buah dalam kantong atau karton untuk menjual secara eceran) sebelum dikemas secara luas. Sebelum dikemas, buah diberi perlakuan untuk mengeradikasi beberapa kontaminan yang dapat merusak. Pada pepaya dapat digunakan uap panas dan iradiasi untuk mematikan lalat buah yang menempel. Kemudian pepaya tersebut dikemas mengunakan kotak kardus yang disekat untuk mencegah kontaminasi terhadap lalat buah. Lalu disimpan dalam suhu rendah 10-12°C untuk menunda pemasakan (Rini 2008).
Pola Distribusi dan Transportasi di Indonesia dan Negara Maju
Teknis transportasi dan distribusi di Indonesia umumnya tidak dilengkapi dengan alat pendingin. Biasanya kotak pengangkut hanya dilapisi terpal untuk mencegah agar buah tidak terkena sinar matahari langsung. Buah yang diangkut dengan menggunakan pesawat ditempatkan pada kargo yang tidak berpendingin. Untuk buah yang diangkut dengan kapal laut harus menggunakan pendingin dengan suhu yang diatur pada 10-120C. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan suhu ideal penyimpanan buah pepaya adalah pada suhu 120C. Menurut penelitian, umur simpan buah pepaya dapat mencapai 3 minggu jika disimpan pada suhu 120C (http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/).
Penggunaan transportasi udara di Brazil juga dianggap sebagai transportasi yang paling baik untuk ekspor pepaya, karena pepaya adalah buah perishable. Penggunaan transportasi udara setiap tahun terus meningkat seiring dengan permintaan konsumen. Namun kendala utama pada distribusi pepaya ini adalah biaya pengiriman, penambahan bahan bakar pesawat, dan secara signifikan hal tersebut menambah biaya logistik. Oleh karena itu pepaya menjadi mahal ketika sampai di pasar. Sementara itu jika menggunakan transportasi laut, buah yang akan diekspor harus dipanen sebelum matang. Namun hal ini dapat mengurangi kualitas pepaya, merugikan produsen, berpotensi sebagai buah yang ditolak di beberapa pasar, dan menyebabkan penurunan mutu. Dalam hal ini, transportasi udara adalah transportasi yang lebih unggul untuk menghindari pepaya yang rusak atau busuk, dan memiliki peran penting dalam memperkuat pasar ekspor Brazil (Tozi et al. 2006).
Di pasar Inggris, upaya peningkatan distribusi melalui laut telah terbukti tidak berhasil karena pepaya tidak memiliki respon yang baik. Untuk transportasi domestik, penggunaan transportasi darat menawarkan keuntungan yang lebih besar, aman, fleksibel, dan memungkinkan pengiriman "door to door", serta biaya pengangkutan yang normal. Penggunaan transportasi darat di Inggris dan di negara-negara seluruh dunia meningkat seiring waktu. Penggunaan transportasi darat dapat dilakukan dengan mobil pick up, truk tertutup, truk terbuka, atau kenderaan berpendingin. (Medina et al. 2006).
Penggunaan transportasi laut dianggap kurang fleksibel, selain harganya lebih mahal. Penggunaan teknologi kontrol atmosfer memungkinkan operator untuk menurunkan laju respirasi pepaya dengan terus memantau kadar oksigen, karbondioksida dan nitrogen dalam lemari pendingin. Dengan cara ini, kontrol atmosfer dapat memperlambat pematangan, menghambat perubahan warna, dan menjaga kesegaran pepaya. Meskipun ada kemungkinan bahwa kapal kontainer akan mendominasi perdagangan antara Amerika Utara, Asia Timur dan Eropa. Kapal konvensional berpendingin berkembang di pelabuhan-pelabuhan kecil, terutama di negara berkembang, yang tidak dapat menangani kapal kontainer besar. Dengan demikian, dalam perdagangan utara hingga selatan, kapal konvensional berpendingin memiliki peluang yang lebih baik, namun persaingan dari kapal kontainer yang memiliki biaya yang lebih murah juga meningkat (Medina et al. 2006).
Upaya Perbaikan untuk Mengurangi Kerusakan pada Pepaya
Akibat Benturan
Benturan terjadi diakibatkan oleh adanya getaran dan guncangan yang dialami buah selama proses transportasi pepaya. Memar yang terjadi akibat benturan mengindikasikan bahwa jaringan daging buah pepaya telah rusak sehingga mutu buah menurun. Sedangkan pada tingkat kematangan masak penuh dengan lama pengangkutan 3 jam kerusakan mekanis yang terjadi berupa lecet, memar, bercak coklat, busuk pada bagian kulit buah dan daging buah, serta muncul jamur-jamur pada kulit buah pepaya masak penuh. Jamur tersebut di antaranya jamur alternaria, botrytis, rhizopus. Jamur ini menyebabkan buah pepaya masak penuh mengalami kebusukan sehingga tidak dapat lagi dikonsumsi. Bercak coklat pada buah pepaya masak penuh terjadi karena buah pepaya mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangatlah mudah mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Buah pepaya dengan tingkat kematangan penuh memiliki struktur buah yang lunak, sehingga buah yang saling berbenturan atau bersentuhan satu sama lain dengan dinding akibat pengangkutan mengalami kerusakan (Salulinggi et al. 2014).
Proses penyimpanan dan distribusi buah pepaya oleh petani masih dilakukan secara konvensional, dengan pengemas sederhana seperti keranjang atau kardus. Akibatnya, kualitas dan harga pepaya menjadi turun di mata konsumen. Magic Box dirancang untuk mengatasi masalah tersebut. Dinding Magic Box dibuat dari kombinasi bahan-bahan yang berfungsi untuk menghambat laju pematangan maupun pembusukan buah, melindungi pepaya dalam transportasi, maupun hal lain yang dapat merusak pepaya. Karya inovasi ini dapat juga digunakan untuk berbagai jenis buah lain seperti pisang atau apel. Berbagai inovasi dikembangkan untuk meningkatkan produktivitas hasil panen, padahal tidak kurang pentingnya untuk menjaga nilai panen tersebut agar terus tinggi sampai di tangan konsumen. Menjaga nilai panen buah-buahan pada kenyataannya sering lebih bernilai ketimbang meningkatkan hasil panen (http://www.bic.web.id).
Tindihan beban di atas
Penanganan yang kasar terhadap buah pepaya pada saat memindahkan buah dari lokasi panen ke wadah atau box mobil pada saat pengangkutan merupakan faktor lain yang dapat mempercepat kerusakan buah. Masyarakat umum sangat terbiasa menumpuk produk pertanian pada masa pengangkutan. Khusus untuk buah pepaya, potensi kerusakan buah pada saat pengangkutan sangat tinggi. Buah yang posisinya paling bawah akan terhimpit sehingga menjadi lembek, dan buah yang berada di tengah akan menjadi panas sebagai akibat akumulasi respirasi dan transpirasi buah yang lain, akibatnya aktifitas pematangan buah oleh etylen tidak dapat dihindari. Sebagai buah klimaterik, kondisi ini dapat mempercepat kematangan dan dapat menular pada buah yang lain. Apabila hal ini terjadi maka asam organik pada buah akan terhidrolisis dan dapat menyebabkan buah berkurang rasa manis dan tekstur menjadi lembek karena telah masuk pada tahap lewat matang (Nofriati et al. 2008).
Pepaya yang berair akan memberi kondisi lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan kapang seperti Colletotricum gloesporides sebagai faktor yang dapat mempercepat pembusukan, dalam waktu yang lama bakteri akan tumbuh sehingga kerusakan buah semakin besar. Mikroorganisme yang mengkontaminasi buah pepaya akan bertambah banyak selama masa penyimpanan, dalam waktu yang bersamaan miroorganisme tersebut akan mengeluarkan sisa-sisa metabolismenya yang berpangaruh pada kerja enzim dan berdampak pada lunaknya daging buah, berair, bau alkohol dan buah mengalami pembusukan yang berat akhirnya buah tidak dapat dikonsumsi. Pembungkusan pepaya utuh setelah panen dengan kertas, tissu atau koran bekas yang halus dan lembut selama masa pengangkutan atau peyimpanan di gudang perlu diperhatikan sebagai upaya menghindari terjadinya kerusakan mekanik setelah panen (Nofriati et al. 2008).
Kehilangan kadar air
Upaya untuk mencegah kehilangan kadar air salah satunya adalah dengan penggunaan suhu dingin yang tepat. Suhu optimum dibutuhkan untuk berlangsungnya proses respirasi, yaitu suhu dimana proses metabolisme (termasuk respirasi) berlangsung dengan sempurna. Pada suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu optimum, metabolisme akan berjalan kurang sempurna bahkan berhenti sama sekali. Setiap penurunan 80C pada suhu penyimpanan, metabolisme berkurang setengahnya (Koswara 2009).
Es dapat dipergunakan sebagai sumber pendingin pada suatu wadah besar (bunker) atau sebagai es penutup produk (ditempatkan kontak langsung dengan pepaya). Es dapat mendinginkan pepaya jika es mencair, dengan demikian ventilasi yang baik diperlukan untuk pendinginan yang efektif. Penggunaan es dalam kemasan-kemasan hendaknya diaplikasikan dalam barisan dari bahan yang ditumpuk padat. Hal yang penting adalah tidak memblok sirkulasi udara di dalam kendaraan pengangkut (Koswara 2009).
Penanganan (handling) yang buruk
Diperlukan penanganan pascapanen yang baik untuk mengurangi tingkat kehilangan hasil dari pemetikan hasil pepaya sampai dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 44/Permentan/OT.140 /10/2009 tentang Pedoman Penanganan Pascapanen yang Baik Hasil Pertanian Asal Tanaman (Good Handling Practices - GHP) dan Permentan No. 20/Permentan/ OT.140/2/2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian, dan Undang-Undang Hortikultura No. 13 Tahun 2010 yang di dalamnya juga mengatur antara lain tentang pascapanen. Penanganan pascapanen merupakan wajah komoditas dan daya tahan (immunity) dari produk buah. Teknologi pascapanen akan memberikan hasil yang berbeda-beda tergantung dari jenis buah pepayanya (http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/).
Terputusnya mata rantai pendingin
Terputusnya mata rantai pendingin dapat dicegah dengan penggunaan ice gel yang dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama dibanding es batu biasa. Ice gel adalah media gel untuk proses penyimpanan bahan dalam suhu rendah. Ice gel berfungsi sebagai pengganti es batu dan dry ice yang dapat dipakai berulang-ulang dan dapat menjaga suhu dingin hingga 12 jam dalam wadah seperti box styrofoam. Kelebihan ice gel adalah gel tetap kering atau tidak terkondensasi ketika suhu dingin mulai berkurang. Selain itu, ice gel aman digunakan, tidak beracun, ramah lingkungan, dan cocok digunakan untuk penyimpanan dingin komoditi pertanian seperti buah. Ice gel umumnya digunakan untuk penyimpanan obat-obatan, namun saat ini penggunaannya telah dimanfaatkan untuk penanganan pasca panen pada hortikultura terutama pada distribusi (Jaya 2013).
Ice gel memiliki karakteristik membeku pada titik suhu dingin, dan mencair pada suhu yang rendah. Apabila dilihat berdasarkan jenis material yang digunakan, ice gel terbagi menjadi dua jenis, yaitu ice gel yang hanya berfungsi sebagai elemen pendingin dan ice gel yang berfungsi ganda (elemen pendingin sekaligus elemen pemanas). Ice gel yang hanya berfungsi sebagai elemen pendingin biasanya berwarna biru, sedangkan yang berfungsi ganda berwarna putih, sedangkan berdasarkan jenis kemasannya, ice gel dibagi menjadi ice gel dan ice pack. Ice gel dikemas dengan plastik biasa, sedangkan ice pack dikemas dengan plastik yang kaku (Jaya 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2013. Statistik Pertanian 2013. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Republik Indonesia.
http://www.bic.web.id/login/inovasi-indonesia-unggulan/1176-kotak-ajaib-agar-tahan-lama. Diambil 10 Oktober 2016.
http://kaltim.litbang.pertanian.go.id/. Diambil 10 Oktober 2016.
Jaya K. 2013. Ice gel dan ice pack. [Diambil 10 Oktober 2016]. Tersedia pada: http://icecoolpack.indonetwork.co.id/group+121831/ice-gel.html.
Koswara S. 2009. Pengolahan pangan dengan suhu rendah [internet]. [diunduh 2014 Januari 22]. Tersedia pada: http://tekpan.unimus.ac.id/wpcontent/ uploads/2013/07/pengolahan-pangan-dengan-suhu-rendah.pdf.
Medina JDLC, Gutiérrez GV, García HS. 2006. Food and Agriculture Organization of The United Nations. PAPAW: Post-harvest Operations.
Nofriati D, Saleh Y. 2008. Kajian teknologi pascapanen buah pepaya (Carica papaya L.) dalam upaya mengurangi kerusakan dan mengoptimalkan hasil pemanfaatan pekarangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Nurchayati, Hikmah. 2014. Pola distribusi buah lokal dan buah import: studi kasus pada pedagang buah di Kota Semarang. Seminar Nasional dan Call for Paper Research Methods and Organizational Studies. Hal 40-50.
Permatasari, N. 2014. Analisis Perbedaan Pemasaran Pepaya Calina ke Pasar Ritel Moderen dan Pasar Tradisional pada Poktan Tirta Mekar [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Prihatiningtyas R, Setiawan A, Wijaya NH. 2015. Analisis peningkatan kualitas pada rantai pasok buah pepaya calina. Jurnal Manajemen dan Organisasi Vol.4 (3).
Rini. 2008. Pengaruh Sekat dalam Kemasan Kardus terhadap Masa Simpan dan Mutu Pepaya IPB 9 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salulinggi E, Longdong IA, Kairupan SM, Rantung RA. 2014. Kerusakan mekanis buah pepaya (Carica papaya L.) dengan menggunakan alat simulator meja getar. Jurnal Teknologi Pertanian Universitas Sam Ratulangi.
Setiawan A. 2009. Studi Peningktan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Susanti T, Ratini R, Mariyah. 2014. Analisis pendapatan dan pemasaran usahatani pepaya mini (carica papaya L.) di kelurahan Teritip Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan. Jurnal AGRIFOR Vol. 13 (1).
Tozi LA, Muller C. 2006. The Viability of Air Transportation for Perishable Agricultural Produce. Journal of The Brazilian Air Transportation Reseacrh Society. Vol 2.