TATA LAKSANA Anemia pada Gagal Ginjal Kronik
BAB I PENDAHULUAN
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Apabila kedua ginjal oleh karena suatu hal gagal dalam menjalankan fungsinya, akan terjadi kematian dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerolus glomerolus diikuti dengan reabsorbsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah sesuai di sepanjang tubulus ginjal[1,2]. Kelebihan zat terlarut dan air akan diekskresikan keluar tubuh dalam urine melalui sistem pengumpul pengumpul urine. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Gejala gagal ginjal kronik yaitu kurang nafsu makan, mual, dan muntah, pembengkakan tangan, kaki, wajah, dan sekitar mata, letih, lemas, dan lesu[3]. Laju filtrasi flomerulus akan menurun dengan progresif seiring dengan rusaknya nefron. Hubungan antara gagal ginjal kronik dengan anemia sudah diketahui sejak awal abad 19. Anemia pada penyakit ginjal kronik muncul ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m2 ml/mnt/1,73m2 dari permukaan permukaan tubuh. Anemia akan lebih berat apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah mencapai stadium akhir, anemia relative akan menetap. Anemia pada Gagal Gagal Ginja Ginjall Kroni Kroniss terut terutam amaa diakib diakibat atkan kan oleh oleh berku berkuran rangn gnya ya produk produksi si Eritr Eritropo opoiet ietin. in. Eritropoetin merupakan hormon yang dapat merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah. Anemia yang terjadi pada gagal ginjal kronis biasanya jenis normokrom normositer dan non regeneratif. Anemia merupakan kendala yang cukup besar bagi upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK. Anemia yang terjadi dapat mengganggu sejumlah aktifitas fisiologis sehingga dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.[4,5,6]
2
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL 2.1 Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan setinggi iga ke 12 sedangkan kutub ginjal kiri setinggi iga ke 11. Permukaan Permukaan anterior dan posterior kutub atas, bawah, dan tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi medial nya berbentuk cekung karena adanya hilus. Beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus adalah Arteria dan Vena Renalis, saraf, pembuluh limfatik, dan ureter.[1] Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis (setinggi vertebra lumbalis II). Aorta terletak di sebelah kiri garis tengah, sehingga arteri renalis kanan lebih panjang dari arteri renalis kiri. Setiap arteri renalis bercabang sewaktu masuk ke dalam hilus ginjal. Vena renalis menyalurkan darah dari masing-masing ginjal ke dalam vena kava inferior yang terletak di sebalah kanan dari garis tengah. Vena renalis kiri kira-kira dua kali panjang dari vena renalis kanan. kanan. Saat Saat arteri arteri renal renalis is masuk masuk kedala kedalam m hilus, hilus, arter arterii terse tersebut but bercab bercabang ang menja menjadi di arteri arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid, selanjutnya membentuk percabangan arkuata yang melengkung melintasi basis piramid-piramid tersebut. Arteri arkuata lalu akan membentuk arter arteriol iol interl interlobu obular laris is yang yang tersu tersusun sun parar pararel el dalam dalam korte korteks. ks. Arte Arterio rioll interl interlobu obular laris is ini selanjutn selanjutnya ya membent membentuk uk arteriol arteriol aferen. aferen. Masing-m Masing-masing asing arteriol arteriol aferen aferen akan menyupl menyuplai ai ke rumbai-rumbai rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerolus (jamak : glomeruli). Kapiler Kapiler glomeruli bersatu membent membentuk uk arterior arterior eferen eferen yang kemudia kemudian n bercabang bercabang-caba -cabang ng membent membentuk uk sistem sistem jaringan jaringan portal yang mengelilingi tubulus dan kadang disebut kapiler peritubular. Medula terbagi-bagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh korteks yang disebut kolumna Bertini. Piramid-piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-se segmen-segme gmen n tubulus tubulus dan duktus duktus pengump pengumpul ul nefron. nefron. Papilla Papilla (apeks) (apeks) dari tiap piramid piramid membentuk duktus papilaris Bellini yang terbentuk dari persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul. Setiap Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal berbentuk seperti cawan yang disebut kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu membentuk membentuk kaliks kaliks mayor mayor,, yang yang selanj selanjutn utnya ya bersa bersatu tu sehing sehingga ga membe membentu ntuk k pelvi pelviss ginjal ginjal.. Pelvi Pelviss ginjal ginjal merupakan reservoar utama sistem pengumpul ginjal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria. Ureter berasal dari bagian bawah pelvis renalis pada ureteropelvic 3
junction lalu turun ke bawah sepanjang kurang lebih 28 – 34 cm menuju kandung kemih. Dinding dari kaliks, pelvis dan urter mengandung otot polos yang berkontraksi secara teratur untuk mendorong urine menuju kandung kemih.[2,3]
Gambar 1. Penampang Ginjal.
STRUKTUR MIKROSKOPIK GINJAL a. NEFRON
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula Bowman, Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan mengosongkan diri ke duktus pengumpul.[3] b. KORPUSKULAR GINJAL
Korp Korpusk uskula ularr ginjal ginjal terdi terdiri ri dari dari kapsul kapsulaa bowm bowman an dan rumbai rumbai kapile kapilerr glome glomerul rulus. us. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan sel-sel kapsula bowman, dan ruang yang yang menga mengandu ndung ng urine urine ini dikena dikenall denga dengan n ruang ruang Bowm Bowman an atau atau ruang ruang kapsul kapsular. ar. Kapsula Bowman Bowman dilapisi oleh sel-sel epitel. Sel epitel parietalis berbentuk gepeng dan membe membentu ntuk k bagian bagian terlu terluar ar dari dari kapsu kapsula la;; sel sel epite epitell visce visceral ralis is jauh jauh lebih lebih besar besar dan 4
membe membentu ntuk k bagian bagian dalam dalam kapsu kapsula la dan juga juga bagia bagian n luar luar dari dari rumbai rumbai kapile kapiler. r. Sel Sel viscerali visceraliss membentu membentuk k tonjolan tonjolan yang disebut disebut podosit, podosit, yang bersingg bersinggungan ungan dengan dengan membrana basalis pada jarak tertentu sehingga terdapat daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit diantara sel-sel epitel pada satu sisi dan sel-sel endotel pada sisi yang lain. Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler menjadi membrana basalis tubulus dan terdiri dari gel hidrasi yang menjalin serat kolagen. Sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler. Sel endotel langsung berkontak dengan membrana basalis. Sel-sel endotel, membrana basalis, dan sel-sel epitel visceralis merupakan 3 lapisan yang membentuk membrane filtrasi glomerulus. Membran filtrasi glomerulus memungkinkan ultrafiltrasi darah melalui pemisahan unsur-unsur darah dan molekul protein protein besar. besar. Membra Membrana na basalis basalis glomerul glomerulus us merupak merupakan an struktur struktur yang membata membatasi si lewatn lewatnya ya zat terla terlarut rut ke dalam dalam ruang ruang urine urine berdas berdasark arkan an selek seleksi si ukura ukuran n mole molekul kul.. Komponen penting lainnya dari glomerulus adalah mesangium, yang terdiri dari sel mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial membentuk jaringan yang berlanjut antara antara lengk lengkung ung kapile kapilerr dari dari glome glomerul rulus us dan didug didugaa berfung berfungsi si sebag sebagai ai keran kerangk gkaa jaringan penyokong. [3,4,5] c. APARA APARATUS TUS JUKST JUKSTAG AGLOM LOMERU ERULUS LUS
Aparatus jukstaglomelurus (JGA) terdiri dari sekelompok sel khusus yang letaknya dekat dengan kutub vascular masing-masing glomelurus yang berperan penting dalam mengatur mengatur pelepas pelepasan an rennin rennin dan mengontr mengontrol ol volume volume cairan cairan ekstrase ekstraselular lular (ECF) (ECF) dan tekanan darah. JGA terdiri dari 3 macam sel: 1. Juksta glomelurus (JG) atau sel glanular ( yang memproduksi memproduksi dan menyimpan renin) pada dinding arteriol averen. 2. Makula densa tubulus distal. 3. Mesangial ekstraglomerular atau sel lacis. Makul Makulaa densa densa adala adalah h sekel sekelomp ompok ok sel sel epite epitell tubulu tubuluss dista distall yang yang diwarn diwarnai ai denga dengan n pewarnaan pewarnaan khusus. Sel ini bersebelahan dengan ruangan yang berisi sel lacis dan sel JG yang menyekresi lenin. Secara umum, sekresi renin dikontrol oleh faktor ekstrarenal 5
dan intrarenal. Dua mekanisme penting untuk mengontrol sekresi renin adalah sel JG dan makula densa. Setiap penurunan tegangan dinding arteriol aferen atau penurunan pengiriman Na ke makula densa dalam tubulus distal akan merangsang sel JG untuk melepaskan melepaskan renin dari granula tempat renin tersebut disimpan didalam sel. Sel JG, yang sel mioepitel mioepitelialny ialnyaa secara secara khusus khusus mengikat mengikat arteriol arteriol aferen, aferen, juga bertindak bertindakseba sebagai gai transducer tekanan perfusi ginjal. Volume ECF atau volume sirkulasi efektif (ECV) yang sangat menurun menyebabkan menurunnya tekanan perfusi ginjal, yang sirasakan sebagai penurunan regangan oleh sel JG. Sel JG kemudian melepaskan renin ke dalam sirkulasi sirkulasi,, yang sebalikny sebaliknyaa mengakti mengaktifkan fkan mekanis mekanisme me renin-ang renin-angiote iotensin-a nsin-aldost ldosteron eron.. Mekanisme kontrol kedua untuk pelepasan berpusat didalam sel makula densa, yang dapat berfungsi sebagai kemoreseptor, mengawasi beban klorida yang terdapat pada tubulu tubuluss distal distal.. Dalam Dalam keadaa keadaan n kontra kontraksi ksi volum volume, e, sediki sedikitt natriu natrium m klorid kloridaa ( NaCl NaCl)) dialirkan ke tubulus distal (karena banyak yang di absorbsi ke dalam tubulus proximal) kemudian timbal balik dari sel makula densa ke sel JG menyebabkan peningkatan renin. Mekanisme sinyal klorida yang diartikan menjadi perubahan sekresi renin ini belum dike diketa tahu huii deng dengan an past pasti. i. Suat Suatu u peni pening ngka kata tan n volu volume me ECF ECF yang yang menye menyeba babk bkan an peningk peningkatan atan tekanan tekanan perfusi perfusi ginjal ginjal dan meningka meningkatka tkan n pengirim pengiriman an NaCl NaCl ke tubulus tubulus distal distal memiliki memiliki efek yang berlawanan berlawanan dari contoh contoh yang diberikan diberikan oleh penurunan penurunan volume ECF – yaitu menekan sekresi renin.[6] Fakto Faktorr lain lain yang yang memp mempeng engaru aruhi hi sekre sekresi si renin renin adalah adalah saraf saraf simpa simpatis tis ginjal ginjal,, yang yang merangsang pelepasan pelepasan renin melalui reseptor beta1-adrenergik dalam JGA, angiotensin II yang menghambat pelepasan renin. Banyak faktor sirkulasi lain yang juga mengubah sekresi renin, termasuk elektrolit plasma (kalsium dan natrim) dan berbagai hormon, yaitu yaitu hormo hormon n natriu natriuret retik ik atrial atrial,, dopam dopamin, in, hormo hormone ne antidi antidiure uretik tik (ADH) (ADH),, hormo hormon n adrenokortikotropik (ACTH), dan nitrit oksida (dahulu dikenal sebagai faktor relaksasi yang berasal dari endothelium [EDRF] ), dan prostaglandin. Hal ini terjadi mungkin karena JGA adalah tempat integrasi berbagai input dan sekresi renin itu mencerminkan interaksi dari semua faktor.
6
Gambar 2. Penampang satu kesatuan nefron. 2.2 Fungsi Ginjal
Fungsi utama ginjal dirangkum dalam kotak yang terlampir, yang menekankan peranannya sebagai organ pengatur di dalam tubuh. Ginjal mengekresi bahan-bahan kimia asing tertentu (misalnya, obat-obatan), hormon, dan metabolit lain, tetapi fungsi ginjal paling utama adalah mempe memperta rtahan hankan kan volume volume dan kompo komposis sisii ECF ECF dalam dalam batas batas normal normal.. Tentu Tentu saja saja ini dapat dapat terlak terlaksan sanaa dengan dengan mengu mengubah bah ekskr ekskresi esi air dan dan zat terlar terlarut, ut, kecep kecepata atan n filtra filtrasi si yang yang tingg tinggii memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang tinggi. Pembentukan renin dan eritropo eritropoietin ietin serta serta metaboli metabolism sm vitamin vitamin D merupak merupakan an fungsi fungsi nonekskre nonekskreator ator yang penting. penting. Sekresi Sekresi renin renin berlebiha berlebihan n yang mungkin mungkin penting penting pada etiologi etiologi beberapa beberapa bentuk hipertens hipertensi. i. Defisiensi eritropoietin dan pengaktifan vitamin D yang dianggap penting sebagai penyebab anemia dan penyakit tulang pada uremia. Ginjal juga berperan berperan penting dalam degradasi insulin dan pembentukan sekelompok senyawa yang mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. prostaglandin. Sekitar 20% insulin yang dibentuk oleh pancreas didegradasi oleh sel-sel tubulus ginjal. ginjal. Akibatn Akibatnya, ya, penderit penderitaa diabetes diabetes yang menderita menderita payah payah ginjal ginjal mungkin mungkin membutu membutuhkan hkan insulin yang jumlahnya lebih sedikit. Prostaglandin merupakan merupakan hormone asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam banyak jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGI dan PGE2 yang merupakan vasodilator potensial. Prostaglandin mungkin berperan penting dalam pengaturan aliran darah ginjal, pengeluaran pengeluaran renin, dan reabsorbsi Na+. Kekurangan prostaglandin mungkin juga turut berperan dalam beberapa bentuk hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti-bukti yang ada sekarang ini masih kurang memadai. 7
Fungsi Utama Ginjal : 1. Fungsi ekskresi a. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi
air. b. Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekresi Na+. c. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang
normal. Mempert ertaha ahanka nkan n pH plasm plasmaa sekita sekitarr 7,4 denga dengan n menge mengelua luarka rkan n kelebi kelebihan han H+ dan dan d. Memp membentuk kembali HCO3-. e. Mengekresikan Mengekresikan produk akhir nitrogen nitrogen dari metabolisme metabolisme protein (terutama (terutama urea, asam urat, urat, dan kreatinin). f. Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.
2. Fungsi sekresi a. Menyintesis dan mengaktifkan mengaktifkan hormon. b. Renin : penting dalam pengaturan tekanan darah. c. Eritropoetin : merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang. d. 1,25 dihidroksivitamin D3 : hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk paling kuat. e. Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodilator, bekerja secara lokal, dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.
f. Degradasi hormon polipeptida. Insulin, Insulin, glukagon, glukagon, parathorm parathormon, on, prolakti prolaktin, n, hormon hormon pertumb pertumbuhan, uhan, ADH, ADH, dan hormon hormon gastrointestinal (gastrin,polipeptida (gastrin,polipeptida intestinal vasoaktif ).
8
BAB III GAGAL GINJAL KRONIK 3.1 Definisi
9
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, yang mengakibatkan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan berakhir pada gagal ginjal atau End Stage Renal Disease (ESRD)[7]. Selanjutnya Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Kriteria penyakit ginjal kronik adalah sebagai berikut : 1. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau atau fungi fungiona onal, l, denga dengan n atau atau tanpa tanpa penur penuruna unan n laju laju filtra filtrasi si glome glomerul rulus us (LFG (LFG), ), denga dengan n manifestasi: - kelainan neurologis - terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urine, atau kelainan dalam test pencitraan (imaging test). 2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/ menit/ 1.73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakkan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/ menit/ 1,73 m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
3.2 Epidemiologi
Telah diperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG > 60 ml/mnt per 1,73 m2 (derajat 1 dan 2). Selain itu, 4,5% dari populasi Amerika Serikat telah berada pada derajat 3 dan 4. Data pada tahun tahun 1995-1 1995-1999 999,, menya menyata takan kan bahwa bahwa di Ameri Amerika ka Serik Serikat at inside insiden n penya penyakit kit ginjal ginjal kronik kronik diperkirakan 100 kasus/juta penduduk/ tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun.Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per tahun.Di negara-negara berkembang berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 juta/tahun.
3.3 Etiologi
10
Etiologi penyakit ginjal kronik sangatlah bervariasi di antara satu negara dan negara lainnya. Diabete Diabetess dan Nefropa Nefropati ti hiperten hipertensi si merupak merupakan an penyeba penyebab b utama utama dari penyakit penyakit ginjal ginjal kronik kronik maupun gagal ginjal kronik. Hipertensi adalah penyebab yang umum dan merupakan akibat pada awal penyakit ginjal kronik.
3.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vaso aktif, sitokin, dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses malad maladap apta tasi si berupa berupa sklero sklerosis sis nefron nefron yang yang masih masih tersi tersisa. sa. Prose Prosess ini akhir akhirnya nya diikut diikutii oleh oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis Renin Angiotensin Aldosteron intrarenal, ikut memberikan memberikan kontribusi tehadap terjadinya hiperfiltrasi sclerosis dan progresifitas progresifitas penyakit tersebut. Aktivasi jangka jangka panjang panjang Aksis Aksis Renin Renin Angiote Angiotensin nsin Aldoster Aldosteron, on, sebagian sebagian diperanta diperantarai rai oleh Growth Growth Factor, seperti Transforming Growth Factor ß atau TGF-ß. Beberapa hal yang juga dianggap berpe berperan ran terha terhadap dap progr progres esifit ifitas as penya penyakit kit ginjal ginjal kronik kronik adala adalah h album albuminu inuria ria,, hipert hipertens ensi, i, hiper hipergli glike kemia mia,, dan disli dislipid pidem emia ia . Terda Terdapat pat variab variabili ilita tass inter inter indivi individua duall untuk untuk terjad terjadiny inyaa sclerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling dini penyakit gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal LFG masih masih norma normall atau atau malah malah mening meningkat kat.. Kemud Kemudia ian n secara secara perla perlahan han tapi tapi pasti pasti,, akan akan terja terjadi di penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan makan kurang kurang,, dan dan penur penuruna unan n berat berat badan. badan. Samp Sampai ai pada pada LFG LFG di bawah bawah 30%, 30%, pasie pasien n memperl memperlihatk ihatkan an gejala gejala dan tanda uremia uremia yang nyata, nyata, seperti seperti anemia, anemia, peningka peningkatan tan tekanan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan sebagainya. Pasien Pasien juga mudah terkena terkena infeksi infeksi saluiran saluiran kemih, kemih, infeksi infeksi saluran saluran napas, napas, maupun maupun infeksi infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na dan K. Pada LFG di bawah 15%, akan terjadi 11
gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.[1-3]
3.5 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas 2 hal yaitu atas dasar derajat penyakit dan diagnostik etiolog. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas satu dari dua persamaan berdasarkan konsntrasi kreatinin plasma, umur, jenis kelamin, etnik. Pertama, persamaan dari penelitian modifikasi diet pada penyakit ginjal yaitu: LFG(ml/mnt/1.73m2) = 1,86 x ( P cr)-1,154 x (umur)-0,023 Keterangan : pada wanita x 0,742, pada orang Afica di American x 1,21 Kedua, persamaan dari Kockcroft-Gault[8], sebagai berikut :
Creatinin Clearance Test (ml/mnt) =
(140-umur) x BB 72 x Kreatinin plasma (mg/dl)
Catatan : pada wanita x 0,85 Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2) : 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau↑ ≥ 90 2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89 3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59 4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29 5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis Pada LFG < 15 ml/mnt/1,73 m2, terapi pengganti ginjal merupakan indikasi apabila terjadi uremia. Pada derajat 3 dan 4 (LFG kurang dari 60 ml/menit/ 1,73 m2) , komplikasi dari penyakit ginjal kronik menjadi lebih progresif. Seluruh sistem organ terganggu tetapi implikasi yang yang paling paling sering sering adala adalah h anemia anemia dan kehil kehilang angan an energi energi , penur penuruna unan n nafsu nafsu makan makan dan dan 12
gangguan status nutrisi, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor yang disertai penyakit tulan metabolik, dan kelainan natrium, air, kalium, dan keseimbangan asam basa. Ketika LFG turun menjadi kurang dari 15 ml/ menit/ 1,73 m2, pasien biasanya mengalami gangguan yang berat padat aktivitas kehidupan hari-harinya, pada kesehatannya status nutrisi, homeostasis air dan elektrol elektrolik, ik, sampai sampai pada akhirnya mengalami mengalami derajat derajat uremia uremia dimana dimana tanpa tanpa terapi terapi penggant penggantii ginjal tidak bisa bertahan.
3.6. Gambaran klinis
Gambaran Gambaran klinis pasien dengan penyakit ginjal kronik meliputi: • Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, hiperurikemi, lupus eritematosus eritematosus sistemik, infeksi sistemik, inflamasi, penyakit metabolik, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, obat-obatan seperti analgesik, NSAIDs, gold, penicillamine, antimikroba, lithium, ACE inhibitor. • Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia, kelebihan volume volume cairan cairan ( volume volume overload overload ), neuropat neuropatii perifer, perifer, uremic frost, frost, perikard perikarditis, itis, kejangkejang sampai koma. • Gejala Gejala komplik komplikasiny asinyaa antara antara lain hiperten hipertensi, si, anemia, anemia, osteodist osteodistrofi rofi renal, renal, payah payah jantung, jantung, asid asidos osis is
meta metabo boli lik, k, gang ganggu guan an
kese keseim imba bang ngan an
elek elektr trol olit it
(nat (natri rium um,,
kali kalium um,,
klor klorid ida) a)
Pada anamnesis ditanyakan adanya sindrom uremia seperti napsu makan, makanan, mual, muntah, hiccups, napas yang pendek, edema, perubahan berat badan, keram otot, pruritus, ganggguan mental, dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemerik pemeriksaan saan tekanan tekanan darah, darah, funduskop funduskopi, i, pemerik pemeriksaan saan precord precordial, ial, pemerik pemeriksaan saan bruit bruit pada abdomen, balotement, penilaian adanya edema, pemeriksaan neurologis (asterixis, neuropati, n europati, kelemahan otot, pemeriksaan ukuran prostat pada laki-laki dan adanya massa di pelvis pada perempuan.
3.7. Gambaran laboratorium
Gambaran Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi: • Sesuai dengan penyakit yang mendasari 13
• Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus kockcroft-gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal • Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, urat, hiper hiper atau hipokalem hipokalemia, ia, hiponatr hiponatremia emia , hiper hiper atau hipoklor hipokloremi emia, a, hiperfosf hiperfosfate atemia, mia, hipokalsemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. metabolik. • Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosituria, cast, isosisteinuria.
3.8 Gambaran Radiologi
Pemeriksaan Pemeriksaan radiologi Penyakit ginjal kronik meliputi : • Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opaque radio-opaqu e • Pielogr Pielografi afi intravena intravena jarang dikerjak dikerjakan, an, karena karena kontras kontras sering sering tidak tidak bisa melewati melewati filter filter glome glomerul rulus, us, di sampi samping ng kekhaw kekhawat atira iran n pasie pasien n terja terjadin dinya ya penga pengaruh ruh toksik toksik oleh oleh kontr kontras as terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakkan • Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi • USG ginjal memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi • Pemeriksaan pemindaian pemindaian ginjal atau renogarfi dikerjakan bila ada indikasi. 3.9. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masi masih h mend mendek ekat atii norm normal al,, dima dimana na diag diagno nosi siss seca secara ra noni noninv nvas asif if tida tidak k bisa bisa dite ditega gakk kkan an.. Peme Pemerik riksaa saan n histo histopa patol tologi ogi ini bertuj bertujuan uan untuk untuk menge mengeta tahui hui etiol etiologi ogi,, menet menetapa apakn kn terap terapi, i, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi-kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikist polikistik, ik, hiperten hipertensi si yang tidak tidak terkendal terkendali, i, infeksi infeksi perinefr perinefrik, ik, gangguan gangguan pembeku pembekuan an darah, darah, gagal nafas, dan obesitas.
14
3.10. Penatalaksanaan Penatalaksanaan
Perencanaan tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya, dapat dilihat pada tabel berikut ini. Penatalaksanaan Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi: 1. Terapi Terapi spesi spesifik fik terh terhadap adap penyaki penyakitt dasarny dasarnya a 2. Pencega Pencegahan han dan dan terap terapii terhadap terhadap kondisi kondisi komorb komorbid id
Kondi Kondisi si komorb komorbid id antara antara lain lain gangg gangguan uan kesei keseimb mbang angan an caira cairan, n, hiper hiperte tensi nsi yang yang tidak tidak terkontro terkontrol, l, infeksi infeksi traktus traktus urinarius urinarius,, obstruksi obstruksi traktus traktus urinarius urinarius,, obat-obat obat-obat nefrotoks nefrotoksik, ik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya. 3. Mem Memperla perlamba mbatt progesiv progesivitas itas peny penyakit akit ginjal ginjal kroni kronik k
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kadar LFG dan mencegah penurunan LFG lebih lanjut. lanjut. Faktor Faktor utama utama penyebab penyebab perburuk perburukan an fungsi fungsi ginjal ginjal adalah adalah terjadinya terjadinya hiperfilt hiperfiltrasi rasi glomerulus. • Pembatasan asupan protein
Tujuan utama pembatasan asupan protein, selain untuk memperbaiki komplikasi uremia, adalah untuk memperlambat memperlambat kerusakan nefron. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/m ml/meni enit, t, sedang sedangkan kan diata diatass nilai nilai terse tersebut but pemba pembatas tasan an asupa asupan n prote protein in tidak tidak selal selalu u dianjurkan dianjurkan.. Protein Protein diberikan diberikan 0.6-0. 0.6-0.8/kg 8/kgbb/har bb/hari, i, yang 0.30-0 0.30-0.50 .50 gr diantaran diantaranya ya merupak merupakan an prote protein in nilai nilai biolog biologii tingg tinggi. i. Jumlah Jumlah kalori kalori yang yang diber diberika ikan n sebes sebesar ar 30-35 30-35 kkal/k kkal/kgbb gbb/ha /hari. ri. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, keleb kelebiha ihan n prote protein in tidak tidak disim disimpa pan n dalm dalm tubuh tubuh tetapi tetapi dipec dipecah ah menja menjadi di urea urea dan substa substansi nsi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung mengandung ion hidroge hidrogen, n, fosfat, fosfat, sulfat, sulfat, dan ion anorganik anorganik lain juga diekskres diekskresikan ikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan megakibatkan megakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Denagn demikian pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik maslah penting lain adalah asupan protein berlebih ( protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik hemodinamik ginjal berupa 15
peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hiperfiltation), yang akan meningkatkan progresivitass pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga beerkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosafat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
• Mengurangi hipertensi intraglomerular dan proteinuria
Terap Terapii farma farmakol kolog ogis is yang yang dipaka dipakaii untuk untuk mengu menguras rasii hiper hiperte tensi nsi glom glomeru erulus lus ialah ialah dengan dengan pengggunaan antihipertensi, yang bertujuan untuk memperlambat progresivitas dari kerusakan ginjal, dengan memperbaiki hipertensi dan hipertrofi intraglomerular. Selain itu terapi ini juga berfungsi untuk mengontrol proteinuria. Tekanan darah yang meningkat akan meningkatkan proteinuria yang disebabkan transmisi ke glomerulus pada tekanan sistemik meningkat. Saat ini diketahui secara luas, bahwa proteinuria, berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal, dengan dengan kata lain derajat proteinu proteinuriab riaberka erkaitan itan dengan dengan proses proses perburu perburukan kan fungsi fungsi ginjal ginjal pada pada penyakit ginjal kronik. Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting angotensin (ACE inhibitor) dan angiotensin reseptor bloker melalui berbagai syudi terbukti dapat memperlambat memperlambat proses perburukan fungsi ginjal, hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. Jika terjadi kontraindikasi atau terjadi efek samping terhadap terhadap obat-oba obat-obatt tersebut tersebut dapat dapat diberikan diberikan calcium chanel chanel bloker, bloker, seperti seperti verapam verapamil il dan diltiazem. 4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovakuler
Hal ini dilakukan karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Hal hal yang termasuk ke dalam pencegahan dan terapi penyakit kardio kardiovas vaskul kuler er adalah adalah penge pengenda ndalia lian n diabe diabetes tes,, penge pengenda ndalia lian n hipert hipertens ensi, i, penge pengenda ndalia lian n dislip dislipide idemi mi,, penge pengenda ndalia lian n anemia anemia,, penge pengenda ndalia lian n hiper hiperfos fosfat fatem emia ia dan dan terap terapii terha terhada dap p keleb kelebiha ihan n caira cairan n dan gangg gangguan uan kesei keseimb mbang angan an elektr elektroli olit. t. Semu Semuaa ini terka terkait it denga dengan n pencega pencegahan han dan terapi terapi terhadap terhadap komplikas komplikasii penyakit penyakit ginjal ginjal kronik kronik secara secara keseluru keseluruhan. han. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi. [4]
16
BAB IV
ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK 4.1 Definisi
Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel darah merah , kuantitas hemoglobin, dan volume packed red cells (hematokrit) per 100 ml darah. Anemia bukanlah suatu diagnosis, melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laborato laboratorium rium.. Anemia Anemia merupa merupakan kan satu dari gejala gejala klinik klinik pada gagal ginjal. ginjal. Anemia Anemia pada penyakit ginjal kronik muncul ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh, dan hal ini menjadi lebih parah dengan semakian memburuknya fungsi ekskresi ginjal. Terdapat variasi hematokrit pada pasien penurunan fungsi ginjal. Kadar nilai hematokrit dan klirens kreatinin memiliki hubungan yang kuat. Kadar hematokrit biasanya 17
menurun, saat kreatinin klirens menurun sampai kurang dari 30-35 ml per menit. Anemia pada gagal gagal ginja ginjall merup merupaka akan n tipe tipe normos normositi itik k normo normokro krom m apab apabila ila tidak tidak ada faktor faktor lain lain yang yang mempe memperbe rberat rat seper seperti ti defisi defisiens ensii besi besi yang yang terja terjadi di pada pada gagal gagal ginjal ginjal.. Anemia Anemia ini bersi bersifat fat hiporegeneratif. Jumlah retikulosit yang nilai hematokrit nya dikoreksi menjadi normal, tidak adekuat.
4.2 Patogenesis
Terdapat 3 mekanisme utama yang terlibat pada patogenesis anemia pada gagal ginjal, yaitu : hemoli hemolisis sis,, produ produksi ksi eritr eritrop opoet oetin in yang yang tidak tidak adekua adekuat, t, dan pengh pengham ambat batan an respo respon n dari dari sel prekurso prekursorr eritrosit eritrosit terhadap terhadap eritropoe eritropoetin. tin. Proses Proses sekunder sekunder yang memperb memperberat erat dapat dapat terjadi terjadi seperti intoksikasi aluminium. aluminium. 1. Hemolisis
Hemolisi Hemolisiss pada gagal ginjal ginjal terminal terminal adalah adalah derajat derajat sedang. sedang. Pada Pada pasien pasien hemodial hemodialisis isis kronik, masa hidup eritrosit diukur menggunakan 51Cr menunjukkan variasi dari sel darah merah merah normal normal yang yang hidup hidup tetap tetapii rata-r rata-rat ataa waktu waktu hidup hidup berkur berkurang ang 25-30 25-30%. %. Penye Penyebab bab hemolisis terjadi di ekstraseluler karena sel darah merah normal yang ditransfusikan kepada pasien uremia memiliki waktu hidup yang memendek, ketika sel darah merah dari pasien dengan gagal ginjal ditransfusikan kepada resipien yang sehat memiliki waktu hidup yang normal. Efek faktor yang terkandung pada uremic plasma pada Na-ATPase membran dan enzim dari Pentosa phospat shunt pada eritrosit diperkirakan merupkan mekanisme yang menyebabkan menyebabkan terjadinya hemolisis. Kelainan fungsi dari Pentosa phospat shunt mengurangi ketersediaan dari glutation reduktase, dan oleh karena itu mengartikan kematian eritrosit menjadi menjadi oksidasi Hb dengan dengan proses proses hemolisi hemolisisis. sis. Kerusakan Kerusakan ini menjadi menjadi semakin semakin parah apabila apabila oksidan dari luar masuk melalui melalui dialisat dialisat atau sebagai sebagai obat-obatan. obat-obatan. Peningkat Peningkatan an kadar kadar hormo hormon n PTH PTH pada pada darah darah akibat akibat sekun sekunder der hiperp hiperpara aratio tioids idsm m juga juga menye menyebab babkan kan penurunan sel darah merah yang hidup pada uremia, sejak PTH yang utuh atau normal terminal terminal fragmen fragmen meningk meningkatka atkan n kerapuha kerapuhan n osmotik osmotik dari SDM SDM manusia manusia secara secara in vitro, vitro, kemun kemungki gkinan nan oleh oleh karena karena penin peningka gkatan tan kerap kerapuha uhan n selule seluler. r. Hype Hyperpa rparat ratiro iroidi idism sm dapat dapat menekan menekan produksi produksi sel darah darah merah merah melalui melalui 2 mekanis mekanisme. me.yang yang pertama pertama,, efek langsung langsung penekanan sumsum tulang akibat peningkatan kadar PTH, telah banyak dibuktikan melalui percobaan pada hewan. Yang kedua, efek langsung pada osteitis fibrosa, yang mengurangi 18
respo respon n sumsum sumsum tulang tulang terha terhadap dap eritr eritropo opoet etin in asing. asing. Terda Terdapat pat lapora laporan n penel peneliti itian an yang yang menyatakan menyatakan adanya peningkatan peningkatan Hb setelah dilakukan paratiroidektomi pada pasien dengan uremi uremia. a. Mekan Mekanism ismee lainny lainnyaa yang yang menye menyebab babkan kan penin peningka gkatan tan rigidi rigiditas tas eritr eritrosi ositt yang yang meng mengak akib ibat atka kan n hemo hemoli lisi siss pada pada gaga gagall ginja ginjall adal adalah ah penu penuru runa nan n fosf fosfat at intr intras asel elul uler er (hypofosfatemia) akibat pengobatan yang berlebihan dengan pengikat fosfat oral, dengan penurunan intracellular adenine nucleotides dan 2,3- diphosphoglycerate (DPG). Hemolisis dapat dapat timbul timbul akibat akibat kompliks kompliksaidar aidarii prosedur prosedur dialisis atau dari interinsi interinsik k imunolog imunologii dan kelainan eritrosit. Kemurnian air yang digunakan untuk menyiapkan dialisat dan kesalahan teknik selama proses rekonstitusi dapat menurunkan jumlah sel darah merah yang hidup, bahkan terjadi hemolisis. Filter karbon bebas kloramin yang tidak adekuat akibat saturasi filter dan ukuran filter yang tidak mencukupi, dapat mengakibatkan denaturasi hemoglobin, pemhambatan hexose monophosphate shunt, dan hemolisis kronik. Lisisnya sel juga dapat disebabka disebabkan n tercemar tercemarnya nya dialisat dialisat oleh oleh copper, copper, nitrat, nitrat, atau formalde formaldehide. hide. Autoimu Autoimun n dan kelainan biokomia dapat menyebabkan pemendekan waktu hidup eritrosit. Hipersplenism merupakan merupakan gejala sisa akibat transfusi, yang distimulasi oleh pembentukan antibodi, fibrosis sumsum tulang, penyakit reumatologi, penyakit hati kronis dapat mengurangi sel darah merah yang hidup sebanyak 75% pada pasien dengan gagal ginjal terminal.[6] Ada beberapa mekanisme lainnya yang jarang , yang dapat menyebabkan hemolisis seperti kelebihan besi pada darah, Zn, dan formaldehid, atau karena pemanasan berlebih. Perburukan hemolisis pad padaa gaga gagall ginj ginjal al juga juga dapa dapatt dise diseba babk bkan an kare karena na pros proses es pato patolo logi gik k lain lainny nyaa sepe sepert rtii splenomegali atau mikroangiopati yang berhubungan dengan periarteritis nodosa, SLE, dan hipertensi maligna. 2. Defisien Defisiensi si Eritro Eritropoet poetin in
Hemol Hemolisi isiss sedang sedang yang yang diseba disebabka bkan n hanya hanya karena karena gagal gagal ginjal ginjal tanpa tanpa fakto faktorr lain lain yang yang memperberat seharusnya tidak menyebabkan anemia jika respon eritropoesis mencukupi tetapi tetapi proses proses eritropo eritropoesis esis pada gagal gagal ginjal ginjal tergangg terganggu. u. Alasan Alasan yang paling utama utama dari fenomena ini adalah penurunan produksi eritropoetin pada pasien dengan gagal ginjal yang berat. Produksi eritropoetin yang inadekuat ini merupakan akibat kerusakan yang progresif dari bagian ginjal yang memproduksi eritropoetin. eritropoetin. Peran penting defisiensi eritropoetin eritropoetin pada patog patogene enesis sis anemia anemia pada pada gagal gagal ginjal ginjal diliha dilihatt dari dari semak semakin in berat beratnya nya deraj derajat at anemia anemia.. Selanjutnya pada penelitian terdahulu menggunakan teknik bio-assay menunjukkan bahwa dalam perbandingan dengan pasien anemia tanpa penyakit ginjal, pasien anemia dengan penya penyakit kit ginja ginjall menun menunjuk jukkan kan penin peningka gkata tan n konse konsentr ntrasi asi serum serum eritr eritropo opoet etin in yang yang tidak tidak 19
adekuat. Inflamasi kronik, kronik, menurunkan produksi sel darah merah dengan dengan efek tambahan terjad terjadii defis defisie iensi nsi erotr erotropo opoet etin. in. Prose Prosess infla inflama masi si sepe seperti rti glomer glomerulo ulonef nefrit ritis, is, penya penyakit kit reumatologi, dan pielonefritis kronik, yang biasanya merupakan akibat pada gagal ginjal terminal, pasien dialisis terancam inflamasi yang timbul akibat efek imunosupresif. 3. Penghamb Penghambatan atan eritropo eritropoesis esis
Dalam hal pengurangan jumlah eritropoetin, penghambatan respon sel prekursor eritrosit terhadap eritropoetin dianggap sebagai penyebab dari eritropoesis yang tidak adekuat pada pasien uremia. Terdapat toksin-toksin uremia yang menekan proses ertropoesis yang dapat dilihat dilihat pada proses hematologi hematologi pada pasien pasien dengan dengan gagal gagal ginjal ginjal terminal terminal setelah terapi reguler dialisis. Ht biasanya meningkat dan produksi sel darah merah yang diukur dengan kadar Fe yang meningkat pada eritrosit, karena penurunan kadar eritropetin serum. Substansi yang menghamba menghambatt eritropo eritropoesis esis ini antara antara lain poliamin poliamin,, spermin, spermin, spermid spermidin, in, dan PTH hormon. Spermin dan spermidin yang kadar serumnya meningkat pada gagal ginjal kronik yang tidak hanya memberi efek penghambatan pada eritropoesis tetapi juga menghambat gran granul ulop opoe oesi siss
dan dan
trom trombo bopo poeesis. sis.
Karen arenaa
keti ketida daks kspe pesi sifi fikk kkan an,,
leuk leukop open enia ia,,
dan dan
trombosi trombositope topenia nia bukan bukan merupak merupakan an karakter karakteristik istik dari uremia, uremia, telah telah disimpu disimpulkan lkan bahwa bahwa spermin dan spermidin tidak memiliki fungsi yang signifikan pada patogenesis dari anemia pada penyakit ginjal kronik. Kadar PTH meningkat pada uremia karena hiperparatiroidsm sekunder, tetapi hal ini masih kontroversi jika dikatakna bahwa PTH memberikan efek penghambatan penghambatan pada eritropoesis. Walaupun menurut penelitian, dilaporkan paratiroidektomi paratiroidektomi menyebabkan menyebabkan peningkatan dari kadar Hb pada pasien uremia, peneliti lain mengatakan tidak ada hubungan antara kadar PTH dengan derajat anemia pada pasien uremia. Walaupun efek langsung penghambatan PTH pada eritropoesis belum dibuktikan secara final, akibat yang lain dari peningkatan PTH seperti fibrosis sum-sum tulang dan penurunan masa hidup eritrosit ikut bertanggung jawab dalam hubungan antara hiperparatiroidsm dan anemia pada gagal ginjal. 4.
Faktor Lain
Mekanisme lain yang mempengaruhi eritropoesis pada pasien dengan gagal ginjal terminal dengan reguler hemodialisis adalah intoksikasi aluminium akibat terpapar oleh konsentrasi tinggi dialisat alumunium dan atau asupan pengikat fosfat yang mengandung aluminium. Aluminium menyebabkan anemia mikrositik yang kadar feritin serum nya meningkat atau normal pada pasien hemodialisis, menandakan anemia pada pasien tersebut kemungkinan 20
diperparah diperparah oleh intoksikasi alumnium. Patogenesis nya belum sepenuhnya dimengerti dimengerti tetapi terdapat bukti yang kuat yang menyatakan bahwa efek toksik aluminium pada eritropoesis menyebab menyebabkan kan hambata hambatan n sintesis sintesis dan ferrochel ferrochelation ation hemoglo hemoglobine. bine. Akumul Akumulasi asi aluminiu aluminium m dapat mempengaruhi eritropoesis melalui penghambatan metabolisme besi normal dengan mengikat transferin, melalui terganggunya sintesis porfirin, melalui terganggunya sirkulasi besi antara prekursor sel darah merah pada sumsum tulang.[6] 4.3 4.3 Diag Diagno nosi siss
Anamnesis pada anemia dengan gagal ginjal ditanyakan tentang riwayat penyakit terdahulu, pemeriksaan fisik, evaluasi pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan apus darah perifer. Kebanyak Kebanyakan an pasien pasien yang tidak tidak memiliki memiliki komplikas komplikasi, i, anemia anemia ini bersifat bersifat hipoprol hipoprolifera iferatif tif normositik normokrom, normokrom, apus darah tepi menunjukkan burr cell. Perubahan morfologi sel darah merah menampilkan proses hemolitik primer , mikroangiopati atau hemoglobinopati. Jumlah total retikulosit secara umum menurun. Mean corpuscular volume meningkat pada defisiensi asam folat, defisiensi defisiensi B 12 dan pasien pasien dengan dengan kelebiha kelebihan n besi. Mean corpuscu corpuscular lar volume volume menurun pada pasien dengan thalasemia, defisiensi besi yang berat, dan intosikasi aluminium yang berat. berat. Pada era pengguna penggunaan an rekombin rekombinant ant human human eritropo eritropoetin etin (rHuEP (rHuEPO) O) , penilaia penilaian n terhad terhadap ap simpan simpanan an besi besi mela melalui lui perhi perhitun tunga gan n feriti feritin n serum serum,, trans transfer ferin, in, dan dan besi besi sanga sangatt diperlukan. Pada keadaan dimana tidak ada faktor yang memperberat seperti penyakit inflamasi , penyakit hati, atau respons yang buruk dari rHuEPO, feritin serum merupakan indikator yang tepat dari simpanan besi tubuh. Jika simpanan menurun , nilai feritin serum menurun sebelum saturasi transferin. Walaupun penyakit kronik dapat menurunkan besi dan transferin, pasien dengan saturasi transferin kurang dari 20% dan feritin kurang dari 50 ng/ mm dapat dianggap terjadi defisiensi besi. Di sisi lain pasien memiliki saturasi lebih dari 20% yang gagal ber respons terhadap replacement besi harus diperkirakan mengalami intoksikasi aluminium atau hemoglob hemoglobinopa inopati. ti. Walaupu Walaupun n alat serologi serologi dapat dapat mengide mengidentifik ntifikasi asi defisiens defisiensii besi dengan dengan spesifisitas, Memastikan dengan pasti penyebab membutuhkan berbagai jalur kehilangan besi pada pasien tersebut termasuk saluran gastro intestinal (4-5 ml blood loss / hari atau 5 ml kehilangan besi/ hari), prosedur dialisis (4-50 ml/ terapi dimana mungkin disebabkan karena antikoagulan yang inadequat dan teknik penggunaan kembali dialister yang buruk), flebotomi yang rutin untuk kimia darah dan konsumsi besi pada terapi rHuEPO. 4.4 Penatalaksanaan Penatalaksanaan
21
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb > 10 g/dL dan Ht > 30%, baik dengan pengelolaan konservatif maupun dengan EPO. Bila dengan terapi konservatif target Hb dan Ht belum tercapai dilanjutkan dengan terapi EPO. Dampak Anemia pada gagal ginjal terhadap kemampuan fisik dan mental dianggap dan menggambarkan halangan yang besar terhadap rehabilitasi pasien dengan gagal ginjal terminal . Walaupun demikian efek anemia pada oksigenasi jaringan mungkin seimbang pada pasien uremia dengan penurunan afinitas oksigen dan peningkatan cardiac output saat hematokrit dibawah 25 %. Walaupun demikian banya banyak k pasie pasien n uremia uremia memil memiliki iki hiper hiperten tensi si dan mioka miokardi rdiopa opati. ti. Kare Karena na tubuh tubuh memil memiliki iki kemamp kemampuan uan untuk untuk mengkom mengkompens pensasi asi turunnya turunnya kadar kadar hemoglob hemoglobine ine dengan dengan meningka meningkatnya tnya cardiac output. Selain itu banyak pasien memiliki penyakit jantung koroner yang berat dan wala walaupu upun n anemi anemiaa dalam dalam deraja derajatt sedan sedang g dapat dapat diser diserta taii denga dengan n mioka miokardi rdial al iskem iskemik ik dan angina. angina. Terapi Terapi anemia anemia pada gagal gagal ginjal ginjal bervarias bervariasii dari pengobat pengobatan an simptom simptomatik atik melalui melalui transfusi sel darah merah sampai ke penyembuhan dengan transplantasi ginjal. Transfusi darah hanya memberikan keuntungan sementara dan beresiko terhadap infeksi (virus hepatitis dan HIV) dan hemokromatosis sekunder. Peran dari transfusi sebagai pengobatan anemi primer pada pasien gagal ginjal terminal telah berubah saat dialisis dan penelitian serologic telah menjadi lebih canggih. Transplantasi ginjal pada banyak kasus, harus menunggu dalam waktu yang tidak tertentu dan tidak setiap pasien dialisis memenuhi syarat. Terdapat variasi terapi antara transfusi darah dan transplantasi, yaitu: 1. Suplementasi eritropoetin 2. Pembuang Pembuangan an eritropoe eritropoesis sis inhibitor inhibitor endogen endogen dan toksin toksin hemolitik hemolitik endogen endogen dengan dengan terapi transplantasi ginjal ekstra korporeal atau peritoneal dialisis. 3. Pembuangan kelebihan aluminium dengan deferoxamine 4. Mengkoreksi hiperpara tiroidism. 5. Terapi Androgen 6. Mengurangi iatrogenic blood loss 7. Suplementasi besi 8. Suplementasi asam folat 9. Menghindari hazard fisik dan kimia selama ekstra korporeal blood sircuit. 22
1) Suplementasi eritropoetin
Terapi yang sangat efektif dan menjanjikan telah tersedia menggunakan recombinant human eritropoetin yang telah diproduksi untuk aplikasi terapi. Seperti yang telah di demon demonstr strasi asikan kan denga dengan n plasm plasmaa kambi kambing ng uremia uremia yang yang kaya kaya eritro eritropoe poetin tin,, human human recombinant eritropoetin eritropoetin diberikan intravena kepada pasien hemodialisa ,telah dibuktikan menye menyebab babkan kan penin peningka gkatan tan eritr eritropo opoet etin in yang yang drasti drastis. s. Hal Hal ini memu memungk ngkink inkan an untuk untuk mempertahankan kadar Hb normal setelah transfusi darah berakhir pada pasien bilateral nefre nefrekto ktomi mi yang yang memb membutu utuhka hkan n transf transfusi usi regule reguler. r. Pada Pada gamb gambar. ar.3, 3, saat saat sejum sejumlah lah erotropoetin diberikan IV 3x seminggu setelah setiap dialisa, pasien reguler hemodialisis meres merespo pon n denga dengan n penin peningka gkatan tan Ht denga dengan n dosis dosis terten tertentu tu dalam dalam beber beberapa apa mingg minggu. u. Percobaan menunjukkan bahwa AB yang melawan materi rekombinan dan menghambat terh terhad adap ap peng penggu guna naan an erit eritro ropo poet etin in tida tidak k terj terjad adi. i. Efek Efek samp sampin ing g utam utaman anya ya adal adalah ah meningkatkan meningkatkan tekanan darah dan memerlukan memerlukan dosis Heparin yang tinggi untuk mencegah mencegah pemb pembeku ekuan an pada pada sirkul sirkulasi asi ekstr ekstraa korpor korporial ial selam selamaa dialis dialisis. is. Pada Pada bebera beberapa pa pasie pasien, n, trombosis pada pembuluh darah dapat terlihat. Peningkatan tekanan darah bukan hanya akibat akibat peningka peningkatan tan viskosita viskositass darah darah tetapi tetapi juga peningka peningkatan tan tonus vaskular vaskular perifer. perifer. Komplikasi trombosis juga berkaitan dengan tingginya viskositas darah bagaimanapun sedikitnya satu kelompok investigator terlihat peningkatan trombosit. Penelitian in vitro menunjukkan efek stimulasi human recombinant eritropoetin pada diferensiasi murine megakariosit. megakariosit. Lalu trombositosis mungkin mempengaruhi mempengaruhi hiperkoagubilitas. hiperkoagubilitas. Konsentrasi serum predialisis ureum kreatinin yang meningkat dan hiperkalemia dapat mengakibatkan berkurangnya efisiensi dializer karena tingginya Ht dan peningkatan nafsu makan karena peningkatan keadaan umum. Kecepatan eritropoesis yang dipengaruhi oleh eritropoetin dapat menimbulkan defisiensi besi khususnya pada pasien dengan peningkatan blood loss. Seluruh observasi ini mengindikasikan mengindikasikan bahwa recombinant human eritropoetin harus digunakan dengan hati-hati. Hal ini juga memungkinkan bahwa kebanyakan efek samping ini dapat diminimalkan jika nilai Hematokrit tidak meningkat ke normal, tetapi pada n ilai 30-35%. Produksi recombinant human eritropoetin merupakan manajemen yang utama pada pasien uremia.[7] Indikasi dan Kontraindikasi terapi EPO 1.Indikasi:
23
Bila Hb < 10 g/dL, Ht < 30% pada beberapa kali pemeriksaan dan penyebab lain anemia sudah disingkirkan. Syarat pemberian adalah: a. Cadanga Cadangan n besi adekwat adekwat : feritin feritin serum serum > 100 100 mcg/L, mcg/L, satura saturasi si transferi transferin n > 20% b. Tidak Tidak ada infek infeksi si yang yang ber berat at 2.Kontraindikasi: 2.Kontraindikasi: hipersensitivitas hipersensitivitas terhadap EPO 3.Keadaan yang perlu diperhatikan pada terapi EPO, hati-hati pada keadaan: a. Hipe Hiperte rtensi nsi tidak tidak terke terkenda ndali li b. b. Hipe iperkoa rkoagu gula lasi si c. Beban Beban caira cairan n berleb berlebih/ ih/flu fluid id overlo overload ad Terap Terapii Eritr Eritrop opoie oietin tin ini meme memerlu rlukan kan syarat syarat yaitu yaitu status status besi besi yang yang cukup cukup.. Terda Terdapa patt beberapa kriteria pengkajian status besi pada Gagal ginjal Kronis: a.
Anemia dengan status besi cukup
b.Anemia defisiensi besi: a. Anemia defisiensi defisiensi besi absolut : Feritin Feritin serum < 100 mcg/L mcg/L b. Anemia defisiensi defisiensi besi fungsional: Feritin Feritin serum > 100 mcg/L mcg/L Saturasi Transferin < 20 %. 1.1 Terapi Eritropoietin Eritropoietin Fase koreksi: koreksi: Tujuan: Untuk mengoreksi anemia renal sampai target Hb/Ht tercapai. a. Pada Pada umum umumny nyaa mula mulaii deng dengan an 2000 2000-40 -4000 00 IU subk subkut utan an,, 2-3x 2-3x semi seming nggu gu selama 4 minggu. b. Targe Targett respo respon n yang yang diha diharap rapka kan n: Hb naik 1-2 g/dL dalam 4 minggu atau Ht naik 2-4 % dalam 2-4 minggu. c. Pantau Hb,Ht tiap 4 minggu 24
d. Bila target respon tercapai: pertahankan dosis EPO sampai target Hb tercapai (> 10 g/dL) e. Bila terget respon belum tercapai naikkan dosis 50% f. Bila Hb naik >2,5 g/dL atau Ht naik > 8% dalam 4 minggu, turunkan dosis 25% g. Pemantauan status besi: Selama Selama terapi terapi Eritrop Eritropoiet oietin, in, pantau pantau status status besi, berikan berikan supleme suplemen n sesuai sesuai dengan panduan terapi besi.
1.2 Terapi EPO fase pemeliharaan pemeliharaan a. Dilakuka Dilakukan n bila target target Hb Hb sudah sudah tercapa tercapaii (>12 (>12 g/dL). g/dL). Dosis 2 atau 1 kali 2000 IU/minggu Pantau Hb dan Ht setiap bulan Periksa status besi setiap 3 bulan b. Bila dengan terapi pemeliharaan Hb mencapai > 12 g/dL (dan status besi
cukup) maka dosis EPO diturunkan 25% Pemberian eritropoetin ternyata dapat menimbulkan efek samping diantaranya: a. hipertensi:
a. tek tekana anan dara darah h harus arus dipa ipanta ntau keta etat ter terutam utamaa sel selama terapi api eritropoetin fase koreksi b. pasien pasien mungkin mungkin membutu membutuhkan hkan terapi terapi antihipe antihiperten rtensi si atau peningka peningkatan tan dosis obat antihipertensi antihipertensi c. penin peningk gkata atan n tekana tekanan n darah darah pada pada pasie pasien n denga dengan n terap terapii eritr eritrop opoie oietin tin tidak berhubungan dengan kadar Hb. b. Kejang:
a. Terutam Terutamaa terjadi terjadi pada pada masa masa terap terapii EPO EPO fase fase koreksi koreksi
25
b. Berhubung Berhubungan an dengan dengan kenaikan kenaikan Hb/Ht Hb/Ht yang yang cepat cepat dan tekana tekanan n darah yang tidak terkontrol. Terkadang pemberian EPO menghasilkan respon yang tidak adekwat. Respon EPO tidak adekwat bila pasien gagal mencapai kenaikan Hb/Ht yang dikehendaki setelah pemberian EPO selama 4-8 minggu. Terdapat beberapa penyebab respon EPO yang tidak adekwat yaitu: a. Defisiensi besi besi absolut dan fungsional (merupakan (merupakan penyebab penyebab tersering) tersering) b. Infeksi/inflamasi Infeksi/inflamasi (infeksi akses,inflamasi, akses,inflamasi, TBC, TBC, SLE,AID SLE,AIDS) S) c. Kehilang Kehilangan an darah darah kronik kronik d. Maln Malnut utri risi si e. Dialisis Dialisis tidak adekwat adekwat f. Obat-obatan Obat-obatan (dosis tinggi tinggi ACE ACE inhibitor, inhibitor, AT 1 reseptor reseptor antagonis) antagonis) ain-la lain in g. Lain-
(hip (hipeerpar rparat atir iroi oidi dism sme/ e/os oste teit itis is
fibr fibros osa, a,
into intoks ksik ikas asii
alum alumun uniu ium m,
hemoglobinopati seperti talasemia beta dan sickle cell anemia, defisiensi asam folat dan vitamin B12, multiple mioloma, dan mielofibrosis, hemolisis, hemolisis, keganasan). Agar pemberian terapi Eritropoietin optimal, perlu diberikan terapi penunjang yang berupa pemberian: a. asam asam folat folat : 5 mg/h mg/hari ari b. vitamin vitamin B6: B6: 100-150 100-150 mg c. Vitamin Vitamin B12 B12 : 0,25 0,25 mg/bul mg/bulan an d. Vitam Vitamin in C : 300 300 mg IV pasca pasca HD, pada anemia anemia defis defisien iensi si besi besi fungsi fungsiona onall yang yang mendapat terapi EPO e. Vitamin D: D: mempunyai mempunyai efek efek langsung terhadap terhadap prekursor prekursor eritroid f. Vitamin E: 1200 IU ; mencegah efek induksi stres oksidatif yang diakibatkan terapi
besi intravena g. Preparat androgen (2-3 x/minggu) 26
a. Dapat mengurangi kebutuhan EPO b. Obat ini bersifat hepatotoksik, hati-hati hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi hati c. Tidak dianjurkan pada wanita 2) Terapi transplantasi ginjal ekstra korporeal atau peritoneal dialysis
Seluruh terapi pengganti ginjal ekstra korporeal dan peritoneal dialisis pada dasarnya dapat juga mempengaruhi patogenesis anemia pada gagal ginjal, sejak prosedur ini dapat membuang toksin yang menyebabkan hemolisis dan menghambat eritropoesis. Selain Selain itu, pengalam pengalaman an klinis klinis membukt membuktikan ikan bahwa bahwa perkemb perkembanga angan n nya lebih lebih cepat cepat daripada daripada menggunak menggunakan an terapi terapi eritropoe eritropoetin. tin. Ketidak Ketidakefekt efektivan ivan pada terapi terapi penggant penggantii ginjal merupakan akibat keterbatasan pengetahuan pengetahuan tentang toksin dan cara terbaik untuk menghilangkannya. menghilangkannya. Pendekatan sederhana untuk meningkatkan meningkatkan terapi dtoksifikasi pada uremia dengan meningkatkan batas atas ukuran molekular yang dibuang dengan difusi dan atau transportasi konvektif tidak menghasilkan hasil yang memuaskan. Misalnya, tidak ada data yang membuktikan bahwa hemofiltrasi yang mencakup pembuangan jangkaua jangkauan n molekul molekuler er yang lebih lebih besar besar dibanding dibanding hemodial hemodialisis isis dengan dengan membara membaran n selulosa yang kecil, merupakan dua terapi utama dalam mengkoreksi anemia pada gagal ginjal. Selain itu continious ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) , juga merupakan tera terapi pi deng dengan an pem pembuan buanga gan n jang jangka kaua uan n mole olekule kulerr yang yang besa besar, r, ini ini lebi lebih h baik baik dibandingkan dengan hemodialisis standar dengan membaran selulosa yang kecil. Hal ini masih tidak jelas jika keuntungan CAPD ini hanya karena pembuangan yang lebih bai baik k dari dari inhi inhibi bito torr erit eritro ropo poes esis is.. Bebe Bebera rapa pa pene peneli liti tian an meng mengin indi dika kasi sika kan n CAPD CAPD meningkatkan produksi eritropoetin, mungkin juga diluar ginjal dan karena oleh itu meningkatkan eritropoesis. Walaupun mekanismenya belum diketahui. 3) Pembuangan kelebihan aluminium dengan deferoxamine deferoxamine
Sejak inhibitor eritropoesis diketahui, pada kasus intoksikasi aluminium, terapi dapat selektif dan efektif efek aluminium yang memperberat memperberat pada anemia dengan gagal ginjal selal selalu u harus harus diasum diasumsik sikan an ketik ketikaa terjad terjadii anemi anemiaa mikro mikrosit sitik ik denga dengan n norma normall atau atau peningk peningkatan atan feritin feritin serum serum pada pasien pasien reguler reguler hemodial hemodialisis. isis. Diagnosi Diagnosiss ditegakk ditegakkan an denan denan peningkat peningkatan an nilai nilai aluminium aluminium serum, riwayat riwayat terpapa terpaparr aluminium aluminium baik oral maupun dialisat , gejala intoksikasi aluminium seperti ensekalopati penyakit tulang aluminium , dan keberhasilan percobaan terapi. Terapi utama adalah pemberian chelator 27
deferoxamin (DFO) IV selama satu sampai dua jam terakhir saat hemodialisa atau hemo hemofi filt ltra rasi si atau atau CAP CAPD. Range ange dosi dosiss 0,5 – 2,0 2,0 gr. gr. , 3 kali kali sem semingg inggu. u. DFO memobilisasi aluminium sebagai larutan yang kompleks, dimana kemudian dibuang dengan terapi dialisis atau prosedur filtrasi. Efek samping utama adalah hipotensi , toksisitas okular, komplikasi neurologi seperti kejang dan mudah terkena infeksi jamur. Efek Efek sampin samping g ini beres berespon ponss terha terhadap dap pembe pemberhe rhenti ntian an terapi terapi sement sementara ara waktu waktu , pengurangan dosis atau pemberhentian terapi. Efek DFO pada anemia dapat berakibat drastis seperti pada gambar 4. yang menggambarkan perubahan nilai hemoglobine, feritin serum, dan konsentrasi aluminium , MCV, MCH pada pasien dengan ostemalasia yang berhubungan dengan aluminium. Pada permulaan terapi pasien mengalami anemia mikrositi mikrositik k peningkat peningkatan an nilai aluminium aluminium serum serum dan feritin feritin . Setelah Setelah beberapa beberapa bulan terapi dengan DFO , MCV dan MCH pada nilai diatas normal, hemoglobine meningkat secara signifikan dan feritin serum dan aluminium menurun. menurun.[7] 4) Mengkoreksi hiperparatiroidism hiperparatiroidism
Sekunde Sekunderr hiperpar hiperparatir atiroid oid pada anemia anemia dengan dengan gagal gagal ginjal, ginjal, paratiroi paratiroidekt dektomi omi bukan bukan merup merupaka akan n indika indikasi si untuk untuk terap terapii anemi anemia. a. Pengo Pengobat batan an supre supresi si aktivi aktivitas tas kelenj kelenjar ar par parat atir iroi oid d deng dengan an 1,25 1,25-- dihi dihidr drok oksi si vita vitami min n D3 bias biasan anya ya berh berhub ubun unga gan n deng dengan an peningkatan peningkatan anemia. 5) Terapi Androgen
Sejak tahun 1970 an androgen telah digunakan untuk terapi gagal ginjal. Efek yang positif yaitu meningkatkan produksi eritropoetin, meningkatkan sensitivitas polifrasi eritropoetin yang sensitif terhadap populasi stem cell. Testosteron ester (testosteron propionat,
enanthane,
(flu (fluox oxym ymeester steron onee,oxy ,oxyme meth thol olon onee,
cypionate),
derivat
methy ethylt lteestos stoste tero rone ne), ),
17-metil dan dan
androstanes
komp kompon oneen
19
norte norterst rstost oster eron on (nandr (nandrolo olone ne dekano dekanoat, at, nandr nandrolo olone ne phenpr phenpropi opiona onate te)) telah telah sukse suksess digunakan pada terapi anemia dengan gagal ginjal. Respon nya lambat dan efek dari obat ini dapat terbukti dalam 4 minggu terapi. Nandrolone dekanoat cukup diberikan dengan dosis 100-200 mg, 1 x seminggu. Testosteron ester tidak mahal tetapi harus dibatasi karena efek sterilitas yang besar. Komponen 19-nortestosteron memiliki ratio anabol anabolik ik : andro androgen genik ik yang yang paling paling tingg tinggii dan yang yang paling paling sediki sedikitt menye menyebab babka kan n hirs hirsut utis isme me sert sertaa pali paling ng aman aman untu untuk k pasi pasien en wani wanita ta.. Fluo Fluoks ksim imes este tero rone ne dapa dapatt menyebabkan priapismus pada pasien pria. Penyakit Hepatoseluler kolestatik dapat 28
menyebabkan menyebabkan komplikasi pada penggunaan zat ini dan lebih sering pada 17 methylated steroid. Pada keadaan meningkatnya transaminase darah yang progesif dan bilirubin serum yang meningkat, terapi harus dihentikan. Namun, komponen 17- methylated steroid ini memiliki ratio anabolik/ androgen yang baik dan dapat diberikan secara oral. Terapi dengan androgen dapat menimbulakan gejala prostatism atau pertumbuhan yang cepat dari Ca prostat. Rash kulit, perubahan suara seperti laki-laki, dan perubahan fisik adalah efek samping lainnya pada terapi ini. 6) Mengurangi iatrogenic blood loss
Sudah Sudah tentu tentu penatala penatalaksana ksanaan an anemia anemia pada penyakit penyakit ginjal ginjal terminal terminal juga termasuk termasuk penceg pencegahan ahan dan koreksi koreksi terhadap terhadap faktor faktor iatroge iatrogenik nik yang memperb memperbera erat. t. Kehilang Kehilangan an darah darah ke sirkul sirkulasi asi darah darah ekstra ekstrakor korpor poreal eal dan dari dari penga pengamb mbila ilan n yang yang berle berlebih bihan an haruslah dalam kadar yang sekecil mungkin. 7) Suplementasi besi
Pengguna Penggunaan an pengikat pengikat fosfat fosfat dapat dapat mempeng mempengaruh aruhii dengan dengan absorpsi absorpsi besi pada usus. Monitoring penyimpanan besi tubuh dengan determinasi ferritin serum satu atau dua kali pertahun merupakan indikasi. Absorpsi besi usus tidak dipengaruhi oleh uremia, suplementasi besi oral lebih dipilih ketika terjadi defisiensi besi. Jika terapi oral gagal untuk memperbaiki defisiensi besi, penggantian besi secara parenteral harus dilakukan. Hal ini dilakukan dengan iron dextran atau interferon. Terapi IV lebih aman dan nyaman dibanding injeksi intra muskular. Syok anafilaktik dapat terjadi pada 1% pasien yang menerima terapi besi parenteral. Untuk emngurangi kejadian komplikasi yang berbahaya ini, pasien harus di tes dengan 5 menit pertama dengan dosis kecil dari total dosis. Jumlah yang diperlukan untuk replinish penyimpanan besi dapat diberikan dengan dosis terbagi yaitu 500mg dalam 5-10 menit setiap harinya atau dosis tunggal dicampur dengan normal saline diberikan 5% iron dextran dan diinfuskan perlahan dalam beberapa jam. Terapi besi fase pemeliharaan a. Tujuan Tujuan : menjaga menjaga kecukupa kecukupan n persediaa persediaan n besi untuk eritro eritropoie poiesis sis selama selama terapi terapi EPO b. Target Target terapi terapi:: Feritin Feritin serum serum > 100 100 mcg/L mcg/L - < 500 500 mcg/L mcg/L 29
Saturasi transferin > 20 % - < 40 % c. Dosis a.
IV : iron iron sucr sucros osee : maksi ksimum 100 mg/min /ming ggu
iron dextran : IV : 50 mg/minggu iron gluconate : IV : 31,25-125 mg/minggu b. c.
IM : ir iron de dextran : 80 mg/ 2 minggu
Oral Oral:: 200 200 mg mg besi besi ele eleme ment ntal al : 2-3 2-3 x/h x/har arii d.
Status be besi di diperiksa se setiap 3 bulan
e.
Bila ila statu statuss besi besi dala dalam m bata batass targ target et yan yang g dike dikehe hend ndak akii lanj lanjut utka kan n tera terapi pi
besi dosis pemeliharaan. pemeliharaan. f.
Bila feritin serum > 500 mcg/L atau saturasi transferin > 40%,
suplementasi suplementasi besi distop selama 3 bulan. g.
Bila pemeriksaan ylang setelah 3 bulan feritin serum < 500 mcg/L dan
saturasi transferun < 40%, suplementasi besi dapat dilanjutkan dengan dosis 1/3-1/2 sebelumnya. 8) Suplementasi asam folat
Asam folat hilang masuk ke dialisat dari darah. Oleh karena itu, defisiensi asam folat dan anemia makrositik dapat terjadi pada pasien dengan asupan protein yang rendah sejak diet dari pasien dialisis reguler yaitu bebas dan biasanya mengandung asam folat yang cukup, defisiensi asam folat dan kebutuhan untuk suplementasi asam folat oral tidak diperlukan. Akhirnya Akhirnya,, dokter harus lebih hati-hati hati-hati dalam terapi terapi darah ekstrakorpore ekstrakorporeal al yang membawa membawa resiko potensial yang didominasi oleh darah yang terkontaminasi dan kompartemen dialisat seperti logam dan kimia, yang dapat menyebabkan kerusakkan sel darah merah dan hemolisis.
4.5 Transfusi Darah
Transfusi darah dapat diberikan pada keadaan khusus. Indikasi transfusi darah adalah:
30
1. Perdara Perdarahan han akut akut dengan dengan gejal gejalaa gangguan gangguan hemodi hemodinami namik k 2. Tidak Tidak memung memungkinka kinkan n penggun penggunaan aan EPI EPI dan dan Hb < 7 g /dL 3. Hb < 8 g/dL g/dL denga dengan n gangg gangguan uan hemo hemodin dinam amik ik 4. Pasien dengan defisiensi besi yang akan diprogram terapi EPO ataupun yang telah
mendapat EPO tetapi respon belum adekuat, sementara preparat besi IV/IM belum tersedia, dapat diberikan transfusi darah dengan hati-hati. Target pencapaian Hb dengan transfusi darah adalah : 7-9 g/dL (tidak sama dengan target Hb pada terapi EPO). Transfusi diberikan secara secara bertahap bertahap untuk untuk menghindar menghindarii bahaya bahaya overhidras overhidrasi, i, hiperkat hiperkatabol abolik ik (asidosis (asidosis), ), dan hiperkalemia. hiperkalemia. Bukti klinis menunjukkan bahwa pemberian pemberian transfusi darah sampai kadar Hb 10-12 g/dL berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan tidak terbukti bermanfaat, walaupun pada pasien dengan penyakut jantung. Pada kelompok pasien yang direncakan untuk transplantasi ginjal, pemberian transfusi darah sedapat mungkin dihindari. Transfusi darah darah memil memiliki iki resik resiko o penul penulara aran n Hepat Hepatiti itiss virus virus B dan C, infek infeksi si HIV HIV serta serta potens potensii terjadinya reaksi transfusi.[7]
TERAPI EPO FASE KOREKSI 2.000 2.000 – 4.000 4.000 IU/x HD HD
ALGORIT ITMA TERAPI EPO
TARGET RESPON Ht ? 2 – 4% dlm 2 – 4 mg mgg Hb ? 1 – 2 g/dL g/dL dlm4 mgg BELUM TERCAPAI
DOSIS ? 50 % Dlm 4 mgg
MELEB IHI TARGET
DOSIS DOSIS ? 25 %
TERCAPAI
Pertah Pertahankan ankan dosis EPO s/d s/ d target Ht/ Ht/ Hb TERCAP ERCAPAI Ht >30 %Hb>10 Hb >10 g/dL
TERCAPAI
TIDAK TERCAPAI
Dosis sis EPO Fase PEMEL MELIHA IHARAAN
Cari penyebabEP bEPO RES RESIST ISTEN created byndo
31
Ht< Ht<30 30% %, Hb=10 g/ dL Status besi Cukup FS> FS>100g/mL 100g/ mL,, ST>20%
Anem nemia Def . Fe fun fungsional gsional FS=100 g/ mL, ST ST<20%
Anemia Def Fe F e absolut absolut FS<100 g/ mL, ST<20%
TERAPI BESI FASE KORELASI Iron Sucrose/ ose/ Iro IronDext extran100m ran 100mg seti setiap apH HD ? 10 x 1 MINGGU Periks Periksa a F S dan ST
Cukup
Anemia Def. Fe Fe Fun Fungsional gsional
TERAPI EPO FASE KOREKSI 2.00 – 4.000 4.000 IU/ x HD
Anemia Def. Fe Fe absol absolut ut
Ulang Ulang TERAPI TERAPI BESI FASE KO KOREKSI Sampai stat status us besi cukup ALGORIT ITMA TERAPI BESI created byndo
32
33
BAB V KESIMPULAN
Anemia merupakan salah satu dari gejala klinik pada penyakit ginjal kronis. Anemia pada penyakit ginjal kronik muncul ketika klirens kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt/1,73m2 dan hal ini menjadi lebih parah dengan semakian memburuknya fungsi ekskresi ginjal. Anemia pada gagal ginjal merupakan tipe normositik normokrom apabila tidak ada faktor lain yang memperb memperberat erat seperti defisiens defisiensii besi yang terjadi terjadi pada gagal ginjal. ginjal. Terdapa Terdapatt 3 mekanis mekanisme me utama yang terlibat pada patogenesis anemia pada gagal ginjal, yaitu : hemolisis, produksi eritropoetin yang tidak adekuat, dan penghambatan respon dari sel prekursor eritrosit terhadap erit eritro ropo poet etin in..
Pros Proses es
seku sekund nder er
yang yang
memp memper erbe bera ratt
dapa dapatt
terj terjad adii
sepe sepert rtii
into intoks ksik ikas asii
aluminium aluminium.. Untuk Untuk menegakk menegakkan an diagnosis diagnosis dapat dapat dilakukan dilakukan dengan dengan anamnesis anamnesis ditanyaka ditanyakan n tentang riwayat penyakit terdahulu , pemeriksaan fisik, evaluasi pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan apus darah perifer. Pada era penggunaan rekombinant human eritropoetin (rHuEPO) (rHuEPO) , penilaian terhadap simpanan besi melalui perhitungan feritin serum, transferin, dan besi sangat diperlukan. Feritin serum merupakan indikator yang tepat dari simpanan besi tubuh. Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb > 10 g/dL dan Ht > 30%, baik denga dengan n penge pengelol lolaan aan konse konserva rvatif tif maupu maupun n denga dengan n EPO. EPO. Terap Terapii anemia anemia pada pada gagal gagal ginja ginjall berva bervaria riasi si dari dari pengo pengobat batan an simpt simptom omati atik k melal melalui ui transf transfusi usi sel darah darah merah merah samp sampai ai ke penyem penyembuha buhan n dengan dengan transplan transplantasi tasi ginjal. ginjal. Peran Peran dari transfusi transfusi sebagai sebagai pengobat pengobatan an anemia anemia primer pada pasien gagal ginjal terminal telah berubah saat dialisis dan penelitian serologic telah berkembang. Transplantasi Transplantasi ginjal pada banyak kasus, harus menunggu dalam waktu yang tidak tertentu dan tidak setiap pasien dialisis memenuhi syarat.
34
DAFTAR PUSTAKA 1
Sudoyo AW, AW, Setiyohadi B, B, Alwi I, Simadibrata Simadibrata M, M, Setiati S dalam: dalam: Ilmu Penyakit Penyakit Dalam Dalam Vol.1, ed.4.Jakarta: FKUI 2007
2
Harisson TR dalam: Principles of Internal Madicine Vol.2, Ed.16. New York: McGraw-Hill 2005
3
Mass Massry ry SG, SG, Glas Glasso sock ck RJ dalam: dalam: Text Text Book Book of Neph Nephro rolo logy gy Vol. Vol.2, 2, Ed 2. Balt Baltim imor ore: e: Williams& Wilkins 1983
4
Glass Glassock ock RJ dalam: dalam: Curre Current nt Therapy Therapy in Nephrol Nephrology ogy and Hypert Hypertens ension ion,, Ed 3.St. 3.St. Louis: Louis: McGraw-Hill 1992 5. M.Baldy, Catherine dalam : Gangguan Sel Darah Merah. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol.1, ed. 6. Jakarta: EGC 2002 halaman 256
6. Perhimp Perhimpunan unan Nefrolog Nefrologii Indonesia Indonesia dalam: Konsensu Konsensuss Manajemen Manajemen Anemia Anemia Pada pasien pasien Gagal Ginjal Kronik: 2001 7. Schmidt, Rebecca J and Dalton, Cheryl L dalam : Treating anemia of chronic kidney dise diseas asee in the the prim primar ary y care care sett settin ing: g: card cardio iova vasc scul ular ar outc outcom omes es and and mana manage geme ment nt recommendations, diakses dari www.pubmedcentral.nih.gov/artiderender.fcgi? artid=2147011,, 2009. artid=2147011 8. Suwitra, Ketut dan Widiana, Gde Raka dalam : The 9 th National Congress of InaSN & Annual Meeting of Nephrology, Bali : 2005.
35