Asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK)
Pengkajian
Identitas klien
Identitas penanggung jawab
Riwayat kesehatan masa lalu
Penyakit yang pernah diderita
Kebiasaan buruk: menahan BAK, minum bersoda
Pembedahan
Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama: nyeri, pusing, mual, muntah
Pemeriksaan fisik
Umum: Status kesehatan secara umum
Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
Pemeriksaan fisik
Teknik pemeriksaan fisik
Inspeksi
Kulit dan membran mukosa
Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tekstur kulit tampak kasar atau kering. Penurunan turgor merupakan indikasi dehidrasi. Edema, indikasi retensi dan penumpukan cairan.
Mulut
Stomatitis, nafas bau amonia.
Abdomen
Klien posisi telentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya masa atau pembengkakan, kulit mengkilap atau tegang.
Meatus urimary
Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary.
Wanita: posisi dorsal rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
Palpasi
Ginjal
Ginjal kiri jarang teraba, meskipun demikian usahakan untuk mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi. Jangan lakukan palpasi bila ragu karena akan merusak jaringan.
Posisi klien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan
Letakkan tangan kiri di bawah abdomen antara tulang iga dan spina iliaka. Tangan kanan dibagian atas. Bila mengkilap dan tegang, indikasi retensi cairan atau ascites, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Bila kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya cairan indikasi infeksi. Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang serius. Pembesaran kedua ginjal indikasi polisistik ginjal. Tenderness/ lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan kiri mendorong ke atas.
Lakukan hal yang sama untuk ginjal di sisi yang lainnya.
Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi ditensi urin. Palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilikus. Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
Perkusi
Ginjal
Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral (CVA), lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan dominan.
Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri pada perkusi merupakan indikasi glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilikus.
Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region suprapubic.
Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengan bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri ginjal).
Diagnosa
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.
Intervensi
Rasional
a. Kaji status cairan dengan menimbang berat badan perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, dan tanda-tanda vital.
b. Batasi masukan cairan
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
d. Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
e. Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.
a. Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
b. Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi.
c. Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
e. Hygiene oral mengurangi kekeringan membrane mukosa mulut.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.
Intervensi
Rasional
a. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan; anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi; bantu jika keletihan terjadi.
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
d. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
a. Menyediakan informasi tentang indikasi tingakt keletihan.
b. Meningkatkan aktivitas ringan/ sedang dan memperbaiki harga diri.
c. Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat.
d. Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.
f) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis berhubungan dengan kurang terpajan, salah interprestasi imformasi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Kriteria Hasil: Menunjukkan/ melakukan pola hidup yang benar
Intervensi
Rasional
a. Kaji ulang pengetahuan klien tentang proses penyakit/ prognosis.
b. Kaji ulang pembatasan diet, fosfat, dan Mg.
c. Kaji ulang tindakan mencegah perdarahan : sikat gigi halus.
d. Buat program latihan rutin, kemampuan dalam toleransi aktivitas.
e. Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik segera, seperti: demam, menggigil, perubahan urin/ sputum, edema, ulkus, kebas, spasme pembengkakan sendi, pe ROM, sakit kepala, penglihatan kabur, edema.
a. Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan imformasi.
b. Pembatasan fosfat meransang kelenjar paratiroid untuk pergeseran kalsium dan tulang.
c. Menurunkan resiko sehubungan dengan perubahan pembekuan/ penurunan jumlah trombosit.
d. Membantu dalam mempertahankan tonus otot dan kelenturan sendi.
e. Depresi sistem imun, anemia, malnutrisi, dan semua meningkatkan resiko infeksi.
K. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan Medis
1. Hemodialisa
Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo=darah,dan dialisa=pemisahan atau filtrasi. Pada prinsipnya hemodialisa menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh suatu membran atau selaput semi permeabel. Membran ini dapat dilalui oleh air dan zat tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya air atau zat, bahan melalui membran semi permeabel ( Pardede, 1996 ).
Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).
Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
a) Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
b) Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).
Frekuensi Hemodialisa.
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4 ) Tekanan darah normal.
5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
2. Obat-obatan
Diuretik untuk meningkatkan urinasi, alumunium hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia, anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti apoetin alfa bila terjadi anemia.
3. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan panyakit renal tahap akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai alasan, seperti keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki perasaan sejahtera, dan harapan untuk hidup secara lebih normal. Selain itu, biaya transplantasi ginjal yang sukses dibandingkan dialisis adalah sepertiganya
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5,5 mEq/L, SI: 5,5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningakatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriten sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui retensi enema.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbangan cairan didasarkan pada berat badan harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukan dan haluaran oral dan parenteral dari urin, drainase lambung, feses, drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi penggantian cairan.
Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis menyebabkan berbagai macam komplikasi .
Hiperkalemia, yang diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis metabolic, Perikardistis efusi pericardial dan temponade jantung.
Hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi system renin angioaldosteron.
Anemia yang disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan pendarahan gastrointestinal akibat iritasi.
Penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
Retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan pada lengan dan kaki, tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru (edema paru)
Kerusakan permanen pada ginjal (stadium akhir penyakit ginjal), akhirnya ginjal membutuhkan dialysis atau transplantasi ginjal untuk bertahan hidup
Pencegahan Gagal Ginjal
Supaya terhindar dari penyakit gagal ginjal, harus melakukan pencegahan sebagai berikut :
a. Olah Raga.
b. Berhenti merokok.
c. Mengurangi makanan berlemak.
d. Menurunkan berat badan.
e. Mengkonsumsi air putih dan menghindari konsumsi obat kimia.
f. Variasikan Konsumsi Makanan.
h. Jangan Menahan BAK.
BAB III
KASUS
A. Uraian Kasus
Ny. S 45 tahun masuk ke Rumah Sakit RSUD Arifin Achmad karena penyakit ginjal yang dialaminya yang diawali dengan sakit pinggang. Keluarga klien mengatakan klien mengalami hal ini sejak 3 tahun yang lalu, klien awalnya mengira hanya penyakit biasa saja sehingga klien hanya membeli obat diwarung/ jamu untuk mengurangi rasa sakit terhadap penyakitnya tersebut, klien juga tidak pernah memeriksakan keadaannya ke rumah sakit. Keluarga juga mengatakan klien mempunyai riwayat hipertensi yang sudah lama dideritanya. Kondisi klien semakin lama semakin memburuk sehingga keluarga membawa klien kerumah sakit. Selain itu keluarga juga mengatakan bahwa akhir-akhir ini pasien BAK dengan jumlah yang sedikit. Hasil pemeriksaan labor didapatkan Ureum 380 mg/ dl, Kreatinin 15 dan Hb 6,2 mg/dl, SGOT 19, SGPT 30. Dilakukan pemeriksaan USG pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengecil. Saat ini klien mengeluh mual sehingga tidak nafsu makan dan juga sering mengalami muntah, tubuh klien terlihat lemah, pucat, kulit kering dan bersisik, klien sering menggaruk bagian tubuhnya karena rasa gatal (pruritus) dan perut membesar dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 x/menit, suhu 36,60 C, pernafasan 24 x/menit.
B. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Nama : Ny. S
Umur : 45 tahun
2) Keluhan utama
Klien mengeluh sakit pinggang, BAK akhir-akhir ini dalam jumlah sedikit, perut membesar, mual dan muntah sehingga tidak nafsu makan, gatal pada kulit.
3) Riwayat penyakit terdahulu
Klien mempunyai riwayat hipertensi yang sudah lama dideritanya dan sakit pinggang sejak 3 tahun yang lalu.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
1) Perut klien tampak membesar
2) Klien terlihat pucat dan lemah
3) Kulit kering dan bersisik
4) Kesadaran klien compos mentis
5) TTV : Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 70 x/menit, suhu 36,60 C, pernafasan 24 x/menit.
c. Pemeriksaan Penunjang
Ureum 380 mg/ dl (N: 20-40 mg/ dl)
Kreatinin 15 (N: 0,5-1,5 mg/ dl)
Hb 6,2 mg/dl (N: 12-152 mg/dl)
SGOT 19 (N: <21)
SGPT 30 (N: <23)
Hasil USG : Pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengecil
C. Analisa Data
No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
2.
3.
4.
DO:
- Perut klien terlihat membesar
- Hasil labor menunjukkan ureum 380 mg/ dl (normalnya 20-40 mg/ dl)
- Kreatinin 15 (normalnya 0,5-1,5 mg/ dl)
- SGOT 19 (N: <21)
- SGPT 30 (N: <23)
- Hasil USG : Pada kedua ginjal didapatkan kedua ginjal tampak mengeci
DS:
- Keluarga mengatakan bahwa akhir-akhir ini pasien BAK dengan jumlah yang sedikit
DO:
- Pasien terlihat lemah dan pucat
- TD: 100/70 mmHg
- Nadi 70x/menit
- Hb: 6,2 mg/dl
DS:
- Keluarga mengatakan bahwa klien tidak nafsu makan.
- Klien mengeluh sakit pinggang
DO:
- Klien terlihat lemah, mual dan muntah
DS:
- Keluarga mengatakan klien tidak nafsu makan
DO:
- Kulit klien terlihat kering dan bersisik.
- Klien terlihat sering manggaruk bagian tubuhnya.
DS:
- Klien mengatakan sering mengalami gatal-gatal pada bagian tubuh tertentu.
Riwayat penyakit (Hipertensi)
Suplay darah ke ginjal
Fungsi ginjal
Retensi Natrium dan air
Kelebihan volume cairan
Riwayat penyakit (Hipertensi)
Sekresi eritropoetin
Produksi Hb
Suplay oksigen
Intoleransi aktivitas
Riwayat penyakit (Hipertensi)
Fungsi renal
Terjadi uremia
Gangguan keseimbangan asam basa
Produksi asam
Asam lambung
Mual muntah
Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
Riwayat penyakit (Hipertensi)
Suplay darah ke ginjal
Fungsi ginjal
Uremia
Terjadi pruritus
Respon mengaruk dari klien
Gangguan integritas kulit
Kelebihan volume cairan
Intoleransi aktivitas
Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan integritas kulit
D.
F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
1. Penatalaksanaan Farmakologi
Pasien GGK memerlukan sejumlah obat untuk mengendalikan gejala yang menyertai disfungsi ginjal. Obat ini meliputi: preparat antihipertensi, pengikat fosfat berbasis-kalsium seperti kalsium bikarbonat; natrium (atau kalsium) polistiren sulfonat (Resonium), resin penukar-kation; dan vitamin D (Calcitriol).
Pada gagal ginjal dapat terjadi kelambatan atau penurunan eliminasi obat yang menimbulkan penumpukan obat di dalam tubuh. Diperlukan penyesuaian takaran obat dan frekuensi pemberian. Obat yang perlu mendapat perhatian khusus meliputi digoksin, gentamisin, vankomisin, dan opiat. Petidin tidak boleh diberikan kepada pasien GGK karena dapat bertumpuk dalam tubuh dan menimbulkan kejang (Chang, dkk., 2010).
2. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Penatalaksanaan diet
Tujuan penatalaksanaan diet pada GGK adalah mempertahankan status nutrisi meski asupan protein, kalium, garam, dan fosfat dibatasi dalam diet. Pembatasan protein harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari malnutrisi kendati tindakan ini dapat memperlambat penurunan GFR. Diet gagal ginjal harus mendapat energi yang cukup dari karbohidrat dan lemak untuk mengurangi katabolisme protein tubuh dan mempertahankan berat badan. Asupan cairan biasanya dibatasi sebesar 500 mL ditambah jumlah haluaran urin pada hari sebelumnya. Pembatasan natrium dan kalium bergantung pada kemampuan fungsi ginjal untuk mengekskresikan elektrolit ini. Umumnya, natrium dibatasi untuk mencegah edema dan hipertensi, dan makanan tinggi kalium (mis., beberapa buah dan sayuran, cokelat) harus dihindari. Akhirnya, makanan tinggi fosfat, seperti berbagai produk susu (mis., susu, es krim, keju, yoghurt) juga harus dibatasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. (2010). http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2010/12/04/jurnal-ckd-chronic-disease-kidney/
Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Chang, dkk,. (2010). Patofisiologi Aplikasi pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hinchliff, Sue. (1999). Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta: EGC.
Pearce, Evelyn G. (2004). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Price & Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 2. Jakarta: EGC.
Purnomo, B. (2003). Dasar–Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sudoyo, dkk,. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing.
Syaifuddin. (2011). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.