BLOK XX
LAPORAN PRAKTIKUM SEDIAAN SUSPENSI DAN EMULSI
Nama anggota kelompok: Nurhasna Sushmita Sari
(20120350015)
Aditya Rizqi Abdi Setyo
(20120350051)
Rizqy Rezanawanti Muchtar
(20120350062)
Mustika Restriyani
(20120350071)
Moch. Anugrah Firzatullah
(20120350095)
Dodi Prabowo
(20110350047)
Tanggal Nama Pembimbing
: 5 November 2015 : Siti Rahayu, S. Farm., Apt.
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015
LAPORAN PRAKTIKUM SEDIAAN SUSPENSI DAN EMULSI
I.
TUJUAN
Mahasiswa diharapkan mampu : a.
Mengetahui
pengaruh alat terhadap tinggi sedimentasi,
b.
Mengetahui
pengaruh jenis dan konsentrasi pembasah terhadap tinggi sedimentasi,
c.
Mengetahui
pengaruh jenis dan konsentrasi suspending agent terhadap tinggi
sedimentasi. d. Mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi emulgator terhadap stabilitas emulsi e. Mengetahui pengaruh cara pembuatan terhadap stabilitas emulsi f.
Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
g. Mengetahui pengaruh peningkat visositas terhadap stabilitas emulsi.
II.
DASAR TEORI A. SUSPENSI
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Keuntungan sediaan suspensi adalah: 1.
Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.
2.
Homogenitas tinggi
3.
Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat).
4.
Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya)
5.
Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Sedangkan kekurangan dari sediaan suspensi adalah: 1.
Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal jika jenuh, degradasi, dll)
2.
Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kem bali sehingga homogenitasnya turun.
3.
Alirannya menyebabkan sukar dituang
4.
Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
5.
Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking, flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.
6.
Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang diinginkan.
Sifat fisik untuk formulasi suspensi yang baik: 1.
Suspensi harus tetap homogen pada suatu perioda, paling tidak pada perioda antara pengocokan dan penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.
2.
Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali pada saat pengocokan.
3.
Suspensi harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang terdispersi. Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak menyulitkan pada saat penuangan dari wadah.
4.
Partikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil jadi yang baik dan tidak kasar.
Formula umum sediaan suspensi antara lain: R/ Zat aktif Bahan tambahan : - bahan pensuspensi (suspending agent) - bahan pembasah (wetting agent) atau humektan - pemanis - pewarna - pewangi - pengawet - dapar atau acidifer - antioksidan - anticaking - floculating agent - antibusa (antifoaming) Bahan pembawa : air, sirup, dll
Berikut adalah evaluasi sediaan suspensi, yaitu: 1.
2.
Evaluasi Fisika a.
Distribusi ukuran partikel
b.
Homogenitas
c.
Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi
d.
Berat jenis sediaan dengan piknometer
e.
Sifat aliran dan viskositas dengan Viskosimeter Brookfield
f.
Volume terpindahkan
g.
Penetapan pH
h.
Kadar air (hanya untuk suspensi kering)
a.
Penetapan waktu rekonstitusi ( hanya untuk suspensi kering)
Evaluasi Kimia a.
Keseragaman sediaan
b.
Penetapan kadar (sesuai monografi masing-masing)
c.
Identifikasi (sesuai monografi masing-masing)
d.
Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk sediaan suspensi antasida
3.
Evaluasi Biologi a.
Uji potensi (untuk antibiotik)
b.
Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida)
c.
Uji efektivitas pengawet
URAIAN EVALUASI FISIKA Distribusi Ukuran Partikel Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel : 1. Metode mikroskopik 2. Metode pengayakan 3. Metode sedimentasi 4. Metode penentuan volume partikel
B. EMULSI
Emulsi adalah sistem dua fasa, yang salah satu c airannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Keuntungan bentuk emulsi: a. Pemakaian oral (biasanya tipe M/A). Tipe M/A b ertujuan untuk: • Menutupi rasa minyak yang tidak enak. • Lebih mudah dicerna dan diabsorpsi karena ukuran minyak diperkecil. • Meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai katalisator kat alisator bila diberikan dalam emulsi (minyak mineral sebagai katartik). • Ketersediaan hayati lebih baik karena sudah dalam bentuk terlarut. (mudah diabsorpsi ukuran partikel minyak kecil). b. Memperbaiki penampilan sediaan karena merupakan campuran yang homogen secara visual. c. Meningkatkan stabilitas obat yang lebih mudah terhidrolisa dalam air. d. Pembuatan sediaan yang depoterapi (RPS) • Penetrasi dan absorpsi dapat dikontrol • Kerja emulsi lebih lama e. Tujuan khusus : Radipopaqua emmuls (X Ray) Pemakaian pada kulit sebagai obat luar. Tipe emulsi yang digunakan adalah M/A atau A/M tergantung pada berbagai faktor: • Sifat terapeutik zat yang akan dimasukan dalam emulsi. • Keinginan untuk mendapatkan efek pelembut (emolient). • Keadaan permukaan kulit. Berdasarkan fasa terdispersinya emulsi terbagi menjadi dua, yaitu: a. Emulsi minyak dalam air (M/A atau O/W): fasa minyak terdispersi dlm fasa air. b. Emulsi air dalam minyak (A/M atau W/O): fasa air terdispersi dlm fasa minyak. Emulsi dikatakan stabil jika: a.
Tidak ada perubahan yang berarti dalam ukuran partikel atau distribusi partikel dari globul fasa dalam selama life time produk.
b.
Distribusi globul yang teremulsi adalah homogen.
c.
Memiliki aliran tiksotropik (mudah mengalir atau tersebar tetapi memiliki viskositas yang tinggi untuk meningkatkan stabilitas fisiknya).
Emulsi dikatakan stabil jika tidak terjadi koalesen fasa internal, creaming dan perubahan penampilan, bau, warna, serta sifat fisik yang lain. a.
Flokulasi dan creaming Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak beraturan. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisanlapisan dengan konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi.
b.
Coalesence dan breaking Coalecence merupakan proses bergabungnya droplet yang akan diikuti dengan breaking yaitu pemisahan fasa terdispersi dari fasa kontinu. Prosesnya irreversibel karena lapisan emulgator yang mengelilingi cairan sudah tidak ada.
c.
Inversi fasa Inversi fasa adalah proses perubahan, dimana fasa terdispersi berubah fungsi menjadi medium pendispersi dan sebaliknya. Penyebab ketidakstabilan ini adalah: •
Adanya perubahan suhu
•
Adanya penambahan bahan yang mengubah kelarutan emulgator
•
Pembuatan emulsi menggunakan peralatan yang kotor
•
Dibuat dengan prosedur pencampuran yang tidak sesuai
•
Perubahan komposisi fase terdispersi dan fase pendispersi. Fase terdispersi >74% dapat mengakibatkan inversi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi: a. Ukuran partikel. b. Perbedaan bobot jenis kedua fasa. c. Viskositas fasa kontinu. d. Muatan partikel (berkaitan dengan teori DLVO). e. Sifat efektivitas dan jumlah emulgator yang digunakan. f.
Kondisi penyimpanan: suhu (dengan berubahnya suhu, emulgator rusak sehingga emulsi rusak), ada/tidaknya agitasi dan vibrasi.
g. Penguapan atau pengenceran selama penyimpanan. h. Adanya kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme (bakteri akan menghasilkan produk-produk yang akan bisa merusak emulsi).
HLB adalah karakteristik (ukuran) surfaktan yang menunjukkan keseimbangan bagian hidrofil dan lipofil. Harga HLB makin besar berarti surfaktan makin bersifat hidrofil. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem minyak-air, maka gugus polar (hidrofil) akan terarah ke fasa air sedangkan gugus nonpolar (lipofil) terarah ke fasa minyak. Sebelum menyusun formula harus diketahui dahulu: a. Sifat-sifat fisika dan kimia zat berkhasiat. b. Penggunaan emulsi (obat luar atau obat dalam). c. Tipe emulsi (M/A atau A/M). d. Konsistensi emulsi. Formula umum sediaan emulsi: a. Zat aktif Harus memperhatikan:
Sifat fisika (kelarutan, titik leleh, sifat aktif permukaan,pH).
•
Sifat kimia (antaraksi kimia).
•
Stabilita (cahaya, panas, oksidasi-reduksi, hidrolisa).
b. Pembawa (minyak dan air) Pemilihan fase minyak tergantung pada pertimbangan: •
Jenis minyak: minyal alam/sintetik
•
Konsistensi minyak: encer/padat
•
Rasa
c. Emulgator d. Zat pengawet e. Bahan pembantu sesuai kebutuhan: antioksidan, pemanis, pewangi, pewarna, dapar, anticaplocking, anti busa, dll. Metode pembuatan emulsi menurut The art of Compounding, 1957, 9th ed., halaman 327-329 dan Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Howart C. Ansel, ed. 4, 1989 ada 3 cara, yaitu: a. Metode Kontinental (Gom kering) Membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air : emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya dengan memasukkan emulgator/gom dalam mortir, tambahkan minyak. Aduk hingga tercampur baik.
Tambahkan sekaligus air, aduk cepat hingga terbentuk emulsi utama yang encer, stabil dan mengeluarkan bunyi khas pada pergerakan alu. Tambahkan bahan formulatif lain (zat pengawet, penstabil, perasa, dll. Dilarutkan dahulu dalam sedikit fase luar baru dicampur dengan emulsi utama). Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam logam, alkohol). Bila semua bahan sudah ditambahkan, emulsi dipindahkan ke gelas ukur dan sisa fase luar ditambah hingga volume yang diinginkan. b. Metode Inggris (Gom basah) Cocok untuk membuat emulsi dari minyak-minyak yang sangat kental. Emulgator (misal CMC, Tilosa, Veegum, Bentonit) sebanyak.... dikembangkan terlebih dahulu sesuai dengan sifat masing-masing emulgator membuat emulsi primer/awal/utama terlebih dahulu dengan perbandingan minyak : air : emulgator = 4 : 2 : 1. Cara membuatnya dengan 1 bagian emulgator/gom dicampur dengan 2 bagian air hingga terbentuk mucilage. Tambahkan minyak sedikit demi sedikit, aduk cepat dan kekentalan dijaga dengan menambahkan air. Setelah terbentuk emulsi primer, teruskan pengocokan selama 1-3 menit. Bahan formulatif lainnya (zat pengawet, perasa, dll) ditambahkan dengan cara dilarutkan terlebih dahulu ke dalam sedikit fasa luar baru kemudian dicampurkan dengan emulsi utama. Zat yang mengganggu stabilitas emulsi ditambahkan terakhir (misalnya elektrolit, garam logam, alkohol). Sisa air ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk cepat sampai mencap ai volume yang diinginkan. c. Metode Botol Cocok untuk membuat emulsi minyak yang mudah menguap (minyak atsiri) dan mempunyai viskositas rendah (minyak yang tidak kental karena percikan/ semburan dapat dicegah. Satu bagian emulgator kering dimasukkan dalam botol dan tambahkan 2 bagian minyak atsiri. Kocok hingga tercampur baik. Kemudian tambahkan 2 bagian air sekaligus, kocok hingga terbentuk emulsi. Tambahkan fase luar sisa sedikit demi sedikit, kocok setiap penambahan.
Catatan : Pengocokan yang tidak teratur lebih baik daripada pengocokan yang teratur. Penimbangan bahan (terutama air/minyak) harus akurat dan menggunakan wadah Beberapa evaluasi yang perlu dilakukan terhadap sediaan emulsi adalah : a.
Pemeriksaan organoleptik
b.
Penentuan efektivitas pengawet
c.
Penentuan tipe emulsi
d.
Penentuan ukuran globul
e.
Penentuan sifat aliran dan viskositas sediaan
f.
Penentuan berat jenis
g.
Penentuan volume terpindahkan
h.
Penentuan tinggi sendimentasi
i.
Pengujian stabilita dipercepat
j.
Pengujian lain yang dipersyaratkan pada monografi bahan aktif
Pada prinsipnya pembuatan sediaan emulsi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu: a.
Tahap destruksi : Dalam tahap ini dilakukan pemecahan fasa minyak menjadi globul-globul kecil,sehingga fase terdispersi tersebut dapat lebih mudah terdispersi dalam fase pendispersi.
b.
Tahap stabilitas : Dalam tahap ini dilakukan stabilisasi globul- globul yang terdispersi dalam medium pendispersi dengan menggunakan emulgator dan bahan pengental.
Cara pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator surfaktan : a.
Dihitung jumlah surfaktan dengan perhitungan aligasi sesuai dengan HLB butuh minyak yang dipakai
b.
Bahan yang larut minyak dicampurkan dengan fase minyak dalam bahan yang larut air dicampurkan dengan fase air
c.
Panaskan masing-masing fase pada suhu 60°-70°C, kemudian dicampurkan kedua fasa sambil distirer dengan kecepatan tinggi selama waktu tertentu
d.
Masukkan ke dalam tabung sedimentasi
Prosedur pengembangan pengental : a.
CMC Na
Ditaburkan pada air mendidih (100°C) digoyangkan perlan-lahan dan dibiarkan semalaman, aduk ad homogen. b.
PGA Ditaburkan merata pada air bersuhu normal dengan perbandingan PGA:air = 1:7. Diamkan hingga PGA terendam sempurna, aduk sampai homogen.
III.
ALAT DAN BAHAN Alat
Ultraturrax
Mortir stemper
Ayakan
Matkan
Tabung reaksi
Piknometer
gelas objek
gelas ukur
spatel
pipet tetes
cawan penguap
termometer
kertas milimeter blok
tabung reaksi
Bahan
Zinc Oxyde
PGA
CMC-Na
Tween 60
Span 60
Sorbitol 70%
Gliserin
Cetil alkohol
Aquadest
Metilen blue
IV.
CARA KERJA Suspensi 1.
2.
Pengaruh jenis dan konsentrasi pembasah Formula (50ml) 1 2 3 [Zinc Oxyde] 10% 10% 10% [Pembasah] 0% Sorbitol 5% Sorbitol 10%
4 10% Gliserin 3%
5 10% Gliserin 5%
Pengaruh jenis dan konsentrasi suspending agent Formula (50ml) [Zinc Oxyde] [Pensuspensi]
1 10% PGA 5%
2 10% PGA 10%
3 10% CMC-Na 1%
Pengaruh pembasah dan suspending agent Formula (50ml) 1 2 [Zinc Oxyde] 10% 10% [Pensuspensi] PGA 5% PGA 5% [Pembasah] Sorbitol 5% Gliserin 5% Prosedur:
4 10% CMC- Na 3%
3.
3 10% CMC-Na 1% Sorbitol 5%
4 10% CMC- Na 1% Gliserin 5%
1. Pengaruh jenis dan konsentrasi pembasah Formula 1 (50 ml)
zinc oxyde
10%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram (5,005 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml aduk dengan ultraturax selama 2 menit masukkan ke tabung reaksi berskala ↓
ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 2 (50 ml)
zinc oxyde
10%
sorbitol
5%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram (5,004 gram) ↓
masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang sorbitol 2,5 gram (2,512 gram) → encerkan dengan 20 ml aquades ↓
masukkkan ke erlenmeyer ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml ↓
aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ↓
ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 3 (50 ml)
zinc oxyde
10%
sorbitol
10%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang sorbitol 5 gram (5,062 gram) → encerkan dengan 20 ml aquades ↓
masukkkan ke erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml ↓
aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ↓
ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 4 (50 ml)
zinc oxyde
10%
gliserin
3%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang gliserin 1,5 gram (1,538 gram) → encerkan dengan 20 ml aquades ↓
masukkkan ke erlenmeyer aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml ↓
aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ↓
ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 5 (50 ml)
R/ zinc oxyde
10%
gliserin
5%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang gliserin 2,5 gram (2,567 gram) → encerkan dengan 20 ml aquades ↓
masukkkan ke erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml ↓
aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ↓
ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
2.
Pengaruh jenis dan konsentrasi suspending agent Formula 1 (50ml)
zinc oxyde
10%
PGA
5%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram (5,024 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang PGA2,5 gram (2,5312 gram) → taburkan merata pada air bersuhu normal sebanyak 17,5 ml aquades, diamkan hingga PGA terendam sempurna, digoyangkan perlahan, aduk sampai homogen masukkkan ke erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ↓
ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 2 (50ml)
zinc oxyde
10%
PGA
10%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram (5,071 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang PGA 5 gram (5,0486 gram) → taburkan merata pada air bersuhu normal sebanyak 35 ml aquades, diamkan hingga PGA terendam sempurna, digoyangkan perlahan, aduk sampai homogen masukkkan ke erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml ↓
aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ↓
ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 3 (50ml)
zinc oxyde
10%
CMC-Na
1%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang CMC-Na 0,5 gram (0,5047 gram) → taburkan merata pada air mendidih (100oC) sebanyak 10 ml aquades → digoyangkan perlahan dan dibiarkan semalaman → aduk ad homogen ↓
masukkkan ke erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml ↓
aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 4 (50ml)
zinc oxyde
10%
CMC-Na
3%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram (5,06 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang CMC-Na 1,5 gram (1,5018 gram) → taburkan merata pada air mendidih (100oC) sebanyak 30 ml aquades → digoyangkan perlahan dan dibiarkan semalaman → aduk ad homogen ↓
masukkkan ke erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml ↓
aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
3.
Pengaruh pembasah dan suspending agent Formula 1 (50ml)
zinc oxyde 10% PGA
5%
Sorbitol
5%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram (5,002 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang PGA 2,5 gram → taburkan merata pada air bersuhu normal sebanyak 17,5 ml aquades, diamkan hingga PGA terendam sempurna, digoyangkan perlahan, aduk sampai homogen masukkkan ke erlenmeyer ↓
timbang sorbitol 2,5 gram (2,5013 gram) → encerkan dengan 20 ml aquades masukkan ke erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax tambahkan aquades sampai 50 ml ↓
aduk dengan ultraturax selama 2 menit masukkan ke tabung reaksi berskala ↓
ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 2 (50ml)
zinc oxyde
10%
PGA
5%
Gliserin
5%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram (5,020 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang PGA 2,5 gram → taburkan merata pada air bersuhu normal sebanyak 17,5 ml aquades, diamkan hingga PGA terendam sempurna, digoyangkan perlahan, aduk sampai homogen masukkkan ke erlenmeyer ↓
timbang gliserin 2,5 gram → encerkan dengan 20 ml aquades ↓
masukkan ke erlenmeyer aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ↓
ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 3 (50ml)
zinc oxyde
10%
CMC-Na
1%
Sorbitol
5%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram (5,028 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang CMC-Na 0,5 gram (0,5078 gram) → taburkan merata pada air mendidih (100oC) sebanyak 10 ml aquades → digoyangkan perlahan dan dibiarkan semalaman → aduk ad homogen masukkkan ke erlenmeyer ↓
timbang sorbitol 2,5 gram (2,5322 gram)→ encerkan dengan 20 ml aquades masukkan ke erlenmeyer aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml ↓
aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Formula 4 (50ml)
zinc oxyde
10%
CMC-Na
1%
Gliserin
5%
Cara kerja: ayak zinc oxyde → timbang sebanyak 5 gram (5,032 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang CMC-Na 0,5 gram (0,5080 gram)→ taburkan merata pada air mendidih (100oC) sebanyak 10 ml aquades → digoyangkan perlahan dan dibiar kan semalaman → aduk ad homogen masukkkan ke erlenmeyer ↓
timbang gliserin 2,5 gram → encerkan dengan 20 ml aquades masukkan ke erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan aquades sampai 50 ml aduk dengan ultraturax selama 2 menit ↓
masukkan ke tabung reaksi berskala ukur tinggi sedimentasi pada t :10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis dan tinggi sedimentasi
Emulsi Formula pengaruh emulgator (HLB) dan peningkat viskositas Formula (100ml) Parafin Cair
Emulgator
1
2
3
4
Tween 60 (25) Span 60 (75)
Tween 60 (25) Span 60 (75) Cetil Alkohol 5%
10% Tween 60 (75) Span 60 (25)
Tween 60 (75) Span 60 (25) Cetil Alkohol 5%
Formula 1 (100 ml)
parafin cair
10 %
emulgator
10% (tween 60 : span 60 = 75 : 25)
Cara kerja: timbang parafin cair 10 gram (10,1152 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang tween 60 7,5 gram (7,5424 gram), span 60 2,5 gram (2,5198 gram) masukkan erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax tambahkan air hingga 100 ml ↓
aduk selama 2 menit hingga terbentuk massa opak ↓
masukkan dalam tabung ukur pemisahan fasa pada t:10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis, tinggi sedimentasi, penentuan tipe emulsi, uji viskositas
Formula 2 (100 ml)
parafin cair
10 %
emulgator
10% (tween 60 : span 60 = 75 : 25)
cetil alkohol
5%
Cara kerja: timbang parafin cair 10 gram (10,0471 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang cetil alkohol 5 gram (5,0426 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang tween 60 7,5 gram (7,5076 gram), span 60 2,5 gram (2,5275 gram) masukkan erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan air hingga 100 ml aduk selama 2 menit hingga terbentuk massa opak ↓
masukkan dalam tabung ukur pemisahan fasa pada t:10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis, tinggi sedimentasi, penentuan tipe emulsi, uji viskositas
Formula 3 (100 ml)
parafin cair
10 %
emulgator
10 % (tween 60 : span 60 = 25 : 75)
Cara kerja: timbang parafin cair 10 gram (10,1466 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang tween 60 2,5 gram (2,5173 gram), span 60 7,5 gram (7,5090 gram) masukkan erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan air hingga 100 ml aduk selama 2 menit hingga terbentuk massa opak ↓
masukkan dalam tabung ukur pemisahan fasa pada t:10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis, tinggi sedimentasi, penentuan tipe emulsi, uji viskositas
Formula 4 (100 ml)
parafin cair
10 %
emulgator
10% (tween 60 : span 60 = 25 : 75)
cetil alkohol
5%
Cara kerja: timbang parafin cair 10 gram (10,0939 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang cetil alkohol 5 gram (5,0425 gram) masukkan ke erlenmeyer ↓
timbang tween 60 2,5 gram (2,5171 gram), span 60 7,5 gram (7,5241 gram) masukkan erlenmeyer ↓
aduk dengan ultraturax ↓
tambahkan air hingga 100 ml aduk selama 2 menit hingga terbentuk massa opak ↓
masukkan dalam tabung ukur pemisahan fasa pada t:10', 20', 30', 60', 2 jam, 1 hari, 3 hari ↓
evaluasi berat jenis, tinggi sedimentasi, penentuan tipe emulsi, uji viskositas
V.
HASIL SUSPENSI A. Berat Jenis Suspensi Tabel 1. Hasil uji berat jenis suspensi
Sediaan
Formula
F1
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4
F2
F3
Berat piknometer kosong (gram)
23.7398 23.7398 23.495 23.6105 23.7398 23.495 23.7398 23.495 23.495 23.6105 23.7398 23.7398 23.495
Berat piknometer aquades (gram) 48.1468 48.1468 47.7937 48.059 48.1468 47.7937 48.1468 47.7937 47.7937 48.059 48.1468 48.1468 47.7937
Berat piknometer sediaan (gram)
50.5707 50.6824 50.9311 50.2735 50.678 50.2147 50.434 50.1943 44.0924 51.0452 50.7824 50.0921 50.3907
Berat jenis
1.099311673 1.103888229 1.129118019 1.090578154 1.103707953 1.09963496 1.093710821 1.098795409 0.847674978 1.122142463 1.107985414 1.079702544 1.106878146
Keterangan: FI : pengaruh jenis dan konsentrasi pembasah F2 : pengaruh jenis dan konsentrasi suspending agent F3 : pengaruh jenis pembasah dan suspending agent
Rumus berat jenis:
=
− −
B. Pengukuran Tinggi Sedimentasi Suspensi Tabel 2. Hasil pengukuran tinggi sedimentasi suspensi
Hv (mm) Formula
Ho
F1 (1) F1 (2) F1 (3) F1 (4) F1 (5) F2 (1) F2 (2) F2 (3) F2 (4) F3 (1) F3 (2) F3 (3) F3 (4)
83 88 88 83 60 91 90 90 85 80 85 80 75
t = 10’
t = 20’
t = 30’
t = 60’
19 34 86 59 56 89 88 83 85 75
18 29 84 40 36 88 87 82.5 85 75
17 27 83 37 28 86 86 81.5 85 75
15 25 81 35 26 85 85 81 85 75
Keterangan: A-
: tidak dilakukan
Ho
: tinggi awal
Hv
: tinggi setelah t =….. (diukur dari dasar tabung)
F1
: pengaruh jenis dan konsentrasi pembasah
F2
: pengaruh jenis dan konsentrasi suspending agent
F3
: pengaruh jenis pembasah dan suspending agent
t=2 jam 14 24 79 33 24 75
t=1 hari 14 24 18 30 24 75 75 80 85 20 14 80 75
t =2 hari 14 22 17 30 23 56 54 78 85 18 10 7.5 75
Tabel 3. Hasil perhitungan tinggi sedimentasi suspensi (Hv/Ho)
Formula F1 (1) F1 (2) F1 (3) F1 (4) F1 (5) F2 (1) F2 (2) F2 (3) F2 (4) F3 (1) F3 (2) F3 (3) F3 (4)
t = 10’ 0.228916 0.386364 0.977273 0.710843 0.933333 0.978022 0.977778 0.922222 1 1
t = 20’ 0.216867 0.329545 0.954545 0.481928 0.6 0.967033 0.966667 0.916667 1 1
Tinggi Sedimentasi t = 30’ t = 60’ t = 2 jam 0.204819 0.180723 0.168675 0.306818 0.284091 0.272727 0.943182 0.920455 0.897727 0.445783 0.421687 0.39759 0.466667 0.433333 0.4 0.945055 0.934066 0.955556 0.944444 0.905556 0.9 1 1 1 1 1
t = 1 hari 0.168675 0.272727 0.204545 0.361446 0.4 0.824176 0.833333 0.888889 1 0.25 0.164706 1 1
Keterangan: F1 : pengaruh jenis dan konsentrasi pembasah F2 : pengaruh jenis dan konsentrasi suspending agent F3 : pengaruh jenis pembasah dan suspending agent
Pengaruh jenis dan konsentrasi pembasah ) 1.2 o h 1 / v h ( 0.8 i s a t 0.6 n e m i 0.4 d e s 0.2 i g g 0 n i t
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5 0
1000
2000
waktu (jam)
3000
4000
t =2 hari 0.168675 0.25 0.193182 0.361446 0.383333 0.615385 0.6 0.866667 1 0.225 0.117647 0.09375 1
Pengaruh jenis dan konsentrasi suspending agent ) 1.2 o h 1 / v h ( 0.8 i s a t 0.6 n e m0.4 i d e 0.2 s i g g 0 n i t 0
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 1000
2000
3000
4000
waktu (jam)
Pengaruh jenis pembasah dan suspending agent ) 1.2 o h 1 / v h ( 0.8 i s a t 0.6 n e m i 0.4 d e s 0.2 i g g 0 n i t
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 0
1000
2000
3000
4000
waktu (jam)
EMULSI A. Berat Jenis Emulsi Tabel 4. Hasil uji berat jenis emulsi
Sediaan
Emulsi
Formula
1 2 3 4
Berat piknometer kosong (gram)
23.7398 23.6105 23.7398 23.495
Berat piknometer aquades (gram) 48.1468 48.059 48.1468 47.7937
Berat piknometer sediaan (gram)
47.8898 36.9148 47.4747 40.6242
Berat jenis
0.989470234 0.544176534 0.972462818 0.704943063
Rumus berat jenis:
=
− −
B. Pengukuran Tinggi Sedimentasi Emulsi Tabel 5. Hasil pengukuran tinggi sedimentasi emulsi
Hv (mm) Formula
Ho
F4 (1) F4 (2) F4 (3) F4 (4) Keterangan:
76 70 80 85
A-
t = 10’
t = 20’
t = 30’
t = 60’
74 64 80 85
72 62 80 85
71 60 80 85
-
t=2 jam -
t=1 hari 70 58 80 85
t =2 hari 70 54 80 85
: tidak dilakukan
Ho
: tinggi awal
Hv
: tinggi setelah t =….. (diukur dari dasar tabung)
F4
: pengaruh emulgator (HLB) dan peningkat viskositas
Tabel 6. Hasil perhitungan tinggi sedimentasi suspensi (Hv/Ho)
Tinggi Sedimentasi Formula F4 (1) F4 (2) F4 (3) F4 (4)
t = 10’ 0.973684 0.914286 1 1
t = 20’
t = 30’
0.947368 0.885714 1 1
0.934211 0.857143 1 1
t=2 jam
t = 60’ -
Keterangan: F4
: pengaruh emulgator (HLB) dan peningkat viskositas
t = 1 hari - 0.921053 - 0.828571 1 1
t =2 hari 0.921053 0.771429 1 1
Pengaruh emulgator (HLB) dan peningkat viskositas ) 1.2 o h 1 / v h ( 0.8 i s a t 0.6 n e m0.4 i d e 0.2 s i g g 0 n i t 0
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 1000
2000
3000
4000
waktu (jam)
C. Penentuan Tipe Emulsi Tabel 7. Hasil uji penentuan tipe emulsi Formula (100mL) Parafin Cair
1
2
3
4
Tween 60 (75) Span 60 (25)
Tween 60 (75) Span 60 (25) Cetil Alkohol 5%
Tween 60 (25) Span 60 (75)
Tween 60 (25) Span 60 (75) Cetil Alkohol 5%
B erwarna biru
B erwarna biru
B erwarna biru
B erwarna biru
O/W
O/W
O/W
O/W
10%
Emulgator Hasil metode pewarnaan Tipe emulsi D. Uji Viskositas
Tabel 8. Uji viskositas emulsi Formula
Cp (poise atau
emulsi
dyn.s/cm 2)
1
No. spindle
rpm
6,3
62
100
2
245
64
100
3
241,7
62
100
4
455,9
64
100
VI.
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami membuat dua sediaan farmasi, yaitu suspensi dan emulsi. Sediaan ini dibuat dengan berbagai formula. Sediaan suspensi dibuat dengan mempertimbangkan pengaruh jenis dan konsentrasi pembasah (5 formulasi), pengaruh jenis dan konsentrasi suspending agent (4 formulasi), serta pengaruh jenis pembasah dan suspending agent (4 formulasi). Pembasah yang digunakan adalah sorbitol 5%, 10%, serta gliserin 3% dan 5%, sedangkan suspending agent pada sediaan suspensi yaitu PGA 5%, 10% dan CMC Na 1% dan 3%. Zat aktif yang digunakan dalam formulasi suspensi adalah zinc oxyde 10%. Untuk sediaan emulsi dibuat dengan 4 formulasi dengan mempertimbangkan pengaruh emulgator (HLB) dan peningkat viskositas. Emulgator yang dipakai pada sediaan emulsi adalah tween 60 dan span 60, sedangkan peningkat viskositas yang digunakan adalah cetil alkohol 5%. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Dalam praktikum ini, partikel yang tidak larut adalah zinc oxyde 10% atau dengan kata lain zat yang terdispersi adalah zinc oxyde 10%. Sedangkan emulsi adalah sistem dua fasa yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil. Dalam praktikum ini, sebagai fase minyak adalah parafin cair 10% dan fase air adalah aquades. Berikut adalah monografi bahan yang digunakan dalam formulasi sediaan suspensi dan emulsi: 1. Zinc oxide ( Farmakope Indonesia III halaman 637-1979) Pemerian : serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih kekuningan,tidak berbau, lambat laun akan menyerap karbondiaoksida dari udara. Kelarutan
: tidak larut dalam air, dan etanol, larut dalam asam mineral encer dan alkali hidroksida
Fungsi
: antiseptikum local (dalam percobaan berfungsi sebagai zat aktif atau zat yang terdispersi)
2. Sorbitol ( Farmakope Indonesia IV hal 756, Handbook of Pharmaceutical Excipient halaman 596)
Pemerian
: serbuk, granul atau lempengan, berwarna putih, berasa manis, tidak berbau,higroskopis
Kelarutan
: sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, methanol dan asam asetat
Titik lebur
: 174o-179o
Berat jenis
: 0,29-0,39 g/ml
pH
: 4,5-7
Kegunaan
:bahan pengikat, anticaplocking, pembasah
Konsentrasi
: 0,5-5%
Stabilitas
: bersifat higroskopis
3. Gliserin (Farmakope Indonesia III hal. 413, Handbook of pharmaceutical Excipient hal. 59) Pemerian : warna putih, rasa tawar seperti lendir, hampir tidak berbau, berbentuk butir, bentuk bulat (bulat telur) Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol 95 %, praktis tidak larut dalam kloroform dalam eter dan dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap Titik lebur : 18 0C Titik didih : 290 0C Massa molekular : 92,09382g/mol Bobot jenis : 1,261 g/ml pH larutan :7 Stabilitas : - Terhadap udara : Higroskopik dengan adanya udara dari luar (mudah teroksidasi) - Terhadap panas : mudah terdekomposisi dengan adanya pemanasan, mengkristal dalam suhu rendah, kristal tidak akan mencair sampai dengan suhu 20 0C akan timbul ledakan jika dicampur dengan bahan teroksidasi. Inkompatibilitas : - seperti kromium trioksid, kalium horat, atau kalium permanganat - Berubah warna menjadi hitam dengan adanya cahaya atau setelah kontak dengan ZnO dan bisulfat. - Gliserin + kontaminan yang mengandung logam akan berubah warna dengan penambahan fenol salisilat dan tanin. - Asam borat membentuk kompleks gliseroborik acid (lebih kuat dari pada asam borat. Fungsi
: sebagai pembasah
4. CMC Na. (Carboxymethylcellulose sodium) (Handbook Of Pharmaceutical Exipent edisi VI halaman 120; Farmakope Indonesia Edisi IV halaman 175; Remington edisi 21 halaman 1073). Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopis. Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloida, tidak larut dalam etanol, eter, dan pelarut organik lain. Stabilitas : Larutan stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi pada pH dibawah 2. Viskositas larutan berkurang dengan cepat jika pH diatas 10. Menunjukan viskositas dan stabilitas maksimum pada
pH 7-9. Bisa disterilisasi dalam kondisi kering pada suhu 160 selama 1 jam, tapi terjadi pengurangan viskositas. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. OTT : Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan larutan garam besi dan beberapa logam seperti aluminium, merkuri dan zink juga dengan gom xanthan; pengendapan terjadi pada pH dibawah 2 dan pada saat pencampuran dengan etanol 95%.; Membentuk kompleks dengan gelatin dan pektin. Kegunaan : Suspending agent, bahan penolong tablet, peningkat viskositas. Konsentrasi : 3-6% 5. Paraffin Liquidum (Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6 hlm. 445, FI IV hlm. 652) Pemerian : Transparan, tidak berwarna, cairan kental, tidak berfluoresensi, tidak berasa dan tidak berbau ketika dingin dan berbau ketika dipanaskan. Kelarutan : Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air. Larut dalam jenis minyak lemak hangat. Stabilitas : Dapat teroksidasi oleh panas dan cahaya. Khasiat : Laksativ (pencahar) Fungsi : sebagai fase minyak Dosis : Emulsi oral : 15 – 45 ml sehari HLB Butuh : 10 – 12 (M/A). 5 – 6 (A/M) OTT : Dengan oksidator kuat. Penyimpanan : Wadah tertutup rapat, hindari dari cahaya, kering dan sejuk. 6. Cetil alcohol (Handbook Of Pharmaceutical Exipent hal.130) Pemerian
: Serpihan putih licin, graul, atau kubus putih, bau khas lemah, rasa lemah
Kelarutan
: Tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.
Stabilitas
: Stabil dengan adanya asam, alkali, cahaya, dan air tidak dapat tengik Inkompatibilitas : ketidakcampuran dengan bahan pengoksida yang kuat HLB Butuh
: 15
Fungsi
: sebagai peningkat viskositas
7. PGA (Pulpis Gummi Arabicum) (Farmakope Indonesia III hal.297 -Handbook of pharmaceutical Excipient hal.2) Pemerian : Warna putih, rasa tawar seperti lendir, hampir tidak berbau, berbentuk Butir, bentuk bulat (bulat telur)
Kelarutan
: mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya, praktis tidak larut dalam etanol (9 5%) Ukuran partikel : Penampang 0,5 cm sampai 6 cm Stabilitas : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar -mudah terurai oleh bakteri dan reaksi enzimatik, mudah teroksidasi Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan amidopyrin, apomorfin, aerosol, etanol 95 %, garam ferri, morfin, tanin, timol, banyak kandungan garam menurunnya viskositas. Fungsi : sebagai suspending agent 8. Tween 60 Nama Resmi
: Polysorbatum 60
Nama Lain
: Polisorbat 60, tween
Pemerian
: Cairan kental, mempunyai rasa.
transparan,
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dalam etil asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair P dan dalam biji kapas P.
Kegunaan
: Sebagai emulgator fase air
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh
: 15
tidak
berwarna
hampir
tidak
9. Span 60
Nama Resmi
: Sorbitan monooleat
Nama Lain
: Sorbitan atau span 60
Sinonim
: Sorbitan Laurate; Sorbitan Oleate; Sorbitan Palmitate; Sorbitan Stearate; Sorbitan Trioleate; Sorbitan Sesquioleate.
Rumus Molekul : C3O6H27Cl17 Bobot Jenis
: 1,01
Pemerian
: Larutan berminyak, tidak berwarna, bau. Karakteristik dari asam lemak.
Kelarutan
: Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan dapat bercampur dengan alkohol sedikit larut dalam minyak biji kapas.
Kegunaan
: Sebagai emulgator dalam fase minyak.
Penyimpanan HLB Butuh
: Dalam wadah tertutup rapat : 4,3
Sediaan suspensi dan emulsi yang dibuat kemudian dilakukan beberapa evaluasi, diantaranya: 1. Evaluasi berat jenis Berat jenis adalah perbandingan relatif antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni dimana air murni bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³ (fessenden, 1989). Penentuan bobot jenis dapat dilakukan menggunakan piknometer, aerometer, timbangan hidrostatik (timbangan mohr-westphall), neraca ranmann dan cara manometris (Rohman, 2007). Pada praktikum kali ini, kami menguji BJ menggunakan piknometer. prinsip metode piknometer ini didasarkan pada penentuan massa cairan dan ruangan yang ditempati cairan tersebut. Secara teori, dengan mengetahui bobot jenis kita dapat mengetahui kemurnian dari suatu sediaan khususnya yang berbentuk larutan. Air digunakan sebagai standar untuk zat cair dan padat, hidrogen atau udara untuk gas. Dalam farmasi, perhitungan berat jenis terutama menyangkut cairan, zat padat dan air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar karena mudah didapat dan mudah dimurnikan. Disamping itu dengan mengetahui bobot jenis suatu zat, maka akan mempermudah dalam memformulasi obat. Karena dengan mengetahui bobot jenisnya maka kita dapat menentukan apakah suatu zat dapat bercampur atau tidak dengan zat lainnya. Dengan mengetahui banyaknya manfaat dari penentuan bobot jenis maka percobaan ini dilakukan. Pada dasarnya semakin besar konsentrasi emulsifier maka viskositas semakin meningkat dengan pH relatif sama sedangkan berat jenis dan kadar air semakin menurun. Sementara berat jenis dipengaruhi oleh konsentrasi dan jenis dari kandungan sebuah suspensi dan emulsi. Pada hasil pengamatan, kami mancari BJ dengan cara membagi berat isi sediaan dengan air dimana dengan asumsi apabila berat sediaan dan air sama, maka berat jenis sediaan adalah 1. Pada seluruh formula suspensi, di ketahui bahwa BJ relatif sama. Hal ini disebabkab karena BJ pelarut juga relatif sama. Terjadi fluktuasi data diakibatkan karena adanya pencucian yang tidak sempurna, suhu percobaan yang tidak terkontrol dan adanya gelembung yang menyebabkan perhitungan menjadi bias terutama pada sedian yang relatif kental. Berat jenis air sebesar 1, sedangkan pada percobaan berat jenis sediaan suspensi lebih dari 1 dan berat jenis emulsi kurang dari 1. Perbedaan berat jenis ini akibat dari pengaruh masing- masing berat jenis dari tiap zat pendispersi dan terdispersi. Massa jenis dari zinc oxyde (zat yang terdispersi) adalah 5,606 gram/mol dan berat jenis air sebesar 1 sehingga berat jenis suspensi lebih dari 1. Berbeda dengan emulsi, berat jenis parafin cair 0,870-0,890 dan berat jenis air 1 sehingga berat jenis emulsi bernilai kurang dari 1.
2. Evaluasi pengukuran tinggi sedimentasi Uji tinggi sedimentasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tinggi sedimentasi sediaan yang terjadi pada waktu tertentu yang ditujukan agar sediaan dapat terdispersi kembali. Berdasarkan Hukum Stokes, sedimentasi berkaitan dengan ukuran partikel dari zat terdispersi dan bergantung pada viskositas fase pendispersi. Tinggi sedimentasi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
=
Keterangan: Ho : tinggi awal Hv : tinggi setelah t =….. (diukur dari dasar tabung) Semakin rendah tinggi sedimentasi pada sediaan suspensi maka semakin bagus sediaan. Hal ini ditujukan agar sediaan ketika digojok ulang akan terdispersi kembali. Pada sediaan emulsi tinggi sedimentasi mempengaruhi stabilitas sediaan pada waktu tertentu. Hal ini mengingat pemisahan tiap fase pada sediaan emulsi. Prinsip uji Sedimentasi
Sediaan yang telah dibuat dimasukan ke dalah tabung reaksi yang telah diberi skala menggunakan millimeter blok. Pemberian millimeter blok ini bertujuan untuk memudahkan pengukuran tinggi sedimentasi. Pengukuran dilakukan pada waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 60 menit, 2 jam, 1 hari dan 2 hari. Namun, karena keterbatasan waktu maka pada beberapa menit yang sudah ditentukan tidak dilakukan pengukuran tinggi sedimentasi. Oleh karena itu, data yang kami miliki tidak sepenuhnya terisi. Interpretasi hasil uji. Formula 1 : Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Pembasah.
Prinsip kerja pembasah atau wetting agent dalam formulasi suspensi adalah dengan menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat (zinc oxyde), sehingga zat padat dan pembasah lebih mudah kontak dengan pembawa. Tinggi sedimentasi (Hv) zinc oxide tanpa pembasah menghasilkan tinggi sedimentasi (Hv) lebih cepat dibandingkan menggunakan pembasah sorbitol dan gliserol. Zinc oxide dengan pembasah gliserol menghasilkan tinggi sedimentasi (Hv/Ho) lebih tinggi sebesar 0,361446 dan 0.3833 dibandingkan tinggi sedimentasi (Hv/Ho) pada formula yang menggunakan pembasah sorbitol yaitu sebesar 0.25 dan 0.193182. Oleh karena itu, jenis pembasah gliserin diketahui memiliki sifat yang lebih baik dibanding dengan sorbitol karena pembasah gliserin memberikan nilai tinggi sedimentasi (Hv/Ho) lebih tinggi (lebih mendekati 1) dibanding pembasah sorbitol. Penggojogan
lebih mudah dilakukan pada sediaan dengan tinggi sedimentasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan tinggi sedimentasi berpengaruh terhadap dispersi kembali. Konsentrasi pembasah juga dapat mempengaruhi tinggi sedimentasi. Semakin tinggi konsentrasi pembasah maka semakin rendah tinggi sedimentasi. Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa pembasah sorbitol 5% memberikan tinggi sedimentasi sebesar 0.25 atau lebih tinggi dibanding pembasah sorbitol 10% yaitu sebesar 0.193182. Hal ini sesuai dengan teori yang ada. Dari formulasi yang menggunakan pembasah sorbitol, formula yang menunjukkan tinggi sedimentasi (hv/ho) yang paling baik adalah formula ke-2 (pembasah sorbitol 5%) dengan tinggi sedimentasi 0,25. Namun, pada pembasah gliserin diketahui pada konsentrasi 3% memberikan tinggi sedimentasi sebesar 0.361446 atau lebih rendah dibanding gliserin dengan konsentrasi 5% yaitu sebesar 0,3833. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya gelembung pada tabung reaksi sehingga menyebabkan perhitungan menjadi bias. Formula yang menunjukkan tinggi sedimentasi (hv/ho) yang paling baik adalah formula ke- 5 (pembasah gliserin 5%) dengan tinggi sedimentasi 0,3833. Tinggi sedimentasi yang rendah akan menyebabkan sediaan mudah untuk terdispersi kembali dengan penggojogan, namun pada formula 1 dengan tinggi sedimentasi paling rendah akan mudah mengendap walau sudah dilakukan penggojogan. Formula 2 : Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Suspending Agent.
Prinsip kerja suspending agent dalam formulasi suspensi adalah dengan meningkatkan kekentalan sehingga dapat memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah penggumpalan resin dan bahan berlemak. Jenis suspending agent sangat mempengaruhi tinggi sedimentasi. Penggunaan PGA menunjukan penurunan tinggi sedimentasi yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan CMC-Na. Penurunan pada hari kedua menunjukan penurunan tunggi sedimentasi menggunakan PGA menjadi sedikit drastis dibandingkan menggunakan CMC-Na. Pengaruh konsentrasi PGA tidak terlalu signifikan terhadap penurunan tinggi sedimentasi. Pada formula dengan CMC-Na konsentrasi 3 % menunjukkan tinggi sedimentasi yang lebih baik dibanding formula dengan CMC-Na 1% karena tinggi sedimentasi yang dihasilkan sebesar 1 atau tidak terjadi pengendapan. Oleh karena itu, formula yang menunjukkan tinggi sedimentasi paling baik adalah formula 4 (CMC- Na 3%) dengan tinggi sedimentasi 1. Formula 3 : Pengaruh Pembasah dan Suspending Agent.
Pada ini pengukuran tinggi sedimentasi pada waktu 10’, 20’, 30’, 60’, 2 jam tidak dilakukan karena waktu praktikum yang telah habis. Pengamatan hanya bisa dilakukan pada hari kedua. Penggunaan pembasah PGA dan Sorbitol menunjukan penurunan paling besar. Penggunaan CMC-Na dan Sorbitol menunjukan penurunan tinggi hv dari t=1 hari ke t=2 hari paling kecil. Bahkan, pada penggunaan CMC-Na
dan gliserin menunjukkan tinggi sedimentasi yang paling baik yaitu sebesar 1 atau tidak terjadi pengendapan. Formula yang menunjukkan tinggi sedimentasi paling baik adalah formula ke-4 (CMC-Na dan gliserin) dengan tinggi sedimentasi 1. Formula 4 : Pengaruh Emulgator (HLB) dan Peningkat viskositas emulsi.
Prinsip kerja emulgator dalam sediaan emulsi adalah dengan menurunkan tegangan permukaan atau antar permukaan minyak dengan air serta membentuk film monomolekuler di permukaan globul fase terdispersi. Perbandingan konsentrasi tween dan span sangat mempengaruhi pemisahan sediaan. Pada penggunaan Tween 75% dan Span 25% terjadi penurunan sedimentasi sediaan (pengendapan), sedangkan pada penggunaan Tween 25% dan Span 75% tidak terjadi penurunan sedimentasi (pengendapan). Semakin besar Span yang digunakan akan menghasilkan sediaan lebih kental dibandingkan penggunaan tween. Hal ini dikarenakan karena tween adalah emulgator yang hidrofilik / suka air sedangkan span merupakan emulgator yang lipofilik / suka minyak. Penggunaan cetil alcohol sedikit mempengaruhi penurunan tinggi sedimentasi. Pada formula yang menggunakan cetil alcohol tinggi sedimentasinya lebih rendah dibandingkan dengan formula yang tidak menggunakan cetil alcohol. Artinya, penggunaan cetil alkohol pada percobaan ini membuat emulsi menjadi kurang baik karena pengendapan yang terjadi lebih cepat dibanding dengan yang tidak menggunakan cetil alkohol. Namun, secara teori cetil alkohol berfungsi sebagai peningkat viskositas sehingga dapat mencegah pengendapan sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kestabilan sediaan emulsi. Oleh karena itu, seharusnya formula dengan penambahan cetil alkohol lebih stabil dibanding formula yang tidak menggunakan cetil alkohol. Formula yang menunjukkan tinggi sedimentasi paling baik adalah formula 3 dan 4 (tween 60 : span 60 = 25 : 75) karena pada formula ini tidak terjadi penurunan sedimentasi (pengendapan) atau tinggi sedimentasinya bernilai 1. 3. Penentuan tipe emulsi Ada beberapa cara dalam menentukan tipe emulsi, diantaranya:
-
Uji kobal klorida (CoCl) Uji konduktivitas Uji pengenceran Uji arah creaming Uji pewarnaan Uji kertas saring Uji fluoresensi
Pada praktikum kali ini, kami menggunakan uji pewarnaan dalam menentukan tipe emulsi. Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui termasuk tipe emulsi apa sampel atau formula emulsi yang telah dibuat. Pada metode pewarnaan, digunakan metilen blue
sebagai indikator. Zat ini larut dalam air, bila emulsi terwarnai seragam maka termasuk emulsi tipe o/w karena mediumnya berupa air. Untuk keempat formulasi emulsi pada percobaan kali ini dengan emulgator kombinasi Tween 60-Span 60 sebanyak 10% didapatkan hasil warna seragam yaitu biru, ini menunjukkan bahwa emulsi ini termasuk emulsi tipe O/W. Dalam hal ini fase minyak sebagai zat terdispersi berupa parafin cair 10% dan fase air sebagai medium pendispers. 4. Uji viskositas Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas maka akan makin besar tahanannya. Viskositas suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik maka viskositas akan turun dan begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya gerakan partikel-partikel cairan yang semakin cepat apabila suhu ditingkatkan dan menurunkan kekentalannya. Konsentrasi larutan, viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi larutan menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak partikel yang terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya semakin tinggi pula. Berat molekul solute, viskositas berbanding lurus dengan berat molukel solute, karena dengan adanya solute yang berat akan menghambat atau memberi beban yang berat pada cairan sehingga menaikkan viskositasnya. Tekanan, akan bertambah jika nilai dari viskositas itu bertambah. Semakin tinggi tekanan maka semakin besar viskositas suatu zat cair.
Prinsip kerja pengujian viskositas adalah dengan mengukur derajat kekentalan sampel cair. Pengukuran kekentalan cairan ini berguna untuk mengetahui bahwa gaya gesek yang dialami benda yang bergerak dalam fluida berkaitan dengan kekentalan cairan tersebut. Semakin kental suatu cairan, berarti akan menghambat laju cairan tersebut untuk bergerak. Sehingga, viskositas juga akan berpengaruh pada stabilitas sediaan emulsi dan pemisahan fasa emulsi. Hal ini dikarenakan viskositas yang rendah menyebabkan suspensi menjadi lebih cepat mengendap. Pada pembuatan emulsi, dapat dilakukan perhitungan HLB (Hidrofil Lipofil Balance), yaitu: 1. Formula 1 100 ml R/ parafin cair
10 % 10% x 100 ml = 10 gram
emulgator
10% 10% x 100 ml = 10 gram
emulgator tersebut terdiri dari tween 60 dan span 60 tween 60
75 75/100 x 10 g = 7,5 gram
span 60
25 25/100 x 10 g = 2,5 gram
HLB tween 60 = 15 HLB span 60 = 4,3
= ( ) + ( ) 10 = (157,5 ) + (4,32,5 ) 112,5 + 10,75 123,25 = = 10 10 = 12,3 2. Formula 2 100 ml R/ parafin cair
10 % 10% x 100 ml = 10 gram
emulgator
10% 10% x 100 ml = 10 gram
emulgator tersebut terdiri dari tween 60 dan span 60 tween 60
75 75/100 x 10 g = 7,5 gram
span 60
25 25/100 x 10 g = 2,5 gram
cetil alkohol
5% 5% x 100 ml = 5 gram
HLB tween 60 = 15 HLB span 60 = 4,3
= ( ) + ( ) 10 = (157,5 ) + (4,32,5 ) 112,5 + 10,75 123,25 = = 10 10 = 12,3 3. Formula 3 100 ml R/ parafin cair
10 % 10% x 100 ml = 10 gram
emulgator
10% 10% x 100 ml = 10 gram
emulgator tersebut terdiri dari tween 60 dan span 60 tween 60
25 25/100 x 10 g = 2,5 gram
span 60
75 75/100 x 10 g = 7,5 gram
HLB tween 60 = 15 HLB span 60 = 4,3
= ( ) + ( ) 10 = (152,5 ) + (4,37,5 ) 37,5 + 32,25 69,75 = = 10 10 = 6,9 4. Formula 4 100 ml R/ parafin cair
10 % 10% x 100 ml = 10 gram
emulgator
10% 10% x 100 ml = 10 gram
emulgator tersebut terdiri dari tween 60 dan span 60 tween 60
25 25/100 x 10 g = 2,5 gram
span 60
75 75/100 x 10 g = 7,5 gram
cetil alkohol
5% 5% x 100 ml = 5 gram
HLB tween 60 = 15 HLB span 60 = 4,3
= ( ) + ( ) 10 = (152,5 ) + (4,37,5 ) 37,5 + 32,25 69,75 = = 10 10 = 6,9 Dari percobaan pengukuran viskositas didapatkan nilai formula 1 adalah sebesar 6,3 dyn.s/cm2, formula 2 sebesar 245 dyn.s/cm2, formula 3 sebesar 241,7 dyn.s/cm2 dan formula 4 sebesar 455,9 dyn.s/cm2. Jelas terlihat bahwa viskositas yang tertinggi terdapat pada formula 4 (HLB 6,9 dengan peningkat viskositas) dan viskositas yang terkecil terdapat pada formula 1 (HLB 12,3 tanpa peningkat viskositas). Sehingga, dapat dikatakan pada formula 4 (HLB 6,9 dengan peningkat viskositas) mempunyai stabilitas yang paling baik dibanding dengan formula yang lain.
VII.
KESIMPULAN 1. Perbedaan formula sediaan suspensi dan emulsi pada percobaan ini tidak mempengaruhi berat jenis suspensi dan emulsi. Berat jenis formula pada sediaan suspensi dan emulsi relatif sama (±1,1). Berat jenis emulsi kurang dari satu, sedangkan berat jenis suspensi lebih besar dari satu atau lebih besar dari berat jenis air. 2. Konsentrasi pembasah mempengaruhi tinggi sedimentasi. Semakin tinggi konsentrasi pembasah maka semakin berkurang tinggi sedimentasi dan tinggi sedimentasi yang baik adalah yang mendekati 1. Jenis pembasah yang baik pada percobaan ini adalah gliserin karena pembasah gliserin memberikan nilai tinggi sedimenatsi lebih tinggi dibanding pembasah sorbitol. Formula yang menunjukkan tinggi sedimentasi (hv/ho) yang paling baik pada percobaan kali ini adalah formula ke- 5 (pembasah gliserin 5%) dengan tinggi sedimentasi 0,3833. 3. Konsentrasi suspending agent mempengaruhi tinggi suspensi. Penggunaan PGA menunjukan penurunan tinggi sedimentasi (hv) yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan CMC-Na. Oleh karena itu, suspending agent yang baik pada percobaan ini adalah CMC-Na. Formula yang menunjukkan tinggi sedimentasi yang paling baik adalah formula 4 (CMC- Na 3%) dengan tinggi sedimentasi 1. 4. Perbandingan konsentrasi tween dan span sangat mempengaruhi pemisahan sediaan. Emulgator yang paling baik pada percobaan ini adalah tween 25% dan span 75% karena tidak terjadi penurunan sedimentasi (pengendapan). Penggunaan cetil alcohol sedikit mempengaruhi penurunan tinggi sedimentasi. Secara teori, cetil alkohol berfungsi sebagai peningkat viskositas sehingga dapat mencegah pengendapan sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kestabilan sediaan emulsi. Formula yang menunjukkan tinggi sedimentasi paling baik adalah formula 3 dan 4 (tween 60 : span 60 = 25 : 75) dengan tinggi sedimentasi sebesar 1. 5. Formulasi emulsi pada percobaan kali ini dengan emulgator kombinasi Tween 60 dan Span 60 sebanyak 10% didapatkan hasil warna seragam yaitu biru, ini menunjukkan bahwa emulsi ini termasuk emulsi tipe O/W. 6. Viskositas sediaan emulsi tertinggi terdapat pada formula 4 dan viskositas yang terkecil terdapat pada formula 1. Oleh karena itu, dapat dikatakan pada formula 4 (HLB 6,9 dengan peningkat viskositas) mempunyai stabilitas yang paling baik dibanding dengan formula yang lain.
VIII. DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Anonim. 2009. Ilmu Resep Jilid II . Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia. Edisi IV . Jakarta: Depkes RI. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia. Edisi III . Jakarta: Depkes RI. Duin, Van. 1947. Reseptir . Jakarta: Soeroengan. Fessenden, R.J., dan Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Gennaro, A. R. 2000. Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 20th ed, Vol. II. Pennsylvania : Mack Publsihing Company. Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press. Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Rowe, R.C., Sheckey, P.J., and Quinn, M.E. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, London : Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.
LAMPIRAN
Foto 1. Uji penentuan tipe emulsi formula 1
Foto 2. Uji penentuan tipe emulsi formula 2
Foto 3. Uji penentuan tipe emulsi formula 3
Foto 4. Uji penentuan tipe emulsi formula 4