Suspensi 1. Suspensi Asam Mefenamat Pemerian : - Warna : putih atau hampir putih - Rasa : tidak berasa - Bau : tidak berbau - Bentuk : Serbuk hablur Kelarutan : Larut dalam larutan alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan metanol, metano l, praktis tidak larut dalam air. 0 Titik lebur : ± 230 C pKa/pKb : 4,2 : 4-7 pH larutan Stabilitas : - Terhadap cahaya lebih mudah terurai dengan adanya cahaya. ca haya. - Terhadap Udara Higroskopis dan mudah terurai dengan adanya udara. makope Indonesia IV hal.43 2.
Suspensi Rekonstitusi Amoksisilin Pemerian : - Warna : putih - Rasa : tidak berasa - Bau : Praktis Prakt is tidak berbau - Bentuk : Serbuk Hablur Kelarutan : sukar larut dalam air dan metanol Tidak larut dalam benzen, dalam karbon tetraklorida dan dalam da lam kloroform. pH larutan : 3,5 dan 6,0 : Kristal amorf Polimorfisme makope Indonesia IV hal.95 Data
Preformulasi Zat Tambahan 1. Suspensi A ( Pulpis Gummi Arabicum) PG : putih Pemerian : - Warna - Rasa : Rasa tawar seperti lendir - Bau : Hampir tidak berbau - Bentuk : Butir, bentuk bulat (bulat telur) Kelarutan : mudah larut dalam air
-
Menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya Praktis tidak larut dalam etanol (95%) Ukuran partikel : Penampang 0,5 cm sampai 6 cm Stabilitas : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar mudah terurai oleh bakteri dan reaksi enzimatik mudah teroksidasi Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan amidopyrin, apomorfin, aerosol, etanol 95 %, garam ferri, morfin, tanin, timol, banyak kandungan garam menurunnya viskositas. Sumber : - Farmakope Indonesia III hal.297 Handbook of pharmaceutical Excipient hal.2 G liserin
Pemerian : - Warna : putih - Rasa : Rasa tawar seperti lendir - Bau : Hampir tidak berbau - Bentuk : Butir, bentuk bulat (bulat telur) Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol 95 % - praktis tidak larut dalam kloroform dalam eter dan dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap. 0 Titik lebur : 18 C 0 : 290 C Titik didih : 92,09382g/mol Massa molekular : 1,261 g/ml Bobot jenis pH larutan :7 Stabilitas : Terhadap udara : Higroskopik dengan adanya udara dari luar (mudah teroksidasi) Terhadap panas : mudah terdekomposisi dengan adanya pemanasan, mengkristal dalam suhu 0 rendah, kristal tidak akan mencair sampai dengan suhu 20 C akan timbul ledakan jika dicampur dengan bahan teroksidasi. Inkompatibilitas : seperti kromium trioksid, kalium horat, atau kalium permanganat. Berubah warna menjadi hitam dengan adanya cahaya atau setelah kontak dengan ZnO dan bisulfat. Gliserin + kontaminan yang mengandung logam akan berubah warna dengan penambahan fenol salisilat dan tanin. Asam borat membentuk kompleks gliseroborik acid (lebih kuat dari pada asam borat) Sumber : - Farmakope Indonesia III hal. 413 - Handbook of pharmaceutical Excipient hal. 59 Aqua Destilata
Pemerian : - Warna : tidak berwarna,jernih - Rasa : tidak berasa - Bau : tidak berbau - Bentuk : cairan 3 Bobot jenis : 1gr/cm atau 1 gr/ml 0 Titik didih : 100 C pH larutan : 7 Stabilitas : stabil di udara Sumber : Farmakope Indonesia IV hal. 23 2.
Suspensi Rekonstitusi C arboxy Metyl C ell ulosi um Natri um ( C M C- Na) : putih sampai krem Pemerian : - Warna - Rasa : hampir tidak berasa - Bau : hampir tidak berbau - Bentuk : serbuk atau granul Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloid Tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organik lain. 0 Titik leleh : 227-252 C pKa : 4,3 pH larutan : 2-10 Massa molekular : 90.000-200.000 3 bobot jenis : 0,52 gram/cm Stabilitas : Higroskopik dan dapat menyerap air pada kelembapan tinggi Stabil pada pH 2-10, pengendapan terjadi pada pH 2, viskositas berkurang pada pH lebih dari pH 10 0 Sterilisasi cara kering pada suhu 160 C selama 1 jam, akan mengurangi viskositas dalam larutan Perlu penambahan antimikroba dalam larutan Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan larutan garam dari beberapa logam - pengendapan terjadi pada pH 2 dan pada saat pencampuran dengan etanol 95%. Membentuk kompleks dengan gliserin dan pektin.
Sumber : Handbook Of Pharmaceutical Exipent hal.97 ± 99 S ukrosa
Pemerian : - Warna : putih tidak berwarna - Rasa : manis - Bau : tidak berbau
- Bentuk : masa hablur atau berbentuk kubus, serbuk hablur Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air Lebih mudah larut dalam air mendidih Sukar larut dalam etanol Tidak larut dalam kloroform dan eter 0 Titik lebur : 160-186 C Masa molekular/ukuran partikel : 342,30 gr/mol pKa : 12,62 3 Bobot jenis : 1,6 gr/ml atau 1,6 gr/cm Stabilitas : - panas : suhu > 1600 C dapat teroksidasi udara : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar Inkompatibilitas : logam berat, dapat mendegradasi zat sumber :
-
Handbook Of Pharmaceutical Exipent hal. 622-624
-
Farmakope Indonesia Edisi IV hal. 762 PVP ( P olivinil P irolidin)
Pemerian : - Warna : putih sampai krem - Rasa : Pahit - Bau : tidak berbau - Bentuk : Higroskopis (serbuk) Kelarutan : Praktis larut dalam asam, kloroform, etanol, metanol, keto n dan air. - praktis tidak larut dalam eter hidrokarbon dan minyak mineral. 0 Titik lebur : 160-186 C : 90 : 90% > 200 µm, 95% > 250 µm, 25/30 : 90% > 50 µm, 50% > Ukuran Partikel 100 µm, 5% > 200µm. 0 Titik lebur/titik didih : 150 C 3 Bobot Jenis : 1,180 gr/cm pH larutan : 3 7 (5% b/v) : Stabilitas 0 Stabil pada suhu 110 130 C Mudah terurai dengan adanya udara dari luar Dapat bercampur dengan air Stabil bila disimpan ditempat kering
Inkompatibilitas :
-
Jika ditambahkan thimerosol akan membentuk senyawa kompleks
-
Kompatibel ter hadap ger ak or ganik alami, resin sintetik dan senyawa lainnya.
-
Akan terbentuk senyawa sulfathiazole, sodium salisilat, asam salisilat, f enol barbital dan komponen lainnya.
sumber :
-
Handbook Of Pharmaceutical Exipent hal. 508
-
Farmakope Indonesia Edisi III hal. 510 E tanol
Pemerian : - Warna : tidak berwarna - Rasa : panas - Bau : berbau khas - Bentuk : bentuk cairan jernih Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air kloroform dan eter Bobot jenis : 0,8119 0,8139 g/ml Stabilitas : - Mudah menguap , lebih mudah rusak dengan adanya cahaya dan mudah terbakar sumber : Farmakope Indonesia edisi IV hlm.596-598 ALAT DAN
BAHAN
Alat : tir dan stramper r s kimia 250 ml,50 ml dan 100 ml ng pengaduk s ukur 10 ml,50 ml dan 100 ml u erlenmeyer bangan digital l coklat ng sedimentasi a arloji ometer Bahan : m Mefenamat isilin -Na erin osa a destilata
HASIL
PENGAMATAN Tabel 1.1pengamatan suspensi dan suspensi rekonstitusi Organoleptis Homogenit as Sediaan Warna R asa Bau Putih Pahit khas Homogen I susu Putih Pahit khas Homogen II susu Putih Sedikit Khas Homogen III susu pahit
Keterangan :
Sediaan I Sediaan II Sediaan III
Volume Terpind ahk an
Kecepatan Redispensi
59 ml
6 detik
60 ml
9 detik
59 ml
7 detik
: Asam Mefenamat + PGA 2,5% : Asam Mefenamat + PGA 2,5 % + Gliserin 3% : Asam Mefenamat + PVP 2% + CMC-Na 1% + Gula 30%
Tabel 1.2 Pengamatan waktu Rekonstitusi dan Redispersi Kelompok
Sediaan
1
I II
Waktu redispersi -
III
-
I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
8 detik 10 detik 10 detik 8 detik 7 detik 6 detik 9 detik 7 detik 10 detik 13 detik 8 detik 8 detik 6 detik 19 detik 4 detik 5 detik 28 detik 13 detik 18 detik 16 detik
2
3
4
5
6
7
8
Waktu rekonstitusi
-
7 detik
-
30 detik
-
26 detik
29 detik
30 detik
Tabel 1.3 Volume Sedimentasi Sediaan I Menit ke Vo Vu 59 0 10¶ 59 0 20¶ 59 57 30¶ 59 56 60¶ 59 56 120¶ 59 56 Hari 1 59 56 Hari 3 Keterangan :
Sediaan I Sediaan II Sediaan III
Sediaan II Vo Vu 60 0 60 0 60 58 60 58 60 58 60 58 60 58
Sediaan III Vo Vu 59 0 59 0 59 0 59 0 59 0 59 0 59 0
: Asam Mefenamat + PGA 2,5% : Asam Mefenamat + PGA 2,5 % + Gliserin 3% : Asam Mefenamat + PVP 2% + CMC-Na 1% + Gula 30%
PER HITUNGAN 1. Suspensi Asam
mef enamat
: 200 mg/5ml x 60 ml = 2,4 gr
PGA 2,5%
: 2,5 mg/100 x 60 ml = 1,5
Gliserin 3%
: 3 gr /100 ml x 60 ml = 1,8 gr
Air untuk
mengembangkan PGA
: 1,5 x 1 1/2 = 2,25 mL
2. Suspensi Rekonstitusi Amoxycilin
Polivinil Pirolidon 2 %
CMC-Na
1%
Sukrosa 30 %
Air panas
: 250 mg/5ml x 60 ml = 3 gr : 2 gr /100 ml x 60 ml = 1,2 gr : 1 gr /100 ml x 60 ml = 0,6 gr : 30 gr /100 ml x 60 ml = 18 gr
untuk mengembangkan CMC-Na : 20 x 0,6 gr = 12 ml
Etanol
: Secukupnya
PENIMBANGAN Asam
mef enamat
= 2,4 gr (2x penimbangan)
PGA 2,5%
= 1,5 gr (2x penimbangan)
Gliserin 3%
= 1,8 gr
Air untuk
mengembangkan PGA
Aquadestilata
= 2,25 mL ad
2. Suspensi Rekonstitusi Amoxycilin
= 3 gr
= 60 ml
Polivinil Pirolidon 2 %
CMC-Na
1%
= 0,6 gr
Sukrosa 30 %
Air panas
= 1,2 gr = 18 gr
untuk mengembangkan CMC-Na
= 12 ml
Etanol
=Secukupnya
Aquadestilata
ad
= 60 ml
PROSEDUR KERJA 1.
a)
Suspensi
Bentuk
Sediaan 1 (PGA 2,5 %)
PGA ditaburkan diatas aquadest sebanyak 2,25 ml samapai mengembang
Digerus sampai Ditambahkan Dimasukkan
membentuk korpus suspensi
asam mef enamat 2,4 gr am dan dicampur sampai homogen
ke dalam tabung sedimentasi, ad dengan aquadestilata sampai 60 ml
Dikocok sampai
b)
Bentuk
homogen dan dilakukan pengamatan.
Sediaan II (PGA 2,5% + Gliserin 3%)
Asam Mef enamat
+ Gliserin digerus dalam mortir sampai homogen
PGA ditaburkan diatas air sampai mengembang
Semua campur an dicampurkan dan digerus sampai homogen
Sediaan dimasukkan kedalam tabung sedimentasi, ad dengan aquadest sampai 60 ml dan kemudian dikocok.
Dilakukan
pengamatan.
2. Suspensi Rekonstitusi
a)
Bentuk sediaan
Masing-masing
III (asam mef enamat + PVP 2% +
CMC-Na
1% + Gula 30%
zat (PVP, CMC-Na, Amoksisilin, sukrosa) dihaluskan dengan terpisah.
PVP + Gula dicampur, dan ditambahkan etanol secukupnya sampai membentuk massa yang mudah dikepal
Campur an
ter sebut diayak dengan menggunakan ukur an ayak 14 dan 16
Dikeringkan sampai Amoksisilin
+ CMC-Na dimasukkan kedalam massa gr anul yang telah dikeringkan
Campur an massa Ad
kadar air kur ang dari 2%
gr anul dimasukkan kedalam botol coklat
dengan aquadest sampai volume 60 ml
Dilakukan
pengujian konstitusi dan dimasukkan kedalam tabung sedimentasi
Dilakukan
pengamatan.
PEMBAHASAN Dalam praktikum kali ini, dilakukan proses pembuatan sediaan farmasi berupa suspensi. Suspensi adalah sistem yang secara termodinamik tidak stabil, bila dikocok dalam waktu yang lama partikel-partikel mengalami agregasi dan pengendapan yang kadang-kadang
bisa menimbulkan caking. Caking merupakan salah satu masalah yang sangat sulit yang harus diatasi pada saat formulasi sediaan suspensi. Caking tidak dapat diatasi hanya dengan pengecilan ukuran partikel dan peningkatan viskositas medium, caking dapat diatasi dengan flokulasi yaitu apabila partikel bergabung dengan ikatan yang lemah. Pada dasarnya obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika berada dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul ada juga dalam sediaan emulsi. Semua sediaan diformulasikan khusus demi tercapainya efek terapi yang diinginkan. Ada beberapa alasan pembuatan suspensi. Salah satu adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila disuspensi. Dalam hal seperti ini suspensi menjamin stabilitas kimia dan memungkinkan terapi dengan cairan. Untuk banyak pasien bentuk cair lebih disukai ketimbang bentuk padat (tabel atau kapsul dari obat yang sama), karena mudahnya menelan cairan dan keluwesan dalam pemberian dosis, pemberian lebih mudah serta lebih mudah untuk pemberian dosis yang relatif sangat besar, aman, mudah diberikan untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuaian dosisnya untuk anak. Secara umum sulit untuk membuat sediaan suspensi yang baik (aman, stabil, dan memiliki penampilan yang menarik). Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor antara lain sifat partikel terdispersi (derajat pembasahan partikel), zat pembasah, medium pendispersi serta komponen -komponen formulasi seperti pewarna, pemberi rasa dan pengawet yang digunakan. Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang. Kestabilan suatu suspensi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan viskositas medium dispersi, mengecilkan ukuran partikel terdispersi, dan mengurangi perbedaan berat jenis partikel dan medium dispersi dapat dilakukan dengan meningkatkan densitas cairan dengan menambahkan poliol (gliserin). Dalam pembuatan formula suspensi yang stabil secara fisik terdiri dari dua kat egori, yaitu : 1 Pada penggunaan ´Structured Vehicle´ untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi Structured Vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-lain. 2 Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah disuspensikan kembali. Dalam
pembuatan
sediaan
s uspensi,
zat
aktif
yang
digunakan
adalah
asam
mef enamat. Asam mef enamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NS AID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mef enamat digunakan untuk mengatasi berbagai jenis r asa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit
ketika atau men jelang haid. Seperti juga obat lain, asam mef enamat dapat menyebabkan ef ek
samping.
Salah satu ef ek samping asam mef enamat yang paling menon jol adalah mer angsang dan
merusak lambung. Sebab itu, asam mef enamat
sebaiknya
tidak diberikan pada pasien yang
mengidap gangguan lambung. Asam mef enamat ter sedia dalam dua dosis yaitu 250 mg dan 500 mg; dengan dosis yang biasa dipakai adalah 500 mg. Obat ini memiliki atur an pakai yang cukup unik yaitu untuk pertama kali minum yaitu 2 x tablet 500 mg lalu yang berikutnya adalah 1x tablet 500 mg dan 1 x tablet 500
mg dalam sehari itu. Sedangkan untuk hari kedua dst-nya tiap kali minum hanya 1 tablet. Apabila r asa nyeri pada gigi sudah sir na maka pemberian obat ini dapatlah dihentikan. Selain bahan berkhasiat/zat aktif yang dibutuhkan dalam pembuatan sediaan suspensi, selain itu juga dibutuhkan bahan pembantu/tambahan,seperti: PGA 2,5%, Gliserin 3% dan aquadestilata. Dalam
pembuatan suspensi penggunaan zat pembasah (wetting agent) bertujuan supaya zat
yang dapat membuat zat aktif mudah terbasahi oleh air .Tahap kritis dalam pembuatan suspensi
sediaan
adalah pencanpur an partikel padat kedalam pembawa yaitu pembasahan partikel padat
untuk mendapatkan disper si yang stabil. Sur faktan dan humektan adalah contoh zat pembasah. Dalam
pr aktikum dilakukan penambahan zat pembasah yaitu gliserin 3% sebagai Humektan.
Humektan ini digunakan ter gantung dari
sifat
permukaan padat cair bahan aktif. Serbuk
sulit
dibasahi air disebut hidrof ob, seperti sulf ur, carbo adsorben, magnesis stear at, dan serbuk mudah dibasahi oleh air disebut hidrof il, seperti Toluene, Zinci Oxydi, suspense
penggunaan himektan
sangat
Magnesi
carbonas. Dalam pembuatan
ber guna dalam penurunan tegangan antar muka dan
pembasah akan dipermudah. Mekanisme sehingga
kerja humektan adalah menghilangkan lapisan udar a pada permukaan zat padat,
zat padat dan humektan lebih mudah kontak dengan pembawa.
Beber apa
humektan antar a lain gliserin, propilen glikol, polietilen glikol, dan laritan gom, pada suspense
contoh sediaan
ibuprof en ini bahan pembasah menggunakan sorbitol. (Ansel, 1998:362)
Kesulitan yang banyak ditemui, yang merupakan faktor yang amat penting dalam formulasi suspensi, adalah pembasahan fase padat oleh medium suspensi. Secara definisi, suspensi pada pokoknya adalah suatu sistem yang tidak dapat bercampur, tetapi untuk keberadaannya suspensi memerlukan beberapa derajat kompatibilitas, dan pembasahan bahan bahan tersuspensi dengan baik sangat penting dalam pencapaian akhir ini. Bila antar cairan dan zat padat ada suatu afinitas kuat, cairan dengan mudah membentuk lapisan tipis pada permukaan zat padat. Tetapi bila afinitas ini tidak ada atau lemah, cairan sulit untuk memindahkan udara atau zat-zat lain disekitar zat padat tersebut, dan di sana ada suatu sudut kontak antara cairan dan zat padat. Bahan pensuspensi yang digunakan dalam membuat sediaan suspensi yaitu PGA 2,5%. Bahan pensuspensi merupakan bahan tambahan yang berfungsi mendispersikan partikel tidak larut dalam pembawa dan meningkatkan viskositas sehingga kecepatan sedimentasi diperlambat. PGA ini digunakan Sebagai koloid pelindung. Diperoleh dari tanaman akasia, dapat larut dalam air, bersifat asam karena adanya aktivitas enzim yaitu enzim oksidase yang akan menguraikan zat aktif yang sensitive terhadap oksidase. Enzim tersebut dapat dihilangkan denga pemanasan. Gom ini mudah dirusak oleh bakteri sehingga dalam supensi harus ditambahkan pelarut. Suspending agent gom arab yang digunakan dalam suspense mempunyai konsentrasi antara 5%-10%. Dalam pemilihan pelarut atau larutan pembawa bagi sediaan suspensi ditentukan oleh sifat bahan obat. Sifat bahan obat kebanyakan merupakan asam atau basa organik lemah, sehingga kelarutannya sangat dipengaruhi oleh tetapan disosiai dan pH larutannya. Pelarut yang digunakan dalam percobaan yakni air (aquadestilata).
Dalam sistem suspensi
system
ter dapat dua macam
system suspensi,
yaitu
system
flokulasi dan
deflokulasi.
Dalam
pr aktikum
sistem suspensi
yang digunakan adalah Sistem flokulasi, yang biasanya
mencegah paling tidak pemisahan yang
serius
ter gantung kadar partikel padatnya dan der a jat
flokulasinya. Sedangakan pada suatu saat system flokulasi kelihatan kasar sebab terjadi flokul. Dalam system
deflokulasi, partikel-partikel ter disper si baik dan mengendap sendiri, tapi lebih
lambat daripada system flokulasi. Partikel-partikel ini membentuk cake atau
sedimen
yang
sukar
ter disper si kembali. (Anief , 1999:29-30). Dalam
pr aktikum ini dilakukan pembuatan
sediaan
dua
suspensi
dan
satu
suspensi
rekonstitusi:
Formulasi 1 (asam mefenamat + PGA 2,5% + aquadestilata) Dari hasil pengamatan formula 1 (asam mefenamat + PGA 2,5 %) dilakukan pengamatan volume sedimentasi ini sangatlah penting karena, kemampuan mendispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi, dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan suatu sistem homogen. Pada evaluasi volume sedimentasi diperoleh tinggi sedimentasi menit ke 10= 0; 20=0; 30= 0,96; 60= 0,94 ; 120= 0.94; 1 hari= 0.94; 3 hari=0,94. Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang etrjadi (VU) terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense didiamkan. (Anief, 1993:31). Dari hasil data pengamatan dapat disimpulkan semakin besar fraksi maka makin baik kemampuan suspensinya. Pada evaluasi kecepatan resdispersi formula 1 diperoleh lama waktu redispersi yakni 6 detik. Dimana kecepatan resdispersi ini merupakan kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik. sehingga dari hasil pengamatan kecepatan resdispersi ini dapat disimpulkan bahwa Kemampuan redispersi pada formula 1 itu baik dan stabil karena telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu 6 detik. Akan tetapi semakin cepat waktu redispersinya juga tidak baik karena sangat mempengaruhi pada saat penuangan. Sehingga waktu resdispersi yang ideal adalah yang sedangsedang saja sehingga tidak memepngaruhi pada saat penuangan. Pada evaluasi organoleptis diketahui warna sediaan putih susu, bau yang khas dan rasa yang pahit. Dimana pada formula 1 ini masih bnyak bahan tambahan harus dilengkapi dalam pembuatan formula sediaan suspensi yang baik dan menarik. Seperti penambahan pengawet, pembasah, pemanis agar dihasilkan sediaan yg manis, pewarna dan pewangi agar lebih menarik dan memiliki bau yang beraroma sedap (enak). Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan suspensi bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen, sehingga sediaan suspensi dapat terdistribusi merata pada saat dikonsumsi. Dan dari hasil pengamatan evaluasi homogenitas didapatkan sediaan suspensi yang homogen. Formulasi 2 (asam mefenamat + PGA 2,5% + Gliserin)
Dari hasil pengamatan formula II (asam mefenamat + PGA 2,5 % + gliserin 3%) Dilakukan pengamatan volume sedimentasi ini sangatlah penting karena, kemampuan mendispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi, dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan suatu sistem homogen. Pada evaluasi volume sedimentasi diperoleh tinggi sedimentasi menit ke 10=0 ; 20= 0 ; 30= 0.96 ; 60=0.96; 120=0.96; 1 hari=0.96; 3 hari=0.96. Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang terjadi (VU) terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense didiamkan. (Anief, 1993:31). Dari hasil data pengamatan dapat disimpulkan semakin besar fraksi maka makin baik kemampuan suspensinya. Pada evaluasi kecepatan resdispersi formula 1 diperoleh lama waktu redispersi yakni 9 detik. Dimana kecepatan resdispersi ini merupakan kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik. sehingga dari hasil pengamatan kecepatan resdispersi ini dapat disimpulkan bahwa Kemampuan redispersi pada formula II itu baik dan stabil karena telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu 9 detik. Sehingga tidak mempengaruhi pada saat penuangan. Pada evaluasi organoleptis diketahui warna sediaan putih susu, bau yang khas dan rasa yang pahit. Dimana pada formula II ini masih banyak bahan tambahan yang harus dilengkapi dalam pembuatan formula sediaan suspensi yang baik dan menarik. Seperti penambahan pengawet, pemanis agar dihasilkan sediaan yg manis, pewarna dan pewangi agar lebih menarik dan memiliki bau yang beraroma sedap (enak). Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan suspensi bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen, sehingga sediaan suspensi dapat terdistribusi merata pada saat dikonsumsi. Dan dari hasil pengamatan evaluasi homogenitas didapatkan sediaan suspensi yang homogen. Dari kedua sediaan (formulasi 1 dan 2) dapat dibandingkan bahawa formulasi 2 lebih stabil dan baik dibandingkan dengan formulasi 1 hal ini kemungkinan disebabkan dari formula 2 terdapat penambahan gliserin sebagai humektan yang sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka dan pembasah akan dipermudah. Selain itu juga dapat menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat dan humektan lebih mudah kontak dengan pembawa. Akan tetapi pada evaluasi waktu resdispersi pada formula 1 diketahui waktu resdispersinya lebih cepat dibandingkan dengan formula 2. Suspensi Rekonstitusi Suspensi rekonstitusi adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang akan didespersikan dengan air pada saat akan digunakan. Umumnya, suatu sediaan suspensi kering dibuat karena stabilitas zat aktif didalam pelarut air terbatas, baik stabilitas kimia atau stabilitas fisika. Pada sediaan suspensi rekonstitusi bahan aktif /zat aktif berkhasiat yang digunakan dalam sediaan adalah amoksisilin. Amoxilin adalah nama dagang dari obat antibiotik golongan penisilin sub golongan amoksisilin, yaitu amoksisilin trihidrat. Obat golongan ini bekerja sebagai
broad-spectrum (bisa untuk membunuh bakteri gram positif dan negatif), seperti salmonella, shigella dan lainnya (ananda bisa baca di buku mikrobiologi tentang jenis-jenis bakteri). Obat ini berindikasi / mempunyai efek yang diharapkan yaitu untuk infeksi saluran pernafasan, saluran kemih dan kelamin. Juga infeksi salmonella dan shigella, infeksi kulit, luka selulitis, dan furunkulosis. Sedangakan bahan tambahan/pembantu yakni PVP 2%, CMC-Na 1%, gula 30%. Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil perlakuan antara cellulose bersifat alkali dengan chloroacetic acid . CMC berfungsi sebagai binder dant hickener yang digunakan untuk memperbaiki tekstur produk-produk seperti : jelly, pasta, keju, salad dressing dan ice cream. Polyvinyl Pyrrolidone (PVP) merupakan kompleks tidak larut yang mengandung komponen phenol sehingga biasa digunakan sebagai penjernih. Sukrosa memiliki rasa manis yang paling nyaman, meskipun digunakan dalam konsentrasi tinggi. Tabel tingkat kemanisan beberapa jenis gula terhadap sukrosa dapat dilihat pada table 1. Tabel 1. Tingkat kemanisan beberapa gula terhadap sukrosa
Tingkat kemanisan
Gula
Gula
Tingkat kemanisan
Sukrosa
100
D-Mannitol
69
Galactitol
41
D-Mannosa
59
D-Fruktosa
114
Raffinosa
22
D-Galaktosa
63
D-Rhamnosa
33
D-Glukosa
69
D-Sorbitol
51
Gula invert
95
Xylitol
102
Laktosa
39
D-Xylose
67
Formula III (Amoksisilin + PVP 2% + CMC-Na 1%+ sukrosa 30% + aquadest) Dari hasil pengamatan formula III (amoksisilin + PVP 2% + CMC-Na 1%+ sukrosa 30% + aquadest) Dalam proses pembuatan suspensi rekonstitusi ini zat aktif tidak ikut digranulasi karena di khawatirkan zat tersebut terkontaminasi oleh mikroba yang kontak langsung dari luar. Sehingga zat aktif ini tidak ikut digranulasi bersama bahan-bahan tambahan lainnya.
Pada evaluasi waktu rekonstitusi ini diperoleh lama waktu rekonstitusi yakni 30 detik. Hal ini dapat dikatakan bahwa sediaan tersebut stabil dan mudah didespersikan kembali atau terdispersi secara cepat dan sempurna dalam mediu m pembawa. Dilakukan pengamatan volume sedimentasi ini sangatlah penting karena, kemampuan mendispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi, dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan suatu sistem homogen. Pada evaluasi volume sedimentasi diperoleh tinggi sedimentasi menit ke 10= 0; 20=0 ; 30=0 ; 60=0 ; 120=0 ; 1 hari=0 ; 3 hari=0. Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang terjadi (VU) terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense didiamkan. (Anief, 1993:31). Dari hasil data pengamatan dapat disimpulkan semakin besar fraksi maka makin baik ke mampuan suspensinya. Pada evaluasi kecepatan resdispersi formula III diperoleh lama waktu redispersi yakni 7 detik. Dimana kecepatan resdispersi ini merupakan kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan maksimum 30 detik. sehingga dari hasil pengamatan kecepatan resdispersi ini dapat disimpulkan bahwa Kemampuan redispersi pada formula III itu baik dan stabil karena telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu 7 detik. Pada evaluasi organoleptis diketahui warna sediaan putih susu, bau yang khas dan rasa yang agak sedikit pahit. Dimana pada formula III ini masih banyak bahan tambahan yang harus dilengkapi dalam pembuatan formula sediaan suspensi yang baik dan menarik. Seperti penambahan pengawet, pewarna dan pewangi agar lebih menarik dan memiliki bau yang beraroma sedap (enak). Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan suspensi bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen, sehingga sediaan suspensi dapat terdistribusi merata pada saat dikonsumsi. Dan dari hasil pengamatan evaluasi homogenitas didapatkan sediaan suspensi yang homogen. USULAN FOR MULA Usulan f ormula yang baik dengan memper hatikan campur an zat tambahan atau bahanbahan tambahan lainnya yang dapat berinter aksi baik atau tidak dengan zat aktif bahan ter sebut, dan memper hatikan kestabilan, kelarutan, kompatibilitas tiap-tiap bahan yang dicampurkan, tujuannya sediaan
supaya
menghasilkan kualitas obat dengan ef ektif itas zat aktif yang baik, kestabilan
dan penerimaan ke pasien yg baik. Usulan f ormula untuk
sediaan
emulsi,
menun jang pembuatan emulsi yang baik seperti :
1. Suspensi Asam mefenamat Sorbitol Metil paraben
200mg/5ml 10 % 0,18 %
sebaiknya
ter dapat beber apa komponen dalam
Minyak pepermin PGA Gliserin Na- metabisulfit Alkohol Flavour Air 1. Suspensi Rekonstitusi Amoksisilin PVP CMC-Na Sukrosa Etanol Flavour Minyak pepermin Aquadestilata
0,002 2,5% 3% 0,01% b/v
ad
ad
qs qs 100,000 250 mg/5ml 2% 1% 30% qs qs 0,002 60 ml
KESIMPULAN Suspensi adalah sistem yang secara termodinamik tidak stabil, bila dikocok dalam waktu yang lama partikel-partikel mengalami agregasi dan pengendapan yang kadang-kadang bisa menimbulkan caking. Alasan pembuatan suspensi adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila disuspensi. Berdasarkan sifatnya suspensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu suspensi deflokulasi dan suspensi flokulasi. Dalam percobaan suspensi yang kita lakukan adalah suspensi flokulasi. Karena suspensi flokulasi ini sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah diredispersi.selain itu juga sistem flokulasi ini berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya sedimentasi. Dalam pembuatan sediaan suspensi, zat aktif yang digunakan adalah asam mefenamat. Asam mefenamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID ( N on Steroidal Antiinflammatory Drugs). Pada evaluasi volume sedimentasi diperoleh tinggi sedimentasi menit ke 10=; 20=; 30=; 60= ; 120=; 1 hari=; 3 hari=. Dari hasil data pengamatan dapat disimpulkan semakin besar fraksi maka makin baik kemampuan suspensinya. Kemampuan redispersi pada formula 1 itu baik dan stabil karena telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu 6 detik. Akan tetapi semakin cepat waktu redispersinya juga tidak baik karena sangat mempengaruhi pada saat penuangan. Sehingga waktu resdispersi yang ideal adalah yang sedang-sedang saja sehingga tidak memepngaruhi pada saat penuangan. Kemampuan redispersi pada formula II itu baik dan stabil karena telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu 9 detik. Sehingga tidak mempengaruhi pada saat penuangan.
Pada evaluasi volume sedimentasi diperoleh tinggi sedimentasi menit ke 10=; 20=; 30=; 60= ; 120=; 1 hari=; 3 hari=. Dari hasil data pengamatan dapat disimpulkan semakin besar fraksi maka makin baik kemampuan suspensinya. Suspensi rekonstitusi adalah campuran sirup dalam keadaan kering yang akan didespersikan dengan air pada saat akan digunakan. Pada evaluasi waktu rekonstitusi ini diperoleh lama waktu rekonstitusi yakni 30 detik. Hal ini dapat dikatakan bahwa sediaan tersebut stabil dan mudah didespersikan kembali Kemampuan redispersi pada formula III itu baik dan stabil karena telah terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu 7 detik. DAFTAR
PUSTAK A
Anonim 1, 1995. Famakope Indonesia Edisi IV. DepKes RI: Jakarta. Hal 175, 718 Anonim 2, 1979. Famakope Indonesia Edisi III. DepKes RI: Jakarta. Hal 47 Anonim 3, 1978. Formularium Nasional Edisi II. DepKes RI: Jakarta. Hal 227 Anonim 4, Handbook of pharmaceutical codex hal 2, 97, 130, 343 Anonim 5, 1989, Ansel, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Univer sitas Indonesia, Jakarta. Anonim 6, 1994, Lahman. L, dkk. T eori dan Praktek Farmasi Industri . Edisi III. Jakarta : UI Press. Anonim 7, 2000, Anief. Moh.. Farmasetika. Yogyakarta : Ga jah Mada Univer sity Press.
http://nugrohob.wordpress.com/2007/12/03/karbohidrat-dalam-industri-pangan