Penafsiran terhadap isi al-Quran senantiasa menarik perhatian dalam setiap generasi manusia. Kandungannya senantiasa menarik untuk diuraikan dengan harapan petunjuk dan tuntunannya dapat dipahami dan dipraktikan dalam segala aspek kehidupan. Metode dan coraknya pun terus berkembang dari setiap masa, mulai dari tafsir berdasarkan sumber sumber ( ) seperti tafsir bi al-Matsur pada zaman zaman Nabi Muhammad Saw dan para sahabat kemudian disusul tafsir bi al- Ra’yi, tafsir berdasarkan corak (
) seperti
tafsir fiqih, tafsir sufi, tafsir ilmi, dan lainnya, selanjutnya tafsir berdasarkan langkah ( ) seperti tafsir mushafi, tafsir muqaran, dan termasuk tafsir maudhu’i atau tematis yang banyak menarik perhatian para mufassir di zaman kontemporer saat ini. 1 Pada beberapa generasi sebelumnya, tafsir bi al-matsur dan tafsir bi al- ra’yi yang merupakan tafsir berdasarkan sumber penafsiran telah menarik banyak perhatian para ulama. Termasuk di dalamnya mengenai perdebatan akan esensi dari kedua jenis tafsir tersebut. Sungguh pun demikian, dalam perkembangannya memunculkan banyak karya tafsir dari kedua jenis tafsir ini, baik tafsir bi al-matsur maupun tafsir bi al- ra’yi. Karyakarya tafsir tesebut turut memperkaya cakrawala pemikiran dalam Islam, khsusnya dalam bidang tafsir. Walaupun tidak dapat dapat dipungkiri bahwa juga menghasilkan beberapa beberapa tafsir bi al-Ra’yi al-Madzmum, yaitu tafsir bi al-Ra’yi yang tercela .2 Salah satu mufassir yang menaruh perhatian besar terhadap bentuk tafsir bi al- Ra’yi dan tafsir bi al-matsur ialah Muhammad al-Syaukani, seorang ulama dan ahli tafsir dari Yaman. Beliau menuliskan tafsir dengan menggunakan pendekatan pendekatan bi al-Matsur dan bi alra’yi secara bersamaan. Ia pun memberikan nama tafsirnya dengan Fath al-Qadir; Al- y al-Riwayah wa al-Dirayah min Ilmi al-Tafsir .Tafsir .Tafsir ini berusaha Jami’ baina Fann memadukan sumber nash dan peranan ra’yi dalam tafsirnya. Al -Syaukani sendiri menegaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa para mufassir terpecah menjadi dua kelompok, kelompok pertama hanya memfokuskan penafsiran mereka pada masalah riwayat saja. Sedangkankelompok kedua hanya memfokuskan pada sisi bahasa Arab dan ilmu alat. Beliau ingin menggabungkan antara dua hal tersebut sehingga dapat menghasilkan tafsir yang lebih sempurna lagi. Tafsir Imam Al-Syaukani inilah, Fath al-Qadir; Al- Jami’ y al-Riwayah Jami’ baina Fann wa al-Dirayah min Ilmi al-Tafsir yang akan menjadi ulasan dalam makalah ini. Pemaparannya dimulai dengan sekilas biografi Muhammad Al-Syaukani yang meliputi latar belakang dan pribadi Al-Syaukani, pandangan mazhab Al-Syaukani, dan karya-karya Al-Syaukani, kemudian contoh penafsiran Muhammad Al-Syaukani yang menampakkan aspek bi al-Ra’yi dan aspek bi al -Matsur, selanjutnya pemaparan terkait metode dan corak tafsir fath al-Qadir dan hal lain yang bersangkatan dengannya. dengannya.
1
Hasrul, Ragam METODE dalam Menafsirkan al-Quran (Posting: Kamis, 14 Mei 2015) dalam http://www.rul-sq.info/2015/05/ragam-metode-dalam-menafsirkan-al-quran.html 2 Tafsir bi al-Ra’yi al-Madzmum, yaitu tafsir yang hanya semata-mata menggunakan ra’yu dan hawa nafsu tanpa bersandar pada kaidah-kaidah ilmu tafsir, termasuk mengabaikan ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh setiap mufassir. Tafsir ini juga memiliki kecondongan untuk membela kenyakinan dan mazhab tertentu. (Husein alZahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun terj. Nabbani Idris (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 264. )
2
Muhammad Al-Syaukani (1759 – 1834 1834 M) adalah seorang ulama besar, Qadhi (hakim), ahli fikih, dan mujaddid (pembaharu/reformis) dari Yaman. Ia dilahirkan pada hari Senin tanggal 28 Dzulqaidah 1173 H/1759 M kemudian ia besar di Shan ’a, Yaman. 4 Ia berasal dari keluarga yang menganut mazhab Syiah Zaidiyah, ayahnya adalah seorang hakim. Ia menyerukan untuk kembali kepada sumber tekstual dari alQur'an dan Hadits. Ia menghafal Al-Qur’an dan sejumlah ringkasan matan dari berbagai disiplin ilmu semenjak semenjak kecil. 5 Al-Syaukani telah menjadi seorang mufti (pemberi fatwa) pada usia dua puluh tahun. Lalu, pada usia kurang tiga puluh tahun, ia telah mampu berupaya melakukan ijtihad sendiri dalam mengungkapkan permasalahan-permasalahan pada masanya. Pada tahun 1209 H hakim besar Yaman Yahya bin Shalih al-Syajri al-Sahuli meninggal dunia dan posisinya digantikan oleh Imam Asy-Syaukani pada saat usianya 36 tahun, hingga wafatnya pada tahun 1250 H/1834 M. 6 Metode dan mazhabnya diterima luas di Yaman, kemudian tersiar di India lewat seorang muridnya yang bernama Abdul Haq al-Hindi. Al-Syaukânî termasuk salah seorang ulama Yaman yang banyak menulis dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti seperti tafsîr, hadîts, fiqh, usul fiqh, sejarah, ilmu kalâm, filsafat, balaghah, mantiq, dan lain sebagainya. Imam Al-Syaukani wafat di Shan’a pada tahun 1250 H/1834 M pada umur 76 tahun. Ia dimakamkan di pemakaman Khuzaimah Khuzaimah di Shan'a, dan dishalatkan di Masjid Jami' Kabir. 7 Pada ruang lingkup fiqih dan aqidah, al-Syaukani termasuk ulama yang moderat. Pemikirannya tidak semuanya condong ke dalam satu sekte saja, tetapi dapat mewakili semua paham yang ada. Pemikiran Al-Syaukani dipengaruhi oleh Dawud az-Zahiri, Ibnu Hazm, sedangkan ia juga mempengaruhi beberapa ulama, di antaranya Nashiruddin al-Albani, Muqbil Muqbil bin Hadi al-Wadi’i, dan lain-lain. Imam Ql-Shaukani memiliki sebuah risalah berjudul, at-Tuhaf Fi Madzaahib alSalaf. Di dalam kitabnya ini, beliau mencela habis-habisan ahli kalam (kaum teolog) dan cara mereka yang lebih mendahulukan akal ketimbang nash-nash al- Qur’an dan Hadis serta memuji madzhab Salaf. Terkait ayat-ayat mengenai sifat Allah, ia menolak tajsiim (menyebut fisik Allah sama dengan fisik manusia). Ketika Allah menyifati diri Nya dengan mendengar dan melihat, istiwa’ dan lain-lain, harus ditetapkan sifat-sifat tersebut tetapi tidak dengan cara Mumaatsalah atau atau Musyabahah dengan dengan makhluk. Imam asy-Syaukani juga telah menetapkan sifat istiwa’ berdasarkan madzhab Salaf. Akan tetapi ada juga ayat yang beliau takwilkan tetapi ini lebih disebabkan faktor lain, yaitu mengikuti al-Qurthubi dan ulama lainnya. Di tempat-tempat yang 3
Al-Syaukani telah menulis biografi hidupnya sendiri dalam Tarikh al-Hayat yang merupakan sesuatu yang jarang dalam cakrawala pemikir Islam. 4 Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), M), Juz 2, h. 4 5 https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani 6 Muqaddimah Al-Syaukani, Nailul Authar Syarah al-Muntaqa al-Akhbar , hlm 1-3. 7 https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani
3
lain dari kitabnya, beliau membantah pendapat az- Zamakhsyari, tokoh mu’tazilah karena bertentangan dengan ahlussunnah wal j ama’ah. 8 Terkait hal ini, perlu dikemukakan bahwa walaupun Al-Syaukani termasuk salah satu ulama yang berlatarbelakang berlatarbelakang mazhab Syi’ah Zaidiah, ternyata ia lebih memiliki kesamaan pandangan kepada Ahl al-Sunnah, baik dalam penggalian hukum seperti al- Qur’an, Hadits, Qiyas dan lain sebagainya. Muhammad Abdul Hakim Al-Qadhi dalam sambutannya dalam tafsir Fath alQadir cetakan Da>r El-Hadith yang ditahqiq oleh Ibrahim shadiq menyebutkan bahwa Al-Syaukani hidup dalam lingkungan Zaidiyah, namun tidak terpengaruh oleh
pemikiran tersebut, apalagi pemikiran mu’tazilah, bahkan ia mendiskusikan, mencermati, dan membantah pemikirannya. 9 Oleh karenanya, Al-Syaukani tidak cenderung pada satu firqah saja, termasuk kepada syiah Zaidiyah dimana ia tumbuh dan besar di dalamnya. Ia melakukakn diskusi dan kompromi di antara berbagai pandangan. Bahkan setelah setelah melihat berbagai buku yang ia tulis, Al-Syaukani Nampak sebaga ulama yang berasal dari mazhab Sunni. Hal ini disebabkan beragam pendapatnya dalam berbagai disiplin ilmu selaras dengan dengan pandangan Sunni. Sunni. Al-Syaukani memiliki banyak karya-karya tulis, mayoritas dari kitab tersebut telah tersebar pada masa hidupnya. Terdapat 240-an buku yang masih berbentuk manuskrip, sedangkan yang sudah tercetak baru mencapai sekitar 40-an judul. Karyanya yang paling terkenal adalah: 10 a. Dalam Tafsir Al-Qur'an, Fathul Qadir al-Jami’ baina Fann ar -Riwayat -Riwayat wad Dirayat fit Tafsir (5 jilid) b. Dalam Fiqih, As-Sailul Jarar al-Mutadaffiq ala Hada’iqil Azhar (4 jilid), yaitu syarah al-Azhar fi Fiqhi aalil Bayti. c. Dalam Hadits, Nailul Authar syarh Muntaqal Akhbar (4 jilid). Kemudian karya-karyanya yang lain: a. Ad-Durarul Bahiyyah fil Masa’ilil Fi’iqhiyah. (1 jil id), sebuah kitab fiqih ringkas b. Ad-Dararil Mudhiyyah Syarah ad-Duraril Bahiyah (2 jilid), kitab syarh dari kitab Ad-Durarul Bahiyyah c. Irsyadul Fuhul ila Tahqiqil Haq min Ilmil Ushul (1 jilid), sebuah kitab tentang pembahasan Ushul Ushul fiqih d. Al-Badru ath-Thali’ bi Mahasin man ba’da al-Qarni as-Sabi’ (2 jilid). e. Al-Fawa’idil Majmu’ah fil Ahaditsil Maudhu’ah (1 jilid), Kolek si kumpulan hadits-hadits palsu f. Tuhfatudz Dzakirin bi ‘Iddatil Hishnil Hashin (1 jilid), Syarh dari koleksi hadits Adzkar, karya Ibnul Jazari (w. 833H). g. Adabu Thalib wa Muntahal Arib. Kitab tentang adab dalam menuntut ilmu 8
Al-Najdy, al-Qawl al-Mukhtasar , h. 52 Al-Syaukani, Muqaddimah Fath al-Qadir oleh Muhammad Al-Qadhi (edisi cetakan Da>r El-Hadith) 10 https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani, Lihat juga Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir; Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir terj. Faisal Saleh dan Syahdianor dari judul asli “Manhaj al - - Mufassirin” (Jakarta: (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), cet. I, h. 188-189 9
4
h. Al-Qaulul Mufid fi Adillatil Ijtihad wat Taqlid. Penjelasan mengenai anggapan mazhab-mazhab tentang hukum Taqlid i. Risalah al-Bhugyah fi Masalati al-Ru'yati, yaitu tentang mazhab-mazhab ahlussunnah mengenai mengenai perkara melihat Allah di akhirat j. Irsyadus Tsiqot ilaa Ittifaaqi al-Syara'ii 'alaa al-Tauhiidi wa al-Ma'aadi wa al Nubuwwati, berkenaan berkenaan dengan Rabi besar besar Yahudi, Maimonides Maimonides k. At-Tuhaf fil Irsyad ila Mazhab as-Salaf, l. dan lain sebagainya. Menurut keterangan al-Syaukani, penulisan tafsîr Fath al-Qâdîr ini dilatarbelakangi oleh keinginan al-Syaukânî untuk menjadikan al- Qur’an sebagai jawaban bagi penentang, menjadi penjelas bagi yang ragu, dan menjelaskan dan sesuatu yang halal dan haram.
Tafsir Fath al-Qadîr al-Jâmi‘ Bain Fannaî al-Riwâyah wa al-Dirâyah min ‘Ilm al Tafsîr karya Muhammad bin ‘Alî bin Muhammad al -Syaukânî termasuk sumber utama dalam bidang tafsir dan referensi penting. Karena tafsir ini menggabungkan antara dirâyah dan riwâyah, membahas secara komprehensip masalah-masalah dirâyah dan riwâyah. Metode riwâyah adalah metode yang menjelaskan maksud-maksud dari alQur’an menggunakan ayat-ayat al- Qur’an, hadis-hadis Rasulullah, dan pendapat para sahabat. Dan metode dirâyah adalah metode yang menggunkan kaidah-kaidah kebahasaan dalam menganalisa ayat-ayat al- Qur’an. Dalam penyusunannya, Al-Syaukani merujuk kepada beberapa ulama, di antaranya Abu Ja’far al-Nuhas, Atiyyah al-Dimasyqi, Ibnu Atiyyah al-Andalusi, Qurtubi, Zamakhsyari dan ulama-ulama lainnya. Al-Dzahabi dalam al-Tafsîr wa alMufassirûn menyebut kurang lebih 13 kitab yang membahas tentang Syiah Imamiah, dan 1 kitab tafsir tentang Syiah Zaidiyah yakni Fath al-Qadîr. Selain itu, al-Dzahabi juga menyebut 6 kitab yang bercorak fiqhi, satu dari sekian banyak itu adalah karya Imam al-Syaukânî. Sekalipun demikian, nampak bahwa al-Syaukani dalam berbagai pendapatnya lebih moderat dan lebih rasional dalam berfikir, sehingga dalam karya-karyanya sedikit sekali yang menunjukkan bahwa ia dilatarbelakangi Syiah Zaidiyah, maupun aspek fiqih dari Zhahiriyah. Dari uraian di atas, dipahami bahwa Fath al-Qadîr al- Jâmi‘ Bain Fannaî alRiwâyah wa al-Dirâyah min ‘Ilm al -Tafsîr tidak memiliki corak yang dominan, karena beberapa penafsirannya yang nampak dalam ayat-ayat tentang kalam memiliki pandangan yang serupa dengan Sunny. Walaupun, terdapat juga tang mengatakan bahwa Fath al-Qadir memiliki corak kalam, yaitu Zaidiyah 11 dan corak fiqih dari mazhab Zhahiri 12 yang dapat diamati dari beberapa penafsirannya terkait 11
Zaidiyah ( ) adalah salah satu Madzhab Syi'ah, dinamakan menurut Zaid bin Ali. Penganut mazhab Syi’ah Syi’ah ini banyak terdapat di Yaman. 12 Mazhab Zhahiri ( ) adalah salah satu mazhab fikih dan akidah yang mencapai masa jayanya semenjak abad ke-3 hingga ke-8 H. Pengikut mazhab ini mengimani secara harfiah ayat-ayat Al-Quran dan Hadits
5
ayat-ayat tentang sifat-sifat Allah. Al-Dzahabi menyebut bahwa Syi ’ah Zaidiyah lebih dekat kepada Jama’ah Islamiyah (Suni -Asy’ariyah), namun dalam masalah aqidah, Zaidiyah sesuai dengan Mu’tazilah. 13 Di antara kelebihan tafsir ini, sebagaimana disebutkan oleh al-Syaukani sendiri yaitu ditemukan penyebutan sahih, hasan, daif, bahkan ditemukan kritik, komparasi dan penunjukkan pendapat yang paling kuat. Corak bahasa (lughawi) sangat kental dalam tafsir Fath al-Qadîr khususnya aspek Qira’at. Al -Syaukani banyak menyajikan kajian kebahasaan sebelum menafsirkan ayat. Baik makna kata, implikasi qira ’at terhadap makna, penyebutan syair-syair terkait kandungan kata atau kalimat dan lain-lain. Dengan demikian, terdapat tiga corak yang dapat ditemukan dalam tafsir ini, yaitu corak kalam, corak fiqih, dan corak lughawi. Selain itu, Al-Syaukani dalam ilmu Hadis dan dan dirayah-nya merupakan fenomena yang tidak bisa diingkari, ia memiliki kesungguhan yang tidak boleh dilupakan. Ia juga banyak berguru Hadis kepada para ulama yang memiliki keluhuran, seperti Hasan ibn Ismail al- Maghribi. Ia banyak menela’ah Bulugh al- Maram, Syarah Muslim karya Al-Nawawi, Sunan Abu Daud, dan sebagian dari Syarah al- Ma’alim Ma’alim karangan Al-Khaththabi.14 Atas keseriusannya tersebut, ia juga menulis beberapa kajian hadis, yang paling populer ialah kitabnya, Nail al-Authar. Atas latar belakang ini, Al-Syaukani dalam tafsir Fath al-Qadir pun banyak mengutip hadis-hadis Nabi untuk menjelaskan ayat-ayat al-Quran. Dan hal ini sudah selayaknya karena metode tafsirnya memadukan antara bi al- Ra’yi dan bi al-Matsur yang peranan Hadis tidak dapat dihindari.
Tafsir Fath al-Qadîr al-Jâmi‘ Bain Fannaî al-Riwâyah wa al- Dirâyah min ‘Ilm al-Tafsîr ditulis dengan gaya khas yang berbeda dengan penulisan tafsir pada umumnya. Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa tafsir ini memadukan sumber
riwayah (Ma’tsur) dengan dirayah (Ra’yu), disamping berupaya untuk mencari objektifitas. Al-Syaukani sendiri menegaskan di dalam muaqaddimah tafsirnya bahwa seorang mufasir hendaknya memadukan antara kedua metode tersebut, dan tidak hanya mencukupkan kepada salah satu metode saja. Dan inilah tujuan yang hendak saya tempuh, dan metode yang senantiasa saya cita-citakan untuk
menempuhnya”.15
sebagai satu-satunya sumber hukum Islam. Mazhab ini menolak adanya permisalan (Qiyas) dan pemikiran pribadi (Ra’ (Ra’y) sebagai bagian dari sumber hukum fikih. Selain itu juga tidak menganggap fungsi konsesus Ijma. Dalam bidang akidah, keyakinan mazhab ini hanya menyifati Allah menurut dengan apa yang ada ada dan tertulis jelas dalam Al-Qur-an saja dan menolak dengan keras praktik antropomorfisme (Penyerupaan). Mazhab ini dimulai di Irak oleh Dawud bin Khalaf (w. 883 M), meskipun karya-karyanya tak dapat dijumpai lagi. 13 Ini sesuai dengan ungkapan Muhammad Abdul Hakim al-Qadhi bahwa hubungan pemikiran antara Mu’tazilah dan pemikiran Zaidiyah adalah erat yang dapat diamati dari aspek kesejarahannya. Adalah Al -Qasim ibn Ibrahim Al-Alawi al-Ziti yang memiliki pengaruh dalam penyebaran ajaran Zaidiyah di Yaman, memiliki kedekatan khusus dengan ajaran-ajaran Mu’tazilah. 14 Al-Syaukani, Muqaddimah Fath al-Qadir oleh Muhammad Al-Qadhi (edisi cetakan Da>r El-Hadith) 15 Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: (Beirut: Dar Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 49-53
6
Metode yang digunakan Al-Syaukani dalam tafsirnya ini ialah menggunakan metode tahlili.16 Melalui pendekatan ini, Al-Syaukani juga menyajikannya dengan cara yang berbeda dengan tafsir yang telah ada sebelumnya. Langka-langka yang ditempuh Al-Syaukani tersebut ialah: a. Pemenggalan ayat berdasarkan pesan yang dikandungnya (lihat hal. 4); b. Menguraikan makna lughawiyyah dari suatu ayat, kemudian jenis qira’at dari ayat yang bersangkutan agar terlihat implikasi pemaknaannya masing-masing,
serta mengutip sya’ir untuk menguatkan makna yang dimaksud; c. Menyajikan sekilas intisari pesan umum dari ayat yang dibahas; d. Mencantumkan Hadis terkait ayat yang dibahas, termasuk Asbab al-Nuzul ayat, serta sumber-sumber matsur lainnya; Demikianlah gambaran umum terkait metode dan langka dalam tafsir Fath alQadîr al-Jâmi‘ Bain Fannaî al-Riwâyah wa al-Dirâyah min ‘Ilm al-Tafsîr. Dari langkah-langkah yang disajikan di atas, poin 1 sampai 3, termasuk bahasan dirayah (Ra’yu), dan poin 4 termasuk bahasan riwayah (Ma’tsur). Dengan demikian, berdasarkan langkah-langkah tersebut dapat dibuktikan bahwa Al-Syaukani Al -Syaukani dalam tafsir ini memadukan antara kedua metode tersebut.
Tafsir Fath al-Qadîr al-Jâmi‘ Bain Fannaî al-Riwâyah wa al- Dirâyah min ‘Ilm al-Tafsîr juga tidak luput dari beberapa penukilan yang bersumber bersumber dari para mufassir sebelumnya. Di antara ulama yang banyak dikutip pendapatnya oleh Al-Syaukani dalam Fath al-Qadir ialah: a. Al-Nuhhas, yaitu Ahmad bin Muhammad ibn Ismail Al- Nuhhas Abu Ja’far Ja’far yang berasal dari Mesir; b. Ibn Athiyah, yaitu Abdullah ibn Athiyah ibn Abdillah ibn Habib Abu Muhammad Al-Mukri’ Al-Mufassir; c. Ibn Athiyah, Abd Al-Haq ibn Ghalib ibn Athiyah; d. Al-Qurthubi, yaitu Abu Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn Abi Bakar ibn Faraj Al-Anshary Al-Qurthubi.
16
Tafsir Tahlili merupakan metode tafsir al-Qur'an yang memaparkan segala aspek yang terkandung didalam yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya, sesui dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
7
)51(
)52(
)53(
)54( )55( - :
)56(
Artinya: “ Hai Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang- orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “ Kami Kami takut akan mendapat bencana. ” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: Inikah orang-orang yang mengatakan: “ Inikah bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang- orang yang merugi. Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allahitulah yang pasti menang. ” (Q.S. AlMaidah [5]: 51-56) 17
Pengelompokan ayat ini sesuai dengan bahasan dalam tafsir Fath al-Qadir. Pemenggalan ayat di atas mulai dari ayat 51-56. Lihat Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. h. 49-53
8
a. Tafsir al-Maidah Ayat 51
:
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang- orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang zalim. ” (Q.S. (Q.S. Al-Maidah [5]: 51)
), konteknya menunjukkan bahwa ia benarFirmannya ( benar khitab bagi orang-orang beriman. Pendapat lain menyebutkan bahwa maksudnya adalah orang-orang munafik, adapun disematkan keimanan pada mereka adalah berdasarkan lahiriahnya mereka yang memang menampakkan keimanan. Mereka itu mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin, maka mereka dilarang. Berdasarkan pendapat pertama berarti ini adalah khitab bagi setiap orang yang beriman, dan ini mencakup yang tampak secara lahir dan batin, atau secara lahir saja, sehingga mencakup yang muslim dan yang munafik. Ini ditegaskan oleh firman-Nya ( ), Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya. 18 Firman-Nya ( ), adalah alasan larangan tersebut. Maknanya adalah sebagian kaum Yahudi adalah pemimpin bagi sebagian yang lain di kalangan mereka, dan sebgaian kaum Nasrani adalah pemimpin bagi sebagian lain di kalangan mereka. Jadi yang dimaksud dengan “sebagian” ini bukan berarti salah satu golongan Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin bagi golongan lainnya, karena di antara mereka terjadi permusuhan dan perpecahan sebagaimana digambarkan dalam firman-Nya ( ). Pendapat lain menyebutkan bahwa maksudnya adalah, setiap golongan dari kedua golongan itu memimpin, mendukung, dan membela golongan lain dalam memusuhi Nabi Saw dan memusuhi apa-apa yang beliau bawakan, walaupun di antara mereka sendiri terjadi konflik. 19 Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya sesungguhnya orang itu it u termasuk golongan mereka ( ) , bahwa , bahwa janganlah kalian mengikuti perbuatan mereka sehingga kalian menjadi seperti mereka. Ini merupakan ancaman keras, karena kemaksiatan yang menyebabkan kekufuran adalah puncak dari segalanya yang tidak ada puncak setelahnya. Kemudian firman-Nya ( ), yakni terjerumusnya mereka ke dalam kekufuran disebabkan oleh tidak adanya petunjuk Allah SWT bagi orang yang zhalim terhadap dirinya, seperti halnya orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin. 20 18
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 49-53. Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 49-53. 20 Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 49-53. 19
9
b. Tafsir al-Maidah Ayat 52
:
Artinya: “ Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana." Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (Q.S. (Q.S. Al-Maidah [5]: 52)
), penyakit di dalam hati Firmannya ( adalah kemunafikan dan keraguan terhadap agama. Fa di di sini adalah fa sababiyyah yang menunjukka sebab akibat. Khitab ini bisa jadi untuk Rasul Saw, atau bagi siapa saja yang cocok dengan khitab ini, yakni pengangkat pengangkat pemimmpin yang mereka lakukan, dan kekufuran kekufuran yang mereka mereka alami itu disebabkan oleh oleh penyakit ) berada dalam posisi nashab kemunafikan dalam hati mereka. Bersegera ( ( karena sebagai maf’ul tsani bila bila diartikan dengan “penglihatan hati” atau atau sebagai hal bila bila diartikan dengan “penglihatan mata.” mata.”21 Pendapat lain menyebutkan bahwa ini maushul, sedangkan maf’ulnya adalah dengan anggapan dibuangnya mashdar, yakni bila tidak dibuang ). Dikarena dibuang, maka menjadi ( fi’ilnya menjadi marfu’, seperti ungkapan berikut ini: 22
Ingtalah, siapa pun pencelaku, berarti telah memunculkan pertentangan pertentangan .” “ Ingtalah, Maksudnya adalah, pristiwa-pristiwa zaman itu terus berulang dari satu kaum ke kaum lainnya. Firman-Nya ( ), adalah redaksi kalimat yang mencakup alasan kesegeraan mengangkat mereka sebagai pemimpin (penolong), yakni rasa takut inilah yang mendorong mereka bersegara melakukan itu. Pedapat lain menyebutkan bahwa redaksi kalimat ini adalah hal dari dhomir Bersegera ( ). ( ) adalah sesuatu yang dibenci dari peredaran masa. Artinya, kami takut bila orang-orang kafir itu mengalahkan Muhammad Saw, sehingga kekuasaan berada di tangan mereka dan membumihanguskan kekuasaan beliau, lalu kami terkena bencana dari mereka. Contoh pemaknaan ini adalah ucapan penyair berikut ini:23
Dielakkan darimu taksir yang telah ditetapkan, Padahal petaka-petaka masa kan terus berputar
21
Al-Syaukani, Fath al-Qadir , (Beirut: Dar Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), M), Juz 2, h. 49-50. Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 50. 23 Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. al-Qadir, h. 50. 22
10
), merupakan sanggahan terhadap mereka atas Firmannya ( kekhawatiran yang mereka kemukakan. Kata dalam kalam Allah berarti jannji yang benar dan tidak akan diingkai. Al-Fath adalah menangnya Nabi Saw atas orang-orang kafir, di antaranya hukuman mati atas pemerangan Bani Quraizhah, penawanan kaum wanita dan anak-anak mereka, serta penundukan Bani Nadhir. Dan ada juga yang berkata, maksudnya adalah penaklukkan kota Makkah. c. Tafsir al-Maidah Ayat 53
:
Artinya: “ Dan Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang- orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. ” (Q.S. (Q.S. Al-Maidah [5]: 53) Firmannya ( ), Abu Amr, Ibnu Abu Ishaq, dan para qurra’ Kufah24 membacanya dengan menetapkan wawu. Imam yang lain membacanya dengan membuang wawu. Berdasarkan qira’at pertama, dengan mengrafa’ -kan kalimat ( ), maka redaksi ini sebagai mubtada yang dikemukakan sebagai penjelasan mengenai
kejadian yang dialami oleh golongan tersebut. Sedangka menurut qira’at nashab, maka sebagai athaf pada kalimat ( ), ada juga berkata sebagai athaf ( ). Pendapat pertama lebih tepat, karena redaksi ini terlontar dari orang-orang beriman, saat tampaknya penyesalan penyesalan dari orang-orang kafir, bukan saat datangnya kemenangan.25 Adapun berdasarkan qira’ah yang membuang huruf wawu ( ... ), maka redaksi ini adalah redaksi kalimat permulaan sebagai jawaban (penimpal) atas pertanyaan yang diperkirakan. Kata petunjuk ( ) menunjukkan kepada orangorang munafik, yakni orang-orang beriman berkata kepada orang-orang Yahudi dengan menunjuk kepada orang-orang munafik ( ), “ Inikah Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu? ” dengan memberikan pertolongan dan dukungan d alam peperangan?” Atau, sebagian orang beriman berkata kepada orang sebagian lain sambil menunjuk kepada orang-orang munafik. 26 Firman-Nya ( ) maksudnya adalah rusak. Redaksi ini termasuk kelanjutan dari perkataan orang-orang beriman, atau sebagai kalimat permulaan, dan yang mengatakannya adalah Allah SWT. Adapun amal yang dimaksud adalah amal yang mereka perbuat dalam bekerjasama dengan golongan musuh, atau setiap amal yang mereka lakukan. 27
Imam ‘Asim termasuk imam qira’at yang berasal dari Kufah, Kufah , membaca dengan itsbat wawu, yaitu ( Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: (Beirut: Dar Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz 2, h. 50. 26 Al-Syaukani, Fath al-Qadir, h. al-Qadir, h. 51. 27 Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 51.
24
25
11
).
d. Tafsir al-Maidah Ayat 54
:
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki- Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. ” (Q.S. (Q.S. AlMaidah [5]: 54) Firmannya ( ), para Qurra Madinah dan Syam 28 membaca ( ) dengan dua huruf da>l l ( ( ) , dengan membuka idgham -nya. -nya. Ini merupakan logat (aksen dan dialek) bani Tamim. Ulama lain membacanya dengan idgham. Ayat ini menjelaskan hukum orang yang murtad, setelah ayat sebelumnya menjelaskan bahwa bila orang Islam mengangkat orang kafir sebagai pemimpinnya, maka itu adalah adalah tindak kekufuran dan dan merupakan salah satu bentuk kemurtadan. Maksud ( ), adalah Abu Bakar dan
pasukannya dari kalangan sahabat dan tabi’in yang memerangi golongan murtad, kemudian orang-orang setelah mereka yang memerangi golongan murtad pada setiap zaman. 29 Selanjutnya, Allah menyandingkan sifat-sifat agung yang luhur kepada mereka yang teguh di jalan Allah dalam memerangi orang-orang murtad, yaitu mereka mencintai Allah dan Allah mecintai mereka ( ). Mereka juga adalah orang-orang ( ), yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Mereka berjihad di jalan Allah dengan tidak takut celaan dalam membela agama. Bahkan mereka sangat teguh dan tidak peduli dengan apapun yang dilakukan oleh para musuh yang hendak menghancurkan menghancurkan agama. 30 Dalam firman-Nya ( ), kata ( ) itulah menunjukkan sifat-sifat, keutamaan, kelembutan, dan kebaikan yang telah disebutkan potongan ayat sebelumnya, yang dikhususkan Allah untuk mereka. e. Tafsir al-Maidah Ayat 55
:
28
Berdasarkan bacaan Imam-imam dalam Qira’at Sab’ah, Nafi’i bin Abi Na’im (70 -169 H merupakan imam qira’at yang berasal dari Madinah, dan Abdullah ibn’ Amir (21 -118 H) merupakan imam qira’at yang berasal dari Syam. Lihat Ahsin Sakho, Sakho, Manba’ al -Barakah -Barakah (Jakarta: (Jakarta: IIQ Press, 2010), cet. I, h. 7. 29 Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz Juz 2, h. 51. 30 Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 51.
12
Artinya: “ Sesungguhnya Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). ” (Q.S. (Q.S. Al-Maidah [5]: 55) Firman-Nya ( ), maksudnya bahwa setelah Allah menjelaskan orang yang tidak layak diangkat menjadi penolong, kemudian menjelaskan siapa penolong yang memang harus dijadikan penolong. Kalimat ( ), berada pada posisi rafa’ sebagai sifat dari kalimat ( ), atau sebagai badal darinya. darinya. Bisa juga menjadi nashab sebagai sebagai pujian. Sementara itu, ), adalah jumlah haliyah tentang fa’il kedua fi’il sebelumnya. firmannya ( Maksud ruku di sini adalah khusyu dan tunduk, yakni mendirikan shalat dan mennunaikan zakat dalam kondisi khusyu dan tunduk serta tidak sombong. 31 f. Tafsir al-Maidah Ayat 56
:
Artinya: “ Dan Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. ” (Q.S. (Q.S. Al-Maidah [5]: 56) Firmannya ( ), bahwa Allah SWT menjanjikan kepada orang-orang yang menjadikan Allah, rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai penolong, bahwa mereka adalah golongan yang menang terhadap musuh-musuh mereka. Ini merupakan penempatan yang nyata pada posisi tersembuyi tersembuyi dan menempatkan menempatkan para pengikut Allah pada pada posisi dhamir dari orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman sebagai penolong. Kata ( ) adalah golongan dari mansuia. Ini berasal dari ungkapan ( ), yakni mewakilinya demikian. Seakan-akan orang-orang yang saling bergabung itu berkumpul, seperti berkumpulnya anggota perwakilan yang diwakili.32 Apa yang dijanjikan Allah kepada para wali-nya, rasul-Nya, dan hambahamba-Nya yang beriman telah terjadi, yaitu kemenangan terhadap musuh mereka, karena mereka bisa mengalahkan orang-orang Yahudi dengan menawan, membunuh, dan menundukkan mereka, serta memungut upeti dari mereka sampai mereka (orang-orang Yahudi) dilaknat Allah sebagai orang-orang kafir yang hina dan sangat lemah. Bahkan masih terus dalam kungkungan kaum muslimin yang menekan mereka sesuai kemauan kaum mukminin. Mereka dihinakan sebagaimana yang dikehendaki semenjak diutusnya nabi Muhammad Saw hingga seperti itu.
Ibn Ishaq, Ibn Jarir, Ibn Al-Mundzir, Ibn Abi Hatim, Abu Al-Syaikh, Ibnu Mardawaih, dan Al-Baihaqi dalam al-Dalai>l, l, serta Ibn Asakir, dari Ubadah ibn AlWalid bin Ubadah ibn al-Shamit, ia menuturkan, ketika bani Qainuqa mengobarkan peperangan terhadap Rasulullah Saw, Abdullah Abdullah bin Ubay bin Salul berlepas diri dari mereka, sementara Ubadah bin al-Shamit pergi menemui Rasulullah Saw untuk membersihkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menyatakan berlepas diri dari persekutuan dengan mereka. Ubadah Ubadah adalah salah seorang bani Auf bin Khazraj, Khazraj, yang mempunyai ikatan perjanjian dengan kaum Yahudi bani Qainuqa, seperti halnya 31 32
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz Juz 2, h. 51. Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 51.
13
Abdullah bin Ubay bin Salul. Berkenaan dengan Ubadah ibn Al-Walid dan Abdullah bin Ubay bin Salul inilah diturunkan ayat ( ) hingga ( ), yaitu surat al-Maidah ayat 51-56. 33 Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibn Abbas, ia berkata: Abdullah ibn Ubay
ibn Salulmenyatakan masuk Islam, kemudian ia berkata, “sesungguhnya antara aku dengan bani Quraizhah dan bani Nadhir pernah terjadi persekutuan, persekutuan, dan aku khawatir terjadi kehancuran.” Tetapi kemudian ia kembali menjadi kafir. Sementara Ubadah ibn al-Walid berkata, berkata, “Aku berlepas berlepas diri diri kepada Allah dari persekutuan persekutuan dengan dengan bani Quraizhah dan bani Nadhir, serta bergabung kepada Allah dan Rasulnya.” Lalu turunlah ayat terseb ut.34 Ibn Jarir meriwayatkan dari Ibn Abbas mengenai ( ), ia berkata,
“ini berkenaan dengan dukungan, barangsiapa mendukung agama suatu kaum, maka ia termasuk mereka.” Abdu bin Humaid meriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata, “Hendaklah tiap-tiap orang dari kalian berhati-hati bahwa ia telah menjadi Yahudi atau Nasrani, sedangka ia tidak menyadarinya.” Hudzaifah lalu membacakan ayat ( ), Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Ibn Jarir, Ibn Mundzir, dan Ibn Abu Hatim meriwayatkan dari Athiyah, ia berkata, ayat ( ), yaitu orang-orang munafik seperti Abdullah bin Ubay, ( ) bersegera mendekati mereka dari Yahudi dan Nasrani untuk berada di bawah kepemimpinan mereka. 35 Ibn Jarir meriwayatkan dari Syuraih ibn Ubaid, ketika Allah menurunkan ayat( ), Umar berkata, “apakah itu aku dan kaumku wahai , bukan, tetapi ini dan kaumnya, yakni Rasulullah?” Beliau menjawab: Abu Musa Al-Asy’ari , yaitu warga Yaman. Al-Bukhari dalam tarikhnya, Ibn Abu Hatim, dan Abu Al-Syaikh meriwayatkan dari Ibn Abbas mengenai ayat ini, ia
berkata, “mereka adalah suatu kaum dari dari warga Yaman, kemudian kemudian Kindah, Kindah, kemudian kemudian tinggal di sana.” 36 Qatadah berkata, kami saling berbincang dan menyatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan berkenaan dengan Abu Bakar dan para sahabatnya, yaitu ayat ( ) hingga akhir ayat. Adapun terklait firman-Nya ( ), Ibn Jarir dan Ibn Abu Hatim meriwayatkan dari Athiyah bin Sa’ad bahwa sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ubadah bin al-Shamit. Abd alRazzaq, Abd ibn Humaid, Ibn Jarir, Abu Al-Syaikh, Ibn Mardawaih meriwayatkan dari Ibn Abbas, ia berkata, “Ayat ini d iturunkan berkenaan dengan Ali ibn Abu Thalib.” Ibn Mardawaih meriwayatkan serupa itu dari Ammar. Dan juga Al-Thabrani meriwayatkan serupa itu dalam Al-Ausath dengan dengan sanad yang mengandung beberapa 37 orang yang tidak dikenal.
33
Al-Syaukani, Fath al-Qadir (Beirut: (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M), Juz Juz 2, h. 52. Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 52. 35 Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 52. 36 Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 52. 37 Al-Syaukani, Fath al-Qadir , h. 53. 34
14
DAFTAR PUSTAKA
Al-Syaukani, Fath al-Qadir, Juz 2, Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 H/1983 M. Al-Najdy, al-Qawl al-Mukhtasar. https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani.. https://id.wikipedia.org/wiki/Asy-Syaukani Al-Syaukani, Nailul Authar Syarah al-Muntaqa al-Akhbar. Husein al-Zahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun terj. Nabbani Idris, Jakarta: Kalam Mulia, 2009. Ahsin Sakho, Manba’ al -Barakah -Barakah , Jakarta: IIQ Press, 2010.
Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir; Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir terj. terj. Faisal Saleh dan Syahdianor dari judul asli “Manhaj al - -Mufassirin” ufassirin” , cet. I, M Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006.
15