I.
Identitas
A. Identitas Subjek Nama
: An.R
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Tempat/ Tanggal Lahir Lahir : Palembang, 14 Februari 2002 2002 Usia
: 15 tahun 4 bulan
Agama
: Islam
Anak Ke
: 1 dari 3 bersaudara
Pendidikan
: Sekolah Menengah Luar Biasa
Status Perkawinan
: Belum Menikah
Alamat
: Palembang
No. RM
: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx x
Tanggal Pemeriksaan
: 18 s/d. 21 Juni 2017
B. Identitas Keluarga Identitas
Ayah
Ibu
Saudara
Nama
Tn. AB
Ny. K
S
B
Usia
43 th
38th
9th
4 th
Pekerjaan
Supir Angkot
Wiraswasta
Pelajar
-
Pendidikan
SMA
SMA
SMP
-
Suku
Melayu
Melayu
Melayu
Melayu
C. Urutan Kelahiran Subjek adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
1
D. Genogram
Keterangan:
II.
: Laki-Laki
: Subjek
: Perempuan
: Tinggal Satu Atap
Assesmen
A. Keluhan Utama 1. Tidak bisa fokus dan sulit untuk konsentrasi sejak memasuki SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) hingga SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa). 2. Kemampuan bahasa dan berbicara cenderung lambat pada tingkatan ringan. 3. Tidak naik kelas sebanyak 3 kali di Sekolah Luar Biasa.
B. Riwayat Kasus 1. Subjek merupakan anak yang diharapkan, buah pernikahan dari ayah dan ibunya. Tidak ada niat ingin digugurkan.
2
2. Riwayat kehamilan ibu: ibu sering memeriksakan kandungan ke Dokter Spesialis Kandungan. Ibu subjek tidak pernah menggunakan obat-obatan selain vitamin yang diberikan oleh dokter. Ibu subjek tidak pernah mengonsumsi alcohol dan rokok selama kehamilan. 3. Riwayat persalinan: Usia gestasi 38 minggu, lahir spontan, langsung menangis, BBL: 2800g, PBL:40cm. 4. Subjek tumbuh seperti anak normal, mendapat imunisasi sesuai jadwal posyandu. Perkembangan bicara subjek mulai terganggu saat ia berusia 3 tahun, bicaranya tidak sesuai dengan anak se-usianya. Ibu subjek mengobati anaknya ke pengobatan tradisional. 5. Pada usia 6 tahun, subjek dibawa oleh kedua orang tuanya untuk berobat ke RSKJ karena belum bisa bicara. Dan akhirnya subjek diterapi bicara selama 1 tahun, kemudian subjek tidak mau lagi melanjutkan terapinya. Subjek mulai sekolah pada saat usia 6 tahun di SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa). Selama menempuh pendidikan, subjek sudah 3 kali tidak naik kelas. Menurut ibu subjek, guru disekolahnya tidak tega untuk menahan subjek di kelas 4 SDLB terus, oleh karena itu subjek diizinkan naik kelas oleh gurunya. 6. Subjek sudah bersekolah sejak usia 6 tahun di SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) dan sekarang masih duduk dikelas 1 SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa). Subjek sudah 3 kali tidak naik kelas, disekolah subjek sering membolos dari pelajaran dan bermain diluar sekolah. 7. Sebelumnya subjek telah melakukan tes IQ sebelum subjek melanjutkan jenjang pendidikan menengah pertama. Dari tes IQ yang dilakukan kepada subjek, didapatkan hasil bahwa IQ subjek ada dikisaran 50-69. Dimana IQ subjek itu adalah 63. 8. Subjek beragama Islam dan tidak pernah beribadah. 9. Subjek mengaku tidak pernah berhubungan seksual dan belum memiliki pacar. 10. Subjek tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan terlibat dalam masalah hukum. 11. Di keluarga subjek tidak terdapat keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan subjek.
3
C. Prosedur Pengambilan Data Waktu/Tanggal
Metode
Wawancara dengan waktu
± 30 – 60
menit
dengan
Wawancara langsung
Tujuan
1. Mengetahui permasalahan.
dengan cara 2. Menggali
frekuensi ± 2 s/d 4
semi
potensi-potensi
kali pertemuan.
terstruktur.
psikologis.
Observasi
3. Menegakkan
partisipan.
diagnosis.
Observasi
tgl.
18
Juni 2017 s/d 21
Juni 2017 dengan
4. Melakukan
frekuensi 2 s/d 4
intervensi.
kali pertemuan.
Tempat
1. RSKJ Palembang. 2. Di
rumah
Subjek. 3. Di lingkungan rumah subjek. 4. Di sekolah subjek.
III. Hasil Assesmen
A. Hasil Wawancara 1. Autoanamesis / Interview dengan Subjek Berdasarkan hasil wawancara dengan subek, subjek cenderung menjawab tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan. Subjek sesekali menggaruk kepala dan padangan matanya kosong, seolah-olah ada yang dipikirkannya. Selain itu, subjek juga memainkan kancing bajunya seolah menunjukan dirinya ingin mengakhiri proses konseling. Subjek berfikir agak lama, jadi sering terjadi miss komunikasi terhadap subjek. Sesekali juga subjek menggoyangkan kakinya. 2. Alloanamesis Subjek dibawa oleh ibunya ke RSKJ dengan keluhan tidak dapat konsentrasi sejak usia 6 tahun. Menurut ibunya pada saat usia 14 tahun ini subjek tidak bisa berkonsentrasi dalam belajar. Saat ini subjek masih duduk di bangku kelas 1 SMLB. Subjek sudah beberapa kali tidak naik kelas, menurut ibu subjek hal itu karena subjek tidak bisa konsentrasi dan sangat susah bila disuruh untuk belajar. Ketika orang tua subjek sudah mempersiapkan buku subjek untuk belajar mengerjakan PR yang diberikan oleh guru, pasien hanya bertahan paling lama 2 menit untuk menghadap
4
buku tersebut. Setelah itu, subek berlari keluar rumah untuk bermain bersama dengan teman-temannya. Ibu subjek khawatir karena teman-teman subjek bermain adalah anakanak nakal yang suka merokok, dan bolos sekolah. Menurut keterangan ibu subjek, subjek mulai merokok sejak dua tahun yang lalu. Subjek selalu bersembunyi ketika merokok, karena subjek takut dimarahi oleh kedua orang tuanya. Subjek pertama kali merokok karena diajak oleh teman-teman sepermainannya. Teman-teman subjek yang biasa bermain dengan subjek di sekitar rumah bukan merupakan teman subjek ketika di sekolah. Subjek memiliki banyak teman. Subjek suka lomba balap sepeda motor dengan teman-temannya. Menurut ayah subjek, subjek belajar mengendarai sepeda motor sendiri. Karena suka ngebut-ngebut di jalan, subjek dilarang membawa sepeda motor oleh ayahnya, tetapi subjek suka secara diam-diam mengendarai sepeda motor milik temannya. Menurut ibu subjek, subjek bisa masak mie instan dan masak air untuk dimakan sendiri. Subjek dapat mengerjakan pekerjaan rumah seperti membereskan tempat tidurnya dan melipat selimutnya sendiri. Subjek dapat melakukan makan, minum dan mandi secara mandiri. Tetapi ketika ibu subjek meminta tolong untuk melakukan sesuatu, maka subjek selalu pergi untuk bermain dan tidak mau mengerjakan perintah yang diberikan ibu subjek.
B. Hasil Observasi 1. Observasi penampilan secara fisik saat wawancara Subjek merupakan laki-laki berusia 15 tahun 5 bulan, yang mempunyai fisik dengan tinggi yang ideal dan berkulit putih, memiliki rambut lurus tertata rapi. Penampilan bersih dan cukup rapi dengan menggunakan kemeja kaos lengan pendek., dan postur tubuh subjek tegap. Subjek menjawab pertanyaan dengan jawaban yang tidak sesuai saat dilakukan sesi wawancara. Sesekali subjek menggaruk kepala dan pandangan matanya kosong, subjek juga sesekali memainkan kancing bajunya. Subjek memiliki kecenderungan mengalami gangguan retardasi mental ringan. Hal ini terlihat pada perilaku yang ditimbulkan oleh subjek, yaitu menjawab pertanyaan tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan.
5
2. Observasi di rumah subjek Saat observasi, subjek berada di kamarnya. Subjek sedang asyik bermain sendiri, kemudian ibu subjek memanggil subjek untuk keluar dari kamarnya. Akan tetapi, subjek malah mengabaikan ucapan ibunya, dan subjek berlari keluar rumah. Subjek selalu menghabiskan waktunya diluar rumah. Terlihat beberapa buku sekolah subjek yang terletak diatas meja belajar
dikamarnya
sedikit
berantakan.
Subjek
selalu
mengabaikan
sekolahnya dan mendahulukan teman bermainnya. Subjek lebih sering bermain keluar rumah dengan temannya, subjek pun melakukan hal yang cukup tidak positif saat berada diluar rumah, subjek merokok dan melakukan balap motor bersama dengan teman-temannya. 3. Observasi di lingkungan rumah subjek Berdasarkan hasil observasi, diketahui subjek memiliki kebiasaan kurang diam. Setiap pulang dari sekolah, subjek tidak langsung pulang kerumah tetapi bermain bersama teman-temannya. Subjek sering terlihat sedang merokok bersama – sama temannya. Ketika diluar rumah subjek dapat mandiri, terlihat subjek dapat melakukan tugas tanpa meminta bantuan ketika sedang terdesak.
IV. Diagnosis
A. Status Psikiatrik Berdasarkan hasil dari observasi dan wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa subjek menderita retardasi mental ringan. Hal ini dapat diketahui dari subjek yang dapat bersosialisasi dengan baik dilingkungannya, tetapi subjek memiliki kelemahan dalam segi intelektual. Kelemahannya itu seperti saat wawancara dilakukan dengan subjek, dan subjek kurang memahami serta seolah-olah meminta untuk diterjemahkan oleh ibunya tentang pertanyaan yang diberikan kepadanya.
B. Simptom 1. Subjek mempunyai fungsi intelektual yang lemah dengan IQ 63. 2. Subjek kurang responsive dalam menjawab pertanyaan dari terapis. 3. Subjek susah untuk diarahkan belajar oleh orang tuanya. 4. Subjek tidak mau mendengarkan perintah dari orang tuanya.
6
5. Subjek saat pulang sekolah tidak langsung pulang ke rumah, akan tetapi pergi bermain bersama dengan teman dilingkungan rumahnya. 6. Subjek dapat melakukan aktivitas sosial, seperti bergaul dengan orang lain akan tetapi dengan orang yang lebih muda darinya. 7. Subjek mampu mengerjakan pekerjaan rumah tangga secara mandiri, walaupun tingkat perkembangannya sedikit lambat daripada normal.
C. Diagnosis Banding F80 Gangguan Khas Berbicara dan Berbahasa
D. Diagnosis Multiaksial Aksis I : Tidak ada diagnosis. Aksis I I : F70 Retardasi Mental Ringan. Aksis I I I : Tidak ada diagnosis. Aksis I V : a. Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial,
b. Masalah pendidikan, c. Masalah psikososial dan lingkungan lain. Aksis V : GAF Scale 60-51: gejala sedang (moderate), disabil itas sedang.
V.
Prognosis
Penyebab dari retardasi mental belum pasti secara jelas. Sebagian besar spesialis percaya bahwa gangguan retardasi mental ini berasal dari gabungan sejumlah faktor, yaitu faktor psikologis dan lingkungan. Secara psikologis hanya memikirkan hal-hal yang menyenangkan dirinya yaitu bermain dengan temantemannya, dari lingkungan banyak dorongan negatif untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tanggungjawab sekolah subjek. Prognosis atau harapan kedepan baik dengan cara memberikan intervensi yang tepat. Dengan faktor pendukung sebagai berikut: 1. Subjek masih sangat muda dengan usia 15 tahun 5 bulan. 2. Subjek memiliki kemampuan yang cukup baik dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. 3. Subjek masih mau bersekolah, walaupun subjek sering bolos dan tidak mendengarkan arahan dari gurunya.
7
4. Sikap subjek yang mengabaikan perintah orang tuanya saat dirumah dan perintah gurunya saat disekolah, namun subjek tidak pernah menyakiti orang lain. 5. Subjek terpengaruh oleh teman-temannya utuk bertingkah – laku negatif dengan cara merokok, padahal subjek masih sangat muda. 6. Subjek mampu mengurus dirinya sendiri saat diluar rumah atau ketika subjek sedang terdesak. 7. Adanya keterbukaan kedua orang tua subjek dan keluarga terhadap terapis, serta kepedulian mengenai kondisi subjek saat ini. Orang tua subjek berharap subjek bisa mengalami perubahan dan perkembangan mental kearah yang lebih baik dimasa depan. Dan juga orang tua subjek berharap bahwa nantinya subjek dapat mengurus dirinya sendiri atau hidup mandiri ketika mereka sudah tidak bersama dengan subjek lagi.
8
Pembahasan
A. Definisi Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu
keadaan
dengan
intelegensia
yang
kurang
(subnormal)
sejak
masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berperilaku adaptif (Salmiah, 2010). Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap,
yang
terutama
ditandai
oleh
hendaya
keterampilan
selama
masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial (Maslim, 2003). Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan konseptual, sosial dan praktis. Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama dengan definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ (Intelegence Quotion) 70 (Elvira, 2010).
B. Etiologi 1. Kelainan Kromosom a. Sindrom Down Menurut Kaplan dan Sadock, sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah cirri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien
9
berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam. b. Karakteristik Sindroma Down 1. Sindrom Fragile X Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X.1 Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari ringan sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif
dengan
kelainan
dalam
mengkombinasikan
kata-kata
membentuk frasa dan kalimat (Kaplan, 2010). 2. Sindrom Prader-Willi Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya terjadi secara sporadic. Prevalensinya kurang dari 1 dalam 10000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi mental, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak – anak dengan sindrom ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang menyimpang (Kaplan, 2010). 3. Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome) Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian dari kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan banyak
stigmata
yang
seringkali
disertai
dengan
penyimpangan
kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing
10
yang khas (disebabkan oleh kelainan laring) yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan menghilang dengan bertambahnya usia (Kaplan, 2010). 2. Kelainan kromosom lain Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan Sindrom Down (Kaplan, 2010).
C. Faktor Genetik Lain Phenylketonuria (PKU) merupakan gangguan yang menghambat metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila pola makan amat dikontrol (Salmiah, 2010). PKU ditransmisikan dengan trait Mendel autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup. Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut (Kaplan, 2010).
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang
berat, tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal. Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit ditangani. Mereka seringkali memiliki temper tantrum dan seringkali menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistic atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordiansi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perceptual (Kaplan, 2010).
D. Faktor Prenatal Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang
11
digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental (Salmiah, 2010). Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan intracranial (Kaplan, 2010).
E. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak Menurut Kaplan dan Sadock, kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif,
kadang-kadang
sulit
untuk
memastikan
gambaran
kemajuan
perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain : - Infeksi: Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis dan meningitis. - Trauma kepala: Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala. - Masalah lain:
12
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak.
F. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anak-anak. TIdak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut (Salmiah, 2010). Anak-anak dalam keluarga yang miskin dan kekurangan secara sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan secara potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja sering disertai dengan penyulit obstetric, prematuritas, dan berat badan lahir rendah. Perawatan medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti timbale dan trauma fisik adalah serig terjadi. Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering terjadi. Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang sesuai bagi anakanaknya. Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental parental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan dan stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan gangguan mood dan skizofrenia diketahui berada dalam resiko mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang berhubungan. Penelitian terakhrir menunjukkan tingginya prevalensi gangguan keterampialan motorik dan gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak selalu disertai retardasi mental (Kaplan, 2010).
13
VI. Rancangan Intervensi
Intervensi dilakukan dalam bentuk: 1. Tujuan jangka pendek Terapi Perilaku : Terapi perilaku telah digunakan untuk membentuk dan meningkatkan
perilaku
sosial.
Terapi
perilaku
juga
berfungsi
untuk
mengendalikan serta menekan perilaku agresif dan destruksi subjek. Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan, serta memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan. 2. Tujuan jangka panjang a. Terapi Wicara atau Bicara : b. Terapi Sensorik : c. Pendidikan Keluarga : Tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil memperhatikan harapan yang realistic untuk subjek.
14
VII. Kesimpulan
Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan, terlihat bahwa subjek memiliki kesulitan dalam mengartikan ucapan lawan bicaranya. Subjek lebih sering menjawab pertanyaan dengan jawaban yang tidak sesuai. Subjek pun memiliki kebiasaan buruk, yaitu mengabaikan ucapan ataupun perintah dari guru dan orang tuanya. Kebiasaan buruk subjek yang lain adalah bermain dengan teman-temannya yang nakal dan ikut-ikutan merokok serta balapan. Subjek mengalami retardasi mental ringan, yang ditandai dengan: 1. Tidak naik kelas sebanyak 3 kali. 2. Tidak melakukan perintah yang diberikan orang t ua ataupun gurunya disekolah. 3. Sulit berkomunikasi dengan orang lain yang belum terbiasa dengan dirinya atau baru kenal. 4. Cara merespon pertanyaan dari orang lain tidak ses uai dengan yang ditanyakan. 5. Tidak memperhatikan dan membutuhkan waktu lama untuk memahami yang dikatakan oleh lawan bicaranya.
15
Daftar Pustaka
Elvira SD, Hadisukanto G., Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA., Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Jakarta: Binarupa Aksara, 2010. Maslim Rusdi, F70-F79 Retardasi Mental: Buku Saku PPDGJ-III, Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, 2003. Salmiah S., Retardasi Mental , Departemen Kedokteran Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010.
16