1. Retardasi Mental Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah ratarata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif. Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III) adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.
Etiologi a. Kelainan Kromosom i. Sindrom Down Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta anomali fisik yang beragam. Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah cirri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar pasien berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relative mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal
dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam.
Karakteristik Sindroma Down
ii. Sindrom Fragile X Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan dan disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000 kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari ringan sampai berat. Ciri
perilakunya
adalah
tingginya
angka
gangguan
defisit
atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasive seperti gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan perseveratif dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan kalimat.
iii. Sindrom Prader-Willi Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya terjadi secara sporadik. Prevalensinya kurang dari 1 dalam 10000. Orang dengan sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan sering kali obesitas, retardasi mental, hipogonadisme,
perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki yang kecil. Anak –anak dengan sindrom ini seringkali memiliki perilaku oposisional yang menyimpang.
Karakteristik Sindrom Prader-Willi
iv. Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome) Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian dari kromosom 5. Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan banyak
stigmata
yang
seringkali
disertai
dengan
penyimpangan
kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya rendah, fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang khas (disebabkan oleh kelainan laring) yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah dan menghilang dengan bertambahnya usia.
b. Kelainan kromosom lain Sindrom penyimpangan autosomal lain yang disertai dengan retardasi mental adalah jauh lebih jarang terjadi dibandingkan Sindrom Down.
c. Faktor Genetik Lain Phenylketonuria
(PKU)
merupakan
gangguan
yang
menghambat
metabolisme asam phenylpyruvic, menyebabkan retardasi mental kecuali bila pola makan amat dikontrol. PKU ditransmisikan dengan trait Mendel autosomal resesif yang sederhana dan terjadi pada kira-kira yang di institusi adalah kira-kira 1 persen dalam setiap 10.000 sampai 15.000 kelahiran hidup. Bagi orang tua yang telah memiliki anak dengan PKU, kemungkinan memiliki anak lain dengan PKU adalah satu dalam setiap empat sampai lima kehamilan selanjutnya. Defek metabolisme dasar pada PKU adalah ketidakmampuan untuk mengubah fenilalanin, suatu asam amino esensial, menjadi paratirosin karena tidak adanya atau tidak aktifnya enzim fenilalanin hidroksilase, yang mengkatalisis perubahan tersebut. Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi yang berat, tetapi beberapa dilaporkan memiliki kecerdasan yang ambang atau normal. Walaupun gambaran klinis bervariasi, anak PKU tipikal adalah hiperaktif dan menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak dapat diramalkan, yang menyebabkan sulit ditangani.
Mereka
seringkali
memiliki
temper
tantrum
dan
seringkali
menunjukkan gerakan aneh pada tubuhnya dan anggota gerak atas dan manerisme memutir tangan, dan perilaku mereka kadang-kadang meyerupai anak autistik atau skizofrenik. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya sangat terganggu atau tidak ditemukan. Koordinasi anak adalah buruk, dan mereka memiliki banyak kesulitan perseptual.
d. Faktor Prenatal Beberapa
kasus
retardasi
mental
disebabkan
oleh
infeksi
dan
penyalahgunaan obat selama ibu mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab retardasi mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat berpotensi menyebabkan retardasi mental.
e. Faktor Perinatal Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah berada dalam risiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan intrakranial.
f. Gangguan Didapat Pada Masa Anak-anak Kadang-kadang status perkembangan seorang anak dapat berubah secara dramatik akibat penyakit atau trauma fisik tertentu. Secara retrospektif, kadangkadang sulit untuk memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain : Infeksi. Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis dan meningitis.
Trauma kepala Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak cedera kepala yang disebabkan
oleh
kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala. Masalah lain Cedera otak dari henti jantung selama anestesia jarang terjadi. Satu penyebab cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris tenggelam. Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor intrakranial dengan berbagai jenis dan asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak.
g. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural Suatu bentuk retardasi mental dipengaruhi oleh lingkungan dengan sosioekonomi rendah. Faktor-faktor psikososial, seperti lingkungan rumah atau sosial yang miskin, yaitu yang memberi stimulasi intelektual, penelantaran atau kekerasan dari orang tua, dapat menjadi penyebab atau memberi kontribusi dalam perkembangan retardasi mental pada anak-anak. Tidak ada penyebab biologis yang telah dikenali pada kasus tersebut. Anak-anak dalam keluarga yang miskin dan kekurangan secara sosiokultural adalah sasaran dari kondisi merugikan perkembangan dan secara potensial patogenik. Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk. Kehamilan remaja sering disertai dengan penyulit obstetrik, prematuritas, dan berat badan lahir rendah. Perawatan medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi, pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti timbal dan trauma fisik adalah sering terjadi. Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi tidak adekuat sering terjadi. Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut sering berpendidikan rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang sesuai bagi anak-anaknya.
Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental parental yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan dan stimulasi anak dan aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian menempatkan anak pada resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan gangguan mood dan skizofrenia diketahui berada dalam risiko mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang berhubungan. Penelitian terakhir menunjukkan tingginya prevalensi gangguan keterampilan motorik dan gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak selalu disertai retardasi mental.
Diagnosis Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan karakteristik yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan khusus yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua ketrampilan ini akan berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada ketimpangan (discrepancy) yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan kriteria diagnostik dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan. Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang budayanya), dan hasil tes psikometrik. Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang meningkatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari – hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu kategori diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu hendaya atau ketrampilan khusus.
Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas budaya. Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut : 1. Fungsi intelektual dibawah rata – rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara individual. 2.
Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumah-tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan keamanan
3.
Awitan terjadi sebelum usia 18 tahun
Kode diagnostik dan derajat RM menurut DSM IV – TR adalah sebagai berikut : 317
Retardasi mental ringan, IQ 50 – 55 sampai 70
318
Retardasi mental sedang, IQ 35 – 40 sampai 50 – 55
318.1 Retardasi mental berat, IQ 20 – 25 sampai 35 – 40 318.2 Retardasi mental sangat berat, IQ dibawah 20 atau 25 Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan :
IQ = MA/CA x 100% MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir
Diagnosis retardasi mental dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual yang baku, dan pengukuran fungsi adaptif menyatakan bahwa perilaku anak sekarang adalah secara bermakna di bawah tingkat yang diharapakan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat psikiatrik adalah berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan fungsi anak, dan
pemeriksaan stigma fisik, kelainan neurologis, dan tes laboratorium dapat digunakan untuk memastikan penyebab dan prognosis.
h. Riwayat Penyakit Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran. Terdapat riwayat keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan herediter. Juga dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi intelektual pasien.
i. Wawancara Psikiatrik Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal pasien, termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah. Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang, dan mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai pewawancara. Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu penjelasan yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang sesuai dengan usia dan pengertian pasien. Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis adanya distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa. Pemakaian bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman penting untuk dicatat. Sifat dan maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri sendiri menggunakan penghindaran, represi, penyangkalan, introyeksi, dan isolasi) harus diamati. Potensi sublimasi, toleransi frustasi, dan
pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati, keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang tidak diketahui. Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus mengungkapkan bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam hal kegagalan atau regresi, juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang memungkinkan perencanaan logis dari penatalaksanaan dan pendekatan pengobatan.
j. Pemeriksaan Fisik Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh, konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa stigmata retardasi mental yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali.
k. Pemeriksaan Neurologis Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran empat kali lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat berupa gangguan pendengaran dan gangguan visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian kortikal sampai deficit pendengaran yang
ringan. Gangguan visual dapat terentang dari kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh. Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot (spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan involunter (koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan koordinasi yang buruk.
l. Tes Laboratorium Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan kariotipe dalam laboratorium genetik diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom. Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotik diambil dari ruang amnion secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down. Amniosintesis dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35 tahun. Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah teknik skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam atau hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dalam trimester pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5 persen.
m. Pemeriksaan Psikologis Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk menilai kemampuan perseptual, motorik, linguistik, dan kognititf. Informasi tentang faktor motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting.
Klasifikasi
Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi : F70 Retardasi Mental Ringan Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 – 69 menunjukkan retardasi mental ringan. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa, tapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara untuk keperluan sehari – hari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal. Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis. Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita. Keadaan lain yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis tersendiri. F71 Retardasi Mental Sedang IQ biasanya berada dalam rentang 35 – 49. Umumnya ada profil kesenjangan dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuo-spasial daripada tugas – tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana.
Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka. Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang retardasi mental sedang. Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas neurologik dan fisik juga lazim ditemukan meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan. Kadang – kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis tersendiri. F72 Retardasi Mental Berat IQ biasanya berada dalam rentang 20 – 34. Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal : -
Gambaran klinis
-
Terdapatnya etiologi organik
-
Kondisi yang menyertainya
-
Tingkat prestasi yang rendah
-
Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat.
F73 Retardasi Mental Sangat Berat IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. Keterampilan visuospasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan
mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat, penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga. Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus. Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical autism) terutam pada penderita yang dapat bergerak. F78 Retardasi Mental Lainnya Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu. F79 Retardasi Mental YTT Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.
Penatalaksanaan
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan berbagai faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
A. Pencegahan Primer Pencegahan
primer
merupakan
tindakan
yang
dilakukan
untuk
menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk : Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum tentang retardasi mental.
Usaha terus-menerus dari profesional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat. Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal. Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat. Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetik yang berhubungan dengan retardasi mental. Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah, pelayanan medis prenatal dan perinatal yang sesuai dan berbagai program pelengkap dan bantuan pelayanan sosial dapat menolong menekan komplikasi medis dan psikososial.
B. Pencegahan Sekunder dan Tersier Jika suatu gangguan yang disertai dengan retardasi mental telah dikenali, gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk menekan sekuele atau kecacatan yang terjadi setelahnya (pencegahan tersier). Gangguan metabolik dan endokrin
herediter, seperti
PKU dan
hipotiroidisme, dapat diobati dalam stadium awal dengan kontrol diet atau dengan terapi penggantian hormon. Anak retardasi mental seringkali memiliki kesulitan emosional dan perilaku yang memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan kognitif dan sosial yang terbatas yang dimiliki anak tersebut memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi berdasarkan tingkat kecerdasan anak.
a. Pendidikan untuk anak Lingkungan pendidikan untuk anak-anak dengan retardasi mental harus termasuk program
yang lengkap
yang menjawab latihan
keterampilan adaptif, latihan keterampilan sosial, dan latihan kejujuran. Perhatian khusus harus dipusatkan pada komunikasi dan usaha untuk
meningkatkan kualitas hidup. Terapi kelompok seringkali merupakan format yang berhasil dimana anak-anak dengan retardasi mental dapat belajar dan mempraktekkan situasi hidup nyata dan mendapatkan umpan balik yang mendukung.
b. Terapi perilaku, kognitif, dan psikodinamika Kesulitan dalam beradaptasi di antara orang retardasi mental adalah luas dan sangat bervariasi sehingga sejumlah intervensi sendiri atau dalam kombinasi mungkin berguna. Terapi perilaku telah digunakan selama bertahun-tahun untuk membentuk dan meningkatkan perilaku sosial dan untuk mengendalikan dan menekan perilaku agresif dan destruksi pasien. Dorongan positif untuk perilaku yang diharapkan dan memulai hukuman (seperti mencabut hak istimewa) untuk perilaku yang tidak diinginkan telah banyak menolong. Terapi kognitif seperti menghilangkan keyakinan palsu dan latihan relaksasi dengan instruksi dari diri sendiri, juga telah dianjurkan untuk pasien retardasi mental yang mampu mengikuti instruksi pasien. Terapi psikodinamika telah digunakan pada pasien retardasi mental dan keluarganya untuk menurunkan konflik tentang harapan yang menyebabkan kecemasan, kekerasan, dan depresi yang menetap.
c. Pendidikan keluarga Satu bidang yang penting dalam pendidikan keluarga dari pasien dengan retardasi mental adalah tentang cara meningkatkan kompetensi dan harga diri sambil mempertahankan harapan yang realistik untuk pasien. Keluarga
seringkali
merasa sulit
untuk
menyeimbangkan antara
mendorong kemandirian dan memberikan lingkungan yang mengasuh dan suportif bagi anak retardasi mental, yang kemungkinan mengalami suatu tingkat penolakan dan kegagalan di luar konteks keluarga. Orang tua mungkin mendapatkan manfaat dari konseling yang terus-menerus atau terapi keluarga. Orang tua harus diberikan kesempatan
untuk mengekspresikan perasaan bersalah, putus asa, kesedihan, penyangkalan yang terus-menerus timbul, dan kemarahan tentang gangguan dan masa depan anak. Dokter psikiatrik harus siap untuk memberikan semua informasi medis dasar dan terakhir tentang penyebab, terapi, dan bidang lain yang berhubungan (seperti latihan khusus dan perbaikan defek sensorik).
d. Intervensi farmakologis Pendekatan farmakologis dalam terapi gangguan mental komorbid pada pasien retardasi mental adalah banyak kesamaannya seperti untuk pasien yang tidak mengalami retardasi mental. Semakin banyak data yang mendukung pemakaian berbagai medikasi untuk pasien dengan gangguan mental yang tidak retardasi mental. Beberapa penelitian telah memusatkan perhatian pada pemakaian medikasi untuk sindrom perilaku berikut ini yang sering terjadi di antara retardasi mental: Agresi dan perilaku melukai diri sendiri o Beberapa bukti dari penelitian telah menyatakan bahwa lithium (Eskalith) berguna dalam menurunkan agresi dan perilaku melukai diri sendiri. o Antagonis narkotik seperti naltrexone (Trexan) telah dilaporkan menurunkan perilaku melukai diri sendiri pada pasien retardasi mental yang juga memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantil. Satu hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme kerja terapi naltrexone adalah bahwa obat mempengaruhi pelepasan opioid endogen yang dianggap berhubungan dengan melukai diri sendiri. o Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi yang juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
Gerakan motorik stereotipik Medikasi
antipsikotik,
seperti
haloperidol
(Haldol)
dan
chlorpromazine (Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku adaptif. Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi mental menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan pemakaian kontinu medikasi antipsikotik. Perilaku kemarahan eksplosif Penghambat-β, seperti propranolol dan buspirone (BuSpar), telah dilaporkan menyebabkan penurunan kemarahan ekspolasif di antara pasien dengan retardasi mental dan gangguan autistik. Penelitian sistematik diperlukan sebelum obat dapat ditetapkan sebagai manjur. Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas Penelitian terapi methylphenidate pada pasien retardasi mental ringan dengan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas telah menunjukkan
perbaikan
bermakna
dalam
kemampuan
mempertahankan perhatian dan menyelesaikan tugas. Penelitian terapi metylphenidate tidak menunjukkan bukti adanya perbaikan jangka panjang dalam keterampilan sosial atau belajar.