RETARDASI MENTAL
DEFINISI
Menurut WHO, retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Retardasi mental menurut The Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) (IDEA) adalah fungsi intelektual di bawah rata-rata yang muncul bersamaan dengan defisit perilaku adaptif dan bermanifestasi dalam periode perkembangan serta berakibat buruk terhadap kemampuan (1)
belajar.
The American Association on Intellectual and Developmental Disabilities (AAIDD,2002) Disabilities (AAIDD,2002) mendefinisikan retardasi mental sebagai keterbatasan dalam fungsi intelektual dan perilaku (2)
adaptif.
Menurut Association American of Mental Retardation (AAMR), retardasi mental mengacu pada fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata, didefinisikan sebagai nilai Intelegence Quotient (IQ) (IQ) <70-75, terdapat bersamaan dengan keterbatasan yang berkaitan dengan dua atau lebih area keterampilan adaptif yang dapat diterapkan: komunikasi, merawat diri, keterampilan sosial, kemampuan bermasyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan (3)
keamanan, akademik fungsional, istirahat, dan bekerja. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan statistik (menurut American Psychiatric Association) Association) 2,5 % dari populasi menderita retardasi mental dan 85% diantaranya merupakan retardasi mental ringan. Di Amerika serikat tahun 2001-2002 lebih kurang 592.000 atau 1,2 % anak usia sekolah mendapat pelayanan (1)
retardasi mental.
Prevalensi retardasi mental ringan paling tinggi diantara anak-anak dari keluarga miskin, sementara individu yang mengalami kecacatan yang lebih berat diwakilkan secara sama pada semua kelompok masyarakat. Kira-kira 5% populasi mengalami retardasi mental berat atau sangat berat. Anak-anak dengan retardasi mental dapat didiagnosis juga dengan gangguan lain seperti autisme dan cerebral palsy. palsy. Secara keseluruhan, prevalensi retardasi mental dapat terjadi
1
lebih tinggi pada laki-laki di banding perempuan yaitu 2:1 pada retardasi mental ringan dan 1,5 : (1)
1 pada retardasi mental berat. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang potensial sebagai penyebab retardasi mental: 1. Non organik
Kemiskinan dan keluarga yang tidak harmonis
Faktor sosiokultural
Interaksi anak denga pengasuh yang tidak baik
Penelantaran anak
2. Organik
Faktor pra konsepsi -
Abnormalitas single gen (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neurokutaneus, dll)
Faktor pranatal -
-
Kelainan kromosom (x-linked, translokasi, fragile-x)
Gangguan pertumbuhan otak trimester I
Kelainan kromososm (trisomi, mozaik, dll)
Infeksi intrauterin, TIRCH, HIV
Zat-zat teratogen (alkohol, radiasi)
Disfungsi plasenta
Kelainan kongenital dari otak (idiopatik)
Gangguan pertumbuhan otak trimester II dan III
Infeksi intrauterin
Zat-zat teratogen (alkohol, kokain, logam berat)
Ibu : diabetes melitus, fenilketonuria (PKU)
Toksemia gravidarum
Disfungsi plasenta
Ibu malnutrisi
Faktor perinatal -
Sangat prematur 2
-
Asfiksia neonatorum
-
Trauma lahir: perdarahan intrakranial
-
Meningitis
-
Kelainan metabolik: hipoglikemia, hiperbilirubinemia
Faktor postnatal -
Trauma berat pada kepala atau susunan saraf pusat
-
Neurotoksin
-
CVA (Cerebrovascular Accident)
-
Anoksia, misalnya teggelam
-
Metabolik
-
Gizi buruk
Kelainan hormonal, misalnya hipotiroid
Aminoasiduria, misalnya PKU
Kelainan metabolisme karbohidrat, galaktosemia, dll
Polisakaridosis, misalnya sindrom hurler
Serebral lipidosis (Tay Sachs), dengan hepatomegali
Infeksi
Meningitis, ensefalitis
Subakut, sklerosing panensefalitis
PATOFISIOLOGI
Awal pembentukan susunan saraf pusat atau otak dimulai setelah kehamilan 8 minggu. Pertumbuhan dan perkembangan otak dimulai dengan pembentukan lempeng saraf (neural plate) pada masa embrio, yakni sekitar hari ke-16. Kemudian menggulung membentuk tabung saraf (neural tube) pada hari ke-22.Pada minggu ke-5 mulailah terlihat cikal bakal otak besar di ujung tabung saraf. Selajutnya terbentuklah batang otak, serebelum (otak kecil), dan bagian-bagian lainnya. Perkembangan otak sangat kompleks dan memerlukan beberapa seri proses perkembangan, yang terjadi atas penambahan (poliferasi) sel, perpindahan (migrasi sel), perubahan (diferensiasi) sel, pembentukan jalinan saraf satu dengan yang lainnya (sinaps), dan (4)
pembentukan selubung saraf (mielinasi).
3
Sel saraf (neuron) pada permulaan bentuknya masih sederhana, mengalami pembelahan menjadi banyak, dan proses ini disebut proliferasi. Proses proliferasi ini berlangsung selama kehamilan 4-24 minggu, dan selesai pada waktu bayi lahir. Setelah proses proliferasi, sel saraf akan migrasi ke tempat yang semestinya. Proses migrasi berlangsung sejak kehamilan kira-kira 16 minggu sampai akhir bulan ke-6 masa gestasi. Proses migrasi ini terjadi secara bergelombang, yaitu sel saraf yang bermigrasi awal akan menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan dalam dan yang bermigrasi kemudian menempati lapisan luar (4)
korteks serebri.
Pada akhir bulan ke-6, lempeng korteks ini sudah memiliki komponen sel neuron yang lengkap dan sudah tampak adanya diferensiasi menjadi 6 lapis seperti orang dewasa. Di tempat yang semestinya, sel saraf mengalami proses diferensiasi (perubahan bentuk, komposisi, dan fungsi). Sel saraf berubah menjadi sel neuron dengan cabang-cabangnya dan terbentuk pula sel (4)
penunjang (sel Glia). Fungsi sel inilah yang mengatur kehidupan kita sehari-hari.
Setelah lahir hanya terjadi pematangan fungsi sel saraf, tetapi selubung saraf atau myelin yang disebut mielinisasi masih berkembang. Tetapi, setelah lahir terjadi penambahan volume dan berat otak, bayi tampak lebih pintar. Hal ini karena adanya pertumbuhan serabut saraf, adanya peningkatan jumlah sel glia yang luar biasa dan proses mieliniasi akibat proses stimulasi yang (4)
didapat saat lahir.
Proses perkembangan otak ini memegang peranan penting dalam perkembangan mental anak, hanya saja keterbatasan pengetahuan tentang neuropatologi terhadap hal yang menyebabkan kemunduran intelektual, sebagaimana telah dibuktikan dengan adanya 10-20% otak manusia dengan retardasi mental berat, tetapi terlihat normal secara kesuluruhan. Sebagian besar otak manusia menunjukkan perubahan yang ringan dan non-spesifik yang tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan derajat kemunduran intelektual. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik retardasi mental menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR)
(1,4)
4
1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya. Fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau IQ. Dapat dihitung dengan : IQ = MA/CA x 100%
MA = Mental Age, umur mental yang didapat dari hasil tes CA = Chronological Age, umur yang didapat berdasarkan perhitungan tanggal lahir Derajat retardasi mental berdasarkan DSM IV : Derajat retardasi mental
IQ
Ringan (mild)
50 – 69
Sedang (moderate)
35 - 49
Berat (severe)
20 – 34
Sangat berat(profound)
<20
2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit 2, misalnya komunikasi, perawatan diri, kemampuan melakukan tugas-tugas rumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan dan keamanan. 3. Onsetnya sebelum berusia 18 tahun. Pemeriksaan yang paling sering dilakukan pada anak dengan retardasi mental antara lain neuroimaging, tes metabolik, genetik, kromosom darah, dan elektro ensefalografi (EEG). Tes-tes tersebut sebaiknya tidak digunakan untuk anak dengan keterbelakangan intelektual. Jenis tes yang dilakukan sebaiknya didasarkan pada riwayat keluarga/kesehatan, pemeriksaan fisik, (1)
pemeriksaan oleh bidang keilmuan yang lain, dan keinginan keluarga.
Diagnosis retardasi mental membutuhkan pula tes intelijensia individual dan tes kemampuan fungsi adaptif. The Bayley Scales of Infant Development (BSID-II) merupakan skala penilaian intelejensi yang paling umum dipakai, skala ini menilai kemampuan bahasa, 5
kemampuan pemecahan masalah, perilaku, kemampuam motorik halus, dan kemampuan motorik kasar pada anak usia 1 bulan – 3 tahun, dari skala tersebut akan diperoleh hasil berupa mental developmental index (MDI) dan skor psikomotor developmental index (PDI, sebuah pengukuran (1,5)
kompetensi motorik).
Tes ini dapat membedakan anak dengan retardasi mental berat dan anak
normal, namun tes ini tidak terlalu bermanfaat untuk membedakan anak normal dengan anak yang mengalami retardasi mental ringan. Tes psikologis yang paling umum digunakan untuk anak > 3 tahun adalah Wechsler scales. The Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence-revised (WPPSI-III) digunakan untuk anak usia mental 2,5 – 7,3 tahun. The th
Wechlser Intelligence Scale for Children-4 edition (WISC-IV) digunakan untuk anak dengan usia mental diatas 6 tahun. Tes perilaku adaptif yang paling umum digunakan adalah Vineland Adaptive Behavior Scale yang melibatkan wawancara dengan orangtua atau guru dan menilai perilaku adaptif dalam 4 domain utama: komunikasi, keterampilan hidup sehari-hari, sosialisasi dan kemampuan motorik. Bisanya terdapat hubungan antara skor intelijensia dan skor adaptif. Kemampuan adaptif dasar (makan, berpakaian, hygiene) lebih mudah diperbaiki dibandingkan dengan skor (1)
IQ.
PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip berikut dapat membantu dalam membimbing dan mengarahkan pengembangan pelayanan yang sesuai :
Normalisasi . Konsep ini berasal dari negara-negara Skandinavia. Secara sederhana,
normalisasi berarti memastikan bahwa kondisi lingkungan kehidupan sehari-hari yang didapatkan para penderita retardasi mental tidak berbeda dengan yang didapatkan orang normal lainnya. Hal ini juga berarti menyediakan fasilitas-fasilitas bagi mereka untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki.
Integrasi. Penderita retardasi mental haruslah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
masyarakat; mereka tidak boleh diisolasi ataupun mendapat diskriminasi dalam hal apapun. Pelayanan untuk individu dengan retardasi mental :
6
1. Pelayanan Medis dan Psikologis (klinis) Masalah terkait seperti kejang, gangguan sensorik dan masalah perilaku, dapat diperbaiki atau dikendalikan dengan tatalaksana medis yang tepat. Diharapkan tersedia fasilitas untuk penilaian psikologis dari kekuatan dan kelemahan dalam diri anak yang dapat dijadikan dasar untuk pelatihan-pelatihan di masa depan. Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun kepada orangtua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan retardasi mental tetapi dengan psikoterapi dapat diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan adaptasi sosialnya. Semua anak dengan retardasi mental juga memerlukan perawatan seperti pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi, dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya.
(6)
Konseling orangtua yang memadai pada tahap awal sangatlah penting. Dokter, perawat, psikolog dan pekerja sosial dapat membuat perbedaan besar bagi orang tua dengan cara memberikan penjelasan yang benar mengenai kondisi dan pilihan untuk pengobatan yang tersedia. Konseling juga memberikan dukungan emosional dan bimbingan serta penguatan moral. 2. Deteksi Dini dan Stimulasi Dini Banyak penelitian menunjukkan bahwa mendeteksi retardasi mental pada tahap awal, yaitu pada masa bayi, dan menyediakan lingkungan yang memberikan stimulasi dan penuh kasih sayang dapat
membantu anak-anak ini untuk berkembang lebih baik dan mencegah
banyak komplikasi. Beberapa kondisi medis yang terkait dengan retardasi mental dapat dideteksi saat lahir. Dapat pula dilakukan pengelompokan bayi-bayi yang beresiko menderita retardasi mental. Bayi bayi tersebut merupakan bayi yang lahir prematur atau dengan berat lahir rendah (kurang dari 2 kg), atau yang menderita asfiksia saat lahir, atau mereka yang menderita penyakit yang serius pada periode neonatal. Bayi yang berisiko atau terdeteksi dengan perkembangan yang tertunda harus mendapatkan stimulasi sensori-motor. Ini adalah teknik di mana orang tua mendorong dan mengajarkan bayi mereka untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan sensorik mereka (penglihatan, pendengaran dan sentuhan) dan kemampuan motorik (menggenggam, 7
menggapai, memanipulasi, dan memindahkan). Teknik ini juga meliputi aktif terlibat dengan anak dengan membelai, berbicara, menunjukkan benda-benda terang, bermain untuk membuat anak tertawa, menggelitik, memijat lembut, menempatkan anak dalam posisi dan tempat yang berbeda, menggunakan mainan dan memainkan benda-benda untuk membangkitkan minat anak, membimbing tangan anak untuk melakukan sesuatu dan sebagainya. Stimulasi semacam itu sangat dibutuhkan untuk perkembangan normal.
(6)
3. Pelatihan Self-help, Keterampilan Praktis dan Keterampilan Sosial Tekhnik dengan modifikasi tingkah laku sangat berguna dan efektif dalam penatalaksanaan anak-anak dengan retardaasi mental, termasuk di antaranya :
Reinforcement positif dan pemberian reward : Memperhatikan, memuji anak dan memberikan beberapa hadiah seperti permen atau mainan setiap kali anak menunjukkan perilaku yang diinginkan atau berusaha untuk belajar, dapat meningkatkan motivasi anak untuk belajar.
Modelling : Menunjukkan anak bagaimana cara melakukan sesuatu dan mendorong anak untuk memulai melakukan hal yang sama merupakan metode yang bagus untuk mengajarkan anak.
Ini lebih baik daripada hanya secara lisan mengatakan atau
menginstruksikan anak.
Shaping : yaitu mengajarkan bentuk sederhana dari sebuah aktivitas yang rumit, kemudian secara perlahan menaikkan tingkat kesulitannya.
Chaining: Sebuah kegiatan, seperti berpakaian, dapat dipecah menjadi beberapa langkah kecil yang berurutan. Anak dapat diajarkan keterampilan ini langkah demi langkah. Seringkali, back-chaining atau mengajarkan terlebih dahulu
langkah terakhir dan
kemudian mundur merupakan cara yang lebih efektif.
Physical guidance : Jika anak tidak dapat belajar dengan cara modelling , ia dapat diajarkan dengan cara memegang tangan anak dan menunjukkan mereka bagaimana suatu hal dilakukan. Setelah pengulangan seperti itu, bimbingan secara fisik ini dapat perlahan(6)
lahan ditarik sehingga anak belajar untuk melakukan tugas secara independen.
8
4. Terapi Bicara Bicara dan bahasa adalah fungsi yang sangat penting dan sangat khusus bagi manusia. Bicara dan bahasa memegang peranan penting dalam mengkomunikasikan perasaan dan pikiran seseorang kepada orang lain. Retardasi mental sering disertai dengan keterbatasan yang signifikan dalam perkembangan bicara dan bahasa. Penelitian telah memperlihatkan bahwa aplikasi sistematis teknik terapi wicara, efektif dalam meningkatkan kemampuan bicara dan (6)
bahasa. Terapi bicara dibutuhkan pada anak dengan retardasi mental. 5. Pendidikan
Anak dengan retardasi mental ringan(IQ 50-70), yang disebut golongan mampu didik, mendapatkan pelajaran setaraf sekolah dasar, namun dengan cara dan kecepatan mengajar yang disesuaikan dengan kemampuan mereka. Pengajar haruslah guru khusus terdidik dalam bidang pendidikan mereka. Anak dengan retardasi mental sedang (IQ 35-49) digolongkan ke dalam kelompok mampu latih. Pada mereka lebih banyak diberikan latihan dalam berbagai macam bidang keterampilan seperti menjahit, menyulam, memasak dan membuat kue pada anak wanita, atau pertukangan, perbengkelan, peternakan, dan perkebunan pada anak laki-laki.
6. Pelatihan Kejuruan
Harus diingat bahwa mendapatkan pekerjaan juga akan berdampak baik bagi kesehatan mental, kepuasan diri, dan status social dari para pend erita retardasi mental. PENCEGAHAN
Prevensi primer adalah usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit, yang dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu: (1) Memberikan perlindungan yang spesifik terhadap penyakit penyakit tertentu, misalnya dengan memberikan imunisasi; (2) Meningkatkan kesehatan dengan memberikan gizi yang baik, perumahan yang sehat, mengajarkan cara-cara hidup sehat, dengan maksud meninggikan daya tahan tubuh terhadap penyakit. 9
Prevensi sekunder adalah untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin dan memberikan pengobatan yang tepat sehingga tidak terjadi komplikasi pada susunan saraf pusat. PROGNOSIS
Retardasi mental yang diketahui penyakit dasarnya, biasanya prognosisnya lebih baik. Tetapi pada umumnya sukar untuk menemukan penyakit dasarnya. Anak dengan retardasi mental ringan, dengan kesehatan yang baik, tanpa penyakit kardiorespirasi, pada umumnya umur harapan hidupnya sama dengan orang yang normal. Tetapi sebaliknya pada retardasi mental yang (7)
berat dengan masalah kesehatan dan gizi, sering meninggal pada usia muda.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Shapiro Bruce K, Batshaw Mark L. Mental Retardation (Mental Disability). In: Shreiner th
Jennifer, editor. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p. 191-7. 2. Armatas V. Mental Retardation: Definitions, Etiology, Epidemiology, and Diagnosis. Jurnal of Sport and Health Research 2009; 1 (2): 112-122. 3. Yatchmink Yvette. Keterlambatan Perkembangan: Maturasi Yang Tertinggal Hingga Retardasi Mental. In: Bani PA, Limanjaya D, Anggraini D, Mahanani DA, Hartanto H, th
Mandera LI, et al, editors. Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20 ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 1369. 4. O’Callaghan M. Developmental Disability. In: Roberton DM, South M, editor. Practical Pediatrics. 6th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2006. p. 1 08-14. 5. Santrock John W. Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. 6. Sularyo Titi Sunarwati, Kadim Muzal. Retardasi Mental. Sari Pediatri 2000 Dec; 2 (3): 1707. 7. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 1995.
11