9
RETARDASI MENTAL (F.7)
PENDAHULUAN
Retardasi mental sering juga disebut keterbelakangan mental atau disabilitas intelektual. Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.1 Diperkirakan lebih dari 120 juta orang diseluruh dunia menderita gangguan ini2, sedangkan di Indonesia 1-3% dari jumlah penduduk menderita retardasi mental.3 Keterbatasan yang timbul sebagai akibat dari retardasi mental menjadikan retardasi mental tidak hanya merupakan masalah kedokteran, namun juga merupakan masalah pendidikan dan masalah sosial baik bagi keluarga penderita maupun bagi masyarakat.
Untuk mendiagnosis retardasi mental, perlu anamnesis cermat dengan orang tua mengenai kehamilan, persalinan, dan perkembangan anak, yaitu adaptasi sosial dan intelektual. Fungsi intelektual dapat dinilai melalui tes intelegensi. Uji intelegensia pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Perancis yang bernama Alfred Binet dan Theodore Simon pada tahun 1900. William Stern pada tahun 1912 membuat konsep intelligence quotient (IQ), atau hasil-bagi inteligensi (HI), sebagai suatu perbandingan antara mental age (MA) dan chronological age (CA). Selain uji intelegensi tersebut, masih ada pula uji intelegensi lain, seperti Stanford Binet Intelligence Scale dan Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC-III)2. Adapun pembagian tingkat inteligensi adalah sebagai berikut: sangat superior (>130), superior (110-130), normal (86-109), keadaan bodoh (68-85), debilitas (52-67), imbesilitas (20-51), dan idiosi (<20).3
DEFENISI
Menurut PPDGJ III, retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.1
American Association on Mental Retardation (AAMR) 2002 mendefinisikan retardasi mental adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan konseptual, sosial, dan praktis; keadaan ini terjadi sebelum usia 18 tahun. Ada 5 dimensi biopsikososial dalam defenisi ini, yaitu: kemampuan intelektual; perilaku adaptif; partisipasi, interaksi, dan peran sosial; kesehatan fisik dan mental; konteks (termasuk budaya dan lingkungan).4 Defenisi menurut Diagnostic and Statistical Manual IV – TR (DSM-TR) adalah sama dengan defenisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.5
Ada tiga ciri penting dalam mendefinisikan retardasi mental, yaitu penurunan intelegensi (subnormal), defisit fungsi adaptasi sosial, dan berlangsung selama masa perkembangan1, 3 (sebelum usia 18 tahun).6 Yang dimaksud dengan tingkat intelegensi subnormal apabila IQ 70 atau 2 tingkat dibawah standar deviasi rata-rata. Fungsi adaptif dapat diukur dengan Vineland Adaptive Behaviour Scale, skala ini menilai komunikasi, perawatan diri, sosialisasi, dan kemampuan motorik berdasarkan usia.5 Penilaian fungsi adaptif biasanya berdasarkan laporan dari orang tua atau pengasuh, walaupun dalam beberapa kasus dapat dilakukan wawancara langsung dengan pasien.6
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi retardasi mental diperkirakan sebanyak 1%-3% dari jumlah populasi.5 Prevalensi retardasi mental ringan adalah yang terbanyak, yaitu 85% dari keseluruhan kasus, retardasi mental sedang sebanyak 10% dari keseluruhan kasus, retardasi mental berat 4% dari keseluruhan kasus, dan hanya sekitar 1-2% yang mengalami retardasi mental sangat berat. Anak laki-laki sekitar 1,5 kali lebih sering menderita retardasi mental dibanding anak perempuan. Insiden tertinggi pada anak usia sekolah, dengan usia puncak 10 hingga 14 tahun. Pada orang dewasa prevalensi retardasi mental lebih rendah, penderita retardasi mental sangat berat memiliki angka mortalitas yang tinggi akibat dari komplikasi yang terkait dengan kondisi fisik.5
ETIOLOGI
Penyebab retardasi mental dikelompokkan menjadi retardasi mental primer dan retatdasi mental sekunder. Retardasi mental primer mungkin disebabkan faktor keturunan (retardasi mental genetik) dan faktor yang tidak diketahui. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang diketahui dan faktor-faktor ini memengaruhi otak mungkin pada waktu prenatal, perinatal atau postnatal.3
Adapun keadaan-keadaan yang sering disertai retardasi mental adalah:
Kelainan kromosom, ,misalnya: sindrom Down, cat's cry syndrome, Prader-Willi syndrome, dan fragile X syndrome.3, 5
Infeksi yang menyebabkan kerusakan jaringan otak. Contohnya: infeksi toxoplasma, rubella, sifilis, herpes, cytomegalovirus, dan HIV.3, 5
Intoksikasi, dapat berasal dari obat-obatan, serum, ataupun zat toksik lainnya.3 Contohnya: toksemia gravidarum, ensefalopatia bilirubin (kernikterus), fetal alcohol syndrome, fetal hydantoin syndrome, serta intoksikasi timah hitam dan merkuri.3, 5
Gangguan metabolisme (misalnya metabolisme zat lipida, karbohidrat, dan protein). Contoh gangguan defisiensi enzim yang sering mengakibatkan retardasi mental:3
Lipidosis otak infantile (penyakit Tay-Sach).
Histiositosis lipidum jenis keratin (penyakit Gaucher).
Histiositosis lipidum jenis fostatid (penyakit Niemann-Pick).
Fenilketonuria (tidak ditemukan enzim yang dapat memecahkan fenilallanin sehingga timbul keracunan neuron-neuron).
Rudapaksa dan sebab fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir juga trauma lain, seperti sinar X, bahan kontrasepsi dan usaha abortus dapat mengakibatkan retardasi mental.3 Berbagai komplikasi pada perinatal juga dapat menyebabkan asfiksia neonatum yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan otak.5
Prematuritas. Penelitian membuktikan bahwa bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah memiliki resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelegensi.5
Trauma kepala. Trauma kepala dapat terjadi pada anak yang mengalami kejang, kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau pada anak yang mengalami kekerasan.5
Penyakit otak yang nyata (neoplasma).3
Masalah psikososial dan lingkungan. Retardasi mental ringan dapat timbul sebagai akibat kurangnya nutrisi dan pengasuhan. Ketidakstabilan dalam keluarga, asupan nutrisi yang kurang selama masa kehamilan dan kurangnya rangsangan dapat menghambat perkembangan otak anak.5 Gangguan gizi yang berlangsung lama dan berlangsung sebelum umur 4 tahun juga dapat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental.3
KLASIFIKASI
Retardasi mental ringan (IQ 50-70)
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik. Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen, meskipun tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal.2 Kesulitan biasanya dijumpai dalam hal membaca, menulis, dan berhitung, sehingga biasanya retardasi mental ringan ditemukan saat anak berada di sekolah dasar.7
Retardasi mental sedang (IQ 35-50)
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa,5 serta pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan keterampilan motor juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya.2 Retardasi mental sedang biasanya ditemukan di usia prasekolah.5, 7
Retardasi mental berat (IQ 20-35)
Gambaran klinis dari retardasi mental berat hampir sama dengan retardasi mental sedang, perbedaan utamanya yaitu biasanya pada retardasi mental berat terdapat kerusakan motor yang bermakna atau defisit neurologis.2 Penderita retardasi mental berat mencapai perkembangan dalam kemampuan berkomunikasi selama masa kanak-kanak dan biasanya mampu belajar berhitung serta mengenali huruf.5
Retardasi mental sangat berat (IQ <20)
Sebagian besar penderita retardasi mental berat memiliki penyebab yang jelas untuk kondisinya.5 Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.2
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari retardasi mental dapat bervariasi,utamanya berdasarkan tingkat retardasi mental.6 Pada retardasi mental ringan, gejala biasanya belum nampak hingga anak memasuki usia sekolah dasar, dimana anak mengalami kesulitan dalam menulis, membaca, dan berhitung sehingga hanya mampu bersekolah hingga kelas 4,5, atau 6.5 Anak sulit berkonsentrasi dan kurang dewasa dalam hal adaptasi sosial dan kemandirian.7
Orang dengan retardasi mental berat hingga sangat berat biasanya didiagnosis pada usia lebih dini, lebih sering dengan kondisi medis tertentu misalnya kelainan dismorfik, dan memiliki gangguan mental dan perilaku. Sebaliknya, orang dengan retardasi mental ringan didiagnosis pada usia yang lebih tua (biasanya saat tuntutan akademik lebih menonjol), jarang dengan kondisi medis tertentu dan biasanya nampak seperti orang normal. Orang dengan retardasi mental sedang memiliki gambaran keduanya.6
DIAGNOSIS
Diagnosis retardasi mental ditetapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dalam anamnesis terhadap orangtua atau pengasuh ditanyakan riwayat selama kehamilan dan persalinan, adakah riwayat retardasi mental dalam keluarga, bagaimana hubungan orangtua, dan adanya penyakit herediter. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya karakteristik fisik yang biasa ditemukan pada penderita retardasi mental, misalnya ukuran dan bentuk kepala (mikrosefali, hidrosefalus, sindrom Down), karakteristik wajah (epicanthal folds, lidah menonjol, hipertelorisme, flat nasal bridge), ekspresi wajah, dll. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu: pemeriksaan neurologis, analisa kromosom, analisa urin dan darah, EEG, neuroimaging, evaluasi pendengaran dan berbicara, dan pemeriksaan psikologis.5
Kriteria diagnosis retardasi mental (intellectual developmental disorder) menurut DSM-V TR adalah:1
Ditemukannya defisit dalam fungsi intelektual, seperti memberi alasan, pemecahan masalah, perencanaan, berpikir abstrak, menilai, pembelajaran akademik, dan pembelajaran dari pengalaman, yang dipastikan melalui pemeriksaan klinis dan tes intelegensia terstandar.
Adanya defisit dalam fungsi adaptif yang berakibat pada kegagalan dalam mencapai perkembangan dan standar sosiokultural untuk kemandirian pribadi dan tanggung jawab sosial. Tanpa dukungan terus-menerus, defisit adaptasi akan membatasi satu atau lebih fungsi dalam aktivitas hidup sehari-hari, seperti komunikasi, partisipasi sosial, dan kemandirian, di beberapa tempat, misalnya rumah, sekolah, kantor, dan masyarakat.
Onset dari defisit intelektual dan adaptasi timbul selama masa perkembangan.
317 (F70) : Mild
318.0 (F71) : Moderate
318.1 (F72) : Severe
318.2 (F73) : Profound
315.8 (F88) : Global Developmental Delay
319 (F79) : Unspecified Intelectual Disability
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan perkembangan tertentu, seperti disfasia, dapat menghambat kemampuan akademik, tetapi disini tidak ditemukan adanya defisit secara umum seperti pada retardasi mental.7 Autisme berat, terutama yang disertai mutisme, mungkin menyerupai retardasi mental dan biasanya autisme disertai dengan retardasi mental. Skizofrenia masa kanak seringkali menghambat kemampuan akademik dan menyerupai gejala retardasi mental. Deprivasi psikososial, misalnya pada anak yatim piatu dan korban kekerasan, mungkin menyebabkan anak nampak seperti penderita retardasi mental.7
PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi
Obat-obatan yang sering digunakan dalam terapi retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik. Metilfenidat (Ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif. Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin, flufenazin, fluoksetin kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan kemampuan belajar pada umumnya diberikan tioridazin (melleril), metilfenidat, amfetamin, asam glutamate, gamma aminobutyric acid (GABA).2
Latihan dan pendidikan.
Latihan dan pendidikan meliputi latihan di rumah, latihan di sekolah, latihan teknis, dan latihan moral. Latihan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:3
Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau antisosial.
Mengajarkan suatu keahlian agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.
Psikoterapi
Psikoterapi diberikan kepada anak dan orang tua.2 Konseling pada orang tua antara lain bertujuan untuk membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental, mereka perlu diberi dukungan bahwa bukan salah mereka jika anak mereka mengalami hal seperti itu, tetapi mereka perlu berusaha untuk mengatasi keadaan tersebut.3 Psikoterapi tidak dapat menyembuhkan retardasi mental, tetapi diharapkan dapat terjadi perubahan sikap, tingkah laku, dan adaptasi sosial.2
PENCEGAHAN
Pencegahan retardasi mental dapat dilakukan secara primer (mencegah timbulnya retardasi mental) atau secara sekunder ( mengurangi manifestasi klinis retardasi mental).2
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan sosio-ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (misalnya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, mengurangi kehamilan diatas usia 40 tahun, dan pencegahan keradangan otak pada anak-anak). Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dan pengobatan dini. Pencegahan tersier meliputi pendidikan penderita atau latihan khusus yang sebaiknya dilakukan di sekolah luar biasa.3 Penyebab retardasi mental yang dapat dicegah antara lain: infeksi, trauma, intoksikasi, komplikasi kehamilan, gangguan metabolisme, kelainan genetik.2
KESIMPULAN
Retardasi mental adalah suatu kondisi dimana:
Terjadi penurunan fungsi intelektual (IQ 70 atau dua tingkat dibawah standar deviasi rata-rata)
Terjadi defisit fungsi adaptasi sosial.
Onset terjadi selama masa perkembangan (sebelum 18 tahun).
Prevalensi retardasi mental diperkirakan sebanyak 1%-3% dari jumlah populasi. Retardasi mental primer mungkin disebabkan faktor keturunan (retardasi mental genetik) dan faktor yang tidak diketahui. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang diketahui dan faktor-faktor ini memengaruhi otak mungkin pada waktu prenatal, perinatal atau postnatal.Penyebab retardasi mental dikelompokkan menjadi retardasi mental primer dan retatdasi mental sekunder.
Diagnosis retardasi mental ditetapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Penatalaksanaan retardasi mental terdiri atas farmakoterapi, psikoterapi, serta pendidikan dan latihan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. 2nd ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2013.
2. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi Mental. Sari Pediatri Desember 2000:170-177.
3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2 ed. Surabaya: Airlangga University Press; 2009.
4. Kay J, Tasman A. Essentials of Psychiatry. England: John Wiley & Sons Ltd; 2006.
5. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10th ed: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
6. Martin A, Volkmar FR. Lewi's Child and Adolescent Psychiatry: A Comprehensive Textbook. 4th ed: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
7. Moore DP, Jefferson JW. Handbook of Medical Psychiatry. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier/Mosby; 2004.