PERBANDINGAN NILAI
PADA A N G KL KL E B R A CH CH I A L I N D E X PADA
KOMBINASI
TERAPI CERAGEM DAN SENAM KAKI DIABETIK DENGAN SENAM KAKI DIABETIK STANDAR PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS CILACAP UTARA I
P
SKRIPSI
Oleh : ADITYA EKA RIYADI G1D008100
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PURWOKERTO 2013
i
i
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Dengan ini, saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan atau kesarjanaan lain di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Purwokerto, Maret 2013
Aditya Eka Riyadi NIM. G1D008100
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN “Banyak tantangan, halangan dan masalah yang ku hadapi dalam penulisan skripsi ini, namun aku selalu tetap tenang dan selalu berusaha coba untuk menghadapi masalah satu persatu. Banyak orang yang mensupport ku dan mengucapkan tetap semangat, sukses selalu pada ku, namun aku tetap menunggu kesuksesan itu datang pada ku” ” Dewa Matahari” _Aditya adter_ “Ketika seorang pedagang menawarkan barang daganganya kepada ku, tetapi aku tidak membelinya dengan alasan barang tersebut belum aku butuhkan saat ini. Terdiam sejenak orang tersebut sambil mengelap keringatnya yang ada di wajahnya, lalu aku berkata terasa capek apa anda dengan pekerjaan ini, lalu dia menjawab dengan nada yang lembut “makanya anda sekolah jadilah orang yang pintar”, namun aku berpikir dan merasa aku tidak layak ”. _”Pengalama pribadiku”_ “Banyak orang mencapai tujuan menjadi lebih pintar dan bersaing mengalahkan orang yang ada di sekitarnya, Namun itu belum cukup tanpa disertai keberuntungan yang di peroleh, Maka jadilah engkau orang yang beruntung” _”Kata mutiara yang aku dapatkan dalam penilitian ini”_
Terucap terima kasih kepada: Terima kasih yang mendalam untuk bapak , Ibu tercinta yang telah membesarkan ku, mendidik dan menjalankan apa arti hidup, bersabar atas segala perbuatanku dan banyak hal hanya Allah SWT yang bisa membalasnya. Terima kasih atas bantuanya kepada Mbak Vivin, Mbak Nina, Mas Dede, Mas Pandu, dan Ika yang merupakan senior ku di 2007 yang telah memberikan bantuan dan ide dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Bpk dr. Sukemi, yang telah memberikan izin selaku Kepala UPT Puskesmas Cilacap Utara I, Bpk. Darnoto, AMK, Bpk. Hasan dan Ibu Titin selaku petugas kesehatan Puskesmas Cilacap Utara I yang telah membantu ku dalam proses penyusunan skripsi ini.
iii
Spesial terima kasih sahabat seperjuanganku bangsal I ( Tisna, Ines, Dani, Dian, Taufik, Agus, Nastian, Oktri, Opi, Entika, Yulia ) yang paling berkesan saat pertama kali bertemu dalam 1 tim dan paling capek saat ospek. Sahabat angkatan 2008 A2 Jurusan Keperawatan (Agus, Tio, Taufik, Hasan, Tedi, Ikhsan, Gido, Esto, Furyanto, Dwi, Aldi, Arif, Sunu, Dodo, Angun, Tisna, Tiska, Tiwi, Eva, Lika, Nisa, Dea, Dessy, Nana, Esti, Fajar, Fitri, Anda, Hervi, Ifa, Liya, Neny, Mudah, Mia, Nastian, Onco, Oktri, Opi, Ori, Putri, Indri, Shella, Leali, Siska, Septri, Ayu, Sule, Terra, Titi, Titis, Umi, teten, Tami, Widi, Witanti, Yulia) Terima kasih kepada seluruh sahabatku
yang mengenalku dan mau
bersahabat dengan ku maafkan bila aku bila ada kesalahan. Almamaterku…
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Nama
: Aditya Eka Riyadi
2. NIM
: G1D008100
3.
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Mei 1988
4.
Jenis Kelamin
: Lak i-laki
5.
Agama
: Islam
6.
Alamat
: JL. Baruna Timur VIII No. 110 Kel. Tegalkamulyan Kec. Cilacap Selatan. Cilacap
7.
Email
8.
Riwayat Pendidikan
:
[email protected]
a. TK Masjid Agung Kalianda Lampung Selatan b. SD N 02 Rawa-rawa Kalianda Lampung Selatan c. MTS N Kalianda Lampung Selatan d. SMA N 2 Kalianda Lampung Selatan e. Jurusan Keperawatan FKIK UNSOED 9.
Riwayat Organisasi a. Panitia Bakti Sosial Pemeriksaan Kesehatan Gunung Tugel Purwokerto 2009
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Nilai Angkle Brachial Index pada Kombinasi Terapi Ceragem dan Senam Kaki Diabetik dengan Senam Kaki Diabetik Standar pada Penderita Diabetes Mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. dr. Hj. Retno Widiastuti, MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ijin dilakukannya penelitian ini. 2. Made Sumarwati S.Kp., MN, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ijin dilakukannya penelitian ini. 3. Eko Winarto, M. Kep, Sp. KMB, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk dalam penyelesaian usulan penelitian ini. 4. Pujo Rohadi, S. Kep., Ns. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk dalam penyelesaian usulan penelitian ini. 5. Bapak H. Subagio selaku pemilik Rumah Ceragem Jalan Perintis Kemerdekaan No. 129 Kebon Manis Cilacap 6. dr. Sukemi selaku Kepala UPT Puskesmas Cilacap Utara I yang telah memberikan izin pada penelitian ini.
vi
7. Bapak, Ibu, serta seluruh keluarga atas semangat, dukungan, serta do’a selama proses penulisan skripsi ini. 8. Sahabat dan teman seperjuangan angkatan 2008 khususnya A2, terima kasih atas kerjasamanya dan bantuannya selama penyusunan penelitian ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan moral maupun material dalam penulisan usulan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun demi hasil yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan .
Purwokerto, Maret 2013 Penulis
vii
PERBANDINGAN NILAI A N K L E B RA C H I A L I N D E X PADA KOMBINASI TERAPI CERAGEM DAN SENAM KAKI DIABETIK DENGAN SENAM KAKI DIABETIK STANDAR PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI PUSKESMAS CILACAP UTARA I 1)
2)
Aditya Eka Riyadi , Eko Winarto , Pujo Rohadi
3)
ABSTRAK Latar Belakang: Diabetes mellitus merupakan gejala yang timbul ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, penyakit ini bersifat menahun dan kronis. Diabetes memiliki risiko penyakit kardiovaskuler. Arteri pada penyakit pembuluh darah menghambat aliran darah ke bagian bawah kaki, dapat menyebabkan atrofi, iskemik, infak, dan ganggren di sekitar kaki, penilaian kondisi kaki maka digunakan ankle brachial index, tes dilakukan dengan menghitung rasio tekanan darah sistolik pembuluh arteri pergelangan kaki di bandingkan dengan pembuluh darah arteri lengan. Penanganan dalam pencegahan yaitu melakukan latihan fisik pada terapi caragem yang mampu memperlancar aliran darah pada saraf, dan senam kaki diabetik dapat membantu sirkulasi darah dalam memperkuat otot-otot kaki dalam pencegahan terjadinya kelainan kaki. Tujuan Penelitian: Mengetahui perbandingan nilai ankle brachial index pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I. Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi-eksperimen dengan pre test - post test two group with control design. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 34 responden dengan metode purposive sampling, 17 orang pada kelompok terapi ceragem dan senam kaki diabetik dan 17 orang pada kelompok senam kaki diabetik standar. Metode analisis data yang di gunakan adalah uji-statistik pariet t-test dan t 2n independen. Hasil Penelitian: Rata-rata pengukuran nilai ankle brachial index pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik sebelum adalah 0,91 dan setelah perlakuan 1,02 didapatkan uji-statistik paried t test dengan nilai p sebesar 0,004 (< 0,05) sedangkan pada kelompok senam kaki diabetik standar rata-rata pengkuran sebelum adalah 0,99 dan setelah perlakuan 0,98 didapatkan uji- statistik paried t test dengan nilai p sebesar 0,764 (> 0,05) dan setelah di uji-statistik t 2n independen di dapatkan nilai p sebesar 0,302 (> 0,05). Kesimpulan: Tidak ada perbedaan nilai ankle brachial index pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan s enam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I. Kata Kunci: Ankle Brachial Index, Ceragem, Senam Kaki Diabetik, Diabetes Mellitus Referensi: 75 (1991-2012)
viii
DIFFERENTIAL VALUE OF BRACHIAL INDEX IN CERAGEM TERAPHIC COMBINATION AND DIABETIC FOOT EXERCISEWITH STANDARD DIABETIC FOOT EXERCISE ON TYPE II DIABETIC MELLITUS PATIEN IN NORTH CILACAP PUBLIC HEALTH CENTER I 1)
2)
Aditya Eka Riyadi , Eko Winarto , Pujo Rohadi
3)
ABSTRAK Background: Diabetic mellitus is a symptom that marked with blood glucose levels that exceed normal (hiperglikemia) due to insulin deficiency both absolute and relative, This disease is prolonged and chronic. Diabetic has a risk of cardiovascular disease. Arterial vascular disease inhibits blood flow to the lower extremities, can lead to atrophy, ischemic, infak, and gangrene around the legs, assessment of the condition of the foot therefore used ankle brachial index, tests performed by calculating the ratio of systolic blood pressure ankle arteries compared with the arm arteries. Handling in the prevention of physical exercise in the ceragem treatment which can increase blood flow to the nerves, and diabetic foot exercises can help strengthen the blood circulation in the leg muscles in the prevention of foot disorders. Purpose: Knowing the ratio of the ankle brachial index value in the combination of ceragem therapy and diabetic foot gymnastic exercises with standard diabetic foot exercises in patients with type II diabetes mellitus in North Cilacap Health Center I. Methods: This s tudy uses quasi-eksperimen research with p re test - post test two group with control design. The sample amount in this study are 34 respondents with a purposive sampling method, 17 in peoples ceragem therapy and diabetic foot group exercises and 17 in peoples calisthenics standard diabetic foot group. Data analysis methods used was pariet t-test and t 2n independent test-statistic. Results: Average value of ankle brachial index before measurements in ceragem therapy and diabetic foot exercises combination is 0.91and after treatment is 1.02 obtained paried t test statistic test with a p value of 0.004 (<0.05), while the diabetic foot exercises group average standard before taking the measurements is 0.99 and after treatment is 0.98 obtained paried t test statistic test with p value of 0.764 (> 0.05) and after independent 2n statistical t-test obtained p value of 0.302 (> 0.05). Conclusion: There is no difference in the value of the ankle brachial index on a combination of ceragem therapy and standard diabetic foot exercise in patients with type II diabetes mellitus in North Cilacap Health Center I. Key Words: Ankle Brachial Index, Ceragem Therapy, Diabetic Foot Exercises, Diabetic Mellitus Refference: 75 (1991-2012)
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………… ………………………… i HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………… ii PRAKATA................................................................................................................. iv DAFTAR ISI……………………………………………… ………………………. . vi ABSTRAK.................................................................................................................viii DAFTAR TABEL…………………………………………………………………..xiii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… xv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………............ xvi DAFTAR SINGKATAN………………………………………………… ……… xvii DAFTAR ISTILAH……………………………………………………………...... xix BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah………………………………………………………….. . 8 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………… 8 D. Manfaat Penelitian………………………………………………………….. 9 E. Keaslian Penelitian……………………………………………………......... 10
x
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori…………………………………………………………….. 16 B. Kerangka Teori……………………………………………………………. 59 C. Kerangka Konsep………………………………………………………….. 60 D. Hipotesis………………………………………………………………….... 61 BAB III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian…………………………………………………............... 62 B. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………………... 63 C. Populasi dan Sampel……………………………………………………… 63 D. Variabel Penelitian………………………………………………………… 64 E. Definisi Operasional Variabel……………………………………………... 65 F. Sumber Data………………………………………………………………. . 66 G. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………… 66 H. Instrumen Penelitian……………………………………………………….. 69 I. Langkah-langkah Penelitian……………………………………………….. 69 J. Pengolahan dan Analisis Data……………………………………………... 71 K. Etika Penelitian…………………………………………………………….. 74 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……………………………………………………………
76
B. Pembahasan……………………………… ………………………………. . 81 C. Keterbatasan dan Kekuatan Peneliti……………………………………...... 95 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
xi
A. Kesimpulan………………………………………………………………… 97 B. Saran……………………………………………………………………….. 98 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 100 LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Klasifikasi Etiologi Kelainan Glikemia (diabetes mellitus)……………. 20 Tabel 1.2 Penentu Kriteria Penderita Diabetes Mellitus Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa.......................................................... 31 Tabel 1.3 Klasifikasi Klinis Infeksi Ulkus Diabetika............................................... 41 Tabel 1.4 Interprestasi Nilai ABI………………………………………………..... 44 Tabel 2.1 Definisi Operasional................................................................................. 70 Tabel 2.2 Interprestasi Nilai ABI………………………………………………….. 75 Tabel 3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia…………………………….. 76 Tabel 3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.............................. 77 Tabel 3.3 Nilai Ankle Brachial Index Sebelum Perlakuan Kombinasi Terapi Ceragem dan Senam Kaki Diabetik dengan Senam Kaki diabetik standar…………………………………………………………………… 78 Tabel 3.4 Nilai Ankle Brachial Index Sesudah Perlakuan Kombinasi Terapi Ceragem dan Senam Kaki Diabetik dengan Senam kaki Diabetik Standar………………………………………………….......... 78 Tabel 3.5 Hasil Uji Statistik Paried t test Nilai Ankle Brachial Index Sebelum dan Sesudah Kombinasi Terapi Ceragem dan Senam Kaki Diabetik dengan Senam Kaki Diabetik Standar...………………………………………… 79 Tabel 3.6 Hasil Uji Statistik t 2n Independen Nilai Ankle Brachial Index Sesudah Kombinasi Terapi Ceragem dan Senam Kaki Diabetik dengan Senam
xiii
Kaki Diabetik Standar………………………………………………….. . 81
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Ceragem Compact P390……………………………………………… 43 Gambar 1.2 Ceragem Compact P390……………………………………………… 48 Gambar 1.3 Ceragem Compact P390………………………………………………. 48 Gambar 1.4 Ceragem Compact P3 90………………………………………………. 49 Gambar 1.5 Ceragem Compact P390………………………………………………. 50 Gambar 2.1 Senam Kaki…………………………………………………………… 53 Gambar 2.2 Senam Kaki……………………………………………………………. 53 Gambar 2.3 Senam Kaki…………………………………………………………… 54 Gambar 2.4 Senam Kaki…………………………………………………………… 54 Gambar 2.5 Senam Kaki…………………………………………………………… 55 Gambar 2.6 Senam Kaki…………………………………………………………… 55 Gambar 2.7 Senam Kaki…………………………………………………………… 56 Gambar 2.8 Senam Kaki…………………………………………………………… 56 Gambar 3.1 Kerangka Teori……………………………………………………… .. 59 Gambar 3.2 Kerangka Konsep…………………………………………………….. 60
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Metode yang Direkombinasikan untuk Mengukur Ankle Brachial Index (ABI) Lampiran 2 : Metode yang Direkombinasikan untuk Penggunaan Alat Terapi Ceragem Compact Lampiran 3 : Panduan Senam Kaki Diabetik Lampiran 4 : Standar Operasional Pelayanan Lampiran 5 : Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Responden Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Responden Lampiran 7 : Surat Permohonan Kesediaan Menjadi Asisten Penelitian Lampiran 8 : Lembar Pesetujuan Asisten Lampiran 9 : Lembar Observasi Penelitian Nilai Ankle Brachial Index (ABI) Lampiran 9 : Blanko Bimbingan/Konsultasi Skripsi Lampiran 10 : Surat Rekomendasi Penelitian Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Cilacap Lampiran 11: Surat Rekomendasi Penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Cilacap Lampiran 12: Surat Penelitian Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ABI
: Ankle brachial index
ADA
: American diabetes association
AT A
: Anterior tibia arteri
CFR
: Case fatality rate
DM
: Diabetes mellitus
DP
: Dorsal pedis
DM YTD
: Diabetes mellitus yang di tentukan lainnya
DM YTT
: Diabetes mellitus yang tidak tentu
HDL
: High-density lipoproteins
HHN K
: Hiperglikemia hiperosmoler nonketonik
KGD
: Kadar gula darah
LDL
: Low-density lipoprotein
PAP
: Penyakit arteri perifer
PAD
: Peripheal arterial disease
SMPS
: Switch model power supply
TB
: Tibia posterior
TCM
: Tradisional Chinese medicine
TTGO
: Tes toleransi glukosa oral
xvii
USG
: Ultrasonografi
xviii
DAFTAR ISTILAH
Kelompok intervensi
: Sebelum di lakukan perlakuan
Kelompok kontrol
: Sesudah di lakukan perlakuan
Kelompok pertama
: Kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik
Kelompok kedua
: Senam kaki diabetik standar
xix
1
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan kemajuan perekonomi di negara-negara berkembang berdampak pada perubahan tingkat hidup. Perkembangan kemajuan ekonomi menjadikan
kesehatan
masyarakat
meningkat.
Perubahan
gaya
hidup
berdampak pada pola makan. Semakin tinggi pendapatan masyarakat, akan mengeserkan pola makan tradisional menjadi pola makan modern atau cepat saji (fast food).
Komposisi dalam makanan (jumlah protein, lemak,
karbohidrat), jika tidak t erkontrol dapat menyebabkan kadar glukosa terlalu tinggi (hiperglikemia). menyebabkan
terjadinya
Tingginya suatu
konsumsi
penyakit.
gula
Salah
dan
satu
lemak
dapat
fenomena
yang
mengiringi perubahan pola makan suatu masyarakat adalah munculnya penyakit diabetes mellitus (Rismayanthi , 2010). Penderita diabetes melitus (DM) di Indonesia sejak tahun 2000 mengalami peningkatan. Pada tahun 2002 jumlah penderita di indonesia mencapai 8,4 juta orang. Jumlah DM terus meningkat dan pada tahun 2030 diperkirakan mencapai 21,3 juta orang. Jumlah DM sebanyak 8,4 juta jiwa menepatkan Indonesia pada peringkat keempat negara dengan jumlah penderita diabetes melitus terbesar di dunia setelah India (31,7 juta jiwa), Cina (20,8 juta jiwa), Amerika Serikat (17,7 juta jiwa). Hal ini menunjukan
2
peningkatan yang signifikan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia yang disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat (Mahendra et al , 2008). Jumlah kasus DM kunjungan rawat jalan rumah sakit di Indonesia pada tahun 2007 adalah 28.095 kasus. Keseluruhan diabetes mellitus 4.162 kematian atau case fatality rate (CFR) sebesar 7,02%. Dari kelima jenis DM tipe 1, DM tipe 2, DM bergantung malnutrisi, diabetes mellitus yang tidak tentu (DM YTT) dan diabetes mellitus yang ditentukan lainya (DM YDT) yang masuk dalam 50 peringkat utama penyebab kematian, rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di Indonesia selama tahun 2007. Diabetes mellitus yang tidak tentu merupakan 2,34% penyebab kematian, 1,21% penyebab rawat inap dan 0,89% kunjungan rawat jalan di rumah sakit pada tahun 2007. Sedangkan DM tidak bergantung insulin sebesar 1,34% penyebab kematian, 0,56% penyebab rawat inap dan 0,48% kunjungan rawat jalan (Depkes, 2009). Berdasarkan laporan program yang berasal dari rumah sakit dan Puskesmas di Jawa Tengah tahun 2006, kasus DM secara keseluruhan sebanyak 259.703 (80,97/1.000 penduduk). Kasus tersebut di bagi dua yaitu kasus DM yang tidak tergantung insulin yaitu sebesar 72,56/1.000 penduduk dan kasus DM yang tergantung insulin sebesar 8,41/1.000 penduduk. (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2006). Penderita diabetes mellitus memiliki kerentanan yang tinggi terhadap serangan berbagai penyakit seperti penyakit jantung, ginjal dan lever, keadaan seperti itu kerap dijumpai pada penderita yang tidak menjalankan
3
pola hidup sehat. Penderita diabetes mellitus harus berusaha mengontrol penyakitnya dan menghindari faktor risiko komplikasi dengan membina gaya hidup sehat. (Sumanto, 2009). Diabetes mellitus
merupakan penyakit yang berlangsung kronik.
Penderita DM tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadi kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa tidak normal. Diabetes mellitus yang tidak dikendalikan akan menimbulkan penyulit-penyulit yang dapat berakibat fatal, termaksud amputasi pada penyakit kaki (ganggren diabet) akibat kegagalan pada sirkulasi (Misnadiarly, 2006). Sistem sirkulasi darah merupakan salah satu sistem yang penting sebagai alat perfusi jaringan. Gangguan pada sistem sirkulasi perifer jangan di abaikan karena keluhan ringan yang timbul kemungkinan akan menggangu aktivitas sehari-hari. Manifestasi klinis yang berat dapat menggangu kinerja penderita, mempengaruhi produktifitasnya, bahkan dapat menyebabkan kematian. Gangguan sistem sirkulasi cukup banyak terjadi dalam masyarakat. Menurut
Husin
penelitian
di
Amerika
Serikat
menunjukan
bahwa
atherosklerosis yang merupakan faktor utama gangguan sistem sirkulasi darah mengenai 10% populasi dunia barat yang berumur 65 tahun, frekuensi meningkat menjadi 20% pada manula > 75 tahun. Insiden aterosklerosis mencapai 1,7 kasus per 10.000 populasi setiap tahun. Penelitian di Italia
4
menunjukan insiden 4% pada usia 34 – 44 tahun, dan 18% di atas usia 65 tahun (Husin et al , 2006). Komplikasi kronis diabetes mellitus terutama disebabkan gangguan integritas pembuluh darah dengan akibat penyakit mikrovaskuler dan makrovaskuler.
Komplikasi
tersebut
kebanyakan
berhubungan
dengan
perubahan-perubahan metabolik, terutama hiperglikemia. Kerusakan vaskular merupakan gejala yang khas sebagai akibat DM, dan dikenal dengan nama angiopati (kerusakan makrovaskular) biasanya muncul sebagai gejala klinik berupa penyakit jantung iskemik dan pembuluh darah perifer. Mikrovaskular memberikan manifestasi retinopati, nefropati dan neuropati (Arsono, 2009) Komplikasi penyakit diabetes melitus yang sering dijumpai adalah kaki diabetik, yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi dan gangren dan artropati Charcot. Sekitar 15% penderita DM dalam perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetika terutama ulkus di kaki. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki diabetika memerlukan tindakan amputasi. Menurut Muha melaporkan satu diantara 5 penderita ulkus DM memerlukan tindakan amputasi. Penyakit arteri perifer pada pasien DM mudah terjadi 4 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien non DM. Arteri perifer yang sering terganggu adalah arteri tibialis dan arteri peroneal terutama daerah antara lutut dan kaki. Adanya obstruksi arteri tungkai bawah ditandai dengan keluhan nyeri saat berjalan dan berkurang saat istirahat (claudication),
Kulit
membiru,
dingin,
ulkus
dan
gangren.
Iskemik
5
menyebabkan terganggunya distribusi oksigen dan nutrisi sehingga ulkus sulit sembuh ( Cahyono, 2007). Masalah umum yang sering terjadi
pada penderita DM, memiliki
risiko peningkatan penyakit pembuluh darah perifer ditandai pembuluh darah tersumbat. Arteri pada penyakit pembuluh darah menghambat aliran darah ke bagian bawah kaki, dapat menyebabkan atrofi, iskemik, infak, dan ganggren disekitar kaki. Untuk menilai kondisi kaki maka digunakan ankle brachial index (ABI) yang dapat mendeteksi nilai pada pasien DM beserta klasifikasinya dalam pencegahan komplikasi diabetes (Elizabeth, 2000). Ankle brachial index mendeteksi penyakit arteri perifer dengan menghitung rasio tekana darah sistolik pembuluh darah arteri pergelangan kaki dibandingkan pembuluh darah arteri lengan. Ankle brachial index dapat mendeteksi lesi stenosis paling sedikit 50% pada tungkai. Kondisi kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kali berahir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetes
masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola
dengan maksismal, karena sedikit sekali orang berminat menggeluti kaki diabetes. Juga belum ada pendidikan khusus untuk mengolah kaki diabetes ( podiatrist, chiropodist ). Di samping itu, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih sangat tinggi. Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-
6
masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003) (Waspadji, 2009). Pada penderita diabetes mellitus tipe II, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet dan berolahraga. Salah satu bentuk pengelolaan penyakit diabetes mellitus lainya adalah melakukan senam kaki diabetik. Senam kaki dapat membantu sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (Misnadiarly, 2006). Tujuan
pengelolaan diabetes yaitu
hilangnya berbagai keluhan gejala diabetes dan tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh darah sehingga pasien dapat menikmati kehidupan yang sehat dan nyaman (Suyono, et al 2007). Senam kaki dapat membantu memperbaiki peredaran darah yang terganggu dan memperkuat otot-otot kaki pada diabetes dengan neuropati. Selain itu dapat memperkuat otot betis dan otot paha, mengatasi keterbatasan jumlah insulin pada penderita DM mengakibatkan kadar gula dalam darah meningkat hal ini menyebabkan rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainya sehingga pasokan darah semakin terhambat, akibatnya, pasien DM mengalami sirkulasi darah pada kakinya (Nasutioni, 2010). Pesatnya perkembangan dunia kesehatan membuat kita dapat memilih alternatif dalam hal pengobatan. Salah satu diantaranya adalah terapi ceragem yang berarti batu (giok) kehangatan. Ceragem merupakan alat kesehat an perpaduan ilmu kesehatan timur dan barat. Dengan menggunakan pancaran
7
sinar infra merah jauh (far infrared rays), alat ceragem akan bekerja pada titik-titik tubuh tertentu serta perpaduan dari sistim urut yang memberikan tekanan mengunakan batu giok pada jalur chin dan lubang-lubang chin di punggung dan tekanan berasal dari tubuh manusia, kop mengalirkan kehangatan sinar infra merah jauh dari batu giok kedalam tubuh, sinar infra merah yang mempelancar peredaran darah dan juga Chiropractice, yaitu alat terapi tulang belakang yang memancarkan panas pada tubuh, guna melancarkan aliran darah pada saraf . Studi pendahuluan pada Puskesmas Cilacap Utara I menunjukkan jumlah penderita diabetes mellitus sebanyak 34 orang. Pasien kontrol dalam 1-2 bulan sekali. Pada salah satu pasien yang melakukan terapi ceragem merasakan tubuh terasa hangat pada sinar inframerah dan badan terasa lebih segar dan merasakan lebih baik dari sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas terapi ceragem dapat memperlancar aliran pada saraf dan senam kaki diabetik dapat membantu sirukasi darah memperkuat otot-otot kaki dalam pencegah terjadinya kelainan kaki. Hal tersebut melatar belakangi peneliti untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbandingan nilai ankle brachial index pada penderita diabetes mellitus tipe II.
8
B. Rumusan Masalah
Diabetes mellitus merupakan gejala yang timbul ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, penyakit ini bersifat menahun dan kronis. Kondisi kaki merupakan komplikasi kronik DM yang paling ditakuti dan sering menimbulkan kecacatan serta kematian. Untuk penaganan dalam pencegahan salah satunya yaitu terapi caregem yang mampu memperlancar aliran darah pada saraf, dan senam kaki diabetik dapat membantu sirkulasi darah dalam memperkuat otot-otot kaki dalam pencegahan terjadinya kelainan kaki. Berdasarkan paparan diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah ada perbedaan n ilai ankle brachial index pada kombin asi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I?” C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum: Tujuan
umum
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
perbandingan nil ai ankle brachia lindex pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I. Tujuan Khusus: a. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin.
9
b. Mengetahui nilai ABI pada penderita DM tipe II sebelum dilakukan: 1). Kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik 2). Senam kaki diabetik standar c. Mengetahui nilai ABI pada penderita DM tipe II sesudah dilakukan: 1). Kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik 2). Senam kaki diabetik standar d. Membandingkan nilai ABI pada penderita DM tipe II antara sebelum dan sesudah perlakuan: 1). Kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik 2). Senam kaki diabetik standar. e. Mengetahui perbandingan nilai ABI pada penderita DM tipe II sesudah perlakuan kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Bagi pelayanan kesehatan Bagi pelayanan kesehatan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi tambahan tentang perbandingan nilai ankle brachial index pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki
10
diabetik standar pada penderita diabetes tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I. 2.
Bagi pengembangan ilmu pengetahuan Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai manfaat perbandingan nilai ankle brachial index pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I dari sudut ilmu pengetahuan atau berdasarkan kajian ilmiah.
3.
Bagi Peneliti Bagi peneliti penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan informasi ilmiah tentang perbandingan nilai angkle brachial index kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus tipe II.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengetahuan peneliti, selama ini belum ada penelitian yang serupa ataupun sama dengan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai perbedaan nilai angkle brachila index pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus di Puskesmas Cilacap Utara I. Adapun beberapa penelitian yang hampir serupa dengan penelitian ini yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut:
11
1. Penelitian Setiawati (2011) yang berjudul “ Pengaruh Senam Kaki terhadap Sirkulasi Perifer dilihat dari Nilai Ankle Brachial Index (ABI) pada
pasien
Diabetes
Mellitus
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Purwokerto Selatan.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki terhadap sirkulasi perifer dilihat dari nilai ankle brachial index (ABI). Penelitian ini menggunakan desain pre experimen dengan rancangan pre test-post one with control design. Senam kaki dalam 3 hari berturut-turut. Pengukuran nilai ABI dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki dengan alat pengukur tekanan darah dan doppler vaskular. Sampel peneliti diambil dengan teknik total sampling. Sampel peneliti berjumlah 28 orang. Metode analisis data yang di gunakan adalah uji-statistik pariet t-test . Hasil analisis penelitian dengan uji statistik paried t-test di dapatkan bahwa nilai P sebesar 0,001 yang lebih kecil dari nilai a (5%) atau 0,05. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Hasil penelitian menunjukan terdapat penurunan niali ABI sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki sebesar 0,11 dengan rata-rata nilai ABI sebelum dilakukan senam kaki 1,07 dan seteleh dilakukan senam kaki 0,99. Persamaan penelitian Setiawati (2011) dengan penelitian yang sekarang adalah pada variabel dependen yaitu nilai ankle brachial index. Pada perbedaan variabel independen yaitu senam kaki terhadap sirkulasi perifer sedangkan pada penelitian yang sekarang
12
variabel independen yaitu terapi ceragem dan senam kaki diabetik serta senam kaki diabetik standar, dan memiliki persamaan pada variabel pada senam kaki. Perbedaan pada desain penelitian yang digunakan yaitu pre exsperimen dengan rancangan Pre test-post one with control design, pada penelitian sekarang menggunakan quasis eksperimen. Metode analis yang digunakan adalah uji-statistik paried t-test sedangkan pada penelitian yang sekarang adalah mengunakan metode analisis uji-statistik yang digunakan adalah uji paried t-test dan t 2n independen. Lokasi penelitian di lakukan di Puskesmas Cilacap Utara I. 2. Penelitian Nasution (2010) yang berjudul “Pengaruh Senam Kaki Terhadap Peningkatan Sirkulasi Darah Kaki pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUP Haji Adam Malik Medan.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki dalam meningkatkan sirkulasi darah kaki pada pasien diabetes melitus sebelum dan sesudah di berikan perlakuan senam kaki di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 orang. 5 orang kelompok intervensi dan 5 orang kelompok kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah quasy eksperiment. Data penelitian dianalisa dengan uji paired t-test yaitu tdependent dan t-independent. Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa ada perbedaan sirkulasi darah sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Sedangkan pada kelompok
13
intervensi dan kontrol diperoleh p=0,002 (p=<0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan sirkulasi darah antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol Instrument penelitian menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Persaman penelitian Nasution (2010) yaitu pada variabel independen yaitu senam kaki pada perbedaan variabel yang digunakan dua perlakuan yaitu terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar. Pada perbedaan variabel dependen yaitu peningkatan
sirkulasi
darah kaki pada perlakuaan
senam kaki
perbedaan pada penelitian yang sekarang adalah perbandingan nilai ankle brachial index untuk mengetahui perbandingan pada dua kelompok perlakuan.
Pada persamaan desain penelitian yang
digunakan adalah quasi eksperiment sedangkan pada metode analisi yang digunakan uji paried t-test yaitu t-dependent dan t-independent dan lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Cilacap Utara I. 3. Penelitian Winingsih (2011) yang berjudul “ Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Penurunan Intensitas (neuropati) pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang”. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh senam kaki diabetik terhadap penurunan intensitas nyeri (neuropati) pada pasien diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Siti Khodijah. Desain penelitian yang digunakan adalah pre eksperiment pre and post test . Populasinya 30 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 26
14
orang. Teknik sampling yang digunakan random sampling. Variable independen adalah senam kaki. Variable depen den adalah Penurunan Intensitas Nyeri (Neuropati) Data dikumpulkan dengan lembar observasi, Lalu di analisis dengan uji Wilcoxon signed test, selanjutnya dilakukan tabulasi dan dipresentasikan dalam bentuk diagram dan narasi. Hasil penelitian sebelum diberi perlakuan senam kaki sebagian besar respeonden mengalami intensitas nyeri (neuropati) sedang sebanyak 15 (57.7%) dan sebagian kecil intensitas nyeri berat sebanyak 8 (30.8%) dan setelah diberi perlakuan senam kaki sebagian besar responden mengalami intensitas nyeri ringan sebanyak 18 (69.2%) dan sebagian kecil intensitas berat sebanyak 2 (7.7%). Berdasarkan hasil analisa data diketahui bahwa ada penurunan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki dengan nilai p=0.000 (p<0.05). yang menunjukkan ada pengaruh senam kaki diabetik terhadap intensitas nyeri (neuropati) sebelum dan sesudah diberi perlakuan senam kaki diabetik. Penelitian winingsih (2011). Pada variabel independen yaitu senam kaki perbedaan pada variabel dependen, penelitian sekarang yaitu terapi ceragem dan senam kaki diabetik dan memiliki persamaan pada variabel senam kaki diabetik. Pada perbedaan variabel dependen yaitu penurunan intensitas (neuropati) sedangkan pada penelitian sekarang nilai ankle brachial index. Desain penelitian yang
15
digunakan adalah pre ekspeiment pre and post test . Penelitian yang sekarang menggunakan metode penelitian quasis eksperiment . Metode analisis dengan uji willcoxon signed test sedangkan penelitian yang sekarang metode analisi yang digunakan uji paried t-test dan T 2n Independent, dan lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas Cilacap Utara I.
16
BAB II
TINJAUNAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Diabetes Mellitus
a. Definisi Diabetes mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi darah madu. Kata sirkulasi darah madu diabetes
mellitus
mengalami
digunakan karena pasien
peningkatan
kadar
gula
darah,
termanefestasi juga dalam air seni. Ginjal tidak dapat lagi menahan kadar gula darah yang tinggi. Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Yunani. Diabetes artinya mengalir terus, dan mellitus berarti madu atau manis. Istilah menujukan tentang keadaan tubuh penderita, yaitu adanya cairan manis yang mengalir terus (Mahendra et al , 2008). Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia), berlangsung terus menerus, disertai dengan berbagai kelainan dalam proses metabolisme tubuh akibat gangguan hormonal (kekurangan hormon insulin) baik secara absolute maupun relatif (Rusilanti, 2008). Menurut Misnadiarly (2006) diabetes mellitus atau penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal yaitu kadar gula darah sewaktu
17
sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau sama dengan 126 mg/dl. Keadaan ini juga bisa menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah . Insulin merupakan salah satu hormon di dalam tubuh manusia yang di hasilkan oleh sel beta pulau Langerhans yang berada dikelenjar pankreas. Kelenjar pankreas terletak di dalam rongga perut bagian atas, tepatnya di belakang lambung. Insulin merupakan suatu polipeptida, sehingga dapat juga disebut protein. Dalam keadaan normal bila kadar glukosa naik maka insulin akan dikeluarkan dari kelenjar pankreas dan masuk ke dalam aliran darah. Dalam aliran darah insulin akan menuju ke tempat kerja (reseptor) yaitu 50% ke hati 10-20% ke ginjal dan 30-40% bekerja sel darah, otot, dan jaringan lemak. Adanya insulinlah yang membuat kadar glukosa darah akan kembali normal (Dalimartha, 2007). Pada diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali insulin.
Keadaan
ini
menimbulkan
hiperglikemia
yang
dapat
mengakibatkan komplikasi metabolik akut atau seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketonik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) komplikasi neoropati (penyakit pada saraf). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insiden penyakit makrovaskuler yang mencankup
18
infak miokat, strok dan penyakit vaskuler perifer (Brunner & Suddarth, 2002). b. Klasifikasi Diabetes Mellitus Kalsifikasi diabetes mellitus menurut Gibney (2008) diabetes mellitus dikalsifikasikan sebagai diabetes tipe I, diabetes tipe II, diabetes gestasional, dan toleransi glukosa yang terganggu (impaired glucose tolerance). Sindrome metabolik atau sindrom X yang berkaitan erat dengan diabetes mellitus. 1) Diabetes tipe I DM
tipe
I
ditandai
oleh
penurunan
kadar
insulin
(insulinopenia) yang disebabkan oleh destruksi sel-sel ß. Pasien DM tipe I memerlukan insulin untuk tetap bertahan hidup. Tanpa adanya insulin dari luar, pasien akan mengalami ketoasidosis, koma, dan kematian. 2) Diabetes tipe II DM tipe II merupakan bentuk DM yang paling sering ditemukan dan ditandai oleh gangguan pada sekresi serta kerja insulin. Kedua defek ini terdapat pada DM klinis. Penyebab yang jumlahnya banyak dan bervariasi untuk terjadinya kelainan ini teridentifikasi. DM tipe II juga memiliki perubahan multifaktorial. Mayoritas
pasien
DM
tidak
tergantung
pada
insulin
dan
kebanyakan di antara mereka menderita diabetes pada usia dewasa.
19
Pada DM tipe II terdapat resistensi insulin dengan insulinopenia relative, pada saat stres memerlukan insulin. Obesitas pada bagaian perut umumnya terlihat pada pada pasien-pasien DM tipe II. Ketoasidosis jarang ditemukan dan jika terlihat, keadaan ini berhubungan dengan stres atau penyakit lain yang menjangkit pasien
DM.
Pasien
DM
cenderung
mengalami
komplikasi
mikrovaskular dan makrovaskular. Faktor etiologi meliputi faktor genetik, usia, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik. 3) Diabetes gestasional DM gestasional merupakan intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan hiperglikemia dengan keparahan yang beragam dan onset atau deteksi pertama kali pada saat hamil. Definisi ini berlaku tanpa memandang apakah hormon insulin digunakan atau tidak dalam penanganannya ataukah keadaan tersebut tetap bertahan setelah kehamilan berahir. Intoleransi glukosa dapat mendahului
kehamilan
tetapi
kedaaan
ini
tidak
diketahui
sebelumnya. 4) Sindrom metabolik atau sindrom X Kelompok
kelainan
yang
terdiri
atas
hiperglikemia,
hipertensi, obesitas pada bagian perut, dislipidemia, dan resistensi insulin sering ditemukan. Kelompok faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular ini dinamakan sindrom X atau sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik. Sejumlah
20
penelitian epidiemologi memastikan bahwa sindrom ini umunya dijumpai pada berbagai kelompok etnis yang meliputi orang-orang Eropa, Afro-Amerika, Meksiko-Amerika, India, serta Cina di Asia, Aborigin Australia, Polinesia, dan Mikronesia. Manajemen orang dengan hiperglikemia dan ciri-ciri sindrom metabolik lainya tidak hanya berfokus pada pengendalian glukosa darah, tetapi juga harus meliputi berbagai berbagai strategi untuk menurunkan faktor risiko kardiovaskular lainya. Tabel 1.1. Klasifikasi etiologi kelainan glikemia (diabetes mellitus)
Klasifikasi mellitus)
etiologi
kelainan
glikemia
(diabetes
Tipe I.
Ditandai dengan kegagalan produksi insulin yang parsial atau total oleh sel-sel ß pancreas. Faktor penyebab masih belum diketahui dengan jelas tetapi beberapa virus tertentu, penyakit atoimun, dan faktorfaktor genetik turut berperan.
Tipe II.
Ditandai dengan resistensi insulin ketika hormon insulin diproduksi dengan jumlah yang tidak memadai atau dengan bentuk yang tidak efektif. Ada korelasi genetik yang kuat pada tipe diabetes ini dan proses terjadinya berkaitan erat dengan obesitas.
Tipe spesifik lainya.
Defek genetik pada fungsi sel- ß, Defek genetik pada kerja insulin, Penyakit pada kelenjar esokrinn pankreas, Endokrinopati, Ditimbulkan oleh obat-obatan atau zat kimia, Infeksi, Bentuk imun-mediated diabetes yang langka, Sindrom genetik lain yang disertai diabetes
Diabetes gastesional.
Bentuk diabetes yang terjadi selama kehamilan.
21
c. Tanda dan Gejala Menurut Misnadiarly (2006) tanda dan gejala diabetes dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik. 1) Gejala akut. Gejala penyakit DM ini dari suatu penderita ke penderita lainya tidak selalu sama dan gejala yang umum timbul dengan adanya variasi gejala lain, bahkan penderita diabetes yang tidak menunjukan gejala apapun sampai pada saat tertentu. Pada permulaan gejala ditunjukan meliputi tiga tanda yaitu banyak makan (poifagia), banyak minum (polidipsia), banyak buang air kecil (poliuria). Dalam fase ini penderita menunjukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada saat jumlah insulin masih mencukupi. Diabetes mellitus bila tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin, akan mengalami polidipsia dan poliuria, dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, bahkan timbul rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai berat badan turun dengan cepat (bisa 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh tidak sadarkan diri (koma diabetic). Koma diabetik adalah koma pada penderita DM akibat kadar glukosa darah terlalu
22
tinggi (melebihi 600 mg/dl). Gejala dan penurunan berat badan yang paling sering menjadi keluhan utama penderita. 2) Gejala kronik Keadaan penderita DM tidak menujukan gejala akut (mendadak) tetapi baru menunjukan gejala sesudah beberapa tahun mengidap penyakit DM, gejala ini disebut kronik atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita dapat mengalami beberapa gejala antara lain: kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tus uk jarum, jarum , rasa tebal di kulit , kram, kram, mudah lelah, mudah mengantuk, mata kabur, biasanya sering mengganti kacamata, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita gigi mudah goyang dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau berat
badan lahir > 4 kg. d. Etiologi Diabetes
mellitus
mempunyai
etiologi
yang
heterogen,
penyebab berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insufisi ensi insulin, tetapi determinan genetik genetik memegang peranan peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai etiologi DM yaitu : 1) Kelain Kel ainan an sel sel beta pankreas, berkisar dari hilangn ya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
23
2) Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan pemasuk an
karbohidrat karbohi drat
dan
gula
yang
diprose dipros es
secara
berlebihan, obesitas dan kehamilan. kehami lan. 3) Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel - sel antibodi antipankreatik
dan
mengakibatkan
kerusakan
sel
-
sel
penyekresi penyekre si insulin, insuli n, kemudian kemudia n peningkatan pening katan kepekaan sel beta oleh virus. 4) Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin. e. Patofisiologi 1) Diabetes mellitus tip e I Diabetes mellitus tipe I diperantarai oleh degenerasi sel β Langerhans pankreas akibat infeksi virus, pemberian senyawa toksin, diabetogenik (streptozotosin, aloksan), atau secara genetik (wolfram sindrome) sindrome) yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali. Hal tersebut mengakibatkan penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan jaringan adiposa. Secara patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan membutuhkan
24
waktu yang bertahun-tahun, biasanya terjadi sejak anak-anak atau awal remaja. Penurunan berat badan merupakan ciri khas dari penderita penderit a DM I yang tidak terkontrol. terkontr ol. Gejala yang sering mengiringi DM I yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia. Peningkatan volume urin terjadi disebabkan oleh diuresis osmotik (akibat peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemik) dan benda-benda keton dalam urin. Lebih lanjut, diuresis osmotik tersebut akan mengakibatkan kondisi dehidrasi, kelaparan dan shock. Gejala haus dan lapar merupakan akibat dari kehilangan cairan dan ketidakmampuan tubuh tubuh menggunakan nutrisi (Nugroho, 2006). 2) Diabetes mellitus tipe II Secara patofisiologi, DM tipe II disebabkan karena dua hal yaitu penurunan respon jaringan perifer terhadap insulin, peristiwa tersebut dinamakan resistensi insulin, dan Penurunan kemampuan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Sebagian besar DM tipe II diawali dengan kegemukan karena kelebihan makan. Sebagai kompensasi, sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga sehin gga kadar kad ar insulin nsulin meningkat (hiperinsulinemia). (hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan
pengaturan
sendiri
( self self
regulatio regul ation n)
dengan
menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. regulation. Hal ini
25
membawa dampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreseptor, yaitu penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan aktivasi glycogen
synthase.
Kejadian
ini
mengakibatkan
terjadinya
resistensi insulin. Dua kejadian tersebut terjadi pada permulaan proses terjadinya DM tipe II. Secara patologis, pada permulaan DM tipe II terjadi peningkatan kadar glukosa plasma dibanding normal, namun masih diiringi dengan sekresi insulin yang berlebihan (hiperinsulinemia). Hal tersebut mengindikasikan telah terjadi defek pada reseptor maupun postreseptor insulin. Pada resistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga
mengakibatkan
peningkatan
kadar
gula
darah
(hiperglikemik). Seiring dengan kejadian tersebut, sel β pankreas mengalami adaptasi diri sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin. Sedangkan pada DM tipe II akhir telah terjadi penurunan kadar insulin plasma akibat penurunan kemampuan sel β pankreas untuk mensekresi insulin, dan diiringi dengan peningkatan kadar glukosa plasma dibandingkan normal. Pada penderita DM II, pemberian obat-obat oral antidiabetes
26
sulfonilurea
masih
dapat
merangsang
kemampuan
sel
β
Langerhans pankreas untuk mensekresi insulin (Nugroho, 2006). 3) Diabetes gestesional Diabetes gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilan. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi kemungkinan diabetes. Penatalaksanaan pendahuluan mencangkup modifikasi
diet dan
pemantauan kadar glukosa. Jika hiperglikemia terjadi, preparat insulin harus diresapkan. Obat hipoglikemia oral tidak boleh digunakan selama kehamilan. Tujuan yang akan dicapai adalah kadar glukosa selama kehamilan yang berkisar dari 70 hingga 100 mg/dl sebelum makan (kadar gula nuchter) dan kurang dari 165 mg/dl pada 2 jam sesudah makan ( kadar gula 2 jam postprandial). Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. walaupun banyak wanita yang mengalami diabetes gestastional ternyata kemudian hari menderita diabetes tipe II. Oleh karena itu, semua
wanita yang menderita diabetes gestasional harus
mendapatkan kounseling guna mempertahankan berat badan idealnya untuk menghindari awitan diabetes tipe II (Brunner & Suddarth, 2002).
27
4) Diabetes tipe spesifik lain Diabetes tipe spesifik lain disebabkan oleh berbagai kelainan spesifik (kerusakan sel ß pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas, obat-obatan, bahan kimia, infeksi, dan lain-lain (Wijayakusuma, 2004). f.
Faktor Risiko Faktor-faktor yang mempertinggi risiko diabetes menutut
Sutrani
(2006). 1) Kelainan genetika Diabetes dapat menurun silsilah keluarga yang mengidap diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Tetapi risiko terkena diabetes juga tergantung pada faktor kelebihan berat badan, stress, dan kurang bergerak. 2) Usia Umumnya manusia mengalami perubahan fisikologi yang secara dratis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badanya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka terhadap insulin. 3) Gaya hidup stres Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang
manis-manis
dan
berlemak
tinggi
untuk
28
meningkatkan kadar serotonin otak. Seretonin ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes. 4) Obesitas Obesitas terjadi pada 80-85 persen penderita diabetes tipe II mengidap kegemukan, dan tidak semua orang yang kegemukan menderita diabetes, tetapi penyakit ini muncul 10-20 tahun kemudian. Dikatakan obesitas jika seseorang kelebihan 20 persen dari berat badan normal. 5) Pola makan yang salah Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas, sedangkan obesitas (gemuk berlebihan) mengakibatkan gangguan insulin (retensi insulin). Kurang gizi dapat terjadi selama kehamilan, masa anakanak, dan pada usia dewasa akibat ketat berlebihan. Sedangkan kurang gizi pada janin
terjadi karena ibu merekok atau
mengkonsumsi alkohol semasa hamilnya. Sebaliknya, obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga cadangan gula darah yang disimpan di dalam tubuh sangat
29
berlebih. Sekitar 80 persen penderita diabetes tipe II adalah mereka tergolong gemuk. g. Pemeriksaan Diagnostik Diagnostik (pemeriksaan) diabetes mellitus dilakukan dengan beberapa tes (Wiyakusuma, 2004). 1) Tes kadar glukosa darah Kadar glukosa darah yang diuji setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan waktu makan terahir. jika kadar glukosa sama atau di atas 200 mg/dl, hal itu menunjukan adanya diabetes mellitus. 2) Tes glukosa darah puasa Tes ini memerlukan puasa 12 sampai 14 jam sebelum darah diambil untuk pemeriksaan. Puasa adalah keadaan tanpa suplai makanan
(kalori)
selama
minimum
8
jam,
tetapi
tetap
diperbolehkan minum air putih. Jika kadar glukosa darah puasa sama atau lebih dari 126 mg/dl maka dikategorikan diabetes mellitus. Menurut American diabetes association (ADA) ada dua tes yang dapat dijadikan sebagai dasar diagnostik terhadap diabetes mellitus yang didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa plasma vena. a) Kadar glukosa darah sewaktu (tidak puasa) = 200 mg /dl.
30
b) Kadar glukosa darah puasa = 126 mg/dl. Pada tes toleransi glukosa oral (TTGO), kadar glukosa darah yang diperiksa kembali setelah 2 jam = 200 mg/dl. Tabel 1.2. Penentu kriteria penderita diabetes mellitus berdasarkan kadar glukosa darah sewatu dan puasa.
Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Konsentrasi glukosa
Plasma vena
< 100
100 - 199
= 200
darah sewaktu (mg/dl)
Darah kapiler
< 90
90 - 199
= 200
Konsentrasi glukosa
Plasma vena
< 100
100 - 125
= 125
darah puasa (mg/dl)
Darah kapiler
< 90
90 - 99
= 100
Dikutip dari : Purnamasari, D. (2009) Ilmu Penyakit Dalam, Diagnosis dan Kalasifikasi Diabetes Mellitus. Jakarta: Internal Publising. Diagnosis DM didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis dialukan pemeriksaan laboratorium
yang
dilakukan
terhadap
seseorang,
untuk
mengetahui
orang tersebut berdasarkan gejala dan keluhan
penyakit benar-benar telah menderita penyakit diabetes mellitus. Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan memeriksa kadar glukosa darah puasa, pemeriksaan glukosa darah sewaktu (at random), atau kadar glukosa darah dua jam sesudah makan (post prandial). Pemeriksaan yang dilanjutkan adalah pemeriksaan
31
glukosa darah dengan metoda enzimatik menggunakan bahan plasma darah yang diambil dari darah vena. Metode enzimatik bersifat lebih spesifik karena yang diukur hanya kadar glukosa ( Purnamasari, 2009). 3) Pemeriksaan urin Pemeriksaan urin dapat memberikan dugaan kuat adanya diabetes mellitus, tetapi pemeriksaan urin tidak dapat digunakaan sebagai dasar pemeriksaan
diagnosis adanya diabetes mellitus.
Pada pemeriksaan urin, urin akan dianalisis, mengandung glukosa (gula) atau tidak. Jika dalam urin ditemukan adanya glukosa, menandai dugaan adanya diabetes mellitus. 4) Tes keton Keton ditemukan dalam urin jika kadar glukosa darah sangat tinggi atau sangat rendah. Jika hasil tes positif dan kadar glukosa juga tinggi, dapat memperkuat dugaan ada diabetes mellitus. 5) Pemeriksaan mata Dari hasil pemeriksaan, pada mata menempatkan adanya retina yang abnormal (tidak normal), sehingga terjadi pada penderita diabetes mellitus kronis akibat komplikasi penyakit diabetes mellitus.
32
h. Penatalaksanaan Komponen komponen
yaitu
dalam diet,
penatalaksanaan
latihan,
pemantauan,
diabetes terapi,
ada
lima
pendidikan.
Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderita disamping karena berbagai kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan dari riset. Karena itu, meliputi berbagai pengkajian yang konstan dan modifikasi rencana penangan oleh professional kesehatan di samping penyesuaian terapi oleh pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim kesehatan mengarahkan penangan tersebut, namun pasien sendirilah yang harus bertangung jawab dalam melaksanakan terapi yang kompleks itu setiap hari, karena alasan ini pendidikan pasien dan keluarganya di pandang kompenen yang penting dalam menangani penyakit diabetes sama pentingnya dengan komponen lain pada terapi diabetes ( Brunner & Suddarth 2002). 1) Diet Mengatasi DM dengan berdiet pada hakikatnya memiliki tujuan meningkatkan dan mempertahankan berat badan ideal dengan menyediakan makanan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi. Dalam menjalani diet asupan gizi makanan bagi penderi ta adalah karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%, dan protein penderita DM setiap hari 15-20% dari total kebutuhan energi atau 0,8 gram/kg berat badan, pilih protein yang memiliki niali gizi
33
tinggi . Konsumsi lemak tidak jenuh ditingkatkan minimum 10% dari total energi dan konsumsi lemak yang mengandung kolesterol tidak boleh lebih dari 300 mg/hari Serat halus dalam jumlah yang tinggi, yakni lebih dari 40 gram setiap hari atau 25 gram untuk setiap 100 kalori. Dianjurkan mengkonsumsi makanan berserat secara bertahap hingga mencapai jumlah yang diharapkan. Pilih makan yang mengandung serat mudah larut, seperti buncis, buah dan kacang-kacangan (Sumanto, 2009). 2) Latihan fisik (olahraga) Beberapa manfaat olahraga yang dilakukan secara rutin dan teratur bagi penderita DM yaitu, menurunkan kadar gula darah, memperlancar darah sehingga retensi insulin berkurang dan sensitivitas atau kepekaan insulin bertambah, menurunkan berat badan, mencegah kegemukan yang akan memperberat peningkatan kebutuhan insulin, mengurangi komplikasi yang berkaitan lemak darah dan meningkatkan kadar High-density lipoproteins ( HDL) sebagai faktor pelindung (protected) dari kejadian penyakit jantung koroner dan atikoagluan. High-densit y lipoproteins normal 4565%, HDL 35% berisiko terjadi komplikasi vaskuler (Sutedjo, 2010). 3) Pemantauan Pemantauan
pengendalian
komplikasi DM bertujuan
diabetes
dan
pencegahan
menghilangkan gejala, memperbaiki
34
kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan kronik mengurangi laju pengendapan komplikasi yang sudah ada. Pemantauan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial, pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan, pemeriksaan ke fasilitas kesehatan kurang lebih 4 X pertahun (kondisi normal) dan dilakukan
pemeriksaan
kreatinin,
albumin
jasmani
globulin,
lengkap,
ALT,
albuminuriamikro,
kolesterol
total,
HDL,
trigliserida, dan pemeriksaan lain yang diperlukan (Hastuti, 2008). 4) Terapi Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurai
terjadinya
komplikasi
terjadinya
vaskuler
serta
neuropatik. Tujuan terapetik pada setiap tipe diabetes adalah tercapainya kadar glukosa daran normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktifitas pasien ( Brunner & Suddarth 2002). 5) Pendidikan Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan prilaku penaganan mandiri yang khusus seumur hidup. Diet aktivitas fisik dan stres fisik serta emosional mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien bukan hanya harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari guna
35
menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang harus memiliki
oleh
penderita
dapat
membantu
melakukan pendidikan dan penyuluhan
perawat
dalam
( Brunner & Suddarth
2002). i.
Komplikasi Diabetes merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi akibat kerusakan sekresi insulin. Pada hiperglikemia kronis diabetes berhubungan komplikasi jangka panjang dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh dar ah. Diabetes tipe I,
5-10% dari penderita DM
mengalami kerusakan autoimun sel beta pankreas. Diabetes tipe II, 90-95% mengalami resistensi insulin relatif. Keluhan diabetes sering tidak
terdiagnosis
selama
bertahun-tahun,
karena
hiperglikemia
berkembang secara bertahap (Turns, 2011). Komplikasi penyakit diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu komplikasi bersifat akut dan kronis (menahun). Kompliasi akut merupakan kompliasi yang harus ditindak cepat atau memerlukan pertolongan dengan segera. Kompliasi kronis merupakan kompliasi
36
yang timbul setelah penderita mengidap diabetes mellitus selama 5-10 tahun atau lebih (Tobing et al, 2008). 1) Komplikasi akut a) Hipoglikemia Hipoglikemia adalah suatu keadaan seseorang dengan kadar glukosa darah di bawah nilai normal. Gejala umum hipoglikemia adalah rasa lapar, gemetar, mengeluarkan keringat dan berdebar-debar, pusing, gelisah, serta keadaan penderita bisa menjadi koma. Gejala muncul akibat kelebihan katekolamin dalam darah (hiperkatekolaminemia) (Utami et al, 2003). b) Ketoasidosis diabetik-koma diabetic Koma diabetik adalah koma pada penderita DM akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi (600 mg/dl). Glukosa darah tinggi tidak dapat memenuhi kebutuhan energi tubuh, sehingga metabolisme tubuh berubah. Kebutuhan energi tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan membentuk senyawa keton. Keton akan terbawa dalam urine dan dapat dirasakan baunya saat bernafas. Akibatnya darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tidak sadarkan diri, dan mengalami koma (Misnadiary, 2006).
37
Penyebab koma komplikasi koma diabetik adalah infeksi. Komplikasi disebabkan lupa suntik insulin, pola makan yang terlalu bebas, atau stres sehingga terjadi defisiensi atau kekurangan insulin akut pada metabolisme lemak, karbohidrat, maupun protein. Gejala yang sering muncul adalah poliuria, polidisia, dan nafsu makan menurun akibat rasa mual, sehingga terjadi hipotesis (tekanan darah rendah) sampai shock, kadar glukosa tinggi, dan kadar bikarbonat rendah ( Utami, 2003). c) Koma hiperosmoler non ketolik Koma hiperosmoler non ketolik
yang diakibatkan
adanya dehidrasi berat, hipotensi, dan shock karena koma hiperosmoler non ketolik diartikan sebagai keadaan tubuh tanpa
penimbunan
lemak
yang
menyebabkan
penderita
menunjukan pernapasan yang cepat dan dalam (kussmaul) . Pemeriksaan dilaboratorium menunjukan bahwa kadar glukosa penderi ta sanggat tinggi, pH darah normal, kadar natrium (Na) tinggi, dan tidak ada ketonemia (Utami, 2005). d) Koma lakto asidosis Komplikasi pada koma lakto asidosis sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laktat di dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan ahirnya menimbulkana koma. Keadaan koma dapat terjadi karena infeksi, shock, gangguan hepar,
38
ginjal, diabetes mellitus yang pengobatan dengan phenformin. Gejala yang muncul biasanya berupa stupor hingga koma. Pemeriksaan gula darah hanya menunjukan hiperglikemia ringan ( gula darah dapat normal atau sedikit turun) ( Utami, 2003). 2) Komplikasi kronis a) Komplikasi mikrovaskular Komplikasi mikrovaskular mempengaruhi pembuluh darah keci l dan syaraf. Retinopati yang mempengaruhi retin a mata, nefropati yang mempengaruhi fungsi ginjal dan neuropati (kerusakan saraf sensorik, motorik, atau otonom). Komplikasi makrovaskular terjadi penyempitan pada pembuluh-pembuluh darah sehingga organ yang seharusnya mendapatkan suplai darah dari pembuluh-pembuluh tersebut menjadi kekurangan suplai. Penyandang DM menghadapi peningkatan risiko untuk menderita
penyakit
kardiovaskular,
serebrovaskular
dan
penyakit vascular verifier (Gibney, 2008). a) Komplikasi makrovaskular Komplikasi makrovaskular adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang besar, sehingga menyebabkan
aterosklerosis.
Penyakit
makrovaskular
menyebabkan aterosklerosis yang semakin cepat terjadi di
39
antara para pengidap diabetes sehingga dapat mengakibatkan peningkatanan risiko timbulnya infak miokard, strok dan ganggern pada ekstermitas bawah (Robinson, et al 2009). Komplikasi diabetes mellitus mempengaruhi beberapa organ tubuh, hal ini juga dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap penyembuhan luka. Lebih dari separuh pasien yang telah mengalami amputasi didahului dengan ulkus. Nyeri kram di betis dan otot kaki disebabkan oleh suplai darah yang tidak memadai ke otot-otot yang rusak. Ulkus kaki diabetik mempengaruhi sampai seperempat dari semua orang dengan diabetes (Sharp et al , 2010). Tabel 1.3. Klasifikasi klinis infeksi ulkus diabetika.
Garade
Tingkat infeksi
Manifestasi Klinis
1
Tanpa infeksi
Tidak tampak tanda inflamasi atau pus pada ulkus.
2
Ringan
3
Sedang
Dijumpai lebih dari 2 tanda inflamasi (pus, eritema, nyeri, nyeri tekan, hangat pada perabaan dan indurasi), luas sesulitis/eritema < 2 cm sekitar ulkus, dan infeksi terbatas di kulit/jaringan superfisial, tidak dijumpai komplikasi local/iskemik. Kriteria di atas dengan keadaan sitemik dan metabolic stabil, ditambah dengan adanya > 1 keadaan berikut: Selulisis > 2 cm sekitar ulkus Kebocoran sistem limfatika Abses di jaringan dalam Ganggren, dengan melibatkan jaringan otot, tulang dan tendon
40
4
Berat
Pasien mengalami infeksi dengan gangguan sistemik atau metabolik yang tidak stabil (demam, takikardi, hipotemsi, bingung, muntah, lekositosis, asidosis, hiperglikemia berat, azotemia). Dikutip dari : Cahyono, JB Suharjo B. (2007) Manajemen Ulkus Kaki. Jurnal Dexa Medika no 3 vol. 20 juli. Komplikasi makrovaskular terutama terjadi akibat aterosklerosis (pengerasan arteri). Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan menyebabkan gangguan aliran darah, penyulit komplikasi jangka panjang dan mortalitas. Kerusakan makrovaskular dapat terjadi bahkan tanpa adanya diabetes mellitus (kadar glukosa plasma kurang dari 126 mg/100mL) (Corwin, 2009).
2.
Ankl e Br achial I ndex
Salah satu komplikasi yang terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe II adalah peripheral arterial disease (PAD) yang terjadi akibat proses atherosklerosis. Proses atherosklerosis ini terjadi di pembuluh darah tepi yang salah satu manifestasinya adalah terjadinya gangguan kognitif. Keparahan PAD dapat dinilai dengan nilai ankle brachial index (ABI) (Khairani, 2011). a.
Definisi Ankle brachial index adalah alat pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi penyakit arteri asimtomatik pada kaki untuk mencegah
41
terjadinya iskemik pada tubuh, dan untuk mendeteksi terjadinya penyakit kardiovaskular. Ankle brachial index adalah rasio tekanan darah sistolik pada pergelangan kaki dengan lengan. Pemeriksaan ini diukur
dengan
pada
keadaan
pasien
terlentang
dengan
sphygmomanometer dan probe USG doppler. Tekanan sistolik diukur dari kedua lengan dan di arteri pedis tibialis posterior dan dorsalis di pergelangan kaki masing-masing (Coke, 2010). Pemeriksaan ABI dilakukan karena mempunyai sensitivitas yang
cukup
baik
sebagai
Pemeriksaan ABI dilakukan
marker
adanya
seperti
insufisiensi
arterial.
mengukur tekanan darah
menggunakan manset tekanan darah, kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe Doppler (pengganti stetoskop). Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle) sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik lengan atas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di tungkai bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. Ankle brachial index dihitung berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachial . (Cahyono, 2007).
ABI = Tekanan darah sitolik ankle Tekanan darah sitolik brachial
42
Tabel 1.4. Interpretasi nilai ABI Nilai ankle brachial inde
Interprestasi
> 1,4
Abnormal
>1,0
Normal
0,8-1,0
Ringan
0,5-0,8
Sedang
<0,5
Berat
Dikutip dari: Al-Qaisi, M., Nott, D. M., King, D. H., Kaddoura, S. (2009). Ankle Brachial Pressure Index (ABPI): An update for practitioners. Journal Vascular Health and Risk Management 29 september 2009. Indeks tekanan pergelangan kaki-lengan atau ankle brachial index merupakan
alat yang membandingkan tekanan darah sistolik
pergelangan kaki dengan lengan (brachial). Pengukuran tekanan ini sangat berguna dalam penilaian, tindak lanjut dan perawatan pasien dengan penyakit vaskuler perifer (PVD).
Ankle brachial index
menyediakan dasar objektif untuk mengikuti perkembangan proses penyakit dan mengevaluasi efektivitas rencana pengobatan. Hasil dikombinasikan dengan doppler atau denyut nadi volume analisis gelombang. Perubahan signifikan dalam arteri tekanan sistolik antara situs menunjukkan aliran darah mengurangi yang disebabkan oleh stenoses atau penghalang pembuluh darah (Rumwell et al , 1996).
43
3. Terapi Ceragem
a. Definisi Terapi Ceragem berasal dari negara Korea Selatan. Dan kini sudah ada di Amerika Serikat, Eropa dan Asia. Kata Ceragem berasal dari bahasa Yunani, yang berarti batu (giok) Kehangatan. Ceragem CGM-P390 adalah alat terapi kesehatan perpaduan antara pengobatan Timur dan Barat (Sitorus, 2009).
Gambar 1.1. Ceragem Compact P390
Batu giok dalam pengobatan traditional chinese medicine (TCM) telah dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Batu giok mengandung magnesium dan kalsium yang mampu menghantarkan
infra
merah
dengan
baik.
Batu
giok
dapat
dimanfaatkan untuk mengembalikan vitalitas, merangsang regenerasi sel, meningkatkan daya tahan tubuh, merangsang tubuh untuk melawan penyakit, serta melancarkan peredaran darah (Dalimartha, 2008).
44
Bahan dari batu giok yang lainya terdiri dari germanium yaitu batu kokoh yang telah diperoses dengan pemanasan hingga suhu 1300 C akan menghasilkan pancaran sinar infra merah. Tourmaline adalah sejenis batu kristal yang mempunyai struktur mineral yang unik dapat memancarkan ion negatif, yang dapat diserap oleh tubuh manusia dan menguraikan ion-ion positif yang berlebihan sehingga membuat kondisi sel-sel tubuh aktif. Bio-ceramic adalah batu penghantar panas yang baik yang memancarkan gelombang super potensial sehingga dapat melancarkan peredaran darah didalam tubuh. Batu vulkano adalah batu yang berasal dari letusan gunung vulkano yang dapat melancarkan gelombang elektromagnetik. Ceragem merupakan sebutan alat kesehatan yang mengunakan teknologi sinar infra merah yang di padukan dengan batu giok dalam balutan mesin berteknologi canggih. Terdapat empat prinsip utama pengobatan
ceragem
yaitu
urut,
kop,
infra
merah
jauh
dan
chiroparactic (tulang belakang) menjadi langkah proses penyembuhan (Lee et al, 2002). 1). Urut Urut adalah memberikan tekanan dengan jari, pada metode Ceragem mengurut dengan menggunakan batu giok pada lima jalur chi dan lubang- lubang chi dipunggung dan tekananya berasal dari tubuh manusia. Dengan mengurut di bagian-bagian tersebut, maka
45
Ceragem ini dibuat sedemikian rupa sesuai dengan bentuk tubuh manusia. Menurut Triyono (2008) Urut yang terjadi melalui tekanan dari berat tubuh di bagian belakang yang mengantarkan saraf dan meperlancarkan peredaran chi sehingga fungsi seluruh organ tubuh menjadi optimal. 2). Kop Prinsip kerja dengan mengalirkan kehangatan sinar infra merah jauh dari batu giok kedalam tubuh dengan suhu antara 6070°C dalam jangka waktu tertentu di bagian tubuh yang sakit dengan tujuan dapat memperlebar pembuluh darah, sehingga darah akan mengalir lancar. Bio-Energy yang
terkandung
di
dalam
batu
giok
mempunyai panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang energi manusia (Chin) sehingga Bio-Energy yang terkandung dalam batu giok dapat menembus sel tubuh manusia dengan mudah. Ketika tidur, panas tubuh akan membantu batu giok memancarkan gelombang Bio-Energik yang dapat menembus tubuh sedalam 14-15 cm (5,5-6 inci). Energi tersebut akan menyebabkan lancar sirkulasi darah, mengaktifkan sel-sel tubuh dan membuang racun-racun dalam tubuh. Sinar hangat yang masuk sampai jauh ke dalam tubuh melalui kop akan mengaktifkan semua fungsi sel dan membantu
46
menghasilkan darah segar yang baik serta membuat peredaran darah menjadi lancar, sehingga tidak hanya memperkuat detak jantung, tetapi juga meningkatkan daya tahan tubuh (Kusuma, 2008). 3). Sinar infra merah jauh Pada sinar Infra merah jauh berfungsi melancarkan peredaran darah. Efek hangatnya dapat meresap ke dalam tubuh hingga sedalam 12 cm. Sinar infra merah jarak jauh sama dengan cahaya, tidak perlu melalui udara, namun bisa dipancarkan langsung ke obyek. Sinar infra merah jarak jauh mempunyai daya resap jauh ke dalam bawah kulit manusia, menghangatkan tubuh dari dalam serta mengaktifkan sel-sel. Semua obyek terdiri dari molekul-molekul, ketika sinar infra merah bersentuhan dengan obyek, akan menyebabkan timbulnya resonansi dan molekulmolekul. Getaran antar molekul yang telah ada sebelumnya akan bertambah kuat dan meluas, berlangsung terus menerus sehingga getaran menjadi tidak terbatas besarnya, mendorong pertambahan energi dalam molekul, sehingga tubuh menyerap sinar infra merah dengan, cepat sinar infra merah men yebabkan molekul-molekul air dalam
tubuh
penyerapan
bergetar
menyebabkan
resonansi. Reaksi
reaksi
panas
melalui
panas menyebabkan kenaikan
47
temperature
dibawah
kulit,
meningkatkan
sirkulasi
darah,
menghilangkan segala halangan yang menghambat sirkulasi darah. lancarnya peredaran darah akan mengoptimalkan fungsi darah. 4). Chiropractic Chiropractic memperbaiki tulang belakang yang bengkok serta memperbaiki fungsi syaraf yang tertekan sehingga fungsi syaraf normal kembali. Chiropractic didasari keyakinan bahwa tulang
belakang
yang
terposisi
dengan
baik
akan
sangat
menentukan terjaganya kesehatn tubuh, pada tulang belakang adalah pendukung seluruh tubuh dan terdapat sinar saraf manusia. Salah satu manfaat chiropatictic adalah untuk meringankan masalah-masalah di bagian punggung dan leher. Manipulasi ringan pada tulang belakang akan dilakukan untuk memperbaiki tulang postur tubuh dan untuk menghilangkan rasa kaku yang muncul. Terapi pada tulang belakang juga akan membantu mengatasi masalah-masalah pada tulang belakang yang tidak berhubungan, yang dikarenakan jalur-jalur saraf bercabang dari tulang belakang pada beberapa tempat menuju area di seluruh tubuh (Charlis et al , 2005).
48
b. Cara kerja Ceragem Compact P390 1) Tampilan Pengguna
Gambar 1.2. Ceragem Compact P390
Panel tampilan dirancang untuk kemudahan pengenalan dalam pengoperasian produk dan pengaturan temperatur. Pengguna dapat mengatur temperatur dengan menggunakan tombol kontrol dan dapat mengidentifikasi temperatur dan temperatur biasanya. Panel tampilan waktu juga digunakan untuk mengatur penggunaan waktu pada mode manual. 2) Pengoperasian
Gambar 1.3. Ceragem Compact P390
Untuk penggunaan yang lebih akurat dan nyaman, lokasi penekanan ditampilkan selama mode otomatis. Pengguna dapat
49
mengatur waktu penggunaan 1, 2 atau 3 menit dengan kontrol otomatis. Suara bel menunjukkan waktunya pemindahan lokasi secara tepat dan pasti. 3) Sistem Keamanan
Gambar 1.4. Ceragem Compact P390
Sistem power supply dengan switch modul power supply (SMPS) di dalamnya lebih menstabilkan listrik. Sistem power supply merubah listrik dari sumber luar menjadi yang sesuai dengan
produk.
memperlama
daya
Hal
ini
tahan
meningkatkan produk.
Sistem
kualitas
dan
pengontrolan
temperatur yang baru memungkinkan pengaturan temperatur yang lebih akurat dan fungsi pencegahan overheat P390 menambah tingkat keamanan produk.
50
4) Penggunaan untuk dua orang
Gambar 1.5. Ceragem Compact P390
Proyektor 3 dan 9 bola memungkinkan penggunaan oleh 2
orang
sekaligus
secara
bersama-sama.
Pengaturan
temperature untuk proyektor 3 dan 9 bola dapat diatur secara terpisah, yang memungkinkan kedua pengguna mengatur temperatur yang diinginkan. (www.inniceragem.com). c. Fungsi Ceragem Compact P390 Ceragem Compact P390 yang berpusat pada tulang belakang. Tulang belakang merupakan sumber kehidupan yang sekaligus berpusat susunan saraf
dan pembuluh darah, sehingga efektif
untuk mengatasi berbagai jenis keluhan, fungsi ceragem adalah menormalkan kembali saraf-saraf yang tertekan. Saat terapi, ada 15 titik yang menjadi sasaran yakni 12 titik di sepanjang tulang punggung dan 3 titik di bagian depan mulai dari perut hingga tulang kemaluan (Sarwani, 2007).
51
1. Senam Kaki Diabetik
a. Definisi. Senam kaki diabetik adalah latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk dan tidur, dengan cara menggerakan kaki dan sendi-sendi kaki misalnya berdiri dengan tumit diangkat, mengangkat dan menurunkan kaki. Gerakan dapat berupa gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau kedalam dan mencengkram pada jari-jari kaki. Latihan dilakukan setiap hari secara teratur (Lumenta, 2006). Latihan fisik merupakan salah satu prinsip dalam pelaksanaan penyakit Diabetes mellitus. Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar pengelolaan diabetes. Latihan fisik yang di maksud adalah
aerobic,
senam,
jogging,
berjalan
terus
menerus
dan
berlangsung dalam waktu yang cukup lama (Darmilartha, 2007). Senam bermanfaat menghindari penumpukan lemak di tubuh. Timbunan lemak yang berlebih di perut akan menghasilkan hormon yang ahirnya mengakibatkan hiper insulin yang memunculkan berbagai penyakit, diabetes, hipertensi, stroke, jantung koroner, kadar asam tinggi dan tumor (Murtiwi, 2001). Olahraga berkaitan erat dengan kapasitas kerja sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah), sistem saraf dan sistem otonom tubuh. Dari semua sistem tersebut
52
diantara sangat berperan
guna peningkatan fisik adalah sistem
sirkulasi (jantung dan pembuluh darah), respirasi dan otot tubuh. Bila ketiga sistem
tersebut terganggu bisa menimbulkan keluhan.
Peningkatan kapasitas sistem dapat diupayakan dengan melakukan aktifitas fisik (Purwanto, 2011). Senam kaki dapat membantu sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Latihan senam kaki diabetik merupakan salah satu pencegahan tersier untuk mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walupun sudah terjadi penyulit. Kaki diabetes adalah salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Angka amputasi akibat diabetes masih tinggi, sedangkan biaya pengobatan juga sangat tinggi dan sering tidak terjangkau oleh masyarakat umum. Tiga alasan mengapa orang dengan diabetes lebih tinggi risiko mengalami masalah kaki yaitu sirkulasi darah kaki dari tungkai yang menurun (gangguan pembuluh darah), berkurangnya perasaan pada kedua kaki (gangguan saraf), berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi ( Misnadiarly, 2006). b. Tujuan Senam kaki bertujuan untuk memperlancar peredaran darah ke kaki dan meningkatkan kekuatan otot (Sutedjo, 2010).
53
c. Perosedur Peralatan yang digunakan adalah kursi, handuk (Toselli, 2008). 1) Duduk secara benar di atas kursi dengan meletakan kaki di lantai.
Gambar 2. 1. Senam kaki
2) Dengan meletakan tumit di lantai, jari-jari kedua belah belah kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokkan kembali ke bawah sebanyak 10 kali.
Gambar 2. 2. Senam kaki
54
3) Dengan meletakan tumit di lantai, angkat telapak kaki ke atas, Kemudian, jari-jari kaki diletakan di lantai dengan tumit kaki diangkat ke atas. Cara ini diulangi sebanyak 10 kali.
Gambar 2.3. Senam Kaki
4) Tumit kaki diletakan di lantai. Bagian depan kaki diangkat diangkat ke atas dan buat putaran 360° dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
Gamabar 2.4. Sena m kaki
55
5) Jari-jari kaki diletakan dilantai. Tumit di angkat dan buat putaran
360°
dengan
pergerakan pada pergerangan kaki
sebanyak 10 kali.
Gambar 2. 5 Senam kaki
6) Kaki diangkat ke atas dengan meluruskan lutut. Buat putaran 360° dengan pergelakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
Gambar 2. 6 Senam kaki
56
7) Lutut diluruskan lalu dibengkokkan kembali ke bawah sebanyak 10 kali. Ulangi langkah ini untuk kaki yang sebelahnya.
Gambar 2.7. Sen am kaki
8) Letakan handuk di lantai, tarik mendekat dengan mengerutkan jari kaki sebanyak 10 kali.
Gambar 2.8. Senam kaki
57
4. Lingkup Masalah Penelitian Ilmu Keperawatan
Keperawatan merupakan model pelayanan profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar yang diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis, sosial agar dapat mencapai derjat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu. Diabetes mellitus merupakan gejala yang timbul ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, penyakit ini bersifat menahun dan kronis. Proses atherosklerosis ini terjadi di pembuluh darah tepi yang salah satu manifestasinya adalah terjadinya gangguan kognitif. Keparahan peripheral arterial disease (PAD) dapat dinilai dengan nilai ankle brachial index (ABI). Ankle brachial index adalah alat pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi penyakit arteri asimtomatik pada kaki untuk mencegah terjadinya iskemik pada tubuh, dan untuk mendeteksi terjadinya penyakit kardiovaskular. Kondisi kaki merupakan komplikasi kronik DM yang paling ditakuti dan sering menimbulkan kecacatan serta kematian. Penderita diabetes harus berusaha mengontrol penyakitnya dan menghindari faktor risiko dengan membina hidup sehat, untuk penanganan dalam pencegahan salah satunya yaitu terapi caregem yang mampu memperlancar aliran darah pada saraf, dan senam kaki diabetik
58
dapat membantu sirkulasi darah dalam memperkuat otot-otot kaki dalam pencegahan terjadinya kelainan kaki.
59
B. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan di atas, maka dibentuk kerangka teori penelitian yang dijelaskan melalui gambar berikut: Faktor Resiko -
Kelainan genetika
-
Usia
-
Gaya hidup stres
-
Obesitas
-
Pola makan salah
-
Kerusakan pankreas
pada
Diabetes Mellitus: -
-
Kadar glukosa = 200 mg/dl (hiperglikemia),
-
Diabetes tipe I Diabetes tipe II Diabetes gestas ional Diabetes tipe lain
Penatalaksanaan Komplikasi: Pemberian pelakuan fisik dengan prinsif: Urut Kop Sinar inframerah jauh Chiropractic -
-
Diet Terapi Pemantauan Pendidikan Latihan Fisik Latihan Fisik
Terapi Terapiceragem Ceragem Nilai ankle brachial index
dan senam kaki diabetik. Senam kaki diabetik standar.
Akut: - Hipoglikemia - Ketoasidosis diabetik - Koma hiperosmoler non ketolik - Koma lakto asidosis Kronis: Makrovaskuler Aterosklerosis Infak Miokard Stroke Ganggern Mikrovaskuler Retinopati diabetika Nefropati diabetika - Neuropati diabetika
Sumber: Misnadiarly (2006), Brunner & Suddarth, (2002), Gibn ey (2008) Sutrani (2006), Tobing (2008), Utami, (2003), Sitorus (2009), Lumenta (2006). Gambar 3.1. Kerangka Teori
60
C. Kerangka Konsep
Variable independent
Terapi ceragem dan senam kaki diabetik
Variabel dependent
Nilai ankle brachial index
Senam kaki diabetik standar
Variabel penggangu
Variabel penggangu
Pasien diabetes mellitus dengan komplikasi berat
Infeksi ulkus diabetika berat. Obesitas.
Keterangan: = Diteliti = Tidak diteliti
Gambar 3.2. Kerangka Konsep
61
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan mengenai populasi yang perlu dikaji kebenarnya, apakah bukti empiris dari sampel mendukung atau menolak dari pernyataan mengenai populasi (Purwanto, 2009). Hipotesis juga merupakan hubungan yang diharapkan antara dua variable atau lebih ke dalam prediksi yang jelas dari suatu penelitian (Saryono, 2011). Hipotesis ada dua macam, yaitu hipotesis statistik atau hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis kerja atau hipotesis alternatif (Ha). Dalam penelitian ini menggunakan hipotesis statistik atau nihil, yaitu tidak ada perbedaan nilai ankle brachial index pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I.
62
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi-eksperimen . Desain quasi-eksperimen merupakan penelitian eksperimen semu dengan komparatif yang menggunakan dua
kelompok subyek, yaitu kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Perbedaan dianggap
sebagai
efek
perlakuan.
kedua hasil pengukuran
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
membandingkan nilai ankle brachial index pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I selama satu minggu.
Subjek
Pre test
Perlakuan
Post tes
Terapi ceragem dan senam kaki diabetik pada penderita diabetes mellitus
O1
(X1)
O2
Senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus
O3
( X2)
O4
Skema Desain Penelitian
Keterangan: O1 dan O3 Pengukuran sebelum perlakuan. O2 dan O4 Pengukuran setelah perlakuan.
63
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Cilacap Utara I dan di Rumah Ceragem Jalan Perintis Kemerdekaan No. 129 Kebon manis Cilacap. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Saryono, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus yang datang ke Puskesmas Cilacap Utara I dalam data rekam medik yang tercatat pada tahun 2010 dengan jumlah populasi 34 orang. 2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteiliti (Saryono, 2011). a. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus yang memenuhi kriteria penelitian sebagai berikut: Kriteria inklusi a) Pasien diabetes mellitus tipe II b) Bersedia menjadi responden dari awal hingga akhir penelitian c) Pasien kooperatif
64
d) Tidak mengunakan terapi komplementer lainya Kriteria ekslusi a) Infeksi ulkus diabetika berat b) Pasien diabetes mellitus dengan komplikasi berat c) Obesitas d) Wanita hamil b. Besar sampel Teknik
pengambilan
sampel
dalam
penelitian
ini
menggunakan teknik purposive sampling. Purvosive sampling yaitu teknik pengambilan sample berdasarkan pertimbangan atau tujuan tertentu (Saryono, 2011). Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 34 sampel yaitu 17 sampel untuk intervensi dan 17 sampel sebagai kontrol.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai terhadap objek (Nursalam, 2008). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independent ) dan variabel terikat (dependent ). 1. Variabel Bebas ( Independent Variable) Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang merangsang atau menstimuli variabel target (Saryono, 2011). Variable bebas pada penelitian ini adalah terapi ceragem dan senam kaki diabetik serta senam kaki diabetik standar.
65
2. Variabel Terikat (Dependent Variable) Variabel terikat pada penelitian ini adalah nilai ankle brachial index. Variabel terikat (Dependent variable/Effectual variable) adalah variabel yang timbul akibat efek penelitian (Saryono, 2011).
E.
Definisi Operasional Variabel. Tabel 2.1 Definisi Operasional No 1
Variabel Terapi dan Senam kaki Diabetik Ceragem
Definisi Terapi ceragem adalah terapi kesehatan dengan memadukan prinsip batu giok, pijat, kop, sinar infra merah, dan chiropractic dan dipadukan dengan Senam kaki diabetik yaitu latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk dan tidur, dengan cara menggerakan kaki dan sendisendi kaki ; dilakukan selama 3 kali dalam seminggu.
Alat ukur Observasi
Hasil ukur Terapi ceragem dan senam kaki diabetik
Skala data Nominal
2
Senam Kaki Diabetik Standar
Senam kaki diabetik adalah latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk dan tidur, dengan cara menggerakan kaki dan sendi-sendi kaki yang dilakukan 3 kali dalam seminggu.
Observasi
Senam kaki diabetik standar
Nominal
3
Ankle brachial index
Ankle brachial index merupakan penilaian kuantitatif dari sirkulasi perifer, tes dilakukan dengan menghitung rasio tekanan darah (TD) sistolik pembuluh arteri pergelangan kaki di bandingan dengan pembuluh darah arteri lengan.
Sphygmo Manomete, Doppler.
0,5-1,4
Rasio
66
F. Sumber Data
1. Data primer Sumber data pada penelitian ini diperoleh dari hasil pemeriksaan nilai ankle brachial index pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I. 2. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dan diperoleh oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data sekunder dalam penelitian ini adalah jumlah pasien dan data medis pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan
data
pada
penelitian
ini
adalah
dengan
pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan pada responden untuk mengetahui data nilai ankle brachial index untuk mengetahui nilai angkle brachial index. Cara untuk mengukur ankle brachial index (ABI) 1. Pengukuran tekanan sitolik brachial a. Tahap I Pasang manset dengan baik di lengan atas, letakan tinggi apabila mungkin, dengan kantung manset terletak di atas arteri brakhialis (di atas fosa kubiti) b. Tahap II
67
Beri jeli ultrasonik pada ujung probe. Pegang probe seperti memegang pensil letakan pada tepi lateral lengan di atas kulit pasien (sambil probe terus diletakan dan kemudian mencari arteri brakhialis).
Apabila
telah
didapat,
gerakkan probe untuk
menepatkan posisi dengan mengubah posisi dan sudut probe dan lakukan dengan halus. Untuk mendapatkan sinyal Doppler optimun sudut probel berkisar 45-60°. c. Tahap III Tetap menjaga posisi probel, kemudian manset dipompa sampai sinyal Doppler hilang. Manset harus dipompa s edikitnya di atas 20 mmHg dari sinyal Doppler yang terdengar. d. Tahap IV Kurangi tekanan manset perlahan (penurunan 4 mmHg/detik). Sinyal Doppler arterial akan tampak dan tajam mengambarkan tekanan sitolik darah, pada saat ini catat angka tekanan darah sphygmomanometer. e. Tahap V Ulangi pada lengan lainya. Gunakan pembacaan tertinggi dari dua pengukuran dalam menghitung ABI. 2. Pengukuran tekanan sitolik ankle a. Tahap I Tempatkan manset disekitar pergelangan kaki, tanpa menutup maleolus.
68
b. Tahap II Mencari lokasi arteri tibialis posterior. Posterior tibialis artery (PTA) yang biasanya ditemukan di belakang atau sepanjang tepi posterior posteri or dari maleolus maleolu s medialis mediali s pada garis antara maleolus maleolu s madialis dan tumit. c. Tahap III Tetap menjaga posisi probel, probel, kemudian manset dipompa sampai sinyal ditemukan di belakang atau sepanjang tepi posterior dari maleolus medialis pada garis antara maleolus madialis dan tumit. d. Tahap IV Kurangi
tekanan
manset
secara
perlahan
(penurunan
4
mmHg/detik). Sinyal Doppler arterial akan tiba-tiba tampak dan tajam mengambarkan tekanan sistolik darah, pada saat ini catat angka tekanan darah sphygmomanometer darah sphygmomanometer . e. Tahap V Mencari arteri lain seperti dorsalis pedis/dorsalis pedis/dorsalis pedal artery (DPA) atau arteri tibialis anterior/anterior anterior/anterior tibial artery (ATA). artery (ATA). f. Tahap VI Ulangi pada kaki lainya. Gunakan pembacaan tertinggi dari dua pengukuran pengukura n dalam menghitung menghit ung ABI. Bisa digunakan salah satu dari PTA, DPA atau atau ATA.
69
3. Menghitung ankle brachial index (ABI) index (ABI)
ABI =
Tabel 2.2 Interprestasi Nilai ABI Nilai ankle brachial inde
Interprestasi
> 1,4
Abnormal
>1,0
Normal
0,8-1,0
Ringan
0,5-0,8
Sedang
<0,5
Berat
Dikutip dari: Al-Qaisi, M., Nott, D. M., King, D. H., Kaddoura, S. (2009). Ankle Brachial Pressure Index (ABPI): An update for practitioners. practitioners . Journal Vascular Vascul ar Health and Risk Management Management 29 september 2009 .
H. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini mengunakan alat spigmomanomet er merk one med dan Doppler merk elitech elitech yang sudah terstandar sehingga tidak memerlukan validitas dan reliabilitas.
I.
Langkah-langkah Penelitian
1. Tahap Persiapan Penelitian a. Persiapan materi dan konsep yang mendukung penelitian.
70
b. Pembuatan proposal penelitian yang dilanjutkan dengan pengujian proposal penelitian. c. Mengurus perizinan dari Ketua jurusan keperawatan Fakultas kedokteran
dan
ilmu-ilmu
kesehatan
Universitas
Jendral
Soedirman. d. Mengurus permohonan izin kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Cilacap e. Mengurus
permohonan
izin
kepada
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah Cilacap f. Mengurus permohonan izin kepada Dinas Kesehatan Cilacap g. Permohonan zin zi in kepada kepada pihak pihak Puskesm Puskesmas as Cilacap Cilacap Utara I dan koordinasi dengan petugas yang ada di Puskesmas. h. Melakukan pengisian inform consent (surat persetujuan) untuk menjadi responden, menjelaskan menjelaskan tentang terapi ceragem dan senam kaki diabetik (tujuan, waktu dan prosedur). 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Langkah pertama adalah dengan melakukan Pre test untuk penilaian niali ankle brachial index index (ABI) . Setelah data tahap pertama didapatkan, peneliti memberikan penjelasan singkat tentang terapi ceragem dan senam kaki diabetik. Peneliti dan asisten peneliti membimbing responden melakukan terapi. Pelaksanaan terapi pada setiap responden dilakukan 3 kali, kali, selama 45
menit menit dan senam kaki diabetik
selama 30 menit dalam seminggu pada kelompok pertama yaitu terapi
71
ceragem dan senam kaki. Pada kelompok kedua senam kaki diabetik standar dilakukan 3 kali
selama 30 menit dalam seminggu, kemudian
dilanjutkan post-test . Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti dibantu oleh asisten yang sebelumnya telah paham dan menggerti pengunaan alat terapi ceragem. 3. Tahap Penyusunan Laporan Tahap ini merupakan tahap analisis data. Semua data hasil penelitian dihitung, direkap dan dilakukan analisis statistik melalui komputer. Hasil analisis selanjutnya disusun dalam bentuk laporan.
J. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Pengolahan Data a. Editing Menurut
Budiarto
(2001)
Editing
adalah
memeriksa,
menjumlahkan dan melakukan koreksi data yang telah dikumpulkan berupa daftar pertanyaan. Proses menjumlahkan yaitu menghitung banyaknya
lembaran
daftar pertanyaan
yang telah diisi
untuk
mengetahui jumlah yang telah ditentukan. Pada koreksi ialah proses membenarkan atau menyelesaikan hal-hal yang kurang jelas atau terdapat kesalahan dalam pengisian. b. Coding
72
Coding adalah memberikan kode tertentu pada instrument yang ada. Proses pengolahan data lebih sederhana dan mudah untuk dimengerti sehingga sumber data lebih efisien (Santjaka, 2008). c. Tabulasi Penyusunan data merupakan pengorganisasian data sedemikan rupa agar dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan dianalisis (Budiarto, 2001). d. Pengolahan dan analisis data Pada tahap ini dilakukan pemasukan data ke dalam program komputer untuk dapat dianalisis. 2. Analisis data a. Analisa Univariate Analisa univariate dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Tujuan analisa univariate ini untuk melihat kelayakan data dan mengetahui gambaran atau deskripsi dari variabel penelitian yaitu nilai ankle brachial index sebelum dan sesudah perlakuan. b. Analisa Bivariate Sesuai variabel yang digunakan, data yang dikumpulkan serta tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka analisis bivariat yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian ini adalah dengan uji pai red t-test untuk mengetahui perbandingan nilai ankle
73
brachial index sebelum dan setelah perlakuan (Santjaka, 2008). Rumus uji paired t-test sebagai berikut:
Keterangan: t
= Nilai t hitung = Rata-rata selisih pengukuran 1 dan 2
SD = Standar deviasi selisih pengukuran 1 dan 2 N = Jumlah sampel Dengan mengunakan rumus ini, untuk mengetahui nilai ankle brachial index pre dan post perlakuaan. Data diambil dua kali yaitu keadaan sebelum dan setelah perlakuaan terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada pasien diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan nilai ankle brachial index pada kedua kelompok digunakan uji “t ” 2n independent . Rumus uji Test sebagai berikut:
74
Keterangan: X1 = Rata-rata kelompok 1 X2 = Rata-rata kelompok 2 = Standar deviasi gabungan N1 = Sampel kelompok 1 N2 = Sampel kelompok 2 Dengan
mengunakan
rumus
ini
peneliti
ingin
melihat
perbandingan nilai ankle brachial index pada kombinasi terapi ceragem dan senam kaki diabetik dengan senam kaki diabetik standar pada penderita diabetes mellitus tipe II di Puskesmas Cilacap Utara I.
K. Etika Penelitian
Dalam
melalukan
penelitian,
peneliti
mendapat
perlu
adanya
rekomendasi dari institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada institusi atau lembaga tempat penelitian setelah mendapatkan persetuj uan barulah melalukan penelitian. Etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia, secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek dan prinsip keadilan (Budiarto, 2001). 1. Prinsip manfaat Penelitian ini dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan dan keadaan yang tidak menguntungkan kepada subyek penelitian. Oleh
75
sebab itu, peneliti menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Subyek diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah di berikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan subyek dalam bentuk apapun karena penelit i berhati-hati dalam mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subyek pada setiap tindakan. 2. Prinsip menghargai hak-hak manusia (respect human dignity) Subyek dalam penelitian ini berhak memutuskan untuk bersedia maupun menolak menjadi responden tanpa adanya sanksi atau akibat terhadap kondisi kesehatannya. Subyek penelitian diberikan penjelasan secara lengkap (inform consent ) mengenai tujuan penelitian serta penjelasan
bahwa
data
yang
diperoleh
hanya
digunakan
untuk
pengembangan ilmu. Selain itu, subyek berhak mendapatkan jaminan atas segala tindakan atau perlakuan yang diberikan selama proses penelitian ini. 3. Prinsip keadilan Subyek penelitian ini diperlakukan secara adil baik sebelum, selama maupun sesudah keikut sertaannya dalam penelitian. Seluruh subyek penelitian mendapatkan perlakuan yang sama sesuai dengan prosedur penelitian yang telah ditetapkan. Subyek penelitian ini berhak meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan. Oleh sebab itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).