SISTEM PEMANTAUAN HEMODINAMIK Disusun untuk memenuhi Tugas Keperawatan Kritis II
Oleh Kelompok 6
Wahyu Qurana
082310101007
Ervina Ervina Novi Susanti Susanti
08231010 082310101008 1008
Yerry Pristiwandono
082310101018 082310101018
Kicha Kartini
082310101035
Ditha Ariesya P.
082310101060
Tony Tony Hadi Hadi P
082310 082310101 101074 074
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2011
SISTEM PEMANTAUAN HEMODINAMIK
Pendahuluan
Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan tersebut merupakan suatu teknik untuk pengkajian pada pasien kritis, mengetahui kondisi perkembangan pasien serta untuk antisipasi kondisi pasien yang memburuk. Pemantauan memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk memompakan darah. Pengkajian secara noninvasif dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah satunya
adalah
pemeriksaan
vena
jugularis
( jugular
venous
pressure).
Pemantauan hemodinamik secara invasif, yaitu dengan memasukkan kateter ke dalam ke dalam pembuluh darah atau rongga tubuh.
Tujuan Pemantauan Hemodinamik
Monitor hemodinamik dapat membantu mengidentifikasi kondisi pasien, mengevaluasi respon pasien terhadap terapi, menentukan diagnosa medis, memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh dan kemampuan jantung untuk memompa darah.
Indikasi Pemantauan Hemodinamik
a. Shock b.
Infark Miokard Akut (AMI), yg disertai: Gagal jantung kanan/kiri, Nyeri dada yang berulang, Hipotensi/Hipertensi
c. Edema Paru d. Pasca operasi jantung e. Penyakit Katup Jantung f. Tamponade Jantung g. Gagal napas akut h. Hipertensi Pulmonal
i.
Sarana untuk memberikan cairan/resusitasi cairan, mengetahui reaksi pemberian obat.
Parameter Hemodinamik
a. Tekanan vena sentral (CVP) b. Tekanan arteri pulmonalis c.
Tekanan kapiler arteri pulmonalis
d. Tekanan atrium kiri e.
Tekanan ventrikel kanan
f. Curah jantung g. Tekanan arteri sistemik
Pemantauan Hemodinamik Non Invasive
Pengkajian non invasiv sangat tergantung dari keadaan klinik dan pada kondisi tertentu tidak dapat menjelaskan kondisi pasien secara spesifik dan akurat. Pemantauan hemodinamik non invasive dapat dilakukan dengan cara : a. Pengukuran tekanan vena sentral / CVP : Mengukur tekanan vena jugularis b. Memposisikan pasien berbaring setengah duduk c.
Perhatikan denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi hanya bisa dilihat. Akan tampak gelombang a (kontraksi atrium), gelombang c
(awal
kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup),
gelombang v (pengisian atrium-katup trikuspid masih menutup) d. Normalnya terjadi penggembungan vena setinggi manubrium sterni e. Apabila ditemukan penggembungan vena yang lebih tinggi
dari
manubrium sterni, maka terjadi peningkatan tekanan hidrostatik atrium kanan f. Pengukuran tekanan arteri sistemik g. Secara manual
Pemantauan Hemodinamik Invasive
Pemantauan hemodinamik invasive dilakukan dengan tujuan untuk mengukur dan mengetahui gelombang tekanan dalam ruang-ruang jantung. Kelebihan teknik invasif yaitu dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam pengambilan
sampel
darah,
pemeriksaan
laboratorium,
pemberian
obat-
obatan/cairan dan pemasangan pacu jantung. Beberapa teknik pengukuran hemodinamik invasiv yaitu: 1.
Central Venouse Pressure (CVP)
Tekanan vena sentral secara langsung merefleksikan tekanan pada atrium kanan. Secara tidak langsung menggambarkan beban awal jantung kanan atau tekanan ventrikel kanan pada akhir diastole. Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg. Sementara menurut Sutanto (2004) nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.
Tempat Penusukan Kateter Pemasangan kateter CVP dapat dilakukan secara perkutan atau dengan cutdown melalui vena sentral atau vena perifer, seperti vena basilika, vena sephalika, vena jugularis interna/eksterna dan vena subklavia.
Gelombang CVP Gelombang CVP terdiri dari, gelombang : a= kontraksi atrium kanan c= dari kontraksi ventrikel kanan x= enggambarkan relaksasi atrium triskuspid v= penutupan katup trikuspid y= pembukaan katup trikuspid
Gelombang CVP normal yang tertangkap pada monitor merupakan refleksi dari setiap peristiwa kontraksi jantung. Kateter CVP menunjukkan variasi tekanan yang terjadi selama siklus jantung dan ditransmisi sebagai bentuk gelombang yang karakteristik. Pada grlombang CVP terdapat tiga gelombang
positif (a, c, dan v) yang berkaitan dengan tiga peristiwa dalam siklus mekanis yang meningkatkan tekanan atrium dan dua gelombang
(x dan y) yang
dihubungkan dengan berbagai fase yang berbeda dari siklus jantung dan sesuai dengan gambaran EKG normal. •
Gelombang a : diakibatkan oleh peningkatan tekanan atrium pada
saat kontraksi atrium kanan. Dikorelasikan dengan gelombang P pada EKG •
Gelombang c : timbul akibat penonjolan katup atrioventrikuler ke
dalam atrium pada awal kontraksi ventrikel iso volumetrik. Dikorelasikan dengan akhir gelombang QRS segmen pada EKG •
Gelombang x descent : gelombang ini mungkin disebabkan
gerakan ke bawah ventrikel selama kontraksi sistolik. Terjadi sebelum timbulnya gelombang T pada EKG •
Gelombang v : gelombang v timbul akibat pengisisan atrium
selama injeksi ventrikel (ingat bahwa selama fase ini katup AV normal tetap tertutup) digambarkan pada akhir gelombang T pada EKG •
Gelombang y descendent : diakibatkan oleh terbukanya tricuspid
valve saat diastol disertai aliran darah masuk ke ventrikel kanan. Terjadi sebelum gelombang P pada EKG.
Cara Pengukuran CVP Pengukuran CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan vena jugularis. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) memasang kateter CVP yang ditempatkan pada vena kava superior atau atrium kanan, teknik pengukuran dptemnggunakan manometer air atau transduser, 2) melalui bagian proksimal kateter arteri pulmonalis. Pengukuran ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem transduser. Transduser adalah alat yang mengubah satu bentuk energi ke dalam bentuk yang lain. Transduser dapat merasakan perubahan pada aliran, suhu, konsentrasi, tekanan, intensitas cahaya, dan variable-variabel fisiologis lainnya. Transduser yang paling umum digunakan adalah transduser ekternal, sekali pakai,
mempunyai ukuran regangan dan tekanan. Sqwteaat tekanan diberikan pada diafragma dari transduser tipe ini, kawat-kawat sensitive yang dihubungkan pada permukaan bawah dari diaragma ditekan, peningkatkan jumlah aliran listrik ke amplifier-monitor. Sistem amplifier-monitor kemudian mengubah sinyal listrik kecil yang yang diteruskan oleh transduser ke layar pada tingkat dapat dibaca. Ada beberapa tipe sistem amplifier-monitor yang digunakan tetapi semua mempunyai fungsi dasar yang sama. Alat ini terdiri dari tombol on-off, sebuah digital yang dapat dibaca dan oskiloskop untuk mendisplai tekanan, indicator untuk mendisplai sistolik, diastolic, atau nilai tekanan rata-rata, sistem alarm audible dengan batas tinggi dan rendah yang dapat diatur, pengontrol ukuran atau pencapaian bentuk gelombang, dan pengontrol pengaturan dan kalibrasi. Untuk memperoleh pengukuran yang akurat yakinkan bahwa posisi pasien datar, dengan titik nol manometer pada setinggi area interkostal keempat. Ketinggian ini tepat pada garis midaksila kliendan dapat ditentukan dengan Pengukuran sekitar 5cm di bawah sternum. Titik ini dikenal sebagai aksis flebostatik. Konsistensi penting, dan semua pembacaan harus dilakukan pada pasien dengan posisi yang sama dan titik nol dihitung dengan cara yang sama. Jika penyimpangan dari prosedur yang rutin harus dilakukan, seperti bila pasientidak dapat mentolerir posisi datar dan pembacaan harus dilakukan pasien dengan posisi semi Fowler’s, ini bermanfaat untuk mencatat pada lembar atau rencana perawatan pasien untuk memberikan konsistensi pada pembacaan selanjutnya
Tekanan Vena Jugularis Pasien dalam posisi berbaring setengah duduk,kemudian perhatikan; 1) denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi bisa dilihat. Akan tampak gel a (kontraksi atrium), c (awal kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup), gel v (pengisian atrium-katup trikuspid masih menutup), 2) normal, pengembungan vena setinggi manubrium sterni, 3) Bila lebih tinggi berarti tekanan hidrostatik atrium kanan meningkat, misal pada gagal jantung kanan. Menurut Kadir A (2007), dalam keadaan normal vena jugularis tidak pernah
membesar, bila tekanan atrium kanan (CVP) naik sampai 10 mmHg vena jugulais akan mulai membesar. Tinggi CVP= reference point tinggi atrium kanan ke angulus ludovici ditambah garis tegak lurus, jadi CPV= 5 + n cmH 2O.
Pemantauan CVP dengan Manometer Persiapan untuk pemasangan a. Persiapan pasien −
Memberikan penjelasan pada klien dan tentang tujuan pemasangan,
daerah pemasangan, dan prosedur yang akan dikerjakan b. Persiapan alat
c.
−
Kateter CVP
−
Sarung tangan steril
−
Set CVP
−
Bengkok
−
Spuit 2,5 cc
−
Cairan NaCl 0,9% (25
−
Antiseptik
ml)
−
Obat anaestesi lokal
−
Plester
Persiapan untuk Pengukuran −
Skala pengukur
−
Pipa U
−
Selang
−
Set infus
penghubung
(manometer line) −
Standar infus
−
Three way stopcock
Cara Merangkai −
Menghubungkan set infus dengan cairan NaCl 0,9%
−
Mengeluarkan udara dari selang infuse
−
Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
−
Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
−
Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
−
Mengeluarkan udara dari manometer line
−
Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
−
Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah ter pasang
Cara Pengukuran −
Memberikan penjelasan kepada pasien
−
Megatur posisi pasien
−
Lavelling, adalah mensejajarkan letak jantung (a trium kanan) dengan skala pengukur atau tansduser
−
Letak jantung dapat ditentukan dg cara membuat garis pertemuan antara sela iga ke empat (ICS IV) dengan garis pertengahan aksila
−
Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi
−
Membereskan alat-alat
−
Memberitahu pasien bahwa tindakan telah selesai
Pemantauan dengan Transduser Dilakukan pada CVP, arteri pulmonal, kapiler arteri pulmonal, dan tekanan darah arteri sistemik. a. Persiapan pasien −
Memberikan
penjelasan
tentang:
tujuan
pemasangan,
pemasangan, dan prosedur yang akan dikerjakan −
Mengatur posisi pasien sesuai dengan daerah pemasangan
b. Persiapan untuk penusukan −
Kateter sesuai kebutuhan
−
Set instrumen steril untuk tindakan invasive
−
Sarung tangan steril
−
Antiseptik
−
Obat anestesi lokal
−
Spuit 2,5 cc
−
Spuit 5 cc/10 cc
−
Bengkok
−
Plester
daerah
c. Persiapan untuk pemantauan −
Monitor
−
Tranduser
−
Alat flush
−
Kantong tekanan
−
Cairan NaCl 0,9% (1 kolf)
−
Heparin
−
Manometer line
−
Spuit 1 cc
−
Three way stopcock
−
Penyanggah tranduser/standar infuse
−
Pipa U
−
Infus set
d. Cara Merangkai −
Mengambil heparin sebanyak 500 unit kemudian memasukkannya ke dalam cairan infuse
−
Menghubungkan cairan tersebut dengan infuse
−
Mengeluarkan udara dari selang infuse
−
Memasang cairan infus pada kantong tekanan
−
Menghubungkan tranduser dengan alat infuse
−
Memasang threeway stopcock dengan alat flus
−
Menghubungkan bagian distal selang infus dengan alat flush
−
Menghubungkan manometer dengan threeway stopcock
−
Mengeluarkan udara dari seluruh sistem alat pemantauan (untuk memudahkan beri sedikit tekanan pada kantong tekanan)
−
Memompa kantong tekanan sampai 300 mmHg
−
Menghubungkan kabel transduser dengan monitor
−
Menghubungkan manometer dengan kateter yang sudah terpasang
−
Melakukan kalibrasi alat sebelumpengukuran
e. Cara Kalibrasi −
Lavelling
−
Menutup threeaway ke arah pasien dan membuka threeway ke arah udara
−
Mengeluarkan cairan ke udara
−
Menekan tombol kalibrasi sampai pada monitor terlihat angka nol
−
Membuka threeway kearah klien dan menutup ke arah udara
−
Memastikan gelombang dan nilai tekanan terbaca dengan baik
Peran perawat dalam pemantauan hemodinamik
Perawat mempunyai peranan yang sangat penting pada klien yang terpasang alat pantau tekanan hemodinamik. Peranan perawat dimulai dari sebelum alat pantau terpasang, saat pemasangan dan setelah alat pantau terpasang pada klien. 1. Sebelum pemasangan a.
Mempersiapkan alat-alat pemasangan, penusukan dan pemantauan
b.
Mempersiapkan
pasien
yaitu
memberikan
penjelasan
mengenai
prosedur dan tujuan pemantauan (Inform consent) serta mengatur posisi pasien. 2. Saat pemasangan a.
Memelihara alat-alat yang digunakan selalu dalam keadaan
steril b.
Memantau tanda dan gejala komplikasi yang dapat terjadi pada
saat pemasangan c.
Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedur
dilakukan. 3. Setelah pemasangan a.
Mengkorelasikan nilai yang terlihat pada monitor dengan
keadaan klinis klien
b.
Mencatat
nilai
tekanan
dan
kecenderungan
perubahan
hemodinamik c.
Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-
obatan d.
Mencegah terjadinya komplikasi dan mengetahui gejala dan
tanda komplikasi e.
Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien
f.
Memastikan letak alat-alat yang terpasang pada posisi yang
tepat dengan memantau gelombang pada monitor dan monitor hasil foto teraks g. Mengevaluasi
gelombang,
menginterprestasi
data
dan
mengkonsulkan pada dokter
Komplikasi
1.
Infeksi Infeksi dapa terjadi di dalam kateter atau di sekitar sisi pemasangan dan didiagnosis serta dikuatkan oleh kultur darah. Tanda dan gejala dari infeksi akan tampak seperti pada berbagai sumber pirogenik. Penggantian kateter dan selang yang sering, sesuai dengan kebijakan rumah sakit merupakan tindakan pencegahan primer. 2.
Thrombosis
Thrombosis dalam bervariasi dalam ukurannya dari lembaran fibrin tipis sampai sampai berukuran penuh menuju ujung kateter. trombosis minor dapat dibilas tanpa sisa, kecuali thrombus tidak dapat dibilas. Pasien dapat mengalami edema pada tangan yang paling yang paling dekat pada sisi kateter; berbagai derajat nyeri leher (yang dapat menyebar) dan distensi vena jugular. 3.
Emboli udara
Emboli udara terjadi sebagai akibat masuknya udara pada sistem dan berjalan pada ventrikel kanan melalui vena kava. Penurunan curah jantung mungkin merupakan indicator awal dari masalah ini.
Ini diperkirakan bahwa paling sedikit 10 sampai 20 cc udara masuk ke dalam sistem sebelum pasien menampakkan gejalanya. Tanda-tanda dari suatu kedaruratan dapat meliputi kekacauan mental, sakit kepala, Ansietas, dan tidak berespon. Peristiwa fisiologisnya adalah pembentukan busa dalam ventrikel pada tiap kontraksi jantung, menyebabkan penurunan tiba-tiba pada curah jantung. Jika masalah ini dicurigai, perawat harus membalikkan pasien ke sisi kiri pada posisi trendelenburg. Ini akan menyebabkan udara naik ke diding ventrikel kanan dan memperbaiki aliran darah. Oksigen harus diberikan pada pasien kecuali dikontraindikasikan. 4.
Perdarahan
5. Gangguan neurovaskuler 6.
Iskemik atau nekrosis pada bagian distal dari pemasangan kateter
7. Insuffisiensi vaskuler
REFERENSI
Kadir, A. 2007. Sirkulasi Cairan Tubuh: FK UKWS Perry, Potter. 2002. Fundamental Keperawatan Konsep Proses Praktik. Jakarta: EGC Rokhaeni H. (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat RS Jantung Harapan Kita
Anggota yang paling banyak bekerja:
Ervina Novi Susanti (082310101008) Anggota yang paling sedikit bekerja:
Yerry Pristiwandono (082310101018)