TUGAS KEGAWATDARURATAN (KGD III) “Monitoring Hemodinamik”
Oleh : Gita Apri lonia NIM : 1306142010019 Semester : VIII (Delapan) Prodi : S1 Keperawatan Dosen : Hj. MISFATRIA NOOR, M.Kep, Ns, Sp.Kep.M.B
STIKes Yarsi Sumbar Bukittinggi TA : 2016/2017
MONITORING HEMODINAMIK 1. KONSEP MONITORING HEMODINAMIK Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Mosby 1998, dalam Jevon dan Ewens 2009). Pemantauan Hemodinamik dapat dikelompokkan menjadi noninvasif, invasif, dan turunan. Pengukuran hemodinamik penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat, menentukan terapi yang sesuai, dan pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan (gomersall dan Oh 1997, dalam Jevon dan Ewens 2009), pengukuran hemodinamik ini terutama dapat membantu untuk mengenali syok sedini mungkin, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat terhadap bantuan sirkulasi (Hinds dan Watson 1999, dalam Jevon dan Ewens 2009). Hemodinamik adalah aliran darah dalam system peredaran tubuh kita baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam
paru-paru).
Hemodinamik
monitoring
adalah
pemantauan
dari
hemodinamik status. Pentingnya pemantauan terus menerus terhadap status hemodinamik, respirasi, dan tanda-tanda vital lain akan menjamin early detection bisa dilaksanakan dengan baik sehingga dapat mecegah pasien jatuh kepada kondisi lebih parah. Hemodinamik status adalah indeks dari tekanan dan kecepatan aliran darah dalam paru dan sirkulasi sistemik.Pasien dengan gagal jantung, overload cairan, shock, hipertensi pulmonal dan banyak kasus lain adalah pasien dengan masalah perubahan status hemodinamik. Dalam hal ini, Kritikal Care Nurse bukan hanya dituntut mampu mengoperasikan alat pemantauan hemodinamik saja melainkan harus mampu menginterpretasikan hasilnya. 2. TUJUAN PEMANTAUAN HEMODINAMIK Tujuan
pemantauan
hemodinamik
adalah
untuk
mendeteksi,
mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan yang diberikan guna mendapatkan informasi keseimbangan homeostatik tubuh. Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan informasi kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan penilaian klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yang optimal. Dasar
dari pemantauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang adekuat, seperti keseimbangan
antara
pasokan
oksigen
dengan
yang
dibutuhkan,
mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektro kimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel (Erniody, 2008). 3. FAKTOR PENENTU HEMODINAMIK Pre load : menggambarkan tekanan saat pengisian atrium kanan selama diastolic digambarkan melalui Central Venous Pressure (CVP). Sedangkan pre l oad ventricle kiri digambarkan melalui Pulmonary Arterial Pressure (PAP). Contractility : menggambarkan kekuatan otot jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh. After load : menggambarkan kekuatan/tekanan darah yang dipompakan oleh jantung. After load dipengaruhi oleh sistemik vascular resistance dan pulmonary vascular resistance. 4. INDIKASI PEMANTAUAN HEMODINAMIK a. Shock b. Infark Miokard Akut (AMI), yg disertai: Gagal jantung kanan/kiri, Nyeri dada yang berulang, Hipotensi/Hipertensi c. Edema Paru d. Pasca operasi jantung e. Penyakit Katup Jantung f. Tamponade Jantung g. Gagal napas akut h. Hipertensi Pulmonal i. Sarana untuk memberikan cairan/resusitasi cairan, mengetahui reaksi pemberian obat. 5. PARAMETER HEMODINAMIK a.
Tekanan vena sentral (CVP)
b.
Tekanan arteri pulmonalis
c.
Tekanan kapiler arteri pulmonalis
d.
Tekanan atrium kiri
e.
Tekanan ventrikel kanan
f.
Curah jantung
g.
Tekanan arteri sistemik
6. INDIKATOR PEMANTAUAN HEMODINAMIK a. Monitoring Non Invasif
Nadi Merupakan hasil dari kardiac out put, kardiak out put merupakan hasil dari mekanikal jantung, mekanikal jantung ditentukan oleh volume dan otot jantung. Sehingga kalau nadi tidak normal berarti akar permasalahannya ada volume atau pompanya. Cek dan koreksi cairannya dan perbaiki pompanya. Pada management pre-hospital nilai cardiac output dan tekanan darah dapat dinilai hanya dengan nadi tanpa harus menggunakan tensi meter. Ketika meraba nadi radialis pasien berarti tekanan sistolik berkisar diatas 90 mmHg, jika yang teraba hanya nadi karotisnya berarti tekanan sistoliknya hanya berkisar 80 mmHg. Lalu apa yang dinilai pada nadi? cek nadi, ada atau tidak?. Reguler atau tidak? Kuat atau lemah, tekanan nadi berkisari 30-40 mmHg atau tidak?
Tekanan darah Yang perlu diingat dan diperhatikan disini selain apakah TD masih dalam rentang normal atau tidak adalah berapa nilai tekanan nadinya, semakin menyempit atau melebar merupakan tanda awal dari kondisi pasien yang akan masuk pada kondisi syok. Satu lagi pada pengkajian TD ini adalah MAP (Mean Arterial Pressure). Hal ini juga sangat penting, penurunan atau peningkatan nilai MAP dari normal merupakan indikasi prognosis pasien yang kurang baik. MAP yang rendah dari 60 mmHg menandakan perfusi organ/ jaringan yang menurun yang berdampak pada kondisi iskemik sedangkan yang lebih dari 100 mmHg mengarahkan pada tingginya tekanan pada jaringan atau organ, ini tentunya akan membawa dampak yang besar pula pada jaringan.
Heart Rate atau denyut jantung. Sebagaimana
penjelasan
sebelumnya
bahwa
heart
rate
merupakan hasil dari aktivitas listrik jantung yang dipengaruhi oleh sistem konduksi dan elektrolit. Normalnya adalah antara 60-100 x/ menit pada dewasa. Rate dibawah 60 atau diatas 100 merupakan indicator penting adanya tanda dari gangguan hemodinamik. Pada gangguan hemodinamik awal umumnya dapat di deteksi dengan menilai heart rate, misalkan adanya kondisi kekurangan cairan / hipovolum maka mekanisme kompensasi tubuh dengan cara manikkan heart rate yang juga berdampak pada meningkatnya denyut nadi. Selanjutnya nadi akan berkontriksi dengan harapan darah dimaksimalkan ke jantung, otak dan paru. Mekanisme ini dijelaskan pada Renin, Angiotension, Aldosterol System (RAA System)
Indikator perfusi perifer; warna kulit, CRT, kelembaban dan suhu badan. Sebagaimana kita ketahui bahwa hemodinamik sangat berkaitan erat dengan komponen Sirkulasi, pada pendekatan trauma ”Circullation” berada pada urutan ketiga setelah airway dan Breathing sedangkan pada management henti jantung tersaksikan ”Circullation” berada pada komponen pertama. Pada trauma misalnya, penilaian komponen ”C” ini tdak hanya mengecek nadi dan perdarahan tapi juga masuk di dalamnya adalah mengecek CRT, warna kulit dan suhu tubuh. Mengapa demikian? Karena jika hemodinamik baik maka perfusi jaringan di perifer / kapiler juga baik dan demikian sebaliknya. Jika ditemukan CRT lebih dari 2 detik, warna kulit pucat serta suhu tubuh yang teraba pucat dan dingin menandakan adanya gangguan perfusi yang biasa disebut syok. Tanda ini biasanya mengarahkan pada kecurigaan adanya gangguan volume.
Pernapasan. Walaupun hemodinamik identik dengan jantung, cairan dan pembuluh darah bukan berarti kita melupakan organ vital lainnya seperti paru dan pasti juga otak tentunya. Hal ini bisa dijelaskan secara sederhana bahwa; darah yang dialirkan melaui sistem sirkulasi
kejaringan berisi oksigen sebagai kebutuhan vital sel. Gangguan pada distribusi cairan memberikan dampak pula pada jumlah oksigen yang disuplai ke sel dan jaringan akibatnya dapat terjadi penimbunan CO2, sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu yang merangsang sehingga kita dapat bernapas adalah tingginya kadar CO2 didalam darah. Sehingga pada pasien yang mengalami gangguan hemodinamik akan terlihat takipnoe / pernapasan diatas 20x permenit pada dewasa, akan tetapi pada kondisi yang lanjut dimana tubuh tidak mampu lagi berkompensasi pernapasan lambat laun akan menurun hingga apnoe.
Produksi urine. Sama halnya dengan paru dan organ lain, ginjal dapat mengekspresikan gangguan hemodinamik yang sedang terjadi. Produksi urine normal pada dewasa berkisar antara 0,5 – 1 cc /kgBB/jam, angka inilah merupakan salah satu rujukan yang sangat penting saat menilai hemodinamik pasien. Pasien yang mengalami hipovolume akan cenderung terjadinya penurunan produksi urine hingga anuria. Mekanisme ini merupakan respon fisiologis tubuh pada RAAS, dimana terjadi peningkatan reabsorbsi Natrium dan juga H20 diginjal disisi lain juga adalah karena terjadinya vasokontrik pembuluh darah dginjal sehingga aliran darah menuju ginjal berkurang. Saturasi oksigen (SPO2) merupakan indikator lain yang dinilai ketika memonitor hemodinamik. Pulse oximeter merupakan alat pendeteksi jumlah oksigen yang tersaturasi dengan hemoglobin. Normalnya berkisar antara 95%-100%. Nilai dibawah 95% memberikan indikasi dimana terjadi hipoksia atau kekurangan pasokan oksigen, akan tetapi indikator nilai SP02 ini jangan sampai dijadikan sebagai sandaran utama, sebab terkadang nilai saturasi dibawah 90 akan tetapi kondisi pasien masih stabil. Mengapa demikian? terkadang cara pemasangan probe kurang tepat atau tempat dimana probe saturasi dipasang berada dilengan yang mana terpasang juga tensimeter.
GCS. Glasgow Coma Scale adalah indikator penting berikutnya. Walaupun pada gangguan hemodinamik awal, perubahan GCS biasanya
tidak ditemukan. Adanya penurunan nilai GCS mengindikasi bahwa kondisi gangguan hemodinamik sudah berlangsung lama atau bisa juga belum lama akan tetapi berlangsung secara drastis. Penurunan GCS yang drastis membutuhkan tindakan penanganan yang segera, terpadu dan terintegrasi. b. Monitoring Invasif
Cateter/ canule yang masuk ke ruang jantung (Swanz Gand Cateter) atau pembuluh darah.
Central Venous Cateter atau Arteri Line Canule, yaitu manometer yang dihubungkan langsung dengan tranduser / langsung ke kateter
Tranduser dan Monitor, yaitu tranduser merupakan suatu alat yang mampu mengubah data dari tekanan yang diterima menjadi sebuah gelombang atau angka pada display monitor
7. DAERAH PEMASANGAN
Vena subclavia
Vena jugularis
Vena antecubital
Vena vemoralis
8. CARA PEMANTAUAN HEMODINAMIK a. Blood Pressure (Tekanan Darah) Dua macam cara pemantauan tekanan darah yang kita kenal. Pemantauan darah Non Invasive(cuff pressure) dan Invasive Blood Pressure(arterial pressure) 1)
Non Invasive Blood Pressure (NIBP) Teknik pengukuran darah dengan menggunakan cuff atau manset, baik secara manual maupun menggunakan mesin sebagaimana bedsidemonitor yang ada di unit pelayanan Intensif. Ukuran manset harus disesuaikan dengan besarnya lengan pasien, karena ketidak sesuaian ukuran manset akan mengurangi validitas hasil pengukuran. Data status hemodinamik yang bisa didapatkan adalah tekanan sistolik, tekanan diastolic, dan tekanan rata-rata arteri (Mean Arterial
Pressure=MAP). Sistolik pressure adalah tekanan darah maksimal dari ventrikel kiri saat systole. Diastolic pressure adalah gambaran dari elastisitas pembuluh darah dan kecepatan darah saat dipompakan dalam arteri. MAP adalah tekanan rata-rata arteri, menggambarkan perfusi rata-rata dari peredaran darah sistemik. TABEL : HEMODINAMIK PRESSURE VALUE Value Mean Arterial
Abbreviation MAP
Pressure
Definition
Normal
Formula
Range 70-90 mmHg
2D + 1S3
cycle Banyaknya
5-6 L/min(at
HR X Stroke
darah yang
rest)
volume
Tekanan ratarata yang dihasilkan oleh tekanan darah arteri disaat akhir cardiac
Cardiac out
CO
put
dipompakan oleh ventrikel dalam satu Stroke Volume
SV
menit. Banyaknya
60-130ml
darah yang
CO X 1000 HR
dipompakan oleh ventrikel di setiap kali Central Venous CVP
denyutan Tekanan yang
pressure
dihasilkan oleh H2O4-15 volume darah di dalam jantung sebelah kanan
6-12 cm mmHg
Hasil pengukuran
Sangat penting bagi kita untuk mempertahankan MAP diatas 60 mmHg, untuk menjamin perfusi otak, perfusi arteria coronaria, dan perfusi ginjal tetap terjaga. 2)
Invasive Blood Pressure (IBP) Pengukuran tekanan darah secara invasive dapat dilakukan dengan melakukan insersi kanule ke dalam arteri yang dihubungkan dengan tranduser. Tranduser ini akan merubah tekanan hidrostatik menjadi sinyal elektrik dan menghasilkan tekanan sistolik, diastolic, maupun MAP pada layar monitor.Setiap perubahan dari ketiga parameter diatas, kapanpun,dan berapapun maka akan selalu muncul dilayar monitor. Ketika terjadi vasokonstriksi berat, dimana stroke volume sangat lemah, maka pengukuran dengan cuff tidak akurat lagi. Maka disinilah penggunaan IBP sangat diperlukan. Pada kondisi normal, IBP lebih tinggi 2-8 mmHg dari NIBP.Pada kondisi sakit kritis bisa 10-30 mmHg lebih tinggi dari NIBP.
b. Central Venous Pressure (CVP) Merupakan pengukuran langsung dari atrium kanan. Central venous pressure
mencerminkan
preload
ventrikel
kanan
dan
kapasitas
vena,sehingga dapat diketahui volume pembuluh darah atau cairan dan efektifitas jantung sebagai pompa. CVP adalah pengukuran tekanan di vena cava superior atau atrium kanan. 1. Indikasi Monitoring
Gangguan volume sirkulasi darah, tetapi fungsi kardio pulmoner relative normal.
Therapi cairan pada paska perdarahan, bedah trauma, sepsis, kondisi emergency dengan kekurangan cairan dan komponen darah.
2. Pengukuran
Apabila menggunakan Pressure tranduser, maka dalam satuan millimeter of mercury (mmHg)
Apabila menggunakan Water manometer, maka dalam satuan centimeter air (cmH2O)
Untuk merubah dari mmHg →cm H2O adalah mmHg X 1,36 = …..cmH2O Sebaliknya untuk merubah dari cmH2O →mmHg adalah cmH2O ÷1,36 = …mmHg pasien dengan nilai CVP rendah, artinya Hipovolemik pasien dengan CVP tinggi artinya overload cairan. Cara Pengukuran CVP Pengukuran CVP secara nonivasif dapat dilakukan dengan cara mengukur tekanan vena jugularis. Secara invasif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) memasang kateter CVP yang ditempatkan pada vena kava superior atau atrium kanan, teknik pengukuran menggunakan manometer air atau transduser, 2) melalui bagian proksimal kateter arteri pulmonalis. Pengukuran ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan sistem transduser. Transduser adalah alat yang mengubah satu bentuk energi ke dalam bentuk yang lain. Transduser dapat merasakan perubahan pada aliran, suhu, konsentrasi, tekanan, intensitas cahaya, dan variablevariabel fisiologis lainnya. Transduser yang paling umum digunakan adalah transduser ekternal, sekali pakai, mempunyai ukuran regangan dan tekanan. Saat tekanan diberikan pada diafragma dari transduser tipe ini, kawat-kawat sensitive yang dihubungkan pada permukaan bawah dari diaragma ditekan, peningkatkan jumlah aliran listrik ke amplifiermonitor. Sistem amplifier-monitor kemudian mengubah sinyal listrik kecil yang yang diteruskan oleh transduser ke layar pada tingkat dapat dibaca. Ada beberapa tipe sistem amplifier-monitor yang digunakan tetapi semua mempunyai fungsi dasar yang sama. Alat ini terdiri dari tombol on-off, sebuah digital yang dapat dibaca dan oskiloskop untuk mendisplai tekanan, indicator untuk mendisplai sistolik, diastolic, atau nilai tekanan rata-rata, sistem alarm audible dengan batas tinggi dan rendah yang dapat diatur, pengontrol ukuran atau pencapaian bentuk gelombang, dan pengontrol pengaturan dan kalibrasi.
Untuk memperoleh pengukuran yang akurat yakinkan bahwa posisi pasien datar, dengan titik nol manometer pada setinggi area interkostal keempat. Ketinggian ini tepat pada garis midaksila kliendan dapat ditentukan dengan Pengukuran sekitar 5cm di bawah sternum. Titik ini dikenal sebagai aksis flebostatik. Konsistensi penting, dan semua pembacaan harus dilakukan pada pasien dengan posisi yang sama dan titik nol dihitung dengan cara yang sama. Jika penyimpangan dari prosedur yang rutin harus dilakukan, seperti bila pasientidak dapat mentolerir posisi datar dan pembacaan harus dilakukan pasien dengan posisi semi Fowler’s, ini bermanfaat untuk mencatat pada lembar atau rencana
perawatan
pasien
untuk
memberikan
konsistensi
pada
pembacaan selanjutnya. Tekanan Vena Jugularis Pasien
dalam
posisi
berbaring
setengah
duduk,kemudian
perhatikan; 1) denyut vena jugularis interna, denyut ini tidak bisa diraba tetapi bisa dilihat. Akan tampak gel a (kontraksi atrium), c (awal kontraksi ventrikel-katup trikuspid menutup), gel v (pengisian atriumkatup trikuspid masih menutup), 2) normal, pengembungan vena setinggi manubrium sterni, 3) Bila lebih tinggi berarti tekanan hidrostatik atrium kanan meningkat, misal pada gagal jantung kanan. Menurut Kadir A (2007), dalam keadaan normal vena jugularis tidak pernah membesar, bila tekanan atrium kanan (CVP) naik sampai 10 mmHg vena jugulais akan mulai membesar. Tinggi CVP= reference point tinggi atrium kanan ke angulus ludovici ditambah garis tegak lurus, jadi CPV= 5 + n cmH2O. 9. PERAN PERAWAT DALAM PEMANTAUAN HEMODINAMIK Perawat mempunyai peranan yang sangat penting pada klien yang terpasang alat pantau tekanan hemodinamik. Peranan perawat dimulai dari sebelum alat pantau terpasang, saat pemasangan dan setelah alat pantau terpasang pada klien. a. Sebelum pemasangan
Mempersiapkan alat-alat pemasangan, penusukan dan pemantauan
Mempersiapkan pasien yaitu memberikan penjelasan mengenai prosedur dan tujuan pemantauan (Inform consent) serta mengatur posisi pasien.
b. Saat pemasangan
Memelihara alat-alat yang digunakan selalu dalam keadaan steril
Memantau tanda dan gejala komplikasi yang dapat terjadi pada saat pemasangan
Membuat klien merasa nyaman dan aman selama prosedur dilakukan.
c. Setelah pemasangan
Mengkorelasikan nilai yang terlihat pada monitor dengan keadaan klinis klien
Mencatat nilai tekanan dan kecenderungan perubahan hemodinamik
Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan
Mencegah terjadinya komplikasi dan mengetahui gejala dan tanda komplikasi
Memberikan rasa nyaman dan aman pada klien
Memastikan letak alat-alat yang terpasang pada posisi yang tepat dengan memantau gelombang pada monitor dan monitor hasil foto teraks
Mengevaluasi gelombang, menginterprestasi data dan mengkonsulkan pada dokter
DAFTAR PUSTAKA Boyle N, Butcher R. Hemodynamic monitoring 3. learning package; 158:3. Hadian M, Pinsky MR. Current Opinion in Crit 5. Care 2007; 13:318-23. http://yanuarbintang.wordpress.com/materi/materi-kuliah/hemodinamik Hemodynamics basic concepts 2008. www.slide-share.net/hemodynamics-basicconcepts. McLean B, Zimmerman JL. Fundamental Critical 2. Care Support. Edisi ke-4, 2007. 6 1-18. Marik PE, Baram M. Noninvasive hemodynamic 4.monitoring in the intensive care unit. Crit Care Clin 2007; 23:383-40. Muhlis, K. (2015). Konsep Dasar Hemodinamik. http://www.ppni-sulteng.or.id/konsepdasar-hemodinamik/