i
SEJARAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI
KELOMPOK 1
Tugas ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah: Kewarganegaraan
Dosen Pengampu:
Mulyadi, S.H., M.H.
Disusun Oleh:
STACYA MAYANG ANDANI
1710611034
NIKOMANG KARTIKA GAYATRI
1710611037
HARDLIE CECILIA
1710611041
MIRA GUSMAWATI
1710611042
TRI ADJI PRASETYA WIBOWO
1710611069
YOSEANNA ANASTASYA S
1710611213
DEPARTEMEN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN"
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul "Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi" ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini disusun sebagai tugas untuk mata kuliah Kewarganegaraan.
Penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini terutama kepada:
Bapak Mulyadi, S.H., M.H., selaku dosen mata kuliah Kewarganegaraan, yang memberikan bimbingan dan saran untuk menyelesaikan makalah ini.
Masing – masing anggota dari kelompok 1 yang saling bertukar pikiran dan ide dalam penulisan makalah ini serta saling memberi semangat.
Teman – teman Fakultas Hukum UPN "Veteran" Jakarta angkatan 2017, yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang masih perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.
Jakarta, Februari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Sejarah lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi? 3
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi? 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Metode Penelitian 5
BAB II LANDASAN TEORI 6
2.1 Pengertian Pendidikan 6
2.1.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan 6
2.1.2 Sejarah Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan 9
2.1.3 Hakekat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 15
2.2 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan 16
2.3 Dasar Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi 20
2.3.1 Landasan Hukum 21
2.3.2 Landasan Ideal 22
BAB III PENUTUP 25
3.1 Kesimpulan 25
3.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hadirnya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi selama ini telah memberikan perubahan kepribadian mahasiswa menjadi mahasiswa yang berkarakter humanistik serta calon pemimpin yang berbudi pekerti luhur dan berwawasan kebangasaan. Pendidikan Kewarganegaraan berakar dari nilai-nilai Pancasila sehingga bagi Bangsa Indonesia sudah seharusnya kita memahami nilai-nilai dasar Pancasila. Tidak ada keraguan sedikitpun mengenai kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup dan Dasar Negara.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat tentang Pendidikan Kewarganegaraan yang bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Selain itu, keberadaan Pendidikan Kewarganegaraan dilandasi adanya ketetapan yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan Nasional melalui Kepmendiknas No, 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam ketetapan itu, Pendidikan Kewarganegaraan, bersama dengan Pendidikan Agama dan Pendidikan Pancasila merupakan kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi/kelompok program studi. Dalam Kepmendiknas No. 045/U/2002 tentang Inti Pendidikan Tinggi memiliki pokok yang sama bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) yang wajib diberikan dalam setiap program studi. Selanjutnya, Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas N. 43/Dikti/Kep/D2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan pembelajaraan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi, menetapkan status dan beban studi kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian yaitu Mata Kuliah Pendidikan Agama, Kewarganegaraan dan Bahasa masing-masing sebanyak 3 sks.
Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya diajarkan dan dikembangkan diseluruh dunia, meskipun dengan berbagai macam istilah dan nama. Mata kuliah tersebut sering disebut sebagai civic education, citizenship education dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy education. Mata kuliah ini memiliki peranan yang strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban. Berdasarkan rumusan "Civic Internation" pada tahun 1995, disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture, Untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan negara demokrasi.
Setiap Bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup. Saat ini dinamika kehidupan Bangsa Indonesia memiliki persoalan dimana melemahnya komitmen masyarakat terhadap nilai-nilai dasar yang telah lama menjadi prinsip dan bahkan sebagai pandangan hidup, mengakibatkan sistem filosofi bangsa Indonesia menjadi rapuh. Ada dua faktor penyebabnya, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal, berupa pengaruh globalisasi yang di semangati liberalisme mendorong lahirnya sistem kapitalisme di bidang ekonomi dan demokrasi liberal di bidang politik. Dalam praktiknya sistem kapitalisme dan demokrasi liberal yang disponsori oleh negara-negara maju seperti Amerika, mampu menggeser tatanan dunia lama yang lokal regional menjadi tatanan dunia baru yang bersifat global mondial. Bahkan mampu menyusup dan mempengaruhi tatanan nilai kehidupan internal setiap bangsa di dunia. Tarik ulur yang memicu ketegangan saat ini sedang terjadi dalam internal setiap bangsa, antara keinginan untuk mempertahankan sistem nilai sendiri yang menjadi identitas bangsa, dengan adanya kekuatan nilai-nilai asing yang telah dikemas melalui teknologinya (Iriyanto Widisuseno, 2004: 4).
Sejauh mana kekuatan setiap bangsa termasuk bangsa Indonesia untuk mengadaptasi nilai-nilai asing tersebut. Bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia sangat rentan terkooptasi nilai-nilai asing yang cenderung berorientasi praktis dan pragmatis dapat menggeser nilai-nilai dasar kehidupan. Kecenderungan munculnya situasi semacam ini sudah mulai menggejala di kalangan masyarakat dan bangsa Indonesia saat ini. Seperti nampak pada sebagian masyarakat dan bahkan para elit yang sudah semakin melupakan peran nilai-nilai dasar yang wujud kristalisasinya berupa Pancasila dalam perbincangan lingkup ketatanegaraan atau bahkan kehidupan sehari-hari. Pancasila sudah semakin tergeser dari perannya dalam praktik ketatanegaraan dan produk kebijakan-kebijakan pembangunan. Praktik penyelenggaraan ketatanegaraan dan pembangunan sudah menjauh dan terlepas dari konsep filosofis yang seutuhnya. Eksistensi Pancasila nampak hanya dalam status formalnya yaitu sebagai dasar negara, tetapi sebagai sistem filosofi bangsa sudah tidak memiliki daya spirit bagi kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Sistem filosofi Pancasila sudah rapuh. Masyarakat dan bangsa Indonesia kehilangan dasar, pegangan dan arah pembangunan.
Oleh karena itu, peran penting Pendidikan Kewarganegaraan yang diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia khususnya di Perguruan Tinggi dimaksudkan agar generasi-generasi penerus bangsa dapat dibekali dengan budi pekerti yang luhur serta selalu menjunjung tinggi nilai-nilai dasar Pancasila dalam menghadapi tuntutan global.
Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi?
Bagaimana tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kepribadian mahasiswa?
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sejarah lahirnya mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Untuk mengetahui tujuan yang tercipta bagi kepribadian mahasiswa dari adanya Pendidikan Kewarganegaraan.
Manfaat Penelitian
Manfaat bagi penulis :
Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengambil sarinya, dan mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang lebih matang.
Penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasi dan menyajikan data dan fakta secara jelas dan sistematis.
Penulis dapat memperoleh kepuasan intelektual.
Penulis turut memperluas ilmu pengetahuan masyarakat tentang karya tulisnya.
Diharapkan tulisan ini mampu memberikan pengetahuan lebih tentang mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Manfaat bagi pembaca :
Pembaca dapat mengetahui latar belakang sejarah lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan.
Pembaca dapat mengetahui peran serta pengaruh diajarkannya mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka. Beberapa ahli pun telah menjelaskan mengenai pengertian daftar pustaka. Menurut Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011: 250), pengertian studi kasus adalah suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integrative dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik.
Kemudian, Bimo Walgito (2010: 92) berpendapat bahwa studi kasus merupakan suatu metode untuk menyelidiki atau mempelajari suatu kejadian mengenai perseorangan (riwayat hidup). Pada metode studi kasus ini diperlukan banyak informasi guna mendapatkan bahan-bahan yang agak luas.Metode ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode lain.
Sedangkan W.S Winkel & Sri Hastuti (2006: 311) menyatakan bahwa studi kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode untuk mempelajari keadaan dan perkembangan siswa secara lengkap dan mendalam, dengan tujuan memahami individualitas siswa dengan baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya.
Dari tiga pengertian diatas mengenai studi kasus, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa studi kasus adalah metode pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi aspek fisik dan psikologis individu, dengan tujuan memperoleh pemahaman secara mendalam mengenai suatu kejadian maupun keadaan.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Pendidikan
Pengertian pendidikan berdasarkan Bab I Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang SIDIKNAS No.20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pengertian lain mengatakan, pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Kata kewarganegaraan dalam bahasa Latin disebut Civicus. Selanjutnya, kata Civicus diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi kata Civic yang artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civics yaitu ilmu kewarganegaraan, dan Civic Education , yaitu Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang memuat bahasan tentang masalah kebangsaan serta digunakan sebagai pemahaman untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai macam istilah atau nama. Mata kuliah tersebut sering disebut sebagai civic education, citizenship education, dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy eduation. Mata kuliah ini memiliki peran yang strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban. Berdasarkan rumusan "Civic International" (1995), disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture, untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintahan demokrasi ( Mansoer, 2005).
Kesadaran demokrasi serta implementasinya harus senantiasa dikembangkan dengan basis filsafat bangsa, identitas nasional, kenyataan dan pengalaman sejarah bangsa tersebut, serta dasar-dasar kemanusiaan dan keadaban. Oleh karena itu dengan pendidikan kewarganegaraan diharapkan intelektual Indonesia memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang demokratis, religius, berkemanusiaan dan berkeadaban.
Selain itu, adapula pandangan beberapa pakar mengenai pengertian Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu sebagai berikut:
Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizendan Civics, pada tahun 1886, merumuskan pengertian Civics dengan The sciences of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collections, the individual in his relation to the state. Dari definisi tersebut, Civics dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia sebagai individu itu sendiri, hubungan antara manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik) dan antara individu- individu dengan negaranya.
Stanley E. Dimond berpendapat bahwa civics adalah citizenship mempunyai dua makna dalam aktivitas sekolah. Yang pertama, kewarganegaraan termasuk kedudukan yang berkaitan dengan hukum yang sah. Yang kedua, aktivitas politik dan pemilihan dengan suara terbanyak, organisasi pemerintahan, badan pemerintahan, hukum, dan tanggung jawab
Edmonson (1958) mengemukakan bahwa civics adalah kajian yang berkaitan dengan pemerintahan dan yang menyangkut hak dan kewajiban warga negara.
Merphin Panjaitan, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi warga negara yang demokrasi dan partisipatif melalui suatu pendidikan yang dialogial. Sementara Soedijarto mengartikanPendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis
Muhammad Numan Soemantri, Civic Education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah.
Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan prilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokrasi. Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat- syarat objektif untuk hidup bernegara
Azyumardi Azra, pendidikan kewarganegaraan, civics education dikembangkan menjadi pendidikan kewargaan yang secara substantif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tetapi juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia, global society.
Soedijarto mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis.
Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education (Pendidikan Kewarganegaraan) karena bahannya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar sekolah. Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun program Civic Education yang diharapkan akan menolong para peserta didik (mahasiswa) untuk:
a. Mengetahui, memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional.
b. Dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai macam masalah seperti masalah pribadi, masyarakat dan negara.
Sejarah Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan dalam bahasa lain disebut Civics, selanjutnya dari kata Civic ini dalam bahasa Inggris artinya mengenai warga negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic lahir kata Civics, ilmu kewarganegaraan dan Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan. Pelajaran Civics diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka "mengamerikakan bangsa Amerika" atau yang terkenal dengan nama Theory of Americanization. Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran civics membicarakan masalah pemerintahan, hak dan kewajiban warga negara dan civics merupakan bagian dari ilmu politik.
Sejarah Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Sebelum Indonesia Merdeka, atau tepatnya sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan sebenarnya telah ada, yaitu pada masa Hindia Belanda. Istilah Pendidikan Kewarganegaraan yang terdapat di masa ini yaitu Burgerkunde. Pelajaran ini pada hakikatnya untuk kepentingan penguasa kolonial, yang pada saat itu diberikan di sekolah guru, sedangkan kebanyakan sekolah lanjutan mendapat pelajaran Staats Inrichting (Tata Negara). Terdapat dua buku pelajaran Civic yang digunakan, yaitu:
Indische Bugerschapkunde,disusun oleh P. Tromps dan diterbitkan oleh penerbit J.B Wolters Maatsschappij N.V. Groningen, Den Haag, Batavia, 1934, yang di bicarakan dalam buku tersebut, masalah masyarakat pribumi, pengaruh barat, bidang sosial, ekonomi, hukum, ketatanegaraan dan kebudayaan, masalah pertanian, masalah perburuhan. Kaum menengah dalam industri dan perdagangan, perubahan ataupun pertumbuhannya dengan terbentuknya Dewan Perwakilan rakyat(Volsraad), masalah pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara dan angkatan laut.
Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986: 8-9) karangan J.B. Vortman yang dibicarakan dalam buku tersebut yaitu : Badan pribadi yang mengutarakan masyarakat dimana kita hidup, obyek hukum dimana dibicarakan eigondom Eropa dan hak-hak atas tanah. Masalah kedaulatan raja terhadap kewajiban-kewajiban warga negara dalam pemerintah Hindia Belanda. Masalah Undang-Undang, sejarah alat pembayaran dan kesejahteraaan.
Adapun tujuan dari dibuatnya buku tersebut, yakni: agar rakyat jajahan lebih memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga diharapkan tidak menganggap pemerintah belanda sebagai musuh tetapi justru memberikan dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang panjang.
Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang disetujui Volksraad, bahwa setiap guru harus memiliki izin mengajar. Dalam pertimbangannya adalah banyak guru sekolah partikelir bukanlah lulusan sekolah guru, dan yang berhak mengajar hanyalah lulusan sekolah guru. Sedangkan lewat pendidikan non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan nasional yakni bung Karno dan Bung Hatta. Pelaksanaan pendidikan politik baik yang dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir maupun yang dilakukan para tokoh pergerakan nasional, pada prinsipnya dapat di nyatakan sebagai "cikal bakal" pendidikan politik atau PKn di Jaman Indonesia merdeka.
Kemudian, tahun 1950, dalam suasana Indonesia merdeka, kedua buku teks tersebut di atas menjadi buku pegangan guru Civics di sekolah menengah atas, tetapi dalam mata pelajaran yang termuat pada sekolah menengah atas tahun 1950 itu dikatakan bahwa: Kewarganegaraan diberikan di samping tata negara adalah tugas dan kewajiban warga negara terhadap pemerintah, masyarakat, keluarga, dan diri sendiri, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan: (1) Akhlak; pendidikan, pengajaran, dan ilmu pengetahuan. (2) Kehidupan rakyat, kesehatan, imigrasi, perusahaan, perburuhan, agraria, kemakmuran rakyat, kewanitaan, dan lain-lain. (3) Keadaan dalam dan luar negeri, pertahanan rakyat, perwakilan, pemerintah dan soal-soal internasional. Pelajaran tersebut tidak diberikan secara ilmu pengetahuan melainkan sebagai dasar yang berjiwa nasional serta kewarganegaraan yang baik ( good citizenship ).
Pada tahun 1955 terbit buku tentang kewarganegaraan berbahasa Indonesia dengan judul "Inti Pengetahuan Warga Negara", disusun oleh J.T.C Simorangkir, Gusti Mayur, dan Suminarjo. Dalam kata pendahuluan dinyatakan bahwa tujuan pelajaran tersebut adalah untuk membangkitkan dan memelihara keinsyafan dan kesadaran bahwa warga negara Indonesia memiliki tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan negara (good citizenship). Materi buku ini meliputi Indonesia tanah airku, Indonesia Raya, bendera dan lambang negara, warga negara beserta hak dan kewajibannya, ketatanegaraan, pajak, dan perekonomian, termasuk koperasi.
Pada tahun 1957 saat pemerintahan Sukarno, Pendidikan Kewarganegaraan dikenalkan dengan istilah civics. Kemudian di tahun 1961 mata pelajaran Civic digunakan untuk memberi pengertian tentang Pidato Kenegaraan Presiden ditambah dengan Pancasila, sejarah pergerakan, dan hak serta kewajiban warga negara. Buku pegangan resminya adalah Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia, disusun oleh Supardo, M. Hutauruk, Suroyo Warsid, Sumarjo, Chalid Rasyidi, Sukarno, dan J.T.C Simorangkir. Di tahun yang sama istilah "Kewarganegaraan" diganti dengan istilah "Kewargaan Negara" atas prakarsa Dr. Sahardjo S.H. Alasan penggantian itu guna menyesuaikan dengan Pasal 26 Ayat (2) UUD 1945 dan menekankan pada warga, yang mengandung pengertian atas hak dan kewajiban terhadao negara. "Warga" berarti anggota, jadi warga negara berarti anggota suatu negara, sehingga dengan demikian ada perbedaan hak dan kewajiban antara warga negara dan orang asing. Istilah "Kewargaan Negara" baru digunakan secara resmi pada tahun 1967 dengan Instruksi Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Nomor 31 Tahun 1967 tertanggal 28 Juni 1967.
Pada tahun 1966 setelah peristiwa G-30-S/PKI, buku karangan Supardo, dkk. dilarang dipakai. Untuk mengisi kekosongan materi civics, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan instruksi bahwa materi civics (kewargaan negara) adalah :
a. Pancasila
b. UUD 1945
c. Ketetapan-ketetapan MPRS
d. Perserikatan Bangsa-Bangsa
e. Orde Baru
f. Sejarah Indonesia
g. Ilmu Bumi Indonesia.
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan resmi masuk dalam kurikulum sekolah di Indonesia pada tahun 1968. Pelajaran civics diberikan di tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Di perguruan tinggi terdapat mata kuliah "Kewiraan Nasional" yang intinya berisi pendidikan pendahuluan bela negara. Sejak zaman Hindia Belanda sampai dengan RI tahun 1972, belum ada kejelasan pengertian tentang apakah kewargaan negara atau pendidikan kewargaan negara. Baru pada tahun 1972 setelah Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan Civics (Civic Education) di Tawangmangu Surakarta, mendapat ketegasan dan memberi batasan bahwa :
Civics diganti dengan "Ilmu Kewargaan Negara," yaitu suatu disiplin ilmu dengan obyek studi tentang peranan para warga negara dalam bidang spiritual, sosial, ekonomi, politik, hukum, dan kebudayaan, sesuai dan sejauh diatur dalam UUD 1945;
Civic education diganti dengan "Pendidikan Kewargaan Negara," yaitu suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina warga negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria, dan ukuran ketentuan-ketentuan UUD 1945. Bahannya diambil dari ilmu kewargaan negara termasuk kewiraan nasional, filsafat Pancasila, mental Pancasila, dan filsafat pendidikan nasional.
Pada tahun 1975, guna menindaklanjuti hasil seminar tersebut di atas, disusun buku Pokok-pokok Kewiraan dan diterbitkan pertama kali sebagai buku Kewiraan untuk Mahasiswa pada tahun 1979 yang digunakan sebagai bahan perkuliahan Pendidikan Kewiraan di Perguruan Tinggi. Pada tahun 1987 buku tersebut mengalami perubahan dan perbaikan. Selain itu, pada tahun 1975 di jenjang SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan, Pendidikan Kewarga Negara diganti menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang visi dan misinya berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97). Perubahan ini sejalan dengan misi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Lalu di tahun 1981 ditetapkan Pedoman Kurikulum Inti bagi Perguruan Tinggi sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0212/U/1981, dan disusul dengan Penetapan Kurikulum Inti Mata Kuliah Dasar Umum oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Kep No. 25/Dikti/Kep/1985). Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Pertahanan dan Keamanan tanggal 1 Februari 1985 dengan nomor 061/U/1985 dan Nomor Kep/002/II/1985 mnggariskan pola Pembinaan Pendidikan Kewiraan di lingkungan Perguruan Tinggi.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan, Pasal 39 Ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat (1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Pancasila, dan (3) Pendidikan Kewarganegaraan, mencakup pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Di dalam operasionalnya ketiga mata kuliah wajib tersebut dihimpun ke dalam kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) sebagai bagian kurikulum inti yang berlaku secara nasional.
Pelaksanaan PPBN melalui dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Tahap awal diberikan kepada peserta didik di tingkat Sekolah Dasar sampai dengan menengah dan dalam kegiatan pendidikan luar sekolah, yang dilaksanakan antara lain melalui kepramukaan dan diintegrasikan dalam mata pelajaran di sekolah sesuai dengan tingkatannya. Pada tahap lanjutan, diberikan kepada peserta didik tingkat Perguruan Tinggi dalam bentuk "Pendidikan Kewiraan".
Pendidikan Kewiraan sebagai pendidikan yang membekali mahasiswa berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat diandalkan menjadi seorang warga yang membela bangsa dan NKRI. Pendidikan Kewiraan saat itu bersifat intrakulikuler dan wajib, menitikberatkan kepada kemampuan penalaran ilmiah dalam rangka ketahanan nasional.
Kemudian, keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 056/U/1994, yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990, menetapkan status Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum Pendidikan Tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional. Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Pendidikan Kewiraan ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 32/DJ/Kep/1983 dan disempurnakan kembali dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 151/Dikti/2000. Selanjutnya melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 267/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
Selanjutnya, Pendidikan Kewiraan diintegrasikan dan menjadi bagian dari Pendidikan Kewarganegaraan. Ini didasarkan oleh Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 38/Dikti/Kep/2002 yang membentuk kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi. Pembentukan MPK, didasarkan atas pertimbangan:
Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa telah ditetapkan bahwa Pendidikan Agama. Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan, merupakan kelompok MPK yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi atau kelompok program studi.
Bahwa sebagai pelaksanaan butir 1 di atas, dipandang perlu menetapkan rambu-rambu pelaksanaan MPK di Perguruan Tinggi.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 37 ayat (2) menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Di dalam operasionalnya, ketiga mata kulia wajib tersebut dihimpun ke dalam kelompok MPK. Pada tahun 2006 Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi mengeluarkan Keputusan Nomor 43/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok MPK di Perguruan Tinggi sebagai penyempurnaan dari Keputusan Nomor 38/Dikti/kep/2002, menetapkan Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah yang dihimpun dalam kelompok MPK sekaligus menjadi mata kuliah yang wajib diajarkan di seluruh program studi Perguruan Tinggi.
Nama mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) diubah kembali pada tahun 1994 menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pada masa Reformasi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) diubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dengan menghilangkan kata Pancasila yang dianggap sebagai produk Orde Baru.
Hakekat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, 2004). Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sampai yang terakhir pada Kurikulum 2004 berubah namanya menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Landasan PKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, tanggap pada tuntutan perubahan zaman, serta Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Kewarganegaraan yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional-Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut pendapat Ahli
Branson (1997:7)
Tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, maupun nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Djahiri (1994/1995:10)
(Secara umum)
Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu "Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani, dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan."
(Secara khusus)
Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sapriya (2001)
Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Somantri (2001:279)
Warga negara yang patriotik, toleran, setia, terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis. Pancasila sejati.
Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD RI 1945.
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi:
Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi teori.
Keterampilan intelektual:
Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan menilai;
Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahuii masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan menganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f) keterampilan meruumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari,
Dufty (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.
Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn mahasiswa diharapkan :
Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.
Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir diatas.
Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.
Dasar Pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan di Tingkat Perguruan Tinggi
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan sebuah media untuk meningkatkan rasa kesadaran berbangsa dan bernegara, meningkatkan keyakinan dan ketangguhan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dua hal sebagai landasannya, yaitu Landasan Hukum dan Landasan Ideal.
Landasan Hukum
Undang-Undang Dasar 1945
Pembukaan UUD 1945
Pembukaan alinea kedua tentang cita-cita mengisi kemerdekaan dan alinea keempat khusus tentang tujuan negara, yaitu keamanan dan kesejahteraan.
a. Pasal 27 (3) (II)
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
b. Pasal 30 ayat (1) (II)
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
c. Pasal 31 ayat (1) (IV)
Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
d. Pasal 28 A-J tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982
Undang-undang No. 20/1982 adalah tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara 1982 No. 51, TLN 3234).
Pasal 18 Hak dan Kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui pendidikan pendahuluan bela negara sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.
Pasal 19 ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
(1) Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah dan dalam gerakan Pramuka.
(2) Tahap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, serta Nomor 45/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi telah ditetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Bahasa dan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan kelompok mata kuliah Pengembangan Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi atau kelompok program studi.
Surat Keputusan Dirjen Dikti Nomor 43 Tahun 2006
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 43/DIKTI/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Landasan Ideal
Landasan ideal Pendidikan Kewarganegaraan yang sekaligus menjadi jiwa dikembangkannya Kewarganegaraan adalah Pancasila. Pancasila sebagai sistem filsafat menjiwai semua konsep ajaran Kewarganegaraan dan juga menjiwai konsep ketatanegaraan Indonesia. Dalam sistematikanya dibedakan menjadi tiga hal, yaitu: Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan Pancasila sebagai ideologi negara. Ketiga hal itu dapat dibedakan, namun tidak dapat dipisahkan.
Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar pemikiran tindakan negara dan menjadi sumber hukum positif di Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara pola pelaksanaannya dipancarkan dalam empat pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan dalam pasal-pasal UUD1945 sebagai strategi pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara.
Pembukaan UUD 1945 pokok pikiran pertama yaitu pokok pikiran persatuan yang berfungsi sebagai dasar negara, merupakan landasan dirumuskannya wawasan nusantara sebagai bagian dari geopolitik. Pokok pikiran kedua yaitu pokok pikiran keadilan sosial yang berfungsi sebagai tujuan negara merupakan tujuan wawasan nusantara sekaligus tujuan geopolitik Indonesia. Tujuan negara dijabarkan langsung dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu tujuan berhubungan dengan segi keamanan dan kesejahteraan dan ketertiban dunia. Geopilitik Indonesia pada dasarnya adalah sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang diyakini kebenarannya. Perwujudan nilai-nilai luhur Pancasila terkandung juga dalam konsep geopolitik Indonesia demi terwujudnya ketahanan nasional sebagai geostrategi Indonesia sehingga ketahanan nasional ini disusun dan dikembangkan berdasarkan geopolitik Indonesia. Perwujudan nilai-nilai Pancasila mencakup lima bidang kehidupan nasional yaitu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam yang disingkat dengan Ipoleksosbud Hankam. Ipoleksosbud Hankam menjadi dasar pemikiran ketahanan nasional.
Dari lima bidang kehidupan nasional, bidang ideologi merupakan landasan dasar. Ideologi itu berupa Pancasila sebagai pandangan hidup yang menjiwai empat bidang lainnya. Dasar pemikiran ketahanan nasional di samping lima bidang kehidupan nasional tersebut yang merupakan aspek sosial pancagatra didukung pula adanya dasar pemikiran aspek alamiah trigatra yang merupakan geostrategi Indonesia.
Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kesatuan konsep-konsep dasar yang memberikan arah dan tujuan dalam mencapai cita-cita bangsa dan negara. Cita-cita bangsa dan negara berlandaskan Pancasila dipancarkan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945 merupakan cita-cita untuk mengisi kemerdekaan, yaitu: bersatu, berdaulat adil dan makmur.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah penulis paparkan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan, baik itu sejarah Pendidikan Kewarganegaraan yang secara khusus menjadi bahasan makalah, serta bahasan lain mengenai Pendidikan Kewarganegaraan yang penulis sampaikan. Maka, dapat kita simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi dalam kehadirannya sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), sangat lah vital dan juga berperan dalam memberikan pedoman kepada mahasiswa agar menjadi mahasiswa yang berkepribadian luhur serta memiliki kearifan lokal. Disamping itu, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah yang mengajarkan mahasiswa agar memiliki rasa cinta tanah air, mengamalkan dan merefleksikan cara berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai – nilai yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945
Saran
Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehadirannya akan selalu dibutuhkan bagi bangsa Indonesia, oleh karena itu, peran Pemerintah dan juga pihak-pihak terkait dalam memberikan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di dunia pendidikan Indonesia khususnya Perguruan Tinggi, perlu untuk di optimalkan kembali. Pendidikan Kewarganegaraan harus menjadi mata kuliah yang tidak dipandang sebelah mata dan dipersepsikan sebagai mata kuliah yang membosankan.
Hal-hal yang dapat dilakukan adalah memperbaiki keefisienan program pembelajaran dengan tidak hanya terpaku pada teori. Namun substansi dari Pendidikan Kewarganegaraan dapat pula diajarkan melalui kegiatan praktik.
Kemudian, tentunya kita sebagai masyarakat dan juga mahasiswa harus mendukung terus berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah dalam mengatasi pelbagai masalah yang terdapat di negeri ini dan merefleksikan teori yang ada dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Kewarganegaraan
Karunadarani. ____, Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi.
https://www.kompasiana.com/karunadarani/pentingnya-pendidikan-kewarganegaraan-di-perguruan-tinggi-pada-era-globalisasi_54f76d8aa33311d6338b495d
Eka. 2017, Sejarah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan. http://ekaidrisup.blogspot.co.id/2017/10/makalah-sejarah-perkembangan-pkn-dan.html?m=1
_____. 2017, Pendidikan Kewarganegaraan http://pknpentingnyakewarganegaraan.blogspot.co.id/2017/03/makalah-pendidikan-kewarganegaraan.html
Ryan Saputra. 2014, Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan. http://ryansaputra125.blogspot.co.id/2014/12/makalah-sejarah-pendidikan.html
Dewey, John (1916/1944). Democracy and Education. The Free Press. hlmn. 1–4. ISBN 0-684-83631-9.
Supriatnoko, Pendidikan Kewarganegaraan. Penaku, Jakarta. 2008 hal. 10
(Lemhannas RI, 1996)