BAB I Pendahuluan
Pada Pada manusi manusiaa fungsi fungsi penghi penghidu du memilik memilikii peran peranan an pentin penting. g. Ganggu Gangguan an penghidu dapat menyebabkan menyebabkan seseorang tidak dapat mendeteksi kebocoran gas, tida tidakk dapa dapatt memb membed edak akan an maka makana nann basi basi,, memp mempen enga garu ruhi hi sele selera ra maka makan, n, mempengaruhi psikis, dan kualitas hidup seseorang.1, 2 Baru Baru-ba -baru ru ini, ini, sebu sebuah ah stud studii berb berbas asis is popu popula lasi si mela melapo pork rkan an bahw bahwaa prevalensi disfungsi penciuman adalah 1,1!, terdiri dari 1","! dengan #iposm #iposmia ia dan dan $,%! $,%! dengan dengan anosmi anosmia. a. Penuaa Penuaan, n, laki-la laki-laki, ki, dan meroko merokokk &uga &uga dikenal faktor risiko untuk disfungsi penciuman. " 'isfungsi 'isfungsi penciuman penciuman dapat diklasifik diklasifikasik asikan an men&adi men&adi konduktif konduktif dan &enis sensorik-neural. &enis konduktif termasuk penyakit hidung dan sinus paranasal (termasuk stenosis hidung, rhinitis alergi, rhinosinusitis kronis dengan poliposis, dan tumor), dan menun&ukkan prognosis relatif baik setelah mana&emen medis dan * atau atau pembed pembedaha ahan. n. +enis +enis sensor sensorikik-ne neura urall termasu termasukk cedera cedera kepala kepala trauma traumatis tis,, Kallman 's), dan racun. " gangguan neurodegenerative, neurodegenerative, kongenital ( sindrom Kallman
nsiden gangguan penghidu di merika erikat diperkirakan sebesar 1,/! dari penduduk.2 'i ustria, wit0erland, dan +erman sekitar %. penduduk pertahun berobat ke bagian # dengan keluhan gangguan penghidu./ Penyebab tersering gangguan penghidu adalah trauma kepala, penyakit sinonasal dan infeksi saluran nafas atas. / da beberapa modalitas pemeriksaan kemosensoris fungsi penghidu, tapi &arang digunakan secara rutin di berbagai rumah sakit. #al ini disebabkan
1
harg hargan anyya cuku cukupp maha mahall dan dan odor odoran an yang yang terd terdap apat at dala dalam m peme pemeri riks ksaa aann kemosensoris penghidu ini tidak familiar antara suatu negara dengan negara lain.1,2 lat pemeriksaan kemosensoris fungsi penghidu yang berkembang dan banyak dipakai dipakai di negara 3ropa seperti +erman, ustria dan dan wit0erland adalah adalah tes 4Sniffin Sticks”. es ini dapat menilai ambang penghidu, diskriminasi penghidu dan identifikasi penghidu . /, $
2
BAB II Gangguan Penghidung I. Anatomi dan Fisiologi Sistem Penghidu Anatomi Hidung
#idung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah adalah pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, alar nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). #idung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, åan ikat dan beberapa otot kecil kecil yang yang berfun berfungsi gsi untuk untuk meleba melebarka rkann atau atau meny menyemp empitk itkan an lubang lubang hidun hidung. g. 5erangka tulang terdiri dari tulang hidung (6s nasalis), prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut &uga sebagai sebagai kartilago alar mayor, beberapa pasang pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.7, 8
Gambar 1 : Anatomi hidung bagian luar 7
9ongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya men&adi kavum nasi
3
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior
dan lubang
belakang
disebut
nares
posterior
(koana)
yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. 7 8 'i antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. ergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. :eatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.7 8 'inding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os rnaksila dan os palatum. 'inding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung.7, 8 Fisiologi Sistem Penghidu
Bagian dari fungsi penghidu yang terlibat adalah neuroepitel olfaktorius, bulbus olfaktorius dan korteks olfaktorius. . ;euroepitel olfaktorius ;euroepitel olfaktorius terdapat di atap rongga hidung, yaitu di konka superior, septum bagian superior, konka media bagian superior atau di dasar lempeng kribriformis. (Gambar 2).
4
Gambar 2. 9egio neuroepitel olfaktorius.7
el di neuroepitel olfaktorius ini terdiri dari sel pendukung yang merupakan reseptor olfaktorius. erdapat 2-" miliar sel reseptor. Pada u&ung dari masing-masing dendrit terdapat olfactory rod dan diu&ungnya terdapat silia. ilia menon&ol pada permukaan mukus. Pada neuroepitel ini terdapat sel penun&ang atau sel sustentakuler. sel ini berfungsi sebagai pembatas antara sel reseptor, mengatur komposisi ion lokal mukus dan melindungi epitel olfaktorius dari kerusakan akibat benda asing. :ukus dihasilkan oleh kelen&ar Bowman>s yang terdapat pada bagian basal sel (Gambar ").
/, 7
5
Gambar 3. :embran mukus dari neuroepitel olfaktorius.7
:elalui proses inhalasi udara, odoran sampai di area olfaktorius, bersatu dengan mukus yang terdapat di neuroepitel olfaktorius dan berikatan dengan reseptor protein G yang terdapat pada silia. katan protein G dengan reseptor olfaktorius akan menyebabkan stimuli guanine nucleotide, yang akan mengaktifkan en0im adenilat siklase untuk menghasilkan second messenger yaitu adenosin monofosfat. ni akan menyebabkan masuknya ;a? dan @a2? ke dalam sel dan menghasilkan depolarisasi sel membran dan menghasilkan pen&alaran impuls ke bulbus olfaktorius (gambar /). /, 7
Gambar 4. Proses transduksi dari stimulus olfaktorius.%
6
B. Bulbus olfaktorius Bulbus olfaktorius berada di dasar fossa anterior dari lobus frontal. Bundel akson saraf penghidu (fila) ber&alan dari rongga hidung dari lempeng kribriformis diteruskan ke bulbus olfaktorius. 'alam masing-masing fila terdapat $ sampai 2 akson reseptor penghidu pada usia muda, dan ¨ah akan berkurang dengan bertambahnya usia. kson dari sel reseptor yang masuk akan bersinap dengan dendrit dari neuron kedua dalam gromerulus. Per&alanan impuls di bulbus olfaktorius (Gambar $).7, %
Gambar . Proyeksi skematik neuroreseptor olfaktorius ke bulbus
olfaktorius.7 @. 5orteks olfaktorius erdapat " komponen korteks olfaktorius, yaitu pada korteks frontal merupakan pusat persepsi terhadap penghidu.1 Pada area hipotalamus dan amygdala merupakan pusat emosional terhadap odoran, dan area enthorinal merupakan pusat memori dari odoran (gambar $). 7
7
Gambar !. 5orteks olfaktorius.7
araf yang berperan dalam sistem penghidu adalah nervus olfaktorius (; ). Ailamen saraf mengandung &utaan akson dari &utaan sel-sel reseptor.2,% atu &enis odoran mempunyai satu reseptor tertentu, dengan adanya nervus olfaktorius kita bisa mencium bau seperti bau strawberi, apel, dan lain-lain.%,1,11 araf lain yang terdapat dihidung adalah saraf somatosensori trigeminus (; ).
8
rudimeter vomeronasal disebut &uga organ +acobson>s. Pada manusia saraf ini tidak berfungsi dan tidak ada hubungan antara organ ini dengan otak. Pada pengu&ian elektrofisiologik, tidak ditemukan adanya gelombang pada organ ini.7, %
II. Gangguan "enghidu
5emampuan
penghidu normal didefinisikan sebagai
normosmia.
Gangguan penghidu dapat berupa C . Hi"osmia #tiologi
#iposmia dapat disebabkan oleh proses-proses patologis di sepan&ang &alur olfaktorius. 5elainan ini dianggap serupa dengan gangguan pendengaran yaitu berupa defek konduktif atau sensorineural. Pada defek konduktif (transport) ter&adi gangguan transmisi stimulus bau menu&u neuroepitel olfaktorius. Pada defek sensorineural prosesnya melibatkan struktur saraf yang lebih sentral. ecara keseluruhan, penyebab defisit pembauan yang utama adalah penyakit pada rongga hidung dan*atau sinus, sebelum ter&adinya infeksi saluran nafas atas karena virusD dan trauma kepala. 1, ", /
$e%e& &ondu&ti% 1, ", /
1. Proses inflamasi*peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan. 5elainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe,
9
termasuk rhinitis alergika, akut, atau toksik (misalnya pada pemakaian kokain). Penyakit sinus kronik menyebabkan penyakit mukosa yang progresif dan seringkali diikuti dengan penurunan fungsi pembauan meski telah dilakukan intervensi medis, alergis dan pembedahan secara agresif. 2. danya massa*tumor dapat menyumbat rongga hidung sehingga menghalangi aliran odorant ke epitel olfaktorius. 5elainannya meliputi polip nasal (paling sering), inverting papilloma, dan keganasan. ". bnormalitas developmental (misalnya ensefalokel, kista dermoid) &uga dapat menyebabkan obstruksi. /. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hiposmia karena berkurang atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. Pasien anak dengan trakheotomi dan dipasang kanula pada usia yang sangat muda dan dalam &angka waktu yang lama kadang tetap menderita gangguan pembauan meski telah dilakukan dekanulasi, hal ini ter&adi karena tidak adanya stimulasi sistem olfaktorius pada usia yang dini. $e%e& sentral'sensorineural 1, ", /
1. Proses infeksi*inflamasi menyebabkan defek sentral dan gangguan pada transmisi sinyal. 5elainannya meliputi infeksi virus (yang merusak neuroepitel),
sarkoidosis
(mempengaruhi
stuktur
saraf), Eegener
granulomatosis, dan sklerosis multipel.
10
2. Penyebab kongenital menyebabkan hilangnya struktur saraf. 5allman syndrome ditandai oleh anosmia akibat kegagalan ontogenesis struktur olfakorius dan hipogonadisme hipogonadotropik. alahsatu penelitian &uga menemukan bahwa pada 5allman syndrome tidak terbentuk ;6. ". Gangguan endokrin (hipotiroidisme, hipoadrenalisme, ':) berpengaruh pada fungsi pembauan. /. rauma kepala, operasi otak ( atau perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan regangan, kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan
anosmia.
$. 'isfungsi pembauan &uga dapat disebabkan oleh toksisitas dari obatobatan sistemik atau inhalasi (aminoglikosida, formaldehid). Banyak obatobatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya alkohol, nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam 0ink secara langsung. 7. 'efisiensi gi0i (vitamin , thiamin, 0ink) terbukti dapat mempengaruhi pembauan. 8. +umlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan la&u 1! per tahun. Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat ter&adi sekunder karena berkurangnya sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi proses kognitif di susunan saraf pusat.
11
%. Proses degeneratif pada sistem saraf pusat (penyakit Parkinson, l0heimer disease, proses penuaan normal) dapat menyebabkan hiposmia. Pada kasus l0heimer disease, hilangnya fungsi pembauan kadang merupakan ge&ala pertama dari proses penyakitnya. e&alan dengan proses penuaan, berkurangnya fungsi pembauan lebih berat daripada fungsi pengecapan, dimana penurunannya nampak paling menon&ol selama usia dekade ketu&uh. Ealau dahulu pernah dianggap sebagai defek konduktif murni akibat adanya edema mukosa dan pembentukan polip, rhinosinusitis kronik nampaknya &uga menyebabkan kerusakan neuroepitel disertai hilangnya reseptor olfaktorius yang pemanen melalui upregulated apoptosis. $iagnosis 1, ", /
ahapan pertama dalam mendiagnosis adalah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Pada anamnesis perlu ditanyakan lama keluhan, apakah dirasakan terus-menerus atau hilang timbul dan apakah unilateral. elain itu perlu diketahui apakah ada riwayat trauma, masalah medis lainnya, dan obat-obatan yang diminum. Pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan lengkap pada telinga, saluran napas bagian atas, kepala, dan leher. 5elainan pada masing-masing daerah kepala dan leher dapat menyebabkan disfungsi penciuman. 5eberadaan otitis media serosa dapat menun&ukkan adanya massa nasofaring atau peradangan.
12
Pemeriksaan hidung yang seksama untuk mencari massa hidung, gumpalan darah, polip, dan peradangan membran hidung sangat penting. Pemeriksaan olfaktorius terbagi dua, yaitu pemeriksaan olfaktorius sub&ektif dan ob&ektif. Pada pemeriksaan olfaktorius sub&ektif, pelbagai bahan diletakkkan di depan hidung penderita secara terpisah antara kedua lubang hidung sebelum dan setelah dekongesti dari mukosa hidung. Beberapa &enis substansi digunakan, yaitu yang mempunyai bau yang akan menstimulasi hanya nervus olfaktorius (kopi, coklat, vanilla, lavender), substansi yang menstimulasi komponen trigeminal (menthol, asam asetat), serta substansi yang turut mempunyai komponen pengecapan (kloroform piridine). Pemeriksaan olfaktorius ob&ektif &uga bisa dilakukan menggunakan alat test yang siap pakai, misalnya niffin> ticks. niffin> ticks menggunakan se¨ah stik n-butanol yang berbentuk seperti pen dan mengandung bau dengan konsentrasi yang berbeda. :elalui penggunaan alat ini, kemampuan mendeteksi bau, membedakan bau-bau yang berlainan serta kemampuan mengidentifikasi bau dapat dinilai. Pasien yang dites akan ditutup matanya, kemudian pemeriksa akan meminta pasien menghidu tiga stik, dimana antara ketiga-tiga stik tersebut hanya satu stik yang mempunyai bau. +ika pasien tidak bisa mendeteksi sebarang bau atau mengidentifikasi stik yang salah, maka digunakan stik dengan konsentrasi yang lebih tinggi. 5onsentrasi stik yang diberikan akan terus meningkat sehingga pasien dapat mengidentifikasi dengan benar paling kurang dua kali. etelah itu
13
dinilai pada konsentrasi yang mana pasien bisa mendeteksi bau tersebut dengan benar. es ini hanya memerlukan waktu 1 menit dan mudah dilakukan. Inter"retasi dan )inda&an *an+ut
1, ", /
#iposmia yang hilang timbul dan bervariasi dera&atnya dapat disebabkan oleh rhinitis vasomotor, rhinitis alergi atau sinusitis.5eluhan ini dapat hilang bila penyebabnya diobati. Pada polip nasi, tumor hidung rhinitis kronis spesifik (rhinitis atrofi, sifilis, lepra, skleroma, tuberkulosis) ter&adi hiposmia akibat dari sumbatan, yang akan hilang bila penyakitnya diobati. 9initis medikamentosa akibat dari pemakaian obat tetes hidung menyebabkan hiposmia atau anosmia yang akan sembuh bila pemakaian obat-obatan penyebabnya dihentikan. umor n.olfaktorius bentuknya mirip polip nasi. 'iagnosis pasti berdasarkan pemeriksaaan histologi dan diterapi dengan pembedahan. Aaktor usia lan&ut dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya daya penghidu, terutamanya tidak mampu menghidu 0at yang berbentuk gas. 5elainan ini tidak dapat diobati. rauma kepala ringan atau berat dapat menimbulkan anosmia. rauma dapat mengenai daerah oksipital atau frontal. Pada pascatrauma, dapat ter&adi parosmia, yaitu penciuman bau sangat berbeda dengan yang seharusnya dan biasanya tercium bau yang tidak enak dan kadang-kadang sensasi bau ini timbul secara spontan. 5elainan penghidu ini mungkin dapat sembuh, yang akan ter&adi
14
dalam beberapa minggu setelah trauma. Bila setelah tiga bulan tidak membaik, berarti prognosisnya buruk. umor intrakranial yang menekan n.olfaktorius mula-mula akan menaikkan ambang penghidu dan mungkin akan menimbulkan masa kelelahan penghidu yang makin lama makin meman&ang. 6steomata atau meningiomata di dasar tengkorak atau sinus paranasalis dapat menimbulkan anosmia unilateral. umor lobus frontal selain menyebabkan gangguan penghidu sering &uga disertai dengan ge&ala lain, yaitu gangguan penglihatan, sakit kepala dan kadangkadang ke&ang lokal. 3pilepsi lobus temporal dapat didahului oleh aura penghidu. eringkali halusinasi bau yang timbul adalah bau busuk atau bau sesuatu yang terbakar, &arang yang bau wangi. Ge&ala ini tidak menetap. 5elainan psikologik seperti rendah diri mungkin menyebabkan merasa bau badan atau bau napas sendiri. Pasien setelah diperiksa, bila ternyata tidak ada kelainan perlu diyakinkan dan dihilangkan gangguan psikologiknya. 5elainan psikiatrik seperti depresi, ski0ofrenia atau demensia senilis dapat menimbulkan halusinasi bau. 5asus demikian perlu diru&uk ke seorang psikiater. 5adang-kadang ada keluhan hilangnya penghidu pada pasien hysteria atau berpura-pura (malingering) pascaoperasi hidung atau trauma. Bila diperiksa biasanya pasien mengatakan tidak dapat mendeteksi ammonia. )era"i 1, ", / A. Hi"osmia ,ondu&ti%
erapi bagi pasien-pasien dengan kurang penciuman hantaran akibat rinitis alergi, rinitis dan sinusitis bakterial, polip, neoplasma, dan kelainan-kelainan
15
struktural pada rongga hidung dapat dilakukan secara rasional dan dengan kemungkinan perbaikan yang tinggi. erapi berikut ini seringkali efektif dalam memulihkan sensasi terhadap bau yaitu pengelolaan alergi, terapi antibiotik, terapi glukokortikoid sistemik dan topikal dan operasi untuk polip nasal, deviasi septum nasal, dan
sinusitis
hiperplastik
kronik.
B. Hi"osmia Sensorineural
idak ada terapi dengan keman&uran yang telah terbukti bagi kurang penciuman sensorineural. Fntungnya, penyembuhan spontan sering ter&adi. ebagian dokter mengan&urkan terapi 0ink dan vitamin. 'efisiensi 0ink yang mencolok tidak diragukan lagi dapat menyebabkan kehilangan dan gangguan sensasi bau, namun bukan merupakan masalah klinis kecuali di daerah-daerah geografik yang sangat kekurangan. erapi vitamin sebagian besar dalam bentuk vitamin . 'egenerasi epitel akibat defisiensi vitamin dapat menyebabkan anosmia, namun defisiensi vitamin bukanlah masalah klinis yang sering ditemukan di negara-negara barat. Pa&anan pada rokok dan bahan-bahan kimia beracun di udara yang lain dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan spontan dapat ter&adi bila faktor pencetusnya dihilangkanD karenanya, konseling pasien sangat membantu pada kasus-kasus ini. B. Anosmia 1, ", /
$e%ensi
nosmia adalah ketidakmampuan penciuman* penghidu sebagian atau total kehilangan sensasi penciuman. nosmia ter&adi akibat obstruksi saluran kelen&ar hidung atau kerusakan syaraf. nosmia biasanya disebabkan proses
16
natural dari penuaan ataupun kebanyakan karena common cold (influen0a), anosmia dapat &uga disebabkan karena setelah operasi kepala atau alergi akut atau kronik. Banyak obat-obatan yang dapat mengubah kemampuan penghidu. ensasi penghidu menghilang karena kelainan seperti tumor osteoma atau meningioma, sinus nasal atau operasi otak. 'apat &uga disebakan karena defisiensi 0inc* seng. 9okok tobacco adalah konsentrasi terbanyak dari polusi yang dapat menyebabkan seorang menderita anosmia. Aaktor siklus hormonal atau gangguan dental &uga dapat menyebabkan anosmia. nosmia dapat &uga ter&adi karena beberapa bagian otak yang mengalami gangguan fungsi. Ge+ala ,linis
'engan hilangnya sensasi penciuman dapat &uga menyebabkan kehilangan sensasi pengecap. Penyimpangan fungsi penciuman dan pengecap menyebabkan nafsu makan berkurang, penderita tidak dapat membedakan rasa. $iagnosis
Fntuk mengerti apa penyebab dari permasalahannya penting untuk anamnesa menanyakan riwayat penyakit dan keluhan. Fkuran kuantitatif spesifik dari fungsi penciuman perlu dilakukan tes, berupa 4tes scratch and shiff untuk mengevaluasi indera penciuman. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior untuk melihat apakah terdapat kelainan obstruksi hidung, perubahan mukosa hidung, tanda-tanda infeksi dan adanya tumor. Pemeriksaan penun&ang, dengan pemeriksaan penghidu sederhana. Pasien dicoba untuk menghidu alkohol, kopi, minyak wangi dan skatol (feses), kemudian amoniak untuk merangsang ;. rigeminus bukan ;. 6lfaktorius. Penatala&sanaan
17
Pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan sensasi penciuman antara lainD antihistamin apabila diindikasikan pada penderita alergi. Berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi penciuman. 5oreksi operasi yang memblok fisik dan mencegah kelebihan dapat digunakan dekongestan nasal dapat membantu. uplemen 0inc kadang-kadang direkomendasikan. nosmia akibat proses degenerasi tidak ada pengobatannya. 5erusakan ;. 6lfaktorius akibat infeksi virus prognosisnya buruk, karena tidak dapat diobati.
-. ,a&osmia 1, ", /
$e%inisi
Gangguan penghidu*penciuman yang dapat timbul pada epilepsi unsinatus lobus temporalis. :ungkin &uga akibat gangguan psikis* ke&iwaan adanya halusinasi bau rendah diri atau kelainan psikiatrik. #tiologi
'apat ditemukan pada epilepsi unsinatus, lobus temporalis, 5elainan psikologik H rendah diri, kelainan psikiatrik, 'epresi, Psikosis Ge+ala
Pada pasien epilepsi lobus temporal dapat didahului oleh aura penghidu. eringkali halusinasi bau yang timbul adalah bau busuk atau bau sesuatu yang terbakar, &arang bau yang wangi. Ge&ala ini tidak menetap. 5elainan
18
psikopatologik seperti rendah diri mungkin menyebabkan merasa bau badan atau bau napas sendiri. 5elainan psikiatrik seperti depresi, ski0ofren atau demensia senilis dapat menimbulkan halusinasi bau. $iagnosis
Gangguan berlangsung singkat, 1 hari sampai dengan kurang 1 bulan. Ge&ala bisa memenuhi atau tidak memenuhi kriteria ski0ofrenia Gangguan timbul akibat respons terhadap stresor psikososial yang parah atau nyata tidak disertai gangguan mood atau gangguan oleh karena 0at. Penatala&sanaan
Pemeriksaan perlindungan pasien terhadap hal-hal yang membahayakan diri dan orang lain. Pada pasien yang setelah diperiksa ternyata tidak ada kelainan perlu diyakinkan dan dihilangkan gangguan psikologiknya. Pada pasien yang terdiagnosa mengalami gangguan psikologis, dapat diru&uk ke psikiatri. $. $isosmia 3( 4( $e%enisi
'isosmia adalah berubahnya penciuman yang menyebabkan penderita merasa mencium bau yang tidak enak. 'isosmia bisa disebabkan olehC - nfeksi di dalam sinus - 5erusakan parsial pada saraf olfaktorius - 5ebersihan mlut yang &elek, sehingga ter&adi infeksi mulut yang berbau tidak enak dan tercium oleh hidung - 'epresi.
19
Beberapa penderita ke&ang yang penyebabnya berasal dari bagian otak yang merasakan bau (saraf olfaktorius) akan mencium bau yang tidak menyenangkan (halusinasi olfaktori). #al ini merupakan bagian dari ke&ang, bukan merupakan disosmia.
#. Aeugisia $e%enisi
geusia merupakan berkurangnya atau hilangnya pengecapan. Penyebabnya adalah berbagai keadaan yang mempengaruhi lidahC -
:ulut yang sangat kering Perokok berat erapi penyinaran pada kepala dan leher 3fek samping dari obat (misalnya vinkristin-obat antikanker atau amitriptilin-obat antidepresi).
F. $isgeusia
'isgeusia adalah berubahnya pengecapan. Penyebabnya bisa berupaC
spek-aspek molekuler dari penciuman kini telah dipahami. Pada mammalia, kemungkinan ada "-1 gen reseptor penciuman yang termasuk dalam 2 keluarga yang berbeda yang terletak di berbagai kromosom dalam
20
kelompok-kelompok. Gen-gen reseptor ditemukan pada lebih dari 2$ lokasi kromosom manusia. Protein-protein reseptor penciuman adalah reseptor-reseptor tergabung protein G yang ditandai oleh keberadaan domain transmembran 8 alfahelikal. :asing-masing neuron penciuman hanya mengekspresikan satu, atau paling banyak beberapa, gen reseptor, men&adi dasar molekuler untuk pembedaan bau. :aka sistem penciuman ditandai oleh tiga hal yang penting C 1. keluarga gen reseptor yang besar yang menun&ukkan keberagaman yang sangat baik sehingga memungkinkan respon terhadap berbagai bau. 2. Protein-protein reseptor yang menun&ukkan spesifitas yang hebat sehingga memungkinkan pembedaan bau, dan ". #ubungan-hubungan bau disimpan dalam ingatan lama sesudah peristiwa ter&adinya paparan dilupakan. I/. Pen0ebab gangguan "enghidu.
Penyebab gangguan penghidu dapat diklasifikasikan men&adi ", yaitu gangguan transpor odoran, gangguan sensoris, dan gangguan saraf. Gangguan transpor disebabkan pengurangan odoran yang sampai ke epitelium olfaktorius, misalnya pada inflamasi kronik dihidung. Gangguan sensoris disebabkan kerusakan langsung pada neuroepitelium olfaktorius, misalnya pada infeksi saluran nafas atas, atau polusi udara toksik. edangkan gangguan saraf disebabkan kerusakan pada bulbus olfaktorius dan &alur sentral olfaktorius, misalnya pada penyakit neurodegeneratif, atau tumor intrakranial.
21
Penyakit yang sering menyebabkan gangguan penghidu adalah trauma kepala, infeksi saluran nafas atas, dan penyakit sinonasal. . rauma kepala rauma kepala dapat menyebabkan kehilangan sebagian atau seluruh fungsi penghidu. #al ini disebabakan kerusakan pada epitel olfaktorius dan gangguan aliran udara dihidung. danya trauma menyebabkan hematom pada mukosa hidung, atau luka pada epitel olfaktorius. 5erusakan dapat ter&adi pada serat saraf olfaktorius, bulbus olfaktorius dan kerusakan otak di regio frontal, orbitofrontal, dan temporal. Prevalensi gangguan penghidu yang disebabkan trauma kepala ter&adi =1$-"! dari kasus gangguan penghidu. ", 1 B. nfeksi saluran nafas atas nfeksi saluran nafas atas yang sering menyebabkan gangguan penghidu yaitu common cold . 5emungkinan mekanismenya adalah kerusakan langsung pada
epitel olfaktorius atau &alur sentral karena virus itu sendiri yang dapat merusak sel reseptor olfaktorius. Prevalensi gangguan penghidu yang disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas =11-/! dari kasus gangguan penghidu. Gangguan penghidu yang disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas tidak seberat gangguan penghidu yang disebabkan trauma kepala. ", 11 @. Penyakit sinonasal Gangguan penghidu pada penyakit sinonasal seperti rinosinusitis kronik atau rinitis alergi disebabkan inflamasi dari saluran nafas yang menyebabkan berkurangnya aliran udara dan odoran yang sampai ke mukosa olfaktorius. Gangguan penghidu pada rinosinusitis kronik dan rinitis alergi dapat berupa
22
gangguan konduktif atau saraf. Perubahan pada aliran udara di celah olfaktorius yang disebabkan rinosinusitis kronik yaitu edem atau adanya polip yang menyebabkan gangguan konduksi. " Penyakit lain yang menyebabkan gangguan penghidu adalah penyakit endokrin (hipotiroid, diabetes melitus, gagal gin&al, penyakit liver), 5allmann syndrome, penyakit degeneratif (al0heimer, parkinson, multipel sklerosis), pasca laringektomi, paparan terhadap 0at kimia toksik, peminum alkohol, ski0ofrenia, tumor intranasal atau intrakranial." Aaktor lain yang &uga berpengaruh terhadap fungsi penghidu adalah usia. 5emampuan menghidu akan menurun se&alan dengan bertambahnya usia. da banyak teori yang menerangkan penyebab gangguan penghidu pada orang tua, diantaranya ter&adi perubahan anatomi pengurangan area olfaktorius, pengurangan ¨ah sel mitral pada bulbus olfaktorius, penurunan aktivasi dari korteks olfaktorius. Gangguan penghidu pada usia lebih dari % tahun sebesar 7$!.2" Penelitian lain mendapatkan gangguan penghidu pada usia lebih dari $ tahun sebesar 2/!. 'oty dkk menyatakan terdapatnya penurunan penghidu yang signifikan pada usia lebih dari 7$ tahun.", 12 Ganguan penghidu lebih sering ditemukan pada &enis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Pada penelitian 9ouby ditemukan gangguan penghidu hiposmia ditemukan pada 71! wanita dan "! laki-laki. Gangguan penghidu &uga ditemukan pada perokok. 'isini temukan kerusakan dari neuroepitel olfaktorius. Pada analisis imunohistokimia ditemukan adanya apoptosis proteolisis pada neuroepitel olfaktorius. 6bat-obatan dan polusi udara &uga berpengaruh
23
terhadap fungsi penghidu seperti obat kanker, antihistamin, anti mikroba, anti tiroid dan lain lain. Polusi udara yang berpengaruh yaitu aseton, gas nitrogen, silikon dioksida, dan lain-lain.", 12
/. Pemeri&saan %ungsi "enghidu A. Anamnesis
namnesis sangat diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis gangguan penghidu. Pada anamnesis ditanyakan riwayat trauma kepala, penyakit sinonasal, dan infeksi saluran nafas atas, riwayat penyakit sistemik, riwayat penyakit neurodegeneratif, kebiasaan merokok, dan semua faktor yang bisa menyebabkan gangguan penghidu. / B. Pemeri&saan %isi&
Pemeriksaan fisik # meliputi pemeriksaan hidung dengan rinoskopi anterior, posterior dan nasoendoskopi untuk menilai ada atau tidaknya sumbatan di hidung, seperti inflamasi, polip, hipertrofi konka, septum deviasi, penebalan mukosa, dan massa tumor akan mempengaruhi proses transport odoran ke area olfaktorius./ -. Pemeri&saan "enitraan.
Pemeriksaan ini bertu&uan untuk menyingkirkan kelainan intrakranial dan evaluasi kondisi anatomis dari hidung, misalnya pada kasus tumor otak atau kelainan dihidung. Pemeriksaan foto polos kepala tidak banyak memberikan data tentang kelainan ini. Pemeriksaan tomografi komputer merupakan pemeriksaan
24
yang paling berguna untuk memperlihatkan adanya massa, penebalan mukosa atau adanya sumbatan pada celah olfaktorius. Pemeriksaan Magnetic Resonance maging (:9) merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif untuk kelainan pada
åan lunak. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada kecurigaan adanya tumor.12
$. Pemeri&saan &emosensoris "enghidu.
Pemeriksaan
kemosensoris
penghidu
yaitu
pemeriksaan
dengan
menggunakan odoran tertentu untuk merangsang sistem penghidu. da beberapa &enis pemeriksaan ini, diantaranya tes FP (!ni"ersity of #ennsyl"ania Smell dentification), es $he %onnectitut %hemosensory %linical Research %enter
(@@@9@), es 4Sniffin Sticks”, es &dor Stick dentification $est for apanese (6-+). 1. es FP (!ni"ersity of #ennsyl"ania Smell dentification) . est ini berkembang di merika, pada tes ini terdapat / buku yang masingmasing berisi 1 odoran.2 Pemeriksaan dilakukan dengan menghidu buku u&i, dimana didalamnya terkandung 1-$I odoran. #asilnya pemeriksaan akan dibagi men&adi 7 kategori yaitu normosmia, mikrosmia ringan, mikrosmia sedang, mikrosmia berat, anosmia, dan malingering .2,2$ Gambar alat tes FP.12
25
Gambar 7. lat test FP2 "
2. es $he %onnectitut %hemosensory %linical Research %enter (@@@9@). est ini dapat mendeteksi ambang penghidu, identifikasi odoran, dan evaluasi nervus trigeminal. Fntuk ambang penghidu digunakan larutan butanol /! dan diencerkan dengan aJua steril dengan perbandingan 1C", sehingga didapat % pengenceran pada % tempat yang berbeda. empat untuk butanol /! diberi nomor , dilan&utkan dengan pengenceran diberi sampai nomor %. 'alam melakukan test dimulai dari nomor %, nomor 8 dan seterusnya sampai nomor . Fntuk menghindari bias pasien disuruh menentukan mana yang berisi odoran tanpa perlu mengidentifikasikannya. mbang penghidu didapat bila &awaban betul $ kali berturut-turut tanpa kesalahan. Pemeriksaan diker&akan bergantian pada hidung kiri dan kanan, dengan menutup hidung kiri bila memeriksa hidung kanan atau sebaliknya. " es kedua yaitu identifikasi penghidu, dengan menggunakan odoran kopi, coklat, vanila, bedak talk, sabun, oregano, dan napthalene. ;ilai ambang dan identifikasi dikalkulasikan dan dinilai sesuai skor @@@9@. "
26
Gambar . lat tes @@@9@"
". es 4Sniffin Sticks”. es Sniffin Sticks adalah tes untuk menilai kemosensoris dari penghidu dengan alat yang berupa pena. es ini dipelopori orking group olfaction and gustation di +erman dan pertama kali diperkenalkan oleh #ummel2% dan kawan-
kawan. es ini sudah digunakan pada lebih dari 1 penelitian yang telah dipublikasikan, &uga dipakai di banyak praktek pribadi dokter di 3ropa. Pan&ang pena sekitar 1/ cm dengan diameter 1," cm yang berisi / ml odoran dalam bentuk tampon dengan pelarutnya propylene glycol.8 lat pemeriksaan terdiri dari tutup mata dan sarung tangan yang bebas dari odoran (Gambar ).
Gambar . lat tes 4niffin ticks
Pengu&ian dilakukan dengan membuka tutup pena selama " detik dan pena diletakkan 2 cm di depan hidung, tergantung yang diu&i hidung sebelah kiri atau
27
sebelah kanan (gambar /). Pemeriksaan dilakukan dengan menutup mata subyek untuk menghindari identifikasi visual dari odoran. 'ari es ini dapat diketahui tiga komponen, yaitu ambang penghidu ($reshold *), diskriminasi penghidu ('iscrimination*'), dan identifikasi penghidu ( dentification*).Fntuk ambang penghidu () digunakan n-butanol sebagai odoran. es ini menggunakan triple forced choice paradigma yaitu metode bertingkat tunggal dengan " pilihan &awaban. Pengu&ian dilakukan dengan pengenceran n-butanol, dimulai dengan /! n-butanol, dan dilan&utkan men&adi 17 serial pengenceran dengan perbandingan 1C2 dengan pelarut aJua deionisasi. es dilakukan dengan menggunakan " buah pena dalam urutan acak, 2 pena berisilarutan dan 1 pena berisi odoran. Pemeriksaan dilakukan dalam waktu 2 detik. kor yang diberikan untuk ambang penghidu adalah sampai 17. Fntuk diskriminasi penghidu ('), dilakukan dengan menggunakan " pena secara acak dimana 2 pena berisi odoran yang sama dan pena ke-" berisi odoran yang berbeda. Pasien disuruh menentukan mana odoran yang berbeda dari " pena tersebut. Pemeriksaan " serangkai pena ini dilakukan 2-" detik. kor untuk diskriminasi penghidu adalah sampai 17. Fntuk identifikasi penghidu (), tes dilakukan dengan menggunakan 17 odoran yang berbeda, yaitu &eruk, anis (adas manis), shoe leather (kulit sepatu), peppermint, pisang, lemon, liJuorice (akar manis), cloves (cengkeh), cinnamon (kayu manis), turpentine (minyak tusam), bawang putih, kopi, apel, nanas, mawar dan ikan. Fntuk satu odoran yang betul diberi skor 1, &adi nilai skor untuk tes
28
identifikasi penghidu antara -17. nterval antara pengu&ian minimal " detik untuk proses desensitisasi dari nervus olfaktorius. Fntuk menganalisa fungsi penghidu seseorang digunakan skor ' ( reshold* 'iscrimination* dentification ). #asil dari ketiga subtes 4Sniffin Sticks” dinilai dengan men¨ahkan nilai -'-. 'engan rentangan skor 1-/%,
bila skor K1$ dikategorikan anosmia, 17-2 dikategorikan hiposmia, dan L" dikategorikan normosmia." es ini menggambarkan tingkat dari gangguan penghidu, tapi tidak menerangkan letak anatomi dari kelainan yang ter&adi. 6doran yang terdapat dalam tes 4 Sniffin Sticks” adalah odoran yang familiar untuk negara eropa, tapi kurang familiar dengan negara lain. #al ini dapat diatasi dengan memberikan istilah lain yang familiar untuk odoran tersebut."2 menurut hu"" tes 4 Sniffin Sticks dapat digunakan pada penduduk sia. /. es &dor Stick dentification $est for apanese (6-+). 6-+ terdiri dari 1" bau yang berbeda tapi familiar dengan populasi +epang yaitu condessed milk , gas memasak, kari, hinoki, tinta, &eruk +epang, menthol, parfum, putrid smell , roasted garlic, bunga ros, kedelai fermentasi dan kayu. 6doran berbentuk krim dalam wadah lipstik. Pemeriksaan dilakukan dengan mengoleskan odoran pada kertas parafin dengan diameter 2 cm, untuk tiap odoran diberi / pilihan &awaban. #asil akhir ditentukan dengan skor 6-+. #. Pemeri&saan ele&tro%isiologis %ungsi "enghidu.
Pemeriksaan ini terdiri dari &lfactory "ent*Related #otentials (39Ps), dan lektro*&lfaktogram (36G). + &lfactory "ent * Related #otentials (39Ps).
29
39Ps adalah salah satu pemeriksaan fungsi penghidu dengan memberikan rangsangan
odoran
intranasal,
dan
dideteksi
perubahan
pada
elektroencephalogram (33G). 9angsangan odoran untuk memperoleh kemosensori 39Ps harus dengan konsentrasi dan durasi rangsangan yang tepat. Eaktu rangsangan yang diberikan antara 1-2 mili detik. +enis 0at yang digunakan adalah vanilin, phenylethyl alkohol, dan #2. - lektro*&lfaktogram (36G).
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menempatkan elektroda pada permukaan epitel penghidu dengan tuntunan endoskopi. 5adang pemeriksaan ini kurang nyaman bagi pasien karena biasanya menyebabkan bersin pada waktu menempatkan elektroda di regio olfaktorius dihidung. F. Bio"si neuroe"itel ol%a&torius.
Biopsi neuroepitel olfaktorius berguna untuk menilai kerusakan sistem penghidu. +aringan diambil dari septum nasi superior dan dianalisis secara histologis. Pemeriksaan ini &arang dilakukan karena invasif.
30
BAB III ,esim"ulan
1. Aungsi penghidu pada manusia memegang peranan penting. 2. rea penghidu terdapat di atap rongga hidung, stimuli akan diteruskan ke bulbus olfaktorius, dan traktus olfaktorius di otak. ". Penyebab gangguan penghidu adalah gangguan transport, gangguan sensoris, dan gangguan pada saraf olfaktorius. /. Penyakit gangguan penghidu adalah trauma kepala, penyakit sinonasal, dan infeksi saluran nafas atas. $. Pemeriksaan kemosensoris untuk gangguan penghidu ada beberapa macam, diantaranya tes FP (!ni"ersity of #ennsyl"ania Smell dentification), tes $he %onnectitut %hemosensory %linical Research %enter (@@@9@), tes
4Sniffin Sticks”, dan &dor Stick dentification $est for apanese (6-+). 7. 5elebihan tes Sniffin Stick” dibandingkan pemeriksaan kemosensoris penghidu lainnya adalah tes ini sederhana, dapat menentukan " subtest yaitu ambang penghidu (), 'iskriminasi penghidu ('), dan dentifikasi penghidu (). est ini sudah dipakai pada lebih dari 1 penelitian yang sudah dipublikasikan. udah dipakai di praktek pribadi dokter # di negara 3ropa, dan dari beberapa penelitian test ini dapat digunakan di negara lain di luar 3ropa termasuk di sia.
31