REFERAT
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA GANGGUAN PENGHIDU
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan kepaniteraan klinik ilmu penyakit telinga hidung tenggorok
SAMUEL LIONARDI 112016347 / 102013365
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT PERIODE 5 JUNI 2017 – 8 JULI 2017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIERSITAS KRISTEN KRIDA !A"ANA !A"ANA JAKARTA RSU #HAKTI YUDHA – DEPOK 2017
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Penghidu. akalah ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di !agian "lmu Kesehatan Telinga #idung Tenggorok $umah %akit &mum !hakti Yudha. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. "'an #ertantyo, %p.T#T selaku Konsulen, ()a (strelita *ardioso Gome+, %ani (uodia aelaem dan "beth Tampubolon selaku calon teman seja'at dan semua pihak yang membantu dalam penyusunan referat ini. Penulis menyadari sepenuhnya bah'a referat ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. -khir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Depok, /uli 012
3Penulis4
2
#A# I PENDAHULUAN
"ndera berfungsi untuk mengenali setiap perubahan lingkungan, baik di dalam maupun diluar tubuh. "ndera yang ada pada makhluk hidup memiliki sel5sel reseptor khusus. %el eksoreseptor inilah yang berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan yang terjadi. %el eksoreseptor berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan yang terjadi diluar tubuh. %eperti indera penglihat 3mata4, indera pendengar 3telinga4, indera peraba 3kulit4, indera pengecap dan indera pembau. Kelima indera ini biasa kita sebut sebagai panca indera, yang akan dibahas dalam referat ini lebih lanjut adalah indera penciuman. #idung adalah indera yang digunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. emiliki beberapa bagian penting terdiri dari rongga hidung untuk mengalirkan udara dari luar ke tenggorokan menuju paru
paru.
embran
mukosa
berfungsi
menghangatkan
udara
dan
melembabkannya. !agian ini membuat mucus 3lendir4 yang berguna untuk menangkap debu, bakteri, dan partikel5partikel kecil lainnya yang dapat merusak paru5paru. 1 "ndera penciuman mendeteksi +at yang melepaskan molekul5molekul di udara. Dia atap rongga hidung terdapat olfactory epithelium yang sangat sensitif terhadap molekul5molekul bau, karena pada bagian ini ada bagian pendeteksi bau3smell receptors4. $eceptor ini jumlahnya sangat banyak ada sekitar 10 juta. 1, Ketika partikel bau tertangkap oleh receptor, sinyal akan dikirim ke the olfactory bulb melalui saraf olfactory. !agian inilah yang mengirim sinyal ke otak
dan kemudian diproses oleh otak bau apakah yang telah tercium oleh hidung. 1,
3
Terdapat 10 juta reseptor pembau yang akan mengirimkan sinyal ke bulbus olfaktorius melalui saraf olfaktorius ketika menarik napas dengan kuat sehingga membuat partikel tersebut larut dalam lendir yang terdapat di daerah olfaktorius. Disebut hiposmia bila daya menghidu berkurang, anosmia bila daya menghidu hilang, dan disosmia bila terjadi perubahan persepsi penghidu. Disosmia terbagi menjadi phantosmia 3persepsi adanya bau tanpa stimulus4 dan parosmia 3perubahan persepsi terhadap bau dengan adanya stimulus4. 6
4
#A# II TINJAUAN PUSTAKA
1$1 A%&'()* H*+,%-
!agian dari fungsi penghidu yang terlibat adalah neuroepitel olfaktorius, bulbus olfaktorius dan korteks olfaktorius.7 A$ N.,(.*'. (&'(*,
Neuroepitel olfaktorius terdapat di atap rongga hidung, yaitu di konka superior, septum bagian superior, konka media bagian superior atau di dasar lempeng kribriformis. Neuroepitel olfaktorius merupakan epitel kolumnar berlapis semu yang ber'arna kecoklatan, 'arna ini disebabkan pigmen granul coklat pada sitoplasma kompleks golgi. 8,9 %el di neuroepitel olfaktorius ini terdiri dari sel pendukung yang merupakan reseptor olfaktorius. Terdapat 1050 juta sel reseptor olfaktorius. Pada ujung dari masing5masing dendrit terdapat olfactory rod dan diujungnya terdapat silia. %ilia ini menonjol pada permukaan mukus.2 %el lain yang terdapat di neuroepitel olfaktorius ini adalah sel penunjang atau sel sustentakuler. %el ini berfungsi sebagai pembatas antara sel reseptor, mengatur komposisi ion lokal mukus dan melindungi epitel olfaktorius dari kerusakan akibat benda asing. : ukus dihasilkan oleh kelenjar !o'man;s yang terdapat pada bagian basal sel olfaktoris.2,: elalui proses inhalasi udara, odoran sampai di area olfaktorius, kemudian bersatu dengan mukus yang terdapat di neuroepitel olfaktorius dan berikatan dengan reseptor protein G yang terdapat pada silia. 7,8 "katan protein G dengan reseptor olfaktorius 3G protein coupled receptors4 akan mengaktifkan en+im adenylyl cyclase yang merubah adenosine triphosphate 3-TP4 menjadi cyclic adenosine monophosphate 3c-P4 yang merupakan second messenger. #al ini akan menyebabkan akti)asi sel dengan terbukanya pintu ion yang
5
menyebabkan masuknya natrium 3Na<4 dan kalsium 3*a<4 ke dalam sel sehingga terjadi depolarisasi dan penjalaran impuls ke bulbus olfaktorius. 95: #$ #,, (&'(*,
!ulbus olfaktorius berada di dasar fossa anterior dari lobus frontal. !undel akson saraf penghidu 3fila4 berjalan dari rongga hidung dari lempeng kribriformis diteruskan ke bulbus olfaktorius. Dalam masing5masing fila terdapat 80 sampai 00 akson reseptor penghidu pada usia muda, dan jumlah akan berkurang dengan bertambahnya usia. -kson dari sel reseptor yang masuk akan bersinap dengan dendrit dari neuron kedua dalam gromerulus. 8 "$ K('. (&'(*,
Terdapat 6 komponen korteks olfaktorius, yaitu pada korteks frontal merupakan pusat persepsi terhadap penghidu. Pada area hipotalamus dan amygdala merupakan pusat emosional terhadap odoran, dan area enthorinal merupakan pusat memori dari odoran. 2 %araf yang berperan dalam sistem penghidu adalah ner)us olfaktorius 3N "4. =ilamen saraf mengandung jutaan akson dari jutaan sel5sel reseptor. %atu jenis odoran mempunyai satu reseptor tertentu, dengan adanya ner)us olfaktorius kita bisa mencium odoran seperti stra'beri, apel dan bermacam odoran lain.7,8 %araf lain yang terdapat di hidung adalah saraf somatosensori trigeminus 3N >4. etak saraf ini tersebar diseluruh mukosa hidung dan kerjanya dipengaruhi rangsangan kimia maupun nonkimia. Kerja saraf trigeminus tidak sebagai indera penghidu tapi menyebabkan seseorang dapat merasakan stimuli iritasi, rasa terbakar, rasa dingin, rasa geli dan dapat mendeteksi bau yang tajam dari amoniak atau beberapa jenis asam. -da anggapan bah'a ner)us olfaktorius dan ner)us trigeminus berinteraksi secara fisiologis. 658 %araf lain yang terdapat dihidung yaitu sistem saraf terminal 3N ?4 dan organ )omeronasal 3>?4. %istem saraf terminal merupakan pleksus saraf ganglion yang banyak terdapat di mukosa sebelum melintas ke lempeng
6
kribriformis. =ungsi saraf terminal pada manusia belum diketahui pasti. ?rgan rudimeter )omeronasal disebut juga organ /acobson@s. Pada manusia saraf ini tidak berfungsi dan tidak ada hubungan antara organ ini dengan otak. Pada pengujian elektrofisiologik, tidak ditemukan adanya gelombang pada organ ini.95:
1$2 G&%--,&% P.%-*+,
Kemampuan penghidu normal didefinisikan sebagai normosmia. Gangguan penghidu dapat berupaAB510 1. -nosmia yaitu hilangnya kemampuan menghidu. . -gnosia yaitu tidak bisa menghidu satu macam odoran. 6. Parsial anosmia yaitu ketidak mampuan menghidu beberapa odoran tertentu. 7. #iposmia yaitu penurunan kemampuan menghidu baik berupa sensitifitas ataupun kualitas penghidu. 8. Disosmia yaitu persepsi bau yang salah, termasuk parosmia dan phantosmia. Parosmia yaitu perubahan kualitas sensasi penciuman, sedangkan phantosmia yaitu sensasi bau tanpa adanya stimulus odoranC halusinasi odoran. 9. Presbiosmia yaitu gangguan penghidu karena umur tua.
1$3 P.%.& G&%--,&% P.%-*+,
Penyebab gangguan penghidu dapat diklasifikasikan menjadi 6, yaitu gangguan konduktif, gangguan sensoris dan gangguan neural. Gangguan konduktif disebabkan gangguan transpor odoran atau pengurangan odoran yang sampai ke neuroepitel olfaktorius, dan gangguan ikatan odoran dengan protein G 3golf4. Gangguan sensoris disebabkan kerusakan langsung pada neuroepitelium
7
olfaktorius, misalnya pada infeksi saluran nafas atas, atau polusi udara toksik, sedangkan gangguan neural atau saraf disebabkan kerusakan pada bulbus olfaktorius dan jalur sentral olfaktorius, misalnya pada penyakit neurodegeneratif, atau tumor intrakranial.10,11,1 Penyakit yang sering menyebabkan gangguan penghidu adalah penyakit rinosinusitis kronik, rinitis alergi, infeksi saluran nafas atas dan trauma kepala.11 1$3$1 P.%&*' *%(*%,*'* (%* +&% *%*'* &.-*$
Gangguan penghidu pada rinosinusitis kronik atau rinitis alergi berupa gangguan penghidu konduktif dan sensoris. Gangguan penghidu konduktif terjadi karena proses inflamasi dari saluran nafas yang menyebabkan berkurangnya aliran udara dan odoran yang sampai ke neuroepitel olfaktorius. Proses inflamasi pada neuroepitel olfaktorius menghasilkan mediator inflamasi yang merangsang hipersekresi dari kelenjar !o'man@s, yang akan mengubah konsentrasi ion pada mukus olfaktorius, sehingga mengganggu hantaran odoran. Gangguan penghidu sensoris disebabkan pelepasan mediator inflamasi oleh limfosit, makrofag, dan eosinofil, yang bersifat toksik terhadap reseptor neuroepitel olfaktorius sehingga menyebabkan kerusakan neuroepitel olfaktorius. 11,1 1$3$2 I%.* &,&% %&& &'&$
Penyakit infeksi saluran nafas atas yang sering menyebabkan gangguan penghidu adalah common cold. Kemungkinan mekanismenya adalah kerusakan langsung pada epitel olfaktorius atau jalur sentral karena )irus itu sendiri yang dapat merusak sel reseptor olfaktorius. Pre)alensi gangguan penghidu yang disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas 115 70E dari kasus gangguan penghidu.1 1$3$3 T&,)& .&&
Trauma kepala dapat menyebabkan kehilangan sebagian atau seluruh fungsi penghidu. #al ini disebabkan kerusakan pada epitel olfaktorius dan gangguan aliran udara dihidung. -danya trauma menyebabkan hematom pada mukosa hidung, atau luka pada epitel
8
olfaktorius. Kerusakan dapat terjadi pada serat saraf olfaktorius, bulbus olfaktorius dan kerusakan otak di regio frontal, orbitofrontal, dan temporal. Pre)alensi gangguan penghidu yang disebabkan trauma kepala terjadi 18560E dari kasus gangguan penghidu.11,1 =aktor lain yang juga berpengaruh terhadap fungsi penghidu adalah usia. Kemampuan menghidu akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia. -da banyak teori yang menerangkan penyebab gangguan penghidu pada orang tua, diantaranya terjadi perubahan anatomi pengurangan area olfaktorius, pengurangan jumlah sel mitral pada bulbus olfaktorius, penurunan akti)asi dari korteks olfaktorius. Gangguan penghidu pada usia lebih dari :0 tahun sebesar 98E. Penelitian lain mendapatkan gangguan penghidu pada usia lebih dari 80 tahun sebesar 7E. 8,9 Ganguan penghidu lebih sering ditemukan pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki5laki. 6 Gangguan penghidu juga ditemukan pada perokok, dimana ditemukan kerusakan neuroepitel olfaktorius. Pada analisis imunohistokimia ditemukan adanya apoptosis proteolisis pada neuroepitel olfaktorius.
16
?bat5obatan juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan penghidu seperti obat golongan makrolide, anti jamur, protein kinase inhibitor, -*( inhibitor, dan proton pump inhibitor. -da beberapa mekanisme yang menyebabkan gangguan penghidu seperti gangguan potensial aksi dari sel membran, gangguan pada neurotransmitter dan perubahan pada permukaan mukus. Polusi udara yang berpengaruh terhadap gangguan penghidu misalnya pada udara yang mengandung aseton, gas nitrogen, silikon dioksida dan nikel dioksida.1,
1$4 P.).*&&% F,%-* P.%-*+, 1$4$1 A%&)%.*
-namnesis sangat diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis gangguan penghidu. Pada anamnesis ditanyakan ri'ayat trauma kepala, penyakit sinonasal, dan infeksi saluran nafas atas, ri'ayat penyakit
9
sistemik, ri'ayat penyakit neurodegeneratif, kebiasaan merokok, dan semua faktor yang bisa menyebabkan gangguan penghidu.,7,9 1$4$2 P.).*&&% **
Pemeriksaan fisik T#T meliputi pemeriksaan hidung dengan rinoskopi anterior, posterior dan nasoendoskopi untuk menilai ada atau tidaknya sumbatan di hidung, seperti inflamasi, polip, hipertrofi konka, septum de)iasi, penebalan mukosa, dan massa tumor akan mempengaruhi proses transport odoran ke area olfaktorius.852 1$4$3 P.).*&&% .%*'&&%$
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menyingkirkan kelainan intrakranial dan e)aluasi kondisi anatomis dari hidung, misalnya pada kasus tumor otak atau kelainan dihidung. Pemeriksaan foto polos kepala tidak banyak memberikan data tentang kelainan ini. Pemeriksaan tomografi komputer merupakan pemeriksaan yang paling berguna untuk memperlihatkan adanya massa, penebalan mukosa atau adanya sumbatan pada celah olfaktorius. Pemeriksaan agnetic $esonance "maging 3$"4 merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif untuk kelainan pada jaringan lunak. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada kecurigaan adanya tumor.1, 1$4$4 P.).*&&% .)(.%(* .%-*+,$
Pemeriksaan kemosensoris penghidu yaitu pemeriksaan dengan menggunakan odoran tertentu untuk merangsang sistem penghidu. -da beberapa jenis pemeriksaan ini, diantaranya tes &P%"T 3&ni)ersity of Pennsyl)ania %mell "dentification4, Tes The *onnectitut *hemosensory *linical $esearch *enter 3***$*4, Tes F%niffin sticks, Tes ?dor %tick "dentification Test for /apanese 3?%"T5/4. 1$ T. UPSIT 9U%*:.*' ( P.%%:&%*& S). I+.%'**&'*(%;$
Test ini berkembang di -merika, pada tes ini terdapat 7 buku yang masing5masing berisi 10 odoran. Pemeriksaan dilakukan dengan menghidu buku uji, dimana didalamnya terkandung 10580H odoran. #asilnya pemeriksaan akan dibagi menjadi 9 kategori yaitu normosmia,
10
mikrosmia ringan, mikrosmia sedang, mikrosmia berat, anosmia, dan malingering. 17 2$ T. T. "(%%.'*',' ".)(.%( "*%*& R..& ".%'. 9"""R";$
Test ini dapat mendeteksi ambang penghidu, identifikasi odoran, dan untuk e)aluasi ner)us trigeminal. -mbang penghidu menggunakan larutan butanol 7E dan diencerkan dengan aIua steril dengan perbandingan 1A6, sehingga didapat : pengenceran. Tes dimulai dari pengenceran terkecil, dan untuk menghindari bias pasien disuruh menentukan mana yang berisi odoran tanpa perlu mengidentifikasikannya. -mbang penghidu didapat bila ja'aban betul 8 kali berturut5turut tanpa kesalahan. Pemeriksaan dikerjakan bergantian pada hidung kiri dan kanan, dengan menutup hidung kiri bila memeriksa hidung kanan atau sebaliknya. Kemudian dilakukan tes identifikasi penghidu, dengan menggunakan odoran kopi, coklat, )anila, bedak talk, sabun, oregano, dan napthalene. Nilai ambang dan identifikasi dikalkulasikan dan dinilai sesuai skor ***$*.18 3$ T.
Tes %niffin %ticks adalah tes untuk menilai kemosensoris dari penghidu dengan alat yang berupa pena. Tes ini dipelopori 'orking group olfaction and gustation di /erman dan pertama kali diperkenalkan oleh #ummel dan ka'an5ka'an. Tes ini sudah digunakan pada lebih dari 100 penelitian yang telah dipublikasikan, juga dipakai di banyak praktek pribadi dokter di (ropa.19 Panjang pena sekitar 17 cm dengan diameter 1,6 cm yang berisi 7 ml odoran dalam bentuk tampon dengan pelarutnya propylene glycol. -lat pemeriksaan terdiri dari tutup mata dan sarung tangan yang bebas dari odoran dan pena untuk tes identifikasi. Keseluruhan pena berjumlah 19 triplet 37: pena4 untuk ambang penghidu, 19 triplet 37: pena4 untuk diskriminasi penghidu, dan 19 pena untuk identifikasi penghidu, sehingga total berjumlah 11 pena.19
11
Pengujian dilakukan dengan membuka tutup pena selama 6 detik dan pena diletakkan cm di depan hidung, tergantung yang diuji apakah lobang hidung kiri atau lobang hidung kanan. Pemeriksaan dilakukan dengan menutup mata subyek untuk menghindari identifikasi )isual dari odoran.18,19 Dari Tes ini dapat diketahui tiga komponen, yaitu ambang penghidu, diskriminasi penghidu dan identifikasi penghidu. 60 &ntuk ambang penghidu 3T4 digunakan n5butanol sebagai odoran, yang terdiri dari 19 serial pengenceran dengan perbandingan 1A dalam pelarut aIua deionisasi. Tes ini menggunakan triple forced choice paradigma yaitu metode bertingkat tunggal dengan 6 pilihan ja'aban. Pengujian dilakukan dengan pengenceran n5butanol dengan konsentrasi terkecil. %kor untuk ambang penghidu adalah 0 sampai 19. 18,19 &ntuk diskriminasi penghidu 3D4, dilakukan dengan menggunakan 6 pena secara acak dimana pena berisi odoran yang sama dan pena ke56 berisi odoran yang berbeda. Pasien disuruh menentukan mana odoran yang berbeda dari 6 pena tersebut. %kor untuk diskriminasi penghidu adalah 0 sampai 19. &ntuk identifikasi penghidu 3"4, tes dilakukan dengan menggunakan 19 odoran yang berbeda, yaitu jeruk, anis 3adas manis4, shoe leather 3kulit sepatu4, peppermint, pisang, lemon, liIuorice 3akar manis4, clo)es 3cengkeh4, cinnamon 3kayu manis4, turpentine 3minyak tusam4, ba'ang putih, kopi, apel, nanas, ma'ar dan ikan. &ntuk satu odoran yang betul diberi skor 1, jadi nilai skor untuk tes identifikasi penghidu adalah 0519. "nter)al antara pengujian minimal 0 detik untuk proses desensitisasi dari ner)us olfaktorius. &ntuk menganalisa fungsi penghidu seseorang digunakan skor TD" yaitu hasil dari ketiga jenis tes F%niffin %ticks, dengan antara skor 1sampai 7:, bila skor J18 dikategorikan anosmia, 195B dikategorikan hiposmia, dan 60 dikategorikan normosmia. Tes ini menggambarkan tingkat dari gangguan penghidu, tapi tidak menerangkan letak anatomi dari kelainan yang terjadi. ?doran yang terdapat dalam tes F%niffin %ticks adalah odoran yang familiar untuk negara eropa, tapi kurang familiar dengan
12
negara lain. #al ini dapat diatasi dengan memberikan istilah lain yang familiar untuk odoran tersebut. 18,19
4$ T. O+( S'* I+.%'**&'*(% T.' ( J&&%.. 9OSIT>J;$
?%"T5/ terdiri dari 16 bau yang berbeda tapi familiar dengan populasi /epang yaitu condessed milk, gas memasak, kari, hinoki, tinta, jeruk /epang, menthol, parfum, putrid smell, roasted garlic, bunga ros, kedelai fermentasi dan kayu. ?doran berbentuk krim dalam 'adah lipstik. Pemeriksaan dilakukan dengan mengoleskan odoran pada kertas parafin dengan diameter cm, untuk tiap odoran diberi 7 pilihan ja'aban. #asil akhir ditentukan dengan skor ?%"T5/. 12 1$4$5 P.).*&&% ..'(**((-* ,%-* .%-*+,$
Pemeriksaan ini terdiri dari ?lfactory ()ent$elated Potentials 3($Ps4, dan (lektro5?lfaktogram 3(?G4.17512 1$ O&'( E:.%' > R.&'.+ P('.%'*& 9ERP;$
($Ps adalah salah satu pemeriksaan fungsi penghidu dengan memberikan rangsangan odoran intranasal, dan dideteksi perubahan pada elektroencephalography 3((G4. $angsangan odoran untuk memperoleh kemosensori ($Ps harus dengan konsentrasi dan durasi rangsangan yang tepat. Laktu rangsangan yang diberikan antara 150 mili detik. /enis +at yang digunakan adalah )anilin, phenylethyl alkohol, dan #%. 17512 2$ E.'(>O&'(-&) 9EOG;$
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menempatkan elektroda pada permukaan epitel penghidu dengan tuntunan endoskopi. Kadang pemeriksaan ini kurang nyaman bagi pasien karena biasanya menyebabkan bersin pada 'aktu menempatkan elektroda di regio olfaktorius dihidung. 17512 1$4$6 #*(* %.,(.*'. (&'(*,$
13
!iopsi neuroepitel olfaktorius berguna untuk menilai kerusakan sistem penghidu. /aringan diambil dari septum nasi superior dan dianalisis secara histologis. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena in)asif.
1$5 P.%&'&&&%&&%
#iposmia yang hilang timbul dan ber)ariasi derajatnya dapat disebabkan oleh rhinitis )asomotor, rhinitis alergi atau sinusitis. Keluhan ini dapat hilang bila penyebabnya diobati. Pada polip nasi, tumor hidung rhinitis kronis spesifik 3rhinitis atrofi, sifilis, lepra, skleroma, tuberkulosis4 terjadi hiposmia akibat dari sumbatan, yang akan hilang bila penyakitnya diobati1. $initis medikamentosa akibat dari pemakaian obat tetes hidung menyebabkan hiposmia atau anosmia yang akan sembuh bila pemakaian obat5 obatan penyebabnya dihentikan. Tumor n.olfaktorius bentuknya mirip polip nasi. Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaaan histologi dan diterapi dengan pembedahan. 1 =aktor usia lanjut dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya daya penghidu, terutamanya tidak mampu menghidu +at yang berbentuk gas. Kelainan ini tidak dapat diobati. Trauma kepala ringan atau berat dapat menimbulkan anosmia. Trauma dapat mengenai daerah oksipital atau frontal. Pada pascatrauma, dapat terjadi parosmia, yaitu penciuman bau sangat berbeda dengan yang seharusnya dan biasanya tercium bau yang tidak enak dan kadang5kadang sensasi bau ini timbul secara spontan. Kelainan penghidu ini mungkin dapat sembuh, yang akan terjadi dalam beberapa minggu setelah trauma. !ila setelah tiga bulan tidak membaik, berarti prognosisnya buruk 1 Tumor intrakranial yang menekan n.olfaktorius mula5mula akan menaikkan ambang penghidu dan mungkin akan menimbulkan masa kelelahan
14
penghidu yang makin lama makin memanjang. ?steomata atau meningiomata di dasar tengkorak atau sinus paranasalis dapat menimbulkan anosmia unilateral. Tumor lobus frontal selain menyebabkan gangguan penghidu sering juga disertai dengan gejala lain, yaitu gangguan penglihatan, sakit kepala dan kadang5kadang kejang lokal. (pilepsi lobus temporal dapat didahului oleh aura penghidu. %eringkali halusinasi bau yang timbul adalah bau busuk atau bau sesuatu yang terbakar, jarang yang bau 'angi. Gejala ini tidak menetap.1 Kelainan psikologik seperti rendah diri mungkin menyebabkan merasa bau badan atau bau napas sendiri. Pasien setelah diperiksa, bila ternyata tidak ada kelainan perlu diyakinkan dan dihilangkan gangguan psikologiknya. Kelainan psikiatrik seperti depresi, ski+ofrenia atau demensia senilis dapat menimbulkan halusinasi bau. Kasus demikian perlu dirujuk ke seorang psikiater. Kadang5kadang ada keluhan hilangnya penghidu pada pasien hysteria atau berpura5pura 3malingering4 pascaoperasi hidung atau trauma. !ila diperiksa biasanya pasien mengatakan tidak dapat mendeteksi ammonia. 1
1$5 T.&* 1$
H*()*& K(%+,'*
Terapi bagi pasien5pasien dengan kurang penciuman hantaran akibat rinitis alergi, rinitis dan sinusitis bakterial, polip, neoplasma, dan kelainan5kelainan struktural pada rongga hidung dapat dilakukan secara rasional dan dengan kemungkinan perbaikan yang tinggi. Terapi berikut ini seringkali efektif dalam memulihkan sensasi terhadap bau yaitu pengelolaan alergi, terapi antibiotik, terapi glukokortikoid sistemik dan topikal dan operasi untuk polip nasal, de)iasi septum nasal, dan sinusitis hiperplastik kronik. 1, 2$
15
H*()*& S.%(*%.,&
Tidak ada terapi dengan kemanjuran yang telah terbukti bagi kurang penciuman sensorineural. &ntungnya, penyembuhan spontan sering terjadi. %ebagian dokter menganjurkan terapi +ink dan )itamin. Defisiensi +ink yang mencolok tidak diragukan lagi dapat menyebabkan kehilangan dan gangguan sensasi bau, namun bukan merupakan masalah klinis kecuali di daerah5daerah geografik yang sangat kekurangan. Terapi )itamin sebagian besar dalam bentuk )itamin -. Degenerasi epitel akibat defisiensi )itamin - dapat menyebabkan anosmia, namun defisiensi )itamin - bukanlah masalah klinis yang sering ditemukan di negara5negara barat. Pajanan pada rokok dan bahan5bahan kimia beracun di udara yang lain dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman. Penyembuhan spontan dapat terjadi bila faktor pencetusnya dihilangkanM karenanya, konseling pasien sangat membantu pada kasus5kasus ini.
16
1
#A# III KESIMPULAN
=ungsi penghidu pada manusia memegang peranan penting. -rea penghidu terdapat di atap rongga hidung, yaitu di neuroepitel olfaktorius, sinyal diteruskan ke bulbus olfaktorius dan korteks olfaktorius di otak. Penyebab gangguan penghidu adalah gangguan transpor, gangguan sensoris, dan gangguan neuralCsaraf. Penyakit yang sering menyebabkan gangguan penghidu adalah rinosinusitis kronis, rinitis alergi, infeksi saluran nafas atas dan trauma kepala. Pemeriksaan kemosensoris untuk gangguan penghidu ada beberapa macam, diantaranya tes &P%"T 3&ni)ersity of Pennsyl)ania %mell "dentification4, tes The *onnectitut *hemosensory *linical $esearch *enter 3***$*4, tes F%niffin %ticks dan ?dor %tick "dentification Test for /apanese 3?%"T5/4. Kelebihan tes %niffin %tick dibandingkan pemeriksaan kemosensoris penghidu lainnya adalah tes ini dapat menentukan ambang penghidu, diskriminasi penghidu dan "dentifikasi penghidu. Test ini sudah dipakai pada lebih dari 100 penelitian yang sudah dipublikasikan. Pada umumnya gangguan penghidu sukar untuk didiagnosa karena kurangnya pengetahuan pasien. Prognosis gangguan penghidu sebagian besar bergantung pada etiologinya. %ehingga penatalaksanaan dan terapi baru dapat ditentukan bila diketahui lebih dahulu dari letak gangguan konduktif atau sensorineural.
17
D&'& P,'&&
1. %oepardi (-, "skandar N, !ashiruddin /, $estuti $D, !uku -jar "lmu Kesehatan Telinga5#idung5Tenggorokan5Kepala5eher, (disi >"", =akultas Kedokteran "ndonesiaA /akarta, 01 . /ames !%, !allenger;s anual of ?torhinolaryngology #ead and Neck %urgery, !* DeckerA #amilton, 006 6. Gleeson , %ott5!ro'n;s, ?torhinolaryngologyA #ead and Neck %urgery, 2th (d, 00: 7. Tanto *, i'ang =, #anifati % dan Pradipta (-, Kapita %elekta Kedokteran, (disi "> /ilid "", /akartaA Penerbit edia -esculapius =K5&", 017 8. -natomi dan fisiologi hidung. -)ailable from A httpACCrepository.usu.ac.idCbitstreamC167892:BC1:6C7C*hapterE0"".pdf 9. Doty $, !romley %, Panganiban LD. ?lfactory function and disfunction. "nA !ailey !/, /ohnson /T, Ne'lands %D, editors. #ead and th Neck %urgery ?tolaryngology. 7 ed. PhiladelphiaA ippincott Lilliam Lilkins, 009. 2. Ganong L=. %mell and taste. "n $e)ie' of medical physiology. 0
th
ed.
%an =ransiscoA edical Publishing Di)ision, 001. :. !allenger //. #idung dan sinus paranasal. DalamA !allenger //, alih bahasa =K&". Penyakit Telinga #idung Tenggorok Kepala eher. /ilid 1. /akartaA !ina $upa -ksara, 00.
18
B. Lrobel !!, eopold D-. ?lfactoryand sensory attributes of the nose. ?tolaryngol *lin N -m, 008 10. $ouby *, Danguin TT, >igourouO , *iuperca G, /iang T, -leOanian /, et all. The lyon clinical olfactory testA >alidation and measurement of hyposmia and anosmia in healthy and diseased population. "nternational /ournal of otolaryngology, 011 11. $a)i) /$, Kern $*. *hronic $hinosinusitis and olfactory dysfunction. "nA #ummel T, ussen -L, editors. Taste and smell. >ol 96. %'it+erlandA Karger, 009 1. Lrobel !!, eopold D-. ?lfactoryand sensory attributes of the nose. ?tolaryngol *lin N -m, 008 16. #ummel T, otsch /. Prognostic factor of olfactory dysfunction. -rch ?tolaryngol #ead neck surg, 010 17. /iang $%, %u *, iang K, %hiao /Y, Lu %#, #sin *-. - pilot study of a traditional chinese )ersion of the uni)ersity of pennsyl)ania smell identification test for aplication in tai'an. -merican /ournal of $hinology and -llergy, 010 18. >allecillo >%, =raire (, *agnani *!, ernotti (. ?lfactory disfunction in patient 'ith cronic rhinosinusitis. "nternational journal of otolaringology, 01 19. otsch /, ange *, #ummel T. - simple and reliable method for clinical assessment of odor tresholds. *hen %enses, 007 17.
Kobayashi , $eiter ($, Dinardo /, *ostan+o $. - ne' clinical olfactory function test. -rch ?tolaryngol #ead neck surg, 002
19