TUGAS MATA KULIAH ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM PENANGANAN BENCANA “SANITASI PADA
BENCANA GEMPA ACEH TAHUN 2016 ”
DISUSUN OLEH: KELOMPOK 5
HAJAR CAMELIA DEWI
101411131032 101411131032
LINDA AGUSTINA
101411131038 101411131038
MUCHAMMAD ZAMZAMI
101411131044
DIAH DWI LESTARI
101411131069 101411131069
DEPARTEMEN KESEHATAN LINGKUNGAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI ............................................ .................................................................. ............................................ ............................................. ........................... .... 1 BAB I PENDAHULUAN .......................................... ................................................................ ............................................ ............................... ......... 1
1.1.Latar Belakang .......................................... ................................................................ ............................................ ............................... ......... 2 1.2.Rumusan Masalah ............................................ ................................................................... ............................................. ...................... 3 1.3. Tujuan ............................. ................................................... ............................................. .............................................. .................................. ........... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................... ............................................................... .......................................... .................... 5
2.1 Sanitasi Sanitas i Bencana ........................................... .................................................................. ............................................. .......................... .... 5 2.2.Sanitasi Dasar .......................... ................................................ ............................................ ............................................ ........................... ..... 6 2.3. Dampak Bencana terhadap Kesehatan Masyarakat M asyarakat ...................................... ...................................... 9 BAB III STUDI KASUS ............................................... ..................................................................... ............................................ ......................... ... 11
3.1. Kejadian Bencana Gempa Aceh Tahun 2016.............................................. 2016.............................................. 11 3.2. Analisis Kejadian Bencana Gempa Aceh Tahun 2016 ............................... ............................... 12 BAB IV PENUTUP ............................................ .................................................................. ............................................ .................................... .............. 16
3.1.Kesimpulan.................................................... .......................................................................... ............................................. ......................... .. 16 3.2.Saran ........................................... .................................................................. ............................................. ........................................... ..................... 16 DOKUMENTASI DOKUMENTASI PASCABENCANA ............................... ..................................................... ........................................ .................. 17 DAFTAR PUSTAKA ............................................. ................................................................... ............................................ ................................ .......... 18
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia menjadi salah satu perhatian penting dalam dunia kemanusiaan karena dapat terjadi di setiap tempat dan setiap saat. Dalam perspektif global, bencana merupakan kejadian serius yang sering meninggalkan berbagai dampak kerusakan fisik, mental maupun sosial. Oleh karena itu kesiapsiagaan menjadi tuntutan utama dalam pengurangan resiko bencana. Bencana merupakan salah satu aktivitas yang tidak diinginkan oleh semua orang. Bencana adalah suatu pertistiwa yang mengganggu kehidupan masyarakat terutama yang ada disekitarnya. Bencana sendiri dibagi menjadi dua yaitu bencana yang alam dan bencana non-alam. Bencana alam adalah peristiwa yang disebabkan oleh alam seperti gempa, banjir, gunung meletus dan lain-lain. Bencana non-alam adalah peristiwa yang disebabkan oleh ulah manusia seperti konflik, pencurian, kelalaian dan lain-lain. Secara geologis dan hidrologis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam. Salah satunya adalah gempa bumi. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempengan tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa bumi, jalur gunung api, dan sesar atau patahan. Penunjaman Lempeng Indo-Australia yang bergerak relatif ke utara dengan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng tersebut. Pada prinsipnya, pemenuhan kualitas kesehatan selama bencana mutlak dibutuhkan oleh setiap orang yang terkena dampak bencana. Pemenuhan tersebut merupakan hak asasi manusia yang telah disepakati
2
secara internasional dan merupakan standar global yang digunakan di semua negara serta dilindungi oleh undang-undang. Beberapa standar kesehatan yang harus dipenuhi selama terjadi bencana, meliputi: standar minimum pasokan air bersih, sanitasi dan penyuluhan lingkungan; standar minimum ketahanan pangan, gizi dan bantuan pangan; standar minimum tempat hunian, penampungan dan barang bantuan non pangan; serta standar minimum pelayanan kesehatan. Di Indonesia, menurut Undang- Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, terdapat beberapa kriteria pemenuhan kebutuhan kesehatan bencana, meliputi penyediaan: (1) kebutuhan air bersih dan sanitasi; (2) pangan; (3) sandang; (4) pelayanan kesehatan; (5) pelayanan psikososial; dan (6) penampungan dan tempat hunian. Pengungsian
merupakan
tempat
yang
paling
efektif
untuk
menampung para korban bencana. Di pengungsian, tidak sembarangan mendirikan akan tetapi ada syarat yang perlu diperhatikan seperti shelter and emergency settlements, water supply, sanitation, food safety, vector and pest control, control of communicable diseases and prevention of epidemics, chemical incidents, radiation emergencies, mortuary service and handling of the dead, environmental health and disaster . Kesemua syarat merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pengungsian. Sanitasi
merupakan
hal
yang
perlu
diperhatikan
ketika
di
pengungsian. Sanitasi yang perlu diperhatikan yaitu terkait human waste and health, strategy for excreta disposal in emergencies, techinuques for excreta disposal in emergencies, disposal of wastewater, management of refuse. Pada makalah ini akan membahas tentang sanitation beserta apa yang ada didalamnya ketika di pengungsian saat terjadi bencana.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan 4 sanitasi dasar yang tepat ketika terjadi bencana?
3
1.3 Tujuan
Meganalisis penerapan 4 sanitasi dasar ketika terjadi bencana.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Bencana
Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan
usaha
kesehatan
masyarakat
yang
menitikberatkan
pada
penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi melibatkan tiga komponen yang sangat penting, yakni persampahan, penyediaan air bersih, dan pembuangan limbah rumah tangga. (Otto Soemarwoto, 1998:45). Bencana
adalah
peristiwa
atau
rangkaian
peristiwa
yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
tanah longsor. Bencana
nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam
yang antara
lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia
yang
meliputi
konflik
sosial
antarkelompok
atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror. Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
5
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sanitasi bencana adalah pengendalian faktor lingkungan fisik manusia yang dapat membahayakan dan merugikan kesehatan manusia yang dilakukan saat terjadi peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam. . 2.2 Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar adalah sarana minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan air bersih, sarana jamban, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah (Badu, 2012). Sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat merupakan sarana pendukung untuk meningkatkan kesehatan. 1. Penyediaan Air Bersih
Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga kebersihan pribadi. Biasanya problema – problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu. Tolok ukur penyediaan air : 1. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikitnya 15 liter per orang per hari. 2. Volume aliran air di setiap sumber sedikitnya 0,125 liter/detik. 3. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter. 4. 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang Kualitas air di sumber – sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risiko – risiko besar terhadap kesehatan akibat penyakit – penyakit maupun pencemaran kimiawi atu radiologis dari penggunaan jangka pendek. Tolok ukur kualitas air bersih : 1. Di sumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter.
6
2. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah. 3. Untuk air yang disalurkan melalui pipa – pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bisa diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2 – 0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU). 4. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum. 5. Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan. 2. Pembuangan Kotoran Manusia
Kotoran manusia merupakan akibat dari adanya proses sisa metabolisme yang sudah tidak dibutuhkan tubuh yang berlangsung didalam tubuh manusia. Kotoran manusia ini harus dikelola dengan baik agar tidak menyebabkan timbulnya penyakit pada manusia, karena didalam tinja banyak menganduk bakteri patogen. Bakteriyang ada didalam tinja bis menyebar melalui air, tangan, seranggat, tanah, dan makanan. Salah satu upaya untuk mengelola tinja adalah dengan membuat jamban. Jamaban adalah bangunan untuk buang air besar (BAB). Cara membuat jamban yang memenuhi syarat: a) Tidak mencemari permukaan tanah b) Tidak mencemari air tanah dan air permukaan c) Tinja tidak mudah dicapai serangga & tikus d) Tidak menganggu dari segi estetika e) Tidak menimbulkan kecelakaan bagi anak-anak 3. Pengelolaan Limbah Padat
Pengumpulan dan pembuangan limbah padat masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah
7
padat, termasuk limbah medis. Tolok ukur pengelolahan limbah padat yang baik adalah : 1.
Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
2.
Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban – perban kotor, obat – obatan kadaluarsa dsb) di daerah pemukiman atau tempat – tempat umum.
3.
Dalam batas – batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat tempat pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
4.
Terdapat lubang – lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat – tempat khusus untukmembuang sampah di pasar – pasar dan pejagalan, dengan system pengumpulan sampah secara harian.
5.
Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu sedemikian rupa sehingga problema – problema kesehatan dan lingkungan hidup dapat terhindarkan.
6.
2 ( dua ) drum sampah untu 80 – 100 orang.
4. Pengelolaan Limbah Cair
Air limbah merupakan air yang Tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan lazimnya muncul karena hasil kegiatan manusia. Limbah cair biasanya berasal dari dapur, kamar mandi dan binatu. Limbah cair ini mengandung banyak mikroorganisme penyebab penyakit, terutama dari pakaian kotor. Limbah cair akan berbahaya apabila tergenang karena dapat mengganggu mencemari air, dan menjadi tempat berkembang biak nyamuk Culex. Air
limbah
dapat
menggangu
kesehatan
masyarakat
dan
lingkungan seperti : 1.
Merusak keindahan dan pemandangan
2.
Menimbulkan bau busuk
3.
Mengotori permukaan tanah dan air tanah
4.
Tempat hidup bersarangnya kuman-kuman penyakit
8
5.
Mengurangi luas tanah yg seharusnya dpt digunakan
6.
Dapat menimbulkan kecelakaan Terdapat beberapa persyaratan pembuanagan air limbah yaitu: 1. Tidak mengotori sumber air 2. Tidak mencemari permukaan tanah 3. Tidak menjadi tempat berkembangbiaknya vektor penyakit 4. Tidak menganggu pemandangan 5. Tidak menimbulkan kecelakaan
2.3 Dampak Bencana terhadap Kesehatan Masyarakat
Bencana yang diikuti dengan pengungsian herpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang sebenamya diawali oleh masalah hidang/sektor lain. Bencana gempa humi, hanjir, longsor dan letusan gunung herapi, dalam jangka pendek dapat berdampak pada korban meninggal, korban cedera berat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko penyakit menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan sistem penyediaan air (Pan American Health Organization, 2006). Timbulnya masalah kesehatan antara lain berawal dari kurangnya air bersih yang herakihat pada buruknya kebersihan diri serta buruknya sanitasi lingkungan yang merupakan awal dari perkembangbiakan beberapa jenis penyakit menular. Pengungsian tempat tinggal (shelter) yang ada sering tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat menurunkan daya tahan tubuh dan hila tidak segera ditanggulangi akan menimbulkan masalah di bidang kesehatan. Sementara itu, pemherian pelayanan kesehatan pada kondisi hencana sering menemui hanyak kendala akihat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis ohat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan dan dana operasional. (Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2001). Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda-beda, tergantung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Kasus cedera yang memerlukan perawatan medis, misalnya, relatif lehih hanyak dijumpai pada bencana gempa humi dihandingkan dengan kasus cedera akihat hanjir dan
9
gelomhang pasang. Sehaliknya, bencana banjir yang terjadi dalam waktu relatif lama dapat menyebabkan kerusakan sistem sanitasi dan air bersih, serta menimbulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit-penyakit yang ditularkan melalui media air (water-borne diseases) seperti diare dan leptospirosis. Terkait dengan bencana gempa humi, selain dipengaruhi kekuatan gempa, ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi hanyak sedikitnya korban meninggal dan cedera akibat bencana ini, yakni: tipe rumah, waktu pada hari terjadinya gempa dan kepadatan penduduk (Pan American Health Organization, 2006).
10
BAB III STUDI KASUS
3.1 Kejadian Bencana Gempa Aceh Tahun 2016
Gempa bumi berskala 6,5 mengguncang Kabupaten Pidie, Aceh, Indonesia pada Desember 2016. Gempa terjadi pada pukul 05.03.36 WIB dengan pusat gempa berada pada koordinat 5,25 LU dan 96,24 BT. Tepatnya berada 18 kilometer dari tenggara Sigli, Pidiedan 2 kilometer utara Meureudu, Pidie Jaya pada kedalaman 15 kilometer. Gempa tersebut terjadi sekitar 10-15 detik yang mengakibatkan seantero Aceh ikut merasakan seperti di daerah Pidie, Bireuen, Banda Aceh, Langsa dan Pulau Simeulue. Terjadi gempa susulan juga ketika masa pasca gempa yaitu lebih dari 100 kali gempa susulan dengan kekuatan 5,0 M w. Berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sedikitnya 104 orang meninggal dunia, 139 menderita luka berat, 718 menderita luka ringan dan 43.529 orang yang mengungsi. Laporan kerusakan pun mulai berdatangan mulai dari rumah, masjid, pom bensin, ruko, rumah sakit, sekolah dan fasilitas umum lainnya. Bantuan dari segala badan sosial pun berdatangan, yang tak kalah menariknya dari Tentara Nasional Indonesia( TNI) pun juga turut membantu korban dengan adanya bencana ini. Tentara Nasional Indonesia membantu dalam hal penanganan korban luka yang mana hal tersebut sangat dibutuhkan oleh para korban gempa. Laporan demi laporan pun mulai berdatangan mulai dari aspek ekonomi, kesehatan, dan lain-lain. Dampak ekonomi yang terjadi yaitu berupa banyaknya runtuhan bangunan rumah, sekolah, masjid serta fasilitas umum lainnya sehingga menghambat perekonomian warga. Dampak kesehatan pun juga demikian, penyakit mulai banyak muncul di pengungsian seperti penyakit kulit (kudis, gatal-gatal), gangguan pernafasan, sakit perut, dan diare. Akan tetapi penyakit tersebut belum mewabah dikarenakan mendapatkan penanganan dan perawatan yang cepat dan tanggap. Palang Merah Indonesia (PMI), mengadakan program klinik bergerak yang mana para dokter yang diterjunkan berkeliling mengunjungi para
11
pengungsi di tenda-tenda untuk menangani dan mencegah tertularnya penyakit karena dampak pasca gempa lah yang menyebabkan penyakit mu lai berdatangan. Untungnya akses ke pengungsian pun tidak begitu rusak parah sehingga
menyebabkan
pasokan
kebutuhan
pokok
masih
terpenuhi.
Penambahan tangki air sebanyak 4 x 6000 liter dan 70 hidran umum belum mencukupi kebutuhan air sebagaimana mestinya. Kebutuhan untuk mandi cuci kakus juga masih belum tercukupi semua. Terkait tenda pengungsian masih kurang banyak melihat kondisi pengungsi yang cenderung fluktuatif meningkat.
3.2 Analisis Kejadian Bencana Gempa Aceh Tahun 2016
Berdasarkan berita bencana Gempa di Aceh tahun 2016 didapatkan beberapa permaslaahan kesehatan masyarakat khususnya masalah kesehatan lingkungan yaitu : 1. Penyakit kulit ( gatal-gatal dan kudis ) 2. Gangguan pernafasan ( ISPA ) 3. Sakit perut 4. Diare 5. Kerusakan fasilitas umum (rumah, masjid, pom bensin, ruko, rumah sakit, sekolah ) 6. Kurangnya tenda pengungsian 7. Ketersediaan tangki air dan hidran belum mencukupi 8. Kebutuhan MCK untuk pengungsi masih kurang Dari berbagai permasalahan diatas, sebagaian besar masalah yang muncul pada pengungsian yaitu masalah yang disebabkan kurangnya kebutuhan sanitasi. Sehingga terdapat beberapa hal mengenai sanitasi yang bisa dilakukan untuk membantu mengurangi permasalahan diatas akibat adanya bencana gempa berdasarkan teori sanitasi dasar yang ada yaitu penyediaan air bersih, penyediaan jamban, pengelolaan air limbah dan pengelolaan sampah :
12
1. Penyediaan Air bersih
Berdasarkan laporan dan berita bencana diatast, air bersih yang digunakan di pengungsian masih belum memenuhi standar pencapaian penggunaan perorang. Dalam
situasi bencana mungkin saja air untuk
keperluan minum pun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling mendesak. Nampaknyahal tersebut disebabkan karena penggunaaan air yang berlebihan oleh para pengungsi sehingga mengakibatkan ada pembagian air yang tidak merata. Berdasar permasalahan kesehatan yang muncul, adanya keluhan penyakit kulit seperti kudis dan gatal-gatal dimana hal tersebut dikarenakan personal higiene yang buruk dari para pengungsi. Mengingat faktor utama yang menentukan personal higiene dari seseorang yaitu penyediaan air bersih. Penyediaan air bersih di pengungsian bisa dilakukan dengan penambahan tangki air dan hydran dimana jumlah penambahan didapat dengan menghitung jumlah pengungsi dan jumlah kebutuhan air per individunya. Dimana kebutuhan untuk tiap individu per harinya kurang lebih 15 liter. 2. Penyediaan Jamban
Berdasarkan laporan dan berita yang didapat, masih terdapat keluhan terkait pengadaan MCK atau jamban. Hal ini dilihat dari kurangnya aktivitas mandi cuci kakus yang dilakukan sehingga mengakibatkan personal higiene pengungsi rendah. Selain itu juga banyaknya
infrastrutur
yag
rusak
akibat
gempa
sehingga
tidak
memungkinkan untuk melakukan aktivitas MCK di fasilitas umum. Ketersediaan jamban menjadi hal sangat penting bagi pengungsi dimana biasanya banyak jamban yang sudah tidak bisa digunakan lagi. Sehingga pengungsi mungkin akan buang air besar di sembarang tempat. Pembuatan jamban dalam situasi darurat umumnya menggunakan terpal plastik. Dalam situasi-situasi yang lebih mapan, mestinya bisa dibangun jamban umum yang tidak mencemari lingkungan dimana dilengkapi dengan saptic tank sederhana namun tidak mencemari
13
lingkungan seperti menggunakan tong atau drum besar yang ditanam di dalam tanah untuk menampung kotoran sementara.
Dimana ketika
penampunga tersebut sudah penuh bisa diambil dan diganti dengan yang baru. Jumlah jamban dan akses masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam. Penyadiaan sarana pembuangan kotoran manusia yang sesuai adalah : 1. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang. 2. Penggunaan
jamban
diatur
perumah
tangga
dan/menurut
pembedaan jenis kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki – laki dan jamban permpuan). 3. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki. 4. Jamban umum tersedia di tempat – tempat seperti pasar, titik – titik pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb. 5. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang – kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya. 6. 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6 – 10 orang. Adanya MCK di pengungsian sangat dibutuhkan dimana dapat mencegah tersebarnya penyakit, mencegah perkembangbiakan serangga, dan menjaga susila serta keindahan dari lingkungan pengungsian. 3. Pengelolaan Air limbah
Berdasarkan laporan dan berita yang didapat, masalah kesehatan akibat penanganan air limbah ditempat pengungsian tidak ditampilkan atau tidak dilaporkan. Namun pengelolaan air limbah bisa dilakukan dengan
14
membuat jalan air di tanah untuk mengalirkan air hujan menuju sumber air. Kemudian menempatkan shelter pengungsian di temapat yang datarannya datar agar tidak terjadi genangan air, serta membuta penampungan sementara air limbah yang kemudian dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan. 4. Pengelolaan Sampah
Berdasarkan laporan dan berita yang didapat, penanganan sampah ditempat pengungsian tidak ditampilkan atau tidak dilaporkan. Namun pengelolaan sampah harus tetap menjadi perhatian karena dapat membuat masalah baru sehingga dampak bencana bisa dikatakan semakin besar. Kebersiha sampah dapat mengurangi terjadinya penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang kotor. Pengadaan tempat sampah di area pengungsian sangat dibutuhkan dalam bentuk kontainer atau tempat sampah. Alangkah lebih baiknya bila tyempat samapah yang disediakan dipisah anatara organik dan anorganik untuk memudahkan pembuangan. Apabila pengadaan tempat sampah tidak memungkinkan maka harus dilakukan opsi lain yaitu dengan cara pembuatan parit. Pembuatan parit harus benar dan diusahakan terpisah antara bahan biodegradable (sayuran) dengan bahan yang lain seperti botol, plastik dan lain-lain agar tidak menjadi sarang penyakit. Parit yang digunakan harus jauh dari sumber air. Parit yang dimaksudkan adalah sama dengan proses sanitary landfill sederhana seperti melindungi tanah dengan plastik agar tidak langsung terpapar sampah. Petugas sampah harus tahu terhadap apa yang sedang dilakukan sehingga pemisahan sampah yang memungkinkan ada kandungan bahan kimia tidak tercemar dan terkena dirinya sendiri. Terkait limbah yang berpotensi untuk menular (limbah medis, limbah B3 dll) perlu dilakukan kegiatan yang cepat sehingga disimpan dalam wadah tertentu dengan diberi label tersendiri.
15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sanitasi bencana adalah pengendalian faktor lingkungan fisik manusia yang dapat membahayakan dan merugikan kesehatan manusia yang dilakukan saat terjadi peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam. Sanitasi dasar adalah sarana minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan pemukiman sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan air bersih, sarana jamban, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah (Badu, 2012). Kejadian bencana gempa Aceh tahun 2016 memunculkan berbagai permasalah lingkungan dan kesehatan masyarakat pada pengungsinya, yaitu munculnya berbagai penyakit seperti sakit kulit, diare, ISPA, dan sakit perut. Selain itu juga terjadi kerusakan fasilitas umum (rumah, masjid, pom bensin, ruko, rumah sakit, sekolah ), kurangnya tenda pengungsian, ketersediaan tangki air dan hidran belum mencukupi, dan kebutuhan MCK untuk pengungsi masih kurang. Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut sesuai dengan 4 sanitasi dasar.
4.2 Saran
1. Dibutuhkan kerjasama lintas sektor untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang muncul akibat bencana seperti dinas PU, tenaga kesehatan, pemerintah, dan tenaga kesehatan masyarakata seperti ahli gizi, epidemiolog, dan sanitarian. 2. Perlunya perhatian lebih kepada keadaan sanitasi pengunsgi dikarenakan sanitasi yang buruk akan menyebabkan meuncunya berbagai penyakit pasca bencana seperti ISPA, diare, dan sakit kulit.
16
DOKUMENTASI PASCA BENCANA
Sejumlah korban gempa dirawat di dalam tenda darurat, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tgk Chik Ditiro Sigli, Pidie, Aceh, Rabu 7/12 .
Warga dan pengungsi gempa mengambil air bersih yang disediakan Badan Penanggulangan Bencana dan ormas peduli bencana di halaman masjid Desa Tijien Daboh, Pidie Jaya, Aceh, Minggu 18/12 .
KEMENTERIAN Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menambah layanan air bersih dan sanitasi di lokasi-lokasi pengungsian korban bencana gempa bumi di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, dan Bireuen, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam pada Jumat, 9 Desember 2016
17
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2017.Gempa Bumi Pidie Jaya 2016. Diakses melaluihttps://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Pidie_Jaya_2016 diakses pada tanggal 6 Oktober 2017 pukul 03.20 WIB. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPBj. 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Jakarta: BNPB; 2008. Budiman, Asep. 2016. Layanan Air Bersih untuk Korban Gempa Aceh Ditambah . Diakses melalui http://www.pikiranrakyat.com/nasional/2016/12/09/layanan-air-bersih-untuk-korban-gempaaceh-ditambah-387383 diakses pada tanggal 5 Oktober pukul 09.14 WIB. Badu, A. 2012. Gambaran Sanitasi Dasar pada Masyarakat Nelayan di Kelurahan Pohe Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1(1): 2012. Data dan Informasi Bencana Indonesia (Badan Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia) diakses melalui http://dibi.bnpb.go.id/ Dony, Bertanius. 2016. BNBP : Pengungsi Gempa Aceh Membutuhkan Air Bersih, MCK, dan Susu Bayi. Diakses melalui https://news.detik.com/berita/d-3368051/bnpb-pengungsi-gempa-acehmembutuhkan-air-bersih-mck-dan-susu-bayi diakses pada tanggal 5 Oktober pukul 09.11 WIB. Hidayati, D. 2012. "Akses dan Keterlibatan Perempuan dan Laki-laki Dalam Penanganan Bencana" dalam Penge/olaan Bencana Berbasis Gender: Pembelajaran Dari Gempa Bantu/ 2006. Editor Deny Hidayati. Jakarta: PT Dian Rakyat dan PPK-LIPI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1357 / Menkes /Sk / Xii / 2001 Tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan Penanganan Pengungsi. Otto, Soemarwoto. 1998. Artikel Judul Dampak Lingkungan Terhadap Kesehatan dalam Buku Manusia, Kesehatan dan Lingkungan, Bandung: Alumni.
18
Pan American Health Organization. 2000. Bencana Alam: Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal Depkes. 2001. Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Jakarta: Depkes. Undang- Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Zuhri,Damanhuri.2016. Kekurangan Air, Pengungsi Gempa Terjangkit GatalGatal .Diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/12/09/ohw0zt301kekurangan-air-pengungsi-gempa-terjangkit-gatalgatal diakses pada tanggal 5 Oktober 2017 pukul 09.04 WIB
19