BAB I PENDAHULUAN
Batuk merupakan suatu gejala gangguan atau kelainan saluran napas. Keadaan ini merupakan suatu cara pertahanan tubuh untuk mengeluarkan lendir dan benda asing dari saluran napas. Batuk terjadi akibat rangsangan oleh zat-zat tadi. Walaupun batuk suatu mekanisme pertahanan tubuh, tetapi bila ini berlangsung lama dan terus menerus maka hal ini sangat mengganggu penderita. Penderita sering datang berobat atau mencari pertolongan dokter alcibat gejala batuk ini.1 Berbagai faktor dan keadaan dapat menimbulkan batuk, faktor tersebut bisa berasal dari luar maupun dari dalam tubuh. Inhalasi zat tertentu, polusi udara dan penutupan oleh lendir adalah beberapa keadaan yang dapat menimbulkan batuk. Batuk lebih mudah timbul pada orang yang mempunyai kelainan saluran napas, seperti radang tenggorok, asma bronkial dan infeksi paru. Pengobatan batuk dapat bersifat etiologis maupun simptomatis. Pengobatan yang paling baik adalah secara etiologik tetapi pada keadaan tertentu ini tidak dapat dilakukan. Untuk itu mungkin pengobatan simptomatis perlu diberikan.1 Rangsang pada reseptor batuk dialirkan ke pusat batuk ke medula, dari medula dikirim jawaban ke otot-otot dinding dada dan laring sehingga timbul batuk. Refleks batuk sangat penting untuk menjaga keutuhan saluran napas dengan mengeluarkan benda asing atau sekret bronkopulmoner. Iritasi salah satu ujung saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar atau sera aferen
1
cabang faring dari nervus glossofaringeal dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisarr faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.1 Walaupun batuk penting dalam pertahanan paru, pembersihan jalan napas dan menjaga keutuhannya, keadaan ini dapat menjadi gejala yang mengganggu, yaitu bila batuk kering dan berlangsung terus. Kadang-kadang batuk dapat berbahaya dan menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang dapat timbul meliputi organ paru, otot rangka, kardiovaskuler dan organ lain. Batuk yang tidak efektif juga dapat menimbulkan retensi sputum, sumbatan jalan napas, atelektasis, infeksi serta gagal napas.1
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 RETENSI SPUTUM 2.1.1 Definisi Retensi sputum adalah suatu keadaan di mana pasien tidak dapat membersihkan sekret dari saluran pernapasan mereka sendiri ataupun dengan bantuan.2 Sekresi trakeobronkial merupakan bagian penting dari pertahanan sistem pernapasan. Sekresi berlebih yang dibersihkan dari saluran udara melalui proses batuk dikenal sebagai dahak (sputum), produksinya selalu normal. Warna, konsistensi, bau dan volume sputum dapat menyediakan informasi untuk mendukung diagnosis dan pengelolaan kondisi klinis pasien.2
2.1.2 Etiologi Proses sekresi yang efektif dari saluran pernapasan tergantung pada dua faktor kunci, yaitu: sistem transportasi mukosiliar dan kemampuan untuk batuk. Orang yang merokok dan mereka dengan kondisi yang berhubungan dengan produksi lendir yang berlebihan --seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), bronkiektasis dan cystic fibrosis-- berada pada risiko untuk mengembangkan retensi sputum, khususnya selama eksaserbasi akut dari penyakit mereka. Selama eksaserbasi dahak dapat menjadi baik lebih berlimpah dan lebih kental sehingga lebih sulit untuk meludah. Kekuatan dan efektivitas batuk dapat dikurangi karena
3
sakit (terutama setelah operasi), kelemahan fisik, kelelahan, teknik batuk yrng kurang dan mulut kering. Oleh karena itu, pasien yang menjalani operasi dengan riwayat merokok dan/atau penyakit paru-paru kronis mungkin sangat rentan terhadap perkembangan retensi sputum.2
2.1.3 Gejala Klinis, Diagnosis dan Klasifikasi Tanda-tanda klinis retensi sputum adalah gangguan pernapasan dengan cepat, pernapasan dangkal dan seperti berbuih. Kondisi ini harus dicurigai pada pasien yang memiliki tanda-tanda berikut ini: -
Suara crackle (gemeretak) di dalam paru-paru yang terdengar melalui
-
stetoskop; Kecurigaan pada bunyi nafas yang tenang; Pasien mengatakan bahwa merasa terdapat sesuatu di dalam dadanya, terutama jika ada riwayat penyakit paru-paru, operasi terakhir, atau jika pasien mengalami dehidrasi.2
Jenis retensi sputum 1. Fase Kompensasi Pada retensi sputum tahap awal pasien mengkompensasi hilangnya fungsi pernapasan yang disebabkan oleh sekresi yang tetap ada beserta dengan meningkatnya laju respirasi mereka. Warna kulit pasien dan gas darah arteri dapat dalam keadaan stabil, terutama jika diberikan oksigen tambahan, dan selanjutnya tingkat retensi sputum meningkat dan berpotensi berkembang menjadi pneumonia yang tidak diketahui. Jika tidak diobati pasien menjadi semakin lelah dengan keadaan hipoksia
4
meningkat (kadar dalam jaringan oksigen yang rendah), hiperkapnia (tingkat karbon dioksida dalam darah arteri dan jaringan yang meninggkat) dan penurunan tingkat kesadaran serta berlanjut ke fase dekompensasi.3 2. Fase dekompensasi Fase ini ditandai dengan meningkatnya rasa kantuk, sianosis, takikardia, berkeringat dan pernapasan yang terdengar seperti berbuih. Intervensi mendesak diperlukan sebagai retensi cairan di saluran udara utama dapat menyebabkan tersumbatnya saluran bronkopulmonalis dan atelektasis (kolaps dari jaringan paru-paru). Kegagalan untuk mengatasi kondisi tersebut dapat menyebabkan shunting paru, pneumonia, sepsis sistemik, hipoksia, kegagalan pernafasan dan eksaserbasi iskemia otak dan jantung.3
2.1.4 Penatalaksanaan dan Pencegahan Retensi Sputum Jika retensi sputum terjadi, suction pada hidung-trakea mungkin bisa berhasil dalam membersihkan cairan. Namun, hal ini tidak menyenangkan bagi pasien dan perlu sering diulang oleh seorang profesional perawatan kesehatan yang berpengalaman.3 Suction yang aman dan nyaman dapat dicapai melalui minitracheostomy sebuah pembukaan bedah kecil di trakea yang menyediakan sarana untuk membersihkan sekresi lebih mudah sambil menghindari tindakan yang lebih invasif seperti bronkoskopi, intubasi atau trakeostomi. Segera setelah pasien mampu membersihkan sekresi secara independen tanpa menjadi lelah, minitracheostomy dapat dihilangkan dan sayatan kecil menyembuhkan dengan cepat. Krikotiroidotomi juga telah digunakan untuk mengobati retensi sputum.2,4
5
Pasien dalam fase dekompensasi retensi sputum memerlukan intervensi mendesak baik dalam bentuk bronkoskopi atau intubasi endotrakeal dan ventilasi untuk mencegah gangguan pernapasan. Langkah-langkah dibahas untuk melonggarkan dan sekresi tipis, untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada silia dan untuk memfasilitasi dahak juga harus berlanjut ketika retensi sputum berkembang.2 Strategi
pencegahan
retensi
sputum
meliputi
proses
rehidrasi untuk mengencerkan sekresi dan mencegah mulut kering; memastikan pasien menerima obat penghilang nyeri yang memadai; mengelola inkontinensia stres, dan menyediakan suction.2,3,4
Rehidrasi Keadaan dehidrasi dapat merusak silia dan proses rehidrasi yang memadai --secara oral atau intravena-- membantu untuk mengencerkan sekresi, membuat pasien lebih mudah untuk meludah. Tindakan seperti pemberian obat kumur secara teratur dan mengisap es dapat membantu untuk mencegah mulut kering. Sekret yang menempel pada mulut kering menyebabkan perasaan
yang
tidak
nyaman
dan
dapat
berkontribusi
berkembang menjadi retensi sputum.2 Kerusakan silia dapat dicegah dengan proses humidifikasi (melembabkan) pada saluran pernapasan dengan alat humidifier
6
dan nebuliser. Humidifikasi air panas memberikan uap yang mengembun di saluran napas atas pasien, dan digunakan bagi mereka yang saluran napas atas telah dilewati oleh sebuah tabung endotrakeal atau trakeostomi dan mereka yang memiliki mulut
kering
yang
membutuhkan
bantuan
dengan
batuk.
Humidifikasi dengan air dingin tidak mencapai kelembaban atmosfer dan, karena itu, tidak memberikan kelembaban yang cukup untuk melembabkan saluran pernapasan.2 Juga
harus
diingat
bahwa
oksigen
memiliki
efek
pengeringan dan humidifikasi dengan oksigen konsentrasi tinggi adalah penting untuk dilakukan, terutama jika terdapat penyakit paru-paru.2,3 Alat nebuliser menghasilkan droplet kabut halus yang dapat mencapai saluran udara kecil pada paru-paru, sehingga memberikan kelembaban untuk membantu melonggarkan dan menipiskan sekret. Nebulised beta-2-adrenoseptor agonis seperti salbutamol, dan mukolitik seperti recombinant human deoxyribonuclease (DNase)
telah
Ekspektoran
terbukti
dan
meningkatkan
mukolitik
juga
bersihan
dapat
mukosiliar.
digunakan
untuk
menurunkan viskositas sekret yang diberikan bersamaan dengan minuman panas.2,3
Menghilangkan Rasa Nyeri
7
Sebuah studi pada pasien yang menjalani operasi paruparu menemukan bahwa perokok dengan riwayat penyakit jantung iskemik dan kontrol nyeri yang tidak beresiko tinggi mengembangkan retensi sputum. Para peneliti juga menemukan bahwa ada kecenderungan retensi sputum pada mereka dengan riwayat kecelakaan serebrovaskular COPD dan pra operasi.2,3 Oleh karena itu, analgesia biasanya penting diberikan selama periode pascaoperasi dan dapat dilengkapi dengan teknik penanganan tertentu. Ketika pasien mengalami batuk pasca operasi dengan menangani luka dan meminimalkan rasa sakit dengan memegang kuat tepi luka baik saat pasien baik duduk di tempat tidur atau di tepi tempat tidur. Mereka juga dapat didorong
untuk
menggunakan
bantal
atau
handuk
untuk
melindungi luka saat batuk.2,3,4
Fisioterapi Fisioterapi dapat membantu pasien untuk memindahkan sekret yang berlebih dengan menggunakan latihan aktif untuk meningkatkan
pembersihan
mukosiliar.
Pernapasan
teknik,
seperti siklus aktif teknik pernapasan, posisi tubuh dan manual, termasuk perkusi, gemetar dan getaran, juga dapat digunakan untuk melonggarkan sekret dan dengan demikian memfasilitasi dahak. Tekanan perangkat termasuk topeng tekanan positif
8
ekspirasi dan pernapasan tekanan positif intermiten juga dapat digunakan.2 Pasien dengan batuk yang melemah, seperti orang dengan penyakit neuromuskuler atau penyakit terminal, dapat dibantu untuk
batuk
dengan
mengompresi
perut
manual
selama
pernafasan. Beberapa mungkin dapat membantu diri mereka sendiri dengan duduk dengan bantal menekan perut mereka, kemudian setelah napas panjang, membungkuk ke depan saat bernapas.
Suction Airway
Suction
melalui
hidung
atau
mulut
biasanya
diperlukan untuk membersihkan sekresi dari pasien dengan tabung endotrakeal, trakeostomi atau minitracheostomy atau mereka yang memiliki jalan napas orofaringeal. Namun, suction harus
digunakan
hanya
ketika
semua
upaya
lain
untuk
membersihkan sekret telah gagal. Ini merupakan prosedur yang tidak menyenangkan bagi pasien dan dapat menyebabkan kerusakan pada epitel trakea. Hal ini dapat diminimalkan dengan menggunakan kateter penghisap dan teknik hisap yang tepat.
9
Suction tidak boleh dilakukan pada pasien dengan stridor, bronkospasme berat, kebocoran cairan serebrospinal, gangguan pembekuan, edema paru dan baru dilakukan pneumonectomy atau
oesophagectomy.
Melakukan
suction
menggunakan
kekerasan adalah tidak etis dan ilegal kecuali dalam situasi yang membahayakan jiwa.
2.2 MUCOUS PLUG 2.2.1 Definisi Mucous plug atau sekresi berlebihan dari zat licin (mukus) yang diproduksi oleh sel-sel yang melapisi saluran udara paru-paru, adalah hasil dari berbagai kondisi/penyakit pernapasan yang menunjukkan adanya hipersekresi mukus (lendir). Penyakit tersebut termasuk asma, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit paru obstruksi yang ditentukan oleh aliran udara jangka panjang pada
10
paru-paru dan fibrosis kistik, serta penyakit genetik yang mempengaruhi sel-sel yang mensekresikan zat eksternal dalam tubuh.5 2.2.2 Komplikasi dari Mucous Plug terhadap Penyakit Paru Mucous plug dapat menyebabkan beberapa komplikasi pada saluran napas, antara lain: a. Obstruksi saluran napas Obstruksi saluran napas merupakan salah satu gejala sisa yang paling umum dari mucous plug yang dapat menyebabkan serangan fatal pada pasien dengan asma bronkial dan penyakit lain yang menyebabkan hipersekresi sel yang melapisi saluran bronkial. Obstruksi tuba endotrakeal atau saluran pernapasan karena mucous plug juga dapat menyebabkan gangguan dan henti pernapasan mendadak pada pasien yang mengalami penyakit pernapasan. Diperlukan suction untuk menghilangkan mucous plug yang mungkin dapat menghalangi jalan pada pasien tersebut.6,7
b. Atelektasis Atelektasis, atau obstruksi paru-paru yang terlokalisir yang mungkin dapat timbul karena obstruksi mucus plug, dapat terjadi yang mengakibatkan kolapsnya sebagian dari paru-paru. Tingkat morbiditas langsung adalah karena penurunan sementara pasokan oksigen ke paru-paru yang menyebabkan penurunan pengiriman oksigen ke bagian tubuh lainnya. Bagian tengah paru kanan adalah bagian paru-paru paling sering terkena atelektasis. Pembersihan sumbatan mucus
11
plug secara bronkoskopik sangat penting dalam pengelolaan pasien dengan ateletasis yang parah.6
c. Terbatasnya Aliran Udara Aliran udara selama inhalasi dan ekshalasi dalam paru-paru dapat menjadi terbatas pada pasien yang menderita penyakit kronis obstruktif paru akibat obstruksi parsial dari mucus plugs yang berlebihan pada jalan napas. Hal ini dapat mengakibatkan episode parah dari batuk, sesak dada, sesak napas dan infeksi pernafasan. Manajemen medis di pasien penyakit kronis obstruktif paru melibatkan penggunaan terapi oksigen, bronkodilator, yang adalah obat-obat yang mengendurkan otot saluran napas, steroid, yang mengurangi peradangan saluran napas untuk kasus sedang sampai parah penyakit paru obstruktif kronik dan antibiotik untuk menangkal bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pernapasan.6
BAB III KESIMPULAN
Retensi sputum adalah suatu keadaan di mana pasien tidak dapat membersihkan sekret dari saluran pernapasan mereka sendiri ataupun dengan bantuan.
12
Proses sekresi yang efektif dari saluran pernapasan tergantung pada dua faktor kunci, yaitu: sistem transportasi mukosiliar dan kemampuan untuk batuk. Orang yang merokok dan mereka dengan kondisi yang berhubungan dengan produksi lendir yang berlebihan --seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), bronkiektasis dan cystic fibrosis-- berada pada risiko untuk mengembangkan retensi sputum, khususnya selama eksaserbasi akut dari penyakit mereka. Mucous plug atau sekresi berlebihan dari zat licin yang diproduksi oleh sel-sel yang melapisi saluran udara paru-paru, adalah hasil dari berbagai kondisi/penyakit pernapasan yang menunjukkan adanya hipersekresi mukus (lendir). Penyakit tersebut termasuk asma, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit paru obstruksi yang ditentukan oleh aliran udara jangka panjang pada paru-paru dan fibrosis kistik, serta penyakit genetik yang mempengaruhi sel-sel yang mensekresikan zat eksternal dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yunus, Faisal. Penatalaksanaan Batuk dalam Praktek Sehari-hari. Cermin Dunia Kedokteran No. 84, 1993 15. 2. Law, Carol. Recognition, prevention and management of sputum retention. Vol: 99, 2003, Issue: 23, p. 49.
13
3. Bonde P, Papachristos I, McCraith A, Kelly B, Wilson C, McGuigan J and McManus K (2002): Sputum retention after lung operation: Prospective randomised trial shows superiority of prophylactic minitracheostomy in high risk patients. Annals of Thoracic Surgery 74: 196-203. 4. Ben-Nun A. Treatment of sputum retention by minitracheotomy. General Thoracic Surgery Dept., Rambam Medical Center, Haifa. Harefuah. 2000 Sep;139(5-6):195-8, 247. 5. Nnama, Helen. Complications & Implications of Mucus Plugs. 2011. Available at URL: http://www.livestrong.com/article/264808-complicationsimplications-of-mucus-plugs/#ixzz1wunVqNGZ. Accessed on June 2012. 6. Rogers, Duncan F. Mucoactive Agents for Airway Mucus Hypersecretory Diseases. Respiratory Care. Vol 52 No 9. 2007; 11761189 7. Fu-shan X, et al. Delayed endotracheal tube obstruction by mucus plug in a child. Chinese Medical Journal. 2009. 122(7):870-872
14