Resume Buku Zakat Dalam Peekonomian Modern (Prof. DR. K.H. Didin Hafidhuddin) Linda Mauliani Purnamasari (0805958) Pendidikan Akuntansi/B
Zakat adalah ibadah , maaliyyah ijtimaiyyah
yang
memiliki posisi
yang
sangat penting,
strategis, dan menentukkan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai bidh-dharuurah hadist Nabi, sehingga keberadaann k eberadaannya dianggap sebagai maluum minad-diin bidh-dharuurah
atau diketahui secara otomatis adan ya dan mengungkapkan bagian mutlak dari keislaman seseorang. Di dalam Al-Quran terdapat dua puluh tujuh a yat yang menyejajarkan kewajiban shalat dengan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata. Di dalam Al-Quran terdapat pula berbagai ayat yang memuji orang-orang yang secara sungguh-sungguh menunaikannya, dan sebaiknya memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya. Karena itu, khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq bertekad memerangi orang-orang yang shalat tetapi tidak meu mengeluarkan zakat. Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah suatu kedurhakaan dan jika hal ini dibiarkan maka akan memunculka m emunculkan n berbagai kedurhakaan dan kemaksiatan lain. Salah satu sebab belum berfungsin ya zakat sebagai instrumen pemerataan dan belum terkumpulnya zakat secara optimal di lembaga-lembaga pengumpul zakat, karena pengetahuan mas yarakat terhadap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya masih terbatas pada sumber-sumber konvensional yang secara jelas din yatakan dalam Al-Quran dan hadist dengan persyaratan tertentu. Oleh karena itu, salah satu pembahasan yang penting dalam fiqih zakat adalah menentukan sumber-sumber harta yang wajib dikeluarkan zakatn ya (alamwaal az-zakawiyyah ) apalagi bila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi
yang
terus
berkembang dari waktu ke waktu. Al Quran dan hadist secara eksplisit men yebutkan beberapa jenis harta yang wajib dizakati, seperti emas, perak, hasil tanaman dan buahbuahan, barang dagangan, hewan ternak dan barang temuan ( rikaz). Sementara itu, Ibnul Qayyim al-Jauzi yah (wafat 751H) menyatakan bahwa harta zakat itu terbagi atas empat kelompok besar. Pertama, kelompok tanaman dan buah-buahan. Kedua, kelompok hewan ternak yang terdiri dari tiga jenis, yaitu unta, sapi, dan kambing. Ketiga, kelompok emas dan perak. Keempat, kelompok harta perdagangan dalam berbagai jenisnya. Sedangkan rikaz atau barang temuan, sifatnya insidental. Dinyatakan pula dalam al-Amwaal bahwa alamwaal az-zakawiyyah (harta yang wajib dikeluarkan zakatnya) itu terbagi atas dua bagian.
Pertama,
harta
zahir,
yaitu
harta
yang
tampak
dan
tidak
mungkin
menyembunyikannya, seperti tanaman dan buah-buahan. Kedua, harta batin, yang
yaitu
orang harta
mungkin saja seseorang men yembunyikannya, seperti emas dan perak.
Dalam menentukan rincian al-amwaal az-zakawiyyah terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagai contoh, Imam Malik (wafat 179 H) dan Imam S yafii (wafat 204 H) mengemukakan bahwa yang dikenakan zakat dari jenis tumbuh-tumbuhan ialah semua yang dijadikan bahan makanan pokok dan tahan lama. Imam Ahmad (wafat 241 H) merumuskan bahwa buah-buahan dan biji-bijian
yang
dimakan oleh manusia
yang
lazim ditakar dan 1|Page
Resume Buku Zakat Dalam Peekonomian Modern (Prof. DR. K.H. Didin Hafidhuddin) Linda Mauliani Purnamasari (0805958) Pendidikan Akuntansi/B
disimpan serta telah memenuhi pers yaratan zakat harus dikeluarkan. Imam Abu Hanifah (wafat 150 H) merumuskan bahwa
yang
wajib dikeluarkan zakatn ya adalah semua hasil
bumi tadah hujan atau dengan upa ya penyiraman, kecuali ka yu-kayuan dan rumputrumputan. Hasil bumi berupa kapas, tercatat merupakan pendapat Abu Yusuf sebagai salah satu yang dikenakan zakat. Abu Hanifah dan Imam Ahmad mengkategorikan madu dalam kelompok hasil pertanian yang dikenakan zakat. Pendapat yang beragam akan ditemukan pula dalam bidang harta peternakan, harta perdagangan, dan harta lainn ya. Yusuf al-Qaradhawi dalam
F iqhuz
Zakat mengemukakan berbagai pendapat para ulama
tentang al-amwaal az-zakawiyyah yang sangat beragam dengan alasan masing-masing. Ada yang
meluaskan pendapatn ya, sehingga semua harta yang memenuhi nishab termasuk ke
dalam objek atau sumber zakat. Tetapi, ada pula
yang
men yempitkan pendapatn ya,
sehingga al-amwaal az-zakawiyyah bersifat tidak berubah sesuai dengan zahirn ya nash Al Quran dan hadist Nabi. Disamping hal-hal
yang
bersifat rinci tersebut, Al Quran pun menggunakan istilah yang
bersifat umum untuk objek atau sumber zakat,
yaitu
harta sebagaimana dijelaskan dalam
surah at-Taubah a yat 103. Harta yang dimilki atau diinginkan untuk dimiliki oleh manusia, pada ken yataann ya, sangat beragam dan berkembang terus menerus. Keragaman dan perkembangan tersebut berbeda dari waktu ke waktu, tidak terlepas kaitann ya dengan urf adat dalm lingkungan kebuda yaan dan peradaban yang berbeda-beda. Di indonesia misaln ya, di bidang pertanian, di samping pertanian yang bertumpu pada usaha pemenuhan kebutuhan pokok, seperti tanaman padi dan jagung, kini sektor pertanian sudah terkait erat dengan sektor perdagangan. Demikian pula sektor perdagangan
yang
kini perkembangannn ya sangat
pesat, mencakup komoditi perdagangan hasil bumi, hasil hutan, hasil laut, dan sebagain ya. Juga kegiatan jasa yang melahirkan profesi yang bermacam-macam, seperti konsultan dalam berbagi bidang kehidupan, tenaga kesehatan (dokter dan para medis lainn ya) tenaga ahli dalam berbagai bidang, tenaga pengajar, para pegawai serta para kar yawan dalam berbagai kegitan ekonomi, dan sebagainya. Sektor perdagangan dan perusahaan, kini juga melebar pada perdagangan valuta asing, perdagangan saham, pasar modal, obligasi, sertifikat, dan surat-surat berharga lainn ya. Perusahaan pun telah berkembang sedemikian rupa. Jika dahulu keban yakan bersifat perseorangan ataupun keluarga, kini berkembang menjadi usaha bersama, semacam CV, PT, koperasi dan lain sebagain ya. Dari kajian fiqih zakat, timbul pertan yaan bagaiman menempatkan beragam komoditi dan jasa yang terus berkembang dari masa ke masa sebagai sumber atau objek zakat, termasuk yang
berkaitan dengan nishab, besarnya zakat, waktu pengeluarannya, dan hal-hal lain yang 2|Page
Resume Buku Zakat Dalam Peekonomian Modern (Prof. DR. K.H. Didin Hafidhuddin) Linda Mauliani Purnamasari (0805958) Pendidikan Akuntansi/B
berkaitan dengann ya, terutama juga tang berkaitan dengan perkembangan ekonomi modern. Sementara itu, terjadi perkembangan yang menarik di Indonesia bahwa pengelolaan zakat, kini masuk era baru,
yaitu
dikeluarkannya undang-undang
yang
berkaitan dengannya,
sekaligus berkaitan degan pajak. Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dan K eputusan Direktur Jenderal Bimbingan Mas yarakat dan Urusan Haji Nomor D/tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Zakat
yaitu
Bab IV tentang
Pengumpulan Zakat, pasal 11 ayat (1) dan a yat (2) dikemukakan secara eksplisit tentang harta
yang
termasuk dalam objek zakat. Sementara dalam undang-undang pajak,
yaitu
undang-undang nomor 17 tahun 2000 dalam pasal 9 a yat (1) dikemukakan bahwa untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan; (g) harta yang dihibahkan bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 a yat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan n yata-nyata dibayarkan wajib pajak, orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat (BAZ) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah. Karena keterkaitan antara zakat dan pajak, terutama pajak penghasilan, demikian kuat dalam kedua undang-undang tersebut, Undang-undang tersebut pun menyiratkan tentang perlunya BAZ dan LAZ meningkatkan kinerja sehingga menjadi amil zakat yang profesional, amanah, terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana, sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilann ya maupun pendistribusiann ya dengan terarah
yang
kesemuan ya itu dapat meningkatkan kulitas hidup dan kehidupan para mustahik.
3|Page