Manajemen Keuangan RESRTRUKTURISASI, REORGANISASI DAN LIKUIDASI Pendahuluan
Peru Perusa saha haan an mung mungki kin n berk berkem emba bang ng menj menjad adii korp korpor oras asii ( corporation ), yait yaitu u perusahaan yang mempunyai banyak unit kegiatan. Unit-unit kegiatan tersebut mungkin merupakan suatu divisi yang relatif independen, tetapi mungkin juga merupa merupakan kan suatu suatu bagian bagian yang yang hanya hanya sebaga sebagaii pelaks pelaksana ana keputu keputusan san-ke -keput putusa usan n “kantor pusat”. Apapun tingkat kebebasan ( degree of independence ) dari unit-unit ters terseb ebut ut,, peru perusa saha haan an mung mungki kin n suat suatu u keti ketika ka meng mengha hada dapi pi kesu kesuli lita tan n dala dalam m mengendalik mengendalikan an unit-unit unit-unit tersebut. tersebut. Kesulitan Kesulitan mungkin mungkin timbul timbul karena berkaitan berkaitan dengan jenis usaha yang sangat beraneka ragam, dapat juga karena masalah trade-
off antara kecepatan pengambilan keputusan dan pengendaliaan. Masalah-masalah ini mungkin menyebabkan korporasi melakukan restrukturisasi. Demi Demiki kian an juga juga dala dalam m oper operas asin inya ya peru perusa saha haan an tida tidak k sela selalu lu mamp mampu u berkemban berkembang g dengan dengan baik. Kadang-kad Kadang-kadang ang perusahaan perusahaan terpaksa terpaksa “memperkec “memperkecil il diri” diri” agar agar mampu mampu bertah bertahan, an, atau atau bahkan bahkan terpak terpaksa sa membub membubark arkan an diri diri karena karena kerugian terus menerus yang diderita. Perusahaan mungkin menghadapi kesulitan keuangan karena alasan operasi, atau dapat juga karena alasan keuangan.
1. RESTRUKTURISASI
Restrukturisasi merupakan kegiatan untuk merubah struktur perusahaan. Dengan demikian, pengertian restrukturisasi sebenarnya dapat dalam artian makin membesar atau makin ramping. Apabila diartikan dalam pengertian yang pertama, maka maka kegiat kegiatan an merger merger dan akusis akusisii juga juga merupa merupakan kan upaya upaya untuk untuk melaku melakukan kan restru restruktu kturis risasi asi.. Sement Sementara, ara, restru restruktu kturis risasi asi dalam dalam artian artian untuk untuk peramp peramping ingan an korporasi dapat dilakukan dengan penjualan unit-unit kegiatan ( sell-off ) atau ). pemisahan unit-unit kegiatan tersebut dari kegiatan korporasi ( spin-off ( spin-off ).
1
Sell-off .
Korporasi yang mempunyai unit kegiatan yang sangat beraneka ragam, mungkin suatu ketika merasa bahwa diantara unit-unit tersebut ada yang tidak bekerja secara ekonomis. Faktor penyebabnya antara lain karena tingkat kegiatannya terlalu rendah sehingga sulit mencapai economies of scalenya dan bukan bisnis utama korporasi.
Apabila unit kegiatan ini dirasa membebani korporasi, maka unit tersebut dapat dijual, baik secara tunai maupun dengan pembayaran dengan saham
Spin-off .
Cara ini dilakukan apabila unit kegiatan tersebut kemudian dipisahkan dari korporasi dan berdiri sebagai suatu perusahaan yang terpisah. Dengan demikian perusahaan tersebut akan mempunyai Direksi sendiri, dan independen dalam mengambil keputusan. Pemisahan ini lebih dimaksudkan agar unit kegiatan tersebut akan dapat mengambil keputusan yang lebih cepat, lebih efisien, dan ada yang secara khusus bertanggung
jawab.
Dengan
melakukan spin-off diharapkan
perusahaan
mempunyai keluwesan yang lebih baik. Keluwesan dalam menyusun kontrak tenaga kerja, menyusun perjanjian hutang, dan sebagainya, memungkinkan perusahaan memperoleh manfaat. Dengan demikian diharapkan akan diperoleh manfaat ekonomi dari kegiatan spin-off . Meskipun demikian, berbagai biaya haruslah diantisipasi. Biaya-biaya tersebut berasal dari penerbitan saham baru, dan berbagai biaya yang ditanggung karena sekarang unit tersebut menjadi perusahaan publik.
2
Going Private
Beberapa perusahaan berpendapat bahwa go public dinilai membebani perusahaan dan direksi. Mereka berpendapat bahwa biaya untuk listing di suatu bursa dirasa terlalu berat. Keharusan memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan badan pengawas pasar modal dirasa merepotkan dan memberatkan. Direksi kemudian cenderung sangat memperhatikan kinerja keuangan pada waktu yang akan datang, agar saham tidak turun. Dengan demikian perhatian akan laba jangka panjang terabaikan. Direksi tidak mempunyai kebebasan terhadap penggunaan laba yang diperoleh, karena badan pengawas pasar modal akan meningkatkan pembayaran dividen sesuai dengan janji dalam prospektus. Sebagai akibatnya, beberapa perusahaan memutuskan untuk going private. Perusahaan yang semula telah terdaftar di bursa, kemudian saham-sahamnya dibeli (biasanya oleh direksi dan teman-temannya), dan perusahaan kemudian tidak lagi terdaftar dibursa.
Leverage Buy-Out.
Untuk membeli kembali saham-saham yang semula dimiliki oleh para anggota masyarakat, para direksi yang memutuskan akan go private mungkin terpaksa menggunakan bantuan dana pihak ketiga. Apabila cara ini ditempuh, maka dilakukan apa yang disebut dengan leverage buy-out . Ini berarti bahwa sahamsaham tersebut dibeli dengan uang pinjaman. Pinjaman tersebut dijamin oleh aktiva dan arus kas perusahaan, sehingga setelah leverage buy-out , perusahaan akan mempunyai hutang yang sangat besar
3
Misalkan. PT. RAFI mempunyai hutang yang sangat konsevatif, yaitu hanya sebesar Rp. 20 milyar. Karena proporsi hutang yang relatif sangat kecil, maka hutang (lama) tersebut hanya dikenakan bunga 15% pertahun. Saham yang beredar adalah 100 juta lembar saham, dengan harga saham ini sebesar Rp. 2.200 per lembar. Dengan demikian, apabila seluruh saham akan dibeli, maka (calon) pembeli harus menyediakan dana sebesar Rp. 220 milyar.
Misalkan para direksi PT. RAFI telah memiliki dana sebesar Rp. 20 milyar. Berarti untuk membeli seluruh saham perusahaan, mereka harus mencari tambahan dana sebesar Rp. 200 milyar. Suatu bank bersedia memberi pinjaman sebesar Rp. 200 milyar tetapi dengan bunga 30% per tahun. Tingginya tingkat bunga ini mencerminkan tingginya resiko yang ditanggung oleh kreditor. Jaminannya adalah PT. RAFI tersebut. Ini berarti bahwa apabila PT. RAFI tidak mampu membayar kewajiban finansialnya, maka PT. RAFI akan beralih kepemilikan, menjadi dimiliki oleh bank tersebut. Setelah deal tersebut, tentu saja hutang PT. RAFI akan membengkak menjadi Rp. 220 milyar, yang terdiri dari hutang lama Rp. 20 milyar (bunga 15%) dan hutang baru Rp. 200 milyar (bunga 30%).
Sewaktu akan memberikan kredit, bank tersebut berserta para pemilik perusahaan menyusun proyeksi keuangan selama lima tahun sebagai berikut.
Skenario yang dipergunakan adalah sebagai berikut. Pada tahun ke 0 (yaitu pada saat dilakukan leverage buy-out ) perusahaan memperoleh EBIT (laba sebelum bunga dan pajak) sebesar Rp. 70 milyar. Angka EBIT diproyeksikan meningkat sebesar 20% per tahun selama lima tahun proyeksi. Angka EBIT ini menunjukkan rentabilitas ekonomi yang cukup baik, yaitu 29% pada tahun ke 0. Pada tahun ke 0, hutang yang dipergunakan sebesar Rp. 220 milyar, sehingga debt to equity ratio (DER) mencapai 11,00 x
4
Penyusutan per tahun sebesar Rp. 20 milyar, dan angka ini dapat dipergunakan untuk memenuhi kewajiban finansial, sebelum dana tersebut diperlukan untuk mengganti aktiva tetap. Karena perusahaan mempunyai kapasitas menganggur, selama periode proyeksi diperkirakan belum memerlukan pembeliaan tambahan aktiva tetap. Meskipun demikian, karena pertumbuhan EBIT sebesar 20% per tahun, diperkirakan kebutuhan modal kerja juga meningkat cukup berarti setiap tahunnya. Untuk mendukung tambahan modal kerja ini disisihkan dana dalam rekening “cadangan”, Hutang diangsur setelah memperhatikan EAT ditambah penyusutan dikurangi cadangan untuk tambahan modal kerja.
Hasil proyeksi disajikan pada Tabel. 1. Hutang lama tidak dilunasi selama periode proyeksi, sebaliknya hutang baru selalu dikurangi. Nampak bahwa DER menurun dari 11,00x pada tahun 1 menjadi 0,08x pada tahun ke 5. Dengan demikian apabila pada tahun ke 5 tersebut perusahaan dapat dijual sesuai dengan nilainya bukunya (yang mungkin sekali nilai pasarnya lebih besar dari nilai bukunya kalau perusahaan cukup baik), maka investasi para pemilik (yang semula adalah para direksi) akan menjadi Rp. 262,9 milyar. Hal ini berarti pemilik memperoleh keuntungan sebesar lebih dari 67% per tahun, sedangkan kreditor baru memperoleh tingkat keuntungan 30% per tahun. Meskipun proyeksi tersebut menunjukkan angka-angka yang sangat menarik, perlu diperhatikan bahwa resiko yang ditanggung oleh kreditor sebenarnya sangat tinggi. Apabila pada tahun pertama EBIT yang diperoleh jatuh di bawah Rp. 63 milyar, maka perusahaan sudah tidak mampu membayar bunga pinjaman. Karena itu para kreditor umumnya menentukan rasio EBIT dengan bunga (disebut juga sebagai times
interest earned ) minimal sebesar 125%. Artinya proyeksi EBIT adalah 1,25x kewajiban bunga yang harus dibayar.
5
Tabel.1. Proyeksi Keuangan Setelah Leverage Buy-Out (dalam milyar rupiah, kecuali untuk DER)
1 84,0
2 100,8
3 121,0
4 145,1
5 174,2
Bunga lama
3,0
3,0
3,0
3,0
3,0
Bunga baru
60,0
55,5
48,0
34,5
22,5
EBT
21,0
42,3
70,0
107,6
148,7
Pajak (30%)
6,3
12,7
21,0
32,3
44,6
EAT Penyusutan
14,7 20,0
29,6 20,0
49,0 20,0
45,5 20,0
104,1 20,0
Arus Kas
34,7
49,6
69,0
65,5
124,1
Angsuran hutang
15,0
25,0
45,0
40,0
75,0
Cadangan Modal sendiri
20,0
19,7 34,7
24,6 64,3
24,0 113,3
25,5 158,8
49,1 262,9
Hutang lama
20,0
20,0
20,0
20,0
20,0
20,0
Hutang baru
200,0
185,0
160,0
115,0
75,0
0
Total Aktiva DER
240,0 11,00
239,7 5,91x
244,3 2,80x
248,3 1,19x
253,8 0,60x
282,9 0.08x
EBIT
0 70,0
x
Dalam kasus ini nampak bahwa kreditor lama sebenarnya memperoleh perlakuan tidak adil karena mereka tetap menerima imbalan sebesar 15 persen, padahal risiko yang ditanggung meningkat karena DER meningkat pesat. Hal ini mungkin terjadi apabila kreditor lama mempunyai hak dilunasi terlebih dulu apabila terjadi peristiwa kesulitan keuangan.
6
Apabila para (calon) pemilik tidak dapat memperoleh kredit dari bank, maka cara lain adalah pada Direksi akan menerbitkan obligasi yang mempunyai
coupon rate yang sangat tinggi. Obligasi ini disebut sebagai junk bonds, karena default risk nya sangat tinggi. Default risk yang tinggi dapat dimengerti karena perusahaan akan menggunakan hutang dalam proporsi yang sangat tinggi pula (mungkin DERnya mencapai 9-10x). Pihak pembeli bersedia membeli junk bonds tersebut karena mereka mengharapkan untuk memperoleh tingkat bunga yang tinggi.
REORGANISASI
Dalam situasi ekonomi dan bisnis yang tidak menggembirakan, perusahaan sering terpaksa harus bertahan dengan apa yang telah ada, atau “memperkecil diri” agar tidak mengalami kesulitan yang makin parah. Reorganisasi dalam aspek finansial dilakukan
untuk memperkecil beban finansial yang tetap sifatnya. Dengan
demikian asumsinya adalah bahwa perusahaan masih mempunyai kemampuan operasional yang baik. Ini berarti bahwa kegiatan operasi masih mampu menutup biaya-biaya operasi. Apabila biaya operasi variabel sudah lebih besar dari penghasilan, maka situasi sudah sangat parah. Reorganisasi finansial tidak akan cukup untuk menolong perusahaan. Perusahaan perlu melakukan reorganisasi operasional. Ini berarti bahwa perusahaan perlu mengganti mesin-mesin dengan jenis yang lebih efisien, mengurangi tenaga kerja, dan memotong berbagai biaya yang mungkin dipotong.
7
Sayangnya, keputusan-keputusan tersebut akan mengakibatkan timbulnya kebutuhan dana yang cukup besar pada tahap-tahap awal. Seringkali dana pihak ketiga diperlukan, atau perlu tambahan modal sendiri. Kebutuhan dana yang cukup besar tersebut akan dipergunakan untuk, mengganti mesin lama dengan mesin baru yang lebih efisien (mesin lama mungkin terpaksa dijual dengan harga yang sangat murah, apabila dinilai oleh kalangan bisnis sebagai mesin yang tidak efisien). Pengurangan jumlah tenaga kerja akan memerlukan dana untuk uang pesangon.
Misalkan harga mesin baru adalah Rp. 2.000 juta. Untuk pesangon diperlukan dana sebanyak Rp. 800 juta. Mesin lama hanya laku dijual dengan harga Rp. 400 juta. Dengan demikian, pada awal periode sudah diperlukan dana sebesar Rp. 2.400 juta. Apakah pengeluaran ini dapat dibenarkan secara ekonomis, akan tergantung pada analisis kita terhadap manfaat di masa yang akan datang. Apabila diharapkan present-value manfaat tersebut lebih besar dari Rp. 2.400, maka pengeluaran tersebut dapat dibenarkan. Tentu saja dalam analisis investasi tersebut tidak dapat dijelaskan unsur resiko.
Meskipun
analisis
terhadap
rencana
tersebut
misalnya
dinilai
menguntungkan, dalam pelaksanaannya dapat saja terjadi penyimpangan (misal muncul pesaing, muncul mesin dengan teknologi lebih baik lagi, pemerintah menentukan upah minimum yang lebih tinggi, dan sebagainya). Apabila penyimpangan ternyata mengakibatkan penurunan manfaat, maka investasi yang dimaksudkan untuk memperbaiki situasi dapat berubah bahkan mempeburuk situasi.
Dengan demikian masalah sebenarnya adalah: (1)
Kalau kita tidak melakukan tindakan apa-apa, hampir dapat dipastikan kondisi perusahaan akan makin memburuk.
(2)
Sedangkan kalau kita mencoba memperbaiki efisiensi, ada kemungkinan bahwa situasi perusahaan akan tertolong, meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa perusahaan justru akan makin buruk kondisinya.
8
Sedangkan perusahaan melakukan reorganisasi finansial apabila dinilai bahwa prospek perusahaan masih baik, sehingga dapat tertolong. Untuk menyelamatkan perusahaan, diperlukan pengorbanan semua pihak,- pemilik, kreditur, karyawan,
supplier , pemerintah - meskipun pemiliklah yang bertanggung jawab terakhir.
Dalam melakukan reorganisasi finansial, ada tiga langkah yang perlu ditempuh. Pertama,
menaksir
nilai
perusahaan.
Kedua,
menentukan
struktur
pendanaan yang dipandang cukup aman. Dan ketiga, menentukan nilai sekuritas-sekuritas yang baru.
Langkah yang pertama merupakan langkah yang paling sulit, tetapi paling penting. Sulit karena memerlukan estimasi dan judgement , penting karena akan menentukan nilai sekuritas-sekuritas yang baru. Misalkan ditaksir bahwa laba setelah pajak setelah reorgansiasi finansial pada tahun depan adalah Rp. 150 juta. Dari setiap rupiah laba yang diinvestasikan diharapkan dapat memberikan return on equit y sebesar 20%. Perusahaan memutuskan hanya akan membagi 20% sebagai dividen. Apalagi dipergunakan model pertumbuhan konstan, maka pertumbuhan per tahun (= g) diperkirakan akan (0,8 x 20%) = 16%. Apabila ditaksir biaya modal sendiri adalah 18%, maka taksiran nilai perusahaan apabila tidak menggunakan hutang adalah
V = Rp. 30 juta/(0,18 – 0,16) = Rp. 1.500 juta
Nilai ini yang dipergunakan sebagai pegangan untuk menentukan nilai sekuritassekuiritas yang baru. Misalkan struktur modal sebelum reorganisasi finansial adalah sebagai berikut
9
Obligasi
Rp. 1.000 juta
Modal Sendiri
Rp. 1.000 juta
Jumlah
Rp. 2.000 juta
Setelah reorganisasi nilai ini akan dirubah menjadi hanya Rp. 1.500 juta. Apabila setelah reorganisasi perusahaan akan bekerja dengan menggunakan modal sendiri sepenuhnya, maka struktur modal yang baru mungkin sebagai berikut:
Modal Sendiri Baru
Rp. 1.000 juta
Modal Sendiri Lama
Rp.
Jumlah
Rp. 1.500 juta
500 juta
Dengan demikian maka pemilik obligasi mengubah obligasinya menjadi penyertaan
modal,
sedangkan
pemilik
perusahaan
(lama),
mengurangi
kepemilikannya. Pemilik yang lama mungkin memilih alternatif ini (artinya mereka sekarang hanya memiliki sepertiga dari perusahaan, apabila mereka berpikir bahwa alternatif likuidasi mungkin akan membuat mereka kehilangan perusahaan seluruhnya.
Dalam reorganisasi finansial sering dibarengi dengan konsolidasi, yaitu membuat perusahaan jadi lebih “ramping” secara operasional. Reorganisasi dan konsolidasi dilakukan dengan cara: (1) Melakukan penghematan biaya. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, ditunda atau dibatalkan (2) Menjual aktiva-aktiva yang tidak diperlukan (3) Divisi (unit bisnis) yang tidak menguntungkan dihilangkan atau digabung (4) Menunda rencana ekpansi sampai situasi dinilai telah menguntungkan (5) Memanfaatkan kas yang ada, tidak menambah hutang (kalau dapat dikurangi dari hasil penjualan aktiva yang tidak diperlukan), dan menjaga likuiditas. Dalam jangka pendek mungkin sekali profitabilitas dikorbankan (profitablitas terpaksa negatif)
10
3. LIKUIDASI Likuidasi ditempuh apabila para kreditur berpendapat bahwa prospek perusahaan tidak lagi menguntungkan. Kalaupun ditambah modal, atau merubah kredit menjadi penyertaan, tidak terlihat membaiknya kondisi perusahaan. Dalam keadaan seperti ini para kreditur mungkin lebih menyukai untuk meminta perusahaan dilikuidir. Kadang-kadang sebelum para kreditur memutuskan untuk meminta perusahaan dilikuidasi, mereka bersedia melakukan penyesuaian sukarela. Dalam hal ini mereka mungkin sepakat untuk menunda tagihan mereka, baik atas bunga maupun pokok pinjaman. Cara ini hanya akan ditempuh kalau para kreditur berpendapat bahwa perusahaan memang
masih akan mampu memenuhi
kewajiban finansial dimasa yang akan datang. Apabila perusahaan dinilai tidak punya prospek lagi, para kreditur juga mungkin bersedia menempuh cara composition dalam penyelesaian kewajiban finansial perusahaan. Cara composition berarti bahwa setiap tagihan sebesar Rp. 100 hanya akan dilunasi sebesar kurang dari Rp. 100 (misal hanya Rp. 80). Cara ini mungkin dipilih para kreditur apabila proses likuidasi diperkirakan akan memakan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar. Dalam keadaan seperti ini, penyelesaian dengan cara composition mungkin dinilai lebih menguntungkan. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam peristiwa likuidasi mungkin memakan waktu yang lama, dan aktiva mungkin terpaksa dijual dengan harga murah (distress price ). Disamping itu perusahaan harus melunasi kewajiban tertentu terlebih dulu, yaitu kewajiban terhadap para karyawn (gaji yang belum dibayar) dan pemerintah (pajak yang belum dibayar). Likuidasi umumnya dilakukan dengan prioritas sebagai berikut. Pertama, kewajiban terhadap para karyawan (hutang upah dan gaji) dipenuhi terlebih dulu. Kemudin kewajiban terhadap pemerintah (hutang pajak) dipenuhi. Setelah itu aktiva-aktiva yang diagungkan dijual dan dipakai untuk melunasi hutang yang
11
dijamin dengan agunan tersebut. Apabila hasil penjualan aktiva tersebut mencukupi, maka sisanya dapat dipergunakan untuk melunasi kreditor umum. Sebaliknya, apabila tidak mencukupi, kekurangannya menjadi kreditor umum.
12
LATIHAN SOAL RESTRUKTURISASI
1. PT. Indonusa telah melakukan beberapa investasi untuk ekspansi divisi barunya, yaitu dibidang distribusi. Investasi tersebut dibiayai sebagian dengan hutang dan sebagian dengan modal sendiri. Hutang yang dipergunakan untuk membiayai investasi tersebut mencapai Rp. 3,0 milyar, telah dipergunakan sebesar Rp. 1,0 milyar. Jumlah tersebut telah terpakai selama 6 tahun. Kredit berjangka panjang, yaitu 5 tahun, tetapi bunga ditentukan mengambang, sebesar tingkat bunga deposito plus 6%. Sewaktu kredit ditanda-tangani, suku bunga deposito mencapai hanya 12%, sehingga kredit dapat diperoleh dengan suku bunga 18%. Saat ini suku bunga mulai naik, menjadi 14%, dan masih terdapat gejala-gejala akan kenaikan suku bunga terus. Bank telah mengingatkan bahwa kredit yang telah ditarik mulai bulan depan akan dikenakan suku bunga 20%. Perusahaan memperkirakan bahwa masih diperlukan jangka waktu sekitar enam bulan lagi untuk menyelesaikan investasinya. Pertanyaan: a. Berapa besarnya bunga yang harus dibayar oleh perusahaan sampai dengan investasi tersebut akan selesai b. Misalkan selama tahun pertama setelah investasi tersebut selesai, rentabilitas ekonomi dari divisi baru tersebut baru mencapai 16%. Berapa defisit pembayaran bunga yang ditanggung perusahaan?
13
Jawaban
1.a. Selama enam bulan lagi bunga yang harus dibayar (6/12) x 20% x Rp. 3 milyar
= Rp. 300 juta
Selama enam bulan yang telah lalu, bunga yang dibayar adalah (6/12) x 18% x Rp. 1 Milyar Jumlah
b.
= Rp. 90 juta = Rp. 390 juta
Selama
tahun
pertama,
perhitungan
keuntungan
dan
biaya
dari
penggunaan hutang tersebut adalah sebagai berikut. Laba Operasi = 0,16 x Rp. 3.000 juta
= Rp. 480 jt
Bunga
= Rp. 600 jt
= 0,20 x Rp. 3.000 juta
Defisit
Rp. 120 jt
Apabila perusahaan tidak mempunyai bisnis lain yang menguntungkan, maka kerugian tersebut tidak dapat dipergunakan untuk mengurangi beban pajak.
Sedangkan
apabila
perusahaan
memiliki
bisnis
lain
yang
menguntungkan, defisitnya akan berkurang karena kerugian tersebut dapat dipergunakan untuk mengurangi beban pajak.
14
2. PT. Indonusa pada soal nomor. 1 mempertimbangkan untuk membatalkan investasinya, karena para Direksi tidak yakin akan dua hal. Pertama, apakah suku bunga kredit akan bertahan sebesar 20%, dan dua, apakah rentabilitas ekonomi akan meningkat lebih dari 16% pada tahun kedua dan seterusnya. Apalagi investasi tersebut dibatalkan, perusahaan tidak perlu menarik sisa kredit sebesar Rp. 2.000 juta, dan dapat melunasi kredit yang telah dipergunakan sebesar Rp.1.000 juta. Aktiva yang telah terlanjur dibeli dapat dijual kembali dengan harga hanya Rp. 800 juta. Apakah rencana investasi tersebut sebaiknya dibatalkan. Jawaban
2. Pembatalan investasi akan membuat perusahaan merealisir rugi sebesar Rp. 200 juta. Apabila diperkirakan bahwa pada tahun kedua dan ketiga suku bunga kredit tetap sebesar 20% dan rentabilitas ekonomi juga tetap sebesar 16%, maka dengan mengabaikan faktor pajak, situasi ini akan mengakibatkan
Tahun ke
Nilai Manfaat dan Kerugian
0
Kerugian sebesar Rp. 200 juta
1
Menghemat defisit Rp.120 juta
2
Menghemat defisit Rp.120 juta
3
Menghemat defisit Rp.120 juta
Apabila dipergunakan tingkat bunga 20%, maka nilai penghematan defisit tersebut adalah PV Penghematan pajak = ∑ 120 = Rp. 254 juta (1+0,2)3 Jadi selama tiga tahun saja, PV penghematan defisit sudah lebih besar dari kerugian karena penjualan aktiva. Dengan demikian, apabila diperkirakan selama tiga tahun rentabilitas ekonomi selalu di bawah tingkat bunga pinjaman, maka lebih baik rencana investasi dibatalkan
15
3. Neraca PT. Rancamaya menunjukkan informasi sebagai berikut. Neraca Per 31 Desember 2003 ----------------------------------------------------------------------------Aktiva Lancar
Rp. 2,0 milyar
Aktiva tetap (net)
Rp. 5,0 milyar
Jumlah
Rp. 7,0 milyar
Kewajiban lancar
Rp. 4,0 milyar
Kewajiban jangka Panjang
Rp. 5,0 milyar
Modal sendiri
Rp. 3,0 milyar
Akumulasi Kerugian
(Rp. 5,0 milyar)
Jumlah Kewajiban dan Modal Sendiri
Rp. 7,0 milyar)
----------------------------------------------------------------------------Kewajiban lancar terdiri dari hutang bank jangka pendek dengan bunga 20% per tahun, sebesar Rp. 2,5 milyar. Kewajiban jangka panjang seluruhnya merupakan kredit investasi juga dengan bunga 20% per tahun. Untuk dua tahun mendatang diperkirakan rentabilitas ekonomi sebesar 16% per tahun. Anggaplah kita dapat mengabaikan pajak. Misalkan perusahaan
dapat
menunda
pelunasan
hutang jangka
pendeknya,
berapakah akumulasi kerugian pada dua tahun mendatang? Kalau perusahaan tidak dapat menunda pelunasan hutang jangka pendeknya, dan hutang tersebut harus dilunasi akhir tahun depan, berapakah defisit yang akan ditanggung perusahaan.
Jawaban
3. Kita hitung terlebih dulu kerugian pada tahun 1 dan tahun 2 Laba operasi = 16% x Rp. 7.000 jt
Tahun 1 Rp. 1.120 juta
Tahun 2 Rp. 1.120 juta
Bunga = 20% x Rp. 7.500 juta
Rp. 1.500 juta
Rp. 1.500 juta
Defisit
Rp.
Rp.
380 juta
380 juta
Dengan demikian akumulasi kerugian akan sebesar
16
= Rp. 5.000 juta + Rp. 760 juta = Rp. 5.760 juta Kewajiban finansial pada akhir tahun 1 akan sebesar = Rp. 1.500 juta + Rp. 2.500 juta = Rp. 4.000 juta Hasil operasi = 16% x Rp. 7.000 juta = Rp. 1.120 juta Defisit (belum memperhitungkan dana dari penyusutan) = Rp. 4.000 juta – Rp. 1.120 juta = Rp. 2.880 juta
4. Para kreditor sepakat untuk mengambil alih perusahaan (soal nomor 3). Kas masuk bersih dari operasi diperkirakan sebesar Rp. 1.150 juta pada tahun pertama, dan akan meningkat sebesar 7% per tahun selamanya. Biaya modal perusahaan yang dipandang relevan adalah 22%. Rasio antara kewajiban dengan modal sendiri ditentukan maksimum 100%. Kredit yang akan dirubah menjadi equity diprioritaskan kredit jangka panjang. Bagaimana struktur pendanaan perusahaan setelah reorganisasi.
Jawaban
17
4. Pertama kali harus ditaksir nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditaksir sebesar = 1.150/(0,22-0,07) = Rp. 7.660
Dengan perbandingan kewajiban dengan modal sendiri sebesar 100%, maka komposisi kewajiban dan modal sendiri akan sebagai berikut Kewajiban
Rp. 3.830
Modal Sendiri
Rp. 3.830
Jumlah
Rp. 7.660
Karena kewajibaan lancar telah sebesar Rp. 4.000 juta, berarti terdapat sebagian hutang lancar (yaitu senilai Rp. 170 juta) yang akan dirubah menjadi modal sendiri. Komposisi neraca akan nampak sebagai berikut
Neraca setelah reorganisasi finansial
Total kekayaan
Rp. 7.660 juta
Kewajiban lancar
Rp. 3.830 juta
Modal Sendiri
Rp. 3.830 juta
Jumlah kewajiban dan modal sendiri
Rp. 7.660 juta
------------------------------------------------------------------------------------------------
Apabila dipergunakan prorata basis, maka seluruh kreditur (baik jangka pendek maupun jangka panjang), sekarang hanya memiliki proporsi tagihan sebesar (7.660/9.000) x 100% = 85%
Dan, tentu saja, pemilik perusahaan kehilangan kepemilikan mereka atas perusahaan tersebut. Para kreditur mungkin bersedia melakukan hal tersebut apabila dirasa hal tersebut lebih menguntungkan daripada melikuidasikan perusahaan
18
19