PEMBAHASAN
Perusahaan tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana. Pada situasi tertentu, perusahaan akan mungkin mengalami kesulitan keuangan yang ringan seperti mengalami kesulitan likuiditas (tidak bisa membayar gaji pegawai, bunga utang). Jika tidak diselesaikan dengan benar, kesulitan kecil tersebut bisa berkembang menjadi kesulitan yang lebih besar. Dan bisa sampai pada kebangkrutan. Makalah ini akan membicarakan kesulitan keuangan perusahaan, yang didahului dengan kesulitan pengertian keuangan , kemudian diteruskan dengan
pembicaaan
mengalami
mengenai
kesulitan
alternative
keuangan.
Bagian
penyelesaian akhir
perusahaan
membicarakan
yang
prediksi
kebangkrutan. 1. PENGERTIAN DAN DEFENISIS KESULITAN KEUANGAN
Meskipun kesulitan usaha dan kebangkrutan mudah diucapkan, tetapi defenisi yang lebih pasti mengenainistilah-istilah tersebut sulit dirumuskan. Pengertian kebangkrutan sendiri bisa dilihat dari pendekatan aliran dan pendekatan stock. Dengan pendekatan stock, perusahaan bisa dinyatakan bangkrut jika total kewajiban melebihi total aktiva. Jika perusahaan mempunyai hutang Rp. 1 milyar, sedangkan total asetnya hanya Rp. 500 juta, maka perusahaan tersebut sudah bisa dinyatakan bangkrut. Dengan pendekatan aliran, perusahaan akan bangkrut jika tidak bisa menghasilkan aliran kas yang cukup. Dari sudut pandang stock, perusahaan bisa dinyatakan bangkrut meskipun mungkin masih menghasilkan aliran kas yang cukup, atau mempunyai prospek yang baik di masa mendatang. 2. PENYEBAB KESULITAN KEUANGAN
Penyebab
Kesulitan
Keuangan.
Penyebab
kesulitan
keuangan
dan
kebangkrutan cukup bervariasi. Jenis industri sendiri mempengaruhi penyebab kegagalan usaha. Ada sektor usaha yang relatif mudah dikerjakan, ada yang sulit. Kegagalam bisnis juga bervariasi tergantung umur usaha.
Tabel 1. Penyebab Kegagalan Bisnis Penyebab Kegagal Usaha
Persentase
Kekurangan pengalaman operasional
15,6%
Kekurangan pengalaman manajerial
14,1%
Pengaman tidak seimbang antara keuangan, produksi dan funsi lainya
22,3%
Manajemen yang tidak kompeten
40.7%
Penyelewengan
0.9%
Bencana
0.9%
Kealpaan
1.9%
Alas an lain yang tidak diketahui
3.6%
Jumlah
100%
Kegagalan bisnis juga bervariasi tergantung umur usaha. Sebagi contoh, sekitar 55.7% kegagalan bisnis terjadi pada usaha dengan usia 5 tahun atau kurang, 22.4% terjadi pada usaha dengan usia 6-10 tahun, dan 21.9% kegagalan bisnis terjadi pada usaha dengan usia diatas 10 tahun. 3. ALTERNATIF PERBAIKAN KESULITAN KEUANGAN
Berikut ini beberapa alternatif perbaikan berdasarkan besar kecilnya permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan. Tergantung tingkat keseriusan yang dialami oleh perusahaan, pemecahan bisa dilakukan secara informal dan formal. Berikut ringkasa perbaikan informal dan formal. Pemecahan secara Informal
1) Dilakukan apabila masalah belum begitu parah. 2) Masalah perusahaan hanya bersifat sementara, prospek masa depan masih bagus Cara: a)
Perpanjangan (extension), dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo hutang-hutang.
b) Komposisi (Composition), dilakukan dengan mengurangi besarnya
tagihan, missal klaim hutang diturunkan menjadi 60%. Kalau hutang awal besarnya Rp 1 juta, maka hutang yang baru menjadi Rp 600.000 (60% x Rp 1 juta) c) Likuidasi, jika nilai likuidasi lebih besar dibandingkan nilai going
concern, perusahaan bisa dilikuidasi secara informal. Pemecahan Secara Formal
Pemecahan secara formal ditempuh apabila masalah sudah parah, kreditur dan pemasok dana lainnya ingin mempunyai jaminan keamanan dan keadilan. Pemecahan secara formal melibatkan pihak ketiga yaitu pengadilan. Dengan cara : a) Apabila nilai perusahaan lebih besar dari Nilai perusahaan dilikuidasi,
dilakukan Reorganisasi, dengan merubah struktur modal menjadi struktur modal yang layak. Perubahan bisa dilakukan melalui perpanjangan, perubahan komposisi, atau keduanya. b) Apabila nilai perusahaan lebih kecil dari nilai perusahaan dilikuidasi,
likuidasi lebih baik dilakukan. Likuidasi dengan menjual asset-aset perusahaan., kemudian didistribusikan ke pemasok modal di bawah pengawasan pihak ketiga. A. Perbaikan Informal
Secara prinsip, penyelesaian perusahaan mengalami kesulitan keuangan dilakukan dengan prinsif
berikut ini. Jika prospek perushaan dimasa
mendatang cukup baik, jika kesulitan tersebut bersifat permanen, maka restrukturisasi perlu dilakukan. 1. Restrukturisasi
Restrukturisasi dilakukan agar perusahaan yang yang mengalami kesulitan keuangan bisa bernafas lega. Cara yangbisa dilakukan adalah mengurangi beban-beban yang menghimpit perusahaan, biasanya dengan membebaskan atau meringankan perusahaan dari beban keuangan yang bersifat tetap (beban bunga utang).
Extension. Melalui perpanjangan, kreditor bersedia memperpanjang masa
jatuh tempo hutangnya. Sebagai contoh, hutang yang pada mulanya jatuh tempo dalam lima tahun, sekarang diperpanjang menjadi sepuluh tahun. . Komposisi dilakukan melalui perubahan nilai Komposisi (Composit ion ) hutang lama. Sebagai contoh, hutang lama sebesar Rp 100 diturunkan nilainya menjadi Rp 60. Meskipun nilai hutang turun, kreditor masih bisa menerimanya karena nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai hutang jika perusahaan dilikuidasi. 2. Likuidasi
Dalam beberapa situasi likuidasi informal juga bisa dilakukan. Jika nilai perusahaan dilikuidasi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan yang going concern (berjalan terus), makan perusahaan sebaiknya dilikuidasi. Likuidasi informal mempunyai kelebihan dibandingkan likuidasi formal, karena lebih cepat dan biasa menghemat biaya pengadilan, sehingga nilai likuidasi yang diperoleh bisa lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang diperoleh jika likuidasi dilakukan melalui pengadilan. B. Perbaikan Formal 1. Keuntungan Perbaikan Formal
Kenapa perusahaan menggunakan jalur resmi (perundang-perundang) dalam proses kebangkrtutan. Ada dua alasan secara teoritis mendorong peurshaan menggunakan jalur resmi. Yaitu: (1) permasalahan common pool , dan (2) permasalahan hold-out Common Pool. Misalkan suatu perusahaan mempunyai nilai hutang
nominal sebesar total Rp 20 milyar, yang berasal dari 10 kreditor dengan besar masing-masing adalah sama (Rp 2milyar). Nilai pasar perusahaan tersebut jika bertahan adalah Rp 15milyar. Jika dilikuidasi, asset perusahaan bisa dijual menghasilkan kas sebesar Rp 10milyar. Misalkan kondisi perusahaan memburuk sehingga tidak bisa membayar salah satu hutangnya, maka kreditor tersebut bisa menuntut agar perusahaan dibangkrutkan.
Hold-Out. Misalkan pada contoh di atas perusahaan berhasil meyakinkan
kreditor agar dilakukan restrukturisasi. Hutang yang lama (yang besarnya Rp 2 milyar untuk setiap kreditor), diganti dengan hutang baru yang nilainya lebih rendah, missal Rp 1,4 milyar untuk setiap kreditor. Jika kreditor menyetujui usulan tersebut, total hutang menjadi Rp 14milyar. Karena nilai perusahaan jika jalan terus adalah Rp 15 milyar, maka pemegang saham memperoleh sisa sebesar Rp 1 milyar. Perusahaan dengan demikian tidak perlu dilikuidasi, tetapi masih bisa berjalan terus. Kreditor secara keseluruhan juga diuntungkan (dibandingkan jika bangkrut), karena nilai Rp 14milyar lebih besar dibandingkan dengan Rp 10milyar (jika dibangkrutkan dan dilikuidasi. 2. Reorganisasi Langkah-langkah
Reorganisasi.
Secara
umum
langkah-langkah
restrukturisasi adalah sebagai berikut ini. Pertama, kurator akan menetukan nilai perusahaan jika perusahaan going concern. Setelah langkah pertama dilakukan, kemudian sturktur modal yang baru mulai ditentukan. Setelah kedua langkah tersebut selesai, perusahaan bisa muncul dengan wajah baru dan kembali menjalankan operasinya. 1. Menentukan nilai perusahaan. Penilaian yang sering digunakan dan yang termasuk cukup sederhana, adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi. Misalkan kurator atau pihak penilai memperkirakan perusahaan setelah direorganisasi mampu menghasilkan pendapatan bersih pertahunnya adalah Rp 10 milyar. Tingkat kapitalisasi untuk perusahaan yang serupa adalah 20 %. Nilai perusahaan tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini : Nilai perusahaan = Rp 10 milyar/0,2 = Rp 50 milyar Pihak lain bisa sampai pada angka yang berbeda. Perbedaan sangat mungkin terjadi karena sangat sulit menghitung pendapatan bersih di masa mendatang. 2. Menentukan struktur modal yang baru.
Struktur modal tersebut bertujuan mengurangi beban tetap (bunga) agar perusahaan bisa beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk mengurangi beban tetap tersebut, total hutang biasanya akan dikurangi. 3. Likuidasi
Jika perusahaan lebih bernilai jika dilikuidasi dibandingkan dengan jika diteruskan, maka alternatif likuidasi bisa dilakukan. Kas yang diperoleh dari likuidasi aset perusahaan akan didistribusikan dengan urutan-ururtan tertentu, misal dengan urutan berikut ini (dari yang paling berhak memperoleh pertama, sampai paling terakhir memperoleh hak) 1. Biaya administrasi yang berkaitan dengan urursan likuidasi, termasuk biaya untuk pengacara, dan kurator (trustee) 2. Klaim dari kreditor (utang) yang muncul dari kegiatan bisnis mulai dari saaat kasus dibawa ke pengadilan sampai ke saat trustee (kurator) diangkat 3. Gaji pegawai yang diperoleh dalam waktu 90 hari sesudah (within) petisi kebangkrutan. Jumlah ini dibatasi sampai $2.000 per pegawai. 4. Premi pensiunan pegawai untuk masa kerja dalam 120 hari petisi kebangkrutan diajukan. Klaim ini dibatasi $2.000 per pegawai dikalikan jumlah pegawai. 5. Uang muka dari pelanggan yang membeli barang tetapi belum memperoleh barangnya. 6. Pajak pendapatan sampe tiga tahun sebelum kebangkrutan, pajak properti sampai setahun sebelum kebangkrutan, dan semua pajak pendapatan yang masih ditahan oleh perusahaan. 7. Kreditor umum 8. Saham preferen 9. Saham biasa Tujuan poko dari likuidasi formal adalah likuidasi aset yang teratur dan adil kepada pihak-pihak yang terlibat. Kelemahan likuidasi semacam itu adalah proses yang lambat dan lebih mahal dibandingkan dengan likuidasi informal. Likuidasi formal bisa dihindari jika kreditor dan perusahaan bisa sampai pada kesepakatan untuk melakukan penyelesaian secara informal.
4. Contoh Likudasi dan Reorganisasi
Berikut ini contoh langkah-langkah yang dilakukan untuk reorganisasi. 1. Menghitung nilai perusahaan
Misalkan pihak pengadilan dan kurator mengestimasi penjualan di masa mendatang bisa mencapai Rp 75 juta pertahun. Profit margin yang bisa dicapai diperkirakan sekitar 10%. Dengan kata lain keuntungan yang diperkirakan diperoleh perusahaan tersebut adalah Rp 7,5 juta pertahun. 2. Menghitung
tingkat
kapitalisasi
atau
tingkat
multiple
dan
nilai
perusahaan
Setelah pendapatan bersih diperkirakan, lamgkah berikutnya adalah menghitung tingkat kapitalisasi yang akan dijadikan basis menghitung nilai perusahaan. Misalkan saja tingkat kapitalisasi perusahaan yang sejenis adalah sekitar 12%. Dengan menggunakan angka tersebut nilai perusahaan bisa dihitung sebagai: Nilai = 7,5 juta / 0,12 = Rp 62,50 juta. Teknik multiple (seperti PER) juga bisa digunakan. Misalkan saja rasio PER (Price Earning Ratio)untuk perusahaan lain adalah sekitar 8 kali. Pihak penilai
menganggap rasio tersebut cukup wajar untuk perusahaan tersebut. Dengan menggunakan teknik tersebut nilai perusahaan adalah : Nilai perusahaan = Rp 7,5 juta x 8 = Rp 60 juta. Tentu saja teknik atau cara yang berbeda akan menghasilkan angka yang berbeda. Misalkan saja pihak kurator menentukan nilai perusahaan adalah Rp 60 juta. 3.
Menentukan Struktur Modal yang Baru Karena jumlah Rp 60 juta tersebut lebih rendah dibandingkan total klaim
(total pasiva), maka struktur modal yang baru perlu ditentukan. Struktur modal yang baru diharapkan lebih meringankan beban tetap perusahaan. Utang gaji dan pajak dibayar penuh, sehingga total sebesar Rp 10 juta tetap dibayarkan. Utang dengan jaminan juga ditanggung penuh sebesar Rp 10 juta. Karen itu sisanya adalah Rp 40 juta yang akan dialokasikan untuk kreditur lainnya. Kemudian untuk meringankan beban perusahaan, semua kreditur yang lain sepakat untuk mengkoversikan 50% total dari klaim ke dalam saham.
4. PREDIKSI KEBANGKRUTAN A. Prediksi Kebangkrutan dengan Rasio Keuangan 1. Analisis Univariate
Analisis univariate dilakukan dengan melihat variabel keuangan yang diperkirakan mempengaruhi kebangkrutan, dengan manganilisis terpisah (utuk setiap variabelnya). Sebagai contoh, tabel berikut ini menyajikan perbandingan dua variabel, yaitu rasio biaya tetap/ pendapatan operasional (BT/PO) dan Times Interest Earned . Perusahaan yang bangkrut diperkirakan merupakan
perusahaan yang tidak efesien, karena itu mempunyai rasio BT/PO lebih randah. Sedangkan untuk TIE, perusahaan yang bangkrut diperkirakan mempunyai bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan labanya, sehingga TIE yang lebih rendah. BT/PO
TIE
1. Ann Arbor
0.524
-1.37
2. Central Georgia
0.348
2.16
3. Cinciminati
0.274
2.91
4. Florida East
0.237
2.82
5. Illinois central
0.388
3.10
6. Norfolk
0.359
2.81
7. Southern Pasific
0.400
2.56
8. Southern Railway
0.314
3.93
Rata-rata yang tidak bangkrut
0.356
2.49
1. Boston dan maine
0.461
-0.68
2. Penn-cendtral
0.485
0.16
Rata-rata yang bangkrut
0.473
-0.26
Tidak bangkrut pada tahun 1970
Bangkrut pada tahun 1970
Perusahaan yang mempunyai rasio tersebut semakin buruk, harus mulai waspada dan melakukan perbaikan-perbaikan.
2. Analisis Multivariate
Analisis multivariate menggunkan dua variabel atau lebih secara bersamasama kedalam satu persamaan. Analisis ini bisa dipakai untuk menghilangkan kelemahan
analisis
univariate
yang
mempunyai
kemungkinan
konflik
antarvariabel. Untuk membuat model mulltivariat, kita perlu mendefenisikan variabel bebas dan variabel tidak bebas, seperti berikut ini (seperti model regresi). Y = a + a1 X1 + …… + an Xn
Model prediksi kebangkrutan multivariate cukup terkenal dan menjadi pioner adalah model kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman (1969). Model tersebut menggunakan teknik statistik analisis diskriminan, dan secara umum bisa dituliskan sebagai berikut: Z = a + a1 X1 + ….. +an Xn Dimana Z merupakan skor kebangkrutan, sedangkan X1 ….. Xn variabel
bebas. Model yang dikembangkan oleh Altman menghasilkan persamaan sebagai berikut Zi = 1,2 X1 + 1.4 X2 + 3.3 X3 + 0.6 X4 + 1.0 X5 Dimana: X1 =(aktiva lancar – utang lancara)/ Total Aktiva, X2 = Laba yang ditahan/ Total Aset, X3 = Laba sebelum bungan dan pajak/ Total Aset, X4 = Nilai pasar saham biasa dan saham preferen / Nilai buku total utang, X5 = Penjualan/ Total Aset Penelitian yang dilakukan ini menggunakan data di Amerika Serikat menunjukkan bahwa skor kritis untuk model tersebut adalah 1,8. Jika perusahaan mempunyai skor dibawah 1,8 maka perusahaan tersebut mempunyai probabilitas yang tinggi untuk bangkrut, dan sebaliknya.
Sedangkan untuk di Indonesia menggunakan nilai buku saham biasa dan saham preferen sebgai salah satau komponen variabel bebas, karean sedikit perusahaan Indonesia yang go Public. Kemudiam mengembangkan model diskriminan kebangkrutan, dan memperoleh model sebagai berikut. Zi = 0.717 X1 + 0.847 X2 + 3.107 X3 + 0.42 X4 + 0.998 X5 Dimana: X1 =(aktiva lancar – utang lancara)/ Total Aktiva X2 = Laba yang ditahan/ Total Aset X3 = Laba sebelum bungan dan pajak/ Total Aset X4 = Nilai pasar saham biasa dan saham preferen / Nilai buku total utang X5 = Penjualan/ Total Aset Nilai Z kritis kemudia sebagi 1,2. Hak tersebut berarti jika suatu perusahaan memounyai nilai Z diatas 1.2 maka perusahaan diperkirakan tidak mengalami kebangkrutan, dan sebaliknya.
RABGKUMAN
Makalah ini membeciraka kesulitan usaha yang berjuang pada restrukturisasi atau kebangkrutan. Kesulitan usaha, meskipun nampaknya jelas, tetapi sulit didefenisikan dengan tegas. Ada beberapa usaha yang sebenarnya sudah bangkrut tapi tidak bangkrut karena ditolong oleh lembaga lain. Penyebab kegalalan perusahaan bervariasi, mulai dari kekurangan pengalaman manajerial sampai kekurangan modal. Ada beberapa alternatif untuk menyelesaikan kesulitan usaha seperti restrukturisasi atu reorganisasi dan likudasi. Secara umum, jika nilai perusahaan diteruskan lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan jika dibubarkan, maka penyelesaian restrukturisasi akan dipilih dibandingkan dengan likuidasi. Penyelesaian restrukturisasi atau likuidasi bisa dilakukan secara informal maupun formal. Ada keuntungan dan kekurangna untuk masing-masing pilihan. Pembicaraan diteruskan untuk dengan memberikan contoh reorganisasi dan likuidasi dengan menggunakan prinsip absolute dan relative priority Bagian akhir membicarakan prediksi kebangkrutan dengan menggunakan alanisis unvariate dan multivariate. Model diskriminan bisa dipakai untuk memprediksi kebangkrtuan dengan anailsis multivariate.