BAB I PENDAHULUAN
Presbi Presbikus kusis is adalah adalah penuru penurunan nan pendeng pendengara aran n alamia alamiah h yang yang terjad terjadii sejala sejalan n dengan dengan proses proses penuaan penuaan dan umumny umumnyaa dimula dimulaii pada pada umur umur 65 tahun. tahun. Presbi Presbikus kusis is terjadi pada nada tinggi dan pada pemeriksaan audiometri nada murni terlihat berupa penurunan pendengaran jenis sensorineural yang bilateral pada kedua telinga dan simetris yang disebabkan oleh perubahan degeneratif telinga bagian dalam. 1 Angka insidensi insidensi dari gangguan pendengaran akibat prebikusis prebikusis pada lansia di Amerika Serikat dilaporkan sebesar 25-30% untuk kelompok umur 65-70 tahun, sedangkan angka insidensi untuk umur lebih dari 75 tahun sebesar 50%. Menurut hasil survei, jumlah pemakai alat bantu dengar sampai saat ini di Amerika mencapai 20 juta orang.4 Pada tahun 1998, penelitian telah dilakukan oleh Dadang Candra mengenai prevalensi dan pola penurunan pendengaran penderita presbikusis di Kodya dan Kabupaten Bandung. Penelitian ini memperoleh hasil prevalensi presbikusis untuk Kodya dan Kabupaten Bandung sebesar 62%. Jumlah prevalensi ini mungkin akan bertambah pada tahun-tahun mendatang dikarenakan peningkatan oleh jumlah lansia itu sendir sendiri. i. Jumlah Jumlah lansia lansia di Indones Indonesia ia menuru menurutt hasil hasil perhit perhitunga ungan n Badan Badan Pusat Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2008 adalah sebanyak 19.500.000 jiwa.
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Gangguan Pendengaran
Gangguan dengar adalah suatu kondisi fisik yang ditandai dengan berkurang atau bahkan hilangnya pendengaran seseorang. Gangguan pendengaran
menurut
letaknya dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe konduktif, tipe sensorineural, dan tipe campuran.1 2.1.1
Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan pada telinga bagian luar dan tengah akan menyebabkan ganguan pendengaran tipe konduktif, seperti: sumbatan tuba eustachius, gangguan pada vena jugularis menyebabkan telinga berbunyi sesuai denyut jantung. Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran udara yang disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah.1 2.1.2
Gangguan Pendengaran Tipe Sensorineural
Pada tipe sensorineural, kelainan terdapat pada nervus VII di kokhlea (telinga dalam). Salah satu contohnya adalah berkurangnya sel-sel rambut pada penderita presbikusis.1 2.1.3
Gangguan Pendengaran Tipe Campuran
2
Tipe campur (mixed deafness) merupakan gabungan antara tipe konduktif dan tipe sensorineural.1
2.2
Etiologi
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi, namun diduga kejadian presbikusis memiliki hubungan dengan berbagai faktor etiologi yang lain, seperti: A. Vaskular (hipertensi dan arteriosklerosis) Gangguan sirkulasi telah lama dihubungkan sebagai penyebab hilangnya pendengaran pada lansia. Penyakit vaskular yang banyak dihubungkan diantaranya adalah hipertensi, arteriosklerosis dan aterosklerosis. Arteriosklerosis adalah suatu penyakit vaskular yang ditandai dengan penebalan
dan
kehilangan
elastisitas
dinding
pembuluh
darah.
Arteriosklerosis cukup sering terjadi pada orang tua dan mungkin dapat menyebabkan gangguan perfusi dan oksigenasi kokhlea. Hipoperfusi dapat menuju kepada perubahan radikal bebas yang dapat merusak telinga dalam seiring dengan rusaknya DNA mitokondira telinga dalam. Kerusakan ini sejalan dengan perkembangan presbikusis.
3
Aterosklerosis memiliki etiologi yang berbeda dengan arteriosklerosis, aterosklerosis merupakan suatu penyakit penyempitan lumen pembuluh darah karena pembesaran plak. Plak aterosklerosis merupakan kumpulan lemak, sel busa, debris sel, dan kristal kolesterol. Baik arteriosklerosis maupun
aterosklerosis dapat
menyebabkan
hipertensi yang
akan
memperparah gangguan perfusi dan oksigenasi kokhlea.4
B. Diet dan metabolisme (diabetes melitus dan hiperlipidemia) a. Diabetes melitus dan hiperlipidemia dapat mempercepat proses dari aterosklerosis.4 b. Diabetes melitus menyebabkan proliferasi difus dan hipertrofi vaskular pada endotelia intima yang mungkin mengganggu perfusi kokhlea. 3 C. Genetik Penegakan diagnosis sensorineural karena genetik sangat sulit, tetapi genetik tetap harus dipertimbangkan sebagai salah satu faktor predisposisi dari presbikusis. Penegakan diagnostik dapat diambil dari history taking mengenai riwayat keluarga yang lain.5 D. Suara gaduh (bising)
4
Bising (frekuensi, intensitas, dan durasi paparan) memiliki hubungan langsung dengan kerusakan organ dalam telinga, namun bising dapat menyebabkan kerusakan organ dalam pada semua usia dan tidak terfokus hanya pada lansia saja. Bising termasuk ke dalam salah satu penyebab yang dapat memperparah keadaan presbikusis, kerusakan akibat bising termasuk ke dalam kerusakan mekanik.1,3 E. Efek obat ototoksik F. Riwayat merokok G. Stress 2.2.1
Patofisiologi dan klasifikasi
Berdasarkan perubahan histopatologi yang terjadi, Gacek dan Schuknecht membagi presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu: 1,2 A. Presbikusis tipe sensorik Lesi pada tipe sensorik terbatas pada kokhlea, terdapat atrofi organ korti dan jumlah sel-sel rambut berkurang. Pada gambaran histologi, terdapat atrofi yang terbatas hanya beberapa milimeter pada membrana basalis dan terdapat akumulasi pigmen lipofuscin yang merupakan pigmen penuaan. Proses ini berjalan perlahan tapi progresif dari waktu ke waktu.
5
Pemeriksaan audiometri memperlihatkan gambaran penurunan curam di batas frekuensi tinggi yang dimulai setelah usia menengah. B. Presbikusis tipe neural Presbikusis tipe neural ditandai dengan berkurangnya sel-sel neuron dan jaras auditorik pada kokhlea. Menurut Schuknecht, 2100 neuron hilang setiap dekade (dari total 35.000). Hal ini dimulai sejal awal kehidupan dan mungkin peran genetik yang berpengaruh. Pengaruh tidak terlihat sampai usia tua karena rata-rata nada murni tidak terpengaruh sampai 90% dari neuron hilang. Atrofi terjadi sepanjang koklea, dengan hanya sedikit wilayah basilar yang terpengaruhi dari seluruh membrana basilaris di koklea. Oleh karena itu, tidak terdapat penurunan terjal di batas frekuensi tinggi seperti presbikusis tipe sensorik dan hanya terdapat penurunan sedang di frekuensi tinggi. Pada presbikusis neural, terjadi pula kehilangan neuron secara umum yang berupa perubahan SSP yang difus dan berhubungan dengan defisit lain seperti kelemahan, penurunan perhatian dan penurunan konsentrasi. C. Presbikusis tipe metabolik ( strial presbycusis) Presbikusis tipe metabolik merupakan tipe presbikusis yang paling sering dijumpai. Kerusakan yang terjadi pada tipe ini berupa atrofi stria vaskularis, potensial mikrofonik menurun, fungsi sel dan keseimbangan
6
biokimia/bioelektrik kokhlea berkurang. Secara histologis pada kokhlea, terlihat stria vaskularis yang tipis tersebar sepanjang kelokan kokhlea yang dengan mikroskop stria tampak berupa lapisan seluler selapis. Juga tampak adanya degenerasi kistik dari elemen stria dan atrofi ligamen spiralis. Seperti diketahui stria vaskularis adalah tempat produksi endolimfa dan berfungsi dalam sistem enzim yang diperlukan untuk mempertahankan potasium, sodium dan metabolisme oksidatif. Daerah ini juga sebagai tempat pembangkitan dari endokokhlear potensial sebesar 80 miliVolt antara duktus kokhlea dan ruang perilimfe yang diperlukan untuk transduksi signal di dalam kokhlea. Atrofi stria vaskularis mengakibatkan hilangnya pendengaran diwakili oleh kurva mendengar datar karena seluruh koklea terpengaruh. Proses ini cenderung terjadi pada orang berusia 30-60 tahun dan berjalan secara perlahan.
D. Presbikusis tipe mekanik (cochlear presbycusis) Pada presbikusis tipe mekanik terjadi perubahan gerakan mekanik duktus kokhlearis, atrofi ligamentum kokhlearis, dan membran basilaris menjadi lebih kaku. Secara histologis tampak hialinisasi dan kalsifikasi membrana basalis,
degenerasi
kistik
elemen
7
stria,
atrofi
ligamen
spiralis,
pengurangan selularitas ligamen secara progesif serta kadang-kadang ligamen ruptur. 2.2.2
Manifestasi klinis
Presbikusis mengurangi kemampuan untuk mendengar nada pada frekuensi tinggi. Penurunan pendengaran yang terjadi secara gradual, bilateral, dan simetris. Keluhan yang paling sering adalah kesulitan mendengar suara atau percakapan dengan latar belakang suara yang berisik atau di keramaian. Penderita presbikusis terkadang sulit untuk mendengar percakapan dengan kata depan konsonan, seperti: s, sh, f, p, t. Gejala presbikusis juga dapat disertai dengan tinitus.2 2.2.3
Diagnosis
Diagnosis ditentukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan audiometri. Pada anamnesis akan didapatkan mengenai data umum (usia tua, umur, jenis kelamin, dll), manifestasi klinis, dan faktor resiko penyebab presbikusis. Pada pemeriksaan klinis berupa otoskopi akan didapatkan gambaran membran timpani yang suram. Pemeriksaan otoskopi juga beguna untuk menyingkirkan diagnosa banding bagi gangguan dengar tipe sensorineural, seperti: perforasi membran timpani, timpanosklerosis, kolesteatoma (keganasan). Pada kasus presbikusis, pemeriksaan audiometri merupakan pemeriksaan standar untuk penegakan diagnosis presbikusis.1 2.2.4
Pemeriksaan audiometri
8
Pemeriksaan
audiometri
merupakan
pemeriksaan
pokok
pada
kasus
presbikusis. Gambaran audiometri pada presbikusis dibagi menjadi 2, yaitu gambaran audiometri nada murni dan gambaran audiometri tutur atau bicara.
9
Tabel 2.1 Audiogram pada presbikusis4 No. 1
2
3
Tipe Sensori
Neural
Audiometri nada murni Penurunan ambang dengar yang
Audiometri tutur Bergantung pada
curam
frekuensi yang terkena
pada
tinggi
( sharply slooping ) Penurunan pendengaran sedang
Gangguan diskriminasi
pada semua frekuensi ( gently
tutur berat
slooping ) Metabolik (strial) Penurunan pendengaran dengan gambaran
4
frekuensi
Mekanik
flat
dan
berjalan
Gangguan diskriminasi tutur ringan
progresif pelan Penurunan pendengaran dengan
Bergantung pada
kurva menurun pada frekuensi
kecuraman penurunan
tinggi
secara
lurus
berjalan
progresif pelan
2.2.5
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada penderita presbikusis berupa rehabilitasi medik dengan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid ) dan dibantu dengan konseling.
10
Alat bantu dengar ini berfungsi sebagai alat yang membantu penggunaan sisa pendengaran
untuk
kepentingan
komunikasi
dengan
lingkungan.
Seseorang
dinyatakan perlu untuk menggunakan alat bantu dengar apabila kehilangan pendengaran lebih dari 40 dB. Alat bantu dengar memiliki beberapa jenis, diantaranya: a. Tipe behind the ear (BTE) adalah jenis alat bantu dengar yang ditempatkan di belakang telinga. b. Tipe in the ear (ITE) adalah alat bantu dengar yang ditempel menutupi konkha. c. Tipe in the canal (ITC) adalah alat bantu dengar paling kecil dan mahal yang ditempatkan di meatus acusticus eksternus (lubang telinga). d. Tipe contralateral routing of signal (CROS) adalah alat bantu dengar yang dibuat dan diletakkan pada tangkai kaca mata. Berkat kemajuan teknologi, baru-baru ini diperkenalkan teknik pemasangan implant
cochlea.
menempatkannya
Teknik
ini
di telinga
menggunakan tindakan operatif dalam. Implant
cochlea secara elektrik akan
menstimulasi membran tissue dari neural dan saraf kranial VIII.
11
dengan cara
BAB III PENUTUP
Presbikusis adalah penurunan pendengaran alamiah yang terjadi sejalan dengan proses penuaan dan umumnya dimulai pada umur 65 tahun. Berdasarkan perubahan histopatologi yang terjadi, Gacek dan Schuknecht membagi presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu presbikusis tipe sensorik, presbikusis tipe neural, presbikusis tipe metabolic, dan presbikusis tipe mekanik. Presbikusis dapat ditangani dengan alat bantu dengar.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, E.A., Nurbaiti, dkk. 2007. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. 6th ed. Jakarta: Balai penerbit FK UI. 43-45 2. Peter,
S.L.
2008.
Inner
Ear,
Presbycusis.
http://emedicine.medscape.com/article/855989-overview. (10Agustus 2010) 3. National Instituite on Deafness and Other Communication Disorders National Institutes
of
Health.
2007.
Prevalence
of
presbycusis.
http
://www.nidcd.nih.gov/health/hearing/presbycusis.asp 4. Adams, Boies, Higler. 2007. Buku ajar penyakit THT BOIES. Jakarta: EGC. 132133 5. Bailey, B.J., Johnson, J.T. 2006. Head & neck surgery – Otolaryngology. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins. 2257-2264 6. Hartanto, Huriawan. 2000. Kamus kedokteran DORLAND. Jakarta: EGC. 7. Sibernagl, S. 2007. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC. 286-291
13