KOLELITHIASIS
PENDAHULUAN Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesahatan yang penting di negara Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.1 Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.1 Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara Barat. Insidens kolelitiasis telah dilaporkan sebanyak 5% pada populasi umum, sementara peningkatan signifikan pada populasi obesitas mencapai 45%.1,2
ANATOMI Traktus biliaris ekstrahepatik terdiri dari bifurkasio duktus hepatikus kanan dan kiri, duktus hepatikus komunis, duktus biliaris komunis, dan duktus sistikus dan kandung empedu. Kandung Empedu Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk pir (volume 50 ml) yang terletak tepat di bawah lobus kanan hati dan terdiri dari fundus, corpus, infundibulum, dan leher,
1
yang mengecil ke duktus kistik. Dindingnya terdiri dari otot polos terbungkus dalam jaringan fibrosa. Mukosa terdiri dari sel epitel kolumnar dan mikrovili untuk penyerapan. Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus biliaris komunis (CBD) dan berisi katup spiral Heuser. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar pada tempat menyatu) sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi. 3,4,5
Gambar 1. Anatomi kandung empedu dan duktus biliaris 7,10
2
Kompleks sfingter choledochal atau sfingter Oddi (Gambar 2) terdiri dari beberapa bagian:4 1. sfingter choledochal, terdiri dari daerah kompak otot sirkular di sekitar bagian intramural dari duktus. 2. Sfingter duktus pankreatik, muncul pada sekitar sepertiga individu. 3. sfingter ampula, kumpulan otot longitudinal dan melingkar di sekitar ampula Vater. 4. Dinding duodenum sekitar intramural duktus biliaris komunis.
Gambar 2. Anatomi sfingter koledokal. Struktur kompleks dari sfingter koledokal dibentuk oleh singter koledokal, sfingter duktus pakreatikus, sfingter ampulla, dan dinding duodenal mengelilingi duktus biliaris komunis intramural. 4
3
Suplai darah Kandung empedu disuplai oleh arteri sistika, sebuah cabang dari arteri hepatika kanan pada 95% individu dan terletak di triangle Calot. Kadang, arteri sistika dapat berasal dari arteri gastroduodenal. Mungkin juga ada dua arteri sistika, dengan satu berasal dari hepar kanan dan yang lain dari hepar kiri atau arteri gastroduodenal. Duktus biliaris disuplai oleh cabang dari arteri pankreatikoduodenal posterior superior, retroduodenal, dan hepatika kanan dan kiri. Suplai darah yang besar datang dari bawah (60% dari arteri retroduodenal) dan 38% dari atas (dari arteri hepatica kanan). 4, 6
Gambar 3. Triangle of Calot dibatasi oleh duktus sitikus, duktus hepatikus komunis dan batas inferior hepar 7
Beberapa vena sistika, lebih dari satu, masuk ke parenkim hepatik. Suatu pleksus venosus epikolodokal membantu operator untuk mengidentifikasi duktus biliaris komunis. Ingat bahwa pelepasan duktus biliaris komunis tidak diperbolehkan.6
4
Gambar 4. Drainase vena dari traktus biliaris. Drainase terbanyak berasal dari dasar kandung empedu ke lobus kuadratus hepar. Vena-vena drainase sistem duktus ke atas menuju hepar dan ke bawah menuju vena portal. 6
Persarafan Kandung empedu menerima persarafan ekstrinsik dari saraf simpatik dan saraf vagus. Persarafan simpatis adalah dari aksis celiac dan didistribusikan pada adventitia dari arteri. Persarafan vagal sebagian besar dari cabang hepatic dari vagus kanan, tetapi beberapa persarafan vagal adalah juga didistribusikan di omentum gastrohepatic dari aksis celiac. Serat vagal merupakan kolinergik dan peptidergic. Persarafan intrinsik (analog dengan sistem saraf enterik) adalah jaringan saraf di dinding kandung empedu yang memanfaatkan berbagai neurotransmiter. 4
FISIOLOGI Biliary tree di desain untuk transport dan penyimpanan produksi empedu di dalam hepar oleh hepatosit dan dialirkan ke lumen duodenal untuk proses digesti bahan makanan. 5 Saluran empedu Saluran-saluran empedu, kandung empedu, dan sfingter Oddi memodifikasi, menyimpan, dan mengatur aliran empedu. Hati memproduksi 500 sampai 1000 mL empedu per hari dan mengeluarkannya ke dalam kanalikuli empedu. Selama perjalanan melalui saluran empedu dan saluran hati, empedu kanalikular dimodifikasi oleh penyerapan dan sekresi elektrolit dan air.
5
Sekresi empedu responsif terhadap rangsangan neurogenik, humoral, dan kimia. Stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu, sedangkan stimulasi saraf splanknik menyebabkan penurunan aliran empedu. Hormon gastrointestinal, secretin, merangsang aliran empedu terutama dengan meningkatkan sekresi aktif cairan kaya klorida oleh saluran empedu dan duktus. Pelepasan secretin dirangsang oleh asam klorida, protein, dan asam lemak dalam duodenum. Sekresi empedu ductular juga dirangsang oleh cholecystokinin (CCK), gastrin, dan hormon lainnya. Epitel saluran empedu juga mampu menyerap air dan elektrolit, yang mungkin kepentingan utama dalam penyimpanan empedu selama puasa pada pasien yang sebelumnya telah menjalani kolesistektomi. 7,8 Empedu terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid, dan pigmen empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klorin memiliki konsentrasi yang sama dalam empedu seperti dalam plasma atau cairan ekstraseluler. Garam empedu primer, kolat dan chenodeoxycholate, disintesis di hati oleh kolesterol. Mereka terkonjugasi dengan taurin dan glisin, dan bertindak dalam empedu sebagai anion (asam empedu) yang diseimbangkan dengan natrium. Garam empedu diekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan membantu dalam pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus. Sekitar 95% dari asam empedu direabsorpsi dan kembali melalui sistem vena portal ke hati, juga dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik (Gambar 5). Sisanya 5% diekskresikan dalam tinja.7
Gambar 5. Sirkulasi enterohepatik 7 6
Kandung Empedu Kantong empedu memiliki fungsi absorpsi, sekretorik, dan motor. Absorpsi Empedu mengalir dari hati ke duktus ekstrahepatik. Dengan kontraksi sfingter choledochal, empedu diarahkan ke kandung empedu melalui duktus sistikus. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 4060 ml empedu, tetapi hepar menghasilkan sekitar 600 ml empedu tiap hari. Karena kemampuan absorpsi yang signifikan dari kandung empedu, tekanan bilier tetap rendah. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum; akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira 5 kali lebih pekat dibandingkan dengan empedu hati. 3,4,7 Sekresi Kandung empedu mensekresikan mukus sekitar 20 ml / jam. Dalam hidrops dari kandung empedu, sekresi berwarna ini terdiri empedu putih.4 Sel epitel kandung empedu mensekresikan sedikitnya dua produk penting ke dalam lumen kandung empedu: glikoprotein dan ion hidrogen. Sekresi mukus glikoprotein terjadi terutama dari kelenjar di leher kandung empedu dan duktus sistikus. Musin gel resultan diyakini merupakan bagian penting dari lapisan yang tidak dapat digerakkan (barrier tahanan difusi) yang memisahkan membran sel kandung empedu dari empedu luminal. Barier mucus ini mungkin sangat penting dalam melindungi epitel kandung empedu dari efek deterjen yang kuat dari garam empedu berkonsentrasi tinggi yang ditemukan di kandung empedu. Namun, bukti yang cukup juga menunjukkan bahwa musin glikoprotein berperan sebagai agen pronucleating untuk kristalisasi kolesterol. Transpor ion hidrogen oleh epitel kandung
7
empedu menyebabkan penurunan pH empedu di dalam kandung empedu melalui mekanisme pertukaran natrium. Pengasaman empedu menyebabkan kelarutan kalsium, sehingga mencegah presipitasi sebagai garam kalsium. Proses pengasaman normal kandung empedu menurunkan pH empedu yang memasuki hati dari 7,5-7,8 menjadi 7,1-7,3.7 Fungsi Motorik Secara berkala kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Hormon kolesistokinin (CCK) dilepaskan dari sel duodenal akibat hasil pencernaan dari protein dan lipid, dan hal ini merangsang terjadinya kontraksi kandung empedu. Aksi kontraktil CCK pada otot kandung empedu tampaknya dimediasi melalui aktivasi neuron kolinergik intrinsik. Mediator lainnya dari kontraksi kandung empedu adalah refleks kolinergik (antrocholecystic, enterocholecystic) dan peptida motilin intestinal. 3,4
DEFINISI Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis), atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu. 9
EPIDEMIOLOGI Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.9
8
Dikenal 3 jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin, yang terdiri atas kalsium bilirubinat, dan batu campuran. Di negara Barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu pigmen meningkat akhir-akhir ini. Sebaliknya di Asia Timur, lebih banyak batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat. Penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien. 1,9 Sementara ini didapat kesan bahwa meskipun batu kolesterol di Indonesia lebih umum, angka kejadian batu pigmen lebih tinggi dibandingkan dengan angka yang terdapat di negara Barat, dan sesuai dengan angka di negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina. Di wilayah ini insidens batu primer saluran empedu adalah 40-50% dari penyakit batu empedu, sedangkan di dunia Barat sekitar 5 persen.9 Perbedaan lain dengan di negara Barat ialah batu empedu banyak ditemukan mulai pada usia muda di bawah 30 tahun, meskipun usia rata-rata tersering ialah 40-50 tahun. Pada usia di atas 60 tahun, insidens batu saluran empedu meningkat. Jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada jumlah penderita lelaki. Meskipun batu empedu terbanyak ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi sepertiga dari batu saluran empedu merupakan batu duktus koledokus. Oleh karena itu, kolangitis di negara Barat ditemukan pada berbagai usia, dan merupakan sepertiga dari jumlah kolesistitis. Batu intrahepatik dan batu primer saluran empedu juga cukup sering ditemukan.9 PATOGENESIS DAN TIPE BATU Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori mayor, yaitu: 1) batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2) batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Ca-
9
bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3) batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi. 1 Ada tiga jenis umum dari batu (Gambar 5).12 1. Kolesterol (20%): ini terjadi baik sebagai soliter, batu oval (solitaire kolesterol) atau sebagai dua batu, satu indentasi yang lain, atau sebagai beberapa batu mulberry terkait dengan kandung empedu strawberry. Potongan bagian menunjukkan kristal memancar dari pusat batu; permukaan berwarna kuning dan berminyak saat disentuh. 2. Pigmen empedu (5%): kecil, hitam, ireguler, multipel, pasir dan rapuh. 3. Campuran (75%): multipel, faset satu terhadap lainnya, dan sering dapat dikelompokkan menjadi dua atau lebih rangkaian, masing-masing dengan ukuran yang sama, menunjukkan 'Generasi' batu. Potongan permukaan dilapisi dengan zona gelap dan terang bergantian dari pigmen dan kolesterol.
Gambar 5. Variasi batu empedu12
10
Batu Kolesterol Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% Kristal kolesterol, dan sisanya adalah kalsiumkarbonat,
kalsiumpalmitat,
dan
kalsiumbilirubinat.
Bentuknya
lebih
bervariasi
dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa batu soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.9 Proses pembentukan batu kolesterol melalui 4 tahap, yaitu penjenuhan empedu oleh kolesterol, pembentukan nidus, kristalisasi, dan pertumbuhan batu.9 Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui kapasitas daya larut. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, dan pemakaian obat yang mengandung estrogen atau klofibrat. Sekresi asam empedu akan menurun pada penderita dengan gangguan absorbsi di ileum atau gangguan daya pengosongan primer kandung empedu.9 Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria, atau benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus, akan terjadi pembentukan batu. Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol di atas matriks inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan dan pengendapan. Struktur matriks agaknya berupa endapan mineral yang mengandung garam kalsium.9
11
Statis kandung empedu juga berperan dalam pembentuka batu, selain faktor yang telah disebut di atas. Puasa yang lama akan menimbulkan empedu yang litogenik akibat stasis tadi.9 Tabel 1. Faktor Resiko Klinis yang Berhubungan dengan Batu Kolesterol 5 Faktor Risiko
Patogenesis
Usia
Pembentukan batu empedu adalah proses yang tergantung waktu; 40 tahun adalah usia tipikal pada diagnosis klinis; mungkin usia berhubungan dengan penurunan konversi dari kolesterol menjadi garam-garam empedu
Jenis kelamin
Rasio wanita:pria adalah 53:1, estrogen meningkatkan uptake kolesterol plasma oleh hepar dengan peningkatan subsequent saturasi kolesterol empedu
Ras dan etnis
Risiko tinggi: Pima Indians, Native Americans, Hispanics, ras kulit putih Risiko rendah: Black Africans dan African Americans
Genetik
Peningkatan risiko relatif jika orang tua,
Obesitas
Peningkatan aktifitas hydroxyl-met hyl-glutaryl-CoA (HMG) reductase menyebabkan peningkatan sintesis kolesterol dan saturasi kolesterol empedu
Crohn’s disease
Penurunan resorpsi garam-garam empedu di ileum
Nutrisi parenteral total
Stasis dan distensi kandung empedu;berisiko eksaserbasi pada pasienpasien dengan Crohns’s disease
Penurunan berat badan yang cepat
Operasi bypass intestinal dan diet rendah kalori, tinggi protein berkaitan dengan insidens batu empedu karena penurunan sekresi garam-garam empedu dan stasis kandung empedu
Batu Bilirubin Penampilan batu bilirubin yang sebenarnya berisi kalsium bilirubinat dan disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Batu ini sering ditemukan tidak teratur, kecilkecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara cokelat, kemerahan, sampai hitam, dan
12
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering bersatu membentuk batu yang lebih besar. Batu pigmen yang sangat besar dapat ditemukan di dalam saluran empedu. Batu pigmen adalah batu empedu yang kadar kolesterolnya kurang dari 25%. Batu pigmen hitam terbentuk di dalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan keseimbangan metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa didahului infeksi.9 Seperti pembentukan batu kolesterol, terjadinya batu bilirubin berhubungan dengan bertambahnya usia. Infeksi, stasis, dekonyugasi bilirubin dan ekskresi kalsium merupakan faktor kausal. Pada bakteribilia terdapat bakteria gram negatif, terutama E.coli. Pada batu kolesterol pun, E. coli yang tersering ditemukan dalam biakan empedunya. 9 Beberapa faktor yang juga diduga berperan adalah faktor geografi, hemolysis dan sirosis hepatik. Sebaliknya jenis kelamin, obesitas dan gangguan penyerapan di dalam ileum tidak mempertinggi risiko batu bilirubin. Pada kolangitis oriental atau kolangitis piogenik rekurens ditemukan batu pigmen intrahepatic primer yang menimbulkan kolangitis rekurens. Keadaan lain yang berhubungan dengan batu pigmen dan kolangitis bakteria gram negatif di Asia Timur ialah infetasi parasit Clonorchis sinesis, Fasciola hepatica, dan Ascaris lumbricoides.9 Untuk kurun waktu puluhan tahun, jenis batu empedu yang predominan di wilayah Asia TImur adalah batu bilirubin, yang dapat primer terbentuk di mana saja di dalam sistem saluran empedu, termasuk intrahepatik (hepatolitiasis). 9 Sebagai pegangan umum, pada penderita batu bilirubin, tidak ditemukan empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol baik di dalam kandung empedu maupun di hati. Pada penderita bilirubin, konsentrasi bilirubin yang tidak terkonjugasi meningkat, baik di dalam kandung empedu maupun di dalam hati. 9 13
PATOGENESIS Ada 3 faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol: 1) hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3) gangguan motilitas kandung empedu dan usus. Adanya pigmen di dalam inti batu kolesterol berhubungan dengan lumpur kandung empedu pada stadium awal pembentukan batu.Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim ß-glucoronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim ßglucoronidase bakteri berasal dari kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.1 Hepatolitiasis adalah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari awal percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan tersebut mungkin terdapat di luar parenkim hati. Batu tersebut umumnya berupa batu pigmen yang berwarna coklat, lunak, bentuknya seperti lumpur dan rapuh.9 Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau kolangitis oriental yang sering sulit penanganannya.9 Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplit sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan 14
sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus.9 Kolelitiasis asimtomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan ultrasonografi, pembuatan foto polos perut, atau perabaan sewaktu operasi. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak ditemukan kelainan.9
Gambar 6. Kolelitiasis: batu di kandung empedu dapat mengakibatkan berbagai sindrom A. kolesistokinin yang disekresi duodenum karena rangsang makanan menghasilkan kontraksi kandung empedu sehingga batu menutup duktus sistikus. Batu mungkin terlepas lagi, B. Jika batu menutup di duktus sistikus secara menetap mungkin terjadi mukokel, C. Bila infeksi terjadi mukokel berubah menjadi empiema. Biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutup alat perut (kolon, omentum), D. Kolesistitis akut, E. Kolesistitis akut sembuh, F. Nekrosis (sebagian dinding) dapat ditutup alat sekitarnya (massa kolesistitis), G. Perforasi menyebabkan peritonitis generalisata, H. Batu maju di duktus sistikus sewaktu kolik (A), I. Batu asimtomatik di duktus koledokus, mungkin menyebabkan kolik, J. Ikterus obstruktif, K. Kolangitis, L. Kolangilitis, M. Pankreatitis, N. Fistel kolesistoduodenal 9
GAMBARAN KLINIS Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjad tiga kelompok: pasien dengan batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis, dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien dengan batu 15
empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien dengan batu empedu selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier, dan 20% mendapat komplikasi. 1 Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan precordial. 1,5 Batu empedu dan radang kandung empedu yang paling sering menyebabkan nyeri perut akibat penyakit saluran empedu. Obstruksi akut kandung empedu oleh batu menyebabkan kolik bilier, suatu istilah yang tidak sesuai bahwa rasa sakit tidak kolik melainkan sakit perut konstan biasanya terlokalisasi epigastrium atau kuadran kanan atas. Meskipun rasa sakit sering dipicu oleh makan makanan berlemak, juga bisa dipicu dengan makan jenis makanan lain atau bahkan mulai secara spontan. Tidak seperti kolik usus, yang muncul secara episodik dan berlangsung beberapa menit, kolik bilier nyerinya lebih konstan yang secara bertahap intensitas meningkat dan dapat menyebar ke belakang, region interskapula, atau bahu kanan. Banyak pasien menggambarkan rasa sakit sebagai band- or belt like constriction pada perut bagian atas yang mungkin terkait dengan mual atau muntah. Tipe nyeri perut ini disebabkan karena kontraksi normal kandung empedu melawan obstruksi lumen, misalnya batu empedu berdampak pada leher organ, duktus sistikus, atau duktus biliaris komunis.5 Anamnesis Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul dispepsia yang kadang disertai intolerans terhadap makanan berlemak.9
16
Pada yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran atas kanan atau precordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.9 Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat.9 Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul. Ikterus yang hilang timbulnya berbeda dengan ikterus karena hepatitis.9 Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada badan. Pada kolangitis dengan sepsis yang berat, dapat terjadi kegawatan disertai syok dan gangguan kesadaran.9 Pemeriksaan Fisik Batu kandung empedu Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hydrops kandung empedu, empyema kandung empedu, atau pankreatitis.9
17
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.9 Batu saluran empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik. Patut diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikterus klinis.9 Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bacterial nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam menggigil, nyeri di daerah hati, dan ikterus . Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatic, akan timbul lima gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai kemungkinan hepatolitiasis.9 Pemeriksaan Laboratorium Kolik bilier simple, tanpa adanya patologi dinding kandung empedu atau obstruksi duktus biliaris komunis biasanya tidak menghasilkan nilai abnormal pada tes laboratorium. Kondisi ini biasanya merupakan kelainan fungsional dari kandung empedu yang disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus dan tidak berhubungan dengan cedera organ. Di sisi lain, koledokolitiasis paling
18
sering berhubungan dengan disfungsi hepar dan cedera seluler akut dengan adanya peningkatan tes fungsi hepar.5 Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila ada sindrom Mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan biliribun serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dinding yang udem di daerah kantong Hartmann, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali ada serangan akut.9 Pemeriksaan Pencitraan Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang udara di dalam usus. Dengan USG, lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi.5,8,9
Gambar 7. USG kandung empedu. Tanda sonografi dari batu empedu termasuk batu yang terlihat yang menghasilkan bayangan akustik (tanda panah putih) dan bergerak dengan pasien5 19
Endoscopic Ultrasonography (EUS) adalah suatu metode pemeriksaan dengan memakai instrument gastroskop dengan echoprobe di ujung skop yang dapat terus berputar. Dibandingkan dengan ultrasound transabdominal, EUS akan memberikan gambaran pencitraan yang jauh lebih jelas sebab echoprobe-nya ditaruh di dekat organ yang diperiksa. Pada satu studi, sensitivitas EUS dalam mendeteksi batu saluran empedu adalah sebesar 97% dibandingkan dengan ultrasound yang hanya sebesar 25% dan CT 75%.1 Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) adalah teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. Studi terkini MRCP menunjukkan nilai sensitivitas antara 91% sampai dengan 100%, nilai spesifisitas antara 92% sampai dengan 100% dan nilai prediktif positif antara 93% sampai dengan 100% pada keadaan dengan dugaan batu saluran empedu.9
Gambar 8. Normal (A) magnetic resonance cholangiopancreatogram dan batu empedu mengobstruksi duktus biliaris komunis (B)5
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang 20
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadaran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.9 Oral Cholecystography. Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per oral cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum di atas 2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.8,9 CT scan tidak lebih unggul daripada USG untuk mendiagnosis batu kandung empedu. Kerugian ini dikarenakan batu empedu dan empedu muncul mendekati isodens pada CT, sehingga sulit untuk membedakan batu empedu dengan empedu kecuali kalau batu lebih kalsifikasi. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90%.5,9 Foto rontgen dengan kolongipankreatikografi endoskopi retrograd di papilla Vater (ERCP) atau melalui kolongiografi transhepatik perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya ialah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan USG dan kolesistografi oral, misalnya karena batu kecil.9
Gambar 9. ERCP menunjukkan batu multipel pada duktus biliaris komunis10
21
KOMPLIKASI BATU EMPEDU Kolesistitis Akut1 Kurang lebih 15% pasien dengan batu simtomatik mengalami kolesistitis akut. Gejalanya meliputi nyeri perut kanan atas dengan kombinasi mual, muntah dan panas. Pada pemeriksaan fisis ditemukan nyeri tekan pada perut kanan atas dan sering teraba kandung empedu yang membesar dan tanda-tanda peritonitis. Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan selain lekositosis kadang-kadang juga terdapat kenaikan ringan bilirubin dan faal hati kemungkinan akibat kompresi lokal pada saluran empedu. Patogenesis kolesistitis akut akibat tertutupnya duktus sistikus oleh batu terjepit. Kemudian terjadi hidrops dari kandung empedu. Penambahan volume kandung empedu dan edema kandung empedu menyebabkan iskemi dari dinding kandung empedu yang dapat berkembang ke proses nekrosis dan perforasi. Jadi pada permulaannya terjadi peradangan steril dan baru pada tahap kemudian terjadi superinfeksi bakteri. Kolesistitis akut juga dapat disebabkan lumpur batu empedu (kolesistitis akalkulus). Komplikasi lain seperti ikterus, kolangitis, dan pankratitis. PENATALAKSANAAN Obstruksi usus oleh batu empedu Batu empedu dapat lolos masuk ke dalam lumen saluran cerna. Apabila batu empedu tersebut cukup besar dapat menyumbat bagian tersempit jalan cerna, yaitu ileum terminal dan menimbulkan ileus obstruksi.9
22
Tata laksana. Kolelitiasis ditangani baik secara nonbedah maupun dengan pembedahan. Tata laksana nonbedah terdiri atas lisis batu dan pengeluaran secara endoskopik. Selain itu, dapat dilakukan pencegahan kolelitiasis pada orang yang cenderung memiliki empedu litogenik dengan mencegah infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan atau menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat menghambat sintesis kolesterol karena menghambat enzim HMG-CoA reduktase.9 Lisis batu. Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan ke dalam kandung empedu dengan metilbutil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif tetapi kerap disertai penyulit.9 Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung empedu yang simtomatik. Masalahnya, perlu ditetapkan apakah akan dilakukan kolesistektomi profilaksis secara elektif pada yang asimtomatik. Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparoskopik adalah kolelitiasis asimtomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan kolesistitis akut dapat menimbulkan komplikasi berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm karena batu yang besar lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma. Pada semua keadaan tersebut dianjurkan kolesistektomi.1,9
23
Ada 3 prosedur kolesistektomi: (1) Pelepasan kandung empedu dari atas ke bawah, (2) Pelepasan kandung empedu dari bawah ke atas, dan (3) kolesistektomi laparoskopi.6 Kolesistektomi dari Atas ke bawah6 Langkah 1. Diseksi daerah duktus sistikus dan duktus komunis. Identifikasi duktus sistikus dan double pass silk 2-0 di sekitarnya. Mengidentifikasi arteri sistika. Ligasi proksimal dan distal dengan silk 2-0 dan membaginya. Jika ada keraguan tentang identitas arteri sistika, jangan dipotong.
(a)
(b)
Gambar 10. (a) Peritoneum yang melapisi fundus diinsisi, (b) Peritoneum membungkus kandung empedu diinsisi sepanjang kedua sisi kandung empedu11
Gambar 11. Bagian arteri sistika ditunjukkan di sini11
24
Langkah 2. Menggunakan Bovie, hati-hati diseksi kandung empedu dari hati dari atas ke bawah sampai mencapai ligamen hepatoduodenal. Inspeksi fossa kandung empedu lihat kebocoran empedu atau perdarahan dan atasi dengan menggunakan elektrokauter (Gambar 12).
Gambar 12. Area duktus sistikus dan arteri sistika didiseksi6
Langkah 3. Jika arteri sistika belum dibagi, bagi. Harus terletak dekat dan sejajar dengan duktus sistikus (Gambar 13).
(a) (b) Gambar 13. (a) Pembagian arteri sistika, (b) arteri sistika diligasi dan dibagi 6,11
Langkah 4. Mengisolasi duktus sistikus. Putuskan apakah akan melakukan cholangiogram. Jika tidak, dengan hati-hati menjepit duktus sistikus proksimal dan distal antara dua klem. Membagi duktus sistikus antara klem dan ligase (Gambar 14).
25
Gambar 14. Pembagian duktus sistikus6
(a) (b) Gambar 15. (a,b) Duktus sistikus diligasi dan dibagi11
Langkah 5. Lepaskan spesimen dan irigasi fossa kandung empedu dan kuadran kanan atas. Langkah 6. Tentukan apakah akan drain daerah ini. Jika demikian, gunakan drain Jackson-Pratt, membawanya keluar melalui luka tusuk. Tutup dengan lapisan. Kolesistektomi dari bawah ke atas6 Langkah 1. Diseksi area duktus sistikus dan duktus komunis dan mengidentifikasi struktur ini serta arteri sistika (Gambar 16).
26
(a)
(b)
Gambar 16. (a) Diseksi area duktus sistikus dan duktus komunis. (b) dasar arteri sistika.6
Langkah 2. Ligasi ganda duktus sistikus dan arteri sistika dengan silk 2-0. Insisi seluruh serosa dari kandung empedu sekitar 1-1½ cm dari tepi hati. Dengan menggunakan Bovie dan penjepit sudut kanan, diseksi kandung empedu dari hepar. Tarik ke atas dengan meletakkan klem dekat duktus sistikus (di kandung empedu) sangat membantu . Langkah 3. Lepaskan kandung empedu dan elektrokuagulasi fossa kandung empedu untuk menghentikan perdarahan atau kebocoran empedu (Gambar 17).
(a) (b) Gambar 17. (a) Kandung empedu didiseksi keluar dari fossa kandung empedu, (b) Elektrokoagulasi fossa kandung empedu6,11
27
Kolesistektomi laparoskopik Kolesistektomi laparoskopik yang diperkenalkan pada akhir dekade 1980 telah menggantikan teknik operasi kolesistektomi terbuka pada sebagian besar kasus. Kolesistektomi terbuka masih dibutuhkan bila kolesistektomi laparaskopik gagal atau tidak memungkinkan. Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasive minimal di dalam rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitonum, sistem endokamera dan instrument khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya. 1
Langkah 1. Gunakan scalpel No. 10, buat insisi longitudinal 5 mm pada area umbilikus cukup panjang untuk memasukkan trocar 5 mm. Langkah 2. Masukkan jarum Veress ke dalam kavitas peritoneal pada sudut 45 derajat terhadap rongga pelvis. Ini mungkin dapat dimudahkan dengan tarikan ke atas dinding abdomen dengan menggunakan klem towel pada tiap sisi dari insisi. Aspirasi dengan spuit 10-20 cm3, dan jika tidak kembali dengan aspirasi, injeksi normal saline melalui spuit. Langkah 3. Jika normal saline dengan mudah diinjeksi, insuflasi CO2.
28
Ingat : selama insuflasi, tekanan intraperitoneal harus 0-5 mm, kecuali ketika jarum Veress tidak berada pada tempat yang benar. Dengan obesitas, tekanan awal dapat lebih tinggi. Langkah 4. Jika distensi abdomen memuaskan, lanjutkan dengan mengikuti “trocar steps”: a. Masukkan trocar 5 mm pada area umbilikus pada sudut 45 derajat ke arah sefal. b. Masukkan laparoskop dengan kamera terpasang. c. Lakukan inspeksi laparoskopik dan mulai eksplorasi berbagai kelainan. d. Lihat kandung empedu e. Di bawah penglihatan langsung, masukkan trocar 5 mm melalui insisi pada midline atas atau sebelah kanan midline atau pada insisi yang sama. Tepi kosta yang sempit atau luas dan panjang badan pasien harus dipertimbangkan karena penempatan yang rendah akan bertubrukan dengan laparoskop, sedangkan penempatan yang tinggi hepar akan terganggu dengan diseksi. f. Juga di bawah penglihatan langsung, tempatkan dua Trocar 5 mm yang tersisa di garis aksila anterior kanan dan linea midclavicularis kanan. g. Mengatur meja posisi Trendelenburg terbalik dengan memutar ke kiri. Langkah 5. Cabut kubah kandung empedu ke anterior dan ke atas dengan memegang fundus dengan port garis aksila anterior. Pegang kantong Hartmann dengan port tersebut di linea midclavicular dan tarik ke lateral (Gambar 18).
Gambar 18. Kandung empedu diangkat. Kantong Hartman ditarik ke lateral6
29
Langkah 6. Diseksi dan visualisasi duktus sistikus dan duktus biliaris komunis. Jika cholangiogram diperlukan, dapat dilakukan melalui duktus sistikus sebelum ligasi.
Gambar 19. Triangle of Calot diinsisi menunjukkan duktus sistikus dan arteri sistika11
Langkah 7. Dengan hati-hati ligasi arteri sistika dan duktus sistikus dengan kliping proksimal dan distal. Bagilah kedua entitas (Gambar 18 dan 20).
Gambar 20. Ligasi dan pembagian arteri sistika dan duktus sistikus6
Langkah 8. Diseksi kandung empedu dari hepar menggunakan "hook" elektrokauter (Gambar 21).
30
Gambar 21. Diseksi kandung empedu dari hepar6
Langkah 9. Perlahan dan hati-hati pisahkan kandung empedu dari dasarnya. Dapatkan hemostasis. Lakukan irigasi berulang (Gambar 22).
Gambar 22. Pemisahan kandung empedu dari dasarnya6
Gambar 23. Kandung empedu didiseksi keluar dari fossa kandung empedu menggunakan eletrokauter dengan hati-hati untuk menghindari bocornya empedu11
Langkah 10. Lepaskan kandung empedu melalui port umbilikus. Sayatan umbilikus dapat diperbesar untuk memungkinkan keluarnya cholecystic.
31
Gambar 24. Kandung empedu direseksi dan diletakkan di dalam kantong dan dikeluarkan11
Langkah 11. Setelah memastikan bahwa tidak ada perdarahan, lepaskan semua trocar di bawah penglihatan langsung. Langkah 12. Tutup sayatan umbilikus dengan menjahit fasia dan kulit. Tutup kulit di port lainnya.
Gambar 25. Kandung empedu gangrenous diangkat pada kolesistektomi laparoskopik, kandung empedu dibuka untuk menunjukkan batu multipel10
Tata laksana medis koledokolitiasis. Penderita yang menunjukkan gejala kolangitis akut harus dirawat dan dipuasakan. Apabila ada distensi perut, dipasang pipa lambung. Dilakukan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, penanganan syok, pemberian antibiotik sistemik, dan pemberian vitamin K sistemik kalau ada koagulopati. Biasanya keadaan umum dapat diperbaiki dalam waktu 24-48 jam.9
32
Eksplorasi Duktus Biliaris Komunis6 Langkah 1. Lakukan kocherisasi duodenum dengan insisi hati-hati lateral peritoneum dan palpasi duodenum, kaput pankreas, dan distal duktus biliaris komunis (Gambar 26).
(a)
(b)
Gambar 26. (a) Diseksi lateral peritoneum. (b) Palpasi6
Gambar 27. Duktus biliaris komunis diekspos di dalam porta hepatis11
Langkah 2. Diseksi jaringan yang melapisi duktus biliaris komunis tidak lebih dari 1-2 cm distal ke ujung sistikus. Skeletonisasi lebih dari 2 ½ sampai 3 cm dapat mengakibatkan iskemia pada duktus. Langkah 3. Tempat Vicryl 4-0 tetap jahitan medial dan lateral untuk membersihkan area duktus biliaris komunis. Aspirasi duktus biliaris komunis untuk memastikan anda berada di tempat yang 33
tepat. Insisi dinding anterior dari duktus biliaris komunis dengan panjang 1 cm atau kurang (Gambar 28).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 28. (a) Tetap menjahit, (b) tempat insisi, (c) Insisi, (d) Membuka untuk mengangkat batu6
Gambar 29. Jahitan tetap ditempatkan di kedua sisi dari choledochotomy yang direncanakan dan duktus biliaris komunis dibuka.11
Langkah 4. Angkat batu dengan instrumentasi (forsep batu Randall, scoop beberapa jenis dan ukuran, kateter irigasi, kateter bilier Fogarty) atau tekan ekstrinsik dengan “memerah” batu ke ke atas choledochotomy (Gambar 30).
34
(a)
(b)
Gambar 30. (a) “Memerah batu, (b) Batu diangkat dengan instrument. Sebelah kiri: forceps grasps Stone. Sebelah kanan: batu diekstraksi6
Langkah 5. Menunjukkan patensi ampullary menggunakan French catheter kecil. Jika ragu tentang patensi tetap, gunakan dilator Bakes No. 3 dengan sangat hati-hati untuk menghindari bagian palsu. Choledochoscopy dapat membantu. Lakukan irigasi berulang dari saluran-saluran empedu untuk menghilangkan batu-batu kecil atau lumpur. Jika batu impaksi di ampula, papilotomi untuk menyingkirkannya akan diperlukan (Gambar 31).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 31. (a) Memeriksa patensi, (b) Tempat insisi untuk duodenotomy, (c) Lakukan duodenotomy hanya jika dibutuhkan, (d) Papillotomy6
Langkah 6. Masukkan pipa T dan tutup duktus biliaris komunis dengan Vicryl 4-0 (Gambar 32).
35
(a) (b) Gambar 32. (a) Tempat insersi pipa T, (b) penutupan6
Langkah 7. Lakukan cholangiography pipa T dan bawa T-tabung langsung melalui dinding perut dengan luka tusukan. Jahit kulit dengan silk 2-0.
Gambar 33. Duktus biliaris komunis dieksplorasi, kemudian ditutup di atas pipa T11
Langkah 8. Tutup dinding perut. Ingat indikasi untuk eksplorasi duktus biliaris komunis:6
Adanya batu yang dapat diraba di duktus biliaris komunis.
Kegagalan ekstraksi batu dengan ERCP.
cholangiogram intraoperatif positif.
Jaundice dengan tidak adanya ERCP.
Cholangitis.
36
Tata laksana endoskopik. Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau kondisi penderita malah semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik untuk menyalir empedu dan nanah dan membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa nasobilier.9 Cara ini juga berhasil melalui sfingterotomi sfingter Oddi di papilla Vater, yang memungkinkan batu keluar secara spontan atau melalui kateter Fogarty atau kateter basket. Indikasi lain dari sfinterotomi endoskopik ialah adanya riwayat kolesistektomi. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini dianjurkan litotripsi lebih dahulu untuk mengeluarkan batu duktus koledokus secara mekanik melalui papilla Vater dengan alat ultrasonik atau laser. Umumnya penghancuran ini dilakukan bersama-sama atau dilengkapi dengan sfingterotomi endoskopik.9 Penyaliran bilier transhepatik perkutan (percutaneous transhepatic biliar drainage = PTBD) biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu mengambil batu intrahepatik.9 Koledokotomi. Sambil memperbaiki keadaan umum serta mengatasi infeksi kalongitis, diagnosis dipertajam. Biasanya dengan USG ditemukan kolesistolitiasis disertai koledokolituasis. Kalau pada kandung empedu tidak ditemukan batu, atau pernah dilakukan kolesistektomi, tetapi di dalam duktus koledokus ditemukan batu apalagi bila batu ditemukan di saluran intrahepatic, perlu dicurigai batu primer saluran empedu. Pemeriksaan endoskopik (ERCP) dapat membantu
37
penegakkan diagnosis sekaligus dapat dilakukan sfingterotomi sebagai terapi definitif atau terapi sementara.9 Pada waktu laparotomi untuk kolesistektomi, perlu ditentukan apakah akan dilakukan koledokotomi dengan tujuan eksplorasi saluran empedu. Indikasi membuka duktus koledokus adalah jelas jika ada kolangitis, teraba batu atau ada batu pada foto. Indikasi relatif ialah ikterus dengan pelebaran duktus koledokus. Untuk menentukan indikasi absolut dilakukan kolangiogram sewaktu pembedahan.9 Sewaktu melakukan eksplorasi saluran empedu, semua batu, lumpur dan debris harus dibersihkan, sebaiknya dengan bantuan koledokoskop. Kalau ada striktur sfingter Oddi, harus dilakukan dilatasi dengan sonda khusus atau dilakukan sfingterotomi transduodenal. Umumnya dipasang penyalir pipa T setelah luka koledokotomi dijahit, kemudian dilakukan kolangiografi pascaeksplorasi untuk mengetahui apakah ada batu yang tertinggal, agar segera dapat dikeluarkan.9
Gambar 34. Penyalir T di dalam duktus koledokus. Duktus koledokus (1), dari hepar (2), ke duodenum (3), kelebihan empedu ke luar dari penyalir T yang menembus dinding perut (4), rongga perut (5), dinding perut (6).9
Koledokoduodenostomi. Setelah eksplorasi saluran empedu dan pengangkatan batu secara sempurna, mungkin perlu penyaliran empedu diperbaiki dengan koledokoduodenostomi latero-
38
lateral atau koledokoyeyunostomi Roux-en-Y. Tindakan ini dilakukan bila ada striktur di duktus koledokus distal atau di papilla Vater yang terlalu panjang untuk dilakukannya dilatasi atau sfingterotomi. Striktur demikian mungkin terjadi pascapankreatitis.9 Langkah 1. Lakukan mobilisasi yang baik dari duktus biliaris komunis dan duodenum untuk menghindari ketegangan anastomosis. Sambungkan duodenum ke duktus biliaris komunis dengan membuat satu baris jahitan dengan vicryl 4-0 di posterior (Gambar 35).
Gambar 35. Duodenum disambungkan6
Langkah 2. Buat insisi transversal 1,5-2 cm pada duodenum hanya di bawah garis jahitan dan insisi vertical atau transversal pada duktus biliaris komunis hanya diatas garis jahitan (Gambar 36).
Gambar 36. Duodenum dan duktus biliaris komunis diinsisi6
39
Langkah 3. Lakukan anastomosis dalam satu lapis dengan menggunakan Vicryl 4-0, ketebalan penuh, pada duktus biliaris komunis dan duodenum (Gambar 37).
(a) (b) Gambar 37. (a) Tempat jahitan, (b) Anastomosis duktus biliaris komunis dan duodenum6
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) menggunakan gelombang energi suara tinggi (shock) untuk secara fisik memecah batu empedu menjadi pecahan yang cukup kecil untuk masuk ke dalam traktus intestinal melalui duktus biliaris komunis. Keunggulan dari ESWL antara lain penghancuran noninvasif batu bilier, menurunkan morbiditas dan mortalitas, waktu rawat yang pendek, dan mampu untuk mengobati pasien-pasien yang tidak dapat dioperasi.9 PROGNOSIS Komplikasi serius dan kematian yang berhubungan dengan operasi jarang terjadi. Angka operatif dengan kematian sekitar 0,1% pada pasien berusia di bawah 50 tahun dan sekitar 0,5% pada pasien berusia di atas 50 tahun. Kebanyakan kematian terjadi pada pasien-pasien yang diketahui memiliki penigkatan risiko. Operasi menghilangkan gejala pada 95% kasus.8
40