REFERAT
GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])
Disusun oleh : Feri Eka Supratanda Zelvi Ninaprilia
Dokter Pembimbing : dr. Cahyaningsih Fibri R, Sp.KJ (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI LAMPUNG 2015
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan fundamental dari kelompok gangguan suasana perasaan adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Gangguan suasana perasaan meliputi episode manik, gangguan bipolar (episodik manik-depresif), episode depresi, depresif berulang, dan waham menetap.
Gangguan mood seperti gangguan afektif bipolar perlu mendapat perhatian. Resiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000 pasien. Gangguan depresi juga banyak ditemui pada wanita sebesar 10-25%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa, diperkirakan 9-26% wanita dan 5-12% pria pernah mengalami depresi yang gawat di dalam kehidupan mereka. Hampir 2/3 individu yang mengalami depresi memikirkan untuk bunuh diri dan hanya 10-15 % yang melakukan percobaan bunuh diri. Mereka yang dibawa ke rumah sakit karena percobaan bunuh diri akan lebih berhasil bunuh diri daripada mereka yang belum pernah dirawat di rumah sakit. Hampir semua pasien (97%) mengeluh bahwa mereka kekurangan energi, sukar menyelesaikan tugas mereka, prestasi belajar menurun, prestasi pekerjaan menurun, kurang motivasi untuk menerima tugas atau proyek baru. Namun, banyak individu yang tidak menyadari bahwa mereka menderita depresi dan pengobatan depresi. Penegakan diagnosis perlu diputuskan dengan cermat untuk mengurangi angka morbiditas maupun mortalitas pasien dengan gangguan afektif dan dapat diterapi dengan baik. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat referat mengenai gangguan suasana perasaan (mood/afek).
2
B. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi gangguan suasana perasaan serta kelainan-kelainan yang termasuk dalam gangguan suasana perasaan. Referat ini merupakan tugas untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Jiwa (IKJ) di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Mood didefinisikan sebagai suasana perasaan yang bersifat pervasif dan bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya. Gangguan mood merupakan kelompok gangguan psikiatri dimana mood yang patologis akan mempengaruhi fungsi vegetatif dan psikomotor yang merupakan gambaran klinis utama dari gangguan tersebut. Dahulu, gangguan mood dikenal dengan gangguan afektif namun sekarang istilah gangguan mood lebih disukai karena mood lebih merujuk pada status emosional yang meresap dari seseorang sedangkan afektif merupakan ekspresi eksternal dari emosi saat itu. Gangguan mood merupakan suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan gejala-gejala yang berlangsung dalam hitungan minggu hingga bulan yang mempengaruhi fungsi dan pola kehidupan sehari-hari.1 Pemeriksa dapat menilai suasana perasaan pasien dari pernyataan yang disampaikan oleh pasien, dari ekspresi wajah, perilaku motorik, atau bila perlu dapat ditanyakan kepada pasien tentang suasana perasaan yang dialaminya.3
Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) merupakan sekelompok penyakit yang bervariasi bentuknya. Kelainan fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).3
Mood dapat digambarkan dengan mood yang depresi, berputus asa, iritabel, cemas, marah, ekspansif, euforia, kosong, bersalah, perasaan terpesona, siasia, merendahkan diri, ketakutan, kebingungan. Mood dapat labil, berflukmasi, atau berubah-ubah dengan cepat dan ekstrim (misalnya tertawa
4
keras pada saat tertentu kemudian berubah menangis dan berputus asa). Berikut uraian beberapa mood yang dikenal: 1. Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan 2. Mood eutimik: mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya mood yang tertekan atau melambung. 3. Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan seseorang tanpa pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap kepentingan atau makna seseorang. 4. Mood yang iritabel (irritable mood): ekspresi perasaan akibat mudah diganggu atau dibuat marah. 5. Pergeseran mood (labile mood): osilasi antara euforia dan depresi atau dibuat marah. 6. Mood yang meninggi (elevated mood): suasana keyakinan dan kesenangan; suatu mood yang lebih ceria dari biasanya. 7. Euforia: elasi yang kuat dengan perasaan kebesaran. 8. Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy): perasaan kegairahan yang kuat. 9. Depresi: perasaan kesedihan yang psikopatologis. 10. Anhedonia: hilangnya minat terhadap dan menarik diri dari semua aktivitas rutin dan menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi. 11. Duka cita (berkabung): kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata. 12. Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau menyadari emosi atau mood seseorang.
Gangguan mood didefinisikan dalam jangka kejadian-terpisah periode waktu di mana perilaku seseorang didominasi oleh baik mood depresi atau manic. Sayangnya, kebanyakan orang dengan pengalaman gangguan mood mengalaminya lebih dari satu peristiwa/episode.
Dua tipe utama gangguan mood, yaitu : Unipolar disorder adalah gangguan psikologis dimana seseorang hanya mengalami kejadian depresi, tidak terdapat episode manic.
5
Bipolar disorder adalah gangguan psikologi, ditandai dengan perubahan mood atau perasaan yang sangat ekstrim, yaitu berupa depresi dan mania.Pengambilan istilah bipolar disorder mengacu pada suasana hati penderitanya yang dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagiaan (mania) dan kesedihan (depresi) yang ekstrim.
Afek merupakan respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat ekspresi wajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuh pasien (bahasa tubuh). Afek mencerminkan situasi emosi sesaat, dapat bersesuaian dengan mood maupun tidak. Penilaian terhadap afek dapat berupa afek normal, terbatas, tumpul, atau mendatar.2 Gambaran afek normal dapat terlihat dari variasi ekspresi wajah, intonasi suara, serta penggunaan tangan dan pergerakan tubuh. Ketika afek menjadi terbatas, maka luas dan intensitas ekspresi pasien berkurang. Pada gambaran afek vang menumpul, terlihal intensitas ekspresi emosi berkurang lebih jauh. Afek mendatar ditandai dengan tidak adanya ekspresi aktif, intonasi bicara monoton, dan ekspresi wajah datar. Tumpul, datar, dan terbatas digunakan untuk menggambarkan kedalaman emosi, sedangkan depresi, bangga, marah, ketakutan, cemas, rasa bersalah, euforia, dan ekspansif digunakan untuk menunjukkan suatu gambaran afek tertentu. Berikut uraian afek: 1. Afek yang sesuai (appropriate affect): kondisi irama emosional yang harmonis (sesuai, sinkron) dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan yang menyertai; digambarkan lebih lanjut sebagai yang afek yang luas atau penuh, di mana rentang emosional yang lengkap diekspresikan secara sesuai. 2. Afek yang tidak sesuai (inappropriate affect): ketidakharmonisan antara irama perasaan emosional dengan gagasan, pikiran atau pembicaraan. 3. Afek yang tumpul (blunted affect): gangguan pada afek yang dimanifestasikan oleh penurunan yang berat pada intensitas irama perasaan yang diungkapkan keluar.
6
4. Afek yang terbatas (restricted or constricted affect): penurunan intensitas irama perasaan yang kurang parah dari pada efek yang tumpul tetapi jelas menurun. 5. Afek yang datar (fIat affect): tidak adanya atau hampir tidak adanya tanda ekspresi afek; suara yang monoton, wajah yang tidak bergerak. 6. Afek yang labil (labile affect): perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulasi ekstemal.
B. Etiologi
1. Faktor Biologis Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimiawi yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat memicu mania.4
Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin. Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine, amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi
7
jalur dopamin mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada depresi.1
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain akan memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk Ldopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan serotonin. Calsium channel blocker yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah.5
Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti vasopresin dan
opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan mood.1
Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan fungsi abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis, disregulasi pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin, penurunan kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron pada lakilaki.1
Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir melaporkan kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.1
8
Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki memiliki ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.1
Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada sistem limbik, ganglia basalis, dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat ditemukan bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan, dan perilaku seksual pada pasien dengan depresi.1
2. Faktor Genetik Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya. Tidak semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan terkena depresi, namun diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada depresi berat dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari Departemen Psikiatri Virginia Commonwealth University menunjukkan bahwa resiko depresi sebesar 70% karena faktor genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10% karena akibat langsung dari depresi berat.4
Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase yaitu enzim
9
yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di kromosom 11.1 Sekitar 25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait lokus dekat sentromer pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus pada kromosom 21q22.3. Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan bipolar namun gangguan ini biasanya merupakan hasil dari kombinasi faktor keluarga, biologis, psikologis dan faktor sosial.7
3. Faktor Psikososial Dalam mengulas kontribusi genetik terhadap penyebab depresi dapat dinyatakan bahwa 60%-80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada pengalaman-penagalaman psikologis. Selain itu pengalaman itu bersifat unik untuk masing-masing individu. a.
Peristiwa Kehidupan yang Stressful
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang-orang yang dimintai, putusnuya hubungan romantic, lamanya hidup menganggur, sakit fisik, masalah dalam pernikahan dan hubungan, kesulitan ekonomi, dan lain sebagainya ini dapat meningkatkan resiko berkembangnya gangguan mood atau kambuhnya sebuah gangguan mood, terutama depresi mayor. Dan pada orang-orang dengan depresi mayor ini sering kali kurang memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah interpersonal dengan teman, teman kerja atau supervisor. b. Teori Humanistic Menurut teori ini, seseorang menjadi depresi saat mereka tidak dapat mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat membuat pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-fulfillment. Kemudian dunia dianggap sebagai tempat yang menjemukan (Nevid, 2003: 240-243). c.
Learned Helplessness
Learned helplessness merupakan kedaan diri yang selalu membuat atribusi bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stress dalam kehidupannya (baik sesuai kenyataan maupun tidak). d. Negative Cognitive Styles
10
Negative cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang difokuskan secara negative pada tiga hal, yaitu dirinya sendiri, dunian terdekatnya, dan masa depannya. Di mana menurut Beck, penderita depresi memandang yang terburuk dari segala hal. Bagi mereka, kemunduran terkevil sekalipun merupakan bencana besar.
C. Gangguan Suasana Perasaan a.
Episode Manik Definisi Mania, sisi lain dari depresi, juga melibatkan gangguan mood yang
disertai dengan gejala tambahan. Episode mania merupakan suatu episode meningkatnya afek seseorang yang jelas, abnormal, menetap, ekspansif, dan iritabel. Gejala mania meliputi cara berbicara yang cepat, berpikir cepat, kebutuhan tidur berkurang, perasaan senang atau bahagia , dan peningkatan minat pada suatu tujuan. Selain itu, tampak sifat mudah marah, mengamuk, sensitive, hiperaktif, dan waham kebesaran. Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan.Yang khas adalah bahwa penderita yakin dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan keadaannya sendiri disertai dengan aktivitas yang sangat luar biasa, bisa menyebabkan penderita tidak sabar, mengacau, suka mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan lekas marah dan menyerang. Euphoria, atau suasana hati gembira, berlawanan keadaan emosional dari suasana hati yang depresi. Hal ini ditandai dengan perasaan berlebihan dari fisik dan kesejahteraan emosional. Suasana hati meningkat secara klinis disebut sebagai mania atau, jika ringan, hypomania . Individu yang mengalami episode manik juga sering mengalami episode depresi, atau gejala, atau episode campuran dimana kedua fitur mania dan depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya dipisahkan oleh periode “normal” suasana hati (mood) , tetapi, dalam beberapa depresi, individu dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat, yang dikenal sebagai “rapid-cycle”. Manic episode ekstrim kadang-kadang dapat menyebabkan gejala psikotik seperti delusi dan halusinasi . 11
Penyebab Mania
Kelainan fisik yang bisa menyebabkan mania : 1. Efek samping obat-obatan -
Amfetamin
-
Obat anti depresi
-
Bromokriptin
-
Kokain
-
Kortikoseroid
-
Levodopa
-
Metilfenidat
2. Infeksi -
Aids
-
Ensefalitis
-
Influenza
-
Sifilis
3. Kelainan hormonal -
Hipertiroidisme
4. Penyakit jaringan ikat -
Lupus eritematosus
5. Kelainan neurologis
-
Tumor otak
-
Cedera kepala
-
Korea huntington
-
Sklerosis multiple
-
Stroke
-
Korea sydenham
-
Epilepsi lobus temporalis
Gejala Gejala manis berkembang dengan cepat dalam waktu beberapa hari. Pada
stadiu awal mania, penderita merasa lebih baik dari biasanya dan seringkali tampak lebih ceria, lebih muda dan lebih bersemangat.Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang bertengkar atau memusuhi
12
secara terang-terangan. Yang khas adalah bahwa penderita yakin dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan keadaan diri disertai dengan aktivitas yang sangat luar biasa bisa menyebabkan penderita menjadi tidak sabar, suka mengacau, mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan marah dan menyerang orang lain.Aktivitas mental penderita menjadi semakin cepat. Perhatian penderita mudah teralihkan dan selalu berpindah dari satu tema ke tema lainnya.Penderita memiliki keyakinan yang salah mengenai kekayaan, kekuasaan, kehalidan dan kecerdasan seseorang dan kadang menganggap dirinya adalah Tuhan. Penderita yakin bahwa dirinya sedang dibantu atau dihukum oleh orang lain atau memiliki halusinasi yaitu mendendar dan melihat benda-benda yang sesungguhnya tidak ada. Kebutuhan tidurnya berkurang. Penderita tidak berhenti mengikuti berbagai kegiatan tanpa memikirkan bahaya sosial yang dapat terjadi. Pada kasus berat, aktivitas fisik dan mental penderita menjadi sangat tinggi sehingga setiap kaitan yang jelas antara suasana haati dan perilaku hilang dalam suatu bentuk agitasi yang tanpa perasaan. Pada keadaan ini diperlukan penanganan segera karena penderita dapat meninggal akibat kelelahan fisik yang luar biasa.
b. Episode Depresif
Definisi Depresi merupakan kelompok gangguan suasana perasaan (mood) yang
ditandai dengan tiga gejala khas, yaitu kehilangan minat, tidak berenergi, dan perasaan depresi (tertekan). Depresi dapat dijumpai pada segala golongan usia, mulai dari kanak, remaja, dewasa, sampai lanjut usia. Tetapi, gambaran gejala depresi yang ditampilkan dapat berbeda. Hal tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh faktor usia dari individu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang tampilannya memiliki banyak muka.
Gejala Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat): Efek depresif,
13
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.4
Gejala lainnya :
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Gangguan tidur
Nafsu makan berkurang.4
Depresi pada kelompok usia dewasa dapat muncul dalam bentuk tiga gejala khas yang disebutkan di atas, seperti hilang minat, rasa malas, dan perasaan sedih yang berkepanjangan. Perasaan sedih dapat berkembang kepada rasa bersalah atau berdosa. Gambaran ini disebut dengan istilah gejala psikologis sebagai bentuk depresi eksternalisasi. Selain gejala utama tadi, depresi juga dapat menampilkan gejala lain yang berbentuk somatik, vegetatif, dan kognitif. Gejala somatik dapat berupa jantung berdebar, nyeri fisik pada bagian tubuh (nyeri dada, kepala seperti terasa berat, nyeri otot belakang kepala, nyeri anggota gerak, dan ketegangan otot), dan rasa mual. Gejala vegetatif dapat berupa gangguan pola tidur, pola makan dan aktifitas seksual (disfungsi seksual atau gangguan dalam dorongan atau hasrat seksual). Sedangkan gejala kognitif dapat berupa kehilangan konsentrasi dan mudah lupa. Apabila gejala yang tampak pada individu dewasa lebih bernuansa pada gambaran somatik, vegetatif, atau kognitif maka dokter harus menyingkirkan dahulu penyebab organik atau fisik yang mungkin mendasarinya seperti penyakit pada organ dalam atau saraf. Apabila telah dinyatakan tidak terdapat gangguan fisik, baru di pikirkan suatu gangguan suasana perasaan (mood). Kondisi yang demikian dikenal dengan istilah depresi terselubung (masked depression) karena tampilan gejalanya tidak khas tertuju pada tiga gejala utama depresi. Kondisi yang
14
seperti ini dapat dijumpai pula pada individu di usia kanak akhir dan remaja yang muatan gejala psikologisnya hanya berupa mudah marah (tersinggung) atau sikap menentang. Bentuk ini di kenal sebagai depresi internalisasi yang banyak dijumpai pada usia kanak akhir dan remaja. Depresi internalisasi pada individu dapat mempengaruhi organ di dalam tubuh sehingga mencetuskan suatu penyakit yang sebelumnya pernah dialami oleh individu dan kemudian menjadi kambuh. Beberapa penyakit yang dapat kembali kambuh oleh cetusan depresi internalisasi adalah sakit maag (gangguan pada asam lambung), dermatitis pada kulit, penyakit asma (gangguan pernafasan), vertigo (nyeri kepala berputar), hipertensi (tekanan darah tinggi), stroke (penyakit serebro vaskuler), gangguan irama jantung, dan sindrom metabolik (ketidakseimbangan gula darah). Klinisi menyebutnya sebagai suatu gangguan psikosomatik. Pada individu remaja, manifestasi depresinya dapat mengarah pada suatu gangguan penyalahgunaan zat atau alkohol. Kondisi ini perlu dipertimbangkan, mengingat kelompok remaja sedang berada pada usia krisis identitas dan lebih melakukan indetifikasi kepada peer group (kelompok sebaya)-nya. Sedangkan pada individu lanjut usia, depresi biasanya tampil dalam tampilan gejal seperti: banyak diam, tidak konsentrasi, dan mudah lupa. Pada kelompok lanjut usia harus dipastikan apakah depresi yang dialami berdiri sendiri atau merupakan bagian dari suatu perkembangan dari penyakit kepikunan (demensia). Klinisi mengenalnya dengan sebutan Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD). Sebagai tambahan, depresi merupakan gangguan suasana perasaan (mood) yang dapat berujung kepada suatu percobaan bunuh diri (tentament suicide). Perilaku bunuh diri tersebut dapat dicetuskan oleh suatu halusinasi pendengaran yang berupa suara bisikan yang sifatnya mengomentari atau menyuruh. Apabila terdapat gejala tersebut, tentunya tidak hanya sekedar depresi semata melainkan terdapat pula warna gejala kejiwaan lain yang dinamakan psikotik (mendengar bisikan atau bicara sendiri). Tentunya hal tersebut memerlukan penanganan yang cepat, sehingga apabila terdapat hal itu maka masyarakat yang mengetahui dapat merujuk ke puskesmas terdekat untuk rujukan ke rumah sakit jiwa atau penanganan awal terkait gejala kejiwaan. Risiko kemunculan bunuh diri pada individu depresi di segala usia berdasarkan beberapa penelitian adalah sebagai
15
berikut: anak & remaja (20,8%), dewasa (46,4%), dan lanjut usia (14,6-25%). Hal ini tentu harus menjadi suatu perhatian terkait dengan program promosi kesehatan jiwa, khususnya upaya pencegahan depresi dan bunuh diri.
D. Gangguan Suasana Perasaan PPDGJ III Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III:3 F30
Episode Manik F30.0 Hipomania F30.1 Mania tanpa gejala psikotik F30.2 Mania dengan gejala psikotik F30.8 Episode manik lainnya F30.9 Episode Manik YTT
F31
Gangguan Afektif Bipolar F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang .30 Tanpa gejala somatik .31 Dengan gejala somatik F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya F31.9 Gangguan afektif bipolar YTT
16
F32
Episode Depresif F32.0 Episode depresif ringan .00 Tanpa gejala somatik .01 Dengan gejala somatik F32.1 Episode depresif sedang .10 Tanpa gejala somatik .11 Dengan gejala somatik F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik F32.8 Episode depresif lainnya F32.9 Episode depresif YTT
F33
Gangguan Depresif Berulang F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan .00 Tanpa gejala somatik .01 Dengan gejala somatik F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang 10 Tanpa gejala somatik .11 Dengan gejala somatik F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya F33.9 Gangguan depresif berulang YTT
F34
Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap F34.0 Siklotimia F34.1 Distimia F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap lainnya F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) menetap YTT
F38
Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya
17
F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) tunggal lainnya .00 Episode afektif campuran F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) berulang lainnya .10 Gangguan depresif singkat berulang F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) lainnya YDT F39
Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT
F. 30 Episode Manik Kelainan yang terdapat dalam episode manik memiliki kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktifitas fisik dan mental, dalam berbagai derajat keparahan.3 Paling sedikit satu minggu pasien mengalami mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:7 •
grandiositas atau percaya diri berlebihan
•
berkurangnya kebutuhan tidur
•
cepat dan banyaknya pembicaraan
•
lompatan gagasan atau pikiran berlomba
•
perhatian mudah teralih
•
peningkatan energi dan hiperaktivitas psikomotor
•
meningkatnya aktivitas bertujuan (sosial, seksual, pekerjaan dan sekolah)
•
tindakan-tindakan
sembrono
(ngebut,
boros,
investasi
tanpa
perhitungan yang matang).
F. 30.0 Hipomania Hipomania adalah derajat yang lebih ringan daripada mania, yang kelainan suasana perasaan (mood) dan perilakunya terlalu menetap dan menonjol sehingga tidak dapat dimasukkan dalam siklotimia, namun tidak disertai halusinasi atau waham. Yang ada ialah peningkatan ringan dari suasana perasaan (mood) yang menetap (sekurang-kurangnya selama beberapa hari
18
berturut-turut), peningkatan enersi dan aktivitas, dan biasanya perasaan sejahtera yang mencolok dan efisiensi baik fisik maupun mental. Sering ada peningkatan kemampuan untuk bergaul, bercakap, keakraban yang berlebihan, peningkatan enersi seksual, dan pengurangan kebutuhan tidur; namun tidak sampai menjurus kepada kekacauan berat dalam pekerjaan atau penolakan oleh masyarakat. Lebih sering ini bersifat pergaulan sosial euforik, meskipun kadang-kadang lekas marah, sombong, dan perilaku yang tidak sopan serta mengesalkan (bualan dan lawakan murah yang berlebihan). Konsentrasi dan perhatiannya dapat mengalami hendaya, sehingga kurang bisa duduk dengan tenang untuk bekerja, atau bersantai dan menikmati hiburan; tetapi ini tidak dapat mencegah timbulnya minat dalam usaha dan aktivitas baru, atau sifat agak suka menghamburkan uang.8
Pedoman Diagnostik :
Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania, afek yang meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas, menetap selama sekurangkurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan yang bertahan melebihi apa yang digambarkan bagi siklotimia, dan tidak disertai halusinasi/ waham.
Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitas sosial memang sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kekacauan itu berat atau menyeluruh, maka diagnosis mania (F30.1/ F30.2) harus ditegakkan.
Diagnosis banding : –
Hipertiroid, anoreksia nervosa
–
Masa dini dari “depresi agitatif”
F30. 1 Mania tanpa Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik :
Episode harus berlangsung sekurang – kurangnya 1 minggu, dan cukup berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
19
Perubahan afek harus disertai dengan energiu yang bertambah sehingga terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dan kebanyakan bicara, kebutuhan tidur yang berkurang, ide – ide perihal kebesaran/ “grandiose ideas” dan terlalu optimistik.
F.30.2 Mania dengan Gejala Psikotik Pedoman Diagnostik :
Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih berat dari mania tanpa gejala psikotik.
Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesaran dapat berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur), iritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of persecution). Waham dan halusinasi “sesuai” dengan keadaan afek tersebut (mood-congruent).
Diagnosis banding : –
Skizofrenia
–
Skizoafektif tipe manik
F30.8 Episode Manik Lainnya F30.9 Episode Manik YTT Terapi Farmakologi Episode Mania7
*TKL: Terapi Kejut Listrik
20
F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan beralngsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif. Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F30).
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik
Untuk menegakkan diagnosis pasti: a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0); dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti: a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik (F30.1); dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
21
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti: a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik (F30.2); dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
Untuk menegakkan diagnosis pasti: a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau.
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti: a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Untuk menegakkan diagnosis pasti: a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau.
22
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Untuk menegakkan diagnosis pasti: a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomani, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/ hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif, atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar lainnya F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT Berdasarkan DSM-IV, gangguan bipolar digolongkan menjadi 4 kriteria:8 1. Gangguan bipolar I Terdapat satu atau lebih episode manik. Episode depresi dan hipomanik tidak diperlukan untuk diagnosis tetapi episode tersebut sering terjadi. 2. Gangguan bipolar II Terdapat satu atau lebih episode hipomanik atau episode depresif mayor tanpa episode manik. 3. Siklotimia Adalah bentuk ringan dari Gangguan bipolar. Terdapat episode hipomania dan depresi yang ringan yang tidak memenuhi kriteria episode depresif mayor. 4. Gangguan bipolar YTT
23
Gejala-gejala yang dialami penderita tidak memenuhi kriteria Gangguan bipolar I dan II. Gejala-gejala tersebut berlangsung tidak lama atau gejala terlalu sedikit sehingga tidak dapat didiagnosa Gangguan bipolar I dan II.
Terdapat dua pola gejala dasar pada gangguan bipolar yaitu, episode depresi dan episode mania. 7,8
Episode manik Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu :8
Grandiositas atau percaya diri berlebihan
Berkurangnya kebutuhan tidur
Cepat dan banyaknya pembicaraan
Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
Perhatian mudah teralih
Peningkatan ocial dan hiperaktivitas psikomotor
Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang matang)
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya Gangguan fungsisosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi.8
Episode Depresi Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini : ringan, sedang, dan berat, individu biasanya menderita suasana perasaan
24
(mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya enersi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah :
Konsentrasi dan perhatian berkurang;
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekali pun);
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
Tidur terganggu;
Nafsu makan berkurang.7,8
Episode Campuran Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis,
ide
bunuh
diri,
insomnia
derajat
berat,
grandiositas,
hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, social dan pekerjaan. 7,8
Siklus Cepat Siklus cepat yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode – depresi, hipomania, atau mania – dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat hendaya berat dalam hubungan interpersonal atau pekerjaan.7
Siklus Ultra Cepat
25
Mania, hipomania, dan episode depresi bergantian dengan sangat cepat dalam beberapa hari. Gejala dan hendaya lebih berat bila dibandingkan dengan siklotimia dan sangat sulit diatasi.7
Sindrom Psikotik Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu :7 Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya) Waham Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.7
Penatalaksanaan Kedaruratan Agitasi Akut pada GB
26
F32 Episode Depresif
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) : 1.
afek depresif,
2.
kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3.
berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya : (a) konsentrasi dan perhatian berkurang; (b) harga diri dan kepercayaan diri berkurang; (c) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna; (d) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis; (e) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri; (f) tidur terganggu; (g) nafsu makan berkurang
27
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1) dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-).
F32.0 Episode Depresif Ringan
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti tersebut diatas;
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya (a) sampai dengan (g).
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu.
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik F32.01 = Dengan gejala somatik Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan sosial, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.
F32.1 Episode Depresif Sedang
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan (F30.0);
Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainnya;
Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu. Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
28
Karakter kelima : F32.10 = Tanpa gejala somatik F32.11 = Dengan gejala somatik
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Semua 3 gejala utama dari depresi harus ada.
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan diantaranya harus berintensitas berat.
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala sangat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Sangat tidak mungkin bagi pasien meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Episode Depresi Berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di atas.
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan, atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab akan hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Reteardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).
29
Diagnosis banding : Stupor depresif perlu dibedakan dari skizofrenia katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik lainnya. Kategori ini hendaknya hanya digunakan untuk episode depresif berat tunggal dengan gejala psikotik; untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori gangguan depresif berulang.
F32.8 Episode Depresif lainnya Episode yang termasuk disini adalah yang tidak sesuai dengan gambaran yang diberikan untuk episode depresif pada F32.0-F32.3, meskipun kesan diagnostik menyeluruh menunjukkan sifatnya sebagai depresi. Contohnya termasuk campuran gejala depresif (khususnya jenis somatik) yang berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan, keresahan dan penderitaan; dan campuran gejala depresif somatik dengan nyeri atau keletihan menetap yang bukan akibat penyebab organik (seperti yang kadangkadang terlihat pada pelayanan rumah sakit umum).
F32.9 Episode Depresif YTT
E. Gangguan Mood Menurut DSM-IV-TR
Gangguan Depresi 296.xx
Gangguan Depresi Mayor
300.4
Gangguan Distimia
311
Gangguan Depresi yang Tidak dapat Dispesifikasi Gangguan Bipolar
296.xx
Gangguan Bipolar I (GB-I)
296.89
Gangguan Bipolar II (GB-II)
301.13
Gangguan Siklotimia
296.80
Gangguan Bipolar yang Tidak Dapat Dispesifikasi Gangguan Mood Lainnya
293.83
Gangguan Mood disebabkan…. (tunjukkan kondisi medik umumnya)
30
29.x.xx Gangguan Mood Akibat Zat 296.90
Gangguan Mood yang Tidak dapat Dispesifikasi
Kriteria Episode Manik menurut DSM-IV-TR A. Mood elasi, ekspansif atau iritabel yang menetap, secara abnormal, selama periode tertentu, berlangsung paling sedikit satu minggu (atau waktunya bisa kurang dari satu minggu bila dirawat inap) B. Selama periode gangguan mood tersebut, tiga (atau lebih) gejala di bawah ini menetap dengan derajat berat yang signifikan : •
Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
•
Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya tidur tiga jam)
•
Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk tetap berbicara
•
Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran yang berlomba
•
Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal yang tidak relevan atau tidak penting)
•
Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan (social, pekerjaan, sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor
•
Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan yang berpotensi merugikan (misalnya, investasi bisnis yang kurang perhitungan, hubungan seksual yang tidak aman, sembrono di jalan raya, atau terlalu boros)
C. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran D. Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya yang jelas dalam fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasa dilakukan, hubungan dengan orang lain, atau memerlukan perawatan untuk menghindari melukai diri sendiri atau orang lain, atau dengan gambaran psikotik E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid) Catatan :
31
Episode mirip-manik yang jelas disebabkan oleh terapi somatik untuk depresi (misalnya, obat antidepresan, ECT, terapi cahaya) tidak dimasukkan ke dalam diagnosis gangguan bipolar I. Kalimat yang dicetak miring dan tebal menunjukkan perbedaan dengan kriteria episode hipomanik
Kriteria Episode Hipomanik menurut DSM-IV-TR A. Mood elasi, ekspansif atau iritabel, menetap, paling sedikit 4 hari, mood jelas terlihat berbeda dengan mood biasa atau ketika tidak sedang depresi B. Selama periode gangguan mood tersebut, tiga (atau lebih) gejala berikut menetap (empat bila mood hanya iritabel), dengan derajat berat cukup bermakna : •
Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
•
Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya tidur tiga jam)
•
Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk tetap berbicara
•
Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran yang berlomba
•
Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal yang tidak relevan atau tidak penting)
•
Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan (sosial, pekerjaan, sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor
•
Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan yang berpotensi merugikan (misalnya, investasi bisnis yang kurang perhitungan, hubungan seksual yang tidak aman, sembrono di jalan raya, atau terlalu boros)
C. Episode yang terjadi dikaitkan dengan perubahan yang jelas dalam fungsi yang tidak khas bagi orang tersebut ketika dia tidak ada gejala. D. Perubahan mood dan fungsi tersebut dapat terlihat oleh orang lain E. Episode yang terjadi tidak cukup berat untuk menyebabkan hendaya yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan, atau tidak memerlukan perawatan, atau tidak ada gambaran psikotik.
32
F. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid). Catatan : Episode mirip-hipomanik yang jelas disebabkan oleh terapi somatik (misalnya, obat antidepresan, ECT, terapi cahaya) tidak dimasukkan ke dalam diagnosis gangguan bipolar II. Kalimat yang dicetak miring dan tebal menunjukkan perbedaan dengan kriteria episode manik.
Kriteria Diagnostik Episode Depresi Mayor A. Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, dalam 2 minggu, dan memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi, paling sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (1) mood depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang. Catatan : Tidak boleh memasukkan gejala yang jelas-jelas disebabkan oleh kondisi medic umum/ halusinasi/ waham yang tidak serasi dengan mood. 1. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya, merasa sedih/ hampa), atau yang dapat diobservasi oleh orang lain (misalnya terlihat menangis). Catatan : pada anak-anak atau remaja, mood bisa bersifat iritabel. 2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (yang diindikasikan oleh laporan subjektif atau diobservasi oleh orang lain) 3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diit atau peningkatan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau penurunan/ peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. 4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
33
5. Agitasi/ retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diobservasi oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif adanya kegelisahan atau perasaan menjadi lamban) 6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari 7. Rasa tidak berharga/ rasa bersalah yang berlebihan, tidak sesuai (mungkin bertaraf waham) hampir setiap hari (tidak hanya rasa bersalah karena berada dalam keadaan sakit) 8. Berkurangnya kemampuan berpikir/ konsentrasi, ragu-ragu, hampir setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang lain) 9. Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati), berulangnya ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakantindakan bunuh diri/ rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri. B. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran C. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau terjadinya hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. D. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat atau obat) atau kondisi medik umum (misalnya, hipotiroid) E. Gejala bukan disebabkan oleh berkabung, misalnya kehilangan orang yang dicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan, atau ditandai oleh hendaya fungsi yang jelas, preokupasi dengan rasa tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik/ retardasi psikomotor.
Kriteria Diagnosis Gangguan Depresi Mayor, Episode Tunggal (296.2x) A. Terdapat suatu episode depresi mayor tunggal B. Episode depresi mayor tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD C. Tidak pernah terdapat episode manic, campuran, atau hipomanik.
Kriteria Diagnosis Gangguan Depresi Mayor, Berulang (296.3x)
34
A. Terdapat dua atau lebih episode depresi mayor Catatan : dipertimbangkan sebagai episode yang terpisah, harus terdapat suatu interval paling kurang 2 bulan berturut-turut dimana criteria episode depresi mayor tidak dipenuhi. B. Episode depresi mayor tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD C. Tidak pernah terdapat episode manic, campuran, atau hipomanik. Catatan : penyingkiran ini tidak digunakan jika episode mirip manic, mirip campuran, atau mirip hipomanik yang diinduksi zat atau pengobatan atau karena efek fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum.
Kriteria Episode Campuran menurut DSM-IV-TR A. Memenuhi kriteria episode manik dan episode depresi mayor (kecuali untuk durasi) hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu. B. Gangguan mood cukup berat hingga menyebabkan hendaya nyata dalam fungsi pekerjaan/ aktivitas social yang biasa dilakukan/ hubungan dengan orang lain, atau memerlukan perawatan untuk mencegah melukai diri sendiri/ orang lain, atau terdapat gambaran psikotik C. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid) Catatan : Episode-mirip campuran yang jelas disebabkan oleh terapi somatik (misalnya, obat antidepresan, ECT, terapi cahaya) tidak dimasukkan ke dalam diagnosis gangguan bipolar I.
Kriteria Diagnosis Gangguan Distimik, Berulang (300.4) A. Mood yang terdepresi hampir sepanjang hari, untuk lebih banyak hari dibanding tidak, seperti yang ditunjukkan baik oleh laporan subyektif maupun pengamatan oleh orang lain, paling kurang 2 tahun.
35
Catatan : pada anak dan remaja, mood dapat berupa iritabel dan durasi harus paling kurang 1 tahun. B. Ditemukan, ketika terdepresi, dua (atau lebih) dari berikut ini : 1. Nafsu makan kurang/ makan berlebihan 2. Insomnia/ hipersomnia 3. Kekurangan tenaga/ kelelahan 4. Harga diri yang rendah 5. Konsentrasi buruk/ kesulitan membuat keputusan 6. Perasaan putus asa C. Selama periode 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak/ remaja) dari gangguan, orang tersebut tidak pernah tanpa gejala pada criteria A dan B selama lebih dari 2 bulan pada suatu waktu. D. Tidak pernah terdapat episode depresi mayor selama 2 tahun pertama dari gangguan (1 tahun untuk anak-anak/ remaja); yaitu, gangguan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan depresi mayor kronik, atau gangguan depresi mayor, dalam remisi parsial. E. Tidak pernah terdapat episode manic, campuran, atau hipomanik, dan tidak pernah memenuhi criteria gangguan siklotimik F. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu gangguan psikotik kronik, seperti skizofrenia atau gangguan waham G. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, hipotiroid) H. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna/ gangguan pada fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya.
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Manik Tunggal (296.0x) A. Terdapat hanya 1 episode manic dan tidak ada episode depresi mayor sebelumnya Catatan : rekurensi suatu perubahan polaritas dari depresi/ suatu interval paling kurang 2 bulan tanpa gejala manik
36
B. Episode manic tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Hipomanik (296.40) A. Saat ini (atau paling akhir) dalam episode hipomanik B. Terdapat paling kurang satu episode manic/ campuran sebelumnya C. Gejala mood menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna/ gangguan pada fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya D. Episode mood pada criteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Manik (296.4x) A. Saat ini (atau paling akhir) dalam episode manic B. Terdapat paling kurang satu episode depresi mayor, manic, atau campuran sebelumnya C. Episode mood pada criteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Campuran (296.6x) A. Saat ini (atau paling akhir) dalam episode campuran B. Terdapat paling kurang satu episode depresi mayor, manic, atau campuran sebelumnya C. Episode mood pada criteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD
37
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Depresi (296.5x) A. Saat ini (atau paling akhir) dalam episode depresi mayor B. Terdapat paling kurang satu episode manic, atau campuran sebelumnya C. Episode mood pada criteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Tidak Ditentukan (296.7) A. Kecuali durasi, saat ini (atau paling akhir) memenuhi criteria untuk suatu episode manic, hipomanik, campuran, atau depresi mayor B. Terdapat paling kurang satu episode manic, atau campuran sebelumnya C. Gejala mood menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya D. Gejala mood pada criteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD E. Gejala mood pada criteria A dan B bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan, atau terapi lainnya) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, hipertiroid)
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar II (296.89) A. Terdapat (atau riwayat) satu atau lebih episode depresi mayor B. Terdapat (atau riwayat) paling kurang satu episode hipomanik C. Tidak pernah terdapat episode manic atau episode campuran D. Gejala mood pada criteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD E. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna/ gangguan pada fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya
38
Kriteria Diagnosis Gangguan Siklotimik (301.13) A. Selama paling kurang 2 tahun, terdapat banyak periode dengan gejala hipomanik dan banyak periode dengan gejala depresif yang tidak memenuhi criteria episode depresi mayor Catatan : pada anak dan remaja, durasi harus paling kurang 1 tahun B. Selama periode lebih dari 2 tahun (1 tahun untuk anak/ remaja), orang tersebut tidak pernah tanpa gejala pada criteria A selama lebih dari 2 bulan pada suatu waktu C. Tidak pernah terdapat episode depresi mayor, manic, atau campuran selama 2 tahun pertama dari gangguan D. Gejala pada criteria A tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik YTD E. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum (misalnya, hipertiroid) F. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna/ gangguan pada fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya
Kriteria Diagnosis Gangguan Mood disebabkan oleh [Indikasi Kondisi medis Umum] (293.83) A. Gangguan mood yang jelas dan menetap yang predominan pada gambaran klinis dan ditandai oleh salah satu (atau kedua-duanya) dari yang berikut ini : 1. Mood terdepresi/ kehilangan minat/ kesenangan yang nyata pada semua, atau hampir semua, aktivitas 2. Mood yang meningkat, meluap-luap, atau iritabel B. Terdapat bukti dari riwayat,pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum C. Gangguan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (misalnya, gangguan penyesuaian dengan mood terdepresi sebagai respon terhadap stress menderita suatu kondisi medis umum) D. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu delirium
39
E. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna/ gangguan pada fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya
Kriteria Diagnosis Gangguan Mood yang Diinduksi Zat A. Gangguan mood yang jelas dan menetap yang predominan pada gambaran klinis dan ditandai oleh salah satu (atau kedua-duanya) dari yang berikut ini : 1. Mood terdepresi/ kehilangan minat/ kesenangan yang nyata pada semua, atau hampir semua, aktivitas 2. Mood yang meningkat, meluap-luap, atau iritabel B. Terdapat bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium salah satu dari (1) atau (2) : 1. Gejala dalam criteria A berkembang selama, atau dalam sebulan, intoksikasi/ putus zat 2. Pemakaian obat berhubungan secara etiologis dengan gangguan C. Gangguan tidak lebih baik dijelaskan oleh suatu gangguan mood yang bukan akibat zat D. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan suatu delirium E. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna/ gangguan pada fungsi social, pekerjaan, atau fungsi bidang penting lainnya
E. Terapi Farmakologi
40
Stabilisator Mood Litium Indikasi
: episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan
bermanfaat sebagai terapi rumatan GB. Dosis
: Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan
menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan untuk terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEql/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. Efek samping : mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan berat badan, dan penumpulan
kognitif.
Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat
pulaterjadi akibat penggunaan litium. Neurotoksisitas bersifat ireversibel. Akibat intoksikasi litium, defisit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, defisist memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal. Faktor risiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik lainnya. Pasien yang mengonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air. Kontraindikasi : gangguan ginjal, kehamilan.
Valproat Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania. Valproat tersedia dalam bentuk: 1. Preparat oral; a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium valproat adalah sama (1:1) b. Asam valproat c. Sodium valproat
41
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan. e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari. 2. Preparat intravena 3. Preparat supositoria
Farmakologi : Terikat
dengan
protein.
Diserap
dengan
cepat
setelah
pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak. Dosis
: Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat
dalam serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari
dan
dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45-125 mg/mL. Efek samping,
misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan
leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum >100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL.
Indikasi mayor
: Valproat efektif untuk mania
akut, campuran
akut, depresi
akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons
dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia. Efek Samping : anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu.
Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada
42
penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.
Lamotrigin Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat. Indikasi
: Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik
akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. Dosis
: Berkisar antara 50-200 mg/hari.
Efek Samping : Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan di kulit.
Antipsikotika Atipik Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi lini pertama untuk GB.
Risperidon Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin. Dosis
:Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan
yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu. Indikasi
:Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk
terapi rumatan. Efek Samping : sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak
43
terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada pemberian risperidon.
Olanzapin Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan a1- adrenergik. Indikasi
: Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode
akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin efektif untuk terapi rumatan GB. Dosis
: Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
Efek Samping : Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama.
Efek antikolinergik
dapat
pula
terjadi
tetapi
kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika atipik
lainnya. Keadaan
ini dapat diatasi dengan
melakukan
psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.
Quetiapin Quetiapin
merupakan
suatu
derivat
dibenzotiazepin yang bekerja sebagai
antagonis 5-HT1A dan 5-HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A. Dosis
: Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800
mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari. Indikasi
: Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi,
campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan. Efek Samping : Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang
44
dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan
penghentian
pengobatan. Peningkatan berat
badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipik.
Aripiprazol Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5-HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5HT2c, 5-HT7, a1- adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik. Dosis
: Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg.
Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan
untuk menurunkan dosis.
Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas. Indikasi
: Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode
campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi. Efek Samping : Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadangkadang dapat sangat mengganggu
pasien sehingga
sering mengakibatkan
penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat
badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain
itu,
peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QTc.
Antidepresan Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus dalam jangka
pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi
45
hipomania atau mania. Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik.
F. Intervensi Psikososial Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok, psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial lainnya.
Intervensipsiksosial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan
remisi.
G. PROGNOSIS Banyak penelitian mengenai perjalanan penyakit dan prognosis gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) memberikan kesimpulan bahwa penyakit ini memiliki perjalanan yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan.
Prognosa baik apabila:
Episodenya ringan, tidak ada gejala psikotik
Perawatan di rumah sakit hanya singkat, tidak lebih dari sekali perawatan
Selama masa remaja memiliki riwayat persahabatan yang erat dan baik
Pasien mempunyai hubungan psikososial yang baik dan kokoh
Fungsi keluarga yang stabil dan baik
Tidak ada gangguan psikiatri komorbid
Tidak ada gangguan kepribadian.5
Prognosa buruk apabila:
Adanya penyerta gangguan distimik
Penyalahgunaan alkohol dan zat-zat lainnya
Gejala gangguan kecemasan
Riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya.
46
Laki-laki lebih sering menjadi kronis dan mengganggu dibandingkan perempuan.1
Gangguan depresif berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung mengalami relaps. Pasien dengan gangguan bipolar memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat. Sepertiga dari semua pasien gangguan bipolar memiliki gejala kronis dan bukti-bukti penurunan sosial yang bermakna.1
47
BAB III PENUTUP
Gangguan afektif merupakan sekelompok penyakit yang bervariasi beratnya. Gangguan afektif terdiri dari episode manik, gangguan bipolar, episode depresif, gangguan depresif berulang, dan gangguan afektif menetap. Gangguan bipolar bersifat episodik, ditandai oleh gejala-gejala manik, depresif, maupun campuran, biasanya rekuren dan dapat berlangsung seumur hidup. Penegakan diagnosa penting untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat bagi pasien.
Faktor yang berperan penting sebagai penyebab gangguan mood adalah faktor biologis, faktor genetika, dan faktor psikososial. Penatalaksanaan untuk gangguan mood adalah dengan terapi psikososial serta farmakoterapi. Pemilihan agen-agen farmakoterapi untuk gangguan mood adalah tergantung pada toleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. 2. Elvira, Silvia D. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. Jakarta. FKUI. 3. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III: Pedoman Diagnostik: F 30-39: Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif]). Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran jiwa FK Unika Atmajaya. 2007. 4. Lubis NL. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2009. 5. Soreff S, McInnes LA. Bipolar Affective Disorder. [Online]. 2010 Feb 9 [cited
2010
June
4];
Available
from:
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/286342-overview 6. Baldwin DS, Birtwistle J. An Atlas of Depression. New York: The Parthenon Publishing Group. 2002. 7. Pedoman Tatalaksana GB PDSKJI 2010 diakses dari http://pdskji.org tanggal 02 April 2015. 8. Bipolar
disorder.
National
Institute
of
Mental
Health.
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolardisorder/index.shtmldiakses tanggal 02 April 2015. 9. Appendix D—DSM-IV-TR Mood Disorders-Managing Depressive Symptoms in
Substance Abuse
Clients
During Early Recovery diakses
dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK64063/ diakses tanggal 02 April 2015 . 10. Neal, Michael J. Depresi dalam At a Glance Farmakologi Medis edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2008. 11. Neal, Michael J. Gangguan Afektif Bipolar dalam At a Glance Farmakologi Medis edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2008.
49