PAPER PSIKIATRI GANGGUAN MOOD SIKLOTIMIK
Disusun Oleh:
Jessica Arminta Wijaya 120100191
Pembimbing:
dr. M. Surya Husada, M.Ked(KJ), Sp.KJ
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT JIWA PROF. M. ILDREM MEDAN 2016
PAPER PSIKIATRI GANGGUAN MOOD SIKLOTIMIK Diajukan sebagai salah satu syarat kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh:
Jessica Arminta Wijaya 120100191
Pembimbing:
dr. M. Surya Husada, M.Ked(KJ), Sp.KJ
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT JIWA PROF. M. ILDREM MEDAN 2016
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Jessica Arminta Wijaya
NIM
: 120100191
Judul
: Gangguan Mood Siklotimik
Pembimbing
dr. M. Surya Husada, M.Ked(KJ), Sp.KJ NIP.
19800203 200801 200801 1 011
Koordinator P3D Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
dr. Vita Camellia, M.Ked(KJ), Sp. KJ NIP.
19780404 200501 200501 2 002
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper ini dengan ”. judul “Gangguan Mood Siklotimik ”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing, dr. M. Surya Husada, M.Ked(KJ), Sp.KJ , yang telah meluangkan waktunya dan memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan paper ini. ini. Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan paper selanjutnya. selanjutnya. Semoga paper Semoga paper ini ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 02 Oktober 2016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................... ......................................................... ..................................... ............... i KATA PENGANTAR ............................................ .................................................................. ..................................... ............... ii DAFTAR ISI ............................................ .................................................................. ............................................ .............................. ........ iii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................... ............................................................... .................................. ............ 1
1.1
Latar Belakang ........................................... .................................................................. .............................. ....... 1
1.2
Tujuan ......................................... ............................................................... ............................................ ........................ 2
1.3
Manfaat ........................................... ................................................................. ......................................... ................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................... .................................................................. ....................... 3
2.1. Definisi............................................ .................................................................. ......................................... ................... 3 2.2. Epidemiologi.......................................... ................................................................ .................................. ............ .3 2.3. Etiologi dan Faktor Risiko ........................................... ....................................................... ............ 3 2.4. Gambaran Klinis ............................................ ................................................................... .......................... ... 4 2.5. Diagnosis ............................................ .................................................................. ..................................... ............... 5 2.6. Diagnosis Banding ............................................ ................................................................... ....................... 7 2.7. Penatalaksanaan ............................................. .................................................................... .......................... ... 8 2.8. Prognosis............................................. ................................................................... ..................................... ............... 9 BAB 3 KESIMPULAN KESIMPULAN ................................................. ....................................................................... .............................. ........ 10 DAFTAR PUSTAKA .................................. ........................................................ ............................................ .......................... .... 11
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Mood adalah suatu perasaan yang meresap dan dipertahankan yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dan persepsinya terhadap dunia. Mood bisa normal, meninggi atau terdepresi. Orang yang sehat akan merasakan berbagai macam mood dan mempunyai ekspresi afek yang sama luasnya.Mereka merasa mampu mengontrol mood dan afeknya. 1 Gangguan mood adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai dengan hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood yang meninggi menunjukkan sikap meluap-luap, flight of ideas, penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri dan gagasan kebesaran. Pasien dengan mood yang terdepresi akan mengalami kehilangan energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan dan pikiran tentang adanya kematian atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain dari gangguan mood adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan dan fungsi vegetatif (seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya). Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi interpersonal, sosial dan pekerjaan.
1
Bipolar disorder menempati menempati urutan ke-enam penyebab kecacatan diantara orang-orang dengan umur 15-44 tahun. Meskipun angka prevalensinya yang tinggi dan kecacatan yang menyertainya, gangguan bipolar masih kurang diteliti dibanding gangguan kesehatan mental yang lain. 2 Siklotimia secara luas dianggap sebagai bentuk yang ringan, di bawah ambang ( subthreshold ) dari gangguan bipolar. Kejadian siklotimia di laporkan di klinik kesehatan mental sebesar 3-9% dan terjadi diantara mahasiswa. Gejala siklotimia biasanya kronik dan dikarakteristikkan dengan gangguan mood yang berfluktuasi yang melibatkan meli batkan periode dari gejala hipomania yang berganti dengan
1
periode gejala depresi. 15-50% pasien dengan siklotimia dapat berubah menjadi gangguan bipolar I atau II.
1.2.
2
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan penjelasan mengenai gangguan mood siklotimik, dimulai dari pembahasan definisi, etiologi, diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahannya. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 1.3.
Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami tentang berbagai penyakit jiwa yang umum terjadi, dan mampu melaksanakan diagnosis dan pengobatan yang tepat terhadap penyakit tersebut sesuai dengan standar kompetensi dokter Indonesia.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Gangguan mood siklotimik secara simtomatis adalah bentuk yang ringan dari gangguan bipolar II, yang dikarakteristikkan dengan episode hipomania dan depresi ringan. Dalam DSR-IV-TR, gangguan siklotimik di definisikan sebagai gangguan mood yang bersifat kronik dan berfluktuasi dengan periode hipomania dan
depresi.
Siklotimia
dibedakan
dari
gangguan
bipolar
II,
yang
dikarakteristikkan dengan adanya depresi mayor (bukan minor) dan episode hipomania. 1 2.2.
Epidemiologi
Pasien dengan gangguan siklotimik mungkin berjumlah 3-10% dari semua pasien psikiatrik rawat jalan.Diperkirakan 10% dari rawat jalan dan 20% dari rawat inap gangguan kepribadian ambang memiliki diagnosis gangguan siklotimik secara bersama-sama. Rasio wanita terhadap laki-laki dalam gangguan siklotimik adalah kira-kira 3 berbanding 2, dan 50-75% dari semua pasien mmeiliki onset antara usia 15-25 tahun. 1
2.3.
Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi gangguan siklotimik diperkirakan sama dengan gangguan distimik, yaitu faktor biologis dan faktor psikososial. a) Faktor Biologis Sekitar 30% dari seluruh pasien dengan gangguan siklotimik memiliki riwayat keluarga yang positif terhadap gangguan bipolar I. Ditambah dengan adanya silsilah keluarga dengan gangguan bipolar I sering memiliki generasi pasien dengan bipolar I yang berhubungan ber hubungan dengan generasi dengan gangguan siklotimik. 1 Prevalensi gangguan siklotimik pada kerabat dari pasien gangguan bipolar I lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi gangguan siklotimik pada
3
kerabat dengan pasien yang memiliki gangguan mental lain atau sehat secara mental. 1 b) Faktor Psikososial Kebanyakan teori psikodinamika mempostulasikan bahwa perkembangan gangguan siklotimik terjadi karena trauma dan fiksasi selama fase oral dari perkembangan sewaktu bayi. Freud membuat hipotesa bahwa keadaan siklotimik adalah usaha ego untuk mengatasi superego yang keras dan bersifat menghukum. 1 Hipomania dijelaskan secara pikodinamika sebagai kurangnya kritikan terhadap diri sendiri dan ketiadaan inhibisi ketika seseorang yang depresi melepaskan beban dari superego yang terlalu keras. Mekanisme pertahanan utama dari hipomania adalah penolakan, dimana pasien akan menghindari masalah-masalah dari luar dan perasaan depresi dari dalam dirinya. 1 Pasien dengan gangguan siklotimik dikarakteristikkan dengan periode depresi dan berganti dengan periode hipomania. Penelusuran psikoanalitik memperlihatkan bahwa pasien-pasien tersebut mempertahankan dirinya terhadap hal-hal yang mendasari terjadinya depresi dengan periode euphoria atau hipomania mereka. Biasanya hipomania sering dipicu oleh interpersonal loss yang besar. 1 Dari DSM-V mengindikasikan bahwa faktor risiko untuk gangguan siklotimik adalah memiliki kerabat tingkat/derajat satu dengan gangguan bipolar I.3 2.4.
Gambaran Klinis
Gejala siklotimia berganti antara peninggian emosi dan penurunan. Peningkatan emosi pada siklotimia termasuk gejala mood yang meningkat atau hipomania. Penurunan emosi terdiri atas gejala depresi ringan. Gejala siklotimia menyerupai gejala gangguan bipolar I atau bipolar II, namun lebih ringan. Gejala hipomania meliputi:
Euphoria atau rasa bahagia yang dilebih-lebihkan
Optimisme yang berlebihan
4
Peningkatan self-esteem Peningkatan self-esteem
Berbicara lebih banyak dari biasanya
Penilaian yang kurang baik sehingga mengakibatkan tindakan yang berbahaya
Racing thoughts
Irritabel atau agitasi
Aktivitas fisik yang berlebihan
Peningkatan dorongan untuk melakukan sesuatu atau mencapai tujuan (seksual, pekerjaan atau sosial)
Penurunan kebutuhan tidur
Kencenderungan untuk mudah teralihkan
Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
Gejala Depresif :
Merasa sedih, tidak ada harapan atau hampa
Ingin menangis
Irritabilitas
Kehilangan
minat
pada
aktifitas-aktifitas
yang
sebelumnya
dinikmati
Perubahan berat badan
Perasaan tidak berharga atau bersalah
Gangguan tidur
2.5.
Fatigue
Gangguan konsentrasi
Pemikiran bunuh diri atau kematian
4
Diagnosis
Meskipun banyak pasien mencari pertolongan psikiater karena depresi, masalah mereka biasanya berhubungan dengan kekacauan yang disebabkan episode manik mereka. Problema pernikahan dan instabilitas dalam hubungan
5
biasanya menjadi keluhan utama karena pasien dengan gangguan gangguan siklotimik sering bersifat sembarangan dan irritabel ketika dalam keadaan mania dan campuran.
1
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ-III), gangguan kepribadian histrionik adalah gangguan kepribadian dengan ciri-ciri: a) Ciri essensial ialah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan dan hipomania ringan, diantaranya tidak cukup parah atau cukup lama untuk memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar atau gangguan depresif berulang. b) Setiap episode alunan afektif (mood ( mood swings) swings ) tidak memenuhi kriteria untuk kategori manapun yang disebut dalam episode manik atau episode depresif. 5 Selain berdasarkan PPDGJ-III, kriteria diagnosis dapat digunakan berdasarkan (DSM-V) yang terdiri dari 6 kriteria diagnostik di bawah ini: a) Sekurang-kurangnya 2 tahun ( sekurang-kurangnya 1 tahun pada anak dan remaja) ada banyak periode dengan gejala hipomania yang tidak memenuhi kriteria episode hipomania dan banyak periode dengan gejla depresi yang tidak memenuhi kriteria untuk episode depresi mayor. b) Selama periode diatas 2 tahun (1 tahun pada anak-anak dan remaja), Periode hipomania dan depresi ditemukan selama sekurang-kurangnya setengah dari waktu tersebut dan individu tersebut tidak pernah tanpa gejala selama lebih dari 2 bulan. c) Tidak pernah memenuhi kriteria depresi mayor, mania atau hipomania. d) Gejala di kriteria A tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan delusi, atau skizofrenia spesifikasi lain atau tidak terspesifikasi atau gangguan psikotik lainnya e) Gejala bukan disebabkan oleh
efek fisiologis dari zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau kondisi medis lainnya (misalnya, hipertiroidisme). f)
Gejala menyebabkan penderitaan atau gangguan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya. 6
6
2.6.
Diagnosis Banding
1. Gangguan bipolar dan yang berkaitan dengannya karena kondisi medis lainnya dan gangguan depresif karena kondisi medis lainnya. Diagnosa ini dapat dibuat ketika gangguan mood dinilai berhubungan dengan efek fisologis dari suatu kondisi medis kronik (misalnya, hipertiroidisme). Pennetuan didasrkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan laboratorium 2. Gangguan bipolar dan yang berkaitan dengannya yang dipicu oleh zat/obat-obatan dan gangguan depresi yang dipicu oleh zat/ obatobatan. Diagnosa ini dibedakan dengan siklotimia dengan penilaian bahwa zat/ obat-obatan (terutama stimulan) secara etiologi menjadi penyebab gangguan mood. Alunan mood ( mood swings) swings) yang seringa pada gangguan ini yang mengarah ke gangguan siklotimik biasanya akan membaik dengan penghentian pemakaian zat atau obat-obatan tersebut. 3. Gangguan Bipolar I dan Bipolar II dengan Rapid dengan Rapid Cycling Kedua gangguan ini bisa menyerupai gangguan siklotimik yang ditandai dengan perubahan mood yang nyata dan sering. Secara definisi, pada gangguan siklotimik, kriteria untuk episode depresi mayor, mania dan hipomania tidak terpenuhi sementara gangguan bipolar I dan bipolar II dengan rapid cycling memerlukan adanya episode penuh dari mood tersebut. 4. Borderline Personality Disorder Borderline Personality Disorder berhubungan berhubungan dengan perubahan yang nyata dari mood yang menyerupai gangguan siklotimik. Bila kriteria terpenuhi makan keduanya bisa didiagnosa secara bersamaan. 6
7
2.7.
Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi Mood stabilizers stabilizers dan obat-obat antimania adalah lini pertama pengobatan untuk pasien dengangangguan siklotimik. Walaupun data eksperimental dari penelitian terhadap lithium terbatas, obat-obat anti mania yang lain seperti karbamazepine dan asam valproat dilaporkan efektif. Pengobatan dengan antidepresan pada pasien dengan gangguan siklotimik harus dilakukan dengan hati-hati karena pasien-pasien ini memiliki kerentanan yang meningkat terhadap kejadian episode hipomania atau mania yang dipicu oleh antidepresan. Mekanisme
kerja
dari
mengurangi
reseptor
cholinergic
muscarinic
Lithium
dopamine activity activity
1
adalah
kemampuannya
untuk
supersensitivity dan meningkatkan supersensitivity dan
menghambat
cAMP
dan
phosphoinositides. Efek sampingnya mual, muntah, diare, kelemahan otot, poliuria, tremor t remor halus, hipotiroidisme, edema tungkai, ganguan daya ingat dan konsentrasi. Dosisnya dimulai dari 250-500mg/h, diberikan 1-2 kali perhari. Dosis efektif biasanya 1000-1500 mg/h, diperthankan 2-3 bulan lalu diturunkan ke dosis maintenance. 7
b. Psikoterapi Psikoterapi untuk pasien dengan gagguan siklotimik paling baik diarahkan pada penigkatan kesadaran pasien terhadap kondisi mereka dan mengembangkan mekanisme untuk mengatasi mood swings swings mereka. Terapis biasanya perlu membantu pasien untuk memperbaiki kerusakan baik dalam pekerjaan maupun keluarga yang terjadi selama episode hipomania. Karena siklotimia biasanya berlangsung lama, pasien biasaya membutuhkan pngobatan yang lama juga. Terapi keluarga dan kelompok dapat bersifat suportif, mendidik, dan terapeutik bagi pasien dan orangorang yang terlibat dalam hidupnya.1
8
Hasil yang menjanjikan telah dihubungkan dengan penerapan Cognitive Behavioral Therapy Therapy dan Supportive Group Group yang dikombinasi dengan pengobatan mood-stabilizers. 8
2.8.
Prognosis
Onset sesungguhnya dari gejala gangguan siklotimik biasanya terjadi secara tersembunyi pada waktu remaja atau awal 20-an.Munculnya gejala-gejala pada saat itu akan menghalangi performa seseorang di sekolah dan kemampuan untuk membentuk pertemanan dengan kawan-kawannya. Reaksi pasien terhadap ganguan biasnay bervariasi; pasien dengan kemampuan mengatasi atau pertahanan ego yang adaptif akan memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pasien dengan kemampuan mengatasi yang buruk. Sekitar sepertiga pasien dengan gangguan siklotimik akan berkembang menjadi gangguan mood mayor, paling seringnya gangguan gangguan bipolar II.
1
9
BAB 3 KESIMPULAN
Gangguan siklotimik di definisikan sebagai gangguan mood yang bersifat kronik dan berfluktuasi dengan periode hipomania dan depresi. Penyebab dari gangguan siklotimik ini adalah faktor biologis dan psikososial. Faktor risiko terjadinya gangguan siklotimik ini adalah riwayat kerabat derajat satu dengan gangguan bipolar I. Gejala klinis pada pasien dengan gangguan siklotimik biasanya dibagi menjadi gejala hipomania dan depresi. Untuk diagnosa gangguan siklotimik berdasarkan kriteria PPDGJ III/ DSM-V. Pengobatan untuk gangguan siklotimik dari segi farmakologi adalah mood-stabilizers dan obat antimania seperti lithium karbonat, karbamazepine, lamotrigrine, dan asam valproat. Dari segi nonfarmakologi dapat dilakukan terapi psikososial. Sekitar sepertiga pasien dengan gangguan siklotimik dapat berkembang menjadi gangguan bipolar II.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J., Harold I. Kaplan, and Virginia A Sadock. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/clinical Psychiatry. Psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Wolter Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins, 2007. 2. Shen, G. H. C., Sylvia, L. G., Alloy, L. B., Barrett, F., Kohner, M., Iacoviello, B. and Mills, A. Lifestyle A. Lifestyle regularity and cyclothymic symptomatology. symptomatology. 2008 J. Clin. Psychol., 64: 482 – 500. 500. doi:10.1002/jclp.20440 doi:10.1002/jclp.20440 3. Porter, D. Cyclothymic Disorder DSM-5 301.13 (F34.0). (F34.0). 2016 [cited 2016 October
22nd]
Available
from
:
http://www.theravive.com/therapedia/
Cyclothymic-Disorder-DSM--5-301.13-(F34.0) 4. http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/cyclothymia/basics/symptoms/ con-20028763 5. Maslim, R. Diagnosis R. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jiwa . Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001. 104p. 6. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition. Edition. Arlington, VA: American Psychiatric Association; 2013. 139p. 7. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic Medication) Edisi Medication) Edisi 3. Jakarta : Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2007. 31p 8. Baldessarini RJ, Vázquez G, Tondo L. Treatment of cyclothymic disorder: commentary. commentary. Psychother Psychosom. 2011; 80(3):131-5.
11