REFERAT
FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN ANESTESI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Dalam Menempuh Program
Studi Profesi Dokter
Disusun Oleh :
Strida Indieni
03007251
Pembimbing :
Dr. H. Sabur Nugraha, Sp. An
Dr. Ucu Nurhadiat, Sp. An
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Karawang, 16 September 2011
Periode 12 September 2011 – 16 Oktober 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup.
Farmakologi adalah ilmu yang sangat luas cakupannya, karena itu bidang
kesehatan manusia hanya membatasi ilmu farmakologi klinik yang hanya
mempelajari efek obat terhadap manusia dan farmakologi eksperimental yang
hanya mempelajari efek obat terhadap binatang.
Secara umum, obat-obatan anestesi terdiri dari obat pre-medikasi, obat
induksi anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat
anestesi lokal/regional, obat pelumpuh otot, analgesia opioid dan analgesia
non-opioid.
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan cara penggunaanya, obat anestesi dapat dibagi dalam
sepuluh
kelompok, yakni :
1. Anastetika Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran,
scuofluran. Obat – obat ini diberikan sebagai uap melalui saluran nafas.
Keuntungannya adalah resepsi yang cepat melalui paru – paru seperti juga
ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) yang biasanya dalam keadaan
utuh. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.
2. Anastetika Intravena : thiopental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan
propofol. Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria
secara rectal, tetapi resorpsinya kurang teratur. Terutama digunakan
untuk mendahului (induksi) anastesi total, atau memeliharanya, juga
sebagai anastesi pada pembedahan singkat.
3. Anestetika intramuskular : sangat populer dalam praktek anestesi, karena
teknis mudah, relatif aman karena kadar plasma tidak mendadak tinggi.
Keburukannya ialah absorpsi kadang diluar perkiraan, menimbulkan nyeri
dibenci anak-anak, dan beberapa bersifat iritan.
4. Subkutan : sekarang sudah jarang digunakan
5. Spinal : dimasukkan kedalam ruang subarakhnoid (intratekal) seperti pada
bupivacaine.
6. Lidah dan mukosa pipi : absorpsi lewat lidah dan mukosa pipi dapat
menghindari efek sirkulasi portal, bersifat larut lemak, contohnya
fentanil lolipop untuk anak dan buprenorfin.
7. Rektal : sering diberikan pada anak yang sulit secara oral dan takut
disuntik.
8. Transdermal : contoh krem EMLA (eutectic mixture of local anesthetic),
campuran lidokain-prokain masing-masing 2,5%. Krem ini dioleskan ke kulit
intakdan setelah 1-2 jam baru dilakukan tusuk jarum atau tindakan lain.
9. Epidural: dimasukkan kedalam ruang epidural yaitu antara duramater dan
ligamentum flavum. Cara ini banyak pada anestesia regional.
10. Oral : paling mudah, tidak nyeri, dapat diandalkan. Kadang harus
diberikan obat peri-anestesia, seperti obat anti hipertensi, obat penurun
gula darah, dan sebagainya. Sebagian besar diabsorpsi usus halus bagian
atas. Beberapa obat dihancurkan asam lambung. Pengosongan lambung yang
terlambat menyebabkan terkumpulnya obat di lambung. Sebelum obat masuk
sistemik, harus melewati sirkulasi portal. Maka dosis oral harus lebih
besar dari intramuskular, contohnya petidin, dopamin, isoprenalin, dan
propanolol.
OBAT-OBATAN DALAM ANESTESI
Obat-Obatan Anestesi Umum
1. Sulfas Atropin
2. Pethidin
3. Propofol/ Recofol
4. Succinil Cholin
5. Tramus
6. Efedrin
Obat untuk Anestesi Spinal:
1. Buvanest atau Bunascan
2. Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek
buvanest)
Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:
1. Atropin
2. Efedrin
3. Ranitidin
4. Ketorolac
5. Metoklorpamid
6. Aminofilin
7. Asam Traneksamat
8. Adrenalin
9. Kalmethason
10. furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
11. lidocain
12. gentamicyn salep mata
13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
14. Methergin (untuk pasien obsgyn)
15. Adrenalin
PENGGOLONGAN OBAT PRE-MEDIKASI
1. Golongan Narkotika
- analgetika sangat kuat.
- Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.
- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
- Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi
pembuluh darah ( hipotensi
- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat
analgesik rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol.
- Pethidin diinjeksikan pelan untuk:
mengurangi kecemasan dan ketegangan
menekan TD dan nafas
merangsang otot polos
- Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum
pembedahan
mengurangi kecemasan dan ketegangan
menekan TD dan nafas
merangsang otot polos
depresan SSP
pulih pasca bedah lebih lama
penyempitan bronkus
mual muntah (+)
2. Golongan Sedativa & Transquilizer
- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien
menjadi mengantuk.
- Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan
DHBF (Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.
- Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.
- diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi,
pasien tampak lebih gelisah
Barbiturat
- menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi
- depresan lemah nafas dan silkulasi
- mual muntah jarang
Midazolam
- Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik
sebagai sedasi dan induksi anestesia.
- Pre-medikasi, induksi, rumatan, sedasi post operasi.
- Memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi
kejang grand mal
- Dianjurkan sebelum pemberian ketamin karena pasca anestesi ketamin
dosis 1-2mg/kgBB menimbulkan halusinasi.
Diazepam
- induksi, premedikasi, sedasi
- menghilangkan halusinasi karena ketamin
- mengendalikan kejang
- menguntungkan untuk usia tua
- jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia
- premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg
3. Golongan Obat Pengering
- bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di
mulut serta menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik
sehingga menurunkan risiko timbulnya refleks vagal.
- Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.
- Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada
anak-anak sehingga terjadi febris dan dehidrasi
- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek
hipersekresi, mis: dietileter atau ketamin
OBAT-OBATAN ANESTESI
"Obat "Dalam "Jumlah di"pengenceran"Dalam "Dosis "1 cc "
" "sediaan"sediaan " "spuit "(mg/kgBB) "spuit ="
"Pethidin "ampul "100mg/2cc"2cc + "10 cc "0,5-1 "10 mg "
" " " "aquadest " " " "
" " " "8cc " " " "
"Fentanyl " "0,05 " " " "0,05mg "
" " "mg/cc " " " " "
"Recofol "ampul "200mg/ "10cc + "10 cc "2-2,5 "10 mg "
"(Propofol) " "20cc "lidocain 1 " " " "
" " " "ampul " " " "
"Ketamin "vial "100mg/cc "1cc + "10 cc "1-2 "10 mg "
" " " "aquadest " " " "
" " " "9cc " " " "
"Succinilchol"vial "200mg/ "Tanpa "5 cc "1-2 "20 mg "
"in " "10cc "pengenceran" " " "
"Atrakurium "ampul "10mg/cc "Tanpa "5 cc "Intubasi: "10 mg "
"Besilat " " "pengenceran" "0,5-0,6, " "
"(Tramus/ " " " " "relaksasi: " "
"Tracrium) " " " " "0,08, " "
" " " " " "maintenance" "
" " " " " ": 0,1-0,2 " "
"Efedrin HCl "ampul "50mg/cc "1cc + "10 cc "0,2 "5 mg "
" " " "aquadest " " " "
" " " "9cc " " " "
"Sulfas "ampul "0,25mg/cc"Tanpa "3 cc "0,005 "0,25 mg"
"Atropin " " "pengenceran" " " "
"Ondansentron"ampul "4mg/2cc "Tanpa "3 cc "8 mg "2 mg "
"HCl (Narfoz)" " "pengenceran" "(dewasa) " "
" " " " " "5 mg (anak)" "
"Aminofilin "ampul "24mg/cc "Tanpa "10 cc "5 "24 mg "
" " " "pengenceran" " " "
"Dexamethason"ampul "5 mg/cc "Tanpa " "1 "5 mg "
" " " "pengenceran" " " "
"Adrenalin "ampul "1 mg/cc " " "0,25-0,3 " "
"Neostigmin "ampul "0,5mg/cc "Tanpa " "Masukkan 2 "0,5 mg "
"(prostigmin)" " "pengenceran" "ampul " "
" " " " " "prostigmin " "
" " " " " "+ 1 ampul " "
" " " " " "SA " "
"Midazolam "ampul "5mg/5cc "Tanpa " "0,07-0,1 "1 mg "
"(Sedacum) " " "pengenceran" " " "
"Ketorolac "ampul "60 mg/2cc"Tanpa " " "30 mg "
" " " "pengenceran" " " "
"Difenhidrami"ampul "5mg/cc "Tanpa " " "5 mg "
"n HCl " " "pengenceran" " " "
Onset dan Durasi yang penting
"OBAT "ONSET "DURASI "
"Succinil Cholin "1-2 mnt "3-5 mnt "
"Tracrium (tramus) "2-3 mnt "15-35 mnt "
"Sulfas Atropin "1-2 mnt " "
"Ketamin "30 dtk "15-20 mnt "
"Pethidin "10-15 mnt "90-120 mnt"
"Pentotal "30 dtk "4-7 mnt "
Keterangan
A. Obat Induksi intravena
1. Ketamin/ketalar
- efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tp tidak utk
nyeri visceral
- Efek hipnotik kurang
- Efek relaksasi tidak ada
- Refleks pharynx & larynx masih ckp baik ( batuk saat anestesi (
refleks vagal
- disosiasi ( mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu,
halusinasi, gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt
timbul eksitasi
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek
ini dapat diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)
- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat.
(akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi
baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
- dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine.
Baik untuk penderita-penderita asma dan untuk mengurangi spasme
bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan.
- Dosis berlebihan scr iv ( depresi napas
- Pd anak dpt timbulkan kejang, nistagmus
- Meningkatkan kdr glukosa darah + 15%
- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya
utuh melalui urin
- Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain
bekerja pd pusat retikular otak
Indikasi:
Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada
koreksi jaringan sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan
intubasi kadang sukar.
Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi
vital. Dapat dipakai untuk induksi pada pasien syok.
Untuk tindakan operasi kecil.
Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.
Pasien asma
Kontra Indikasi
hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg
riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
Dekompensasi kordis
Harus hati-hati pada :
Riwayat kelainan jiwa
Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik
2. Propofol (diprifan, rekofol)
Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut
tdd minyak kedelai & postasida telur yg dimurnikan.
Kdg terasa nyeri pd penyuntikan ( dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm
10cc propolol ( jarang pada anak karena sakit & iritasi pd saat
pemberian
Analgetik tdk kuat
Dpt dipakai sbg obat induksi & obat maintenance
Obat setelah diberikan ( didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.
Metabolisme di liver & metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.
Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena
vasodilatasi & apnea sejenak
Efek Samping
bradikardi.
nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan
Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan
Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan
napas, ginjal, liver, syok hipovolemik.
3. Thiopental
Ultra short acting barbiturat
Dipakai sejak lama (1934)
Tidak larut dlm air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental) mudah
larut dlm air
4. Pentotal
Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1
gr(merah) & 5 gr. Dipakai dilarutkan dgn aquades
Lrt pentotal bersifat alkalis, ph 10,8
Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama,
efek menurun)
Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari
overdosis, komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih mudah
Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ) ( efek
sedasi&hipnosis cepat tjd, tp sifat analgesik sangat kurang
TIK
Mendepresi pusat pernapasan
Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan
depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah (
hipotensi. Dpt menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal
tak berefek pd kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta
Dpt melewati ASI
menyebabkan relaksasi otot ringan
reaksi. anafilaktik syok
gula darah sedikit meningkat.
Metabolisme di hepar
cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
Dosis iv: 3-5 mg/kgBB
Kontraindikasi
syok berat
Anemia berat
Asma bronkiale ( menyebabkan konstriksi bronkus
Obstruksi sal napas atas
Penyakit jantung & liver
kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)
B. Obat Anestetik inhalasi
1. Halothan/fluothan
Tidak berwarna, mudah menguap
Tidak mudah terbakar/meledak
Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya
Efek:
Tidak merangsang traktus respiratorius
Depresi nafas ( stadium analgetik
Menghambat salivasi
Nadi cepat, ekskresi airmata
Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
Depresi otot jantung ( aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
Depresi otot polos pembuluh darah ( vasodilatasi ( hipotensi
Vasodilatasi pembuluh darah otak
Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
Meningkatkan aktivitas vagal ( vagal refleks
Pemberian berulang (1-3 bulan) ( kerusakan hepar (immune-mediated
hepatitis)
Menghambat kontraksi otot rahim
Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme
tubuh
Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
Keuntungan
cepat tidur
Tidak merangsang saluran napas
Salivasi tidak banyak
Bronkhodilator ( obat pilihan untuk asma bronkhiale
Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang
enak
Kerugian
overdosis
Perlu obat tambahan selama anestesi
Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
aritmia jantung
Sifat analgetik ringan
Cukup mahal
Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
2. Nitrogen Oksida (N2O)
gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar
dan relatif tidak larut dalam darah.
Efek:
Analgesik sangat kuat setara morfin
Hipnotik sangat lemah
Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. ( Bila
murni N2O = depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu
cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya.
3. Eter
- tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat
merangsang
- iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
- margin safety sangat luas
- murah
- analgesi sangat kuat
- sedatif dan relaksasi baik
- memenuhi trias anestesi
- teknik sederhana
4. Enfluran
isomer isofluran
tidak mudah terbakar, namun berbau.
Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak
seperti kejang (pada EEG).
Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding
halotan dan enfluran lebih iritatif dibanding halotan.
5. Isofluran
cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu
kamar
menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan
terhadap penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar
matahari.
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai
isofluran
6. Sevofluran
tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga
banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan
orang dewasa.
tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis
C. Obat Muscle Relaxant
Bekerja pd otot bergaris ( terjadi kelumpuhan otot napas & otot-otot
mandibula, otot intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-
otot ekstremitas.
Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata (ekstremitas ( mandibula
(intercostalis (abdominal (diafragma.
Pd pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.
Obat ini membantu pd operasi khusus spt operasi perut agar organ
abdominal tdk keluar & terjadi relaksasi
Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
" "Dosis "Dosis "Durasi"Efek samping "
" "awal "rumatan "(menit" "
" "(mg/kgBB)"(mg/kgBB) ") " "
"Non depol long-acting " " " " "
"D-tubokurarin (tubarin) "0.40-0.60"0.10 "30-60 "Hipotensi "
"Pankuronium "0.08-0.12"0.15-0.020"30-60 "Takikardi "
"Metakurin "0.20-0.40"0.05 "40-60 "Hipotensi "
"Pipekuronium "0.05-0.12"0.01-0.015"40-60 "KV stabil "
"Doksakurium "0.02-0.08"0.005-0.01"45-60 "KV stabil "
"Alkurium (alloferin) "0.15-0.30"0 "40-60 "Takikardi "
" " "0.5 " " "
"Non depol intermediate acting " " " " "
"Gallamin (flaxedil) "4-6 "0.5 "30-60 "Hipotensi "
"Atrakurium (tracrium/notrixum)"0.5-0.6 "0.1 "20-45 "Amanhepar&gin"
"Vekuronium (norcuron) "0.1-0.2 "0.015-0.02"25-45 "jal "
"Rokuronium (roculax/esmeron) "0.6-1.0 "0.10-0.15 "30-60 " "
"Cistacuronium "0.15-0.20"0.02 "30-45 " "
" " " " "Isomer "
" " " " "atrakurium "
"Non depol short acting " " " " "
"mivakurium (mivacron) "0.20-0.25"0.05 "10-15 "Hipotensi & "
"ropacuronium "1.5-2.0 "0.3-0.5 "15-30 "histamin + "
"Depol short acting " " " " "
"suksinilkolin (scolin) "1.0 " "3-10 " "
"dekametonium "1.0 " "3-10 " "
Durasi
Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
Short (10-15 menit) : mivakurium
Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium,
pipekuronium, doksakurium, galamin
Efek terhadap kardiovaskuler
tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium :
Hipotensi pelepasan histamin dan (penghambatan ganglion)
pankuronium : menaikkan tekanan darah
suksinilkolin : aritmia jantung
Antikolinesterase
( antagonis pelumpuh otot non depolarisasi
1. neostigmin metilsulfat 0,04-,0,08mg/kg (prostigmin)
2. piridostigmin 0,1-0,4mg/kg
3. edrofonium 0,5-1,0mg/kg
- fungsi: efek nilotinik + muskarinik ( bradikardi, hiperperistaltik,
hipersekresi, bronkospasme, miosis, kontraksi vesicaurinaria
- pemberian dibarengi SA untuk menghindari bradikardi. (2:1)
MAC (Minimal Alveolar Concentration)
( konsentrasi zat anestesi inhalasi dalam alveoli dimana 50% binatang tidak
memberikan respon rangsang sakit
Halotan : 0,87%
Eter : 1,92%
Enfluran : 1,68%
Isofluran : 1,15%
Sevofluran : 1,8%
Obat Darurat
"Nama "Berikan bila "Berapa yang diberikan? "
"Efedrin "TD menurun >20% dari TD "2 cc spuit "
" "awal (biasanya bila TD " "
" "sistol <90 diberikan) " "
"Sulfas atropin "Bradikardi (<60) "2 cc spuit "
"Aminofilin "bronkokonstriksi "5 mg/kgBB "
" " "Spuit ( 24mg/ml "
"Dexamethason "Reaksi anafilaksis "1 mg/kgBB "
" " "Spuit ( 5 mg/cc "
"Adrenalin "Cardiac arrest "0,25 – 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc "
" " "(teori) "
" " "Prakteknya ( beri sampai aman"
"Succinil cholin "Spasme laring "1 mg/kgBB (1cc spuit ( "
ANESTESI LOKAL/ REGIONAL
( blokade reversibel konduksi saraf
mencegah DEPOLARISASI dengan blokade ion Na+ ke channel Na ( blokade
konduksi) ( mencegah permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+
Penggolongan anestesi lokal:
Potensi Obat
" "SHORT act "MEDIUM act "LONG act "
"Prototipe "Prokain "Lidokain "Bupirokain "
"Gol "Ester "Amida "Amida "
"Onset "2' "5' "15' "
"Durasi "30-45' "60-90' "2-4jam "
"Potensi "1 "3 "15 "
"Toksisitas "1 "2 "10 "
"Dosis max "12 Mg/KgBB "6 mg/KgBB "2 Mg/KgBB "
"Metabolisme "Plasma "Liver "Liver "
Keterangan:
Bupivacaine
- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume
yang digunakan <20ml.
Lidokain (Xylocaine, Lidonest)
- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot
baik.
- 0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
- 1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.
- 2% untuk relaksasi pasien berotot.
OPIOID DAN ANALGETIKA NON-OPIOID
OPIOID
1. Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin,
petidin, fentanil.
2. Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat
berikatan dengan reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai
analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk
mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan.
A. Klasifikasi Opioid
Penggolongan opioid antara lain:
1. opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)
2. semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)
3. sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan
remifentanil).
B. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam anastesi antara lain:
1. MORFIN
a. Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang
mengandung otot polos. Efek morfin pada sistem syaraf pusat
mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan
depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi
alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual
muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti
diuretika (ADH).
b. Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit
yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat
diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh
lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian
parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri
dan mempengaharui janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal.
Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau
menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik
non-opioid. Apabila nyerinya makin besar dosis yang diperlukan juga
semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri yang
timbul pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik
empedu, oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner,
perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, nyeri akibat
trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi
depresi pernafasan, nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut,
disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan pada traktus
bilier, retensi urin, dan hipotensi.
e. Dosis dan sediaan
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral
dalam bentuk larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis
anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-
0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan
dapat diulang sesuai yang diperlukan.
2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis
reseptor µ. Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan
efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral
lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih
rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi
analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan
morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut
:
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang
larut dalam air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan
normeperidin, asam meperidinat dan asam normeperidinat.
Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat
konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah
berkurang 50%. Kurang dari 10% petidin bentuk asli ditemukan
dalam urin.
3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan
pandangan dan takikardia.
4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter
oddi lebih ringan.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah
yang tidak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25
mg i.v pada dewasa.
6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.
c. Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik.
Akan tetapi kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah
suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45
menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi.
Setelah pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun
secara cepat dalam 1-2 jam pertama, kemudian penurunan berlangsung
lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma terikat
protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia
meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang
kemudian sebagian mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh
sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis
meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik
otak, dan tekanan intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin
tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk ke fetus dan
menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada
beberapa keadaan klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa
kerjanya yang lebih pendek daripada morfin. Meperidin digunakan
juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat
preanestetik.
e. Dosis dan sediaan
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10
mg/ml, 25 mg/ml, 50 mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50
mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan dosis parenteral 100
mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
f. Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan
berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual-muntah,
perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop
dan sedasi.
3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai
suatu analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan
dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat
mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil
dibandingkan dengan morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan
aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. Keadaan itu sebagian
disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi
menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada
terminal saraf tepi. Fentanil dikombinasikan dengan droperidol
untuk menimbulkan neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara
kualitatif hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar
dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil
dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan,
sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3
mg /kg BB analgesianya hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya
dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca
bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi
anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi
bensodioazepam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung.
Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang
sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat
mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin,
aldosteron dan kortisol.
ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID)
Keterangan
Ketorolak
- Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.
- Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.
- Lama kerja 4-6 jam.
- Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan
faal ginjal, dan BB <50kg dibatasi maks. 60mg/hari.
- 30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama
opioid.
- Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa
mengganggu reseptor opioid di sistem saraf pusat.
- Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita
menyusui, usia lanjut, anak usia <4th, gangguan perdarahan,
tonsilektomi.
Ketoprofen
- Diberikan secara oral, kapsul, tablet 100-200 mg/hari.
- Per-rektal 1-2 suppositoria.
- Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari.
- Intravena per-infus dihabiskan dalam 20 menit.
Piroksikam
- Oral, kapsul, tablet, flash, suppositoria, ampul 10-20mg/hari.
Tenoksikam
- Suntikan itramuskuler, intravena ampul 20mg/hari dilanjutkan oral.
- Hasil metabolisme dibuang lewat ginjal dan sebagian lewat empedu.
Meloksikam
- Inhibitor selektif Cox-2 dengan efektifitas=diklofenak atau piroksikam
tetapi efek samping lebih minimal.
- Dosis satu tablet 7,5mg atau 15mg/hari
Asetaminofen
- Tak punya sifat anti inflamasi dan sifat inhibitor terhadap sintesis
prostaglandin sangat lemah, karena itu tak digolongkan NSAID.
- Biasa untuk nyeri ringan dan dikombinasi analgetik lain
- Dosis oral 500-1000mg/4-6jam, dosis maksimal 4000mg/hari.
- Dosis toksis dapat menyebabkan nekrosis hati karena dirusak oleh enzim
mikrosomal hati.
- Lebih disukai dari aspirin karena efek samping terhadap lambung dan
gangguan pembekuan minimal.
Efek samping golongan NSAID
- Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah,
konstipasi, diare, dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi
mukosa lambung.
- Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma
Steven-Johnson.
- Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju
filtrasi glomerulus, retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-
kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis papil ginjal, nefritis,
sindroma nefrotik.
- Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin,
bilirubin, ikterus hepatoseluler.
- Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.
- Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema,
hipertensi, gagal jantung.
- Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.
- Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses
persalinan, anak kecil, manula.
Alergi obat-obatan anestesi
Alergi obat dapat terjadi melalui semua 4 mekanisme hipersensitifitas Gell
dan Coomb, yaitu:
Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau
metabolitnya berinteraksi membentuk antibodi IgE yang spesifik dan
berikatan dengan sel mast di jaringan atau sel basofil di sirkulasi.
- Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG
dan IgM yang mengenali antigen obat di membran sel. Dengan adanya
komplemen serum, maka sel yang dilapisi antibodi akan dibersihkan atau
dihancurkan oleh sistem monosit-makrofag.
- Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks
soluble dari obat atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG.
- Reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type
hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh
limfosit T yang spesifik obat.
- Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap
satu obat, namun yang tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat
penyebab alergi sangat bervariasi dan berbeda menurut waktu, tempat
dan jenis penelitian yang dilakukan. Pada umumnya laporan tentang obat
tersering penyebab alergi adalah golongan penisilin, sulfa, salisilat,
dan pirazolon. Obat lainnya yaitu asam mefenamat, luminal, fenotiazin,
fenergan, dilantin, tridion. Namun demikian yang paling sering
dihubungkan dengan alergi adalah penisilin dan sulfa. Alergi obat
biasanya tidak terjadi pada paparan pertama. Sensitisasi imunologik
memerlukan paparan awal dan tenggang waktu beberapa lama (masa laten)
sebelum terjadi reaksi alergi.
Pengobatan Alergi Obat
Obat-obatan : antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis
beri adrenalin 1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi
anafilaksis karena sebab lain.
Menghindari alergen penyebab.
Pengobatan lain dengan cara desensitisasi
BAB III
KESIMPULAN
- Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat
induksi anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena,
obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi lokal/regional,
dan analgesia (opioid dan non-opioid).
- Metode pemberian obat anestesi terdiri dari oral, lidah dan mukosa
pipi, intramuskular, subkutan, intravena, rektal, transdermal,
inhalasi, epidural, dan spinal.
- Anamnesis riwayat kemungkinan alergi obat sebelumnya penting untuk
selalu dilakukan walaupun harus dinilai dengan kritis untuk
menghindari tindakan berlebihan.
- Pengobatan alergi obat terdiri dari antihistamin, steroid, bila
terjadi reaksi anafilaksis beri adrenalin 1/1000 sc dan pengobatan
sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain, menghindari
alergen penyebab, dan cara desensitisasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Prakis Anestesiologi Edisi
Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.
3. Komplikasi Anestesi Lokal. Available at:
http://www.gudangmateri.com/2010/03/komplikasi-anastesi-lokal.html.
Accessed: September 16th, 2011.
4. Patofisiologi Alergi. Available at:
http://www.irwanashari.com/pdf/patofisiologi-alergi.html. Accessed:
September 16th, 2011.
5. Resiko Anestesi. Available at: http://irwanto-
fk04usk.blogspot.com/2011/06/resiko-anestesi.html. Accessed :
September 16th, 2011.
6. Seputar Obat Bius. Available at:
http://www.ikatanapotekerindonesia.net/articles/general-articles/743-
seputar-obat-bius-lain-jenis-lain-kegunaannya.html. Accessed:
September 16th, 2011.
7. Apakah Alergi Obat Itu. Available at:
http://www.sehatgroup.web.id/?p=1115. Accessed: September 16th, 2011.
8. Alergi Obat. Available at:
http://www.facebook.com/note.php?note_id=92634282078. Accessed:
September 16th, 2011.
9. Seputar Obat Bius. Available at:
http://www.hypnosis45.com/download/Seputar%20Obat%20Bius.pdf.
Accessed: September 17th, 2011.
10. Menguak Misteri Kamar Bius. Available at:
http://www.slideshare.net/rennechiaki/menguak-misterikamarbius.
Accessed: September 17th, 2011.
-----------------------
Anestesi Lokal
Struktur Kimia obat
Cara Pemberian
Potensi Obat
Ester
Amide
Blok Saraf Sentral
Blok Saraf Tepi
Short Acting
Medium Acting
Kokain , Klorprokain, Benzokain, Prokain, Tetrakain
Lidokain, Prilokain, Etidokain, Bupivakain, Mepivakain, Ropivakain
Long acting
Topical
infiltrasi
Blok nerv
Regional iv
ganglion
pleksus
spinal
epidural
servikal
torakal
lumbal
Sacral/
kaudal
As. Karboksilat
Oksikam
Pirazolon
Piroksikam
Dipiron
As. antranilat
As. propionat
As. asetat
Salisilat
As. Mefenamat, Floktafenin
Ibuprofen, Naproksen, Ketoprofen
As. Asetil salisilat,Dflunisal
As. fenilasetat
As. pirolasetat
As. indolasetat
Diklofenak
Ketorolac
Indometasin