C lini li nica call Scie Sci ence Session/R Session/R eferat
Diagnosis dan Tatalaksana Somnambulisme
Oleh: Budi Junio Hermawan Hermawan 1740312433/P. 2637 A Fairuz Fauzia
1740312434/P. 2638 A
Preseptor:
Dr. dr. Amel Yanis, Sp .KJ (K)
BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS / SMF PSIKIATRI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dan shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul “Diagnosis dan Tatalaksana Somnambulisme” yang merupakan salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang. Dalam usaha penyelesaian tugas referat ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Amel Yanis , Sp.KJ (K), selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini. Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas referat ini. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Padang, Januari 2019
Penulis
1
DAFTAR ISI
Halaman Kata Pengantar ..............................................................................................
2
Daftar Isi .........................................................................................................
3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................ ..................................
4
1.2 Batasan Penulisan .............................................................................
5
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................
5
1.4 Metode Penulisan..................................................... .........................
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ................................................... ..........................................
6
2.2 Fisiologi Tidur...................... ............................................................
7
2.3 Epidemiologi............................................................ ......................... 11 2.4 Etiologi ................................................... ..........................................
11
2.5 Faktor Risiko .................................................. .................................. 13 2.6 Tanda dan gejala .............................................................................
13
2.7 Kriteria Diagnosis ............................................................................. 13 2.8 Penatalaksanaan .............................................. .................................. 15 2.9 Prognosis ................................................ ..........................................
15
BAB 3 PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ................................................... .................................. 17
2
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah, reversibel yang ditandai dengan keadaan relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respons terhadap stimulus eksternal dibandingkan keadaan terjaga. Tidur merupakan suatu proses yang sangat penting bagi manusia, karena dalam tidur terjadi
proses
pemulihan yang bermanfaat untuk mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula. Pemantauan tidur yang ketat merupakan bagian penting praktik klinis; gangguan tidur sering menjadi gejala awal penyakit jiwa yang akan terjadi. Beberapa gangguan jiwa menyebabkan perubahan khas fisiologi tidur.1,2 Ganguan tidur merupakan salah satu keluhan yang paling sering ditemukan pada penderita yang berkunjung ke praktek. Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan
akan mengakibatkan perubahan-perubahan
pada siklus tidur
biologiknya, menurun daya tahan tubuh serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain. Gangguan tidur juga dapat pula dibagi menjadi 2, dissomnia dan parasomnia.3,4 Dissomnia adalah gangguan tidur yang gangguan utamanya pada jumlahnya. Contoh imsomnia dan hipersomnia. Insomnia memiliki gambaran utama keluhan sulit masuk tidur atau kesulitan mempertahankan tidur dalam kurun waktu tertentu, sehingga menimbulkan penderitaan aatau gangguan dalam berbagai fungsi sosial pekerjaan ataupun fungsi-fungsi kehidupan lainnya. Hipersomnia adalah jumlah waktu tidur yang berlebihan atau rasa kantuk hebat pada siang hari. Penderita cenderung jatuh tertidur secara tiba-tiba pada saat bangun. Parasomnia adalah suatu kelompok kondisi klinis yang dasarnya bukan gangguan tidur bangun tetapi adanya fenomena yang terjadi tiba-tiba atau terjadi selama ambang tidur. Pada umumnya parasomnia terjadi pada stadium 3 dan 4, sehingga penderita sukar mengingat kejadian tersebut, gangguan yang termasuk parasomnia antara lain somnambulisme, sleep terror dan nightmare.4
3
Tidur berjalan atau somnambulisme biasanya dimulai antara usia 4 dan 8 tahun. Prevalensi puncak adalah pada kira-kira usia 12 tahun. Gangguan ini lebih sering pada anak laki-laki dari pada perempuan. Tidur berjalan bisa memiliki kecenderungan genetik . Pervalensi antara 10% - 30% anak-anak dan 1,0%-7,0% ketika dewasa.3
1.2 Batasan Masalah
Clinical Science Session ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
klasifikasi,
faktor
risiko,
diagnosis,
tatalaksana,
dan
prognosis
somnambulisme.
1.3 Tujuan Penulisan
Clinical Science Session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman dokter muda mengenai somnambulisme.
1.4 Metode Penulisan
Clinical Science Session ini ditulis berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi
Tidur adalah suatu keadaan berulang, teratur, mudah, reversibel yang ditandai dengan keadaan relatif tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respons terhadap stimulus eksternal dibandingkan keadaan terjaga. Pemantauan tidur yang ketat merupakan bagian penting praktik klinis; gangguan tidur sering menjadi gejala awal penyakit jiwa yang akan terjadi. Beberapa gangguan jiwa menyebabkan perubahan khas fisiologi tidur.1,2 Somnambulisme adalah gangguan tidur juga dikenal sebagai sleepwalking . Gangguan di atas masuk dalam kelas Parasomnia. Somnambulisme mencakup serangkaian perilaku kompleks yang biasanya dimulai selama rangsangan parsial dari tidur gelombang lambat (tahap 3 dan 4) dan berujung pada berjalan-jalan dengan kondisi kesadaran yang berubah dan gangguan penilaian.4 Pada gangguan diatas penderita membuat aktivitas fisik sadar dan diyakini dalam tidur. Parasomania dapat didefinisikan sebagai perilaku yang tidak diinginkan atau fenomena pengalaman yang terjadi saat tidur atau dalam transisi ke, dan dari, tidur. Parasomnia dapat dibagi menjadi tiga kelompok: gangguan gairah, gangguan tidur dari REM, dan parasomnia lainnya. Ini terjadi karena transisi normal antara tiga keadaan utama untuk menjadi bangun, rapid eye movement (REM), dan non rapid eye movement (NREM). 5 Berjalan tidur cenderung untuk terjadi sewaktu tidur NREM tidak lama stelah tidur. Pasien duduk dan seringkali melakukan tindakan motorik yang telah dikenal, seperti berjalan, berpakaian, pergi ke kamar mandi, berbicara, berteriak, dan bahkan mengemudikan kendaraan. Perilaku kadang-kadang berakhir dalam keadaan terjaga dengan konfusi selama beberapa menit, lebih sering, orang kembali tidur dan tidak memiliki ingatan terhadap peristiwa tidur berjalan. Hal ini dapat bermula pada kanakkanak dan dapat berlangsung terus sampai dewasa serta dapat dianggap normal sebagai manifestasi kekurangmatangan susunan saraf pusat.1,6
5
Bagi sebagian orang, episode sleepwalking terjadi kuran g dari sekali per bulan dan tidak mengakibatkan kerugian bagi pasien atau orang lain. Lainnya pengalaman episode lebih dari sekali per bulan, tetapi tidak setiap malam, dan tidak mengakibatkan kerugian bagi pasien atau orang lain. Dalam bentuk yang paling parah, episode terjadi hampir setiap malam atau berhubungan dengan cedera fisik. Jika berjalan sambil tidur itu keluar rumah, atau sering mengalami episode dan cedera yang terjadi.7
2.2 Fisiologi Tidur
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulo oblogata disebut sebagai pusat penggugah atau aurosal state. 1 Rekaman electroencephalography (EEG) dan rekaman fisiologis yang dilakukan sewaktu tidur mendefinisikan dua tahap tidur yang nyata, yaitu : rapid eye movement (REM) dan non-rapid eye movement (NREM). Tidur NREM dibagi atas 4 stadium: stadium 1 (tidur ringan), stadium 2 (tidur konsolidasi), dan stadium 3 dan 4 (tidur dalam atau tidur gelombang lambat). Pembagian tingkat tidur ini mengacu kepada 3 variabel fisiologis, yaitu: electroencephalography (EEG), electromyography (EMG) , electroocculography (EOG).5 Stadium 1 adalah keadaan mengantuk, tidur ringan, pupil mata kontriksi dan dilatasi secara lambat, bola mata bergerak pelan bolak-balik, kelopak mata tertutup sebagian atau semuanya. Bila pada saat stadium 1 ini diukur terhadap rangsang,
6
terlihat melamban dan ketajaman intelektual menurun.Terdapat penurunan respon secara objektif. Di tempat tidur, orang dengan stadium 1, tidur ringan dan bergerak atau menggeliat ringan.5 Stadium 2 adalah individu memang merasa tertidur bila individu tersebut dibangunkan. Namun, sebagaimana dengan stadium 1, ada individu yang merasa bahwa ia cukup sadar terhadap sekelilingnya, tetapi ia tidak menyadari seberapa jauh kesadarannya menumpul. Pada stadium ini gerakan badan berkurang dan ambang bangun terhadap rangsang taktil dan bicara lebih tinggi dan juga terhadap rangsang pergerakan badan. Tiga pola utama gambaran EEG menandakan mulanya stadium 2 ini, yaitu adanya sleep spindle (kelompok gelombang 40-100 muV dengan frekuensi 10-16Hz, berlangsung selama 0,5-3 detik, kadang lebih lama). Juga terdapat gelombang panjang vertex atau gelombang V dan K komplek. Kkompleks dan gelombang vertex dapat bersamaan atau mendahului sleep spindle.5 Stadium 3 dan 4 adalah slow wave sleep (SWS), tidur gelombang lambat. Stadium ini merupakan tingkat tidur yang paling dalam, ditandai oleh imobilitas dan lebih sulit dibangunkan, dan terdapat gelombang lambat pada rekaman EEG.5 Fase tidur ini sering disebut juga sebagai tidur gelombang delta atau tidur dalam. Transisi dari stadium 2 ke stadium tidur gelombang lambat sulit ditentukan. Spindles dapat berlanjut walaupun tidur gelombang lambat sudah muncul, dan kompleks (yang juga merupakan gelombang lambat voltase tinggi) bergabung menjadi gelombang lambat. Stadium tidur gelombang lambat ini bervariasi berkaitan dengan usia. Orang yang berusia lebih dari 60 tahun dapat tanpa tidur gelombang lambat, dan anak yang sangat muda dapat mempunyai banyak gelombang lambat voltase tinggi walaupun ia masih tidur ringan. Stadium 3 ditandai oleh gambaran EEG dengan jumlah gelombang lambat 20 % dan tidak melebihi 50 %, terdiri dari gelombang ≤ 2 Hz dengan amplitudo > 75 muV. Stadium 4, pada rekaman EEG didapatkan 50 % atau lebih gelombang lambat (≤ 2 Hz dengan amplitudo >75 muV). Stadium 3 dan 4 umumnya dianggap satu, sebagai stadium tidur gelombang lambat.5
7
Tabel 1. Perbandingan Keadaan Bangun, Tidur NREM dan Tidur REM.5 Kategori
EEG
Bangun
Voltase
Gerakan Mata
rendah, Normal
Tonus Otot
Ada
cepat NREM
Voltase
tinggi, Tidak ada
lambat
Variasi, umumnya berkurang
REM
Voltase cepat
rendah, Gerakan
Tidak ada
cepat dengan pola yang spesifik
Gambar 1. Grafik pola khas anak muda normal pada tidur malam.5
Waktu tidur normal cenderung terjadi berurutan. Umumnya, dari keadaan bangun seseorang jatuh ke tingkat 1 tidur, diikuti tingkat 2, 3 dan 4 dan tidur REM.
8
Urutan stadium tidur, yang berakhir pada tidur REM, membentuk satu “siklus tidur ”. Lama serta isi siklus tidur ( sleep cycle) berubah sepanjang malam dan usia. Persentase tidur-dalam paling tinggi pada siklus-tidur pertama dan kemudian mengurang dengan melanjutnya malam dan lamanya tidur. REM meningkat sepanjang malam. Bila dijumlahkan stadium tidur pada dewasa muda yang normal, tingkat 1 mengambil 5 % dari malam, tingkat 2 mengambil 50 % dari malam dan tidur REM juga tidur gelombang lambat masing masing 20-25 %. Persentase relatif ini berubah dengan usia, demikian juga lamanya siklus. Pada bayi, satu siklus normal berlangsung kira-kira satu jam, dan pada dewasa selama kira-kira 1,5 jam. Gerak badan yang singkat, yang menemani bangun (arousal ) menandai transisi ke dan dari tidur REM. Persentase tidur gelombang lambat (SWS ) paling tinggi pada permulaan tidur dan tidur REM meningkat di pagi hari. Bagian REM pada siklus tidur meningkat dengan melanjutnya malam.1,5 Dalam realitas, siklus tidur tidak selalu komplet, dan sering pada beberapa siklus tidak terdapat semua stadium. Biasanya diantara siklus-tidur terjadi bangun, dan dalam satu siklus terjadi bangun singkat. Dalam satu malam bagian-bagian stadium tidur rata-rata dapat dilihat pada tabel.5 Tabel 2. Perubahan Lama dan Stadium Tidur dengan Usia.5 Lama Tidur
Stadium
Stadium
(jam)
1-2 (%)
3-4 (%)
REM
Bayi
13-16
10-30 %
30-40 %
40-50 %
Anak
8-12
40-60
20-30
20-30
Dewasa
6-9
45-60
15-25
15-25
Usia-lanjut
5-8
50-80
5-15
15-25
Persentase stadium tidur ini berubah pada berbagai keadaan, seperti perubahan usia, stres, olahraga, perubahan suasana hati dan berbagai penyakit. Tidur REM memiliki aktivitas EEG menyerupai aktivitas waktu bangun, keadaan ini disebut tidur yang desinkronisasi (desynchronized sleep), atau tidurparadoksal dan
9
karena fase ini berasosiasi dengan mimpi pada manusia, sering juga disebut tidurmimpi. Didapatkan tanda utama pada stadium ini adalah banyak gerak mata cepat. Pada pola tidur REM didapatkan gambaran EEG serupa dengan keadaan bangun, dengan aktivitas cepat dan amplitudo rendah, dan gerakan bola mata serupa dengan keadaan bangun, terdapat bukti peningkatan penggunaan energi oleh otak, tonus otot skelet berada dalam keadaan atoni. Berbeda dengan tidur NREM yang ditandai oleh dominasi parasimpatik, tidur REM berasosiasi dengan aktivitas simpatetik yang intens.1,5 2.3 Epidemiologi
Somnambulisme bukan penyakit yang serius dan dapat terjadi pada semua umur, namun somnabulisme biasanya merupakan parasomnia yang umum terjadi pada masa kanak-kanak, 25% terjadi pada anak-anak dengan masalah tidur.3,7 Tidur berjalan biasanya dimulai antara usia 4 dan 8 tahun. Prevalensi puncak adalah pada kira-kira usia 12 tahun. Gangguan ini lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan. Sleepwalking bisa memiliki kecenderungan genetik .1,8 Prevalensi antara 10% - 30% anak-anak telah memiliki setidaknya satu episode tidur berjalan atau sleepwalking (SW), tapi prevalensi dari tidur berjalan atau SW lebih rendah, sekitar 1% - 5%. Laporan survey epidemiologi dari prevalensi episode tidur berjalan atau SW (bukan serangan SW) menjadi 1,0% - 7,0% ketika dewasa. Dan didapatkan pula dari referensi lain mengatakan Laporan medis menunjukkan bahwa sekitar 18% dari populasi rentan terhadap tidur sambil berjalan. Hal ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada remaja dan orang dewasa. Anak laki-laki lebih mungkin untuk berjalan dalam tidur dibandingkan anak perempuan. Prevalensi tertinggi SW adalah 16,7% pada usia 11 sampai 12 tahun.9 2.4 Etiologi
Ada empat hal yang dapat menjadi penyebab, yaitu:1
Genetika Somnambulisme lebih sering terjadi pada kembar monozigot dan sepuluh kali lebih sering didapatkan jika suatu first-degree relative memiliki
10
riwayat somnambulisme. Dilaporkan pula adanya peningkatan frekuensi alel DQB1*4 dan *5. Gen-gen DQB1 juga terlibat di dalamnya narcolepsy dan gangguan lain dari pengendalian motorik selama tidur, misalnya: gangguan perilaku Rapid Eye Movement (REM Behavior Disorder ).9
Lingkungan Beberapa kondisi yang merupakan penyebab somnambulisme antara lain: 1. Kurangnya tidur 2. Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau. 3. Demam. 4. Stres atau tekanan. 5. Kekurangan. 6. Intoksikasi obat atau zat kimia, misalnya: a. Alkohol. b. Hipnotik/sedative. c. Antidepresan (misal: bupropion, paroxetine, amitriptyline). d. Neuroleptik (misal: lithium, reboxetine) e. Minor tranquilizers. f.
Stimulan.
g. Antibiotik (misal: fluoroquinolone). h. Medikasi anti-parkinson (misal: levodopa)
i.
Antikonvulsan (misal: topiramate)
j.
Antihistamin.1
Fisiologis Panjang dan kedalaman SWS (Slow Wave Sleep), yang lebih besar pada
kanak-kanak
meningkatkan
awal
frekuensi
(young
children),
parasomnia
pada
merupakan
faktor
anak-anak.Kehamilan
yang dan
menstruasi meningkatkan frekuensi pasien dengan parasomnia. (salah satunya adalah: somnambulisme).
Berhubungan dengan kondisi medis
11
a. Aritmia. b. Chronic paroxymal hemicrania. c. Migraine. d. Fever. e. Gastroesophageal reflux. f. Noctural asthma g. Noctural seizure h. Obstructive slep apnea i.
Gangguan psikiatris, seperti: posttraumatic stress disorder, panic attack dan dissociative states.
j.
Hipertiroidisme.1
2.5 Faktor Risiko
a. Lingkungan SW dapat dicetuskan oleh
kondisi yang bervariasi seperti tidur yang
tidak cukup akibat jadwal tidur ireguler, tidur larut malam, sering tidur pada siang hari dan bangun terlalu pagi. Demam dan kurang tidur dapat meningkatkan frekuensi gangguan tidur NREM.10 b. Genetik dan fisiologikal Riwayat keluarga SW atau sleep terrors terdapat pada 80% orang dengan SW . Risiko untuk SW meningkat hingga 60% pada kedua orang tua dengan gangguan tersebut.11
2.6 Tanda dan Gejala Sleepwalking (Somnabulisme)
1.
Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan.
2.
Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong (blank, staring face), relatif tak memberi respons terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan atau untuk berkomunikasicdengan penderita, dan hanya dapat disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah payah.
12
3.
Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau paginya), individu tidak ingat apa yang terjadi.
4.
Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut, tidak ada gangguan aktivitas mental, walaupun dapat dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu singkat.
5.
Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.
2.7 Kriteria Diagnosis Sleepwalking (Somnabulisme)
Kriteria diagnostik untuk gangguan tidur berjalan atau sleepwalking menurut DSM-IV ( Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder Fourth Edition) adalah sebagai berikut:4 a. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat tidur dan berjalan berkeliling, biasanya terjadi selama sepertiga bagian pertama episode tidur utama. b. Saat berjalan tidur, orang memiliki wajah yang kosong dan menatap, relatif tidak responsif terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya, dan dapat dibangunkan hanya dengan susah payah. c. Saat terbangun (baik dari episode tidur berjalan atau pagi harinya), pasien mengalami amnesia untuk episode tersebut. d. Dalam beberapa menit setelah terjaga dari episode tidur berjalan, tidak terdapat gangguan aktivitas mental atau perilaku (walaupun awalnya mungkin terdapat periode konfusi atau disorientasi yang singkat). e. Tidur berjalan menyebabkan terjaga, menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. f.
Gangguan adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan menggunakan pedoman diagnostik dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III.
13
Tergolong dalam F51.3 Somnambulisme (sleepwalking), sesuai dengan pedoman diagnostik,6
Gambaran klinis dibawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti: a. Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya pada sepertiga awal tidur malam, d an terus berjalan-jalan. b. Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong (blank, staring face), relatif tak memberi respons terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan atau untuk berkomunikasi dengan penderita, dan hanya dapat disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah payah. c. Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau paginya), individu tidak ingat apa yang terjadi. d. Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut, tidak ada gangguan aktivitas mental, (walaupun dapat dimulai dengan sedikit bingung dan disorientasi dalam waktu singkat.) e. Tidak ada abukti adanya gangguan mental organik.
Somnambulisme harus dibedakan dari serangan epilepsi psikomotor dan Funge Disosiatif (F44.1).
2.8 Pengobatan Sleepwalking (Somnabulisme)
Pengobatan yang diberikan terhadap pasien dengan gangguan tidur somnambulisme atau sleepwalking terdiri dari tindakan untuk mencegah cedera dan obat yg menekan stadium 3 dan 4.1,5 Farmakologis
Antidepresan trisiklik Mekanisme kerjanya, memiliki efek anti kolinergik perifer dan sentral dan berefek
sedatif,
senhingga
dapat
menghalangi active
reuptake
dari
norepinefrin dan serotonin. Contoh : Amitriptyline Dosis dewasa : 30-100 mg/hari PO hs
14
Dosis anak-anak:0,1 mg/kg BB PO hs
Benzodiazepin Mekanisme
kerjanya,
benzodiazepin
mengikat
reseptor
spesifik
yag
berhubungan dengan GABA-binding sites pada saluran klorida (cloride channel ). Frekuensi pembukaan channel meningkat, meningkatkan aliran ion klorida menuju neuron. Indeks terapetik yang relatif tinggi dan potensial penyalahgunaannya yang rendah, menyebabkan bezodiazepin merupakan terapi pilihan untuk sedatif-hipnotik.(5) Non farmakologis
Teknik relaksasi, imajinasi mental, dan anticipatory awakenings sebagai manajemen terapi jangka panjang. Anticipatory awakenings terdiri dari membangunkan anak sekitar 1-20 menit
sebelum waktu biasanya ia terbangun. Lalu jagalah ia tetap bangun hingga melewati waktu dimana episode biasanya terjadi.
2.9 Prognosis
Prognosis SW tergantung penyebabnya. SW pada anak-anak memiliki prognosis yang baik. Pada orang dewasa dilaporkan mengalami cedera noktural berulang dan diikuti dengan sleep-disordered breathing (SBD).10
15
BAB 3 KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan
Somnambulisme atau tidur berjalan terdiri dari urutan perilaku kompleks yang dimulai dalam sepertiga bagian pertama malam hari selama tidur non-REM dalam (stadium 3 dan 4) dan sering kali, walaupun tidak selalu, dilanjutkan tanpa keasadaran penuh atau ingatan tentang episode tersebut kemudian kemudian dengan meninggalkan tempat tidur dan berjalan berkeliling-keliling. Termasuk salah satu dari gangguan tidur parasomnia. Dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan genetik. Diagnosis somnambolisme ditegakkan dengan kriteria diagnosis dari DSM V dan PPDGJ III. Pengobatan yang diberikan dapat berupa non-farmakologi dan farmakologi. Pengobatan non-farmakologi berupa perubahan perilaku, psikoterapi, hipnoterapi dan CBT. Pengobatan farmakologi yang diberikan yakni golongan benzodiazepine dan antidepresan. Prognosis SW lebih baik pada anak-anak dibandingkan dewasa.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Benjamin JS, Jack AG. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2010. 2. Safitrie A, Ardani MH. Studi Komparatif Kualitas Tidur Perawat Shift dan Non Shift di Unit Rawat Inap dan Unit Rawat Jalan. Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah. 2013. 3. Mitra A, Tripathi S, Battacharya G, Majumder P. Somnambulism Associated With The Use Of Clonidine: A Case Report And Review Of The Literature. Indian J Psychiatry, 2018:60(3):372-373. 4. Popat S, Winslade W. While you were sleepwalking: science and neurobiology of sleep disorders & the enigma of legal responsibility of violence during parasomnia, 2015:8(2):203-214. 5. Guyton, Hall JE. Buku fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2006.
p.
945-953. 6. Pinnaka S, Gosai
K, Czekierdowski C, Silver
Monotherapy With Mixed
P. Somnambulism During
Amphetamine Salts. J
Clin Psychopharmacol,
2016:36(2):187-189. 7. Matwiyoff G, Chiong TL. Parasomnias: An Overview. Indian J Med Res. 2014. 8. Wajiha, Hasan Z, Afridi
R,
Rahman
L, et al. A preliminary survey on
prevalence and knowledge about different aspects of somnambulism in Burner district of Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan. Sleep and Breathing, 2018:22(4):973979. 9. Cock VCD. Sleepwalking. Curr Treat Option Neurol, 2016;18(6):1-9. 10. Mindell JA, Owens JA. Sleepwalking. A Clinical Guide to Pediatric Sleep. 2013. 1-2 11. Bharadwaj
R, Kumar S. Somnambulism: diagnosis
and treatment,
2014:49(2):123-125.
17
12. Silvia G, Conway, Castro L, Lopes-Conceicao MC, Hachul H,Tufik S. Psychological Treatment for Sleepwalking: two case reports. CLINICS . 2014;66(3):517-520 13. Raja M & Raja S. Sleepwalking In Four Patients Treated With Quetiapine. Psychiatria Danubina. 2013; Vol. 25, No. 1, Pp 80-83
18