AUTISME
I.
PENDAHULUAN
Autisme, merupakan salah satu gangguan perkembangan yang semakin meningkat saat ini, menimbulkan kecemasan yang dalam bagi para orangtua. Hingga saat ini belum dapat ditemukan penyebab pasti dari gangguan autisme ini, sehingga belum dapat dikembangkn cara pencegahan dan penanganan yang tepat. Pada awalnya autisme dipandang sebagai gangguan yang disebabkan oleh faktor faktor psikol psikologi ogiss yaitu yaitu pola pola pengas pengasuha uhan n orangt orangtua ua yang yang tidak tidak hangat hangat secara secara emosional, tetapi barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian neurologist yang membuktikan bahwa autisme disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak. Autism Autismee atau autism autismee infant infantile ile (Early (Early Infant Infantile ile Autism) Autism) pertam pertamaa kali kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner pada 1943 seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang yang unik unik dan dan meno menonj njol ol yang yang serin sering g dise disebu butt Sind Sindro rom m Kann Kanner er.. Ciri Ciri yang yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolaholah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi. Pada Pada 1943, 1943, Dr. Leo Kanner Kanner mempub mempublika likasik sikan an makala makalahny hnya, a, dimana dimana ia menggambarkan 11 anak-anak yang secara sosial terisolasi dengan “gangguan autistic kontak afektif”, komunikasi terganggu, dan perilaku yang kaku. Dia mencip menciptak takan an istilah istilah “autism “autismee infant infantile” ile” dan membah membahas as penyeb penyebab ab dalam dalam hal proses biologis, meskipun pada waktu itu, perhatian ilmiah difokuskan pada teor teorii anal analisi isiss tenta tentang ng gang ganggu guan an terse tersebu but. t. Maka Makala lah h Kann Kanner er awaln awalnya ya tidak tidak menerima pengakuan secara ilmiah, dan anak-anak dengan gejala autis terus salah didiagnosis dengan skizofrenia masa kanak-kanak. Pilihannya pada istilah “autisme” mungkin telah menciptakan kebingungan, karena kata itu pertama kali digunakan untuk menggambarkan keadaan mental fantastis, proses berpikir yang egois, yang mirip dengan gejala skizofrenia. Selama masa-masa sekolah, kelainan anak dalam perkembangan bahasa (termasuk kebisuan atau penggunaan kata-kata aneh atau tidak tepat), penarikan diri diri dari dari ling lingku kung ngan an sosi sosial, al, keti ketida dakm kmam ampu puan an untu untuk k berg bergab abun ung g deng dengan an
1
permainan anak-anak lain, atau perilaku yang tidak sesuai saat bermain, sering membuat guru dan orang lain menilai adanya kemungkinan jenis gangguan autis. Manifestasi autisme juga dapat berubah selama masa kanak-kanak, tergantung pada gangguan perkembangan lain, kepribadian, dan adanya masalah kesehatan medis atau mental lainnya. Selama perkembangan gangguan ini, pada tahun pertama kehidupan biasanya ditandai dengan tidak adanya fitur diskriminatif jelas. Antara dua dan tiga tahun, anak-anak menunjukkan gangguan dalam perkembangan bahasa, khususnya pemahaman, penggunaan bahasa yang tidak biasa, respon yang buruk terhadap panggilan, komunikasi non-verbal yang kurang baik, kurang tanggap terhadap kebahagiaan orang lain atau tekanan, dan berbagai keterbatasan imajinatif bermain atau kepura-puraan, terutama imajinasi sosial.
II.
DEFINISI
Autisme berasal dari bahasa Yunani “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut dengan sindroma Kanner. Autisme adalah salah satu gangguan perilaku pada awal kehidupan anak yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak yang ditandai dengan ciri pokok yaitu terganggunya perkembangan komunikasi sosial, interaksi sosial, dan imajinasi sosial. Mereka dengan gejala autisme menampilkan perilaku yang bersifat repetitive. Autisme merupakan suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. Pada awalnya istilah “autisme” diambilnya dari gangguan skizofrenia, dimana menggambarkan perilaku pasien skizofrenia yang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Namun ada perbedaan yang jelas antara penyebab dari autisme pada penderita skizofrenia dengan penyandang autisme infantile. Pada skizofrenia, autisme disebabkan dampak area gangguan jiwa yang di dalamnya terkandung halusinasi dan delusi yang berlangsung minimal selama 1 bulan, sedangkan pada anak-anak dengan 2
autisme infantile terdapat kegagalan dalam perkembangan yang tergolong dalam kriteria gangguan pervasive dengan kehidupan autistic yang tidak disertai dengan halusinasi dan delusi (DSM IV, 1995). III. EPIDEMIOLOGI
Autisme mempengaruhi sekitar 0,5-1 dalam 1000 anak dengan rasio antara laki-laki dan wanita 4:1. Menurut suatu studi, autisme meningkat di populasi kanak-kanak. Pada tahun 1966, 4-5 bayi per 10.000 kelahiran dikembangkan autisme, sedangkan pada tahun 2003, dua studi menunjukkan bahwa antara 1439 bayi per 10.000 mengembangkan gangguan tersebut.
IV.
ETIOLOGI
Etiologi pasti dari autis belum sepenuhnya jelas. Beberapa teori yang menjelaskan tentang autisme yaitu: 1. Teori Psikoanalitik Teori yang dikemukakan oleh Bruto Bettelheim (1967) menyatakan bahwa autisme terjadi karena penolakan orangtua terhadap anaknya. Anak menolak orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Anak tersebut meyakini bahwa dia tidak memiliki dampak apapun pada dunia sehingga menciptakan ”benteng kekosongan” untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan. 2. Teori Genetika Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali beresiko lebih tinggi dari wanita. Sementara risiko autis jika memiliki saudara kandung yang juga autis sekitar 3%. Kelainan gen dari pembentuk metalotianin juga berpengaruh pada kejadian autis. Metalotianin adalah kelompok protein yang merupakan mekanisme kontrol tubuh terhadap tembaga dan seng. Fungsi lainnya yaitu perkembangan sel saraf, detoksifikasi logam berat, pematangan saluran cerna, dan penguat sistem imun. Disfungi metalotianin akan menyebabkan penurunan produksi asam lambung, ketidakmampuan tubuh untuk membuang logam berat dan kelainan sistem imun yang sering ditemukan pada orang autis. Teori ini juga dapat menerangkan penyebab lebih
3
berisikonya laki-laki dibanding perempuan. Hal ini disebabkan karena sintesis metalotianin ditingkatkan oleh estrogen dan progesteron. 3. Studi biokimia dan riset neurologis Pemeriksaan post mortem otak dari beberapa penderita autistik menunjukkan adanya dua daerah di dalam sistem limbik yang kurang berkembang yaitu amygdala dan hippocampu. Kedua daerah ini bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input, dan belajar. Penelitian ini juga menemukan adanya defisiensi sel Purkinje di serebelum. Dengan menggunakan MRI, telah ditemukan dua daerah di serebelum, lobulus VI dan VII yang pada individu autistik secara nyata lebih kecil daripada orang normal. Satu dari kedua daerah ini dipahami sebagai pusat yang bertanggung jawab atas perhatian. Dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita autistik menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan serebrospinal dibandingkan dengan orang normal.
V.
PATOFISIOLOGI
Saat ini penyebab dan patofisiologi tepat autisme tidak diketahui, namun tampaknya bahwa setidaknya ada beberapa kasus faktor genetic yang terlibat. Teori penyebab yang paling kotemporer sangat menyarankan gangguan genetik atau gangguan neurodevelopmental awal dengan manifestasi klinis yang berpotensi untuk dimodifikasi oleh kondisi sosial atau pengalaman lingkungan. Disfungsi serotonin telah terlibat sebagai faktor dalam asal-usul gangguan autis sejak ditemukan kenaikan signifikan kadar 5-HT pada pemeriksaan darah. Hiperserotonemia adalah sebuah temuan yang kuat dalam gangguan autis. Pada anak-anak non-autistik, kapasitas serotonin, diukur dengan tomografi emisi positron (PET), lebih dari 200% meningkat sampai usia 5 tahun, dan mulai menurun saat menuju dewasa. Pada anak autis, sintesis serotonin telah terbukti meningkatkan secara bertahap antara usia 2 hingga 15, dan mencapai 1,5 kali pada tingkat dewasa yang normal. Dalam studi yang terkait, telah menunjukkan bahwa kadar serotonin tampak stabil setelah usia 12 tahun. Beberapa penelitian telah menunjukkan seluruh kadar serotonin darah memiliki korelasi positif antara autis dan orang tua mereka dan saudara-saudara. Hal ini menunjukkan bahwa
pasien
dengan
autisme
menunjukkan
peningkatan
penyerapan 4
serotonergik atau penurunan pelepasan serotonergik. Ada bukti untuk korelasi positif antara kadar serotonin dan tingkat transportasi serotonin. Akhir-akhir ini dari penelitian terungkap juga hubungan antara gangguan pencernaan dan gejala autistik. Ternyata lebih dari 60% penyandang autistik ini mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Ma kanan tersebut berupa susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino tapi juga menjadi peptida, suatu bentuk rantai pendek asam amino yang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik, peptida ini diserap kembali oleh tubuh, masuk ke dalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh reseptor opioid menjadi morfin yaitu casomorfin dan gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi kognitif, reseptif, atensi dan perilaku. VI.
GAMBARAN KLINIS
Perkembangan abdnormal terlihat sebelum usia 3 tahun dengan gangguan dalam interaksi sosial dan komunikasi, terbatas dan berulang kepentingan dan perilaku.
A. Terganggu interaksi sosial Ada ketidakmampuan untuk membentuk hubungan dengan teman sebaya , dan kurang mengembangkan keterampilan empati (kemampuan untuk memahami bagaimana orang lain merasa dan berpikir). Bermain kurang dan biasanya kontak mata dihindari. Selain itu pada kualitas tatapan berbeda, menjadi lebih tetap (kaku) dan lebih tahan lama dibandingkan non-autistik individu. Banyak anak yang menolak dipegang atau disentuh meskipun mereka bisa menikmati kontak tubuh jika mereka memulainya. Kesulitan anak-anak ini dalam berinteraksi sering membuat sulit bagi orang lain untuk hangat dengan mereka. Orang tua mungkin merasa bersalah tentang kurangnya kehangatan
yang
mereka
hadirkan
sendiri.
Kelainan
komunikasi
pembangunan dari usia dini adalah masalah memahami isyarat dan pidato, dengan penundaan yang pasti dalam pengembangan dan pemahaman
5
bahasa lisan. Satu dari dua anak dengan autis gagal untuk mengembangkan bahasa lisan yang bermanfaat, dan melakukannya dalam bentuk yang normal. Tidak memiliki komunikasi sosial kesana kemari, seringkali diulang-ulang atau mengambil bentuk monolog. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat bicara. Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara yang lainnya hanya mengoceh, merengek, menjerit, atau menunjukkan ekolalia, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV, atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri mereka sebagai orang kedua “kamu” atau orang ketiga “dia”. Intinya anak autisme tidak dapat berkomunikasi dua arah (respirok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal. B. Tingkah laku sterotipes Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perilaku yang berlebih dan kekurangan, seperti impulsif, hiperaktif, repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang sama dan monoton. Anak autis sering melakukan gerakan yang berulangulang secara terus menerus tanpa tujuan yang jelas. Sering berputar-putar, berjingkat-jingkat dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulangulang ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menariknarik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik pada hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalna pada roda mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton. C. Abnormal terhadap respon rangsangan sensorik
Dari usia yang sangat muda respon abnormal sensorik stimulus dapat hadir, kadang-kadang menyesatkan klinisi ke mencurigai bahwa anak ini baik buta atau tuli. Meskipun sentuhan ringan dapat mengakibatkan penarikan, anak sengaja dapat menggigit dan membakar bagian tubuh mereka. Tanggapan terhadap rangsangan visual yang mungkin termasuk 6
pesona dengan kontras cahaya dan mengintip pada objek dalam cara yang tidak biasa dan dengan visi perifer. Hiperaktif bersamaan dan mode makanan yang umum. Fitur mencolok adalah hilangnya commensurability dari menanggapi rangsangan kehilangan “fine tuning”.
D. Intelijen
Sekitar tiga perempat dari individu autis memiliki IQ dibawah 70. Terlepas dari IQ ada profil kognitif yang berbeda dengan kemampuan visuospasial, pemahaman tentang ide-ide abstrak dan keterampilan kreatif.
VII. DIAGNOSIS
Kriteria autistik menurut DSM IV: DSM IV: Kriteria Diagnosis untuk 299.00 Gangguan Autistik A. Enam atau lebih gejala dari (1), (2), and (3), dengan paling sedikit 2 dari (1) dan 1 dari masing-masing (2) and (3) 1.
Gangguan kualitatif interaksi sosial, yang terlihat sebagai paling sedikit 2 dari gejala berikut: Gangguan yang jelas dalam perilaku non-verbal (perilaku yang dilakukan 1.1. tanpa bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh, dan mimik untuk mengatur interaksi sosial. 1.2. Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang sesuai. Tidak berbagi kesenangan, minat, atau kemampuan mencapai sesuatu hal 1.3.
1.4. 2.
dengan orang lain, misalnya tidak memperlihatkan mainan pada orang tua, tidak menunjuk ke suatu benda yang menarik, tidak berbagi kesenangan dengan orang tua. Kurangnya interaksi sosial timbal balik.Misalnya: tidak berpartisipasi aktif
dalam bermain, lebih senang bermain sendiri. Gangguan kualitatif komunikasi yang terlihat sebagai paling tidak satu dari gejala berikut: Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa 2.1. disertai usaha kompensasi dengan cara lain misalnya mimik dan bahasa
2.2.
tubuh. Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau
mempertahankan komunikasi dengan orang lain. 2.3. Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa yang tidak
7
2.4. 3.
dapat dimengerti. Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau bermain meniru
secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya. Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang dan tidak berubah (stereotipik), yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala berikut: Minat yang terbatas, stereotipik dan menetap dan abnormal dalam intensitas 3.1. dan focus. Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan 3.2. tidak fleksibel. Gerakan motorik yang streotipik dan berulang, misalnya flapping tangan dan 3.3. jari, gerakan tubuh yang kompleks. 3.4. Preokupasi terhadap bagian dari benda. B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada keterampilan berikut, yang muncul sebelum umur 3 tahun. 1. Interaksi sosial. 2. Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sosial. 3. Bermain simbolik atau imajinatif. C. Bukan lebih merupakan gejala sindrom Rett atau Childhood Disintegrative Disorder. VIII. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Gejala autisme timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia. a. Usia 0-6 bulan •
Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
•
Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
•
Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
•
Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
•
Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
•
Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
b. Usia 6-12 bulan
8
•
Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
•
Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
•
Gerakan tangan dan kaki berlebihan
•
Sulit bila digendong
•
Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
•
Tidak ditemukan senyum sosial
•
Tidak ada kontak mata
•
Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
c. Usia 1-2 tahun •
Kaku bila digendong
•
Tidak mau bermain permainan sederhana (cilukba, dada)
•
Tidak mengeluarkan kata
•
Tidak tertarik pada boneka
•
Memperhatikan tangannya sendiri
•
Terdapat
keterlambatan
dalam
perkembangan
motor
kasar/halus •
Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
d. Usia 2-3 tahun •
Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
•
Melihat orang sebagai ”benda”
•
Kontak mata terbatas
•
Tertarik pada benda tertentu
•
Kaku bila digendong
e. Usia 4-5 tahun •
Sering didapatkan ekolalia (membeo)
•
Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
•
Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
•
Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
•
Temperamen tantrum atau agresif
9
Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak semakin jelas saat anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu: a. Interaksi sosial •
Tidak tertarik bermain bersama teman
•
Lebih suka menyendiri
•
Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan
•
Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan
b. Komunikasi •
Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada
•
Senang meniru atau membeo (ekolalia)
•
Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat
•
dimengerti orang lain Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian
•
tersebut tanpa mengerti artinya Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit bicara
•
(kurang verbal) sampai usia dewasa. c. Pola bermain •
Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
•
Senang akan benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, gasing Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik atau
•
rodanya diputar-putar Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus
•
dan dibawa kemana-mana d. Gangguan sensoris •
Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
•
Sering menggunakan indera pencium dan perasanya, seperti senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
•
Dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
10
•
Dapat sangat sensitif terhadap rasa takut dan rasa sakit
e. Perkembangan terlambat atau tidak normal •
Perkembangan tidak sesuai seperti pada anak normal, khususnya dalam keterampilan sosial, komunikasi, dan kognisi.
•
Dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemudian menurun atau bahkan sirna, misalnya pernah dapat bicara kemudian hilang
f. Penampakan gejala •
Gejala diatas dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil. Biasanya sebelum usia 3 tahun gejala sudah ada.
•
Pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun, gejala tampak agak berkurang
Gejala yang juga sering tampak adalah dalam bidang: 1. Perilaku a) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyanggoyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar putar, mendekatkan mata ke TV, lari/berjalan bolak-balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang b) Tidak suka pada perubahan c) Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong 2. Emosi a) Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-taawa menangis tanpa alasan. b) Kadang suka menyerang dan merusak c) Kadang berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri d) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
IX. DIAGNOSIS BANDING 1. Skizofrenia dengan onset masa anak-anak
Skizofrenia jarang pada anak-anak dibawah 5 tahun. Skizofrenia disertai dengan halusinasi atau waham, dengan insidensi kejang dan retardasi mental
11
yang lebih rendah dan dengan IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak autistik. Kriteria Usia onset Insidensi
Gangguan Autistik
Skizofrenia dengan masa
<38 bulan 2-5 dalam 10.000
onset anak-anak > 5 tahun Tidak diketahui, kemungkinan sama atau
Rasio jenis kelamin (L:P) Riwayat Keluarga
3-4:1 Tidak naik atau
bahkan lebih jarang 1,67:1 Naik
Skizofrenia Status sosioekonomi
kemungkinan tidak naik Sosioekonomi tinggi
Lebih sering pada
Penyulit prenatal dan
Lebih sering pada
sosioekonomi rendah Lebih jarang pada
perinatal dan disfungsi
gangguan autistik
skizofrenia
otak Karakteristik perilaku
Gagal mengembangkan
Halusinasi dan waham,
hubungan: tidak ada bicara
gangguan pikiran
(ekolalia); frase sterotipik; tidak ada atau buruknya pemahaman bahasa; kegigihan atas kesamaan Fungsi adaptif Tingkat intelegensi
Pola IQ Kejang Grandmal
dan streotipik Biasanya selalu terganggu Pada sebagian besar kasus
Perburukan fungsi Dalam rentang normal,
subnormal sering
sebagian besar normal
terganggu parah (70%) Jelas tidak rata 4-32%
bodoh (15%-70%) Lebih rata Tidak ada
2. Sindroma Rett
Sindroma rett adalah penyakit otak yang progresif tapi khusus mengenai anak perempuan. Perkembangan anak sampai usia 5 bulan normal, namun setelah itu mundur. Umumnya kmunduran yang terjadi sangat parah meliputi perkembangan bahasa, interaksi sosial maupun motoriknya.
3. Sindroma Asperger
12
Pada sindroma Asperger mempunyai ketiga ciri autism namun masih memiliki intelgensia yang baik dan kemampuan bahasanya juga hanya terganggu dalam derajat ringan. Oleh karena itu, sindroma Asperger sering disebut sebagai “high functioning autism”. Gangguan Asperger berbeda dengan autis. Onset usia autis infantile terjadi lebih awal dan tingkat keparahannya lebih parah dibandingkan gangguan Asperger. Pasien autis menunjukkan penundaan dan penyimpangan dalam kemahiran berbahasa serta adanya gangguan kognitif. Oral vocabulary test menunjukkan keadaan yang lebih baik pada gangguan Asperger. Defisit sosial dan komunikasi lebih berat pada autisme. Selain itu ditemukan adanya manerisme motorik sedangkan pada gangguan Asperger yang menonjol adalah perhatian terbatas dan motorik yang canggung, serta gagal mengerti isyarat non verbal. Lebih sulit membedakan gangguan Asperger dengan autisme infantil tanpa retardasi mental. Gangguan Asperger biasanya memperlihatkan gambaran IQ yang lebih baik daripada autisme infantil kecuali autisme infantil high functioning. Batas antara gangguan Asperger dan high functioning autism untuk gangguan berbahasa dan gangguan belajar sangat kabur. Gangguan Asperger mempunyai verbal intelligence yang normal sedangkan autisme infantil mempunyai verbal intelligence yang kurang. Gangguan Asperger mempunyai empati yang lebih baik dibandingkan dengan autisme infantil, sekalipun keduanya mengalami kesulitan berempati.
4. Retardasi Mental
Hal yang tidak mudah untuk membedakan autisme infantil dengan retardasi mental, sebab autisme juga sering disertai retardasi mental. Kira-kira 40% anak autistik adalah teretardasi sedang, berat atau sangat berat, dan anak yang teretardasi mungkin memiliki gejala perilaku yang termasuk ciri autistik. Pada retardasi mental tidak terdapat 3 ciri pokok autism secara lengkap. Retardasi mental adalah gangguan intelegensi, biasanya diketahui setelah anak sekolah karena ketidaksanggupan anak mengikuti pelajaran formal. Pembagian retardasi mental dilihat dari kemampuan IQ. Retardasi mental ringan IQ 55-70, RM sedang 40-55, RM berat 25-40, sangat berat IQ <25/ Ciri utama yang membedakan antara gangguan autistik dan retardasi mental adalah: a. Anak teretardasi mental biasanya berhubungan dengan orang tua atau nakanak lain dengan cara yang sesuai dengan umur mentalnya. b. Mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain 13
c. Mereka memiliki sifat gangguan yang relatif tetap tanpa pembelahan fungsi. X. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat menyembuhkan autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan yang bersifat seratongenik dapat mengendalikan gejala-gejala stereotipi dan perubahan-perubahan iklim perasaan, tetapi masih diperlukan suatu penelitian klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat ini. Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan yang paling penting. Metode yang digunakan adalah metode Lovaas. Metode Lovaas adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavior Analysis (ABA). Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan besar, yaitu: 1. Kemampuan memperhatikan Program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya atau disebut
dengan
kontak
mata.
Yang
kedua
melatih
anak
untuk
memperhatikan keadaan atau objek yang ada di sekelilngnya. 2. Kemampuan menirukan Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar dan halus. Selanjutnya urutan gerakan, meniru tindakan yang disertai bunyi-bunyian. 3. Bahasa reseptif Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata. 4. Bahasa ekspresif Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau berkomunikasi verbal 5. Kemampuan preaakademis Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan permainan yang mengajarkan anak tentang emosi, hubungan ketidakteraturan, dan stimulus-stimulus di lingkungannya seperti bunyi-bunyian serta melatih anak
14
untuk mengembangkan imajinasinya lewat media seni seperti menggambar benda-benda yang ada di sekitarnya. 6. Kemampuan mengurus diri sendiri Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Pertama anak dilatih untuk bisa makan sendiri. Yang kedua, anak dilatih untuk bisa buang air kecil atau yang disebut toilet training. Kemudian tahap selanjutnya melatih mengenakan pakaian, menyisir rambut, dan menggosok gigi.
XI.
PROGNOSIS
Prognosis anak autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
Berat ringannya gejala atau kelainan otak
Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil
Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
Bicara dan bahasa, 20% anak autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda.
Terapi
yang
intensif
dan
terpadu.
Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi dengan anak. Penanganan anak autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik. Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan gangguan pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi.
15
KESIMPULAN
1.
Autisme merupakan gangguan pada anak yang ditandai dengan munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya
2.
Beberapa faktor diduga menjadi penyebab autisme antara lain teori psikoanalitik, genetik, serta berdasarkan studi biokimia dan riset neurologis
3.
Terapi perilaku merupakan tata laksana yang paling penting dengan menggunakan metode Lovaas.
4.
Faktor yang mempengaruhi prognosis autisme antara lain berat ringannya gejala, usia, kecerdasan, bicara dan bahasa, serta terapi intensif dan terpadu.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasran, Suharko. 2003. Autisme: Konsep yang Sedang Berkembang. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol 22 No. 1; 24-30. 2. Sadock, B. J dan Alcot, V. 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioural Sciences/Clinical Psychiatry. 10th Edition. University School of Medicine New York; Chapter 42. 3. Campbell JM, Morgan SB, et al. 2004. Autism Spectrum Disorder and Mental Retardation. 4. Chamberlin, Stacey; Narins, Brigham. 2005. The Gale Encyclopedia of Neurological Disorders volume 1. USA; p 122-26 5. Sidharta P. 1994. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat. 6. Jerald Kay; Allan Tasman. 2006. Essentials of Psychiatry. John Wiley & Sons, Ltd. 7. Azwandi, Yosfan. 2005. Mengenal dan Membantu Penyandang Autisme, Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 8. Yatim, Faisal. 2003. Autisme Suatu Gangguan Jiwa pada Anak-anak. Jakarta: Pustaka Popular Obor. 9. Danuatmaja, B. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah, Jakarta: Puspa Suara 10. Sutadi Rudi, Bawazir L.A, et al. 2003. Penatalaksanaan Holistik Autisme. Jakarta Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
17