REFERAT ANESTESI OBSTETRI
Pembimbing: Dr.dr.Irvan Kusumanegara, Sp.An,KMN,M.M
Disusun Oleh : Ruth Isabelle Sugiono
2014.061.100
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU ANESTESI PELAYANAN KESEHATAN ST.CAROLUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTA 2016 0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkatnya penulis dapat menyelesaikan Referat Anestesi Obstetri. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menempuh Pendidikan Kedokteran Ilmu Anestesi pada Program Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya Jakarta di Pelayanan Kesehatan St.Carolus. Penulis menyadari bahwa laporan evaluasi ini tidak akan berjalan tanpa dukungan dari pihak terkait. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu, khususnya kepada: 1. Dr.dr. Irvan Kusumanegara,Sp.An,KMN,M.M selaku kepala SMF Anestesiologi dan konsulen pembimbing 2. Orang tua dan teman-teman penulis yang telah memberikan motivasi dalam pembuatan laporan evaluasi ini. Akhir kata, penulis sadar bahwa Referat ini masih belum sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran atas referat ini dan semoga referat ini dapat berguna untuk selanjutnya.
Jakarta, 12 April 2016 Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...........................................................................................................................1 Daftar Isi....................................................................................................................................2 Daftar Gambar...........................................................................................................................3 BAB I Pendahuluan...................................................................................................................4 BAB II Tinjauan Pustaka..........................................................................................................5 2.1 Perubahan Fisiologi pada Wanita Hamil......................................................................5 2.2 Guideline Anestesi Obstetri 2015.................................................................................6 2.1.1
Evaluasi Perianestesi dan Persiapan.................................................................6
2.1.2
Pencegahan Aspirasi.........................................................................................6
2.1.3
Anestesi bagi Persalinan dan Melahirkan Pervaginam.....................................7
2.1.4
Pelepasan Plasenta............................................................................................8
2.1.5
Anestesi untuk Operasi Sesar...........................................................................9
2.1.6
Ligasi Tuba Postpartum..................................................................................10
2.1.7
Penanganan bagi Kasus Kegawatdaruratan Kehamilan..................................10
2.3 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum Obstetri.....................................................12 2.4 Anestesi pada Ibu hamil dengan operasi non obstetri.................................................14 2.4.1
Penggunaan Obat Anestesi..............................................................................14
2.4.2
Asfiksi dan Monitoring pada Fetus..................................................................15
2.4.3
Pembedahan Non-Obstetri...............................................................................15
BAB III Kesimpulan................................................................................................................17 Daftar Pustaka..........................................................................................................................18
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tabel 1. Suggsted Resource for Obstetric Hemorrhagic Emergencies..............................10
Gambar 2.2 Tabel 2. Suggsted Resource for Airway Management............................................11 Gambar 2.3 Tabel 3. Suggsted Content of a Portable storage Unit for Difficult Airway. .......11 Gambar 2.4 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum............................................................12 Gambar 2.5 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum (1).......................................................12 Gambar 2.6 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum (2).......................................................13 Gambar 2.7 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum (3).......................................................13 Gambar 2.8 Manajemen Setelah Gagal Intubasi pada Wanita Hamil......................................14
3
BAB I PENDAHULUAN
Anestesi obstetri adalah suatu cabang ilmu anetes i yang khususnya menangani anestesi pada wanita hamil. Tindakan anestesi atau analgesi regional pada pasien obstetri sering diperlukan untuk persalinan tanpa nyeri, operasi sesar, atau ligasi tuba. Saat kehamilan dan melahirkan, wanita mengalamai perubahan fisiologis seperti perubahan sistem kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, sistem saraf, ginjal dan hepar. Perubahan ini menyebabkan perubahan respon pada anestesi sehingga pada wanita hamil membutuhkan penanganan yang berbeda dibandingkan pasien lainnya. Seorang dokter harus mampu membuat keputusan medis bagi wanita hamil yang hendak menjalani proses melahirkan, dimulai dari pre operatif, manajemen anestesi yang dipilih dan dilakukan, hingga manajemen pemulihan. Menurut penelitian, 1-2% wanita hamil menggunakan tindakan anestesi untuk melakukan operasi yang tidak berhubungan dengan kehamilannya, contohnya operasi apendisitis, trauma, dan lainnya. Dalam hal ini pemilihan anestesi yang tepat diperlukan agar aman bagi ibu dan janin. Oleh karena hal diatas, dalam referat ini akan dibahas mengenai perubahan fisiologis pada ibu hamil, guideline penanganan anestesi maupun jalan napas bagi wanita hamil, dan penanganan anestesi bagi wanita hamil yang menjalani operasi yang tidak berhubungan dengan kehamilannya.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Fisiologi pada Wanita Hamil
Pada ibu hamil terjadi perubahan fisiologi seperti perubahan sistem kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, sistem saraf, ginjal dan hepar dimana hal ini akan mempengaruhi anestesi. Perubahan sistem kardiovaskular yang terjadi yaitu peningkatan volum plasma darah sebanyak 40-50% dan volum sel darah merah sebanyak 15-20%. Peningkatan sel darah merah tidak seimbang dengan peningkatan volum plasma darah sehingga terjadi hemodilusi dan menyebabkan anemia fisiologi pada ibu hamil. Kadar Hb normal pada ibu hamil adalah 11g/dl. Perubahan lainnya yang terjadi yaitu peningkatan frekuensi denyut jantung dan stroke volume dan curah jantung seiring dengan usia kehamilan. Meskipun terjadi peningkan pada frekuensi denyut jantung dan stroke volume, namun terjadi penurunan pada resistensi sistemik vaskular sehingga tekanan darah pada ibu hamil menurun. Saat posisi supinasi, uterus ibu hamil dapat menekan aorta dan vena cava, dimana kompresi dari vena cava dapat menurunkan preload, cardiac output dan tekanana darah sistemik. Perubahan pada sistem respirasi yang memperngaruhi anetesi yaitu bendungan pada mukosa jalan napas ataas yang menyebabkan mudahnya terjadi edema dan perdarahan saat dilakukan intubasi. Dorongan dari rahim khususnya pada kehamilan usia >32 minggu akan menyebabkan desakan pada diafra gma sehingga menyebabkan ibu hamil akan bernapas lebih dalam (20-25% dari normal). Hal ini juga dipengaruhi oleh kebutuhan oksigen pada ibu hamil yang meningkat. Perubahan sistem gastrointestinal yaitu peningkatan terjadinya heart burn karena pergeseran dan gangguan fungsi sfingter esofagus bagian bawah akibat pembesaran uterus dan perubahan hormon progesteron dan estrogen. Hal ini meningkat seiring usia kehamilan. Perubahan pada sistem saraf yaitu perluasan dermatom dari pemberian anestesi epidural pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Perbedaan tersebut terjadi akibat penurunan volum ruang epidural karena adanya pembesaran dari pembuluh darah akibat aortocaval compression. 5
Perubahan ginjal pada wanita hamil yaitu terjadi peningkatan GFR sebesar 5060% pada bulan ketiga persalinan dan akan kembali pada batas normal sampai 3 bulan post partum. Oleh karena hal terebut nilai BUN dan kreatinin pada ibu hamil menurun hingga 50% dari batas normal.
2.2 Guideline Anestesi Obstetri 2015 2.2.1
Evaluasi Perianestesi dan Persiapan
Pada persiapan anestesi, hal yang perlu dilakukan antara lain:
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan anestesi yang akan digunakan, selain itu juga menjalin komunikasi antara pasien maupun semua pihak yang terkait seperti dokter obsgyn, dan lainnya. Jika akan dilakukan regional anestesi, perlu dilakukan pemeriksaan pad punggung pasien.
Jumlah Platelet Intrapartum Jumlah platelet berhubungan dengan frekuensi kejadian perdarahan postpartum dan berguna untuk diagnosis pada hipertensi dalam kehamilan. Pemeriksaan jumlah platelet dilakukan berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik yang didapatkan.
Golongan Darah dan Screening Pemeriksaan golongan darah dan cross match tidak rutin dilakukan bagi ibu hamil yang sehat dan tanpa komplikasi, pemeriksaan dilakukan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Pola Denyut Jantung Janin Denyut jantung janin (DJJ) di monitor sebelum dan sesudah dilakukan regional anestesi.
2.2.2
Pencegahan Aspirasi
Pencegahan aspirasi yang dilakukan, meliputi :
Cairan Pada ibu hamil tanpa komplikasi, oral intake dalam jumlah moderate diperbolehkan. Pada pasien dengan operasi terencana, oral intake masih dapat diberikan sampai 2 jam sebelum induksi. Pemberian cairan juga harus mempertimbangakan jenis cairan yang diberkikan. 6
Makanan Padat Pasien dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi, namun pada pasien dengan faktor risiko aspirasi yang lebih tinggi diperlukan pertimbangan khusus untuk lamanya jam puasa dan pertimbangan dilakukan berdasarkan setiap kasus yang ada.
Pemberian Obat untuk Mencegah Aspirasi Pemberian obat seperti antasida, H2 reseptor agonis dan metoclopramid diberikan sebagai profilaksis pada ibu hamil untuk mengurangi risiko dari aspirasi. Menurut penelitian yang ada, penggunaan antacid bermanfaat untuk menaikkan pH selama periode peripartum dan penggunaan metoclopramid dihubungkan dengan penurunan mual dan muntah pada saat peripartum.
2.2.3
Anestesi bagi Persalinan dan Melahirkan Pervaginam
Waktu Anestesi Regional dan Hasil Persalinan Berdasarkan hasil penelitian, ASA dan konsultan anestesi berpendapat bahwa sebaiknya anestesi regional dilakukan pada saat dilatasi serviks <5cm selama kondisi masih memungkinkan. Pemilihan anestesi regional berdasarkan pertimbangan kasus setiap individu.
Anestesi Regional dan Persalinan setelah Riwayat Sesar Anetesi regional disarankan bagi setiap ibu hamil yang memiliki riwayat sesar dan ingin mencoba melahirkan secara pervaginam. Anestesi regional yang lebih disarankan yaitu anestesi dengan menggunakan kateter, sehingga bila persalinan pervaginam gagal dan harus dilakukan operasi sesar, tidak akan mengalami kesulitan.
Teknik Anestesi 1. Penggunaan kateter pada anestesi regional untuk persalinan dengan komplikasi Penggunaan kateter disaranakan bagi ibu hamil dengan penyulit seperti preeklamsi, kehamilan ganda, atau dengan indikasi anestesi sepeti obesitas dan penyulit jalan napas, hal ini dipertimbangkan bila terjadi kondisi darurat untuk mengurangi risiko penggunaan anestesi umum. 2. CIE (Continous Infusion Epidural) Analgesia Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penggunaan metode CIE lebih efektif dibandingkan dengan pemberian single shoot opioid pada saat 7
persalinan berkaitan dengan penurunan kesakitan dan rasa tidak nyaman pada ibu hamil. Pada penggunaan CIE, penambahan penggunaan opioid tetap dapat dipertimbangkan sesuai kasus. 3. Pengunaan dosis rendah dan tinggi pada anestesi regional Berdasarkan penelitian yang ada, ASA setuju untuk menggunakan obat lokal anestesi dengan konsentasi dilusi yang ditambahkan dengan opioid untuk menurunkan saraf motorik yang terblok oleh obat anestesi. 4. Pemberian opioid dengan atau tanpa anestesi lokal Penelitian menunjukkan penggunaan opioid spinal memiliki durasi yang lebih panjang dibandingkan dengan opioid yang diberikan secara intavena. Dengan penambahan anestesi lokal pada penggunaan opioid spinal, maka akan menambah durasi dan meningkatkan efek analgesik. 5. Penggunaan jarum spinal Penggunaan jarum spinal yang disarakan adalah pencil point spinal needles dibandingkan dengan cutting bevel spinal needles untuk mengurangi risiko teradinya PDPH ( post dural puncture headache). 6. CSE (Combine Spinal and Epidural) analgesia Teknik CSE digunakan untuk efek analgesik yang lebih cepat dan efektif selama persalinan. Teknik ini dipertimbangkan bila diperkirakan kemungkinan dilakukannya operasi sesar atau persalinan yang lama melebihi durasi dosis obat analgesik spinal yang diberikan. 7. PCEA ( Patient Controlled Epidural Analgesia) Teknik PCEA digunakan sebagai pendekatan yang lebih efektif dan fleksibel dalam melakukan maintenance obat analgesik selama persalinan dan disarankan untuk CIE dengan dosis yang sudah pasti sehingga meminimalisasi intervensi anestesi dan dapat mengurangi dosis lokal anestesi yang digunakan 2.2.4
Pelepasan Plasenta
Teknik Anestesi Pemeriksaan status hemodinamik pasien harus dilakukan sebelum menggunakan teknik regional anetesi, bila status hemodinamik tidak stabil harus dipertimbangkan penggunaan teknik anestesi umum. Profilaksis untuk mencegah aspirasi harus diberikan pada setiap pasien dan titrasi obat sedasi/analgesik yang digunakan harus dipertimbangkan dengan 8
baik untuk mencegah terjadinya depresi napas dan asipirasi pulmoner selama periode postpartum
Pemberian Nitrogliserin untuk Relaksasi Uterus Nitrogliserin dapat digunakan sebagai pengganti terbutalin sulfat/ anestesi umum endotrakeal/agen halogen untuk relaksasi uterus selama proses pengeluaran plasenta.
2.2.5
Anestesi untuk Operasi Sesar
Sarana dan Prasarana Tersedianya sarana dan prasarana untuk persiapan operasi, persiapan tatalaksana bila terjadi komplikasi, hingga tatalaksana pemulihan dari efek regional anestesi maupun anestesi umum.
Pemilihan Anestesi (Umum/Spinal/Epidural/CSE) Penelitian randomized controlled trial pada penggunaan teknik anestesi epidural dibandingkan dengan anestesi umum, didapatkan APGAR score yang lebih tinggi pada penggunaan tekik anestesi epidural. Tidak ada perbedaan APGAR score pada penggunaan anestesi umum dibandingkan dengan anestesi spinal. Penggunaan teknik anestesi spinal, epidural maupun CSE juga tidak memiliki perbedaan yang bermakna pada APGAR score, waktu persalinan, maupun efek hipotensi. Setiap teknik yang digunakan harus mempertimbangkan risiko anestesi, risiko ibu dan fetus. Teknik regional anestesi le bih disarankan dibandingkan anestesi umun, anestesi umum dilakukan dengan pertimbangan seperti terjadinya bradikardi pada fetus, ruptur uterus, perdarahan masif, abrupsio plasenta, prolaps tali pusat, dan bayi prematur letak kaki. Penatalaksanaan uterus displacement dilakukan selama jalannya operasi.
Cairan Intravena Pemberian cairan intravena dapat mengurangi risiko hipotensi maternal setelah dilakukannya anestesi spinal pada operasi sesar. Pemberian cairan ini tidak akan mempengaruhi anestesi spinal yang dilakukan.
Efedrin dan Fenilefedrin Pemberian efedrin maupun fenilefedrin dapat digunakan untuk hipotensi akibat teknik regional anestesi. Bila tidak terdapat bradikardi pada ibu hamil, pemberian fenilefedrin lebih disarankan untuk meningkatkan fetal acid base untuk persalinan tanpa komplikasi. 9
Pemberian Opioid pada Anestesi Regional untuk Analgesik Postoperatif Pemberian opioid pada saat dilakukan anestesi lebih disarankan dibandingkan pemberian opioid secara intravena.
2.2.6
Ligasi Tuba Postpartum
Pada ligasi tuba post partum, pasien harus puasa selama 6-8 jam. Pemilihan anestesi yang digunakan didasarkan pada pertimbangan setiap kasus individu namun lebih disarakan penggunaan regional anestesi dibandingakan anestesi umum. Perlu diperhatikan pengosongan lambung akan terhambat pada pasien yang menerima terapi opioid selama persalinan. 2.2.7
Penanganan bagi Kasus Kegawatdaruratan Kehamilan
Managemen anestesi pada kasus kegawatdaruratan meliputi perdarahan, penyulit pada jalan napas dan diperlukannya resusitasi jantung paru, oleh karena itu diperlukannya sarana dan prasaranna yang menunjang bila terjadi untuk mengurangi risiko kematian pada ibu maupun janin. Penangannan perdarahan yang baik dapat mengurangi komplikasi pada maternal, sedangkan penanganan jalan napas dapat mengurangi komplikasi bagi ibu, fetus maupun neonatus. Penanganan jalan napas juga termasuk keterdiaan alat pulse oximetry dan CO2 detector . American Heart Assiciation mengungkapkan survival rate pada infant dengan usia gestasi >24/25 minggu pada ibu dengan henti jantung yaotu kurang dari 5 menit. Oleh karena itu dibutuhkan pengangan yang cepat pada kasus henti jantung ibu hamil. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan terdapat pada gambar 2.1, gambar 2.2 dan gambar 2. 3
Gambar 2.1 Tabel 1. Suggsted Resource for Obstetric Hemorrhagic Emergencies
10
Gambar 2.2 Tabel 2. Suggsted Resource for Airway Management
Gambar 2.3 Tabel 3. Suggsted Content of a Portable storage Unit for Difficult Airway
11
2.3 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum Obstetri
Gambar 2.4 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum
Gambar 2.5 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum (1)
12
Gambar 2.6 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum (2)
Gambar 2.7 Algoritma Intubasi pada Anestesi Umum (3)
13
Gambar 2.8 Manajemen Setelah Gagal Intubasi pada Wanita Hamil
2.4 Anestesi pada Ibu hamil dengan Operasi Non Obstetri 2.4.1
Penggunaan Obat Anestesi
Sampai saat ini belum ada penelitian yang dapat menunjukkan secara langsung efek penggunaan obat anestesi terhadap fetus, hal ini dikarenakan hal tersebut dilarang dan tidak ada hewan yang dapat digunakan sebagai perbandingan dengan manusia. Menurut penelitian retrospektif dengan sampel anak yang dilahirkan dari ibu yang pernah melakukan operasi selama masa kehamilan didapatkan adanya peningkatan bayi yang lahir dengan LBW ( low birth weught) yaitu <1500 g akibat dari kelahiran preterm atau IUGR (intrauterine growth restriction) dan adanya neural defek khususnya pada ibu yang memiliki riwayat operasi pada trimester pertama. Pemilihan teknik anestesi yang digunakan juga harus mempertimbangkan jalan napas ibu dan pembatasan terpapar dengan obat anestesi. Dengan pertimbangan tersebut, maka lebih disarankan penggunaan teknik anestesi regional. 14
Penelitian lainnya didapatkan adanya efek teratogenik pada penggunaan N2O (nitrous oxide) pada hewan, cleft palate dan kelainan jantung pada penggunaan benzodiazepin. Penggunaan obat anestesi seperti propofol, barbiturat, opioid, pelumpuh otot, dan anestesi lokal aman digunakan pada ibu selama masa kehamilan. 2.4.2
Asfiksi dan Monitoring pada Fetus
Pada fetus sangatlah penting melakukan pengendalian hipoksia dan hipotensi pada ibu karena kekurangan oksigen pada ibu dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan perfusi pada sirkulasi uteroplasenta dimana hal ini akan menyebabkan hipoksia pada fetus , asidosis dan kematian.
Sebaliknya
keadaan
hiperkapnia
akan
menyebabkan
asidosis
respiratorius pada fetus dimana hal ini akan menyebabkan depresi pada otot jantung, vasokonstriksi pada arteri uterus dan menurunkan aliran darah ke uterus. Penggunaan efedrin dan fenilefedrin dapat mmengontol tekanan darah p ada ibu hamil. Menurut penelitian penggunaan fenilefedrin lebih aman dan efektif dibandingkan efedrin dalam mencegah hipotensi pada ibu hamil dan sekuele dari hipotensi, selain itu penggunaan efedrin dihubungkan dengan penurunan pH pada neonatus dan meningkatkan asidosis pada neonatus. Monitoring denyut jantung janin (DJJ) sangat penting untuk dilakukan, penurunan DJJ pada saat dilakukan anestesi tidak selalu dikaitkan dengan stress pada janin, namun hal ini diakibatkan dari efek anestesi pada sistem otonon pada fetus..DJJ yang semakin menurun harus diperhatikan sebagai tanda hipoksia pada fetus dan asidosis, dimana hal ini berkaitan dengan keadaan ibu (obat anestesi, respiratori asidosis pada ibu, penurunan temperatur) 2.4.3
Pembedahan Non-Obstetri
Pembedahan Jantung Pada masa kehamilan terjadi peningkatan volum darah dan cardiac output sebesar 30-50% khususnya akan mengalami puncak pada minggu ke 24-28 kehamilan. Pada ibu dengan penyakit jantung hal ini akan penyebabkan cardiac stress pada jantung khusunya pada trimester kedua dan ketiga dimana bila hal ini semakin berat maka dibutuhkan tindakan operasi.
15
Untuk tindakan pembedahan jantung, salah satu alternatif yang dapat dilakukan dengan cara intervensi secara perkutan karena hal ini menurunkan mortalitas fetus. Pada pembedahan jantung, perlu dilakukan maintenance dari sirkulasi
uteroplasenta
dengan
cara
pemantauan
tekanan
perfusi
(>70mmHg), Ht >28%, dan kapasitas pompa jantung >2.5L/menit/m 2
Pembedahan Saraf Pada umumnya anestesi pembedahan sarah harus diperhatikan kontrol terhadap hipotensi, hipotermi, hiperventilasi dan diuresis dimana pada ibu hamil, hal ini harus lebih diperhatikan lagi. Untuk mengontrol hipotensi dapat digunakan obat seperti sodium nitroprusid atau nitrogliserin. Pemberian nitroprusid memiliki efek toxic yang dapat menyebabkan kematian pada fetus, sehingga pemberian yang boleh diberikan hanya 0.5mg/kg/jam. Hipotermia dilakukan pada pembedahan saraf dengan tujuan menurunkan metaboleisme yang dibutuhkan otek dan menurunkan aliran darah ke otak , dimana target yang ingin dicapai adalah 30 OC. Hiperventilasi dilakukan untuk menurunkan PaCo 2 dan aliran darah ke otak, dimana PaCO2 akan dipertahankan di 4-4.1kPa. Manitol digunakan sebagai obat diuresis yang diberikan pada ibu hamil, manitol akan berakumulasi pada fetus sehingga mengakibatkan hiperosmolaritas dimana akan menyebabkan perubahan seperti penurunan produksi cairan pada paru, penurunan aliran darah ke renal dan peningkatan kadar natrium di plasma. Dosis yang diberikan adalah 0.25-0.5 mg/kg sehingga tidak menimbulkan efek pada fetus dan aman untuk digunakan.
Laparoskopi Pada pembedahan dengan laparoskopi seringkali dikhawatirkan mengenai asidosis fetus akibat absorbsi CO 2, peningkatan tekanan intraabdomen, cardiac output ibu, dan penurunan perfusi uteroplasental. Penelitan menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan outcome yang terjadi pada fetus dengan penggunaan teknik laparotomi maupun laparoskopi. Sebaiknya
operasi
dilakukan
pada
trimester
kedua
bila
memungkinkan dan perlunya pemantauan terhadap PCO 2 dan gas darah ibu. 16
BAB III KESIMPULAN
Pada masa kehamilan terjadi perubahan fisiologis sehingga membutukan penanganan anestesi yang berbeda dibandingkan pasien pas umunya.
Seorang dokter harus mampu membuat keputusan medis bagi wanita hamil yang hendak menjalani proses melahirkan, dimulai dari pre operatif, manajemen anestesi yang dipilih dan dilakukan, hingga manajemen pemulihan.
Pemilihan teknik anestesi yang digunakan berbeda pada setiap individu dan dipertimbangkan setiap kasusnya dengan mempertimbangkan keadaan ibu maupun janin.
Adanya peningkatan bayi yang lahir dengan LBW ( low birth weught) yaitu <1500 g akibat dari kelahiran preterm atau IUGR (intrauterine growth restriction) pada ibu dengan riwayat operasi selama masa kehamilan dan defek khususnya pada ibu yang memiliki riwayat operasi pada trimester pertama.
Operasi non-obsterti pada masa kehamilan harus dipertimbangkan dengan baik dan dilakukan pemilihan obat dengan baik sehingga memiliki efek yang minimal terhadap ibu maupun janin.
Pentingnya melakukan pemantauan pada janin dan ibu selama operasi khususnya pemantauan terhadap hipotensi dan hipoksia untuk menghindari terjadinya asidosis dan kematian pada janin.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Miller’s anesthesia. 7th ed.Editors: Miller RD,Eriksson LI,Fleisher LA, Chruchill Livingstone Elsevier.2010 2. Jr.Morgan G E,Mikhail M S,Murray M J. Maternal & Fetal Physiology & Anesthesia.Lnage 5th ed.Mcgraw-Hill Companies.2013;825-39 3. The Amercian Society of Anesthesiologist. Practice Guideline for Obstetric Anesthesia: An Updated Report by the American Society of Anesthesiologists Task Force on Obstetric Anesthesia and the Society for Obstetric Anesthesia and Perinatology. February 2016 4. Mushambi, M C, et all. Obstetric Anaesthetists’ Associati on and Difficult Airway Society Guidelines for The Management of Difficult and Failed Tracheal Intubation in Obstetrics. Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland.2015 5. Reitman,E, P.Flood. Anasthetic Consideration for Non-Obstetric Surgery during Pregnancy.British Jurnal Anasthesi.2011
18