REFERAT
ANEMIA Tujuan pembuat materi ini adalah belajar memahami interpretasi gejala anemia menurut tanda-tanda hasil pemeriksaan yang menyertainya agar terbentuk pemahaman yang matang sebagai dasar ilmu terapan klinik
Ditulis oleh : Yoga Budi Wicaksana
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014
i
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul
“ANEMIA” .
Atas dukungan moral dan materi yang
diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Rumah Sakit Hewan dan Pendidikan Universitas Airlangga, selaku promotor, yang memberikan kesempatan bekerja dan pengalaman dalam pelayanan klinik. 2. Dokter hewan Wiwik Misaco Yuniarti, M.Kes., selaku penguji, yang banyak memberikan dorongan, masukan, serta bimbingan. 3. Para dokter hewan dan paramedis, selaku pembimbing dan rekan, yang banyak mengkoreksi, mengevaluasi, dorongan untuk selalu melatih dan mengembangkan diri. Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Surabaya, 3 November 2014
Yoga Budi Wicaksana
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i PRAKATA ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG ......................................................... v BAB 1 1.1 1.2 1.3
PENDAHULUAN ...................... .......................................................... Latar belakang ....................................................................................... Ruang lingkup ................................................................... .................... Tujuan dan manfaat ...............................................................................
1 1 1 1
BAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4
ISI .......................................................................................................... Landasan teori ....................................................................................... Penyebab anemia ........................................ .......................................... Gejala klinis anemia .............................................................................. Klasifikasi anemia ................................................................................. 2.4.1 Etiologi anemia ................................................................. ........ Evaluasi laboratorium .......................................................... .................
2 2 2 3 5 5 9
2.5
BAB 3 PENUTUP ........................... ................................................................. 12 3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 12 DAFTAR PUSTAKA ........................... ............................................................ 13
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Membrana mukosa pucat pada anjing .......................
iv
4
SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG
Cu
=
Cuprum
Fe
=
Besi
Hb
=
Hemoglobin
Hct
=
Hematokrit
IR
=
Indeks Retikulosit
MCH
=
Mean Corpuscular Hemoglobin
MCHC
=
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
MCV
=
Mean Corpuscular Volume
ml
=
mililiter
O2
=
Oksigen
PCV
=
Pocked Cell Volume
v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Diagnosa kasus penyakit merupakan salah satu subtansi mutlak yang harus dipahami dan dikuasai oleh seorang dokter hewan. Tantangan terutama dihadapi oleh calon dokter hewan atau mungkin dokter hewan baru dilantik ketika berhadapan dengan pasien salah satunya gejala yang sering dijumpai adalah anemia. Anemia tidak hanya dipandang sebagai gejala umum dengan ciri-ciri yang menggambarkan suatu bentuk anemia, namun lebih dari itu konsep memahami apa, mengapa, dan bagaimana terjadi anemia pada hewan sangat perlu untuk dipahami dasar-dasar patognomisnya. Semakin kuat dasar yang dikuasai, semakin kuat dalam menentukan diagnosis yang tepat. Salah satunya memahami anemia dengan baik dan benar yaitu merupakan bentuk interpretasi yang dituangkan dalam bagaimana menentukan hewan sedang mengalami anemia atau bukan.
1.2 Ruang lingkup Makalah ini mencakup tentang interpretasi gejala anemia yang baik dan benar pada hewan dengan memperhatikan tanda-tanda yang menyertai.
1.3 Tujuan dan manfaat Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah: 1. Sebagai referat ujian kasus interna 2. Membantu calon dokter hewan lebih memahami dasar kasus anemia dengan pola pikir interpretasi suatu gejala Manfaat: 1. Memberikan ingatan baru terhadap calon dokter hewan 2. Memperbaiki interpretasi kasus anemia pada hewan
1
BAB 2 ISI
2.1
Landasan teori Hematopoiesis merupakan suatu produksi dari sel-sel stem (induk) yang
non defesiensi menjadi eritrosit, platelet, dan leukosit yang bersirkulasi. Perangkat hematopoietik terutama berada di sumsum tulang dan memerl ukan pasokan nutrisi seperti zat besi, vitamin B12, dan folic acid serta adanya faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik, protein-protein yang mengatur penyebaran dan defesiensi sel-sel hematopoietik. Keadaan normal kadar hemoglobin dalam peredaran darah relatif konstan sehingga dapat mempertahankan secara ketat keseimbangan antara pelepasan eritrosit ke dalam sirkulasi dan keluarnya eritrosit dari sirkulasi. Bila pelepasan eritrosit ke dalam sirkulasi menurun, maupun penghancuran eritrosit meningkat tanpa diimbangi dengan peningkatan produksi, atau dengan kata lain pasokan yang tidak cukup dari nutrisi-nutrisi tersebut akan mengakibatkan defesiensi sel-sel darah yang fungsional, salah satunya dapat terjadi anemia. Anemia dapat pula disebabkan oleh hilangnya darah karena pendarahan dari luka atau karena parasit seperti cacing perut ataupun kutu. Penyebab lainnya adalah kurangnya sekresi faktor instrinsik dari perut, faktor ini memungkinkan dapat berlangsungnya penyerapan vitamin B 12. Anemia juga dapat terjadi apabila sel-sel darah mengalami hemolisis yang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukannya yang baru atau apabila sel-sel darah merah tidak berhasil menjadi masak secara normal (Frandson, 1996).
2.2
Penyebab anemia Anemia menurut bahasa Yunani dari kata “ An = tanpa” dan “enemia =
darah” adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) atau jumlah sel-sel darah yang fungsional menurun sehingga tubuh akan mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah berkurang. Oleh karena itu anemia bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu penyakit akibat dari pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume padat sel darah merah (hematokrit) per seratus mililiter darah kurang dari normal (Bijanti dkk., 2010).
2
3
Manifestasi gejala dan keluhan akan anemia tergantung dari beberapa faktor yaitu penurunan kapasitas daya angkut oksigen dari darah serta kecepatan penurunannya, derajat serta kecepatan perubahan dari volume darah, penyakit dari dasar penyebab anemia, dan kapasitas kompensasi sistem kardiopulmonal. Oleh karena itu rendahnya kadar hemoglobin dari penderita anemia bukanlah satusatunya faktor yang menentukan ada atau tidak adanya keluhan dan gejala anemia (Nelson and Cauto, 2003). Anemia berpengaruh besar terhadap sistem vaskuler, jika kapasitas mengangkut oksigen berkurang juga dapat menyebabkan menurunnya konsentrasi sel darah merah yang berarti viskositas darah juga menurun, karenanya aliran darah menjadi cepat. Hipoksia terjadi pada tingkat jaringan yang merangsang jantung untuk memompa lebih cepat mencoba memberikan oksigen lebih banyak. Jantung akan mengalami stres karena bekerja lebih berat. Apabila hewan bekerja atau melakukan latihan fisik yang keras, jantung tidak mampu mensuplai oksigen yang cukup untuk jaringan dan efisiensi jantung pun menurun sehingga dapat menimbulkan gangguan jantung yang akut. Konsentrasi hemoglobin diukur dalam gram per 100 ml darah. Konsentrasi hemoglobin yang normal kira-kira 11 pada domba, 13.5 pada anjing, 12 pada sapi dan babi, dan 12.5 pada kuda (Frandson, 1996). Apabila turunnya kadar hemoglobin terjadi secara lambat kemudian akan tejadi kompensasi dari sistem kardiopulmonal sehingga kadar hemoglobin yang tidak terlalu rendah biasanya tidak menimbulkan keluhan. Apabila penurunan kadar hemoglobin terjadi secara cepat seperti terjadi akibat suatu perdarahan mendadak, keluhan bisa terjadi mendadak berupa suatu hipotensi tergantung besar ringannya perdarahan yang terjadi. Penurunan kadar hemoglobin secara cepat akibat destruksi eritrosit (hemolisis) selain keluhan kardiopulmonal akan disertai dengan tanda-tanda hemolisis seperti ikterus, hemoglobinemia, hemoglobinuria dan lain-lain (Jain et all , 1996).
2.3
Gejala klinis anemia Adapun tanda-tanda yang menyertai anemia secara fisik pada hewan dapat
dilihat seperti pada kulit dan selaput lendir (Lukiswanto dan Wiwik, 2013):
4
membrane mukosa tampak pucat
lemah, anoreksia, oedema
denyut nadi cepat (takikardi), polypnea (nafas cepat), dan dypsnea (sesak nafas)
peka terhadap dingin
pada pemeriksaan auskultasi terdengar bising
jantung karena :
viskositas darah menurun
turbulence meningkat
bilamana sepertiga volume darah hilang, maka hewan akan shock
terlihat ikterus (jika ada hemolisa darah)
hemoglobinuria, hemorrhagi dan demam
Gambar 1.
Membrane mukosa pucat pada anjing
Umumnya hal ini disebabkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O 2 ke organ vital. Gejala klinis anemia bervariasi tergantung pada etiologi, derajat dan kecepatan timbulnya. Penyakit-penyakit lain seperti penyakit jantung, paru paru akan mempengaruhi keparahan gejala-gejala. Gejala kurang jelas jika kejadiannya pelan-pelan sehingga hewan perlahan-lahan dapat beradaptasi (Hariono, 1993).
5
2.4
Klasifikasi anemia Anemia oleh beberapa ahli digolongkan pertama kali berdasarkan
morfologinya, dan ada yang menurut etiologinya. Penggolongan anemia untuk kedokteran hewan lebih sesuai didasarkan menurut etiologi oleh sebab jenis hewan yang beragam dan kondisi dari masing-masing hewan berbeda-beda. Ada dua tipe anemia (Bijanti dkk., 2010): 1. Anemia regeneratif Diagnosa ini ke arah adanya perdarahan atau destruksi eritrosit, jika cukup waktu untuk respon regeneratif (2-3 hari), Pemeriksaan sumsum tulang jarang dilakukan biasanya adanya erythropoietic hyperplasia, respon regeneratif pada saat proses kesembuhan dari anemia non regeneratif dapat dilihat pada pemeriksaan hemogram secara berturut-turut. 2. Anemia non regeneratif Diagnosa terhadap gangguan sumsum tulang, pemeriksaan sumsum tulang diwajibkan untuk menguatkan diagnosa dan klasifikasi anemianya. Pada perdarahan akut atau perakut atau kasus hemolisis pada hewan yang mengalami gangguan sumsum tulang akan terlihat tanda-tanda non regeneratif yang terlihat setelah 2-3 hari kemudian. 2.4.1
Etiologi anemia Setelah mengetahui bahwa anemia bukan merupakan diagnosa dari suatu
penyakit tetapi salah satu gejala dari penyakit, maka apabila pasien menderita anemia maka harus ditentukan dulu etiologi dari anemianya. Indeks retikulosit menentukan anemia tersebut akan dalam klasifikasi yang mana, dan MCV serta Pemeriksaan preparat usap atau hapusan darah tepi dapat membantu lebih lanjut dalam penegakan diagnosis. Anemia dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor seperti perdarahan gastrointestinal, defisiensi gizi, dan penyakit hati (Bijanti dkk., 2010). Berikut empat kategori gejala anemia menurut etiologinya: 1.
Anemia perdarahan (Blood Loss Anemia) Anemia perdarahan terjadi keadaan perdarahan akut seperti trauma, operasi pembedahan, defek-defek koagulasi yang parah seperti perdarahan akut pada keracunan sweet
clover dan warfarin.
6
Perdarahan kronis biasanya mikrositik hipokromik (kekurangan elemen-elemen untuk pembentukan atau sintesis hemoglobin) dengan ciri-ciri jumlah mikrosit meningkat, turunnya kadar Hb, peningkatan jumlah retikulosit dan eritrosit berinti sehingga adanya peningkatan proses eritrogenesis. Penyebabnya yaitu infestasi parasit sepe rti cacing kait, cacing perut, coccidia, cacing bungkul dan cacing hati. Parasit eksternal yaitu kutu dan pinjal. Perdarahan kronik (pada kasus cacingan) → karena lesi-lesi gastointestinal → menyebabkan gastritis, ulserasi traktus digestivus dan enteritis → Sehingga akan kehilangan darah secara kronis. Pemeriksaan laboratorik untuk hemoragi akut dan subakut menciri yaitu terlihat gambaran normocytic, eritrosit berinti terlihat pada pemeriksaan darah perifer dalam waktu 72-96 jam. Pendarahan perakut pada rongga abdominal dan rongga dada. Sifat regenerasi perdarahan akut biasanya berjalan progresif dengan jumlah eritrosit kembali normal dalam waktu 4-5 minggu. Anemia ini termasuk normositik – normokromik (Jain et all , 1986). 2. Peningkatan destruksi eritrosit atau penurunan lifespan eritrosit Berhubungan dengan proses destruksi besar-besaran atau pendeknya lifespan eritrosit oleh berbagai penyakit.
Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah keadaan dimana masa hidup eritrosit memendek. Anemia hemolitik termasuk dalam kelompok kelainan dimana didapatkan ketahanan atau umur eritrosit berkurang baik episodik maupun kontinyu. Sumsum tulang memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksi eritrosit sampai delapan kali lipat sebagai
respon
penurunan
ketahanan
eritrosit.
Retikulositosis
merupakan penanda adanya hemolisis karena pada kelainan hemolitik terjadi respon sumsum tulang berupa peningkatan produksi eritrosit. Kelainan anemia hemolitik secara umum diklasifikasikan berdasarkan faktor intrinsik dan faktor eksternal. Defek faktor intrinsik terjadi dalam seluruh komponen eritrosit meliputi membran, sistem enzim,
7
herediter
dan
hemoglobin.
Sedangkan
defek
faktor
eksternal
merupakan anemia hemolitik imun. Termasuk dalam makrositik – normokromik.
Anemia Pernisiosa
Anemia Pernisiosa atau disebut anemia karena defisiensi vitamin B12 adalah anemia sebagai akibat dari berkurangnya faktor intrinsik didalam lambung. Faktor intrinsik adalah suatu faktor yang diperlukan untuk penyerapan vitamin B 12 dalam usus. Setelah ditelan dilambung vitamin B12 terikat dengan faktor intrinsik yaitu protein yang disekresikan sel pariental lambung. Terdapat ikatan kobalamin protein yang lain (faktor -R) yang berkompetisi dengan faktor intrinsik, sedangkan ikatan vitamin B 12 dengan faktor -R tersebut tidak dapat diabsorpsi. Komplek vitamin B 12, faktor intrinsik bergerak melalui usus halus dan diabsorpsi dalam ileum terminal oleh sel dengan reseptor spesifik pada komplek tersebut. Hasil absorpsi dibawa melalui plasma dan disimpan di hepar. Vitamin B 12 mempunyai peranan yang esensial untuk sintesa asam nukleus dan mempunyai hubungan erat dengan metabolisme asam folat dan asam folanat uracil, thymidin dan asam askorbat. Gejala yang dapat ditimbulkan yaitu terjadi perubahan pada sel mukosa, glositis, gangguan gastrointestinal seperti anoreksia dan diare. Ciri khas dari defisiensi vitamin B12 yaitu anemia megaloblastik. Pemeriksaan yang penting dan
untuk
menentukan
diagnostik
anemia
pernisiosa
adalah
pemeriksaan Schilling test yaitu memastikan bahwa penderita tidak dapat mengabsorpsi vitamin B12 karena terdapat kekurangan faktor intrinsik.
Anemia karena defisiensi asam folat
Gejala klinisnya sama seperti anemia karena defesiensi vitamin B12 yaitu adanya anemia megaloblastik dan perubahan megaloblastik pada mukosa. Tetapi pada defesiensi asam folat tidak terdapat abnormalitas neurologis. Diagnosis banding yaitu anemia megalobastik pada defisiensi asam folat dibedakan dengan yang terjadi pada defesiensi
8
vitamin B12, dengan adanya kadar vitamin B 12 serum yang normal dan penurunan kadar asam folat eritrosit ataupun serum. 3. Depresi sumsum tulang
Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu keadaan dimana jaringan sumsum tulang digantikan oleh jaringan lemak. Sehingga terjadi pensitopenia (anemia, leukemia, dan tronositopenia). Gejala yang timbul yaitu suhu tubuh naik, pucat dan terjadi oedem. Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositpenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan infeksi baik bersifat
lokal
maupun
sistemik.
Trombositopenia
dapat
mengakibatkan pendarahan dikulit, selaput lendir ataupun pendarahan di organ-organ. Pada anemia aplastik tidak akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, dan tidak ada hepatosplenomegali. Masa kesembuhan dari pendarahan besar yaitu pendarahan karena traumatik atau defek-defek koagulasi dan destruksi secara masif dengan immune mediated anemia, infeksi hemoprotozoa, toksisitas obat dan anemia kongenital pada anjing. Termasuk anemia makrositik – hipokromik. 4.
Defesiensi nutrisi
Anemia defesiensi Fe
Anemia defesiensi besi (Fe) adalah anemia yang sekunder terhadap kekurangan Fe yang tersedia untuk sintesa hemoglobin. Oleh karena Fe merupakan bagian dari molekul hemoglobin maka dengan berkurangnya
Fe,
sintesa
hemoglobin
berkurang
dan
kadar
hemoglobin akan berkurang. Apabila cadangan Fe telah habis akan terlihat pengurangan Fe pada epitel seperti pada rambut, kuku, kulit dan selaput lendir gastrointestinal. Sebab terjadinya anemia defesiensi besi (Fe) adalah pendarahan khususnya pendarahan gastrointestinal. Gejala anemia defisiensi Fe yaitu pucat pada selaput lendir, takikardi, palpitasi, dan disfagia. Defisiensi besi (Fe) yang berat akan menimbulkan hapusan darah tepi yang aneh (bizzare) dengan sel yang
9
sangat hipokromik, sel target, sel berbentuk hipokromik, dan dalam jumlah sedikit ditemukan eritrosit berinti. Biasanya jumlah platelet normal pada defisiensi besi yang ringan tapi akan meningkat pada kasus
yang
lebih
berat.
Defek-defek
dalam
kebutuhan
dan
penyimpangan Fe seperti defisiensi Cu dan keracunan molybdenum dan defesiensi vitamin B6. Anemia ini termasuk dalam anemia mikrositik – hipokromik (Jain et all ., 1986).
2.5
Evaluasi laboratorium Pertama-tama akan diperoleh hasil pemeriksaan kadar hemoglobin yang
rendah. Dalam menilai rendahnya kadar hemoglobin perlu diperhatikan keadaan hidrasi dari pasien. Dalam keadaan hidremia maka kadar Hb yang rendah bukan karena anemia akan tetapi karena hemodilusi (anemia spuria). Evaluasi laboratorium didasarkan pada Hb, Hematokrit (Hct), jumlah retikulosit, volume rata-rata eritrosit (MCV = Mean Corpuskular Volume), dan pemeriksaan preparat usap (hapusan) darah tepi (Benjamin, 1979). a. Hemoglobin dan Hematokrit Dalam darah terkandung hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen. Pada sebagian hewan tidak bertulang belakang atau invertebrta yang berukuran kecil, oksigen langsung meresap ke dalam plasma darah karena protein
pembawa
oksigennya
terlarut
secara
bebas.
Hemoglobin
merupakan protein pengangkut oksigen paling efektif dan terdapat pada hewan-hewan bertulang belakang atau vertebrata termasuk kuda. Zat besi dalam bentuk Fe2+ dalam hemoglobin memberikan warna merah pada darah. Dalam keadaan normal 100 ml darah mengandung 15 gram hemoglobin yang mampu mengangkut 0.03 gram oksigen. Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Hct) berfungsi untuk estimasi masa eritrosit, namun interpretasi Hb dan Hct harus memperhitungkan status volume pasien. Segera setelah kehilangan darah akut, Hb akan normal normal karena mekanisme kompensasi tidak akan punya waktu untuk mengembalikan volume plasma menjadi normal. Pada kebuntingan Hb
10
rendah meskipun massa eritrosit normal karena volume plasma yang bertambah akan mengencerkan Hb. b. Jumlah retikulosit Jumlah retikulosit mencerminkan kecepatan produksi eritrosit merupakan indikator bagi respon sumsum tulang terhadap anemia. Jumlah retikulosit biasannya dilaporkan sebagai jumlah retikulosit untuk setiap 100 eritrosit. Indeks
retikulosit
(IR)
mencerminkan
keparahan
anemia
yang
sesungguhnya dan merupakan ukuran kemampuan sumsum tulang memberikan respon IR ebih dari 2-3% menunjukkan respon yang memadai dan nilai yang kurang dari itu menunjukkan bahwa terdapat unsur hypoproliferatif pada anemia. c. Volume Rata-rata Eritrosit Cara mengevaluasi eritrosit yaitu dengan Jumlah total eritrosit atau pocked Cell Volume (PCV), kadar Hb, Mean Corpuscular Volume ( MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Jumlah total eritrosit atau Pocked Cell Volume (PCV) cara ini paling mudah dan tepat, dan diingat tingkat dehidrasinya. Mean Corpuscular Volume ( MCV) adalah ukuran rata-rata eritrosit dan digunakan dalam klasifikasi anemia. MCV yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil daripada ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan karena defisiensi zat besi dalam tubuh serta kejadian pada penyakit kronis. Sedangkan nilai MCV biasanya akan meningkat pada keadaan kekurangan asam folat, defisiensi vitamin B12, dan defisiensi kobalt. PCV merupakan perbandingan antara volume eritrosit darah dan komponen darah yang lain. Volume eritrosit di dalam darah berbanding langsung terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin dalam sirkulasi darah. Nilai PCV merupakan petunjuk dari daya pengikat oksigen oleh darah dan bermanfaat bagi suatu diagnosis diantaranya untuk menentukan MCV dan MCHC.
11
d. Pemeriksaan preparat usap atau hapusan darah tepi Pemeriksaan ini bersifat menentukan dalam penilaian pasien anemia. Morfologi eritrosit paling baik di nilai pada bagian hapusan di mana eritrosit yang satu tepat bersentuhan dengan eritrosit yang lain. Pemeriksaan penunjang lain seperti analisis urin, pemeriksaan feses dan pemeriksaan biokimia lain penting untuk menegakkan diagnosis dari anemia. e. Pemeriksaan khusus Pemeriksaan khusus untuk menegakkan diagnosis sebaiknya dilakukan sebelum pemberian transfusi darah.
BAB 3 PENUTUP
3.1
Kesimpulan Anemia dapat dipahami sebagai sel eritrosit yang menurun, penurunan
nilai PCV dan hemoglobin. Anemia bukanlah suatu penyakit tetapi suatu gejala klinis dari penyakit yang muncul sebagai suatu respon sekunder. Anemia terjadi karena hilangnya darah pada bagian perifer akibat dari hemoragi atau hemolisis, atau dapat juga disebabkan karena produksi eritrosit yang rendah karena penurunan proliferasi prekursor eritrosit atau penurunan pembelahan eritrosit atau adanya ketidaksempurnaan di dalam sintesis hemoglobin, atau menurunnya produksi hemoglobin. Anemia pada hewan dapat dipengaruhi oleh umur, spesies, ras, dan lokasi geografis. Sebuah kondisi darah yang ditandai dengan pengurangan jumlah oksigen dari darah, ada tiga penyebab utama anemia pada hewan:
Kehilangan darah.
Penghancuran sel darah merah (karena infeksi).
Darah yang buruk formasi (misalnya kekurangan zat besi). Gejala pada hewan yang terlihat adalah tampak lesu, menunjukkan tidak
ada antusiasme dan denyut nadi cepat. Hewan tampak pucat di sekitar mata, hidung dan gusi. Gejala-gejala yang dialami bervariasi tergantung situasi. Seekor anjing yang menderita penyakit ini akan menunjukkan pucat wajar secara bertahap, sementara penderitaan anjing dari tukak lambung dengan pendarahan tiba-tiba akan menjadi sangat pucat sekitar selaput lendir (syok).
12
DAFTAR PUSTAKA
Benjamin, M.M. 1979. Outline of Veterinary Clinical Pathology. The Iowa State University Press. Ames. Iowa, USA. 48-49, 351. Bijanti, R., Gandul, A.Y., Retno, S.W., dan Budi, U. 2010. Buku Ajar Patologi Klinik Veteriner, Ed.1. Fakultas Kedokteran Hewan Unair. 1-17. Frandson, R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed.4. Terjemahan dari UGM Press. 395-407 Hariono, B. 1993. Buku Kuliah Patologi Klinik Bagian Patologi Klinik FKH UGM. Yogyakarta. Jain, N.C. 1986. Clinical Pathology, 2 nd Ed. Lea and Febiger. Philadelphia. 518527. Lukiswanto, B.S., dan Wiwik, M.Y. 2013. Pemeriksaan Fisik pada Anjing dan Kucing. Airlangga University Press. 30-34. Nelson, R.W., and Cauto, C.G. 2003. Small Animal Internal Medicine, 3 rd Ed. Mosby, St. Louis. 1156-1159. Willard, M.D., and Tvedten, H. 1999. Small Animal Clinical Diagnosis by Laboratory Methods, 4 th Ed. Saunders, St. Louis. 39, 46-47.
13