REFEEDING SYNDROME
BAB I PENDAHULUAN
Sindroma Refeeding pertama kali ditemukan di antara tawanan perang dunia ke 2. Memulai makan kembali setelah keadaan kelaparan yang lama tampaknya mencetuskan gagal jantung. Hal ini berkembang pada pasien malnutrisi yang menerima nutrisi setelah asupan yang non adekuat dalam jangka waktu yang lama.
1
Sindroma Refeeding sendiri dapat dilihat sebagai beberapa kejadian metabolik dan perubahan biokimia yang terjadi akibat mulainya makan kembali setelah periode kelaparan ataupun berpuasa. Respon metabolik yang tidak menguntungkan ini menyebabkan kerusakan non imunologi terhadap tubuh dari ringan, sedang, sampai berat.
2
Dewasa ini, anorexia nervosa adalah salah satu presentasi klinis tersering pada pasien yang beresiko mengalami Sindroma Refeeding, akan tetapi, pasien lanjut usia dalam keadaan malnutrisi, pasien onkologi yang menerima kemoterapi, dan pasien post operasi juga dalam keadaan beresiko. Mengenali individu yang cenderung mengalami Sindroma Refeeding, memahami mekanisme kompensasi fisiologis tubuh, dan membuat terapi nutrisi sangat penting dalam menghindari morbiditas dan mortalitas pada fenomena ini.
3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 2012 – 27 27 April 2012
1
REFEEDING SYNDROME
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Sindroma Refeeding adalah keadaan medis yang memiliki potensi fatal yang dapat terjadi pada pasien sakit/malnutrisi sebagai respon terhadap asupan inadekuat dari kalori-protein yang tinggi sehingga mengganggu sistem kardiovaskuler,
pulmonal,
hati,
ginjal,
neuromuskular, metabolik,
dan
hematologi. Hal ini biasanya terjadi setelah pasien mendapat terapi nutrisi pada sebuah institusi, baik parenteran, enteral, ataupun asupan oral yang tidak 3,4
dibatasi.
Perubahan
fisiologis
yang
terjadi
selama
makan
kembali
dapat
menghasilkan peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien. Deplesi mineral intraseluler, perubahan cairan tubuh, defisiensi vitamin, arithmia jantung, gagal nafas dan gagal jantung adalah kasus yang paling sering dilaporkan sehubungan dengan Sindroma Refeeding.
4
PATOFISIOLOGI Pengetahuan tentang fisiologi kelaparan sangat penting untuk memahami patofisiologi Refeedin syndrom. Penurunan Glukosa darah di mulai dari 24-72 jam pada awal puasa. Konsentrasi Insulin menurun sebagai respon terhadap berkurangnya asupan karbohidrat dan level glukagon meningkat (terutama glikogen). Karena kurangnya glukosa-6-fosfatase dan GLUT-2 pengangkut, glikogen pada otot rangka hanya dapat mensuplai glukosa ke miosit, sedangkan Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
2
REFEEDING SYNDROME
glikogen hati mengalami katabolisme dan menyediakan glukosa untuk seluruh tubuh. Glukosa dengan demikian dapat diberikan kepada jaringan yang bergantung pada glukosa seperti otak, ginjal medula, dan sel darah merah. Sebanyak 100 – 150 gram glukosa per hari dibutuhkan untuk menyediakan glukosa ke otak dan mencegah pemecahan protein untuk pembentukan glukosa. Setelah 72 jam, glukoneogenesis terjadi terutama dari produk pemecahan lemak dan protein. Beta-oksidasi dari asam lemak hepatik menyebabkan pembentukan badan keton, yang dikonversi ke asetil-koenzim A untuk menghasilkan energi melalui siklus Krebs. Energi juga disintesis dari gliserol endogen, asam amino gluconeogenic (alanin, glutamin) serta dari laktat dan piruvat (diproduksi oleh glikolisis melalui Cori siklus). Pada
individu
1,3,5,7
yang
kekurangan
gizi
parah,
akan
terjadi
katabolisme lemak dan otot sehingga akan terjadi kehilangan massa otot, air dan mineral. Konsentrasi serum ini habis komponen termasuk fosfat, umumnya tetap normal karena penyesuaian ekskresi ginjal. Dengan karbohidrat sebagai sumber utama energi selama refeeding, insulin dirangsang. Karbohidrat bersama dengan insulin meningkatkan penyerapan glukosa,fosfat, air dan komponen untuk kompartemen intraseluler sehingga sering mengakibatkan edema(misalnya paru). Kombinasi dari menipisnya Total fosfat dalam tubuh selama kelaparan katabolik dan peningkatan fosfat seluler selama Refeedinganabolik menyebabkan hypophosphatemia berat. Jatuhnya kadar serum fosfat dapat terlihat dalam 24 – 72 jam setelah mulainya terapi. Tetapi dapat pula terjadi lambat (5 – 10 hari) pada pasien yang mempunyai simpanan fosfat normal di dalam tubuh. Sebagai respon terhadap refeeding, terjadi pergerakan fosfat anorganik dari ekstraseluler ke intraseluler karena penggunaan fosfat. Rendahnya kadar serum fosfat yang berhubungan langsung dengan fosforilasi senyawa, seperti sel darah merah 2,3DPG, ATP, G-3-PD dll yang penting untuk metabolisme. Refeedingsindrom dapat mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Fosfat
sangat penting untuk respirasi selular. Langkah pertama yaitu glikolisis yang Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
3
REFEEDING SYNDROME
melibatkan fosforilasi glukosa. Respirasi seluler juga mebutuhkan persediaan fosfat yang cukup untuk membentuk energi yang tersimpan dalam bentuk molekul adenosin trifosfat (ATP), yang terdiri dari tiga gugus fosfat. Fosfat juga memegang peranan penting dalam mempertahankan fungsi enzim intraseluler termasuk sintesis 2,3 diphosphoglycerate (DPG) yang mengatur disosiasi oksigen dari hemoglobin. Penurunan fosfat yang berlebih mengganggu setiap proses fisiologis selular. Penurunan tingkat ATP menyebabkan penurunan kontraksi otot pernafasan yang disebut gagal nafas akut. Penurunan sel darah putih mengganggu kemotaksis dan aktivitas fagositik yang mengakibatkan terjadinya infeksi. Refeeding juga menyebabkan pergeseran kalium ke dalam sel dan
menghasilkan hipokalemia juga suplai kalium tidak cukup disediakan di dalam diet. Kalium bergerak masuk ke dalam sel bersamaan glukosa dan zat lainnya. Magnesium bergeser intraselular bersamaan dengan Refeedingdan pembentukan jaringan baru. Walaupun bukan hal utama dari Sindroma Refeeding, kekurangan tiamin juga dapat menjadi perhatian pada pasien malnutrisi. Tiamin adalah prekursor dari metabolit aktif yakni tiamin pirofosfat (TPP), yang esensial bagi penggunaan dan metabolisme glukosa yang omptimum. TPP merupakan kofaktor dari enzim penting, piruvat dehidrogenase. Pada kekurangan tiamin, konversi piruvat ke
asetilkoenzim A terhambat dan penumpukan piruvat akan diubah
menjadi laktat. Hal ini akan menyebabkan produksi berlebih dari laktat yang kemudian diikuti asidosis laktat. Sekresi insulin yang dikaitkan dengan masuknya karbohidrat mendadak juga menyebabkan retensi cairan natrium. Hal ini diperkirakan karena efek insulin pada tubulus ginjal yang menyebabkan efek anti natriuresis. Efek antidiuretik tersebut akan menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler.
MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis dari Sindroma Refeeding sangat bervariasi, tidak bisa diprediksi, dapat terjadi tanpa ada peringatan sebelumnya, dan dapat terjadi Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
4
REFEEDING SYNDROME
belakangan. Hal ini terjadi karena perubahan pada elektrolit serum mempengaruhi potensial membran sel sehingga mengganggu fungsi pada sel saraf, jantung, dan 3
otot.
Variasi pada gambaran klinis pada Sindroma Refeeding merefleksikan tipe dan keparahan dari keadaan abnormal biokimia tubuh. Gejala yang terjadi sering beragam mulai dari mual, muntah, dan letargi, sampai insufisiensi nafas, gagal jantung, hipotensi, aritmia, delirium, koma, dan kematian. Perburukan klinis dapat terjadi sh
bn
bt4radsaewfdtt4t4r444gt54gtrgtrtrtrDe54 x becara cepat jika
tindakan yang sesuai tidak segera dilakukan. Manifestasi
klinis
dari
RFS
2,3
terjadi
dengan
adanya
pemberian
karbohidrat. Hasil dari lonjakan sekresi insulin menyebabkan perubahan glukosa intraselular glukosa serta pengambilan fosfat, magnesium, dan kalium selular. Hal ini menyebabkan berkurangnya ekskresi air dan natrium, menyebabkan overload cairan,
edema
paru,
dan
dekompensasi
jantung.
Manifestasi
dari
hypophosphatemia, hypomagnesemia hipokalemia, hiperglikemia, serta defisiensi 5
tiamin terjadi.
Hypophosphatemia sering terjadi dan dapat menyebabkan aritmia jantung, gagal napas, rhabdomyolysis dan konvusi. Kadar fosfat yang normal dapat terjadi pada pasien dengan kegagalan multi-organ atau gangguan fungsi ginjal. Pada hipokalemia
berat
menyebabkan
otot
lemah,
kompromi
pernapasan,
rhabdomyolysis,nekrosis otot, dan perubahan kontraktilitas miokard. Dari sedang hingga terjadi hipomagnesemia berat menyebabkan perubahan elektrokardiografi, tetani, konvulsi, dan kejang.
5
Berkurang nya sekresi insulin menyebabkan terjadinya Hiperglikemia. Berkurang nya vitamin yang larut dalam air karena asupan yang tidak memadai dan berlangsung lama.
5
Dalam menghadapi karbohidrat refeeding, ensefalopati Wernicke, ditandai dengan perubahan status mental dan disfungsi mata, dan gait ataksia, dapat terjadi Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
5
REFEEDING SYNDROME
karena
cadangan
kofaktor dalam
thiamin tidak
memadai
dan peran thiamin
metabolisme karbohidrat. Seluruh
perubahan
akut tersebut dapat menyebabkan gejala sisa, bahkan sampai kematian.
sebagai metabolik
5
Mengenali pasien yang beresiko terkena Sindroma Refeeding adalah faktor penting dalam mencegah terjadinya fenomena tersebut. Individu yang secara makan secara agresif, baik oral, enteral, atau parenteral, setelah keadaan asupan nutrisi buruk yang kronis sangat mungkin menunjukan gejala dan tanda dari Sindroma Refeeding. Sebagai patokan umum, pasien yang kehilangan berat badan ≥ 10% dalam 2 – 3 bukan atau individu yang memiliki berat badan < 70% dari berat badan ideal berada dalam kelompok resiko besar.
3
Perubahan elektrolit yang terjadi pada Sindroma Refeedingadalah sebagai berikut.
2,4,6
2-
Phospate (PO4 )
Hipofosfatemia (range normal 0.8 – 1.45 mmol/l) menyebabkan
Kardiovaskuler : gagal jantung, aritmia, hipotensi, shock kardiomiopati, kontraktilitas jantung menurun, kematian
Respirasi : gagal nafas akut
Hepar : disfungsi hati
Ginjal : nekrosis tubular akut, asidosis metabolik
Kerangka : rhabdomyolisis, myalgia, paralisis, diafragma melemah
Neurologi : delirium, koma, kejang, perubahan status mental
Endokrin : hiperglikemi, resistensi insulin, osteomalasia
Hematologi : anemia hemolitik, trombositopeni, disfungsi leukosit, fungsi platelet menurun, perubahan morfologi sel darah merah, pelepasan oksigen menurun dari oksihemoglobin
+
Potassium (K ) Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
6
REFEEDING SYNDROME
Hipokalemi (range normal 3.5 – 5.1 mmol/l) menyebabkan
Kardiovaskuler : hipotensi, aritmia ventrikel, cardiac arrest, bradikardi atau takikardi, toksisitas digoksin, perubahan EKG
Respirasi : hipoventilasi, respiratory distress, gagal respirasi
Kerangka : melemah, fatigue, paralisis, rhabdomyolisis
Gastrointestinal : diare, mual, muntah, anoreksia, ileus paralitik, konstipasi
Urinaria : poliuria, disuria
Neurologis : melemah, paralisis, rhabdomyolisis, letargi
Metabolisme : alkalosis metabolik
2+
Magnesium (Mg )
Hipomagnesemia (range normal 0.77 – 1.33 mmol/l) menyebabkan
Kardiovaskuler : aritmia paroksismal atrium atau ventrikel, repolarisasi alternans, takikardi
Respirasi : hipoventilasi, respiratory distress, gagal nafas
Neuromuskuler : melemah, fatigue, kram pada otot (Trousseau dan Chvostek) melemah, ataksia, vertigo, parestesi, halusinasi, depresi, konvulsi, perubahan status mental, tremor,
Gastrointestinal : nyeri abdomen, diare, muntah, hilang nafsu makan, dan konstipasi
Lain – lain : anemia, hipokalsemi, hipokalemia
+
Sodium (Na )
Hiponatremia (range normal 136 – 145 mmol/l) menyebabkan
Kardiovaskuler : gagal jantung dan aritmia
Respirasi : gagal nafas, udem pulmonal
Ginjal : gagal ginjal
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
7
REFEEDING SYNDROME
Kerangka : kram otot, fatigue, retensi cairan dan bengkak (udem)
Vitamin
Defisiensi thiamin (terutama pada alkoholisme) menyebabkan
Neurologi : sindrom Wernicke – Korsakoff, karsakoff’s psikosis
Kardiovaskuler : gagal jantung kongestif dan asidosis laktat, penyakit beriberi
Kerangka : otot melemah
Retensi cairan Sekresi insulin dihubungkan dengan pemberian karbohidrat secara tiba – tiba juga menyebabkan retensi cairan dan natrium. Ini dipikirkan akibat efek insulin di tubulus renal meningkatkan anti natriuresis. Anti dieuretik ini menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Oleh karena itu, cairan yang berlebihan menyebabkan terjadinya udem, atau pada kasus yang berat, kombinasi peningkatan volume cairan ekstraseluler dan kardiomiopati sering ditemui dan dapat menyebabkan udem pulmoner, respiratory kompromais, dan gagal jantung.
PENGELOLAAN SINDROM REFEEDING
6,7
Meningkatkan kesadaran di semua tenaga kesehatan
Memperhatikan pasien yang berisiko
Memberikan penilaian yang memadai, interdisipliner rencana perawatan, dan menindak lanjuti.
Menghargai bahwa risiko berlaku apakah pasien diberi makan melalui oral,enteral atau parentera.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
8
REFEEDING SYNDROME
hati-hati mengembalikan volume sirkuliasi: Monitor denyut nadi dan keseimbangan cairan
asupan Energi harus diberikan secara hati-hati dan bertahap meningkat selama 4-10 hari
Suplemen
empiris
dari
elektrolit
dan
vitamin
dapat
dimulai sebelum pemberian makanan 1. Identifikasi
dan
pengobatan
sepsis:
Mungkin tidak tampak secara klinis tetapi dapat menjelaskan suatu kerusakan akut. Menggunakan antibiotik spektrum luas (oral atau melalui NGT jika mungkin). 2. Pemantauan cairan resusitasi dan keseimbangan cairan.
Menilai dan hati-hati mengembalikan volume sirkulasi, monitor denyut nadi, asupan cairan dan pengeluaran.
Pasien malnutrisi memiliki toleransi penurunan cairan infus sedang sampai
tinggi (yaitu lebih dari 2 liter per 24 jam) yang dapat
menyebabkan gagal jantung.
pemantauan cairan intravena mungkin diperlukan dalam 72 jam awal sampai asupan oral yang cukup dicapai.
Jika terbukti dehidrasi,hati-hati untuk rehidrasi yaitu 1-2 liter dalam 24 jam pertama tergantung dari respon.
Total asupan cairan (termasuk infus, enteral dan oral) bertujuan untuk maksimal 30ml/kg per hari (Yaitu kurang lebih 1,5 liter).
Setidaknya 6-jam pemantauan tekanan darah, nadi dan laju pernafasan diperlukan untuk mendeteksi bukti
gagal jantung
atau volume
intravaskuler yang tidak adekuat. 3. Koreksi kelainan elektrolit
Pastikan terakhir (terakhir 48 jam) kadar elektrolit yang tersedia. Ini harus mencakup: urea dan elektrolit, fosfat, kalsium, magnesium ( menambahkanan profil darah standar), tes fungsi hati, Hitung jenis.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
9
REFEEDING SYNDROME
Lakukan EKG jika: Kalium kurang dari 3.5mmol / l atau fosfat kurang dari 0.80mmol / l.
Magnesium adalah kurang dari 0.5mmol / l atau Kalsium disesuaikan kurang dari 2.0mmol /l.
Perhatian harus digunakan pada pasien ginjal karena berkurang ekskresi dari elektrolit.
4. Koreksi Hipoglikemia / Kontrol Gula Darah:
Monitor glukosa darah sekali untuk dua kali sehari kecuali tes lebih sering ditunjukkan (yaitu untuk pasien-pasien dengan tahu diabetes atau
IGT).
.Jika hipoglikemik menggantikan cairan intravena dengan glukosa 5%. 5. Manajemen hipotermia
Memantau malnutrisi.
suhu
tubuh.
Koreksi
Hipotermia harus
umumnya
simultan
terkait
dengan
dengan cairan
rehidrasi dan dapat termasuk penyediaan minuman panas dan selimut.
6. Koreksi / Pencegahan defisiensi mikronutrien
Tambahan Tiamin 100mg secara oral atau dihancurkan melalui selang makan tiga kali sehari selama 10 hari atau sampai direkomendasikan pemberian makanan
yang dicapai dengan dosis pertama yang
diberikan minimal 30 menit sebelum makan.
Jika rute enteral tidak tersedia, pasien memiliki anoreksia atau
memiliki
alkoholisme
nervosa kronis.
Pabrinex IVHP * -1 sepasang ampul 30 menit sebelum melakukan makan dan kemudian setiap hari sampai direkomendasikan tercapai.
Administer vitamin B kompleks yang kuat (satu tablet tiga kali sehari) dan Sanatogen Gold (satu tablet sehari) secara oral.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
10
REFEEDING SYNDROME
hari 1-3 1. Energi : mulai dari 10-15 kkal / kg / hari; karbohidrat 50-60%, 30-40% lemak, dan protein 15-20%. 2. Elektrolit: mengukur konsentrasi serum basal, 4-6 jam kemudian, dan setiap
hari
Tambahan
selama profilaksis
pemberian (kecuali
makan pra
(lihat
menyusui
tinggi), dalam banyak kasus biasanya melalui
di
bawah).
kadar
plasma
intravena. Jumlah
tergantung pada ukuran pasien dan konsentrasi plasma, sesuai dengan kebutuhan
sehari-hari
persyaratan adalah:
Fosfat 0,5-0,8 mmol / kg / hari
Kalium 1-3 mmol / kg / hari
Magnesium 0,3-0,4 mmol / kg / hari. Peningkatan pantau dan peningkatan suplemen sesuai kebutuhan.
3.
cairan: pemberian dibatasi untuk mempertahankan fungsi ginjal, untuk menggantikan deficit atau kehilangan, dan menghindari kenaikan berat badan, yang mencapai keseimbangan. Pasien biasanya perlu 20-30 ml / kg / hari.
4. Garam: membatasi natrium <1 mmol / kg / hari. Jika edema bertambah, batasi lebih lanjut. 5. Mineral dan trace elemen: 100% DRI. Besi tidak dianjurkan ditambah pada minggu pertama. 6. Vitamin 200% DRI. Berikan 200-300mg tiamin i.v. setidaknya 30 menit sebelum menyusui, dan 200-300mg sehari i.v atau secara oral sampai hari ke-3. 7. Memantau setiap hari
Bobot tubuh (keseimbangan cairan).
Pemeriksaan
klinis:
edema,
tekanan
darah,
denyut
nadi,
kardiovaskular dan sistem pernapasan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
11
REFEEDING SYNDROME
Biokimia:
fosfat,
magnesium,
kalium,
natrium,
kalsium,
glukosa, urea, kreatinin, (tiamin).
dengan EKG - pemantauan pada kasus berat
Hari 4-6 1. Energi :15-20 kkal / kg / hari; 50-60% karbohidrat, 30-40% lemak, dan protein 15-20%. 2.
Elektrolit: lanjutkan suplementasi seperti di atas, diberikan lebih atau kurang tergantung konsentrasi plasma. Jika sindrom Refeedingsudah cukup teratasi, pertahankan tingkat normal. Jika
PO <0.6 mmol / l - berikan 30-50 mmol fosfat (misalnya Fosfat Polyfusor) i.v. lebih dari 12 jam.
Mg2 <0.5 mmol / l-24 mmol berikan MgSO4 i.v. lebih dari 12 jam.
K <3.5 mmol / l-berikan 420-40 mmol KCl i.v. lebih dari 4 jam
Menilai kembali dan ulangi jika perlu.
3. Mineral dan vitamin: sebagai selama 1-3 hari. 4. cairan: tergantung pada hidrasi, perubahan berat dan kehilangan cairan. Pasien biasanya perlu 25-30 ml / kg / hari. 5. Memantau
harian:
sebagai
selama
1-3
hari.
7-10 hari 1. Energi : 20-30 kkal / kg / hari; 50-60% karbohidrat, 30-40% lemak, dan protein 15-20%. 2. Elektrolit,
mineral
dan
vitamin:
seperti
di
atas. Besi
harus
ditambah dari hari ke-7 dan seterusnya 3. cairan: untuk menjaga keseimbangan. Sekitar 30 ml / kg / hari 4. Memantau:
Berat badan dan biokimia: dua kali seminggu
Pemeriksaan klinis: harian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
12
REFEEDING SYNDROME
Malnutrisi
Gluconeogenesis, Katabolisme protein, balans nitrogen negatif
Hilangnya air ( sering >10% hilang berat badan dalam 1 bulan)
Deplesi air, vitamin, dan mineral
Refeeding
Sumber energi utama : glukosa
Pelepasan insulin (dari pankreas)
Ambilan glukosa sel meningkat,Sintesis protein meningkat
perubahan fosfat, magnesium, kalium intraseluler
peningkatan penggunaan tiamin yang persediannya sudah rendah
gejala klinis Refeeding Syndrome
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
13
REFEEDING SYNDROME
BAB III KESIMPULAN
Pada kebanyakan kasus, terapi nutrisi dapat menjadi penyelamat hidup. Akan tetapi, bila nutrisi tidak diberikan secara adekuat makan Sindroma Refeeding akan menjadi faktor resiko yang besar pada morbiditas dan mortalitas
pasien malnutrisi. Perhatian lebih perlu diberikan pada penggantian elektrolit di dalam tubuh serta pemberian kalori – protein yang lambat akan menurunkan resiko gagal jantung dan pernafasan. Kontrol kadar serum fosfat dan elektrolit yang ketat dapat membantu dalam mencegah terjadinya sindroma ini pada saat pemberian kembali nutrisi.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
14
REFEEDING SYNDROME
DAFTAR PUSTAKA
1. Alam A.S, et al. Refeeding Syndrome :A Review. Bangladesh J Child Health 2009; vol 33(1) : 27 – 30 2. Khan L.U, et al. Refeeding Syndrome : A Literature Review. Hindawi Publishing Corporation, Gastroenterology research and Practice; vol 2011, Article ID 410971. 3. Tresley J, et al. Refeeding Syndrome : Recognition Is The Key to Prevention and Management. Journal of the AMERICAN DIETIC ASSOCIATION
002-
8223/08/10812-0016. 2008. 4. Choudhary R, et al. Physiology of Starvation and Refeeding Syndrome. J. Bangladesh Physiology. 2010 December; 5(2): 101-110 5. Prabhakarani S. Refeeding Syndrome. Opus 12 Scientist 2010 vol. 4 no. 1. 2011 6. Portsmouth Hospitals NHS Trust, Formulary and Medicines Group. Guidelines for the Prevention and Treatment of Adult Patients at Risk of Developing Refeeding Syndrome. Drug Therapy Guideline No: 46.00. 2007 7. Stanga Z. Et al. Nutrition in Clinical Practice – the Refeeding Syndrome: Ilustrative Cases and Guidelines for Prevention and Treatment. European Journal of Clinical Nutrition 62, 687 – 694. 2008.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Periode Kepaniteraan 16 April 2012 – 27 April 2012
15