Laporan Kasus
GAMBARAN RADIOLOGI PADA TUMOR TULANG BELAKANG VS SPONDILITIS TB Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Disusun Oleh :
Putri Febryanti Rouzanna Isma Mauliza TR. Aja Maulida Suta
(1407101030089) (1407101030035) (1407101030073) (1407101030003) Pembimbing:
dr. Nurul Machillah, Sp. Rad
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA/RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan
dan
kesehatan
menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul
bagi penulis untuk dapat ”
Gambaran Radiologi Pada
Tumot Tulang Belakang vs Spondilitis Tb . Salawat dan salam semoga ”
senantiasa Allah curahkan ke pangkuan baginda Rasulullah SAW yang telah mengantar umatnya dari alam kebodohan ke alam penuh dengan ilmu pengetahuan. Tugas tinjauan kepustakaan ini merupakan salah satu kewajiban dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian / SMF radiologi RSUZA. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Iskandar Iskandar Zakaria, Sp.Rad Sp.Rad yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan tinjauan kepustakaan dan kepada rekan-rekan dokter muda yang telah memberi dorongan kepada penulis dalam penyelesaian tugas ini.
Banda Aceh, April 2015
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan
dan
kesehatan
menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul
bagi penulis untuk dapat ”
Gambaran Radiologi Pada
Tumot Tulang Belakang vs Spondilitis Tb . Salawat dan salam semoga ”
senantiasa Allah curahkan ke pangkuan baginda Rasulullah SAW yang telah mengantar umatnya dari alam kebodohan ke alam penuh dengan ilmu pengetahuan. Tugas tinjauan kepustakaan ini merupakan salah satu kewajiban dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian / SMF radiologi RSUZA. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Iskandar Iskandar Zakaria, Sp.Rad Sp.Rad yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan tinjauan kepustakaan dan kepada rekan-rekan dokter muda yang telah memberi dorongan kepada penulis dalam penyelesaian tugas ini.
Banda Aceh, April 2015
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyangga berat badan, yang terdiri dari 33 ruas yaitu 7 vertebra cervical, 12 vertebra thoracal, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra scaralis dan 3-4 vertebra coccyx. Ada beberapa kelainan yang dapat terjadi pada tulang belakang, salah satunya adalah tumor. 1,2 Tumor tulang belakang sangat jarang terjadi. Tumor ini dapat berasal dari proses yang terjadi pada tulang itu sendiri dan dapat juga terjadi akibat adanya metastase dari organ lain. 3 Nyeri punggung merupakan salah satu gejala yang paing sering dikeluhkan pada tumor tulang belakang. Bagian tulang yang sering terkena adalah bagian torakal dan lumbal. 3,4 Pemeriksaan
radiologi
merupakan
pemeriksaan
penunjang
dalam
mendiagnosa kasus tumor tulang belakang. Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan dengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan operatif.
4
BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien
Nama
: Ny. AY
Umur
: 27 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku
: Aceh
Agama
: Islam
Alamat
: Desa Ateuk Pahlawan
Status
: Kawin
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk
: 11 Maret 2015
Tanggal Pemeriksaan
: 23 Maret 2015
2.2 Anamnesa Keluhan utama
Nyeri Nyeri pung punggu gung ng bagi bagian an bela belaka kang ng Keluhan tambahan
Kaki kanan dan kiri tidak dapat digerakkan dan susah buang air kecil dan buang air besar. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang dan kedua kaki tidak dapat digerakkan yang dialami pasien sejak lebih kurang 2 hari sebelum masuk RS. Awalnya nyeri dirasakan pasien tiba-tiba namun lama-kelaman nyeri yang dirasakan pasien menetap. Pasien juga mengeluhkan kebaskebas di kedua kakinya. Nyeri memberat dalam 1 minggu sebelum masuk RS. 2 hari sebelum masuk RS pasien merasakan kaki susah tidak bisa digerakkan hanya bisa di gerakkan pelan-pelan, dan tidak dapat BAB serta BAK. Pasien mengaku lima bulan yang lalu pernah dirawat dengan keluhan nyeri pinggang. Namun belum ada keluhan kebas-kebas dan kedua kaki masih bisa digerakkan. Belum ada keluhan dengan BAB dan BAK. Pasien
tidak ingat diagnosa ketika dirawat sebelumnya, namun menurut pengakuan pasien dokter yang merawat pasien menganjurkan untuk di lakukan operasi tetapi pasien menolak karena keluhannya hanya nyeri pinggang tetapi masih bisa berjalan. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat trauma (+) 1 tahun yang lalu, riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-). Riwayat Pemakaian Obat
Tidak ada riwayat penggunaan obat sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit seperti ini.
2.3 Pemeriksaan Fisik a. Status Present
Keadaan Umum
: Lemah
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: E4M6V5 = 15
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Heart rate
: 88 x / menit
Respiratory rate
: 19 x / menit
Temperatur
: 36,8 ˚C
b. Status General
Kulit Warna
: Kuning langsat
Turgor
: Kembali cepat
Ptechie
: (-)
Ikterik
: (-)
Sianosis
: (-)
Pucat
: (-)
Edema
: (-)
K epala Bentuk
: Kesan Normosefalus
Rambut
: Hitam dan susah di cabut
Mata
: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-) pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung
: Sekret (-/-), NCH (-/-), perdarahan (-/-)
Mulut
:
- Bibir
: Pucat (-), Sianosis (-)
- Lidah
: Tremor (-), hiperemis (-)
- Geligi
: Dalam batas normal
- Faring
: Hiperemis , Tonsil T1-T1
Leher Inspeksi
: Simetris (+)
Palpasi
: Pembesaran KGB (-), JVP (N), kaku kuduk (-)
Thorax a. Paru Anterior :
Inspeksi - Simetris (+) - Retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus
Paru Kanan
Paru Kiri
Lap. Paru Atas
Normal
Normal
Lap. Paru Tengah
Normal
Normal
Lap. Paru Bawah
Normal
Normal
Paru kanan
Paru kiri
Lap. Paru atas
Sonor
Sonor
Lap. Paru tengah
Sonor
Sonor
Lap. Paru bawah
Sonor
Sonor
Perkusi
Auskultasi Suara napas pokok
Paru kanan
Paru kiri
Lap. Paru atas
Vesikuler normal
Vesikuler normal
Lap. Paru tengah
Vesikuler normal
Vesikuler normal
Lap. Paru bawah
Vesikuler normal
Vesikuler normal
Suara Tambahan
Paru Kanan
Paru Kiri
Lap. Paru atas
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Posterior :
Inspeksi : - Simetris (+) - Retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus
Paru Kanan
Paru Kiri
Lap. Paru Atas
Normal
Normal
Lap. Paru Tengah
Normal
Normal
Lap. Paru Bawah
Normal
Normal
Paru kanan
Paru kiri
Lap. Paru atas
Sonor
Sonor
Lap. Paru tengah
Sonor
Sonor
Lap. Paru bawah
Sonor
Sonor
Perkusi :
Auskultasi : Suara napas utama
Paru kanan
Paru kiri
Lap. Paru atas
Vesikuler normal
Vesikuler normal
Lap. Paru tengah
Vesikuler normal
Vesikuler normal
Lap. Paru bawah
Vesikuler normal
Vesikuler normal
Suara Tambahan
Paru kanan
Paru kiri
Lap. Paru atas
Rh (-), Wh (-)
Rh (-) , Wh (-)
Lap. Paru tengah
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah
Rh (-), Wh (-)
Rh (-), Wh (-)
b. Jantung
Inspeksi
: Ictus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus kordis teraba pada ICS V, 1 jari sebelah dalam linea midclavicula sinistra.
Perkusi
:
Batas – batas jantung : Atas
: ICR III
Kiri
: ICR V, 1 jari sebelah dalam linea midclavicula
sinistra Kanan : Linea parasternalis dekstra.
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-)
c. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi : Peristaltik (+)
Palpasi
: Nyeri Tekan (-)
- Lien
: tidak teraba
- Hepar
: tidak teraba
Perkusi
: Simetris (+), Distensi (-)
: tympani
d. Ekstremitas Superior
Inferior
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Sianosis
(-)
(-)
(-)
(-)
Edema
(-)
(-)
(-)
(-)
Ikterik
(-)
(-)
(-)
(-)
Motorik
5555
5555
2222
2222
Sensorik
(+)
(+)
(+)
(+)
2.4 Pemeriksaan Penunjang 1. Hasil Laboratorium
10 Maret 2015
Nilai Normal
13,6 g/dl
13-17 g/dl
Leukosit
13,3 x 103/ul
4,1-10,5 x 10 3/ul
Trombosit
357 x 103/ul
150-400 × 10 3/ul
Hematokrit
43 %
40-55 %
Haemoglobin
Hitung jenis sel :
Eusinofil
1
1-3 %
Basofil
0
0-1 %
Neutrofil Batang
0
2-6 %
Neutrofil Segmen
60
50-70 %
Limfosit
31
25-40 %
Monosit
8
2-8 %
MCV
84
80-100 fL
MCH
27
27-31 pg
MCHC
32
32-36 %
LED
87
0-15 mm/jam
Waktu perdarahan
2
1-7 menit
Waktu pembekuan
7
5-15 menit
Glukosa darah puasa
176
60-110 mg/dL
Glukosa darah 2 jam PP
211
100-140 mg/dL
Creatinin darah
0,60
Ureum darah
31
0,51-0,95 mg/dl 13-43 mg/dl
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax PA (09 Maret 2015)
Gambar 2.1 Foto Thorak PA Kesan: a. Cor
: Besar dan bentuk kesan normal.
b. Pulmo
: Tak tampak infiltrat.
c. Sinus phrenicocostalis
: Kanan dan kiri tajam.
Kesimpulan
: Tak tampak proses spesifik.
Foto MRI Medulla Spinalis (5 November 2014)
A
B
Gambar 2.2 MRI Medulla Spinalis Non Kontras (A.gambaran sehat, B.Tampak massa).
A
B
Gambar 2.3 MRI Medulla Spinalis dengan Kontras (A. Gambaran sehat, B. Tampak massa). Kesan : a. Conus medullaris berakhir di level 1 b. Canalis spinalis tampak menyempit dan terdesak c. Cauda equina tampak terdesak d. Myelografi tampak hambatan
Kesimpulan : Pendesakan dan penyempitan canalis spinalis dengan medulla spinalis setinggi vertebra thoracalis 11-VL2.
Foto MRI Vertebra Lumbalis (5 November 2014)
A
B
Gambar 2.4 MRI Vertebra Lumbalis (A. Non Kontras, B. Kontras) Kesan : a. Alignment tak baik b. Curve lumbal normal c. Tak tampak spondylolisthesis d. Tampak kompresi di thoracalis 11- VL 1, VL 3 e. Intensitas signal marrow corpus vertebra lumbosacral hypintens pada T1 dan hyperintens pada T2 dan T2 fat sat. f.
Tampak destruksi di corpus vertebra thoracal 11- lumbalis 1, prosesus transversus serta costovertebral junction sinistra di setinggi vertebra thoracalis 11- VL1.
g. Discus intervertebralis vertebra lumbalis menyempit h. Tampak paravertebral massa i.
Tampak pembesaran kelenjar para aorta sampai ke distal
j.
Canalis spinalis tampak terdesak
k. Ligamentum flafum normal l.
Jaras syaraf sisi kiri dan kanan tampak terdesak
m. Tak tampak osteophyt n. Ligamentum longitudinalis anterior dan posterior tampak kalsifikasi Kesimpulan : Spondylitis TB setinggi vertebra thoracalis 11- VL 1 dan 3. Paravertebral soft tissue massa dengan pembesaran kelenjar para aorta.
Thoracolumbal AP/LA (21 Maret 2015)
Gambar 2.5 Thoracolumbal Ap/Lat Kesan : a. Tampak terpasang stabilisasi posterior setinggi VTh 9 – VL 2 ( posisi baik ) b. Trabekulasi tulang normal. Kesimpulan : Post stabilisasi posterior setinggi VTh 9 – VL 2 (posisi baik) 3. Hasil Sitologi (26 Maret 2015)
Suatu granulomatous.
Tidak dijumpai tanda keganasan.
2.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang dan kedua kaki tidak dapat digerakkan yang dialami pasien sejak lebih kurang 2 hari sebelum masuk RS. Awalnya nyeri dirasakan pasien tiba-tiba namun lama-kelaman nyeri yang dirasakan pasien menetap. Pasien juga mengeluhkan kebas-kebas di kedua
kakinya. Nyeri memberat dalam 1 minggu sebelum masuk RS. 2 hari sebelum masuk RS pasien merasakan kaki susah tidak bisa digerakkan hanya bisa di gerakkan pelan-pelan. Pasien juga mengeluh tidak dapat BAB dan BAK sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku lima bulan yang lalu pernah dirawat dengan keluhan nyeri pinggang. Namun belum ada keluhan kebas-kebas dan kedua kaki masih bisa digerakkan. Belum ada keluhan dengan BAB dan BAK. Pasien tidak ingat diagnosa ketika dirawat sebelumnya, namun menurut pengakuan pasien dokter yang merawat pasien menganjurkan untuk di lakukan operasi tetapi pasien menolak karena keluhannya hanya nyeri pinggang tetapi tidak masih bisa berjalan. Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88x/menit, frekuensi napas 19x/menit, suhu tubuh 36,8˚C. Pada pemeriksaan fisik paru, jantung, dan abdomen didapatkan semua dalam batas normal. Dari hasil foto Rontgen thorax pada tanggal 9 maret 2015 tidak tampak proses spesifik. Pemeriksaan foto MRI Medulla Spinalis pada tanggal 5 november 2014 tampak pendesakan dan penyempitan canalis spinalis dengan medulla spinalis setinggi vertebra thoracalis 11-VL2. Pemeriksaan MRI Vertebr a Lumbalis pada tanggal 5 november 2014 tampak Spondylitis TB setinggi vertebra thoracalis 11- VL 1 dan 3, paravertebral soft tissue massa dengan pembesaran kelenjar para aorta. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 10 maret 2015 menunjukkan Leukosit 13,3 x 10 3 ul (meningkat), LED 87 mm/jam (meningkat), GDS 176 mg/dL (meningkat), GDS 2 jam PP 211 mg/dL (meningkat) hasil laboratorium yang lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan sitologi didapatkan suatu granulomaus dan tidak dijumpai tanda-tanda keganasan. Pemeriksaan radiologi thoracolumbal AP/LAT setelah dilakukan stabilisasi tampak Post stabilisasi posterior setinggi VTh 9 – VL 2 (posisi baik).
2.6 Diagnosa Banding
Diagnosa banding pada kasus diatas adalah 1. Tumor tulang belakang 2. Spondylosis
3. Proses metastase di tulang belakang 4. HNP
2.7 Diagnosa Klinis
Tumor tulang belakang.vertebrae T12
2.8 Terapi
Planning Terapi :
Bed rest
IVFD RL/D5% 30 gtt/i
Inj. cefotaxime 1 gr/ 8 jam
Inj. Gentamicin 80 mg/ 8 jam
Inj. Keterolac 30 mg/ 8 jam
Coditam 20 mg tablet 3 x 1
Paracetamol 500 mg tablet 4 x 1
Planning diagnostik:
Laboratorium darah lengkap
Foto thoraks PA
Foto MRI Medulla spinalis dan MRI Vertebra lumbalis
Sitologi Jaringan Tumor
Planning evaluasi:
Laboratorium darah lengkap ulang
Foto thoracolumbal AP/LAT post stabilisasi
Planning E dukasi
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien.
Mengkonsumsi makanan yang bergizi
Menjelaskan cara-cara untuk latihan dirumah.
2.9 Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam Quo ad fungtionam
: dubia ad bonam
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1
Anatomi Tulang Belakang
Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Tiga bagian di atasnya terdiri dari 24 tulang yang dibagi menjadi 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thoraks (thoraks atau dada) dan 5 tulang lumbal.
1,2
Gambar 3.1 Anatomi tulang belakang
Fungsi columna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang tetap tegak. Vertebra cervical, thoracal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya ada perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang tersebut mempunyai bentuk yang sama.
Corpus vertebra merupakan struktur yang terbesar karena mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan. 1,2 Prosesus transversus terletak pada ke dua sisi corpus vertebra, merupakan tempat melekatnya otot-otot punggung. Sedikit ke arah atas dan bawah dari prosesus transversus terdapat fasies artikularis vertebra dengan vertebra yang lainnya. Arah permukaan facet join mencegah / membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan facet join. Pada daerah lumbal facet terletak pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kelateral, obique dan berputar terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar. Bagian lain dari vertebrae, adalah "lamina" dan "predikel" yang membentuk arkus tulang vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus merupakan bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan, berfungsi tempat melekatnya otot-otot punggung.
Gambar 3.2 Gambaran Corpus Vertebrae Diantara dua buah tulang vertebra terdapat discus intervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau "shock absorbers" bila vertebra bergerak. Discus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang
membungkus nucleus pulposus, suatu cairan gel koloid yang mengandung mukopolisakarida. 1,2
Gambar 3.3 Corpus vertebrae (lateral) Tulang punggung cervical
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis. 2 Tulang punggung thorax
Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Bagian ini dikenal juga sebagai 'tulang punggung dorsal' dalam konteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12. 2
Tulang punggung lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil. 2
Tulang punggung sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak memiliki celah ataudiskus intervertebralis satu sama lainnya. 2 Tulang punggung coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah. Beberapa hewan memiliki tulang coccyx atau tulang ekor yang banyak, maka dari itu disebut tulang punggungkaudal (kaudal berarti ekor). 2
Gambar 3.4 Penampang tulang belakang
3.2
Tumor Tulang Belakang
3.2.1
Definisi
Tumor tulang belakang termasuk tumor pada kolom tulang belakang atau sumsum tulang belakang. Tumor mungkin primer (berasal dari tulang
belakang) atau lebih sering menyebar dari tempat lainnya (seperti hati, paru-paru dan payudara). Tumor tersebut dapat menyebabkan beberapa gejala, seperti nyeri punggung/kaki, gejala neurogikal (kelemahan, mati rasa, gaya berjalan limbung). Tumor ini dapat disebabkan oleh gangguan sel-seldari tulang tersebut. Sel-sel kanker ini sendiri tidak langsung terbentuk begitu saja. Ada proses yang mengakibatkan sel-sel ini terus berkembang sampai menyerang dan menguasai struktur tulang. 3,4
3.2.2
Etiologi
Tumor di tulang belakang jarang terjadi. sebagian besar tumor di tulang belakang disebabkan oleh penyebaran tumor dari tempat lain. Tumor yang sering menyebar ke tulang belakang berasal dari usus, ginjal, prostat, payudara, paru=paru, dan tiroid. Hal ini biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun. Pada pasien yang lebih muda, tumor tulang belakang mungkin berasal dari tulang itu sendiri. Tumor ini bisa bersifat jinak (non-kanker) atau ganas (kanker). 3,4
3.2.3
Klasifikasi
Secara umum tumor yang terjadi pada daerah tulang belakang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Tumor intradural Umumnya bersifat jinak dibagi lagi menjadi dua jenis, yaitu : a. Tumor ekstra medular Tumor yang terletak di antara duramater dan medulla spinalis, sebagian tumor didaerah ini merupakan nurofibroma atau meningioma jinak. b. Tumor intramedullar Tumor yang berasal dari medulla spinalis.
2. Tumor ekstradural -
Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung.
-
Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari columna vertebralis atau dari dalam ruang ekstradural. Tumor ekstradural dalam ruang ekstradural biasanya karsinoma atau limfoma metastase. 5,6,7
Gambar 3.5 (A) skema tumor intrameduller; (B) skema tumor intradural ekstrameduler; (C) skema tumor ekstradural
3.2.4
Patofisiologi
Sebagian besar tumor spinal (>80%) merupakan metastasis keganasan terutama berasal dari paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma, limfoma atau sarkoma. Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Elemen posterior hanya terlibat pada seperlima sampai sepertujuh total kasus. Sebagian besar penyebaran metastasis keganasan pada spinal berlangsung melalui pleksus vena Batson dan kemudian menyerang pedikel. Foto polos vertebrata biasanya dapat menampilkan erosi pedikel ini disamping juga abnormalitas korpus lainnya (kolaps atau fraktur kompresi patologis). Predileksi lokasi metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah lumbo-sakral. Metastasis ke daerah servikal jarang terjadi.4,5,6 Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, mengingat diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm). Kanalis lumbosakral mempunyai diameter yang lebih besar (1,5-3 cm) sehingga masih dapat mengkompensasi volume massa tumor sampai ukuran tertentu serta baru kemudian menimbulkan keluhan radikulopatia atau kompresi kauda ekuina. 4
Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan-palpasi. Pada 60% penderita, lokasi nyeri tersebut sesuai dengan lokasi abnormalitas pada foto polos vertebra seperti: erosi pedikel, kolaps korpus vertebra, faktur kompresi dan subluksasi, kiposkoliosis dan/atau bayangan jaringan lunak paraspinal. Mielopatia terdapat pada >50% kasus sedangkan disfungsi sfingter ani-urine pada 25% kasus. Pemeriksaan MRI dengan kontras Gg-DTPA merupakan investigator diagnostik terpilih (angka sensitivitasnya 95%).4,5,6 3.2.5
Gejala klinis
Secara garis besar nyeri punggung adalah gejala yang paling sering dari tumor tulang belakang. Tetapi tidak semua nyeri punggung disebabkan oleh tumor ini. Nyeri punggung yang berhubungan dengan tumor tulang belakang biasanya konstan, tidak berkurang saat istirahat dan tidak membaik seiring waktu. Berat badan dan nafsu makan juga dapat berkurang.6,7 Jika tumor menekan ke sumsum tulang belakang atau saraf, pasien mungkin mengeluhkan kesulitan berjalan, sulit untuk mengkoordinasikan tangan atau kaki, serta sulit untuk mengontrol buang air besar dan buang air kecil. Jika tumor bertumbuh dengan cepat atau ketika ada perdarahan spontan dari jaringan tumor, tekanan ke sumsum tulang secara tiba-tiba dapat menyebabkan kelumpuhan mendadak. 6 Kepekaan yang berkurang juga merupakan salah satu gejala dari tumor tulang belakang. Sumsum tulang belakang merupakan salah satu saraf pusat, sehingga hal ini dapat menyebabkan kurangnya sensasi. Jika disentuh pada bagian ini tidak akan terasa dingin atau panas.
6
Adapun gejala kilnis berdasarkan tipe tumor yaitu:
7,8
1. Tumor ekstradural : -
Nyeri yang bersifat konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom.
-
Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring.
-
Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan.
-
Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medulla spinalis.
-
Kelemahan spastic dan hilangnya sensasi getar.
-
Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegi yang irreversible.
-
Gangguan buang air besar dan buang air kecil.
2. Tumor intradural : -
Perjalanan klinis dapat lebih lambat dan berlangsung selama berbulan-bulan.
-
Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi.
-
Penderita mengeluh nyeri mula-mula pada punggung dan kemudian menjalar sepanjang akar-akar spinal.
-
Nyeri diperhebat oleh gerakan dan paling berat pada malam hari (nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hiloangnya efek pemendekan dari gravitasi).
-
3.2.6
Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik propioseptif.
Diagnosa
Cara mendiagnosa penyakit tumor tulang belakang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.7 a. Anamnesis Pada anamnesis dapat kita tanyakan keluhan pasien, onset, serta perjalanan penyakit pasien. Dari anamnesa kita dapat menegakkan diagnosasementara dari penyakit pasien. Adalapun keluhan yang sering dirasakan pada pasien dengan tumor tulang belakang adalah nyeri, perubahan bentuk pada tulang belakang, dan adanya defisit neurologis. Nyeri pada tulang belakang tersebut bersifat persisten, tidak berhubungan dengan aktivitas, makin bertambah parah ketika istirahat dan pada malam hari.7 Fraktur patologis juga merupakan suatu pertanda pada pasien dengan tumor tulang belakang dan menyebabkan nyeri akut pada pasien akibat adanya kompresi pada akar saraf ataupun terkena bagian medulla spinalis. Gejala instabilitas tulang belakang dan defisit neurologis semakin meningkat akibat
adanya destruksi hebat dari tulang belakang itu sendiri. Lesi ganas dengan metastasis biasanya menimbulkan gejala sistemik yang berhubungan.7,9,10 b. Pemeriksaan Fisik Meskipun tumor spinal itu sendiri hadir denganciri, teraba massa pada daerah tumor tersebut. Tumor sacral seperti chordoma, setelah berkembang kearah anterior, ini menyebabkan pencernaan dan kandung kemih dan mungkin dapat teraba pada pemeriksaan rektal.Tumor jinak seperti osteoid osteoma sangat sering terjadinya scoliosis dan sering terjadinya paraspinal spasme dan kekakuan. Pemeriksaan neurologic sangat penting diperiksa, tapi ini jarang ditemukan sebab biasanya ditemukan pada tahap akhir.7 c. Pemeriksaan penunjang Tumor tulang belakang meliputi radiograf ipolos, scan tulang, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), angiografi, serta emisi foto tunggal computed tomography (SPECT) scanning tulang dan positron emission tomography (PET) scan. Radiografi standar masih merupakan
modalitas
pencitraan
pertama
kali
digunakan
untuk
mengeksplorasi tulang belakang ketika tumor dicurigai dan mereka dapat menunjukkan lesi tumor. Neoplasma di tulang belakang dapat hadir sebagai: osteolitik, osteoblastik / sklerotik, ataupun campuran. Secara umum, CT lebih dapat diandalkan dalam menunjukkan garis kortikal tulang dan kalsifikasi dibandingkan dengan MRI. Hal ini dapat lebih baik menunjukkan sejauh mana kerusakan tumor. Kadang-kadang, CT memungkinkan demonstrasi langsung dari tumor, misalnya, dalam kasus osteoidosteoma. Dalam hal biopsi tumor, CT memungkinkan penilaian yang akurat penempatan jarum yang tepat selama biopsi jarum.Namun, secara umum, CT tidak sensitif seperti MRI dalam mendeteksi kedua penyakit metastasis dan tumor tulang ganas utama.7,9 Salah satu prinsip yang paling penting dari operasi tumor adalah bahwa termasuk biopsi dengan margin yang memadai jaringan sehat yang dapat dipotong di reseksi definitif. Ini kadang-kadang tidak mungkin di tulang belakang jika pendekatan melanggar anatomi. Biopsi direncanakan secara buruk meningkatkan risiko kekambuhan lokal dengan penyebaran tumor sepanjang bidang fasia dan
jalur biopsi. Ada tiga jenis biopsi: jarum, insisi terbuka, eksisi. Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan. Untuk pasien dengan multiple myeloma dan lesi osteolitik metastasis, kalsium serum harus dievaluasi dan kemungkinan
hiperkalsemia
dikoreksi.
Anemia,
hipoalbuminemia
dan
ketidakseimbangan elektrolit perlu diperbaiki sebelum mempertimbangkan operasi. Tidak ada tumor tertentu dengan penanda biokimia belum tersedia untuk kasus tumor tulang belakang.7
3.2.7
Tata Laksana
Penegakan diagnosis jaringan sangat penting. Hal ini sangat berbahaya untuk menunggu dan melihat apakah biopsi tidak dapat diandalkan dan pencitraan tidak sepenuhnya meyakinkan. Bahkan jika temuan pencitraan menunjukkan lesi jinak seperti hemangioma vertebralis, histologi akhir dapat mengungkapkan lesi ganas seperti plasmocytoma soliter. Untuk lesi jinak, ada indikasi hanya jarang untuk pengobatan non-operatif, seperti hemangioma atau sel Langerhans Histiositosis. Untuk lesi ganas, pengobatan non-bedah umum adalah tambahan untuk operasi dan terdiri dari manajemen nyeri, kemoterapi, dan radioterapi. 9,10
AINS
Non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID) sering digunakan untuk nyeri ringan. Obat opioid yang digunakan untuk sakit parah. Pilihan lain termasuk epidural dan administrasi intratekal anestesi lokal. Steroid sistemik digunakan untuk mengontrol rasa sakit dan mengurangi defisit neurologis pada pasien dengan kompresi sumsum tulang belakang. Kemoterapi baik untuk pengobatan untuk tumor primer dan metastasis. 9,10
Terapi Ajuvan
Tujuan radioterapi adalah menghancurkan tumor sambil meminimalkan efek pada jaringan normal. Radioterapi dapat menjadi pilihan pengobatan awal untuklesi radiosensitive. Dengan kemajuan teknik bedah dan instrumentasi, eksisi bedah awal diikuti oleh radiasi jika diindikasikan lebih disukai karena risiko pengembangan post irradiation sarkoma. 9,10
Terapi Pembedahan
Indikasi untuk pengobatan operasi tumor tulang belakang harus dipertimbangkan dengan cermat dan pengobatan harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan tim. Jalur biopsi harus hati-hati dipilih agar tidak terjadi komplikasi yang mengharuskan operasi. Jenis reseksi tergantung pada sintesis sejumlah parameter seperti biologi tumor, lokasi anatomi yang tepat, dan kondisi umum pasien. Secara umum, indikasi untuk operasi terbuka termasuk: - Ketidakstabilan tulang belakang akibat kerusakan tulang - Defisit neurologis progresif - Tumor radioresisten yang tumbuh - Kebutuhan untuk biopsi terbuka - Sakit keras, tidak responsif terhadap pengobatan non-bedah Kemajuan dalam reseksi tulang belakang dan stabilisasi dan meningkatkan kelangsungan hidup dengan berbagai terapi neoadjuvant telah memperluas indikasi untuk intervensi bedah tumor tulang belakang yang utama. Saat ini reseksi dari tumor primer dalam kombinasi dengan rekonstruksi tulang belakang yang memungkinkan untuk mobilisasi dini. 9,10
3.2.8
Komplikasi
Komplikasi dari penyakit ini terbagi atas dua, yaitu komplikasi akibat tumor dan komplikasi akibat tatalaksana 1. Komplikasi akibat tumor rekurensi ataupun metastasis, seperti komplikasi dari neurologis nyeri radikuler atau kelemahan setempat akibat adanya gangguan pada akar saraf. Kehilangangan secara total fungsi dari anggota ataupun parsial akibat adanya tekanan langsung pada medulla spinalis. 2. Komplikasi dari pengobatan (pembedahan, kemoterapi, ataupun radiasi), komplikasi yang dihasilkan dari modalitas pengobatan yang digunakan mungkin berhubungan dengan struktur yang dikorbankan selama reseksi bedah untuk mendapatkan gambaran yang jelas, struktur di jalur terapi radiasi, atau efek sistemik kemoterapi. 9,10
3.3
Spondilitis Tb
3.3.1 Definisi
Spondilitis
tuberkulosa
merupakan
fokus
sekunder
dari
infeksi
tuberkulosis dengan penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau melalui plexus vena batson. Pada usia dewasa, discus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap infeksi. Pentakit ini merupakan bentuk tuberkulosis muskuloskeletal yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas, dan paraplegia. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 – L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae. 11
3.3.2 Etiologi
Spondilitis tuberkulosa disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies mikobakterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosis di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV). 11
3.3.3 Patofisiologi
Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang corpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial corpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan corpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap
pada
vertebra
yang
bersangkutan,
tuberkulosis
akan
terus
menghancurkan vertebra di dekatnya. Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basi l tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior danmendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah cervical, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau cavum pleura. Abses pada vertebra thoracalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum scarpei atau regio glutea.11,12 Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu: 1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses kekanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini. 11,12
3.3.4 Gejala Klinis
Gejala spondilitis tuberkulosa antara lain :
badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
pada awal dapat dijumpai nyeri intercostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena tertekannya radiks dorsalis ditingkat thoracal
nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses
destruksi lanjut berupa :
paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla spinalisyang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,
pemeriksaan fisik : -
adanya gibus dan nyeri setempat
-
spastisitas
-
hiperreflesia tendon lutut/achilles dan
-
reflex patologik pada kedua belah sisi
-
batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpai. 11,12
3.3.5 Tata Laksana
Pengobatan terdiri atas : 1. Terapi konservatif berupa:
-
Tirah baring (bed rest)
-
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
-
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa standar pengobatan di Indonesia berdasarkan program p2tb paru adalah : -
Kategori 1
Untuk penderita baru bta (+) dan bta(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ; tahap 1 :
rifampisin 450 mg, etambutol 750 mg, inh 300 mg dan pirazinamid 1.500MG. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). tahap 2:
rifampisin
450
mg,
inh
600
mg,
diberikan
3
kali
seminggu
(intermitten)selama 4 bulan (54 kali). -
Kategori 2
Untuk penderita bta(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan bta (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
tahap 1
Diberikan streptomisin 750 mg , inh 300 mg, rifampisin 450 mg,pirazinamid 1500MG dan etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari ,streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). tahap 2
Diberikan inh 600 mg, rifampisin 450 mg dan etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali). 2.
Terapi operatif bedah kostotransversektomi Yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus
vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko - spongiosa. 11,12
BAB IV GAMBARAN RADIOLOGI
4.1
Tumor Tulang Belakang
4.1.1 Foto Polos
Foto polos tulang belakang berguna untuk skrinning, memperlihatkan kelainan pada 90% pasien dengan tumor tulang belakang. Evaluasi foto polos harus termasuk penilaian :
Perubahan tulang kualitatif (litik, blastik, dan sklerotik)
Daerah yang terkena (elemen posterior, pedikel, dan corpus vertebrae). Lebih
sering
fokus
tumor
berlokasi
di
badan
tulang
belakang,
menyebabkan kompresi kantung dural serta isinya dari depan.
Temuan lain (bayangan jaringan lunak, tulang belakang yang kolaps, fraktura dislokasi patologis, dan mal-alignment). Destruksi lebih lanjut badan tulang belakang bisa berakibat fraktura dislokasi patologis. Fraktura dislokasi patologis paling sering terjadi di daerah sevikal, dimana pergerakan leher luas, posisi tergantungnya kepala, dan hilangnya sanggaan rangka iga, semua berperan menempatkannya pada resiko integritas struktural kolom spinal dan alignment anatomik kanal spinal.13,14,15
Gambar 4.1 Seorang laki-laki dengan dengan tumor tulang belakang mengalami low back pain (LBP) selama 3 bulan. Gambaran lumbal lateral menunjukkan adanya deformitas pada CV lumbal 4.
Gambar 4.2 Seorang wanita dengan tumor pada vertebrae L3, gambaran foto polos abdomen menunjukkan gambaran lesi litik pada vertebrae L3
4.1.2
Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT scan merupakan suatu pemeriksaan pencitraan yang bersifat non-invasif, yang menggabungkan foto sinar x dan teknologi computer untuk menghasilkan gambaran tubuh dalam berbagai aksis.
10,11
CT scan tulang belakang merupakan pemeriksaan CT scan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih detail tentang tulang belakang dan struktur lain di sekitarnya dibandingkan dengan foto rontgen biasa. CT scan dapat menggambarkan luasnya infeksi secara lebih akurat dan mendeteksi lesi lebih dini dibandingkan foto polos. Pada suatu penelitian, didapatkan 25% penderita memperlihatkan gambaran proses infeksi dan keganasan pada CT scan dan MRI. CT scan secara efektif dapat melihat kalsifikasi pada abses jaringan lunak. Selain itu CT scan dapat digunakan untuk memandu prosedur biopsi. 9,10
CT scan berguna untuk menampilkan distribusi tumor tulang belakang, pergeseran kord spinal dan akar saraf, derajat destruksi tulang, dan perluasan paraspinal dari lesi dalam dataran horizontal. Juga efektif membedakan kelainan degeneratif jinak tulang belakang dari lesi neoplastik. 14,15
Gambar 4.3 Gambaran CT scan pada tumor vertebrae L3 meunjukkan adanya lesi neoplastik yang melibatkan corpus vertebrae dan meluas ke ped ikel kanan.
4.1.3
PET CT-Scan
Positron Emission Tomography (PET) scan adalah sebuah prosedur dimana sejumlah kecil glukosa radioaktif berwaktu paruh pendek disuntikkan ke pembuluh darah dan scanner digunakan untuk membuat gambar komputerarisasi dengan resolusi sangat tinggi dari daerah di dalam tubuh dimana glukosa digunakan. Karena sel-sel kanker sering menggunakan lebih banyak glukosa daripada sel normal, gambar tersebut dapat digunakan untuk menemukan sel-sel kanker dalam tubuh.
Gambar 4.4 PET Scan
4.1.4
Mielografi
Di masa lalu mielografi merupakan standar untuk menunjukkan lokasi dan tingkat kord spinal dan akar saraf yang terganggu akibat tumor tulang belakang. Tumor ekstradural, intradural ekstramedular dan intramedular dapat dibedakan dengan pola khas mielografik. Deviasi kolom kontras menunjukkan asal (anterior, lateral, posterior) massa penekan. MRI sudah menggantikan mielografi sebagai prosedur diagnostik.
4.1.5
Pemeriksaan MRI
Modalitas
utama
dalam
pemeriksaan
radiologis
untuk
mendiagnosis semua tipe tumor tulang belakang adalah MRI. Alat ini dapat menunjukkan gambaran ruang dan kontras pada struktur tulang dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan yang lain. Kelebihan MRI adalah kemampuannya dalam proyeksi multiplanar dan dalam spesifitas terutama jaringan lunak yang dapat ditampilkan lebih baik sehingga dapat mendeteksi lesi lebih awal dan lebih menyeluruh. MRI menggambarkan perluasan tumor ataupun proses metastase paling baik dan dapat memperlihatkan penyebaran tumor di bawah ligamentum longitudinal anterior dan posterior. MRI dapat membedakan jaringan patologis yang mengakibatkan penekanan pada struktur neurologis. Hal ini penting karena
intervensi bedah dibutuhkan pada defisit neurologis yang disebabkan penekanan oleh deformitas tulang atau
konstriksi akibat fibrosis di sekeliling kanalis
neuralis.10,11 MRI mungkin kontra indikasi pada pasien dengan prostetik dan implant, dimana disini dapat dilakukan mielografi disertai CT scan.
Gambar 4.5 Seorang perempuan 46 tahun dengan multiple malignat
Gambar 4.6 Seorang laki-laki 42 tahun dengan tumor tulang belakang
4.2
Spondilitis Tb
4.2.1 Foto Polos
Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (bird’s net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis. 15
Gambar 4.7 Destruksi vertebra disertai kiphosis
Gambar 4.8 Gambaran Gibbus pada tulang belakang
Gambar 4.9 Seorang laki-laki dengan spondylitis tuberkulosa mengalami low back pain (LBP) selama 5 bulan. Gambaran radiografi nteroposterior (A) dan lateral (B) menunjukkan adanya destrukdi corpus vertebra lumbal 1 dan II dengan hilangnya discus intervertebralis. Destruksi corpus vertebra terletak pada bagian anterior corpus, yang menyebabkan deformitas khas berupa gibbus. Terdapat sklerosis reaktif yang merupakan ciri khas dari infeksi tuberkulosa 4.2.2 CT Scan
CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang. Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih). 15
Gambar 4.10 Pria berusia 42 tahun dengan infeksi tuberkulosa pada sacrum. Unenhanced CT scan dari pelvis menunjukkan destruksi dari bagian anterior
sacrum dan abses tuberkulosa luas pada presacral (tanda panah putih). Terdapat pula sequestrum (tanda panah hitam)
Gambar 4.11 Laki-laki 33 tahun dengan spinal tuberculosis. Gambar A, Terdapat penyengatan kontras pada CT-scan abdomen dengan teknik bone window menunjukkan cloaca (panah) di bagian anterolateral dari corpus vertebrae thorax XII. Gambar B, Gambaran CT-scan beberapa sentimeter di bagian caudal dari gambar A menunjukkan abses besar pada muskulus psoas kiri yang disebabkan oleh dekompresi spontan abses T12 intraosseous. Gambar C, CT-scan yang melalui bagian bawah dada menunjukkan efusi pleura kiri yang besar dan atelektasis lobus bawah kiri. Efusi ini disebabkan oleh perluasan cephalic dari rupture dan abses paraspinal ke dalam rongga pleura kiri 4.2.3 MRI
MRI
menggambarkan
perluasan
infeksi
paling
baik
dan
dapat
memperlihatkan penyebaran granuloma tuberkulosis di bawah ligamentum longitudinal anterior dan posterior. MRI dapat membedakan jaringan patologis yang mengakibatkan penekanan pada struktur neurologis. Hal ini penting karena intervensi bedah dibutuhkan pada defisit neurologis yang disebabkan penekanan oleh deformitas tulang berupa kifosis atau oleh konstriksi akibat fibrosis di sekeliling kanalis neuralis.15
Gambar 4.12 Terdapat keterlibatan endplate anterior dan pelebaran diskus intervertebrae dan corpus vertebrae posterior. Pemeriksaan MRI ini dapat menunjukkan pembentukan abses dan metode terbaik untuk menunjukkan kompresi saraf tulang belakang dan akar saraf
Gambar 4.13
Laki-laki 45
tahun
dengan
spinal
tuberculosis.
Gambar A MRI potongan sagital T1 weight menunjukkan penurunan sinyal pada corpus vertebrae thorax bagian bawah (T8-T11). Destruksi endplate vertebrae dan keterlibatan diskus intervertebralis juga terdapat pada level ini. Abses paraspinal terlihat meluas secara anterior dan posterior ke ruang epidural dan mengganggu saccus thecal. Gambar B dan C, MRI potongan sagital proton densitas weighted (A) dan T2 weighted dari spina thoraks menunjukkan peningkatan intensitas sinyal dalam corpus vertebrae dan ruang diskus intervertebralis. 4.3
Diagnosa Banding
4.3.1 Proses Metastase
Metastasis suatu kamker atau karsinoma adalah penyebaran sel-sel kanker keluar dari tempat asalnya (primary site) ke tempat lain. Sel-sel kanker dapat menyebar melalui peredaran darah ataupun aliran limfe. Apabila sel kanker melalui aliran limfe, maka sel-sel tersebut dapat terperangkap di dalam kelenjar limfe, biasanya yang terdekat dengan lokasi primernya. Apabila sel berjalan melalui peredaran darah, maka sel-sel tersebut dapat menyebar ke seluruh tubuh, mulai tumbuh, dan membentuk tumor baru. Tulang belakang merupakan salah satu lokasi metastasis.16 Gambaran radiologi dari metastase tulang ada tiga, yaitu : 1. Osteolitik Dimana terjadi penghancuran yang tak terkendali, dan osteoblas tidak mampu mengimbangi dengan pembentukan jaringan baru, sehingga menyebabkan tulang tidak padat dan rapuh. Metastase litik memberikan gambaran destruksi tulang dengan radiolusensi yang berbatas tegas tanpa pinggir yang sklerotik, bentuk variasi, dan jumlah bervariasi. 2. Osteoblastik (sklerotik) Metastase sklerotik gambarannya radioopak berbatas tidak tegas yang mengalami peningkatan densitas dengan ukuran yang berbeda-beda. Biasanya ditemukan pada metastase tumor primer prostat dan payudara. 3. Osteolitik-osteoblastik Pada tipe ini tampak gambaran keduanya.16
Gambar 4.14 Penekanan medulla spinalis pada seorang pria 70 tahun dengan keluhan parese tungkai bawah. Foto lumbal lateral + myelografi menunjukkan adanya lesi osteolitik yang destruksif pada L3
Gambar 4.15 Pencitraan MRI sagital menunjukkan lesi hipointens pada VT10 dan VL3 pada pasien laki-laki 66 tahun yang menderita karsinoma paru. Tumor juga menginvasi pedikel T10
BAB V KESIMPULAN
Tumor dan spondilitis tb merupakan contoh dari beberapa jenis penyakit yang dapat menyerang tulang belakang. Kedua penyakit ini mempunyai gejala klinis yang sama yaitu nyeri punggung dan tanda-tanda deficit neurologis apabila telah mendesak sistem persarafan. Untuk menunjang diagnosa, pada tumor tulang belakang dan spondilitis tb dapat dilakukan foto polos abdomen sebagai skrinning awal, lalu dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan Ct scan atau MRI untuk mendapatkan gambaran tumor yang lebih jelas. Terdapat kemiripin gambaran radiologi antara tumor tulang belakang dengan gambaran radiologi spondilitis tb. Oleh karena itu kita sebagai tenaga medis harus berhati-hati dan teliti dalam menegakkan diagnosa penyakit pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Martini F.H., Welch K. Fundamentals of Anantomy and Physiology. 5TH ed. Newjersey: Upper Saddle River, 2001: 132-151 2. Anatomi Fungsional Vertebra, accessed on 24 Febuary, available from http://fisiosby.com/anatomi-fungsional-vertebrae 3. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner 7 Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.8. Volume 3. Jakarta : EGC, 2002 4. Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, Patofisiologi, Konsep Klinik Proses Proses Penyakit ed. 4. Jakarta : EGC, 2005 5. Lee CS, Jung CH. Metastatic Spinal Tumor . Asia Spine J. Korean Soecity of Spine Surgery. 2012 March; 6 (1):71-87 6. Satyanegara, dkk. Ilmu Bedah Saraf. Ed.4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2010 7. Michelle J.C, Ehud M, Frank D. Primary Spine Tumor : Diagnosis and Treatment . Cancer Control. Journal ofnthe Moffit Cancer Center. 2014 April; 21 (2) 8. Michele C, Alesandro G, et al. Thoracoscopic Asissted en Bloc Resection of a Spine Tumor . European Spine Journal. 2011 July; 20 (2): 202-205 9. Eleraky MA, Setzer M, Papanastassiou ID, Baaj AA, Tran ND, Katsares KM, et al. Role of Motor-Evoked Potential Monitoring in Conjunction with Temporary Clipping of Spinal Nerve Roots in Posterior Thoracic Spine Tumor Surgery. Spine J. May 2010;10(5):396-403. 10. Rasjad c. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Jakarta, EGC : 2005. 11. Medlinux, Spondilitis Tuberkulosa, accessed on 7 April, available from http://medlinux.blogspot.com/2007/09/spondylitis-tuberkulosa.html 12. Dewi LK, Edi A, Suarthana E. Spondilitis Tuberkulosa. Jakarta : Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 58 13. Roodman, GD. Skeletal Imaging and Management of Bone Disease. Hematology, 2008 : 313-319