PROPOSAL PENYULUHAN KESEHATAN MASYARAKAT (PKM) TENTANG “PENINGKATAN PENGETAHUAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TABANAN II TAHUN 2012 ”
OLEH A A ISTRI YULAN PERMATASARI
(0802005027)
KADEK ENA SSPS
(0802005156)
WAYLON EDGAR LOPEZ
(0702005198)
PEMBIMBING DR. dr. G. N. Indraguna Pinatih, M. Sc, Akp, Sp. GK
DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
BAB I PENDAHULUAN Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia merupakan salah satu epidemi yang berkembang tercepat di Asia tenggara (KPAN, 2009). HIV dan AIDS juga menjadi salah satu masalah kesehatan di Bali dengan estimasi orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Bali menurut data Kemenkes tahun 2009 sebanyak 7.317 dan estimasi jumlah kelompok beresiko terkena HIV dan AIDS sebanyak 243.192 orang (Kemenkes, 2009). Proporsi kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan berbanding dengan jumlah penduduk di Proporsi Bali sebesar 49.6 per 100.000 penduduk (Dinkes, 2010b). Proporsi ini meningkat cukup tinggi dari 10 tahun sebelumnya yaitu 0.86 per 100,000 penduduk di tahun 2000 menjadi 49.6 per 100,000 di tahun 2010. (Dinkes, 2010b; KPAP, 2008; NAC, 2007). Hal ini tentunya tidak terlepas dari program penemuan kasus melalui voluntary counseling testing (VCT) dan program lainnya yang berjalan dengan cukup baik. Diawal epidemi, metode penularan HIV yang paling banyak ditemukan adalah melalui jarum suntik. Kemudian peningkatan jumlah kasus yang tertular melalui penularan heteroseksual sejak tahun 2003. Pada tahun 2010, 69 % dari kasus HIV yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Propinsi Bali tertular melalui transmisi heteroseksual (Dinkes, 2010a). Bali yang termasuk dalam daerah industri pariwisata yang padat dan mobilitas populasi yang tinggi sangat memungkinkan untuk berkembangnya perilaku hubungan seks berisiko. Tidak hanya di perkotaan atau areal pariwisata saja, namun hal ini juga akan berdampak sampai ke pelosok-pelosok pedesaan. Pertumbuhan ekonomi di daerah perkotaan dan pelemahan ekonomi pedesaan akan meningkatkan jumlah wanita penjaja seks (WTS) lebih pesat dan tentu saja diikuti oleh jumlah pelanggan mereka yang jauh lebih banyak lagi. Bilamana upaya melakukan seks aman bagi mereka dan pelanggannya tidak berjalan baik, maka penyebaran HIV melalui modus ini akan terus berlangsung. Kontak seksual membawa risiko tinggi infeksi HIV dan ini menyebabkan HIV tidak hanya terisolasi di perkotaan namun juga sudah merambah daerah-daerah pelosok desa mengingat bahwa kontak seksual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia (KPA, 2010).
Beberapa metode pencegahan telah diimplementasikan di Bali termasuk penyuluhan kesehatan, VCT, promosi kondom, layanan jarum suntik steril, terapi substitusi metadon dan penapisan serta pengobatan infeksi menular seksual (IMS). Puskesmas sebagai unit pelayanan yang memberikan pelayanan dasar langsung kepada masyarakat, terkait dengan hal tersebut, memiliki beberapa program yang secara mendasar berlandaskan pada pencegahan dan pengobatan. Puskesmas berperan
penting
sebagai
suatu
media
dalam
mengembangkan
serta
menyampaikan pendidikan kesehatan mengenai permasalahan kesehatan yang ada termasuk HIV. Sebagai salah satu bentuk dari pencegahan primer, program penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat mengenai pengertian, cara penularan, dan upaya pencegahan HIV/AIDS sangat penting untuk dilakukan. Penyuluhan dilakukan dengan harapan meningkatkan pemahaman penduduk tentang HIV/AIDS, cara penularannya, dan upaya pencegahannya. Kenyataan bahwa penderita dari golongan umur produktif atau dewasa muda yaitu 20-49 tahun mencapai 89,37% (KPA, 2010) mengindikasikan bahwa kelompok sasaran yang penting dalam pencegahan HIV haruslah diarahkan pada kelompok ini. Kelompok masyarakat usia dewasa muda ini seharusnya menjadi sasaran edukasi dan penyuluhan yang benar agar tidak masuk ke dalam sub-populasi berperilaku risiko tinggi. Dengan adanya pemahamaan ini, maka diharapkan masyarakat dapat menyadari perlunya melakukan pencegahan baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga hal ini akan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan menghindari perilaku berisiko tinggi terinfeksi HIV.
BAB II PERENCANAAN PKM DI PUSKESMAS 2.1 Identifikasi Masalah Secara nasional propinsi Bali masuk dalam urutan tiga besar proporsi kasus orang yang terinfeksi HIV terbanyak dimana jumlahnya mencapai 21,07 kali angka nasional. Telah terjadi pergeseran metode penularan yang semula lebih banyak melalui jarum suntik kini beralih melalui penularan heteroseksual. Hal ini mengindikasikan bahwa HIV tidak hanya menghantui pengguna narkoba suntik yang memakai jarumnya secara bergantian, namun seluruh lapisan masyarakat. Globalisasi juga sedikit banyak berpengaruh terhadap penyebaran HIV dimana mobilitas populasi yang tinggi dan kepadatan penduduk mempermudah akses penyebaran virus ini. Menurut KPA (2010) kelompok usia yang rentan terinfeksi HIV adalah kelompok usia produktif dimana mencakup usia 20-49 tahun baik laki-laki maupun perempuan ditilik dari angka kejadian nasional pada kelompok ini mencapai 89,37%. Kelompok usia dewasa muda ini merupakan sasaran edukasi yang tepat sehingga dapat menurunkan angka kejadian infeksi HIV dan juga mencegah perilaku berisiko. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas promosi kesehatan di Puskesmas Tabanan II hampir seluruh banjar dari 32 banjar yang tercakup dalam wilayah kerja Puskesmas Tabanan II memiliki sedikitnya satu (1) orang yang telah terinfeksi HIV. Kasus ini mulai mencuat pada tahun 2010 dimana diagnosa ditegakkan setelah pasien disarankan untuk datang ke VCT. Satu kasus yang diketahui kurang dari sebulan yang lalu yaitu salah seorang penduduk di Desa Buahan. Di Banjar Buahan Kelod sendiri saat ini ada 3 orang penduduknya yang diketahui terinfeksi HIV. HIV dapat tertular melalui pertukaran cairan tubuh melalui hubungan seksual, penggunaan jarum suntik tidak steril, transfusi darah, dan secara vertikal dari ibu ke anak. Di tempat-tempat akses pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit dan Puskesmas selalu menggunakan jarum suntik steril
dan ada prosedur dan pencatatan serta tes yang akan dijalani sebelum seseorang melakukan prosedur transfusi darah sehingga kecil kemungkinan seseorang terinfeksi HIV dari tempat pelayanan kesehatan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Bali 437 kasus HIV merupakan pengguna narkoba suntik dan survei yang dilakukan komunitas AIDS Indonesia menyatakan angka estimasi pengguna narkoba suntik untuk Kabupaten Tabanan adalah 30 orang per total 431.162 jiwa penduduk Kabupaten Tabanan. Kasus yang bermunculan di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II seluruhnya mengenai warga yang kisaran umurnya 20-30 tahun. Sebagian dari mereka memiliki pekerjaan sebagai supir truk, buruh bangunan/tukang, dan ada pula yang sering melakukan perjalanan luar daerah karena memiliki rumahdi tempat lain (dalam hal ini Denpasar). Dari pemaparan tersebut di atas, kemungkinan besar perilaku berisiko tinggi yang menjadi media penyebaran HIV di wilayah kerja Puskesmas Tabanan II adalah hubungan/kontak seksual. Kondisi ini juga merupakan akibat kurangnya edukasi dan penyuluhan yang efektif mengenai HIV dimana berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Buahan dan Kader AIDS di Desa Buahan mengatakan bahwa di desa tersebut belum ada penyuluhan yang menjangkau hampir seluruh masyarakat. Pengetahuan masyarakat mengenai HIV hanya sebatas “orang yang sering berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK)”. Kader AIDS di Desa Buahan sendiri belum pernah mengadakan penyuluhan secara berkelompok atau masal. Menurut kader tersebut penyebaran informasi biasanya hanya dari orang ke orang yang ia kenal sehingga penyampaian materi juga tidak efektif. Sementara itu, sekolah yang mungkin bisa membantu penyebarluasan informasi hanya terdapat 1 SMP di daerah tersebut dan tidak menjangkau penduduk dewasa muda. Dalam usaha pencegahan penyebaran HIV ini yang utama tentunya adalah pengetahuan masyarakat haruslah memadai untuk kemudian dapat mengaplikasikannya sebagai perilaku yang tidak berisiko. Dari hasil wawancara dengan Kepala Desa Buahan dan Kader AIDS di Desa Buahan
dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan masyarakat usia dewasa muda di Desa Buahan masih kurang, melihat minimnya akses informasi yang bisa mereka dapatkan dan pendapat bahwa HIV menyebar melalui hubungan seksual dengan PSK. Karenanya penting kiranya untuk melakukan upaya pencegahan primer berupa promosi kesehatan yang dalam hal ini dilakukan dengan cara penyuluhan. 2.2
Analisa Masalah Adapun penyebab rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat kelompok umur dewasa muda di Desa Buahan mengenai HIV: 1. Tingkat pendidikan yang relatif rendah 2. Belum adanya penyuluhan masal yang efektif baik dari institusi pemerintahan atau kader kesehatan mengenai HIV 3. Tenaga promosi kesehatan di Puskesmas Tabanan II yang hanya 1 orang menyebabkan frekuensi penyuluhan dan variasi materi penyuluhan relative sedikit. 4. Kesibukan masyarakat pada pagi hingga sore hari sehingga pada penyuluhan-penyuluhan sebelumnya hanya sedikit masyarakat yang mengikuti kegiatan penyuluhan 5. Penyuluhan yang dilakukan di desa tidak berjalan efektif karena masyarakat tidak terikat hukum adat desa (berbeda dengan banjar yang menjalankan sistem “kulkul salah”) dan juga jarak yang harus ditempuh.
2.3 Kelompok Sasaran Kelompok sasaran dalam kegiatan PKM ini adalah masyarakat kelompok umur dewasa muda (20-49 tahun) di Br. Buahan Kelod. Kelompok usia dewasa muda ini merupakan sasaran edukasi yang tepat sehingga dapat menurunkan angka kejadian infeksi HIV dan juga mencegah perilaku berisiko mengingat mereka kelompok yang rentan terinfeksi HIV berdasarkan data KPA (2010). Masyarakat Banjar Buahan Kelod menjadi kelompok sasaran dikarenakan baru-baru ini diketahui salah satu warganya yang terinfeksi HIV dan dari 3 banjar yang ada di Desa Buahan, Banjar
Buahan Kelod memiliki penduduk yang terinfeksi HIV terbanyak yaitu sebanyak 3 orang. 2.4
Tujuan Penyuluhan Tujuan penyuluhan ini yaitu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat umum khususnya masyarakat di Br. Buahan Kelod tentang HIV/AIDS yang meliputi: a.
Pengertian HIV/AIDS.
b.
Cara penularan HIV/AIDS.
c.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV/AIDS.
2.4 Strategi Penyuluhan Untuk menghindari tidak efektifnya PKM yang akan berlangsung, maka ditetapkan bahwa kegiatan akan diadakan malam hari setelah penduduk beristirahat/pulang bekerja. PKM akan dilaksanakan di banjar, mengingat pada penyuluhan-penyuluhan sebelumnya yang diadakan di desa penduduk sedikit yang hadir dikarenakan alasan jarak. Selain itu di banjar dilakukan sistem “kulkul salah” yang mana apabila warga yang diundang untuk suatu pertemuan tidak hadir maka akan dikenakan denda. Setelah mengkonfirmasi kesediaan warga dengan kelompok umur dewasa muda untuk mengikuti penyuluhan di balai banjar melalui kelian banjar dan kepala desa, maka mulai disusun materi dan kesiapan tenaga penyuluh yaitu penguasaan materi penyuluhan, penguasaan cara-cara penyampaian pesan serta penguasaan dalam hal menggunakan alat peraga dan
membaca
kepustakaan
yang
berhubungan
dengan
pengertian
HIV/AIDS, cara penularan HIV/AIDS dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV/AIDS. Dalam kegiatan PKM ini dilakukan tanya jawab kepada masyarakat sebelum dilakukan penyuluhan untuk mengetahui pengetahuan mereka tentang HIV/AIDS. Tanya jawab berupa pertanyaan dasar seputar materi penyuluhan yang akan dibawakan kepada peserta penyuluhan. Untuk memancing feedback dari peserta, ditengah-tengah penyampaian materi juga
akan ada beberapa pertanyaan atau apabila ada peserta yang ingin bertanya. Penyuluhan akan diberikan dalam bentuk ceramah yang diberikan oleh dua orang dokter muda FK UNUD. Diakhir ceramah akan diisi dengan diskusi terbuka dengan masyarakat tentang materi yang telah disampaikan dan juga permasalahan seputar HIV/AIDS. Sebagai bentuk evaluasi tentang pemahaman siswa tentang materi yang telah disampaikan kemudian dilakukan dengan kuis berhadiah dimana isi pertanyaannya mencakup materi yang sudah dibahas dan pertanyaan-pertanyaan yang ada saat ceramah berlangsung. Kuis berhadiah ini juga upaya untuk merangsang keaktifan masyarakat peserta. Diakhir acara akan kembali diingatkan poinpoin praktis dan juga kesimpulan dari materi yang telah diberikan. 2.5 Isi Penyuluhan Materi penyuluhan yang disampaikan pada kegiatan ini yaitu: a. Pengertian HIV/AIDS. b. Cara penularan HIV/AIDS. c. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV/AIDS. 2.6 Metode dan Media Penyuluhan dilakukan dengan metode ceramah (slide) dengan LCD komputer disertai pemberian brosur tentang HIV/AIDS kepada masyarakat peserta penyuluhan dan dilakukan sesi tanya jawab dengan masyarakat. Brosur dan slide powerpoint akan dipilih untuk mempermudah penyampaian materi dengan peserta yang cukup banyak. Media ini akan dibuat semenarik mungkin dan didominasi dengan gambar untuk mempermudah peserta untuk mengerti dan mengingat materi, dan juga untuk memperkecil masalah bahasa serta bilamana ada peserta yang buta aksara. 2.7 Rencana Pelaksanaan Penyuluhan Hari/tanggal
: Jumat, 12 Oktober 2012
Waktu
: 19.00 – 20.30 WITA
Tempat
: Balai Banjar Buahan Kelod, Desa Buahan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan.
Alokasi waktu sebagai berikut : WAKTU
KEGIATAN
METODE
FASILITATOR
ACUAN
Yulan
Pemberian
Ena
Pertanyaan Mengacu
Waylon Yulan
Materi Pemberian Materi
Ena Yulan
dengan LCD
Perkenalan diri 19.00-19.10
Diskusi dan Tanya jawab
19.10-19.30 19.30-20.00
Penyuluhan Tanya jawab
Ceramah Diskusi
Pemberian Materi Ena Pemberian Ena
20.00-20.20
Kuis berhadiah
Diskusi
Pertanyaan Mengacu Waylon Materi Yulan
20.20-20.30
Penutup
Materi Waylon
2.9 Rencana Evaluasi 2.9.1
Rencana Evaluasi Proses 1. Indikator penilaian a. Dukungan dari pihak Puskesmas Tabanan II dan masyarakat Banjar Sandan Pondok. b. Ketepatan waktu dalam pelaksanaan penyuluhan. c. Jumlah peserta yang hadir dalam penyuluhan minimal 65 orang (±25%) usia dewasa berusia 20-49 tahun di Banjar Buahan Kelod d. Pertanyaan yang diajukan, partisipasi peserta selama sesi tanya jawab/diskusi berlangsung. e. Ketertiban dan kegiatan yang dilakukan peserta selama acara berlangsung. 2. Cara penilaian
Penilaian dilakukan saat sebelum, selama dan setelah PKM berlangsung, dengan cara: a. Tidak adanya kesulitan dalam melakukan koordinasi dengan pihak Puskesmas Tabanan II dan masyarakat Banjar Sandan Pondok. b. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana. c. Pendataan seluruh warga yang hadir. d. Mencatat pertanyaan yang diajukan pada saat sesi tanya jawab. e. Memperhatikan ketertiban dan kegitan yang dilakukan peserta ceramah selama ceramah berlangsung dari awal hingga akhir kegiatan. 3. Output a. Minimal 65 orang dari warga di Banjar Buahan Kelod, desa Sesandan hadir dalam kegiatan penyuluhan. b. Minimal terdapat lima pertanyaan yang diajukan oleh peserta penyuluhan saat sesi tanya jawab berlangsung. c. Peserta
penyuluhan
dengan
antusias
mendengarkan
ceramah, tidak mengantuk, tidak ribut, dan tidak pulang saat acara berlangsung. 4. Penilai Penilaian dilaksanakan oleh dokter muda. 2.9.2
Rencana Evaluasi Hasil 1. Indikator penilaian a. Pengetahuan mengenai pengertian HIV/AIDS. b. Pengetahuan mengenai cara penularan HIV/AIDS. c. Pengetahuan mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV/AIDS. 2. Waktu penilaian Diawal dan sesudah penyuluhan (ceramah). 3. Cara penilaian
Pada awal penyuluhan, peserta diberikan pre-test yang berisi 4 pertanyaan tentang HIV yang sesuai dengan isi materi ceramah yang akan diberikan. Tiap pertanyaan dijawab oleh satu orang peserta. Peserta yang dipilih untuk menjawab adalah peserta yang mengangkat tangannya. Setelah ceramah dan sesi tanya jawab berakhir, peserta kembali diberikan post-test dengan pertanyaan yang sama saat pre-test dan juga pertanyaan tambahan yang mengacu pada materi. Peserta untuk menjawab dipilih secara acak baik mengangkat tangannya ataupun tidak. Bandingkan jawaban saat post-test dan pre-test untuk melihat apakah telah terjadi peningkatan. Dilihat pula minat atau ketertarikan peserta penyuluhan terhadap materi penyuluhan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta penyuluhan. 4. Penilai Penilaian dilaksanakan oleh dokter muda.