PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SHARE OPEN E NDED PROBLEM PROBLEM TIPE THI NK PAIR SHARE DENGAN OPEN
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 8 Kota Tasikmalaya)
PROPOSAL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam dala m Menempuh Seminar Proposal Penelitian
Oleh DEDE NURDIANA 102151044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SILIWANGI SILIWANGI TASIKMALAYA 2014
LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SHARE OPEN E NDED PROBLEM PROBLEM TIPE THI NK PAIR SHARE DENGAN OPEN
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 8 Kota Tasikmalaya)
PROPOSAL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menempuh Seminar Proposal Penelitian
Oleh: DEDE NURDIANA 102151044
Disahkan oleh: Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. H. Ebih Abdul Rachim Arhasy, Drs., M.Pd. NIP 195502021982031002 195502021982031002
Redi Hermanto, M.Pd. NIK 411212373
LEMBAR PENGESAHAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SHARE OPEN E NDED PROBLEM PROBLEM TIPE THI NK PAIR SHARE DENGAN OPEN
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 8 Kota Tasikmalaya)
PROPOSAL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menempuh Seminar Proposal Penelitian
Oleh: DEDE NURDIANA 102151044
Disahkan oleh: Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. H. Ebih Abdul Rachim Arhasy, Drs., M.Pd. NIP 195502021982031002 195502021982031002
Redi Hermanto, M.Pd. NIK 411212373
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Share dengan Open Ended Problem Ended Problem (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 8 Kota Tasikmalaya Tasikmala ya Tahun Pelajaran 2013/2014) Tujuan penyusunan proposal ini yaitu untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh seminar proposal penelitian yang merupakan awal dalam menyelesaikan tugas akhir (skripsi) di Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis. Dalam menyelesaikan proposal ini, penulis telah banyak mendapat bantuan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada: 1. Dr. H. Ebih Abdul Rachim Arhasy, Arhasy, Drs., M.Pd., selaku ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Siliwangi dan pembimbing I yang yang telah memberikan bimbingan, arahan, pemikiran, motivasi, dan petunjuk dalam dalam penyusunan proposal ini. 2. Redi Hermanto, S.Pd., M.Pd.., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, pemikiran, motivasi, dan petunjuk dalam penyusunan proposal ini. 3. Dr. Hj. Nani Ratnaningsih, S.Pd., M.Pd., selaku dosen wali yang telah memberikan arahan, bantuan, dan motivasi selama penulisan proposal. 4. Ayah, Ibu, beserta keluarga tercinta yang senantiasa selalu memberikan do’a dan motivasi serta dukungan baik moril maupun materil. 5. Seluruh staf dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Siliwangi yang telah memberikan motivasi, arahan, dan memberikan tambahan wawasan kepada penulis. 6. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan selama penulisan proposal. Semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Alloh SWT. Harapan penulis semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pembaca untuk terciptanya pendidikan yang lebih maju. Tasikmalaya, Januari 2014 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR ....................................................................................i DAFTAR ISI ............................................................................................... iii DAFTAR TABEL ......................................................................................... v JUDUL
.........................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................................7 C. Definisi Operasional ................................................................................7 D. Tujuan Penelitian ....................................................................................10 E. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 10 F. Landasan Teoretis 1. Kajian Teori........................................................................................12 a. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem ................................................................... 12 b. Pembelajaran Langsung ...............................................................20 c. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik ..............24 d. Teori Belajar Yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Berbasis Open Ended .............................. 33 e. Teori Belajar Yang Mendukung Pembelajaran Langsung ........... 37
f. Disposisi Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Terhadap Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem ................................................................... 39 g. Deskripsi Materi Geometri ...........................................................42 2. Penelitian yang Relevan ..................................................................... 45 G. Anggapan Dasar ...................................................................................... 46 H. Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian .......................................................48 I.
Prosedur Penelitian 1. Metode Penelitian ............................................................................... 48 2. Variabel Penelitian ............................................................................. 49 3. Populasi dan Sampel ......................................................................... 49 4. Desain Penelitian ............................................................................... 50 5. Langkah-langkah Penelitian ..............................................................51 6. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 54 7. Instrumen Penelitian ........................................................................... 55 8. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data .......................................60 9. Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................72
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................74
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1
Fase-fase Pembelajaran Kooperatif ...............................................
14
Tabel 2
Fase-fase Pembelajaran Langsung …………................................
25
Tabel 3
Kisi-kisi Soal Berpikir Kreatif Matematik ...................................
56
Tabel 4
Kisi-kisi Skala Disposisi Berpikir Kreatif Peserta Didik ..............
59
Tabel 5
Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik ...
60
Tabel 6
Distribusi Respon Peserta Didik (Contoh) ..................................
63
Tabel 7
Tabulasi Data Respon Subjek Terhadap Item 1 (Contoh) ...........
64
Tabel 8
Tabulasi Data Respon Subjek Terhadap Item 2 (Contoh) ...........
65
Tabel 9
Jadwal Rencana Kegiatan Peneltian ........……………………...
71
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DENGAN DENGAN OPEN ENDED PROBL EM
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 8 Kota Tasikmalaya)
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan berperan dalam menentukan ke arah mana tujuan hidup manusia dibawa. Pendidikan akan membentuk karakter manusia sehingga pada masa yang akan datang, manusia tersebut bisa bermanfaat. Dalam hal lain, pendidikan berguna untuk menjawab tantangan zaman yang cenderung semakin meningkat. Kemajuan teknologi di abad ke-21, membawa pengaruh yang signifikan terhadap bagaimana menyiapkan pendidikan untuk generasi yang akan datang. Produk pendidikan harus mampu bersaing terhadap perkembangan zaman itu sendiri. Perkembangan global pada abad ke-21, cenderung menuntut produk pendidikan yang berdaya saing tinggi. Produk pendidikan harus mampu beradaptasi terhadap resiko yang lebih banyak dan situasi yang penuh ketidakpastian. Produk pendidikan di sini selanjutnya kita sebut peserta didik. Salah satu implikasi dari tuntutan tersebut, peserta didik memerlukan pengetahuan yang lebih banyak dan menguasai keterampilan yang lebih dibandingkan generasi sebelumnya. Kebijakan pemerintah membuat kurikulum 2013, tidak terlepas dari semakin berkembangnya kemajuan teknologi dan berimbas pada kebutuhan
1
2
sumber daya manusia yang mampu bersaing tidak hanya dalam skala lokal tetapi juga secara global. Para stakeholder beranggapan, sistem pendidikan saat ini belum relevan menghadapi tantangan zaman. Diperlukan suatu sistem pendidikan yang bisa menjawab tantangan yang semakin meningkat tersebut. Imbas dari diberlakukannya kurikulum 2013, pembelajaran yang pada awalnya bersifat teacher oriented dirubah menjadi
student oriented.
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik lebih dikembangkan, agar tercipta kemampuan yang lebih fokus pada aspek sikap, keterampilan dan pengetahuan.
Munculah
pendekatan scientific yang
diharapkan
memaksimalkan ketiga komponen tersebut. Pendekatan scientific pembelajaran sebagaimana dimaksud
bisa dalam
meliputi mengamati, menanya,
mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran (Permendikbud nomor 65:2013). Salah satu tema perubahan dalam kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Depdikbud, 2013a:45). Salah satu poin yang bisa kita garis bawahi adalah poin kreatif. Artinya, pembelajaran harus didesain agar bisa mengembangkan aspek kreatif peserta didik. Kurikulum 2013 dikembangkan salah satunya untuk mengembangkan ranah berpikir kreatif peserta didik. Aspek berpikir kreatif berguna untuk membentuk pola pikir manusia dalam hal melahirkan ide-ide baru yang inovatif dan berguna untuk memecahkan permasalahan yang ada. Pola pikir tersebut dikembangkan dan terintegrasi
3
pada pembelajaran sehingga akan menghasilkan output pendidikan yang berguna menghadapi tantangan zaman yang semakin meningkat. Pembelajaran
matematika
yang
salah
satunya
berguna
untuk
menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif, ternyata memiliki kendala yang berimbas pada tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan oleh kurikulum. Hal ini didapat dari beberapa studi dan penelitian yang menunjukkan rendahnya kemampuan berpikir kreatif: 1.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Ratnaningsih, Nani (2007) tentang kemampuan aspek berpikir kreatif pada beberapa Sekolah Menengah Atas kategori sedang di Kota Tasikmalaya, menunjukkan rata-rata nilai keseluruhan pada angka
48, sedangkan nilai Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM) berkisar pada angka 52 atau hanya sekitar 45 % dari skor ideal pada
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah
ditetapkan. 2.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan penulis dalam kegiatan PLP (Program Latihan Profesi) yang bertempat di Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Kota Tasikmalaya pada bulan September-Desember tahun 2013, para
peserta
didik
mengalami
kesulitan
dalam
mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran. Hasil observasi dan wawancara dengan salah satu guru pamong, kebanyakan peserta didik belum bisa memahami ide-ide yang bervariasi, mengemukakan jawaban, dan menyimpulkan permasalahan matematika tidak rutin, yang terintegrasi dalam soal-soal matematika yang diberikan. Umumnya peserta didik
4
hanya bisa mengerjakan soal yang telah dicontohkan sebelumnya oleh guru. Pembelajaran yang selama ini digunakan dinilai kurang mengakomodir peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik. Hal ini membuat peserta didik tidak bisa mengembangkan kemampuan mereka mencari dan menghasilkan banyak ide-ide (fluency), karena pada kenyataannya peserta didik hanya diberikan jenis soal yang hanya bisa diselesaikan dengan satu cara peyelesaian. Soal dengan satu cara penyelesaian juga membatasi peserta didik untuk menemukan ide-ide yang berbeda (flexibility) dan menghasilkan produk atau ide baru (originality). Pembelajaran tersebut juga membatasi
peserta
didik
untuk
mengembangkan
kemampuan
dalam
mengaitkan atau memperinci suatu gagasan (elaboration). Empat karakteristik berpikir tersebut justru merupakan komponen utama dalam berpikir kreatif sesuai dengan pendapat Torrence (Filsaime, K.D, 2008:20) “...berpikir kreatif sebagai sebuah proses yang melibatkan unsur-unsur orisinalitas, kelancaran, fleksibilitas, dan, elaborasi”. Melihat pentingnya kemampuan berpirkir kreatif dalam pembelajaran, perlu adanya strategi pembelajaran yang perlu dipersiapkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu strategi yang bisa diterapkan adalah dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem. Model pembelajaran tersebut mengambil unsur proses dari model kooperatif tipe Think Pair Share dan unsur produk pada Open Ended Problem.
5
Unsur yang peneliti ambil dari model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), yaitu langkah pembelajaran dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik melalui tahapan berpikir (think), berpasangan (pair), dan berbagi (share) (Ruyanto, Yatim, 2006:278). Tahapan-tahapan tersebut memberi kesempatan kepada peserta didik untuk lebih banyak berpikir, menjawab, bertukar ide dan gagasan dengan proses berpasangan dan menghasilkan ide-ide baru dari hasil diskusi antar kelompok berpasangan. Unsur yang peneliti ambil pada Open Ended Problem, adalah basis permasalahan terbuka. Dengan permasalah terbuka, peserta didik akan berupaya mengembangkan metode dan cara yang berbeda-beda dalam upaya memperoleh jawaban yang benar. Proses tersebut diharapkan akan melatih kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Kolaborasi dari penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem dalam pembelajaran matematika akan semakin menguatkan peningkatkan kemampuan kreatif matematik peserta didik. Tujuannya tiada lain agar kemampuan berpikir matematik peserta didik semakin berkembang secara maksimal. Selain itu, dengan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif yang termasuk dalam kemampuan berpikir matematika tinggi, akan menjadi bekal peserta didik membentuk pola pikir yang berguna dalam menghadapi permasalahan yang semakin kompleks pada masa yang akan datang. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif akan memunculkan istilah disposisi berpikir kreatif. Kemampuan dan disposisi
6
berpikir kreatif merupakan bagian yang penting dalam pembelajaran matematika. Disposisi berpikir kreatif bisa dikatakan sebagai suatu hasil dari berpikir kreatif itu sendiri, yaitu kecenderungan peserta didik untuk berpikir dan bertindak positif dalam menghadapi pembelajaran matematika (Sumarmo, Utari, 2013:376). Jika dihubungkan dengan pembelajaran yang selama ini digunakan dengan bertumpunya pada konsep dan hasil akhir, penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem diharapkan bisa memicu peran aktif peserta didik dalam memunculkan gagasan-gagasan matematika dan mampu mengembangkan disposisi dan kemampuan berpikir kreatif matematik. Pembelajaran yang menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem ini digunakan pada dua kompetensi dasar yang terangkum pada pokok bahasan Geometri pada kurikulum 2013. Kompetensi dasar pertama yaitu mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antar titik, garis dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya. Sedangkan pada kompetensi dasar kedua yaitu, menggunakan berbagai prinsip bangun datar dan ruang serta dalam menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang. Berdasarkan uraian di atas, memperhatikan pentingnya kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik, serta pemaparan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan
7
Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 8 Kota Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2013/2014)” B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Manakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif peserta didik yang lebih tinggi, antara pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran langsung? 2. Bagaimanakah disposisi berpikir kreatif peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem pada pembelajaran matematika? C. Definisi Oferasional
Definisi operasional yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Thi nk Pair Share dengan Open En ded Probl em
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem merupakan salah satu model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil peserta didik dalam memaksimalkan diskusi pembelajaran, memberikan keleluasaan untuk menemukan ide-ide matematika yang terbuka, dan berguna untuk mencapai tujuan belajar.
8
Tahapan model pembelajaran terdiri dari berpikir (think ), berpasangan ( pair ), berbagi ( share). Pertanyaan terbuka merupakan pertanyaan yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian. 2. Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik sehingga dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap. Pembelajaran langsung disajikan dalam 5 fase yaitu menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan,
membimbing
pelatihan,
mengecek
pemahaman
dan
memberikan umpan balik, serta memberikan pelatihan dan penerapan konsep. 3. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik
Kemampuan berpikir kreatif matematik adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik dalam menyelesaikan masalah dilihat dari segi kelancaran, fleksibilitas, elaborasi dan originalitas. Indikator berpikir kreatif terdiri dari 4 indikator. Indikator pertama yaitu fluency atau kelancaran, merupakan kemampuan dalam mengajukan sejumlah masalah atau pertanyaan matematika dan jawaban yang tepat. Indikator yang kedua yaitu flexibility atau fleksibilitas merupakan kemampuan menghasilkan jawaban yang bervariasi, beragam atau beberapa cara. Indikator ketiga yaitu elaboration
atau
elaborasi,
merupakan
kemampuan
menjelaskan,
9
mengembangkan, memperkaya atau menguraikan lebih rinci jawaban atau gagasan yang diberikan. Indikator terakhir yaitu originality atau orisinalitas merupakan kemampuan memberikan gagasan atau jawaban dengan bahasa dan cara sendiri. 4.
Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem dalam pembelajaran matematika dikatakan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik, jika peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem lebih tinggi daripada peserta didik yang menggunakan pembelajaran langsung. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dalam penelitian ini disebutkan dengan nilai gain dari skor pretes dan postes dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:
− = −
5. Disposisi Berpikir Kreatif Peserta Didik terhadap Pengggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Thi nk Pair Share dengan Open E nded Problem
Diposisi berpikir kreatif matematik, ialah keinginan, kesadaran, dan dedikasi yang kuat pada diri peserta didik untuk belajar matematika dan melaksanakan
berbagai
kegiatan
matematika
setelah
mendapatkan
pembelajaran kreatif matematik. Indikator yang terdapat dalam disposisi berpikir kreatif
meliputi aspek: a) bersikap terbuka, toleran terhadap
10
perbedaan pendapat; b) fleksibel dalam berpikir dan merespons; c) bebas menyatakan pendapat dan perasaan; d) menghargai fantasi dan inisiatif; e) mempunyai pendapat sendiri dan tidak terpengaruh oleh orang lain;
f)
memiliki stabilitas emosional yang baik; g) percaya diri dan mandiri; h) menunjukkan rasa ingin tahu dan minat yang luas; i) tertarik pada hal-hal yang abstrak, kompleks; j) berani mengambil resiko, bertanggung jawab dan komitmen pada tugas; k) tekun, tidak mudah bosan, tidak kehabisan akal; l) peka terhadap situasi lingkungan, dan; m) lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu. D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik melalui model pembelajaran kooperatif ti pe Think Pair Share dengan Open Ended Problem. 2. Untuk mengetahui disposisi berpikir kreatif matematik peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem pada pembelajaran matematika. E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas pembelajaran matematika. Secara khusus, peneliti berharap dalam penelitian ini, bisa bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya:
11
1. Bagi peserta didik, penelitian ini diharapkan memberikan suatu proses pembelajaran yang memotivasi peserta didik untuk mengembangkan ide sebanyak-banyaknya, karena dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem peserta didik diberi kesempatan untuk menyelesaikan problem terbuka dengan beberapa jawaban benar, sehingga untuk menyelesaikan problem terbuka peserta didik perlu menggali ide sebanyak-banyaknya sehingga menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif matematik. Selain itu, dengan adanya proses bertukar ide-ide antar peserta didik dalam berdiskusi, akan semakin mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. 2. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan suatu
dalam upaya
memberikan inovasi dalam pembelajaran matematika di masa yang akan datang. Melalui pembelajaran yang menekankan pada keaktifan peserta didik ini diharapkan dapat terus menggali potensi peserta didik termasuk kemampuan dalam berpikir kreatif matematik. Penelitian ini juga diharapkan dapat terus memberikan motivasi bagi guru untuk mencari strategi pembelajaran baru yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dan mengatasi kesulitan peserta didik dalam mempelajari matematika. 3. Bagi peneliti, pengalaman dan temuan-temuan yang inovatif dalam penelitian ini diharapkan mampu digunakan untuk penelitian berikutnya demi peningkatan kualitas pendidikan.
12
F. Landasan Teoretis 1. Kajian Teori a. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Thi nk Pair Share dengan Open En ded Pr oblem
Dalam mendesain suatu pembelajaran, diperlukan suatu strategi yang berguna untuk menyiapkan pembelajaran. Strategi tersebut berguna untuk tercapainya tujuan pembelajaran berupa hasil belajar yang optimal. Guru harus berupaya mendesain strategi yang mendukung terciptanya proses pembelajaran yang ideal. Salah satu komponen yang bisa dikembangkan
dalam
mencapai
tujuan
tersebut,
yaitu
dengan
mendesaian model pembelajaran dengan baik. Model pembelajaran merupakan salah satu komponen
pembelajaran yang mengandung
aspek-aspek fundamental dalam pembelajaran, sesuai dengan pendapat Tim MKKBM (2003:7): Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas Pada prinsipnya, para ahli mendefiniskan model pembelajaran menurut definis-definisi yang berbeda. Menurut Joyce & Weil (Rusman:2010:139): Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran didesain sebagai bagian dari kurikulum dan berguna untuk menjadi acuan dalam pembelajaran di kelas. Acuan tersebut memuat bahan-bahan pembelajaran yang akan mengikuti bentuk
13
model pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Model tersebut akan mengikuti acuan yang telah ditetapkan pada kurikulum. Salah
satu
model
pembelajaran
yang
digunakan
dalam
pembelajaran matematika, yaitu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang student oriented, artinya siswa menjadi pusat kegiatan dalam pembelajaran dan guru menjadi fasilitator, seperti yang dikatakan oleh Suprijono, Agus (2013:54): Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan pertanyaan serta menyediaka bahan-bahan dan informasi yaang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud dan guru biasanya menetapkan bentuk ujian pada akhir tugas. Pada pembelajaran kooperatif, untuk memudahkan guru dalam membentuk kelompok, Lie, Anita (2003:41) mengatakan: Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosio ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran Cooperative Learning biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu lainnya dari kelompok akademis kurang. Dari uraian di atas, dalam membentuk kelompok dalam pembelajaran kooperatif, kelompok yang dibentuk harus heterogen. Artinya, individu dalam kelompok harus terdiri dari campuran peserta didik yang memiliki tingkat kemampuan akademis yang berbeda-beda. Hal itu bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar dan terbentuknya transfer pengetahuan antar individu dalam kelompok.
14
Dalam pembelajaran kooperatif, terdapat fase-fase yang harus dilalui. Fase-fase tersebut menjadi ciri khas model pembelajaraan kooperatif dengan model pembelajaran lain pada umumnya. Fase-fase tesebut diuraikan pada tabel berikut ini: Tabel 1 Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Fase Kegiatan Guru Guru menyampaikan semua Fase 1 Menyampaikan tujuan dan tujuan pembelajaran yang memotivasi siswa ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar. Guru menyajikan informasi Fase 2 Menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan (demonstrasi) atau teks. Guru menjelaskan siswa Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam bagaimana caranya kelompok-kelompok belajar membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien. Guru membimbing Fase 4 Membantu kerja kelompok dalam kelompok-kelompok belajar belajar pada saat mereka mengerjakan tugas Guru mengevaluasi materiFase 5 Mengevaluasi materi materi pelajaran atau kelompok dalam menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka. Guru memberikan cara-cara Fase 6 Memberikan penghargaan untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok Sumber: Rusman (2010:225)
Kelebihan dari pembelajaran kooperatif, menurut pendapat dari beberapa ahli, (Kagan, Spencer, 2013): Meningkatkan pembelajaran peserta didik dan prestasi belajar, meningkatkan kemampuan mengingat peserta didik, meningkatkan kepuasan peserta didik dengan pengalaman
15
belajar mereka, membantu peserta didik meningkatkan kemampuan berbicara mereka, mengembangkan kemampuan bersosialisasi peserta didik, mengembangkan kepercayaan diri peserta didik, membantu mengembangkan hubungan antar kelompok. Model pembelajaran kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Mereka menyatakan bahwa TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan partisipasi siswa selama pembelajaran, dengan anggotanya yang hanya 2 orang membuat siswa lebih banyak peluang untuk berpikir, merespon serta membantu teman dalam kelompok antara satu dengan yang lainnya. Langkah-langkah pendekatan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) menurut (Suprijono, Agus, 2013:91) sebagai berikut: 1) Think (berpikir). Pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya. 2) Pair (berpasangan) Selanjutnya, guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diterapkan diskusi ini dapat memperdalam makna jawaban yang telah dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya. 3) Share (berbagi) Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan “Sharing”. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengontruksian pengetahuan secara integratif. Peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.
16
Kegiatan “berpikir -berpasangan- berbagi”
dalam
pendekatan
Think-Pair-Share memberikan beberapa keuntungan. Peserta didik secara individu dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat. Dalam waktu berpasangan (share time), peserta didik saling bertukar ide dengan saling membandingkan masing-masing jawaban dari tiap individu. Bertukar ide dengan teman sebangku (disarankan) akan lebih memberikan keleluasaan, karena tidak ada perasaan yang membatasi ketika saling bertukar ide, hal tersebut akan memberikan pengaruh yang lebih positf dalam proses pembelajaran. Proses ini akan menghasilkan generalisasi atau gabungan ide-ide yang telah dikemukakan oleh dua individu peserta didik yang saling berdiskusi. Pada fase berbagi (share time), ide-ide yang dihasilkan dalam kegiatan berbagi akan satu demi satu di evaluasi dalam sesi diskusi kelas. Ide-ide yang begitu variatif akan terkemuka pada proses diskusi kela s. Kelebihan-kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share, menurut (Kagan, Spencer, 2013): 1) Ketika peserta didik mempunyai waktu berpikir yang baik, kualitas respon mereka akan meningkat; 2) Peserta didik akan secara aktif dipacu untuk berpikir; 3) Berpikir akan menjadi lebih fokus ketika di diskusikan dengan teman sebangku atau partner; 4) Lebih banyak pemikiran kritis yang dipertahankan setelah pembelajaran ketika peserta didik mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan merefleksikan topik; 5) Kebanyakan peserta didik lebih mudah dan lebih aman berdiskusi dengan teman sekelasnya yang lain, dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan banyak anggota;
17
6) Tidak ada materi khusus yang dibutuhkan dalam strategi ini, jadi bisa dengan mudah disertakan dalam pembelajaran; 7) Membangun ide dari orang lain merupakan kemampuan penting bagi peserta didik untuk belajar; Lahirnya Open Ended berasal dari pertanyaan para ahli yang menyatakan, “Traditional used in mathematics teaching in both elementary and secondary school classroom have a common feature: that one and only one correct answer predetermined, (NCTM, 1997:1). Pembelajaran
matematika
di
sekolah
dasar
maupun
menengah
menonjolkan pada satu tujuan yang umum, hanya terdapat satu jawaban benar yang telah ditentukan sebelumnya. Peserta didik hanya dihadapkan terhadap dua alternatif jawaban dalam pembelajaran matematika, yaitu benar atau salah. Selanjutnya permasalahan tersebut kita sebut sebagai masalah tertutup (closed problem). “Suatu variasi jawaban baik dari aspek cara maupun hasilnya disebut masalah terbuka atau open ended problem” ( Suryadi, Didi, 2012:51). Selain itu, menurut Takahashi (Mahmudi, Ali, 2008 :3), “soal terbuka adalah soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi penyelesaian”. Dengan adanya masalah terbuka, peserta didik akan berupaya untuk mengembangkan metode dan cara yang berbeda-beda dalam upaya memperoleh jawaban yang benar. Pada kasus tersebut, peserta didik tidak hanya dilatih untuk menentukan jawaban yang benar saja, tetapi juga akan diminta untuk menjelaskan bagaimana jawaban tersebut dapat diperoleh.
18
Aspek keterbukaan dalam soal yang disajikan dengan pendekatan Open Ended probelem, akan memicu peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah matematika. Banyak jawaban yang benar yang diberikan untuk memberikan pengalaman kepada peserta didik dalam menemukan sesuatu yang baru dalam proses pembelajaran. Selain itu, peserta didik akan terdorong menjadi lebih kompeten dalam memahami ide-ide matematika. Hal itu sesuai dengan pernyataan Takashi (Mahmudi, Ali, 2008:4), Dengan menggunakan soal terbuka, pembelajaran matematika dapat dirancang sedemikian sehingga lebih memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi mereka dalam menggunakan ekspresi matematik Ekspresi matematik yang dimaksud adalah kemampuan berpikir matematik yang dihasilkan dalam menyelesaikan masalah terbuka, yang salah satunya adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi (Suryadi, Didi, 2012:50). Pembelajaran dengan problem terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara ( flexibility) dan solusinya juga bisa beragam atau multi jawaban ( fluency). Selain itu aspek (originality) akan mengindikasikan sejauh mana kemampuan peserta didik mengaitkan konsep penyelesaian permasalahan terhadap pemahamannya akan konsep-kosep matematika yang diketahuinya, dan akhirnya akan melahirkan gagasan baru (originality). Model pembelajaran tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem merupakan model yang menggabungkan aspek proses pada
19
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dan aspek produk pada Open Ended Problem. Aspek yang diambil dari pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) ialah bagaimana peserta didik berdiskusi dan menghasilkan ide dan gagasan dari tahapan-tahapan berdiskusi dalam tahapan pembelajaran. Selanjutnya, aspek yang diambil dari Open Ended Problem yaitu kriteria soal yang mempunyai banyak cara dan penyelesaian. Proses interaksi pada proses pembalarajan kooperatif tipe Think Pair Share diharapkan mampu mengeluarkan kemampuan pengolahan ide pada peserta didik. Proses interaksi yang terjadi pada proses diskusi berguna untuk mengolah beragam ide dan gagasan dari tiap individu sehingga tercipta ide yang baru hasil dari penggabungan masing-masing ide pada individu. Dari proses tersebut akan memunculkan gabungangabungan dari beberapa pola pemikiran yang berbeda-beda dari masingmasing individu dan menghasilkan kesimpulan yang benar-benar baru. Masalah terbuka yang berada pada proses pembelajaran, akan membuat peserta didik akan berupaya untuk mengembangkan metode dan cara yang berbeda-beda dalam upaya memperoleh jawaban yang benar. Pada kasus tersebut, peserta didik tidak hanya dilatih untuk menentukan jawaban yang benar saja, tetapi juga akan diminta untuk menjelaskan bagaimana jawaban tersebut dapat diperoleh. Selain itu, dengan adanya persoalan terbuka, kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah bisa dikembangkan.
20
Gabungan dari aspek-aspek yang diambil dari kedua model dan pendekatan
tersebut,
penulis
mengkolaborasikan
Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
hal
tersebut.
berguna untuk
meningkatkan diskusi antara kelompok belajar, keleluasaan tiap individu dalam kelompok belajar, dan digabungkan dengan basis soal-soal terbuka pada Open Ended Problem yang akan mengembangkan kemampuan peserta didik bertindak kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan b. Pembelajaran Langsung
Pada pembelajaran, model pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru di dalam kelas. Pembelajaran ini menekankan pada pembelajaran yang secara aktif dan langsung difasilitasi oleh guru. Pembelajaran ini juga melibatk an seluruh kelas dalam hal target pembelajaran pada saat pembelajaran berlangsung, sesuai dengan pendapat Suprijono, Agus (2013 : 56) menyatakan “Pembelajaran langsung atau direct instruction dikenal dengan sebutan active learning. Pembelajaran langsung juga dinamakan whole class teaching .” Model pembelajaran langsung, guru mempunyai peranan penting dalam pembelajaran, senada dengan pendapat Priyanto, Yatim (2009:284), “Model pembelajaran langsung menekankan pembelajaran yang didominasi oleh guru. Jadi guru berperan penting dan dominan dalam proses proses pembelajaran”. Peran guru akan memberikan kontribusi maksimal dalam pembelajaran langsung dan mutlak harus
21
dipenuhi oleh guru. Secara rinci, Soeparman Kardi dan Mohammad Nur (Priyanto,
Yatim,
2009:284)
menjelaskan
peran
guru
dalam
pembelajaran langsung sebagai berikut: 1) guru menjelaskan kompetensi yang ingin dikuasai peserta didik dan tujuan pembelajarannya serta informasi tentang latihan belajar, pentingnya pelajaran, persiapan peserta didik untuk belajar; 2) guru mendemonstrasikan pengetahuan/keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap; 3) guru merencanakan dan memberi bimbingan latihan awal; 4) mengecek apakah peserta didik telah berhasil melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari; Dalam pembelajaran langsung, pendekatan modelling menjadi unsur utama. Pendekatan ini mempunyai ciri khas, penyampaian prosedural dilakukan dengan demonstrasi atau pemodelan yang tujuan utama nya memberikan pengetahuan secara langsung. Hal itu senada dengan pendapat Suprijono, Agus (2013 : 56), Modelling berarti mendemonstrasikan suatu prosedur kepada peserta didik. Modelling mengikuti urutan-urutan berikut: 1) guru memdemonstrasikan perilaku yang hendak dicapai sebagai hasil belajar; 2) perilaku itu dikaitkan dengan perilaku-perilaku lain yang sudah dimiliki peserta didik; 3) guru mendemonstarikan berbagai bagian perilaku tersebut dengan cara yang jelas, terstruktur, dan berurutan disertai penjelasan mengenai apa yang dikerjakannya setelah setiap langkah selesai dikerjakan; 4) peserta didik perlu mengingat langkah-langkah yang dilihatnya dan kemudian menirukannya Model pembelajaran langsung tidak sama dengan metode ceramah, tetapi ceramah dan resitasi (mengecek pemahaman dengan tanya jawab) mempunyai hubungan erat dengan model pembelajaran langsung. Menurut Tim MKPBM, (2003:201) “metode ceramah adalah
22
suatu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan”. Pembelajaran ini dinamakan pembelajaran langsung bukan berarti segala sesuatu yang dipersiapkan untuk pelaksanaannya direncanakan langsung pada saat akan dilaksanakannya pembelajaran tersebut. Tetapi harus tetap memerlukan perencanaan yang rinci, agar pelaksanaannya berlangsung dengan baik. Untuk mengetahui perencanaan yang dimaksud, terdapat ciri-ciri utama pembelajaran langsung. Seperti yang dikemukakan oleh Widaningsih, Dedeh (2012:75) sebagai berikut: Ciri utama yang dapat terlihat pada saat melaksanakan pembelajaran langsung adalah sebagai berikut: 1) Tugas Perencanaan a) Merumuskan Tujuan Pengajaran b) Memilih Isi Guru harus mempertimbangkan berapa banyak informasi yang akan diberikan pada siswa dalam kurun waktu tertentu. Guru harus selektif dalam memilih konsep yang diajarkan dengan model pembelajaran langsung. c) Melakukan Analisis Tugas Menganalisis tugas, akan membantu guru menentukan dengan tepat apa yang perlu dilakukan siswa untuk melaksanakan keterampilan yang akan dipelajari. Ini bukan berarti bahwa seorang guru harus menganalisis tugas untuk setiap keterampilan yang diajarkan. Hal ini disebabkan karena waktu yang tersedia terbatas. d) Merencanakan Waktu Guru harus memperhatikan waktu yang disediakan sepadan dengan kemampuan dan bakat siswa, dan memotivasi siswa agar mereka tetap memerlukan tugas-tugasnya dengan perhatian yang optimal. Mengenal secara baik siswa-siswa yang akan diajar, akan bermanfaat sekali untuk memperkirakan alokasi waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
23
2) Penilaian Pada Pembelajaran Langsung Terdapat 5 prinsip dasar yang dapat membimbing guru dalam merancang sistem penilaian sebagai berikut: a) Sesuai dengan tujuan pengajaran b) Mencakup semua tugas pengajaran c) Menggunakan soal tes yang sesuai d) Buatlah soal sevalid dan sereliabel mungkin e) Memanfaatkan hasil tes untuk memperbaiki proses belajar mengajar berikutnya. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran langsung memiliki pola urutan kegiatan yang sistematis untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh guru atau peserta didik, agar pembelajaran langsung tersebut terlaksana dengan baik. Urutan tersebut terdapat dalam fase-fase pada model pembelajaran langsung sebagai berikut: Tabel 2 Fase-fase Pembelajaran Langsung No 1
Fase Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Peran Guru Menyelaraskan tujuan materi prasyarat, memotivasi siswa dan mempersiapkan siswa
2
Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan
Mendemonstrasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap
3
Membimbing pelatihan
Guru memberikan terbimbing
4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Memberikan latihan dan penerapan konsep
Mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik
5
pelatihan
Mempersiapkan latihan untuk siswa dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari
Sumber : Depdiknas (Widaningsih, Dedeh, 2012:74)
24
Widaningsih, Dedeh (2012:75) menyebutkan kelebihan dan kekurangan pembelajaran langsung yaitu: Kelebihan dari model pembelajaran langsung adalah: 1) relatif banyak materi yang bisa tersampaikan; 2) untuk hal-hal yang sifatnya prosedural, model ini akan relatif mudah diikuti. Kekurangan/kelemahan model pembelajaran langsung adalah jika terlalu dominan pada ceramah, peserta didik akan merasa bosan. Terkait dengan pembelajaran matematika pembelajaran langsung masih relevan utamanya dengan pengenalan fakta, juga pembelajaran melukis pada geometri. Pembelajaran langsung bisa dengan mudah dilaksanakan oleh guru karena cara penyampaiannya yang guru adalah sebagai pusat perhatian dan peserta didik tinggal mengikuti pembelajaran. Tetapi dalam pelaksanaannya tidak membuat peserta didik untuk lebih berperan aktif karena biasanya dominan dengan ceramah. c. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik
Para ahli telah banyak memberikan definisi dari kreatif. Mereka berpendapat, bahwa definisi berpikir kreatif, belum ada yang diterima secara umum. Para ahli mengemukakan bahwa kreativitas memiliki definisi yang berbeda-beda (Filsame, D.K, 2008:1). Ditinjau dari definisi nya, kreativitas menurut Suryadi, Didi (2012:18): Kemampuan untuk mengungkapkan hubungan-hubungan baru, melihat sesuatu dari sudut pandang baru dan membentuk kombinasi baru dari dari dua konsep atau lebih yang sudah dikuasai sabelumnya. Kreativitas juga merupakan suatu kemampuan yang bersifat spontan, terjadi karena adanya arahan yang bersifat internal, dan keberadaannya tidak bisa diprediksi.
25
Dari definisi tersebut, dijelaskan bahwa kreativitas merupakan kemampuan yang berguna untuk melahirkan ide-ide yang berbeda dari sebelumnya dan unsur-unsur pembentuknya tidak terlepas dari konsepkonsep yang telah dipelajari sebelumnya. Kreativitas berperan dalam menghasilkan hal-hal yang baru dan inovatif, hasil dari pengembangan ide-ide terdahulu. Selain itu, kreativitas tidak langsung muncul tanpa adanya rangsangan yang membuat seseorang bisa memunculkan sisi kreativitasnya. Menurut Torrence (Filsaime, K.D, 2008:20) “...berpikir kreatif sebagai sebuah proses yang melibatkan unsur-unsur orisinalitas (originality), kelancaran (fluency), fleksibilitas (flexibility)
dan,
elaborasi (elaboration). Unsur unsur tersebut membentuk sifat-sifat dasar yang khas dalam berpikir kreatif. Unsur-unsur tersebut membangun berpikir kreatif menjadi suatu pola pikir yang bisa mengasah individu menjadi orang kreatif dan bisa memanfaatkannya dalam kehidupan. Definisi dari unsur berpikir kreatif, dijelaskan lebih lanjut oleh Munandar (Sumarmo, Utari, 2013:383) mengemukakan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif, yaitu: a. Kelancaran ( fluency) 1) mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan; 2) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal; 3) selalu memikirkan lebih dari satu jawaban;
26
b. Kelenturan ( flexibility) 1) menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi; 2) dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda; 3) mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda; 4) mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran; c. Keaslian (originality) 1) mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik; 2) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri; 3) mampu membuat kombinasi- kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur; d. Kerincian (elaboration) 1) mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk; 2) menambah atau memperinci detil-detil dari suatu obyek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik lagi; Rhodes et.al (Utari, Sumarmo 2013:383) “pada umumnya kreativitas di rumuskan dalam istilah Fous P’s of Creativity: Person, Process, Press, Product”. Kreativitas sebagai pribadi ( person) mencerminkan originalitas atau diharapkan timbulnya ide-ide baru dan produk-produk yang baru dari peserta didik. Kreativitas sebagai proses ( process) maksudnya bersibuk diri secara kreatif dalam menghasilkan produk-produk yang kreatif yang mempunyai beberapa tahap yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Kreativitas sebagai dorongan ( press) mencerminkan keinginan atau hasrat untuk melakukan tindakan kreatif. Kreativitas sebagai produk ( product) menekankan produk kreatif baru yang menekankan originalitas. Ditinjau
dalam
pembelajaran
matematika,
para
ahli
mengemukakan pendapatnya mengenai kemampuan berpikir kreatif
27
matematik, ada beberapa seperti yang dikemukakan Ervynck, Gontran (Tall, David:47):
Mathematical creativity is the ability to solve problems and/or to develop thinking in structures, taking account of the peculiar logico-deductive nature of the discipline, and of the fitness of the generated concepts to integrate into the core of what is important in mathematics. Dari definisi di atas, kemampuan kreatif matematika merupakan kemampuan yang berguna untuk memecahkan masalah dan atau untuk mengembangkan struktur berpikir, mengembangkan pola berpikir logisdeduktif, dan membuat kesimpulan konsep yang terintegrasi pada inti matematika itu sendiri. Proses problem solving yang terintegrasi, akan membuat suatu struktur berpikir yang bersifat logis-deduktif yaitu kelugasan dari kemampuan berpikir logis dan berdasarkan kemampuan penarikan kesimpulan yang tepat. Proses tersebut akan melahirkan ideide dan gagasan penting matematika yang baru pada hasilnya. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan matematika tingkat tinggi. Sesuai yang dikatakan Sumarmo,Utari (2013:196): Ditinjau dari kekompleksan aktivitasnya, kemampuan berpikir matematik dapat diklasifikasikan dalam dua tingkat yaitu: tingkat rendah dan tingkat tinggi. Beberapa kemampuan berfikir matematik yang tergolong tingkat tinggi di antaranya adalah: pemahaman, penalaran, koneksi, komunikasi, dan representasi matematik yang tidak sederhana atau tidak rutin, pemecahan masalah matematik, berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative), berpikir reflektif (reflective thinking), berpikir evaluatif, berpikir analisik, berpikir sintetik dalam matematika.
28
Sejalan dengan hal tersebut, berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan berpikir matematik yang diperlukan dalam menghadapi permasalahan matematik tingkat tinggi. Permasalahan matematik tingkat tinggi memerlukan pendekatan yang berbeda dengan permasalahan matematik tingkat rendah. Proses pemecahan masalah tersebut memiliki proses yang lebih kompleks. Memperhatikan indikator dalam berpikir kreatif, bisa dipahami bahwa keterampilan berpikir kreatif menjadi acuan untuk dikembangkan dalam menghadapi persaingan di era persaingan yang ketat seperti ini. Pembelajaran harus diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.
Kemampuan
tersebut
akan
mengarahkan
pembelajaran
matematika ke ranah yang lebih tinggi sehingga melahirkan sikap obyektif dan terbuka yang berguna untuk menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dari beberapa asumsi tersebut peneliti menyimpulkan bahwa indikator kemampuan berpikir kreatif matematik ada empat yaitu fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), elaboration (elaborasi), dan originality (keaslian). Keempat indikator yang mengukur kemampuan berpikir kreatif tersebut dapat ditingkatkan melalui latihan dan lingkungan yang mendukung terhadap peningkatan kemampuan ber pikir kelancaran, keluwesan, elaborasi dan keaslian. Dalam hal ini peneliti akan mengukur kemampuan berpikir matematik peserta didik pada empat
29
indikator yaitu fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), originality (keaslian), dan elaboration (elaborasi). Berikut ini merupakan contoh soal untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik, diantaranya: 1.
Soal kemampuan berpikir kreatif matematik untuk mengukur aspek fluency. Jony mendapat tugas untuk menggambar model atap rumahnya. Ia menggambar model atap rumahnya dengan ukuran = 40cm,
̅
= 34cm, dan
̅
= 13cm.
Berikut adalah model atap rumah Jony: A
̅
= 24cm,
̅
B
S R
P
Q
Dari model atap rumah milik Jony, buatlah persoalan-persoalan matematik diluar panjang pertanyaanmu sendiri!
̅ ̅ ̅ ̅ ,
,
, dan
dan jawablah
Penyelesaian: Pertanyaan bebas dengan ketentuan merupakan pertanyaan matematik relevan dengan informasi yang ada pada gambar dan dapat dijawab dengan tepat. Misalnya : a. Berapa keliling model rumah milik Jony :
̅ ̅̅ ̅
× 2 = 48 cm × 2 = 80 cm ,
= 34 cm = 52 cm + 214 cm
30
b. Berapa jarak titik A terhadap bidang PQRS: A
P
Q
O
̅ ̅ ̅1 2 2 (̅ ) 2
2
=
2
–
=132 –
1 242 2
=169 -
= 169 – 144 =
√ 25
= 5 cm
c. Berapa jarak titik B terhadap titik Q
̅ ̅ ̅ 2
=
2
+
2
B
=402 + 132 = 1600 + 169 =
√ 1769
Q
R
= 42,06 cm Jarak titik B terhadap titik Q = 42,06 cm. 2
Soal kemampuan berpikir kreatif matematik untuk mengukur aspek flexibility. Perhatikan gambar berikut Penyelesaian:
31
̅ ̅
K
H G E
= 10 cm, dan
̅
=
ke bidang ABCD dengan
C
A
= 10cm,
13,93cm. Hitung jarak titik K
F D
̅
= 10cm,
berbagai cara!
B
Untuk menghitung jarak titik K ke bidang ABCD maka terlebih dahulu mencari jarak titik K ke bidang EFGH yaitu dengan dua cara.
Cara I :
Cara II : K
K
H
H
G
G
O E
̅ ̅ ̅
2
2
= = =
O F
̅ ̅ ̅ ̅ ̅ 2
–
2
1
2
2
E
F
̅ ̅ ̅ ̅ ̅ ̅ 2
=
2
2
=
2
= 100 + 100
=
200
1 2
–
2
2
2
+
=
–
= 13,932 – 52 = 194,04 – 25
= 102 + 102
̅ ̅
L
= 14,14cm
(14,14) = 7,07cm
= 169
̅ ̅ ̅ ̅ 2
=
169
= 13cm
=
2
2
–
= 132 – 52
32
̅ ̅ ̅ 2
2
=
–
2
= 169 - 25
= 13,932 – 7,072
̅ 3
= 144
= 194,04 – 49,98
̅
=
Jadi jarak K terhadap bidang
144
= 12cm
=
144
= 12cm
Jadi jarak K terhadap bidang
ABCD
ABCD
Adalah 10 cm + 12cm =
Adalah 10 cm + 12cm = 22cm
22cm
Soal kemampuan berpikir kreatif matematik untuk mengukur aspek originality.
̅ ̅ ̅ ̅
Diketahui balok ABCD. EFGH dengan
̅
= 8cm. Hitunglah jarak garis
= 6cm,
dan
= 4cm, dan
dengan caramu
sendiri! Penyelesaian:
̅ ̅ ̅ ̅ ̅ Jarak garis
ke garis
sama dengan panjang diagonal bidang
BCFG. 2
=
2
2
+
= 42 + 82 = 16 + 64
̅ 4
=
80
8,94
Soal kemampuan berpikir kreatif matematik untuk mengukur aspek elaboration.
33
Agung memiliki sebuah kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 4cm. Kubus tersebut memiliki empat buah titik tambahan yang membagi rusuk menjadi dua bagian sama panjang. Melalui empat titik tersebut terbentuk sebuah bidang baru yang diagonal-diagonal bidangnya sejajar dengan diagonal-diagonal bidang BCGF. Buat model matematika berupa sketsa kubus milik Agung dengan ukuran yang sebenarnya dan beri nama keempat titik tersebut! Penyelesaian: Semua rusuk berukuran 4 cm, nama titik bebas dengan urutan yang tepat dan panjang
̅
adalah 2 cm.
d. Teori Belajar yang Mendukung Model Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Open Ended Pr oblem
Teori kontruktivisme menjadi landasan teori belajar yang mendukung model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem. Landasan pertama dengan kaitannya dengan Open Ended Problem, siswa membentuk sendiri pengetahuannya dalam mencari alternatif penyelesaian yang tidak hanya satu cara dan berbeda penyelesaian. Hal tersebut dimungkinkan dengan adanya pengajuan permasalahan terbuka. Landasan yang kedua adalah kaitannya dengan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share, dalam kegiatan merekonstruksi pengetahuan dan ide pada tahap pertama, siswa akan saling berinteraksi dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran kooperatif. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat beberapa teori pendukung diantaranya:
34
1) Teori Belajar Jean Piaget Teori belajar Piaget terkenal dengan teori perkembangan mental, maksud dari mental pada teorinya adalah intelektual atau kognitifnya. Piaget mengatakan dalam Daharr, R.W (2006:131) “ pengetahuan dan kompetensi diperoleh sebagai
konsekuensi
pertumbuhan dan interaksi dengan lingkungan fisik dan sosial”. Proses belajar dengan proses mencari pengetahuan dan kompetensi, salah satunya didapat dari interaksi sosial, dalam hal ini pada diskusi kelompok dalam pembelajaran kooperatif. Interaksi yang terjadi pada lingkungan fisik dan sosial, akan terjadi tanggapan respon terhadap stimulus dan akan menghasilkan skema-skema tertentu hasil dari proses tersebut, hal itu sependapat dengan Tim MKKBM, (2003:36), Seorang individu memberikan respon bekerjanya skemata kronologis, sebagai lingkungannya
dapat mengikat, memahami, dan terhadap stimulus disebabkan karena ini. Skemata ini berkembang secara hasil interaksi antara indivu dengan
Menurut Piaget dalam Riyanto, Yatim (2009:9), beranggapan bahwa proses belajar terdiri dari tahapan-tahapan yang terakumulasi dengan terstruktur sampai terjadinya proses bertambahnya informasi dari interaksi yang terjadi, adapun proses tersebut yaitu, Proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu: a) asimilasi, yang berati proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak peserta didik; b) akomodasi, yang berarti penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru; c) ekuilibrasi yang berarti penyesuaian berkesinambungan antara asimiliasi dan akomodasi.
35
Menurut Piaget, keseimbangan antar komponen pada tahapan proses belajar, harus bisa seimbang. Bilamana antar komponen tersebut tidak seimbang, akan terjadi keadaan ketidakseimbangan, hal tersebut sesuai dengan pendapat Daharr, R.W (2006:136), “andaikata dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi pada
lingkungannya
terjadilah
keadaan
ketidakseimbangan
(disekualibrium). Pada prakteknya dalam pembelajaran, guru berperan penting untuk menghindari keadaan ketidakseimbangan yang bisa terjadi. Secara garis besar, teori belajar Piaget mendukung model kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem, karena unsur utama dalam teori belajar Piaget adalah bagaimana individu belajar (dalam hal ini peserta didik), memperoleh pengetahuan dengan adanya interaksi dengan lingkungannya pada proses asimilasi dan akomodasi. 2) Teori Belajar Lev Vigotsky Teori belajar lain yang mendukung pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem adalah teori belajar Lev Vigotsky (Daharr, R.W, 2006:152) “pentingnya faktor -faktor sosial dalam belajar. Selama belajar, terdapat saling pengaruh antara bahasa dan tindakan dalam kondisi sosial”.
36
Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem memiliki karakteristik teori belajar yang dikemukakan oleh Vigotsky yaitu menekankan pada pembangunan pengetahuan secara mandiri oleh peserta didik, mengembangkan kemampuan berinteraksi, menggali informasi melalui diskusi kelompok, dan bermuara pada proses memecahkan masalah yang diberikan. Teori lain menyebutkan bahwa proses belajar memerlukan bantuan dari orang di sekitar. Hal tersebut dikemukakan oleh Vygotsky (Rahmadona, Siska, 2012:1): Teori belajar sosiokultur atau yang juga dikenal sebagai teori belajar ko-kontruktivistik merupakan teori belajar yang titik tekan utamanya adalah pada bagaimana seseorang belajar dengan bantuan orang lain dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona Proksimal Development (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi. Di mana anak dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya Teori pembelajaran sosial Vygotsky mendukung model kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem karena peserta didik dibiarkan mengerjakan tugas-tugasnya sendiri dengan diberi
bantuan
secukupnya
sehingga
peserta
didik
dapat
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Guru sebagai fasilitator dan mediator. Peserta didik dikelompokan dalam kelompok kecil yang heterogen untuk belajar dan bekerjasama, berbagi ide antar anggota kelompok.
37
f.
Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Langsung
1) Teori Carl R. Rogers Salah satu teori lain yang mendukung model pembelajaran langsung yaitu teori Carl R. Rogers. Menurut pendapat Carl R. Rogers (Sagala, Syaiful, 2012:29) menyatakan “Praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran”. Artinya pengajaran tersebut sangat ditentukan oleh guru, artinya guru berperan penting dan dominan dalam proses pembelajaran. Penyebutan ini mengacu pada gaya mengajar di mana pendidik terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya kepada seluruh peserta didik dalam kelas. Model pembelajaran langsung lebih menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang pendidik kepada peserta didik, agar peserta didik dapat menguasai materi secara optimal. Dalam model pembelajaran ini peserta didik tidak dituntut untuk menemukan materi karena materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Guru secara langsung menyampaikan objek materi, sedangkan peserta didik dianggap hanya datang menerima materi secara langsung dari guru. Oleh karena itu guru berperan penting dan dominan dalam proses pembelajaran langsung yang sesuai dengan
38
teori belajar menurut Carl R. Rogers, sehingga teori ini sangat mendukung model pembelajaran langsung. 2) Teori Ausubel Salah satu teori yang mendukung pembelajaran langsung adalah teori belajar bermaknanya Ausubel. Ausubel (Tim MKPBM, 2003 :33) Mengemukakan “Metode Ekspositori adalah metode yang paling baik dan bermakna. Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna”. Metode ekspositori adalah metode yang paling cocok digunakan pada model pembelajaran langsung yang pembelajarannya berpusat pada guru. Pada saat metode penemuan dianggap suatu metode mengajar yang baik karena dengan cara itu siswa belajar dengan bermakna, dan sebaliknya metode ceramah dianggap sebagai suatu belajar menerima, Ausubel menentang pendapat tersebut. Ausubel dalam Tim MKPBM (2003:33)
menyatakan
“belajar
menemukan
maupun
belajar
menerima (dengan metode ekspositori), kedua-duanya dapat menjadi belajar
mengahafal
atau
belajar
bermakna”.
Teori
tersebut
menyebutkan pentingnya belajar menghafal dan bermakna. Dalam belajar menghafal siswa diharuskan untuk menghafalkan apa yang sudah diperolehnya, sedangkan dalam belajar bermakna pengetahuan baru yang dipelajari dikaitkan dengan pengetahuan siswa yang dimiliki sebelumnya.
39
Sesuai dengan pendapat Ausubel diatas, cocok diterapkan dalam menggunakan model pembelajaran langsung karena dalam pelaksanaanya guru hanya memberikan konsep-konsep dan setiap konsep diberikan guru dengan memberikan contoh-contoh dalam penerapannya. Selain itu, dalam model pembelajaran langsung pengaturan awal mengarahkan peserta didik ke materi yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru, dalam pelaksanaan pembelajaran hal ini disebut apersepsi. Apersepsi dilaksanakan oleh guru pada model pembelajarn langsung. g. Disposisi Berpikir Kreatif Peserta Didik terhadap Model Pair Share berbasis Open Open E nded Pembelajaran Kooperatif Th ink Pair
Disposisi matematik merupakan salah saru ranah sikap atau afektif dalam pembelajaran matematika. Menurut NCTM (Sumarmo, Utari, 2013:203), Disposisi matematik sebagai ketertarikan dan apresiasi seseorang terhadap matematika. Dalam arti yang lebih luas, disposisi matematik bukan hanya sebagai sikap saja, tetapi juga sebagai kecenderungan untuk berpikir dan bertindak positf” Proses
pembelajaran
matematika
akan
memberikan
kecenderungan peserta didik untuk berpikir dan bertindak positif s ebagai hasil dari proses pembentukan ide-ide matematika pada pembelajaran. Proses yang ada pada pembelajaran matematika, akan membangun karakter dan kecenderungan positif pada diri peserta didik yang disebut disposisi berpikir matematik.
40
Proses pembelajaran matematika yang melatih kemampuan berpikir kreatif matematik, akan memunculkan istilah disposisi berpikir kreatif. Kemampuan dan disposisi berpikir kreatif merupakan bagian yang
penting
dalam
pembelajaran
matematika,
sejalan
dengan
Sumarmo, Utari (2013:376), yang mengatakan “Pada dasarnya, kemampuan dan disposisi berpikir logis, kritis dan kreatif adalah kemampuan esensial yang perlu dimiliki oleh dan dikembangkan pada siswa yang belajar matematika” matematika” Disposis berpikir kreatif merupakan pengembangan yang lebih khusus bila dibandingkan dengan disposisi berpikir matematik. Menurut Sumarmo, Utari (2013:380), Disposisi berpikir kreatif melputi: a) bersikap terbuka, toleran terhadap perbedaan pendapat; b) fleksibel dalam berpikir dan merespons; c) bebas menyatakan pendapat dan perasaan; d) menghargai fantasi dan inisiatif; e) mempunyai pendapat sendiri dan tidak terpengaruh oleh orang lain; f) memiliki stabilitas emosianal yang baik; g) percaya diri dan mandiri; h) menunjukkan rasa ingin tahu dan minat yang luas; i) tertarik pada hal-hal yang abstrak, kompleks; j) berani mengambil resiko, bertanggung jawab dan komitmen pada tugas; k) tekun, tidak mudah bosan, tidak kehabisan akal; l) peka terhadap situasi lingkungan,dan; m) lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu Penelitian yang dilakukan dalam kajian mengenai hubungan antara diposisi berpikir dengan beberapa aspek kemampuan berpikir matematika, kemampuan dan disposisi berpikir kreatif, saling berkaitan.
41
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Supriadi (Sumarmo, Utari, 2013:203) mengatakan: Terdapat korelasi tinggi antara kreativitas afektif dan kognitif. Implikasi dari temuan tersebut mengindikasikan bahwa dalam pembelajaran, kemampuan kreatifitas dan disposisi matematik perlu dikembangkan bersama-sama. Dari pernyataan di atas, dalam pembelajaran, khususnya matematika,
proses
pembelajaran
idealnya
tidak
terbatas
pada
pengembangan komponen kognitif atau pengetahuan saja. Kaitannya dengan kreativitas, untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik, tidak hanya memperhatikan kemampuan kreatifnya saja yang dikembangkan, tetapi perlu juga memperhatikan sikap kreatifnya. Oleh karena itu dalam suatu pembelajaran matematika, disposisi berpikir matematik peserta tidak dapat diabaikan begitu saja. Selain kemampuan kognitif, perlu dikembangkan disposisi siswa terhadap matematika, khususnya kemampuan berpikir kreatif. Dalam mengukur disposisi berpikir kreatif matematik, guru bisa melakukan berbagai prosedur. Sesuai dengan pendapat NCTM (Sumarmo, Utari, 2013:203), ”disposisi matematik dapat diakses melalui observasi terhadap peserta didik selama diskusi, menyelesaikan masalah, mengerjakan tugas individu, atau menggunakan skala disposisi’. Hasil yang didapat akan menunjukan bagaimana disposisi berpikir kreatif matematika peserta didik.
42
h. Deskripsi Materi Geometri
Berdasarkan kurikulum 2013, materi Geometri disampaikan pada peserta didik SMA/MA kelas X semester 2. Kompetensi Dasar yang diteliti adalah: 3.13 Mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antartitik, garis dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya. 4.13 Menggunakan berbagai prinsip bangun bangun datar dan ruang serta dalam menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang. Berdasarkan
kompetensi
dasar
tersebut,
sesuai
dengan
pengembangan sistem sist em penilaian SMAN 8 Kota Tasikmalaya, indikator untuk KD 3.13 yang harus dicapai peserta didik antara lain : 3.13.1
Menemukan konsep kedudukan titik
3.13.2
Menemukan konsep jarak antara titik dan titik
3.13.3
Menemukan konsep jarak titik ke garis
3.13.4
Menemukan konsep jarak titik ke bidang
3.13.5
Menemukan konsep jarak antara dua garis dan dua bidang yang sejajar
Indikator untuk KD 4.13 yang harus dicapai peserta didik antara lain: 4.13.1
Menemukan konsep antara dua garis dalam ruang
4.13.2
Menemukan konsep sudut antara garis dan bidang pada bangun ruang
43
4.13.3
Menemukan konsep sudut antara dua bidang pada bangun ruang Deskripsi materi Geometri menurut Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia (2013:284) adalah sebagai berikut: 1) Menemukan Konsep Jarak Titik, Garis, dan Bidang a) Menemukan konsep kedudukan titik Definisi: (1) Jika suatu titik dilalui garis, maka dikatakan titik terletak pada garis tersebut (2) Jika suatu titik tidak dilalui garis, maka dikatakan titik tersebut berada di luar garis (3) Jika suatu titik dilewati suatu bidang,maka dikatakan titik itu terletak pada bidang (4) Jika titik tidak dilewati bidang, maka titik itu berada di luar bidang b) Menemukan konsep jarak antara titik dan titik Definisi 1) Titik A,B,dan C adalah titik-titik sudut segitiga ABC dan sikusikudi C, maka jarak antara titik A dan B adalah:
̅ = + c) Menemukan konsep jarak titik ke garis Perhatikan gambar di samping.
R
P
Kedudukan suatu titik terhadap garis Q
dapat dibedakan menjadi dua macam. S
44
1) Titik terletak pada garis Pada Gambar di samping, titik P dan titik Q dilalui garis g. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa titik P dan Q terletak papa garis 2) Titik terletak di luar garis Suatu titik dikatakan terletak di luar sebuah garis apabila titik itu terletak pada garis tersebut. Pada gambar, titik R dan S terletak di luar garis g. d) Menemukan Konsep Titik ke Bidang Kedudukan suatu titik terhadap bidang juga dibedakan menjadi dua macam. 1)
Titik terletak pada bidang
R
Pada gambar, titik P dan Q terletak Q
pada bidang
P α
2)
Titik terletak di luar bidang Pada gambar, titik R terletak di luar bidang
e) Menemukan konsep jarak antara dua garis dan dua bidang yang sejajar Mari kita cermati gambar berikut ini
Garis k dan l dikatakan sejajar jika jarak antara kedua garis tersebut selalu sama (konstan), dan jika kedua garis tidak berhimpit, maka
45
kedua garis tidak pernah berpotongan meskipun kedua garis diperpanjang. 2) Menemukan Konsep Sudut pada Bangun Ruang
Definisi: a) Sifat dua garis dalam satu bidang yang sama b) Misalkan garis k dan garis l berpotongan secara sembarang, maka pasangan sudut yang dihasilkan (ada dua pasang) besarnya sama.
2. Penelitian yang Relevan
Penelitian
tentang
pembelajaran
matematika
menggunakan
pendekatan Open Ended dilaporkan oleh Rasyid, Ridla (2013), dengan judul “Pengaruh Penggunaan Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik ” (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X MAN Cipasung Singaparna Tahun Pelajaran 2012/2013). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif penerapan pendekatan Open Ended dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Penelitian yang dilaporkan Khoerunisa, Nurmalita (2013) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP di Kota Cimahi”
46
(Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP N 1Kota CimahiTahun Pelajaran 2012-2013). Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
kemampuan
berpikir
kreatif
matematis
siswa
yang
memperoleh pembelajaran Investigasi lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran ekspositori. Penelitian yang dilaporkan Fitri Apriliani, Setiadiningrat (2013) dengan judul “Penerapan Pembelajaran Problem Posing dengan teknik Think Pair Share Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP (Suatu Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP N 7 Kota Bandung Tahun Pelajaran 2012-2013)”. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat model Problem Posing teknik Think Pair Share lebih baik daripada siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. G. Anggapan Dasar
Menurut Arikunto, Suharsimi (2010:63) “Anggapan dasar sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak dalam penelitian”. Berdasarkan penjelasan di atas, maka anggapan dasar yang penulis kemukakan sebagai berikut: 1. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan Open Ended Problem berguna untuk meningkatkan diskusi antara kelompok belajar, keleluasaan tiap individu dalam kelompok belajar, dan digabungkan dengan basis soal-soal terbuka yang akan mengembangkan kemampuan
47
peserta didik bertindak kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. 2. Model pembelajaran langsung menekankan pembelajaran yang didominasi oleh guru. Guru berperan penting dan dominan dalam proses proses pembelajaran. Dalam pembelajaran langsung, pendekatan modelling menjadi unsur utama. Pembelajaran ini mempunyai ciri khas, penyampaian prosedural dilakukan dengan demonstrasi atau pemodelan yang tujuan utamanya memberikan pengetahuan secara langsung 3. Berpikir kreatif merupakan sebuah proses yang melibatkan unsur-unsur orisinalitas (originality), kelancaran (fluency), fleksibilitas (flexibility) dan, elaborasi (elaboration). Keempat indikator yang mengukur kemampuan berpikir kreatif tersebut dapat ditingkatkan melalui latihan dan lingkungan pada pembelajaran yang mendukung terhadap peningkatan kemampuan berpikir kelancaran, keluwesan, elaborasi dan keaslian. 4. Disposisi berpikir kreatif matematik merupakan hasil dari berpikir kreatif dalam pembelajaran matematika, yaitu kecenderungan peserta didik untuk berpikir dan bertindak positif dalam menghadapi pembelajaran matematika yang dihasilkan dari proses berpikir kreatif matematik. Untuk mengukur aspek pengukur kemampuan disposisi berpikir kreatif matematik peserta didik, dilakukan penyebaran skala disposisi berpikir kreatif setelah pembelajaran berlangsung.
48
H. Hipotesis dan Pertanyaan Penelitian 1. Hipotesis
Menurut Arikunto, Suharsimi (2010:110), “Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian”. Sudjana (2005:219), “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu yang sering dituntut untuk pengecekannya”. Berdasarkan rumusan masalah, landasan teoretis, dan anggapan dasar,
maka
penulis
merumuskan
hipotesis
penelitiannya
adalah:
“Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik lebih tinggi daripada penggunaan model pembelajaran langsung”. 2. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan pada penelitian ini yaitu: “Bagaimanakah
disposisi
berpikir
kreatif
peserta
didik
terhadap
penggunaan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share dengan Open Ended Problem pada pembelajaran matematika?” I. Prosedur Penelitian 1. Metode Penelitian
Menurut Arikunto, Suharsimi (2010:160) “Metode penelitian adalah cara
yang
digunakan
oleh
peneliti
dalam
mengumpulkan
data
penelitiannya”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
49
adalah metode kuasi eksperimen, sebab dalam penelitian ini, subjek penelitian tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan seadanya. Menurut Russefendi, E.T. (2010:35) “Penelitian kuasi eksperimen adalah penelitian yang melihat hubungan sebab akibat, tetapi perlakuan dan kontrolnya sudah terjadi serta pengawasan (kontrol) tidak dilakukan”. 2. Variabel Penelitian
Hadi, Sutrisno (Suharsimi, Arikunto, 2010:159) berpendapat “Varibel Penelitian adalah gejala yang bervariasi misalnya jenis kelamin. Gejala adalah objek penelitian, sehingga variabel adalah objek penelitian yang bervariasi”. Untuk itu, variabel dalam penelitian terdiri dari dua jenis, yaitu variabel yang mempengaruhi disebut variabel bebas ( X ), dan variabel terikat (Y ) sebagai variabel akibat. Variabel bebas ( X ) yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dengan Open Ended Problem dan pembelajaran langsung, sedangkan variabel terikatnya ( Y ) yaitu kemampuan berpikir kreatif matematik. 3. Populasi dan Sampel a. Populasi
Sudjana (2005:161) mengemukakan “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung atau pengukuran kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik sesuatu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh peserta didik kelas X
50
Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Kota Tasikmalaya tahun pelajaran 2013-2014. b. Sampel
Sudjana (2005:161) berpendapat, “sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu”. Menurut Ating dan Ali Muhidin (2006:63) “sampel adalah bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya”. Dalam penelitian ini sampel diambil sebanyak dua kelas secara random, karena setiap anggota dari populasi mempunyai kesempatan dan kebebasan yang sama untuk terambil serta rata-rata k elas kemampuannya relatif sama. Pengambilan sampel secara random yaitu dengan cara menuliskan nama masing-masing kelas populasi pada kertas kecil, lalu digulung dan dimasukkan pada suatu tempat kemudian dikocok dan diambil dua gulungan kertas, nama kelas yang tertera dalam gulungan inilah yang kemudian dijadikan sampel, pada pengambilan pertama ditentukan sebagai kelas eksperimen, dan pengambilan kedua ditentukan sebagai kelas kontrol. 4. Desain Penelitian
Arikunto, Suharsimi (2010: 90), mengatakan “Disain (design) penelitian adalah rencana atau rancangan yang dibuat oleh peneliti, sebagai ancar-ancar kegiatan yang dilaksanakan”. Desain penelitian merupakan rencana atau rancangan kegiatan yang dibuat oleh peneliti. Desain dalam penelitian ini adalah desain kelompok kontrol non-ekuivalen (nonequivalent
51
control group design). Menurut (Russefendi, E.T,2010:52) desain ini hampir sama dengan pretest-postest control group design, perbedaannya adalah kelas eksperimen maupun kontrol tidak dipilih secara random. Kelas eksperimen dalam penelitian ini adalah kelas yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem (X1), dan kelas kontrol adalah kelas yang memperoleh pembelajaran langsung (X 2). Setelah kedua kelas terbentuk, pada masing-masing kelas dilakukan pretest (0) dan postest (0) untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik. Diagram nonequivalent control group design sesuai dengan yang dikemukakan Ruseffendi, E. T. (2010:53) adalah sebagai berikut: O X1 O O X2 O Keterangan : X1 = Kelompok yang memperoleh perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan Open Ended Problem X2 = Kelompok yang memperoleh perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran langsung. O = Pretes dan postes 5.
Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.
52
a. Tahap Persiapan Pada tahap ini peneliti melaksanakan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Memperoleh surat keputusan dari Dekan FKIP Universitas Siliwangi tentang penetapan bimbingan skripsi, 2) Melakukan konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II dengan mengajukan judul atau permasalahan yang akan diteliti, kemudian ditanda tangani Dewan Bimbingan Skripsi (DBS), 3) Menyusun proposal penelitian yang kemudian dikonsultasikan dengan pembimbing I dan pembimbing II untuk diseminarkan, 4) Mengajukan permohonan penyelenggaraan seminar proposal penelitian kepada Dewan Bimbingan Skripsi (DBS), setelah proposal penelitian disetujui pembimbing I dan pembimbing II, 5) Melaksanakan seminar proposal penelitian, 6) Konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II untuk evaluasi atau perbaikan proposal penelitian, 7) Mengurus perizinan untuk pelaksanaan penelitian, 8) Konsultasi dengan pembimbing I dan pembimbing II mengenai pelaksanaan penelitian.
53
b. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini penulis melaksanakan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Konsultasi dengan Kepala Sekolah dan Guru Mata Pelajaran Matematika kelas X SMAN 8 Kota Tasikmalaya mengenai penelitian yang akan dilaksanakan, 2) Mengadakan observasi mengenai tempat penelitian dan kondisi lingkungan sekolah, 3) Melaksanakan pretes, 4) Melaksanakan pembelajaran dikelas eksperimen dengan menggunakan
model pembelajaaran kooperatif tipe TPS
dengan Open Ended Problem dan di kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran langsung, 5) Melaksanakan postes untuk memperoleh data penelitian, 6) Mengumpulkan data yang diperoleh yang selanjutnya untuk diolah dan dianalisis. c. Tahap Pengolahan dan Analisis Data 1) Pengolahan data hasil tes kemampuan pemecahan masalah, 2) Menganalisis data untuk menguji hipotesis , 3) Membuat kesimpulan dalam bentuk skripsi.
54
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik melalui model pembelajaran kooperatif TPS (Think Pair Share) dengan Open Ended Problem dilakukan pretes dan postes baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. a. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Tes kemampuan berpikir kreatif matematik di kelas eksperimen dan di kelas kontrol. Tes kemampuan berpikir kreatif matematik dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik yang dilakukan 2 kali yaitu pretes dan postes pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Untuk melihat peningkatan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik matematik peserta didik melalui model pembelajaran kooperatif Think Pair Share dengan Open Ended Problem dapat dilihat dari selisih pretes dan postes berupa tes kemampuan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik dalam materi geometri sebanyak 4 soal uraian dengan skor maksimal idealn ya (SMI) adalah 20 yang akan digunakan dalam pretes maupun postes. Pretes dan postes adalah tes-tes yang dipergunakan untuk melihat kemajuan peserta didik belajar dan sekaligus untuk melihat keberhasilan guru dalam mengajar.
55
b. Penyebaran Skala Disposisi Berpikir Kreatif Matematik Untuk mengetahui sikap disposisi berpikir kreatif peserta didik peserta didik pada penggunaan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share berbasis Open Ended , maka diberikan skala disposisi berpikir kreatif matematik setelah tes akhir. Penyebaran skala disposisi berpikir kreatif matematik untuk mengetahui disposisi berpikir kreatif matematik peserta didik. 7. Instrumen Penelitian
Arikunto, Suharsimi (2010:136) “Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah”. Instrumen digunakan untuk memperoleh data yang digunakan untuk menjawab penelitian. Instrumen yang digunakan adalah: a. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share dengan Open Ended Problem dan pembelajaran langsung. Materi yang diujikan yaitu materi Geometri. Untuk mendapatkan data tersebut diperlukan instrumen berupa Soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik melalui pretes dan postes. Kemudian hasilnya dianalisis untuk dapat diketahui validitas dan
56
reliabilitas soal. Untuk menguji validitas dan reliabilitas soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik sebelum diberikan kepada kelas sampel instrumen penelitian tersebut, terlebih dahulu diuji cobakan kepada peserta didik kelas XI dengan alasan peserta didik kelas XI sudah menerima materi geometri. Soal terdiri dari 4 buah butir soal kemampuan berpikir kreatif matematik berbentuk uraian dengan skor maksimum 20. Intrumen tes kemampuan berpikir kreatif matematik disusun berdasarkan indikator yang mengukur kemampuan berpikir kreatif matematik
yang
meliputi
empat
kemampuan
yaitu flexibility
(keluwesan), fluency (kelancaran), originality (keaslian) dan elaboration (elaborasi). Tabel 3 Kisi-kisi Soal Berpikir Kreatif Matematik Aspek yang diukur
Kelancaran Keluwesan Keaslian Elaborasi
Indikator yang diukur
Peserta didik mangemukakan berbagai ide untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan geometri Peserta didik mampu memecahkan masalah yang berkaitan geometri dengan cara yang beragam Peserta didik mampu memecahkan masalah yang berhubungan dengan geometri dengan cara sendiri Peserta didik mampu melengkapi dan merinci secara detil suatu situasi yang berkaitan dengan geometri
a. Uji Validitas Butir Soal Validitas soal merupakan derajat ketepatan soal. Menurut Ruseffendi, E.T. (2010:148) “Suatu instrumen dikatakan valid bila
57
instrumen itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang semestinya diukur, derajat ketepatan mengukurnya benar”. Pertama, menghitung koefisien validitas dalam penelitian yang akan dilaksanakan ini, peneliti menggunakan rumus korelasi product moment Angka Kasar Arikunto, Suharsimi (2010 :146) yaitu:
−∑∑ = ∑ ∑ − ∑ ∑ − ∑ Keterangan: r xy
= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
n
= Banyaknya subyek (responden)
x
= Skor setiap butir soal/ item pernyataan angket yang dicari validitasnya
y
= Skor total butir soal Kedua, Melakukan perhitungan uji-t dengan rumus :
−2 = 1− Keterangan: r
= Koefisien korelasi
n
= Banyaknya subyek (responden) Ketiga, mencari
dengan
= = −2
dan
taraf signifikansi α = 0,05 Keempat , membuat
kesimpulan, dengan kriteria pengujian
sebagai berikut: Jika
ℎ >
tidak valid
berarti valid atau
ℎ <
berarti
58
Kelima, Mengklasifikasikan interpretasi koefisien korelasi menurut Guilford, (Widaningsih, Dedeh,2012:4) sebagai berikut: 0,90 ≤ r xy ≤ 1,00 0,70 ≤ r xy < 0,90 0,40 ≤ r xy < 0,70 0,20 ≤ r xy < 0,40 0,00 < r xy < 0,20 r xy ≤ 0,00
Validitas sangat tinggi (sangat baik) Validitas tinggi (baik) Validitas sedang (cukup) Validitas rendah (kurang) Validitas sangat rendah, dan Tidak valid
b. Uji Reliabilitas Soal Tes Reliabilitas berhubungan dengan ketetapan. Menurut Arikunto, Suharsimi (2010:86) “Reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian Reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes”. Untuk mengukur reliabilitas tes bentuk uraian digunakan rumus Crounbach Alpha Widaningsih, Dedeh (2011:7) sebagai berikut:
∑ = −11− Keterangan: = Koefisien
r
11
reliabilitas
tes
kemampuan
berpikir
kreatif
matematik atau angket skala sikap peserta didik n
= Banyak butir soal
S
2
i
2
S t
= Jumlah varians skor setiap item = Varians skor total
Klasifikasi
interpretasi
koefisien
korelasi
(Widaningsih, Dedeh,2012:5) sebagai berikut:
menurut
Guilford,
59
0,20 ≤ 0,40 ≤ 0,70 ≤ 0,90 ≤
r 11 < 0,20 r 11 < 0,40 r 11 < 0,70 r 11 < 0,90 r 11 ≤ 1,00
reliabilitas sangat rendah reliabilitas rendah reliabilitas sedang reliabilitas tinggi reliabilitas sangat tinggi
b. Penyebaran Skala Disposisi Berpikir Kreatif Matematik Untuk mengetahui skala disposisi berpikir kreatif matematik pada penerapan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share dengan Open Ended Problem maka setelah pembelajaran dengan, peserta didik di kelas eksperimen diberikan skala disposisi berpikir kreatif yang terdiri dari 40 pernyataan, 20 pernyataan positif dan 20 pernyataan negatif.
No
1.
Tabel 4 Kisi-kisi Skala Disposisi Berpikir Kreatif Peserta Didik Nomor Pernyataan Dimensi Indikator Positif Negatif tertarik pada hal-hal yang abstrak, kompleks tekun, tidak mudah bosan, tidak kehabisan akal Kelancaran menunjukkan rasa ingin tahu 6 Soal 6 Soal (Fluency) dan minat yang luas berani mengambil resiko, bertanggung jawab dan komitmen pada tugas bersikap terbuka, toleran terhadap perbedaan pendapat
2.
Keluwesan (Flexibility)
3.
Keaslian (Originality)
fleksibel dalam berpikir dan merespons peka terhadap situasi lingkungan memiliki stabilitas emosional yang baik lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu percaya diri dan mandiri
6 Soal
6 Soal
4 Soal
4 Soal
60
No
Dimensi
3
Keaslian (Originality)
Nomor Pernyataan Positif Negatif
Indikator bebas menyatakan dan perasaan
pendapat
menghargai fantasi dan inisiatif 4.
Elaborasi (Elaboration)
mempunyai pendapat sendiri dan tidak terpengaruh oleh orang lain Jumlah Jumlah keseluruhan item pernyataan
4 Soal
4 Soal
20
20 40
8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
a. Teknik Pengolahan Data 1) Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik perlu diperhatikan dalam penskoran tes kemampuan berpikir kreatif matematik adalah pembobotan soal berdasarkan rubrik. Tabel 5 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Aspek yang Diukur
Skor
0 1 2 Kemampuan Kelancaran ( fluency)
3
4
5
Respon Peserta Didik pada Masalah
Tidak mengajukan pertanyaan/masalah dan jawaban Mengajukan pertanyaan matematik yang mempunyai jawab sederhana Mengajukan pertanyaan matematik yang jawabannya tidak langsung, dan penyelesaiannya masih salah Mengajukan pertanyaan matematik yang jawabannya tidak langsung dan penyelesaiannya benar Mengajukan pertanyaan matematik yang jawabannya tidak langsung, memberikan beberapa alternatif jawaban, tetapi penyelesaiannya masih salah Mengajukan beberapa pertanyaan yang jawabannya tidak langsung, memberikan beberapa alternatif, dan penyelesaiannya benar
61
Aspek yang Diukur
Skor
0 1 2 Kemampuan Keluwesan ( fleksibility)
3
4
5 0 1 Kemampuan Keaslian (Originality)
2
3
Kemampuan Keaslian (Originality)
Kemampuan Keterincian ( Elaboration)
Respon Peserta Didik pada Masalah
Tidak ada jawaban sama sekali Menyelesaikan masalah hanya dengan sebuah cara, dan masih salah dalam proses perhitungan Menyelesaikan masalah hanya dengan sebuah cara dan penyelesaiannya benar Menyelesaikan masalah dengan lebih dari satu cara tetapi salah dalam proses perhitungannya Menyelesaikan masalah lebih dari satu cara, dalam proses perhitungannya benar, tetapi masih kurang lengkap sehingga hasilnya salah Menyelesaikan masalah lebih dari satu cara, dan proses perhitungan serta hasilnya benar Tidak memberikan jawaban sama sekali Memberikan jawaban dengan bahasa dan caranya sendiri tetapi jawabannya salah Memberikan jawaban dengan cara baku/sudah biasa Memberikan jawaban dengan bahasa dan caranya sendiri tetapi tidak terarah sehingga hasilnya masih ada yang salah
4
Memberikan jawaban dengan bahasa dan caranya sendiri, prosesnya benar tetapi masih terdapat kekeliruan dalam perhitungan sehingga hasilnya salah
5
Memberikan jawaban dengan bahasa dan caranya sendiri, yang proses perhitungan dan hasilnya benar
0
Tidak memberikan jawaban/penyelesaian masalah
1
Memberikan jawaban tetapi salah
2
Merinci dan menjelaskan jawaban tetapi masih ada yang salah
3
Menyelesaikan masalah penyelesaian secara rinci
4
Menyelesaikan masalah disertai rincian tetapi masih terdapat kesalahan.
5
Menyelesaikan masalah dengan jelas, dan terinci serta hasilnya benar.
tanpa
disertai
Sumber: Wardani, Sri, (2008: 254) Perolehan data berasal dari hasil pretes dan postes yang telah diberikan di kelas kontrol dan di kelas eksperimen dengan menggunakan gain yang ternormalisasi. (Meltzer D.E., 2002:2)
62
score = maximpostumtestpossiscore−pretest ble score−pretest score Setelah
itu
data
dikelompokkan
untuk
dibuat
statistik
deskriptifnya. Skor gain ternormalisasi dikategorikan dalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Menurut Hake ( Meltzer D.E., 2002:2), kategori gain ternormalisasi sebagai berikut: Tabel 6 Klasifikasi Koefisien Gain Ternormalisasi
> 0, 7 0,3<≤0,≤30,7 Indeks Gain
Interpretasi Tinggi Sedang Rendah
2) Skala Disposisi Berpikir Kreatif Matematik Untuk mengetahui disposisi siswa dalam matematika dilakukan dengan menggunakan rating scale disposisi matematik yang disusun dan dikembangkan dengan mengacu pada indikatorindikator yang telah ditetapkan. Butir pernyataan disposisi berpikir kreatif matematik terdiri atas 40 item dengan empat pilihan yaitu HSL (Hampir Selalu), SS (Sangat Sering), KD (Kadang-kadang), SJ (Sangat Jarang), dan HTP (Hampir Tidak Pernah). Pemberian skor setiap pernyataan ditentukan berdasarkan distribusi jawaban yang diberikan peserta didik sehingga disebut dengan skala deviasi normal. Dengan cara ini skor HSL, SS, KD, SJ dan HTP, dari setiap pernyataan dapat berbeda-b eda tergantung pada sebaran respon peserta didik.
63
Sebagai ilustrasi, misalkan distribusi jawaban 42 orang responden dari hasil uji coba disajikan pada Tabel 6 berikut. Data memperlihatkan banyaknya peserta didik yang memberikan respon terhadap kategori HSL, SS, KD, SJ dan HTP dari pernyataan positif (nomor 1) dan pernyataan negatif (nomor 2), dengan banyak responden N = 42 orang. Tabel 6 Distribusi Respon Peserta Didik (Contoh) Nomor Respon Siswa Pernyataan HSL SS KD SJ HTP 1 (+) 3 20 16 3 0 2 (-) 1 9 16 13 3
Azwar, Syaifuddin (2012:67) menggunakan beberapa istilah untuk menentukan skala disposisi sebagai berikut, yaitu: a) b)
f adalah Frekuensi jawaban (f) untuk setiap kategori respon.
=
menyatakan proporsi yang diperoleh dari frekuensi
dibagi banyak responden. c)
pk menyatakan proporsi kumulatif yang diperoleh dari proporsi
dalam suatu kategori ditambah dengan proporsi semua kategori di sebelah kirinya. d)
− = +,
menyatakan
titik
tengah
proporsi
kumulatif yang dirumuskan sebagai setengah proporsi pada kategori yang bersangkutan (p) ditambah dengan proporsi kumulatif kumulatif pada kategori disebelah kirinya (pk b ).
64
e)
z menyatakan nilai z dari pk-t yang merupakan titik letak setiap
kategori respon sepanjang suatu kontinum yang berskala interval dan diperoleh dari tabel distribusi normal. f)
+∗
, yaitu peletakan titik terendah skor pilihan kategor
respon pada angka nol. Hasil dari
+∗
kemudian dibulatkan
untuk mendapat nilai bilangan bulat setiap kategori dalam skala interval pada setiap pernyataan. Berikut adalah contoh tahapan perhitungan skor kategori HSL, SS, KD, SJ dan HTP pada soal butir ke-1 (positif) (n=42) Tabel 7 Tabulasi Data Respon Subjek Terhadap Item 1(Contoh) Respon Siswa Proses Perhitungan HSL SS KD SJ HTP
Frekuensi (f)
3
20
16
3
0
0,07
0,48
0,38
0,07
0,0
Proporsi Kumulatif (pk) pk tengah
1,00
0,93
0,45
0,07
0,0
0,96
0,69
0,26
0,04
0,0
z z* = z + 3,09 Skor Skala (z* dibulatkan)
1,75 4,84
0,50 3,59
-0,64 2,45
-1,75 1,34
-3,09 0
5
4
2
1
0
Proporsi (p) =
f n
Berikut adalah contoh tahapan perhitungan skor kategori HSL, SS, KD, SJ dan HTP pada soal butir ke-2 (negatif) (n=42)
65
Tabel 8 Tabulasi Data Respon Subjek Terhadap Item 2 (Contoh) Proses Respon Siswa Perhitungan HSL SS KD SJ HTP f 1 9 16 13 3
p =
f n
pk pk tengah z z* = z + 2,33 Skor Skala (z* dibulatkan)
0,02
0,21
0,38
0,31
0,07
0,02 0,01 -2,33 0
0,24 0,13 -1,13 1,2
0,62 0,43 -0,18 2,15
0,93 0,77 0,74 3,07
1,00 0,96 1,75 4,08
0
1
2
3
4
Dari hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8 diperoleh: untuk pernyataan nomor 1(+), skor dari kategori HSL, SS, KD, SJ dan HTP secara berturut-turut adalah 5, 4, 2, 1, 0. Sedangkan untuk pernyataan nomor 2 (-), skor dari kategori HSL, SS, KD, SJ dan HTP secara berturut-turut adalah 0, 1, 2, 3, 4. b. Teknik Analisis Data 1) Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Ada tiga perlakuan dalam teknik analisis data tes kemampuan berpikir kreatif matematik, yaitu: a)
Membuat daftar distribusi frekuensi, distribusi frekuensi relatif, kumulatif dan histogram (Sudjana, 2005: 45 – 54)
b)
Menentukan ukuran statistik (1) Banyak data (n) (2) Data terbesar (db) (3) Data terkecil (dk)
66
(4) Rentang (r) (5) Rata-rata ( x ) (6) Median (Me) (7) Modus (Mo) (8) Standar deviasi (ds) c)
Uji Hipotesis (1) Gain ternormalisasi Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang belajar melalui model pembelajaaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem dengan peserta didik yang belajar melalui model pembelajaran pembelajaran,
langsung
sebelum
dilakukan
dan
sesudah
perhitungan
gain
ternormalisasi sebagai berikut: (Meltzer D.E., 2002:2)
− = −
(2) Uji persyaratan analisis (a) Menguji normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data gain yang berasal dari pretes dan postes baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol
berdistribusi
hipotesisnya adalah:
normal.
Pasangan
67
H0: sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1: sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal Rumus yang digunakan adalah: k
2
=
O
2
i
Ei Ei
i 1
Keterangan: Oi
= Frekuensi pengamatan.
Ei
= Frekuensi yang diharapkan
Kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika 2hitung < 2 (1 – )(db) dengan taraf
nyata pengujian 0,05 dan db
= k – 3. Dalam hal lainnya H 0 diterima. (b) Menguji homogenitas Pasangan hipotesis: H0:
= ≠
H1: Keterangan:
= =
= varians kelas eksperimen = varians kelas kontrol kedua variansi kelompok data homogen kedua
variansi
homogen
kelompok
data
tidak
68
Statistik yang digunakan adalah: F=
V b Vk
Keterangan: V b = Variansi besar Vk = Variansi kecil Kriteria pengujian adalah: tolak H 0 jika F >
Fα(nV
b
1) (n Vk 1) dengan taraf
nyata pengujian 0,05,
artinya variansi kedua populasi tidak homogen. Dalam hal lainnya H0 diterima. (c) Jika distribusinya normal, dilanjutkan dengan menghitung
kesamaan
dua
rata-rata
kedua
kelompok dengan menggunakan uji-t. (d) Jika distribusinya tidak normal, maka pengujian hipotesis menggunakan uji wilcoxon. (e) Jika kedua kelompok sampel berdistribusi normal tetapi variansnya tidak homogen, maka pengujian hipotesis menggunakan uji-t’. (3) Untuk uji hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Menurut Ruseffendi, E.T. (1998:315) rumus pengujian dua sampel bebas dan kedua variansi populasinya tidak diketahui tetapi diasumsikan sama adalah sebagai berikut:
69
Pasangan hipotesis: H0: x < y H1: x > y Keterangan: x
= parameter rerata gain kelas eksperimen
y
= parameter rerata gain kelas kontrol
=
peningkatan
kemampuan
berpkir
kreatif
matematik peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem tidak lebih tinggi atau sama dengan peningkatan
kemampuan
berpikir
kreatif
matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung.
=
Peningkatan
kemampuan
berpikir
kreatif
matematik peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem lebih
tinggi
dari
peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran langsung.
70
Rumus yang digunakan adalah:
X X Y Y 2
2
sx y
2
nx ny 2
dengan:
X X
= s x (n x 1)
Y Y
= s y (n y 1)
2
2
2
2
Maka dengan hipotesis nol H 0:
x
<
y,
uji
statistiknya XY
t=
1 1 n x n y
s xy 2
Keterangan: X
= rerata gain sampel kelas eksperimen
Y
= rerata gain sampel kelas kontrol
n
= ukuran sampel kelas eksperimen
x
ny
= ukuran sampel kelas kontrol
s
= deviasi baku sampel kelas eksperimen
x
sy
= deviasi baku sampel kelas kontrol Kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika thitung
> t (1α)(db) dengan
taraf nyata pengujian 0,05.
Artinya peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaaran kooperatif tipe Think Pair Share
71
dengan Open Ended Problem lebih tinggi daripada peserta
didik
yang
menggunakan
model
pembelajaran langsung. 2)
Skala Disposisi Berpikir Kreatif Matematik Peserta didik Setelah menganalisis data angket disposisi berpikir kreatif matematik peserta didik terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran model pembelajaaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan Open Ended Problem peneliti memberikan kategori-kategori skala disposisi berpikir kreatif matematik peserta didik pada kelas eksperiment kedalam tiga kategori, yaitu kategori rendah, kategori sedang dan kategori tnggi. Kategori tersebut menurut Azwar, Saifudin (2012:149) adalah sebagai berikut:
< −1, 0 −1,+1,00 ≤≤ < +1,0
Rendah Sedang Tinggi
Keterangan: X = Skor yang diperoleh
= Mean teoritik (Banyaknya pernyataan × 3 ) = Standar Deviasi (Luas Sebaran/6)
72
9. Waktu dan Tempat Penelitian
a. Waktu Penelitian Penelitian dimulai bulan November 2013 sejak diterima SK sampai dengan bulan Mei 2014. Untuk lebih jelasnya disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 9 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian
3
3 2
2 v N
Mendapatkan SK Bimbingan Skripsi dan pengajuan judul
2 3
Pembuatan Proposal Penelitian Seminar Proposal Penelitian
4 5 6
Mendapat Surat Ijin Penelitian Melakukan Observasi Penyusunan Perangkat Tes
8 9
Melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, uji coba instrumen di luar sampel Pengumpulan Data Pengolahan Data
10 11
Penyelesaian Skripsi Sidang Skripsi
12
Wisuda
7
b.
4
se n
2
2 r
r
ie
2
0
0 J
a
1
0
0 D
4 2
1
4 2
1
4 1
1 0
o
1
4
0
Jenis Kegiatan
No
1 1
F
be M
a A
p
0 M
Tempat Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di kelas X SMAN 8 Kota Tasikmalaya yang beralamat jalan Mulyasari No.03 Tasikmalaya. Kurikulum yang dilaksanakan di SMAN 8 Kota Tasikmalaya pada
73
kelas X telah mengimplementasikan kurikulum 2013. Kode pos 46196 Fax/Telp. (0265) 321521.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus (2010). Kemampuan Menulis dan Berbicara Akademik. Bandung: Rizqi Press. Ating dan Ali Muhidin (2006). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia. Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, Saifuffin. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Dahar, R.W (2006). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga. Filsaime, K.D. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis Dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka Karya. Fitri Apriliani, Setiadiningrat. (2013 ). Penerapan Pembelajaran Problem Posing dengan teknik Think Pair Share Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak Diterbitkan. Hake, R. (1999) Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanics with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization [Online]. Tersedia. http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf/. [5 Desember 2013]. Kagan, Spencer (2013). Tips for Formal and Base Cooperative Learning Groups. http://www.edmondschools.net/Portals/0/docs/STEPS%20SS/Cooperative%20Lea rning%20Overview.pdf . [6 Desember 2013]
Khoerunisa, Nurmalita (2013). Penerapan Model Pembelajaran Investigasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP di Kota Cimahi. Skripsi UPI. Tidak Diterbitkan. Lie, Anita. (2003). Cooperative Learning (Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas). Jakarta: Grasindo. Mahmudi, Ali (2008). “Mengembangkan Soal Terbuka (Open Ended) dalam Pembelajaran Matematika”. Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Yogyakarta. Yogyakarta.
74
75
Meltzer, D.E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics; A Possible Hidden Variabel in Diagnostic Pretes Score.[online]. Tersedia: http://www.physicseducation.net/docs/Addendum_on_normalized_gain. [4 November 2013]. NCTM. (1997). The Open Ended Approach A New Proposal for Teaching Mathematiccs. Virginia: NCTM. Pelatihan Kurikulum 2013 Provinsi Jawa Barat. (2013a). 21 st Century Teaching & Learning. Jakarta: Depdikbud Pelatihan Kurikulum 2013 Provinsi Jawa Barat. (2013b). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi Bagi Guru Mata Pelajaran. Jakarta: Depdikbud. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013. Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Rahmadonna, Sisca (2012). Teori Belajar Sosiokultur (Lev Vygotsky) http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/sisca-rahmadonna-spdmpd/Teori%20Belajar%20Sosiokultur.pdf [6 Desember 2013] Rasyid, Ridla.(2013). Pengaruh Penggunaan Pendekatan Open Ended Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik. Skripsi UNSIL. Tidak Diterbitkan. Ratnaningsih, Nani. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi UPI. Tidak Diterbitkan. Ruyanto, Yatim (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Bandung. Mulia Mandiri Press. Russefendi, E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian. Bandung. IKIP Bandung Press. Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito. Sagala, Syaiful. (2012). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.