LAPORAN
DESAIN II PROPELLER dan SISTEM PERPOROSAN
(ME091318) SEMESTER GENAP 2011/2012
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
KATA PENGANTAR Segala puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridho dan rahmat-Nya laporan ini dapat diselesaikan. Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Desain II : Propeller dan Sistem Perporosan (ME091318) Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Dalam proses penyusunan tulisan ini penulis telah mendapatkan m endapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga penulispun mengucapkan terima kasih khususnya kepada :
1. Ayah dan Ibu yang selalu memberi dukungan d engan mengerti kesibukan penulis. 2. Bapak Ir. H. Agoes Santoso MSc. Mphil selaku koordinator dan Bapak Dr. I Made Ariana, ST.MT. selaku dosen pembimbing mata kuliah Desain II : Propeller dan Sistem Perporosan yang telah memberikan pengarahan dalam perkuliahan dan p egerjaan tugas ini. 3. Saudaraku
Bireme’08 yang telah memberi spirit untuk tetap bertahan dengan segala keadaan
yang ada serta berkenan untuk saling berbagi i lmu dalam perngerjaan tugas ini. Serta, 4. Pihak lain yang tidak dapat sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
DAFTAR ISI PERNYATAAN PERNYATAAN............................ ............................ ........................... . Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR........................................................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ iii BAB I FILOSOFI RANCANGAN............................ ........................... ............................ ...................... 4 BAB II DETAIL LANGKAH dan PERHITUNGAN ............................... ............................ ................. 6 II.1. PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA .......................... ............................ ................. 6 II.1.1. PERHITUNGAN TAHANAN KAPAL...................................... ............................ ............. 6 II.1.2. PERHITUNGAN DAYA MOTOR PENGGERAK UTAMA KAPAL. .................. .......... 10 II.2. PEMILIHAN PROPELLER dan PEMERIKSAAN KAVITASI .......................... .................... 13 II.2.1. Pemilihan Propeller. ........................... ............................ ........................... ......................... 13 II.2.1. Perhitungan Kavitasi .......................... ............................ ............................ ........................ 15 II.3. ENGINE PROPELLER MATCHING ......................... ........................... ............................ ...... 16 II.4. GEOMETRI PROPELLER ...................................................................................................... 21 II.5. PERENCANAAN PERENCANAAN POROS dan PERLENGKAPAN PERLENGKAPAN PROPELLER ......................... ............... 26 II.5.1.Perencanaan II.5.1.Perencanaan Poros ....................................... ........................... ............................. ............... 26
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
BAB I FILOSOFI RANCANGAN Mata kuliah Desain II : Propeler dan Sistem Perporosan merupakan mata kuliah wajib di jurusan teknik sistem perkapalan yang menitik beratkan pada penentuan bentuk dan jenis dari komponen peggerak kapal berupa propeler dan bentuk sistem transmisi tenaga yang berupa poros propeler, bantalan dan stern tube.
Perencanaan/ desain propeler dan sistem perporosan adalah hal yang vital. Hal ini dikarenakan agar kapal dapat mencapai kecepatan sesuai dengan yang diinginkan diperlukan gaya dorong untuk melawan tahanan kapal. Hal ini berkaitan dengan pemilihan motor penggerak utama kapal sebagai penghasil gaya dorong yang sesuai dengan kebutuhan kapal. Tipe propeller serta diameter poros yang sesuai dan memenuhi syarat juga perlu direncanakan agar daya motor penggerak utama dapat menghasilkan daya dorong yang maksimal untuk menghasilkan kecepatan kapal sesuai dengan yang diinginkan.
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Engine Propeller Matching (EPM). Ketika engine dan propeller telah sesuai maka perencanaan dapat dilanjutkan ke perencanaan poros propeller. Dalam perencanaan poros data yang diperlukan adalah besarnya daya yang ditransmisikan ke propeller yang disebut dengan SHP dan besarnya torsi yang diterima oleh poros tersebut. Karena propeller ini menembus badan kapal maka diperlukan diperlukan suatu alat yang berfungsi berfungsi untuk mengurangi air yang masuk ke dalam kapal. Alat tersebut biasa dinamakan dengan stern tube. Sehingga untuk langkah selanjutnya adalah menghitung atau merencanakan merencanakan stern tube.
Dalam laporan ini juga akan dihitung mengenai perencanaan boss propeller, kopling, tebal bantalan, pasak, tebal bantalan, stern post, intermediate shaft serta kopling penghubung antara poros propeller dan poros intermediate.
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, maka runtutan pengerjaan Desain II : Propeller dan Sistem Perporosan ini adalah sebagai berikut : Pemilihan motor penggerak utama o
Perhitungan tahanan kapal.
o
Perhitungan daya motor penggerak utama kapal.
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
BAB II DETAIL DETAIL LANGKAH dan PERHITUNGAN
II.1. PEMILIHAN MOTOR PENGGERAK UTAMA Tujuan dari pemilihan motor penggerak utama kapal adalah menentukan jenis serta type dari motor penggerak utama kapal yang sesuai dengan kebutuhan kapal. Kebutuhan ini didasarkan dari besarnya tahanan kapal yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya dimensi utama kapal serta kecepatan dan rute kapal yang diinginkan. Langkah – langkah dalam pemilihan motor penggerak utama kapal antara lain : 1. Menghitung besarnya tahanan kapal. 2. Menghitung besarnya kebutuhan daya motor penggerak utama kapal dan Menentukan jenis dan type type dari motor penggerak penggerak utama kapal. II.1.1. PERHITUNGAN PERHITUNGAN TAHANAN TAHANAN KAPAL Tahanan(resistance) kapal pada suatu kecepatan adalah gaya fluida yang bekerja pada kapal sedemikian rupa hingga melawan gerakan kapal tersebut. Tahanan tersebut sama
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Pada perhitungan tahanan, ditentukan terlebih dahulu koefisien masing-masing tahanan yang dapat diperoleh dari diagram-diagram dan tabel-tabel. Pada perhitungan digunakan pedoman pada buku Tahanan dan Propulsi Kapal (Sv. Harvald). Data-data ukuran utama kapal diambil dari Tugas Rencana Garis (Lines plan) yang telah dilalui mahasiswa pada semester sebelumnya. Algoritma dari perhitungan perhitungan tahanan tahanan kapal adalah adalah sebagai berikut: berikut:
1. Volume Displasement = Lwl x B x T x 3 = 9402,12 m
(Handout (Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)
2. Berat Displasement :
= Lwl x B x T x = 9637,173 ton
x
(Handout (Handout mata kuliah Teori Bangunan Kapal)
3. Luas Permukaan Basah S = 1,025.Lpp (.B+1,7T) 2 = 2751,182m (Harvald 5.5.31, Tahanan dan Propulsi Kapal, hal 113)
4. menghitung angka froude
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Sebelum melakukan perhitungan tahan suatu kapal yang diketahui terlebih dahulu yaitu coefisien pada tahan tersebut, berikut ini merupakan penjelasan dari perhitungan coifisien dari tahanan yang terjadi pada kapal. 6.1.coifisien Tahanan Gesek (C f ) Cf
=
0,075 (log Rn 2)
2
= 0,0015643 (Harvald 5.5.31, Tahan dan Propulsi Kapal, hal 118)
Pada perhitungan tahanan gesek tidak ada koreksi anggota badan kapal yang meliputi daun kemudi, lunas bilga, boss baling-baling, bal ing-baling, dan poros baling-baling, karena permukaan permukaan basah anggota anggota badan kapal relatif kecil, sehingga sehingga dapat dapat diabaikan. 6.2.Coifisien Menghitung Tahanan Sisa (C R) CR atau tahanan sisa kapal dapat ditentukan melalui diagram GuldhammerHarvald yang hasilnya adalah sebagai berikut be rikut 1. Interpolasi Diagram L/(
1/3
)
= 149.76/ (20639.83813)
1/3
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
10³CRB/T=10³CR (B/T) + 0.16 ( B/T - 2.5 ) Dan untuk nilai CR yang digunakan merupakan nilai CR dari hasil interpolasi. Sehingga dari rumusan di atas di dapat nilai 10³CR B/T Sebesar 1,320755352 Penyimpangan Lcb Untuk koreksi ini dilakukan apabila apabila nilai Lcb kapal kapal berada di depan lcb standar yang di dapat dari diagaram, untuk mengetahuinya dilakukan perhitungan seperti berikut ini : ∆LCB =
LCB - LCB standard (LCB in %)
= 0.3 % -1.5 % = -1,20 % Koreksi LCB dilakukan jika letak dari L CB berada di depan L CBstandar. Karena hal ini tidak terpenuhi, maka koreksi LCB tidak diperlukan. Koreksi badan kapal Dalam hal ini, yang perlu dikoreksi adalah karena adanya boss baling – baling sebesar 3-5% , sehingga CR dinaikkkan sebesar 5% . dan didapatkan rumusan sebagai berikut 103Cr BK=103Cr B/T+5%x103Cr B/T Dan dari rumusan tersebut di dapat nilai CR untuk badan kapal sebesar 0,001386793 6.3.coefisien tahanan tambahan (C a) koreksi ini dilakukan berdasarkan besar nilai displacement dari kapal. Untuk
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Jadi, tahanan totalnya adalah : Rt = CT x 0.5 x ρ airlaut x Vs² x S = 352427,53 N =352,428 KN Dalam hal ini tahanan total masih dalam pelayaran percobaan, untuk kondisi rata-rata pelayaran dinas harus diberikan kelonggaran tambahan pada tahanan dan daya efektif. Kelonggaran rata-rata untuk pelayaran dinas disebut sea margin/service margin. Untuk rute pelayaran Laut di daerah Asia Timur sea marginnya adalah sebesar 15-20%,diambil sea margin 15%, maka : Rt dinas
=(1+15%) x Rt = 405,29 KN
II.1.2. PERHITUNGAN PERHITUNGAN DAYA MOTOR MOTOR PENGGERAK UTAMA UTAMA KAPAL. Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan tertentu, maka akan mengalami gaya hambat ( resistance ) yang berlawanan dengan arah gerak kapal tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu diatasi oleh gaya dorong kapal (thrust ) yang dihasilkan dari kerja alat gerak kapal ( propulsor ). ). Daya yang disalurkan (PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan Daya Poros
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Dimana, Pc = ηH x ηrr x ηo Dari rumusan di atas untuk mengetahui nilai DHP harus di cari dahulu nilai dari Coeffisien Propulsif (Pc) yang terdari dari : 2.1. Effisiensi lambung ( η H ) Untuk mengetahui efisiensi lambung digunakan formula : ηH = (1-t)/(1-w) dan dalam hal ini harus di cari nilai w dan t seperti berikut ini : Perhitungan Wake Friction (w)
Adalah perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan aliran air yang menuju ke baling-baling, perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan aliran air akan menghasilkan harga koefisien arus ikut.Didalam perencanaan ini menggunakan single screw propeller , sehingga : w
= 0.5Cb - 0.05 = 0,2575
Perhitungan Thrust Deduction Factor (t)
Gaya dorong T yang diperlukan untuk mendorong kapal harus lebih besar dari R kapal, selisih antara T dengan R = T – R disebut penambahan tahanan, yang pada prakteknya hal ini dianggap sebagai
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
3. Perhitungan Shaft Horse Power (SHP) (S HP) Untuk kapal dengan perletakan kamar mesin yang berada di belakang kapal, kerugian mekanisnya sebesar 2%. Akan tetapi apabila perletakan kamar mesin tersebut berada di tengah kapal maka kerugian mekanis yang ditimbulkan adalah 3%. Dalam perencanaan ini, kamar mesin kapal akan diletakkan di belakang kamar mesin, sehingga menggunakan menggunakan nilai kerugian mekanis sebesar 2%.
= DHP/ηsηb
SHP
= 8374,860 HP = 6245,133 KW (Dwi Priyanta Lecturer for PKM 2, Page7-11) 4. Perhitungan Power Main Engine a. BHP Scr
Karena efek dari Transmition system efficiency(ηG), kapal ini tidak menggunakan reducion gears, maka nilai ηG=1. (Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 120)
BHPscr
=
SHP/ηG
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Dari hasil perhitungan tersebut dapat ditentukan bahwa mesin penggerak utama yang di gunakan adalah mesin MAN & BW dengan type L42 MC untuk lebih detailnya terlampir.
II.2. PEMILIHAN PROPELLER dan PEMERIKSAAN KAVITASI II.2.1. Pemilihan Propeller. Tujuan dari pemilihan type propeller adalah menentukan karakteristik propeller yang sesuai dengan karakteristik badan kapal dan besarnya daya yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal. Dengan diperolehnya karakteristik type propeller maka dapat ditentukan efisiensi daya yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller. Langkah – langkah dalam pemilihan type propeller : 1. putaran propeller (np) Putaran propeller didapatkan dari putaran main engine. Np
= 176 rpm
2. wake friction Wake friction adalah perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan aliran air yang menuju ke baling-baling, dimana perbedaan ini akan menghasilkan harga koefisien arus ikut.
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
5. Pembacaan Grafik Pembacaan grafik Bp dilakukan untuk memperoleh nilai P/D dan 1/J 0. sebelum membaca grafik, terlebih dahulu dihitung nilai dari 0.1739 Bp , nilai inilah yang akan menjadi patokan dalam pembacaan grafik. Cara pembacaan grafik adalah dengan menarik garis lurus keatas dari nilai
0.1739 Bp yang sudah dihitung sampai memotong garis lengkung memanjang. Kemudian dari perpotongan ini ditarik garis lurus horizontal sehingga diperoleh nilai P/D. Untuk mengetahui nilai 1/J 0 maka dari perpotongan tadi dibuat garis melengkung yang serupa dengan garis melengkung yang terdekat. terdeka t. Nilai 1/J0 digunakan untuk menghitung diameter.
0
menghitung koefisien advance (δ 0) yang digunakan untuk
1 / J 0 0.009875
6. Perbandingan Db dan Dmax
(terlampir)
Nilai Db harus lebih kecil dari nilai Dmax.
Propeller dan Sistem Perporosan diperoleh nilai P/Db. Untuk mengetahui nilai
2012
η dari propeller maka dari perpotongan
tadi ditarik garis lengkung sejajar dengan grafik effisiensi yang terdekat sehingga didapatkan η-nya sebesar 0,574. II.2.1. Perhitungan Perhitungan Kavitasi Kavitasi Kavitasi adalah peristiwa munculnya gelembung – gelembung uap air pada permukaan daun propeller yang mana disebabkan oleh perbedaan tekanan yang besar pada tekanan pada back dan tekanan yang terjadi pada face. Peristiwa kavitasi ini sangat merugikan bagi propeller karena gelembung – gelembung uap air yang muncul dapat bersifat korosif dan mengikis permukaan daun propeller, sehingga mengakibatkan menurunnya menurunnya effisiensi effi siensi propeller karena kerusakan pada propeller itu sendiri. Perhitungan kavitasi sangat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa propeller yang dipakai bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh proses kavitasi yang terjadi pada daun propeller. Diagram yang digunakan dalam perhitungan kavitasi adalah diagram Burril. Sebelum membaca diagram Burril. LANGKAH PERHITUNGAN KAVITASI.
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Untuk membaca diagram Burril’s terlebih dahulu dicari nilai dari σ 0.7R yang merupakan patokan dalam pembacaan diagram diagram Burril.
σ 0.7R = (188.2+(19.62 x 5.07)) / (Va 2+(4.836 x (N2) x (Db x 0.3048) 2)) Setelah nilai
σ 0.7R diketahui, maka nilai τc dapat diketahui dengan pembacaan
diagram Burril. Cara pembacaan diagram adalah dengan menarik garis vertical keatas pada nilai
σ 0.7R sampai memotong garis putus – putus yang kedua
(Suggested upper limit for merchant ship propellers). Dari perpotongan ini maka
ditarik garis horizontal sehingga didapatkan nilai τc. Suatu propeller dikatakan tidak mengalami kavitasi apabila :
τc hitungan < τc diagram. Besarnya clearane propeller dapat diperoleh setelah perhitungan kavitasi dilakukan. clearance propeller =
(Db x 0.3048)+(0.03 x Db x 0.3048)+(0.08x
Db x 0.3048) clearance propeller akan terpenuhi apabila 0.7 T < clearance prop. Akhirnya, pemilihan propeller dapat dilakukan dengan memilih type propeller
Propeller dan Sistem Perporosan t
= 0.232
w
= 0.258
Vs
= 16.5 knot
Ρ air laut
= 1025 kg/m
3
8.49 m/s
Data Propeller
Data propeller ini berasal dari type propeller yang telah dipilih. Type Propeller Propell er
= B5 – 90
η propeller
= 57.4 %
(P/D)
= 0.85
Diameter (m)
= 4.2
Rpm Propeller
= 176
Menghitung koefisien
0.5 C T S (1 t )(1 w) 2 D 2
2012
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Lalu kurva KT - J tersebut diplotkan ke kurva open water propeller untuk mendapatkan titik operasi propeller. Pada langkah ini, dibutuhkan grafik open water test untuk propeller yang telah dipilih, yakni B5 – 90. Setelah itu dicari nilai nilai masing-masing dari KT, 10KQ, 10KQ, dan
η
behind the ship. Tentu saja dengan berpatokan pada nilai P/Db yang telah didapat pada waktu pemilihan propeller. Sehingga dari kurva open water B5 – 90 didapatkan data sebagai berikut :
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Berdasarkan pembacaan grafik maka didapatkan hasil : 1. Titik operasi propeller pada kondisi trial : J
=
0.55
KT
=
0.18
10KQ =
0.274
Dimana : J
=
Koefisien advance advance
KT
=
Koefisien gaya dorong
10KQ =
Koefisien torsi
Efisiensi propeller behind the ship
=
Dari harga J yang di dapat diatas kita dapat mengetahui harga n (putaran) propeller yang bekerja pada effisiensi tersebut. t ersebut. n
= Va / JxD
n
= 2,7 rps
Propeller dan Sistem Perporosan SHP d.
2012
= DHP/(ηsηb)
Perhitungan daya penggerak utama (BHP) 1.
ηg = 98% untuk single reduction gears
2.
ηg = 99% reversing reduction gears
Karena jenis mesin adalah reversible engine dan dimana putaran Engine adalah putaran rendah, maka dalam perencanaan tidak memnggunakan Gear Box. Sehingga nilai BHPscr = SHP Setelah didapatkan berapa daya mesin yang baru maka kita bisa mengetahui apakah propeller yang kita pakai sudah sesuai apa tidak dengan mesin yang kita gunakan Diketahui Spesifikasi Engine sebagai berikut : 1. Max Engine (HP)
: 6965
2. Putaran Engine (rpm)
: 176
3. Putaran Propeller (rpm)
: 176
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
II.4. GEOMETRI PROPELLER
Didalam melakukan perancangan propeller, pertama-tama yang harus dipahami adalah mengenai beberapa definisi yang mempunyai korelasi langsung terhadap perancangan tersebut (seperti yang ditunjukkan dalam gambar dibawah ), meliputi Power , Velocities, Forces, dan Efficiencies.
Ada 3 (tiga) parameter utama dalam propeller design, antara lain : a. Delivered Power (Pd) b. Rate of rotation (N) c. Speed of Advance (Va) Adapun definisi dari masing-masing Kondisi Perancangan adalah sebagai sebagai berikut : Delivered Power (Pd), adalah power yang di-absorb oleh propeller dari Shafting System untuk diubah menjadi Thrust Power (Pt). Rate of Rotation (N), adalah putaran propeller.
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Dimana : Cr adalah chord length dari blade section pada setiap radius r/R ar adalah jarak antara leading edge ke generator line pada setiap radius r/R Sr adalah maximum blade thickness pada setiap radius r/R. Pernyataan diatas dikutip dari Propeller Design By Bapak Suryo W. Adji yang ditampilkan bahwa
“Cr adalah Chod lenght dari blade section pada setiap radius r/R; ar
adalah jarak antara leading edge ke generator pada setiap radius r/R; Sr adalah maximum
blade thickness pada setiap set iap radius r/R. “ Titik-titik koordinat yang dibutuhkan oleh profil dapat dihitung dengan formulasi yang diberikan oleh Van Gent et al (1973) dan Van Oossanen (1974) adalah sebagai sebagai berikut :
Yang mana pernyataan dibawah ini yang dikutip dari Propeller Design By Bapak Suryo
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
KETERANGAN : CL = Center Line LE =Leading Edge TE = Trailing Edge Cr =chord lenght dari blade blade section section pada setiap radius r/R Ar =jarak antara antara LE LE ke CL pada setiap radius r/R Br =jarak antara antara TE ke CL pada setiap radius radius r/R r/R Sr
=maximum blade thicness pada setiap radius r/R
1. Berdasarkan formula (Cr.Z)/(D(Ae/Ao) maka kita akan meperoleh nilai Cr. Misalkan perhitungan pada r/R 0.3 maka Cr = (1.882 D x Ae/Ao)/Z.
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
4. Untuk mencari nilai ketebalan maksimum kita menggunakan formula Sr/D = Ar-BrZ, dimana dengan nilai-nilai yang telah kita peroleh diatas maka kita akan mendapatkan nilai Sr dengan algoritma sebagai sebagai berikut : Sr
= D(Ar-BrZ) = 121 mm
Untuk memperoleh panjang bagian trailing edge maka kita mendapatkan nilai tersebut dengan mengurangkan mengurangkan nilai dari Cr dengan Ar yaitu sbb : Cr – Ar = 1816 – 1113 = 550 mm 4.1. Perhitungan Trailing Edge. a. Perhitungan Y face. Yface = V1(tmax – tte). Maka Y face pada bagian 20% panjang trailing edge adalah Nilai V1 pada tabel trailing edge yang yang bernilai negatif negatif maksimum pada r/R 0,2 adalah :
dikalikan dengan dengan nilai ketebalan
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Y back = (0.0172 + 0.9446). 0.1412 = 0,0006923 Dengan perhitungan yang sama maka dapat diketahui nilai-nilai panjang Y back pada Trailing Trailing Edge sebagai berikut berikut :
4.2. Perhitungan Leading Edge. a. Perhitungan Y face Yface = V1(tmax – tle). Maka Y face pada bagian 20% panjang trailing edge adalah Nilai V1 pada tabel trailing edge yang yang bernilai bernilai positif maksimum pada r/R 0,2 adalah :
dikalikan dengan dengan nilai ketebalan ketebalan
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
= 0,141276 Dengan perhitungan yang sama maka dapat diketahui nilai-nilai panjang Y face pada Leading Edge sebagai berikut :
4.3. Distribusi Pitch. D
:
4290,00 m m
P/D
:
0,85
P
:
3646,5 m m
P/2π
:
580,65287 m m
Propeller dan Sistem Perporosan fc
2012
= 1.0 – 1.5 (Daya normal)
Maka Daya Perencanaan : Pd
= fc x SHP = 6245 KW
2. Menghitung kebutuhan torsi dimana N adalah putaran propeller, dalam perencanaan ini putaran propeller didapatkan sebesar = 162 Rpm
Pd N
74 105 T 9, 74
5
= 9.74 x 10 x ( 6245 / 162 ) = 37608677 kg.mm 3. Menghitung tegangan tegangan yang diijinkan dii jinkan
Propeller dan Sistem Perporosan
Diameter Poros
2012
Diambil Ds sebesar 380 mm
(Ir. Sularso, MSME DASAR PEMILIHAN DAN PERENCANAAN PERE NCANAAN ELEMEN MESIN)
5. Pemeriksaan Persyaratan (koreksi) Persyaratan Diameter poros menurut BKI adalah sebagai berikut : Berdasarkan BKI vol. III section 4 . C.2 tentang sistem dan diameter poros adalah ;
√ { } Dimana :
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
560 560 550 160 160 = 550
Cw
= 0,79 F
= Faktor tipe instalasi penggerak penggerak untuk propeller (shaft) = 100
k
= 1
Sehingga dari dari persyaratan menurut BKI harga Ds berdasarkan berdasarkan perhitungan telah memenuhi syarat ; 378 mm > 312 mm Ds
Ds’
Pemilihan diameter direncanakan antara range batas minimum dari peraturan BKI dan batasan maksimum hasil perhitungan , dengan demikian maka diameter poros berada pada range tersebut. Dengan mempertimbangkan besarnya diameter propeller sebesar 4.1 m maka diambil besar Ds = 380 mm.
Propeller dan Sistem Perporosan = Jari – jari dari blade back ( m )
rB
1. Boss Propeller a) Diameter Boss Propeller Db
=
0,8 x Dprop
Db
=
684 mm
tr
=
0,045 x Dprop
tr
=
183,15 mm
b) Diameter Boss Propeller terkecil (Dba) Dba/Db
= 0,85 s/d 0,9 diambil 0,85
Dba
= 0,85 x Db = 581,4 mm
c) Diameter Boss Propeller terbesar (Dbf) Dbf/Db
1,05
1,1 diambil 1,05
2012
Propeller dan Sistem Perporosan rf/tr
2012
= 0,75
rf
= 0,75 x tr
rf
= 137 mm
rb/tr = 1
rb
= 1 x tr
rb
= 183,15 mm
2. Selubung poros Sleeve atau selubung poros merupakan selongsong yang digunakan sebagai bantalan penumpu bearing untuk mengurangi gesekan bearing dengan poros juga sebagai seal untuk mencegah kebocoran minyak pelumas (jika digunakan pelumasan minyak) atau sebagai pencegah korosi akibat air laut jika digunakan pelumasan pelumasan air. Ketebalan Ketebalan sleeve sleeve ditentukan sebagai sebagai berikut : s
0,03 Ds + 7,5
s
12,15
Propeller dan Sistem Perporosan Da
= Ds - 2x
Da
= 331,36 mm
2012
d) Diameter Luar Pengikat Boss Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga diameter luar pengikat boss atau Du tidak boleh kurang dari 60 % diameter poros. dn
= 60%. Ds
dn
= 228 mm
4. Mur pengikat propeller a) Diameter Luar Ulir(d) Menurut BKI Vol. III, diameter luar ulir(d) diameter konis yang besar : d
0,6 x Ds
d
228 mm
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
5. Perencanaan Pasak Propeller Dasar perancanaan pasak diambil dari buku Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin Ir. Soelarso Ms.Me. Dalam menentukan dimensi dan spesifikasi
pasak
propeller
yang
diperlukan,
berikut
ini
urutan
perhitungannya: a) Momen Torsi pada pasak Momen torsi (Mt) yang terjadi pada pasak yang direncanakan adalah sebagai berikut :
dimana : Mt DHP
= momen torsi (Kg.m) = delivery horse power
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
Tebal pasak (t) t
= 1/6 x Ds
t
= 63,3 mm
Radius ujung pasak (R) R
= 0,0125 x Ds
R
= 47,5 mm
Kedalaman alur pasak pada poros (t 1) t1 = 0, 5 x t t1 = 31,67 mm
6. Kopling Ukuran Kopling Kopling yang direncanakan diesesuaikan dengan kopling gear box yang digunakan. Bahan material yang digunakan adalah SF 55 dengan kekuatan
Propeller dan Sistem Perporosan Da
= Ds – 2 x
Da
= 264 mm
Diameter Lingkaran Baut yang Direncanakan
Db
= 2,6 x Ds
Db
= 785,2 mm
Diameter luar kopling
Dout = (3 – 5,8) x Ds Diambil Dout = 4,45 x Ds Dout = 1344 mm Ketebalan flange kopling
Berdasarkan BKI Volume III section 4
2012
Propeller dan Sistem Perporosan Z
= Jumlah baut = 8 buah
Rm
= 550 N/m
2
Sehingga
Df
= 16 x ( Pw 10 / ( n D z Rm) )
Df
= 77 mm
6
Mur Pengikat Flens Kopling
a. Diameter luar mur D0
= 2 xdiameter xdiameter luar ulir (df)
D0
= 154 mm
b. Tinggi mur H= (0,8~1) x df H= 62 mm 7. Mur Pengikat Kopling
2012
Propeller dan Sistem Perporosan Do
2012
= 362 mm
d) Tebal/tinggi mur Dari sularso untuk ukuran standar tebal tebal mur adalah (0,8~1) (0,8~1) diameter luar ulir, sehingga: H
= 0,8 x d
H
= 145 mm
II.6. PERENCANAAN STERNTUBE II.6.1.
Jenis Pelumasan Pelumasan Jenis pelumasan poros propeller kapal ini direncanakan menggunakan sistem pelumasan air laut.
II.6.2.
Panjang Tabung Tabung Poros Propeller Propeller (Ls) Panjang stern tube disesuaikan dengan jarak antara stern post dengan sekat belakang kamar mesin dalam hal ini diperoleh berdasarkan jarak gading yaitu 600 mm sehingga diperoleh :
Propeller dan Sistem Perporosan vi.
Rumah bantalan (Bearing Bushing ) a. Bahan Bushing Bearing yang digunakan adalah : manganese bronze b. Tebal Bushing Bearing ( tb )
II.6.4.
tb=
0.18 x DS
tb=
68,4
mm
Tebal Stern Tube Tube (T) T = Ds 25.4 3 20 4 = 38,05 mm
II.6.5.
Perlengkapan Packing
Dari Marine Engineer’s Engineer’s Handbook, menghitung besarnya : d1
= diameter tempat packing
dB
= diameter baut penekan packing
l1
= panjang tempat packing
t
= tebal dari rumah packing
t1
= tebal flange rumah packing
2012
Propeller dan Sistem Perporosan v.
2012
Tebal Packing (tpac) :
Tebal Packing yang disyaratkan adalah 1 ~ 2√Ds untuk Ds = 380 mm direncanakan tebal rumah packing adalah 20 sampai dengan 40 mm, diambil tpac = 40 mm vi.
Panjang Packing (h) : h
= 5 x tpac = 200 mm
vii.
Panjang Tempat Packing (l1) : l1
= (0.4 x Ds) + 1 = 153 mm
II.6.6.
Stern Post Tinggi buritan berbentuk segi empat untuk panjang kapal L £ 125 m, maka :
i. Lebar = (1.4 L) L) + 90 Dimana Dim ana : L = 112 m = (1.4 x 112) + 90 = 246,8 mm ii. Tinggi =(1.6 L) L) + 15 = (1.6 x112) + 15
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
BAB III KESIMPULAN Jenis dan type propeller yang digunakan harus disesuaikan dengan type kapal, konfigurasi
system transmisi dan jenis j enis motor penggeraknya. Hubungan antara hull ship dengan propeller harus diperhatikan dalam pemilihan
propeller, karena untuk mencapai kecepatan dinas maka thrust yang dibutuhkan oleh kapal harus sama dengan thrust yang dihasilkan propeller Terdapat dua jenis system pelumasan poros propeller (stern t ube), yaitu pelumasan dengan dengan
minyak dan pelumasan dengan air laut. pada system pelumasan air laut tidak menggunakan seal tetapi menggunakan packaging
yang dipasang pada sekat belakang kamar mesin. Sedangkan Pada pelumasan minyak, digunakan seal sebagai penyekat agar tidak terjadi terj adi kebocoran Diperlukan poros antara (intermediate shaft) untuk mempermudah pemasangan/pelepasan pemasangan/pelepasan
dan perbaikan poros.
Propeller dan Sistem Perporosan
2012
DAFTAR DAFTAR PUSTAKA 1. Harvald, A, Tahanan dan Propulsi Kapal, 1988, Airlangga Press, Surabaya 2. Lapp, AJ, The Design of Marine Screw Propeller, 1972, Hilton Book 3. Lammern, Van, Resistance Propulsion and Steering of Ship. 4. Sularso. Suga, Kiyokatsu. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, 2002, PT. Pradya Paramita, Jakarta. 5. Widodo Adji, Suryo, Propeller Design, 1999, Teknik Sistem Perkapalan, Surabaya. Surabaya.
Propeller dan Sistem Perporosan
LAMPIRAN
2012
Desain II : Propeller dan Sistem Perporosan ME 1318 Propeller dan Sistem Perporosan
44