1
PREEKLAMPSIA BERAT
Kezia Natania Sudibyo Wisnu Sonjaya
11-2013-073
PEMBIMBING :
dr. FX Widiarso, SpOG
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK
KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN RS MARDI RAHAYU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRIDA WACANA
PERIODE 14 JULI – 20 SEPTEMBER 2014
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS
Nama : Kezia Natania Sudibyo Wisnu S. Tanda tangan :
NIM : 11.2013.073
Dr pembimbing / penguji : Dr. FX. Widiarso,Sp.OG
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. SY
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 40 tahun
Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Kawin (GVPIV(+2)A0)
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh PT Djarum
Pendidikan : SD
Alamat : Tanjungkarang RT 03 / RW 06, Jati, Kudus
Masuk Rumah Sakit : 26 Juli 2014
Pukul 14.20 WIB
Nama suami : Tn. S
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Tanjungkarang RT 03 / RW 06, Jati, Kudus
Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis tanggal 26 Juli 2014 Pukul 14.30 WIB
Keluhan utama
Perut terasa kenceng-kenceng sejak pagi.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan perut kenceng-kenceng yang dirasakan sejak 6 jam SMRS. Perut kencang-kencang hilang timbul, makin lama dirasakan makin sering. Selain perut kenceng-kenceng pasien tidak merasakan adanya lendir atau cairan yang keluar dari jalan lahir. Pasien juga tidak merasa demam, pusing kepala, mual muntah, mata berkunang-kunang, dan pemandangan kabur. Nafsu makan selama kehamilan baik. BAB dan BAK lancar tidak ada masalah. Pasien mengatakan ini kehamilan yang kelima. Pasien tidak pernah mengalami keguguran. Pasien tidak rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan di bidan. Pasien mengaku memiliki riwayat tekanan darah tinggi, semenjak kehamilan kelima ini tetapi tidak ingat sejak kapan muncul tekanan darah tinggi tersebut. Pasien mengatakan tidak mengkonsumsi obat apapun untuk mengontrol tekanan darah tingginya. Tidak ada riwayat operasi sebelumnya. Pasien mengatakan hari pertama haid terakhirnya adalah 25 November 2013. Riwayat menstruasi teratur.
Riwayat Kehamilan
Hari pertama Haid Terakhir adalah 25 November 2013, ANC tidak rutin, pasien tidak memiliki riwayat KB, dan tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan semenjak kehamilan kelima.
Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
Dismenorrhea : (-)
Leukorrhea : (-)
Menopause : (-)
HPHT : 25 November 2013
HPL : 1 Agustus 2014
- Perkawinan 2 kali
- Menikah ke-1 usia : 21 tahun
- Menikah ke-2 usia : 39 tahun
- Lama menikah : 1 tahun
- Riwayat KB : Tidak ada
- ANC tidak teratur ke bidan
Riwayat Kehamilan Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Hamil ke
Usia kehamilan
Jenis persalinan
Penyulit
Penolong
Jenis kelamin
BB/TB lahir
Umur sekarang
1
8 bulan
Partus spontan
-
Bidan
Laki-laki
lupa
17
2
9 bulan
Partus spontan
-
Dukun beranak
Perempuan
lupa
14
3
9 bulan
Partus spontan
-
Dukun beranak
Laki-laki
lupa
+
4
9 bulan
Partus spontan
-
bidan
Laki-laki
lupa
+
5
2014 (Hamil ini) 40 minggu
Riwayat Penyakit Dahulu
Os memiliki riwayat tekanan darah tinggi dari semenjak kehamilan terakhir.
Tidak pernah menderita penyakit jantung, kencing manis, asma dan alergi.
Os tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis, asma dan alergi.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 16x/menit
Suhu : 36,5oC
Mata : Konjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-
Telinga : tidak tampak kelainan
Hidung : tidak tampak kelainan
Mulut/gigi : tidak tampak kelainan
Leher : tidak tampak pembesaran KGB dan tiroid
Jantung : BJ I-II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Thorak : Suara napas dasar vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Tampak membuncit sesuai masa kehamilan, linea nigra (+), dan
striae gravidarum (-), bekas operasi laparatomi (-), BU (+)
Ekstremitas : Edema -/-
Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : pembesaran payudara (+), hiperpigmentasi areola mammae (+), puting
susu menonjol (+), pengeluaran ASI (-)
Abdomen :
Inspeksi : Membuncit sesuai usia kehamilan, linea nigra (+) dan striae gravidarum
(-), sikatrik (-), bekas operasi laparotomi (-)
Palpasi :
Leopold I : Tinggi Fundus Uteri 2 jari di bawah processus xyphoideus, 34
cm, teraba bagian bulat, dan lunak, tidak melenting di sebelah
atas.
Tafsiran Berat Janin = (34 cm - 12) x 155 = 3410 gr
Leopold II : teraba bagian memanjang dan keras di sebelah kanan, dan teraba
bagian terkecil di sebelah kiri.
Leopold III : teraba bulat, keras, dan melenting di bagian bawah
Leopold IV : kepala sudah masuk PAP, 3/5
Auskultasi : denyut jantung janin (+) 140 x/menit
His (+) 2x dalam 10 menit selama 30 detik.
Refleks Patella (+)
Pemeriksaan dalam (VT)
pembukaan Ø 9 cm, effacement 50%, KK (+)
bagian bawah janin kepala, Hodge II
Teraba kepala, UUK, point of direction kiri lintang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 26 Juli 2014 jam 14.40
Darah rutin
Hemoglobin 12,5 g/dL (N: 11,7 – 15,5)
Leukosit 12,69 (H) (N: 3.600 – 11.000)
Eosinofil% 0,8 % (L) (N: 1-3)
Basofil% 0,2 % (N: 0-1)
Neutrofil % 75,5 % (H) (N: 50-70)
Limfosit% 16,7 % (L) (N: 25-40)
Monosit% 6,8 % (N: 2-8)
MCV 81,7 mikro m3 (N: 80-100)
MCH 27,8 pg (N: 26-34)
MCHC 34,1 g/dL (N: 32-36)
Hematokrit 36,7 % (N: 30-43)
Trombosit 271.000 (N: 150.000-440.000)
Eritrosit 4,49 juta (N: 3,8 – 5,2)
RDW 14,4 % (N: 11,5 - 14,5)
PDW 16,7 % (N: 10-18)
MPV 12,4 mikro m3 (H) (N: 6,8 – 10)
Golongan darah/Rh A/+
Waktu perdarahan/BT 1,30 menit (N: 1-3)
Waktu pembekuan/CT 5,30 menit (N: 2-6)
Urine = protein urine 2+
Ringkasan/Resume
Keluhan
Pasien datang dengan keluhan perut kenceng-kenceng yang dirasakan sejak 6 jam SMRS. Perut kencang-kencang hilang timbul, makin lama dirasakan makin sering. Pasien mengatakan ini kehamilan yang kelima. Pasien tidak mengeluh mual, muntah, pusing, mata berkunang, dan mata tidak kabur. Pasien mengatakan tidak rutin memeriksakan kehamilannya setiap bulan dan mengetahui bahwa pasien memiliki tekanan darah tinggi selama pemeriksaan yang dilakukan pada kehamilan terakhir ini.
Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 7 hari
HPHT : 25 November 2013
HPL : 1 Agustus 2014
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 80x/m
Pernapasan : 16x/m
Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan Luar
Payudara : pembesaran payudara (+), hiperpigmentasi areola mammae (+), puting
menonjol
Abdomen :
Inspeksi : perut membuncit, linea nigra (+)
Palpasi :
Leopold I : Tinggi fundus uteri 2 jari di bawah processus
xyphoideus, 31 cm, teraba bagian bulat, tidak melenting,
dan lunak di sebelah atas.
Tafsiran Berat Janin = (34 cm - 12) x 155 = 3410 gr
Leopold II : teraba bagian memanjang dan keras di sebelah kanan
dan teraba bagian terkecil di sebelah kiri
Leopold III : teraba bulat, keras, dan melenting
Leopold IV : kepala sudah masuk PAP, 3/5
Auskultasi : denyut jantung janin (+) 140 x/menit
His (+) 2x dalam 10 menit selama 30 detik
Pemeriksaan dalam
pembukaan Ø 9 cm, effacement 50%, KK (+)
bagian bawah janin kepala, Hodge II
teraba kepala, UUK, point of direction kiri lintang
Diagnosis Kerja
GVPIV(+2)A0, 40 tahun, hamil 40 minggu
Anak I hidup intrauterin
Presentasi terendah kepala, sudah masuk PAP, puka
Inpartu kala I fase aktif
PEB
Rencana pengelolaan
Sikap :
Non-Medika Mentosa : Pengawasan 10 evaluasi tiap 1 jam
Oksigen 3 liter
Pasien berbaring miring ke kanan
Tidak boleh mengejan jika tidak ada his
Pasang kateter
Medika Mentosa : Infus RL + MgSO4 15 cc 20 tpm
Bolus MgSO4 10 cc IV pelan
Metildopa 2 x 500 mg
Tindakan :
Lahirkan secara spontan jika pembukaan sudah lengkap dan his adekuat
Follow Up
Tanggal 26 Juli 2014, Jam 15.00 WIB
S : Perut terasa kencang-kencang kurang lebih 2 kali dalam 10 menit.
Pusing (-),mual (-), muntah (-), nyeri ulu ati (-), pandangan kabur (-)
O : KU : baik
TD : 160 / 100 mmHg RR: 20 x/menit
HR : 80 x/menit T : 36,5°C
DJJ: 140 x/menit
HIS : 2x / 10 menit
PPV : (+) lendir darah
Tanda – tanda inpartu kala II ( + )
VT :
Ø 10 cm, KK ( - ) Eff 100%
Bagian bawah janin kepala H 3+
Teraba kepala, UUK, depan
A : GVPIV(+2)A0, 40 tahun, hamil 40 minggu
Anak I hidup intrauterin
Presentasi kepala, sudah masuk PAP, puka
Inpartu kala II, PEB
P : ibu mulai dipimpin mengejan jika ada his
DJJ diperiksa setiap his hilang
LAPORAN PERSALINAN
Tanggal
Jam
Laporan
26 Juli 2014
15.15
S = Ketuban Pecah
Ibu ingin mengejan
O = KU : baik
TD : 160 / 100 mmHg RR: 20 x/menit
HR : 88 x/menit T : 36,5°C
DJJ: 142 x/menit
HIS : 2x/10 menit
PPV : (+) air ketuban
Vulva dan anus terbuka
VT : Pembukaan lengkap, KK (-), bagian bawah janin kepala turun hodge 3+, UUK di depan
A : GVPIV(+2)A0, 40 tahun, hamil 40 minggu
Anak I hidup intrauterin
Presentasi kepala, sudah masuk PAP, puka
Inpartu kala II
PEB
Sikap : pimpin mengejan bila ada his
Pengawasan 9
15.30
S : lemas, mata sedikit berkunang-kunang
O : KU : baik
RR: 20 x/menit
HR : 76 x/menit
HIS (+)
Bayi lahir dengan cara partus spontan
Bayi perempuan, berat badan 3200 gram, panjang badan 51 cm, APGAR SCORE 9-10-10
Perineum intak
A : PV(+2)A0, 40 tahun
Inpartu kala III
Post partum
P : lahirkan plasenta
15.40
Plasenta lahir secara manual, kotiledon lengkap
Pengawasan kala IV tiap 15 menit selama 1 jam pertama
Pengawasan kala IV tiap 30 menit 1 jam berikutnya
Terapi :
Oksigen 3 liter
Infus RL + MgSO4 15 cc + Oxytocin 10 unit dalam infus 20 tpm
Amoksisillin 500 mg + Asam Klavulanat 125 mg (x3) p.o
Methylergometrine maleate 2 x 0,125 mg p.o
Multivitamin & Zinc 1 x 1 tablet p.o
Metildopa 1 x 250 mg p.o
Prognosis
Power : ad bonam
Passage : ad bonam
Passanger : ad bonam
Follow Up Post Partus Spontan
Tanggal 26 Juli 2014, Jam 18.00 WIB
S : pasien mengeluh perut mules
O : KU = baik
Kes = CM
TD = 100/70 mmHg RR = 20 x/menit
HR = 100 x/menit Suhu = 36oC
Mata = CA -/- ; SI -/-
Mammae = ASI +/+ ; putting menonjol, hiperpigmentasi areola mammae (+)
Thorax = Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen = TFU = 2 jari dibawah pusat
BU (+)
Extremitas = edema kaki -/-
PPV = perdarahan ± 500 cc
A : PV(+2)A0, 40 tahun, post partus spontan j 15.30 dengan PEB
P : Misoprostol 3 tablet (@200 µg/tab) supp
pengawasan perdarahan dan vital sign tiap 2 jam
tirah baring
Infus RL + MgSO4 15 cc + Oxytocin 10 unit dalam infus 20 tpm
Amoksisillin 500 mg + Asam Klavulanat 125 mg (x3) p.o
Methylergometrine maleate 2 x 0,125 mg p.o
Multivitamin & Zinc 1 x 1 tablet p.o
Metildopa 1 x 250 mg p.o
Tanggal 27 Juli 2014, Jam 05.00 WIB
S : perut masih terasa nyeri tetapi nyerinya berkurang
O : KU = Baik
Kesadaran = Compos mentis
TD = 130/80 mmHg RR = 20 x/menit
HR = 80 x/menit Suhu = 36,5ºC
Mata = CA -/-, SI -/-
Thorax = Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen = TFU = 2 jari dibawah pusat
PPV = Lochea rubra (+) 1 kotek
Extremitas = edem kaki (-/-)
A : PV(+2)A0, 40 tahun, post partus spontan hari ke-I dengan PEB
P : mobilisasi, pasien pulang
TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi. Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah :1,2
Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
Preeklampsia
Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan 1+ dipstick) serta edema generalisata (anasarka) atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu.
Eklampsia
Eklampsia adalah pre-eklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed pre-eklampsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda pre-eklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
Hipertensi gestasional (transient hypertension)
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda pre-eklampsia tetapi tanpa proteinuria.
Preeklamsia1,2
Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema anasarka), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria) yang timbul karena kehamilan.
Preeklampsia dan eklampsia adalah penyakit hipertensi dalam kehamilan dengan gejala utama hipertensi akut pada wanita dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan wanita dalam masa nifas. Pada wanita tingkat tanpa kejang disebut preeklampsia dan pada tingkat dengan kejang disebut eklampsia. Pada umumnya, preeklampsia dan eklampsia baru timbul sesudah minggu ke-20, setelah persalinan gejala-gejalanya menghilang dengan sendiri. Untuk diagnosis preeklampsia pada wanita yang hamil 20 minggu atau lebih, ditemukan sekurang-kurangnya hipertensi dan proteinuria. Namun demikian proteinuria bisa saja tidak ada apabila timbul hipertensi yang disertai dengan nyeri kepala, penglihatan menjadi kabur, nyeri abdominal atau dari pemeriksaan laboratorium ditemukan gangguan enzim hati, maka keadaan ini sangat dicurigai suatu preeklampsia (atypical preeclampsia).
Dikatakan hipertensi apabila tekanan sistolik 140 mmHg atau kenaikan 30 mmHg diatas tekanan biasanya. Tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih atau kenaikan 15 mmHg diatas biasanya. Tekanan ini diperoleh dengan sekurang-kurangnya pengukuran dua kali dengan selang waktu 6 jam.
Proteinuria adalah protein lebih dari 0,3gr/L dalam urin 24 jam atau lebih dari 1gr/L pada pemeriksaan urin sewaktu. Proteinuria ini harus ada dalam 2 hari berturut-turut atau lebih.1,2
Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat.
Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.
Preeklamsia berat merupakan salah satu jenis hipertensi dalam kehamilan yang sering terjadi. Yang dimaksud dengan preeklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat.1
Epidemiologi
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran. Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH. 4
Di samping itu, preeklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal.
Faktor Risiko
Sampai sekarang belum ada teori yang pasti tentang bagaimana penyebab terjadinya preeklamsi. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya preeklamsia, yaitu :1,2,3
Riwayat preeklamsia
Primigravida
Kegemukan/obesitas
Kehamilan ganda
Riwayat penyakit tertentu
Etiologi
Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut "penyakit teori"; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori "iskemia plasenta". Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini. Adapun etiologi yang diperoleh dari teori-teori tersebut adalah : 1-4
Peran Prostasiklin dan Tromboksan. Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.
Peran Faktor Imunologis. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria. 1-4
Peran Faktor Genetik . Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.
Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus 1-4
Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah.
Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan.
Patofisiologi
Preeklamsia termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan. Patofisiologi dari hipertensi dalam kehamilan tidak dapat dijelaskan dalam satu teori saja. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah :2
Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan erteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteria spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan 'remodeling arteri spiralis'.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada laisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan 'remodeling arteri spiralis', sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.
Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan 'remodeling arteri spiralis', dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang bebas mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau sering disebut radikal bebas.
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah iungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dialam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilah disebut "toksemia".
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksia lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel. Dalam kondisi normal, produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
Pada hipertensi dalam kehamilan, telah terbukti bahwa kadar okasidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Pada disfungsi endotel, terjadi gangguan metabolisme prostaglandin, kerusakan agregasi sel trombosit yang mengakibatkan vasokonstriksi, peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan produksi bahan vasopresor seperti edotelin, dan peningkatan faktor koagulasi.
Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika diibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunya risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami sebelumnya.
Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi, HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel NK. Pada plasenta dipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofopbblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, yang memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
Pada awal trimester kedua kehamiln, perempuan dengan kecenderungan terjadi preeklamsia ternyata memiliki proporsi sel Helper yang lebih rendah dibanding pada normotensif.
Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada kehamilan normal, terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah.
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Teori defisiensi gizi
Penelitian yang dilakukan tentang pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II menunjukkan bahwa suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam masa persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsia.
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas ke dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklamsia. Pada preeklamsia terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu.
Manifestasi Klinis
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat. 1,2,3
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak. 1-4
Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu : 1-4
Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.
Edema pada lengan, muka, perut, atau edema geralisata. Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia.
Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium kuadran kanan atas abdomen (teregang kapsula Glisson).
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Terdapat edema paru dan sianosis
Trombositopeni berat <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
Gangguan fungsi hati : peningkatan kadar SGOT dan SGPT.
Pertumbuhan janin terhambat.
Sindrom HELLP
Pembagian Preeklamsia Berat
Dibagi menjadi preeklamsia berat dengan impending eclampsia kalau disertai gejala-gejala subjektif seperti nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, kenaikan progresif tekanan darah dan preeklamsia berat tanpa impending eclampsia.2
Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia
Volume Plasma
Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (hipervolemia) untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan terjadi pada umur kehamilan 32-34 minggu. Pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma antara 30-40% (hipovolemia) diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi hipertensi.2
Fungsi Ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut :
Menurunnya aliran darah ke ginjal karena hipovolemia sehingga terjadi oliguria sampai anuria
Kerusakan sel glomerulus (Glomerulus Capillary Endotheliosis) mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria
Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan sehingga kadang proteinuria timbul setelah janin lahir.
Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal.
Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal, akibat dari vasospasme pembuluh darah. Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah
Proteinuria
Bila timbul :
Sebelum hipertensi, merupakan gejala penyakit ginjal
Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan
Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik 90 mmHg, umumnya ditemukan pada ISK atau anemia.
Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir lebih dahulu
Pengukuran proteinuria, dapat dilakukan dengan (a) urin dipstick : 100 mg/l atau +1, sekurang-kurangnya diperiksa 2x urin acak selang waktu 6 jam, dan (b) pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria 300 mg/24 jam.
Asam Urat Serum, Kreatinin Plasma, Oliguria dan Anuria
Karena hipovolemia (turunnya aliran darah ke ginjal), sehingga sekresi asam urat menurun, dan terjadi peningkatan asam urat serum. Hal ini terjadi juga pada kreatinin plasma yang meningkat akibat turunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin dalam ginjal. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada PEB dengan penyulit pada ginjal. Dalam hal ini berlaku juga bagi oliguria atau anuria yang menggambarkan beratnya hipovolemia.
Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diaretikum banyak, restriksi konsumsi garam, atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik. PEB yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam basa. Kadar natrium dan kalium pada PE sama dengan hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh.
Tekanan Osmotik Koloid/Tekanan Onkotik
Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.
Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia, atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata, dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan dapat meluas hingga dibawah kapsular hepar dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga diperlukan pembedahan.2
Neurologik
Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.
Spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan visus dapat berupa : pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retina (retinal detachment)
Dapat timbul kejang eklamptik yang faktor resikonya bisa dari edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri.
Kardiovaskular
Peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.
Paru-paru
Edema paru oleh karena kerusakan endotel pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.2
Janin
Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.2
Dampaknya pada janin :
IUGR dan Oligohidramnion
Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat intrauterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.
Penatalaksanaan
Pengobatan dilakukan secara simptomatis, karena faktor penyebab yang belum diketahui secara pasti. Tujuan dari penangannannya adalah 1
Mencegah terjadinya eklampsi.
Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
Mencegah hipertensi yang menetap.
Dasar pengobatannya terdiri dari pengobatan medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur hidup di luar uterus.
Indikasi untuk merawat pasien dengan preeklamsia di rumah sakit adalah dengan
Tekanan darah sistolik 140mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih.
Proteinuria 1+ atau lebih.
Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
Penambahan edema yang berlebihan secara tiba-tiba.
Penanganan pada Preeklamsi Berat
Penderita preeklamsi berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunya risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah hipovolamia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/ pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh sebab itu, monitoring input cairan (melalui oral maupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya, harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera lakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa 5% dekstrosa atau cairan garam faali dengan jumlah 125 cc/jam atau infus 5% dekstrosa yang tiap 1 liternya diselingi infus ringer laktat (60-125 cc/jam) sebanyak 500 cc.
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten.
Infus intravena kontinu :
Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan diberikan dalam 15-20 menit.
Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena selama 6 jam.
Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan infuse untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l). 2-7
Injeksi intramuskular intermiten:
Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%) disuntikan dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan sampai 4 gram perlahan.
Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan bahwa:
Refleks patela (+)
Tidak terdapat depresi pernapasan (frekuensi >16x/menit)
Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml
Harus sedia antidotum (kalsium glukonas 10% dalam 10 cc = 1 g).
MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir atau 24 jam setelah kejang berakhir atau jika ada tanda-tanda intoksikasi.
Selain itu dapat juga diberikanobat antihipertensi, yaitu antara lain :1
Penghambat adrenergik
Adrenolitik sentral
Metildopa : 3x125 mg/hari sampai 3x500 mg/hari.
Klonidin : 3x0,1 mg/hari atau 0,3 mg/500 ml glukosa 5%/6jam
Beta bloker
Pindolol : 1x5 mg/hari sampai 3x10 mg/hari
Alfa bloker
Prazosin : 3x1 mg/hari sampai 3x5 mg/hari
Alfa dan Beta Bloker
Labetolol : 3x100 mg/hari
Vasodilator
Hidralazin : 4x25 mg/hari atau parenteral 2,5 mg – 5 mg
Antagonis kalsium
Nifedipin : 3 x 10 mg/hari.
Tindakan terminasi kehamilan
Pelahiran jalan adalah penyembuhan bagi preeklamsia. Nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium merupakan petunjuk bahwa akan terjadi kejang dan oliguria adalah tanda buruk lainnya. Preeklamsia berat memerlukan anti kejang dan biasanya terapi antihipertensi diikuti kelahiran. Terapi serupa dengan yang akan dijelaskan kemudian untuk eklamsia. Tujuan utama adalah mencegah kejang, perdarahan intrakranial dan kerusakan serius pada organ vital lain, serta melahirkan bayi yang sehat.
Namun, apabila janin dicurigai atau diketahui prematur, cenderung penundaan persalinan dengan harapan bahwa tambahan beberapa minggu in utero akan menurunkan risiko kematian atau morbiditas serius pada neonatus. Seperti telah dibicarakan, kebijakan semacam ini jelas dibenarkan untuk kasus yang lebih ringan. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin dan fungsi plasenta, terutama apabila terdapat keenganan unutk melahirkan janin dengan alasan prematuritas. Sebagian besar peneliti menganjurkan pemeriksaan berkala berbagai uji yang saat ini digunakan untuk menilai kesejahteraan janin.
Pada preeklamsia sedang atau berat tidak membaik setelah rawat inap, demi kesejahteraan ibu dan janinnya biasanya dianjurkan pelahiran. Persalinan sebaiknya diinduksi dengan oksitosin intravena. Banyak dokter menyarankan pematangan serviks dengan prostaglandin atau dilator osmotik. Bila tampak bahwa induksi persalinan hampir pasti tidak berhasil, atau upaya melakukan induksi persalinan gagal, diindikasikan sesar untuk kasus-kasus yang parah.
Bagi wanita menjelang aterm, serviks yang mengalami pendataran parsial, bahkan preeklamsia yang lebih ringan pun mungkin membawa risiko lebih besar bagi ibu dan janinnya daripada induksi persalinan dengan infus oksitosin yang dipantau ketat. Akan tetapi, tidak demikian jika preeklamsianya ringan dengan serviks masih padat dan tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin perlu dilakukan pelahiran per abdomen jika kehamilan akan dihcntikan. Bahaya sesar mungkin lebih besar dibandingkan kehamilan dibiarkan berlanjut di bawah observasi ketat sampai servik memadai untuk induksi.
Apabila ditegakkan diagnosis preeklamsia berat, kecenderungan obstetris adalah melahirkan janin dengan segera. lnduksi persalinan untuk menghasilkan pelahiran per vaginam secara tradisional dianggap merupakan tindakan demi keselamatan ibu. Beberapa pertimbangan, termasuk kondisi serviks yang kurang memadai.
Kesimpulan
Preeklamsia adalah suatu bentuk hipertensi pada kehamilan yang muncul pada usia kehamilan setelah 20 minggu dan munculnya edema. Preeklamsia ini dapat berkembang menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia berat, bukan berarti terdapat dua penyakit namun hanya dibedakan dari peningkatan tekanan darah. Preeklamsia berat sangat sering ditemui pada ibu yang sedang hamil. Gejala yang sering ditemui adalah peningkatan tekanan darah, proteinuria, dan edema.
Etiologi dari preeklamsia ini belum jelas bagaimana dapat muncul pada ibu hamil. Beberapa patofisiologis juga belum dapat dipastikan. Namun ada beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya preeklamsia, salah satunya yaitu primigravida dan penyakit-penyakit tertentu seperti hipertensi kronik.
Prinsip pengobatan pada preeklamsia ini adalah secara simptomatis karena faktor etiologi yang belum jelas. Pengobatan dilakukan seara medik dan pengobatan obstetri.
Daftar Pustaka
Wiknosastro H. Pre-eklamsia an eklamsia. Editor Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmihadhi T, dalam Ilmu Kebidanan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.2007.281-94.
Wiknosastro H. Hipertensi dalam kehamilan . Editor Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmihadhi T, dalam Ilmu Kebidanan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.2010.
Cunningham, F.G et al. Williams Obstetrics.22st edition. New York: Mc Graw Hill Medical Publising Division:2005.p.699-780.
Manuaba I. Preeclampsia. Edisi 2012. Diunduh dari http://www.emedicinehealth.com/preeclampsia/page10_em.htm..
Prawirohardjo S. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.80-7.