I. REFRAKSI DAN LENSA KONTAK
MIOPIA PENGERTIAN Kelainan refraksi di mana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina Patofisiologi 1. Myopia aksial karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal 2. Myopia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih kuar dari normal 3. Myopia indeks karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal Pembagian Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi : 1. Myopia ringan : ∫ -0.25 s/d ∫ -3.00 2. Myopia sedang : ∫ -3.25 s/d ∫ -6.00 3. Myopia berat : ∫ -6.25 atau lebih
Berdasarkan perjalanan klinis, dibagi : 1. Myopia simpleks : dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai berhenti tumbuh + usia 20 tahun 2. Myopia progresif : myopia bertambah secara cepat (+ 4.0 D / tahun) dan sering disertai perubahan vitreo-retinal
ANAMNESIS 1. Gejala utamanya kabur melihat jauh 2. Sakit kepala (jarang) 3. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh 4. Suka membaca PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Auto Refrakto-keratometri (ARK) 2. Streak Retinoskopi KRITERIA DIAGNOSIS Refraksi subyektif Metoda “Trial and Error” - Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet - Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita - Mata diperiksa satu persatu - Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata - Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negative
Refraksi obyektif
Retinoskopi : dengan lensa kerja ∫ +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negative sampai tercapai netralisasi Autorefraktometer
PENATALAKSANAAN 1. Kacamata Koreksi dengan lensa sferis negative terlemah yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik 2. Lensa kontak Untuk : anisometropia myopia tinggi 3. Rujul pto Bedah refraktif a. Bedah refraktif kornea : tindakan untuk merubah kurvatura permukaan anterior kornea (Excimer laser, operasi Lasik) b. Bedah refraktif lensa : tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan implantasi lensa intraokuler (Refractive Lens Exchange) KOMPLIKASI 1. Ablasio retina terutama pada myopia tinggi 2. Strabismus a. Esotropia bila myopia cukup tinggi bilateral b. Exotropia pada myopia dengan anisometropia 3. Ambliopia terutama pada myopia dan anisometropia
EDUKASI 1. Kelainan ini merupakan bawaan dan biasanya akan betambah sesuai dengan pertambahan usia. Penambahan akan berhenti bila masa pertumbuhan berhenti (usia 18 – 20 tahun). 2. Miopia tidak bisa dikurangi dengan pemberian obat dan vitamin. 3. Pemakaian kacamata hanya untuk alat bantu / koreksi, tidak untuk mengurangi ukuran myopia. 4. Beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk menghambat progresivitas myopia antara lain adalah mengurangi akomodasi dengan cara melepas kaca mata minusnya saat melakukan aktivitas penglihatan dekat, dan menambah aktivitas yang menggunakan penglihatan jauh.
KEPUSTAKAAN 1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction and Contract Lenses, Section 3, American Academy of Ophthalmology, 2009. 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 3. Abrams D : Duke Elder’s Practice of Refraction, 9th ed, Churchill Livingstone, Edinburgh-London-New Edinburgh-London-New York, 1978, pp. 44-51 4. Philips CI : Basic Clinical Ophthalmology, Churchill Livingstone, Edinburgh, 1984, pp. 40-42
rd
5. Sloane AE : Manual of Refraction, 3 ed, Little, Brown and Company, Boston, 1979, pp. 39-47 th 6. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15 ed, Appleton & Lange, A Simon & Schuster Company, 1999, pp. 365-366
HIPERMETROPIA PENGERTIAN Kelainan refraksi di mana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibiaskan membentuk bayangan di belakang retina Patofisiologi 1. Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal 2. Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal 3. Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah dari normal Pembagian Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi : 1. Hipermetropia ringan : ∫ + 0.25 s/d ∫ + 3.00 2. Hipermetropia sedang : ∫ + 3.25 s/d ∫ + 6.00 3. Hipermetropia berat : ∫ + 6.25 atau lebih
Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi : 1. Hipermetropia latent : kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan tonus otot siliaris secara fisiologis, di mana akomodasi masih aktif 2. Hipermetropia manifest, dibagi : - Hipermetropia manifest fakultatif : kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya atau dengan lensa sferis positif - Hipermetropia manifest absolute : kelainan hipermetropik yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya 3. Hipermetropia total : Jumlah dari hipermetropia latent dan manifest
ANAMNESIS 1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia pada orang tua di mana amplitude akomodasi menurun 2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang atau penerangan kurang 3. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan membaca dekat 4. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll 5. Mata sensitive terhadap sinar 6. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia 7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan pula PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Auto Refrakto-Keratometri (ARK) 2. Streak Retinoskopi KRITERIA DIAGNOSIS Refraksi subyektif Metoda “Trial and Error” - Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet dengan menggunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita - Mata diperiksa satu persatu - Ditentukan visus/tajam penglihatan masing-masing mata - Pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif - Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan asthenopia akomodativa dilakukan tes sikloplegik, kemudian ditentukan koreksinya
Refraksi obyektif 1. Retinoskop Dengan lensa kerja ∫ + 2.00 pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi 2. Autorefraktometer
PENATALAKSANAAN 1. Kacamata Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik 2. Lensa kontak terutama untuk Anisometropia dan Hipermetropia tinggi 3. Rukuk pro Bedah refraksi ( LASIK) Komplikasi - Glaucoma sudut tertutup - Esotropia pada hipermetropia > 2.0 D - Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia merupakan penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral
EDUKASI 1. Kelainan ini merupakan bawaan dan biasanya akan betambah sesuai dengan pertambahan usia. Penambahan akan berhenti bila masa pertumbuhan berhenti (usia 18 – 20 tahun). 2. Hipermetropia tidak bisa dikurangi dengan pemberian obat dan vitamin. 3. Pemakaian kacamata hanya untuk alat bantu / koreksi, tidak untuk mengurangi ukuran hipermetropia. 4. Koreksi optik sebaiknya digunakan agar mata lebih relax baik untuk penglihatan jauh apalagi untuk penglihatan dekat.
KEPUSTAKAAN
1.
2. 3. 4. 5. 6.
Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact lenses, Section 3, The Foundation of The American Academy of Ophthalmology, 2009 Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 Abrams D : Duke Elder’s Practice of Refraction, 9th ed, Churchill Livingstone, Edinburgh-London-New York, 1978, pp. 37-41 Philips CI : Basic Clinical Ophthalmology, Churchill Livingstone, Edinburgh, 1984, pp. 39-40 Sloane AE : Manual of Refraction, 3rd ed, Little, Brown and Company, Boston, 1979, pp. 39-47 Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15 th ed, Appleton & Lange, A Simon & Schuster Company, 1999, p. 366
ASTIGMATISM PENGERTIAN Kelainan refraksi di mana pembiasaan pada meridian yang berbeda tidak sama. Dalam keadaan istirahat (tanpa akomoadasi) sinar sejajar yang masuk ke mata difokuskan pada lebih dari satu titik PATOFISIOLOGI Penyebab tersering dari astigmatism adalah kelainan bentuk kornea. Pada sebagian kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa PEMBAGIAN 1. Astigmatism regular Pada bentuk ini selalu didapatkan dua meridian yang saling tegak lurus Disebut Astigmatism with the rule bila meridian vertical mempunyai daya bias terkuatnya Bentuk ini lebih sering pada penderita muda Disebut Astigmatism against the rule bila meridian horizontal mempunyai daya bias terkuat. Bentuk ini lebih sering pada penderita yang lebih tua Kelainan refraksi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder 2. Astigmatism ireguler Pada bentuk ini didapatkan titik focus yang tidak beraturan. Penyebab tersering adalah kelainan kornea seperti sikatriks kornea, keratokonus. Bisa juga disebabkan kelainan lensa seperti katarak imatur Kelainan refraksi ini tidak bisa dikoreksi dengan lensa silinder
ANAMNESIS 1. Penglihatan buram 2. Head tilting 3. Menengok untuk melihat jelas 4. Memicingkan mata 5. Memegang bahan bacaan lebih dekat
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. ARK 2. Streak Retinoskopi KRITERIA DIAGNOSIS Refraksi subyektif Metoda “Trial and Error” - Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet dengan menggunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita
-
Mata diperiksa satu persatu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa silinder negative atau positif dengan aksis diputar 0o sampai 180o. Kadang-kadang perlu dikombinasi dengan lensa sferis negative atau positif
Refraksi obyektif 1. Retinoskopi : dengan lensa ∫ + 2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus, bila berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement) dikoreksi dengan lensa sferis negative, sedangkan bila searah dengan gerakan retinoskop (with movement) dikoreksi dengan lensa sferis positif. Meridian yang netral lebih dulu adalah komponen sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan lensa silinder positif sampai tercapai netralisasi. Hasil akhirnya dilakukan transposisi. 2. Autorefraktometer
PENATALAKSANAAN 1. Astigmatism regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan, yaitu dikoreksi dengan lensa silinder negative atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis 2. Astigmatism ireguler, bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras. 3. Rujuk Bedah refraksi
EDUKASI 1. Kelainan ini merupakan bawaan dan biasanya akan betambah sesuai dengan pertambahan usia. Penambahan akan berhenti bila masa pertumbuhan berhenti (usia 18 – 20 tahun). 2. Astigmatism tidak bisa dikurangi dengan pemberian obat dan vitamin. 3. Pemakaian kacamata hanya untuk alat bantu / koreksi, tidak untuk mengurangi ukuran astigmatism.
KEPUSTAKAAN 1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact Lenses, Section 3, American Academy of Ophthalmology, 2009 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 rd 3. Sloane AE : Manual of Refraction, 3 ed, Little, Brown and Company, Boston, 1979, pp. 49-59 th 4. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15 ed, Appleton & Lange, A Simon & Schuster Company, 1999, p. 366-367
PRESBIOPIA
PENGERTIAN Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur Patofisiologi Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sclerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin kurang.
ANAMNESIS Pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas Presbiopia mulai timbul pada umur sekitar 40 tahun.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Auto Refrakto-Keratometri KRITERIA DIAGNOSIS 1. Penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatannya jauhnya dengan metoda “trial and error” hingga visus mencapai 6/6 2. Dengan menggunakan koreksi jauhnya kemudian secara binokuler ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa dengan menggunakan kartu “Jaeger” pada jarak 0,33 meter
PENATALAKSANAAN Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu 40 tahun (umur rata-rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50 Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara : 1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja 2. Kacamata bifocal untuk melihat jauh dan dekat 3. Kacamata progressive di mana tidak ada batas bagian lensa untuk melihat jauh dan melihat dekat
Jika koreksi jauhnya tidak dapat mencapai 6/6 maka penambahan lensa sferis (+) tidak terikat pada pedoman umur, tetapi boleh diberikan seberapapun sampai dapat membaca dekat dengan nyaman.
EDUKASI 1. Presbiopia akan selalu bertambah sesuai dengan usia, dengan ukuran maksimal S+3.00 D (pada usia sekitar 60 tahun) 2. Pemakaian kacamata bifocal memerlukan waktu adaptasi untuk awal pemakaian.
KEPUSTAKAAN 1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact Lenses, Section 3, American Academy of Ophthalmology, 2009 th 2. Abrams D : Duke Elder’s Practice of Refraction, 9 ed, Churchill Livingstone, Edinburgh-London-New York, 1978, pp. 65-67 3. Philips CI : Basic Clinical Ophthalmology, Churchill Livingstone, Edinburgh, 1984, pp. 39 rd 4. Sloane AE : Manual of Refraction, 3 ed, Little, Brown and Company, Boston, 1979, pp. 127-137 th 5. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15 ed, Appleton & Lange, A Simon & Schuster Company, 1999, p. 365 6. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006
LENSA KONTAK PENGERTIAN Lensa yang langsung menempel pada kornea JENIS LENSA KONTAK 1. Lensa kontak keras / Polimetil metakrilat 2. Lensa kontak lunak / Hisdroksi etil metakrit 3. Lensa kontak rigit gas permeable, dengan transmisi oksigen yang tinggi INDIKASI 1. Indikasi optic - Media refraksi tambahan - Koreksi anisometropia/ametropia - Membantu memperbaiki tajam penglihatan 2. Indikasi medik - Alat Bantu oklusi strabismus / terapi ambliopia - Alat pelindung kornea - Alat Bantu / bebat pada kerusakan epitel kornea berulang - Alat diagnostic : funduskopi, gonioskopi
PEMERIKSAAN 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Pendahuluan dengan Slitlamp biomikroskopi : - Pemeriksaan segmen anterior bola mata - Pemeriksaan kualitas dan kuantitas air mata 4. Khusus : - Base curve (kelengkungan kornea sentral anterior) dengan keratometer - Power dengan cara refraksi dan over refraksi - Diameter 5. Funduskopi
EDUKASI Perawatan dan pemeliharaan lensa kontak, meliputi: 1. Pemakaian dan pelepasan 2. Pencucian dan pembilasan 3. Disinfeksi 4. Pembersih protein dan pelumas
KEPUSTAKAAN 1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact Lenses, Section 3, American Academy of Ophthalmology, 2009, pp. 168-197 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 3. M. Ruben and M. Guillan : Contact Lens Practice, 1 st ed, Chapman & Hall 2-6 Boundary Row, London, 1994, pp. 497-529
II. STRABISMUS
S U M S I B A R T S
n a t a h i l g n e p t a r a y s t k i a r a a b y s a t a a n m e r a l a o k b r h a e l u o l t i o d : t a l o j r a g e t n m i g r o k s n n i a a a m y r e b g l l n a a a i u t t . k s a i a a m o m h n m m r u i o n n g a e b n l l : a i n o p i a s a a f s b r t e u t a m n f i s k h a n i i a l g d a s d o i g n a u i p t n m p e s l p a a n m s a a t m a a a l j g m r r r m n a a o a a e e y F K K N p n s m g t A n a I i a T y y r a n e r y . . . R P e S 1 2 3 E l u G k N o n E i P b
) t e s n o h a l e t e s a m a l k a d i t ( t e l s a r n o o a l a i p r i a h p s o ) a m l a a h o e r t e n t t t a p r r e e a e i a a e k s m e k a i i p p r i i i i i n r p s o p a h i s l o o o a h a h k o r i r , H i , t p t g b i a v a v o o n r i e p e o o s s s n u o p d e e d e e a h o : : : : : : g p t m r a t n d a o o a a p i p i p : p a e m : H H l l c a i i t i y l b e s s i a : : n n i o a t s e k n s i z t i a a i p t v k s s r i r k : n ( e a v e e t f t o e r f u e d ) a f i o n i a e n y v h d n k a i t e e n e n y ) i s a s s r t t n o a a a l n i a p m t i u t u s a k a i a i n s s i r o s r d E L M E L M r a s a S m m n a o ( t e o i s t e s I t n p N i o h h t t f . . S s i a i i n K v n e i p s I a l b b e a b A l n e ( f d a a O i t e t e b d e a t r r A f a t n h k m b N a n i − − a S L M N S i a i n e r G m t a s i s A k a . a . k A S e p t 1 e I t L M 2 a r r u u r K r r D o e o u u A n A L K T K I n e e . . . A 1 R M M T 2 3 E A T • I • N R E K P
III. PENYAKIT MATA LUAR
HORDEOLUM PENGERTIAN Suatu peradangan supuratif kelenjar Zeis, kelanjar Moll (hordeolum eksterternum) atau kelenjar Meibom (hordeolum internum) Etiologi Infeksi : -
Stafilokokus Moraxella
Patofisiologi - Pembentukan nanah terdapat dalam lumen kelenjar - Bisa mengenai kelenjar Meibom, Zeis danmoll - Apabila mengenai kelenjar Meibom, pembengkakan agak besar, disebut hordeolum internum - Penonjolan pada hordeolum ini mengarah ke kulit kelopak mata atau ke arah konjungtiva. Kalau yang terkena kelenjar Zeis dan Moll; penonjolan ke arah kulit palpebra, disebut hordeolum eksternum
ANAMNESIS - Gejala subyektif dirasakan mengganjal pada kelopak mata rasa yang bertambah kalau menunduk - Tampak suatu benjolan pada kelopak mata atas / bawah yang berwarna merah dan nyeri bila ditekan PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Inspeksi 3. Slitlamp biomikroskop KRITERIA DIAGNOSIS - Visus tidak menurun - Secara umum gambaran ini sesuai dengan suatu abses kecil, tampak suatu benjolan pada kelopak mata atas/bawah yang berwarna merah dan sakit bila ditekan di dekat pangkal bulu mata DIAGNOSIS BANDING 1. Kalasion PENATALAKSANAAN - Kompres hangat selama 10-15 menit, 3-4 kali sehari - Antibiotic : o Topical Sistemik o - Analgesic bila disertai nyeri - Bila tidak terjadi resorbsi dengan pengobatan konservatif, atau sudah fase abses, dianjurkan insisi dan drainage
Penyulit Suatu hordeolum yang besat dapat menimbulkan abses palpebra dan selulitis palpebra
EDUKASI Perbaikan hygiene dapat mencegah terjadinya infeksi kembali
KEPUSTAKAAN 1. American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science, Course section 7 External Disease and Corneal, 2009 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 3. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 253-257 4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication, Maruzen Asia, 1989, pp. 55-56 5. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX, 1987, pp. 107-129 6. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi, Surabaya 12 Juli 1997 7. Newell F.W. : Ophthalmology, Principles and Concepts, Fifth Ed, The CV Mosby Co – St Louis, 1982, p 181
KALAZION (Chalazion) PENGERTIAN Suatu peradangan lipogranuloma menahun dengan konsistensi tidak lunak dari kelenjar Meibom Etiologi Tidak diketahui dengan jelas, diduga disebabkan oleh gangguan sekresi kelenjar Meibom Patofisiologi Diduga disebabkan gangguan sekresi kelenjar Meibom, hal ini menyebabkan penyumbatan dan menimbulkan reaksi jaringan sekitarnya terhadap bahan-bahan yang tertahan. Factor tambahan pada kelainan ini adalah : - Suatu sumbatan mekanis, pembedahan yang merusak saluran kelenjar Meibom - Infeksi bacterial yang ringan pada kelenjar Meibom - Suatu blefaritis Kalazion dapat terjadi infeksi sekunder yang menyebabkan keradangan supuratif akut ANAMNESIS - Gejala subyektif berupa gejala peradangan ringan. Apabila kista ini cukup besar dapat menekan bolamata dan dapat menimbulkan gangguan refraksi berupa astigmatisma PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Inpeksi 3. Slitlamp biomikroskopi
KRITERIA DIAGNOSIS - Gangguan obyektif : Kelopak mata tampak tebal dan edema Teraba suatu benjolan pada kelopak mata yang konsistensinya agak keras Pada ujung kelenjar Meibom terdapat massa kuning dari sekresi kelenjar yang tertahan Bila kalzion yang terinfeksi, dapat terjadi jaringan granulasi yang menonjol keluar DIAGNOSIS BANDING - Hordeolum interna - Abses palpebra - Meibomianitis - Kista retensi kelenjar Moll - Hemangioma palpebra - Neurofibromatosis
PENATALAKSANAAN - Kompres hangat - Pembedahan berupa insisi dan kuretase untuk mengeluarkan isi kelenjar.
PROGNOSIS Baik. Bisa terjadi berulang-ulang pada lokasi yang berbeda. EDUKASI Pada kalazion yang berulang-ulang timbul sesudah pembedahan sebaiknya dipikirkan kemungkinan keganasan sehingga perlu pemeriksaan histopatologi
KEPUSTAKAAN 1. American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science, Course section 7 External Disease and Corneal, 2009 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 3. Fedukowitz, HB : External infections of the eye, 3 rd ed, Appleton Century Croft / Norwalk, Connecticut, 1985, pp. 21-22 th 4. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18 ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 353-357 5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication, Maruzen Asia, 1989, pp. 55-56 6. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi, Surabaya 12 Juli 1997 7. Newell F.W. : Ophthalmology, Principles and Concepts, Fifth Ed, The CV Mosby Co – St Louis, 1982, p 181
KONJUNGTIVITIS PENGERTIAN Suatu keradangan konjungtiva yang disebabkan bacteria, virus, jamur, chlamidia, alergi atau iritasi dengan bahan-bahan kimia Patofisiologi Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan konjungtiva terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar Pertahanan konjungtiva terutama oleh karena adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior Disamping itu tear film juga mengandung beta lysine, lysozym, IgA, IgG yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kuman Apabila ada mikro organisme pathogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis Klasifikasi Berdasarkan perjalanan penyakitnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi konjungtivitis hiperakut, akut, subakut, dan kronik Ret atau getah mata dapat bersifat purulen, mukopurulen, mucus, serus atau kataral ANAMNESIS Keluhan utama berupa rasa ngeres, seperti ada pasir di dalam mata, gatal, panas, kemeng di sekitar mata, epifora, mata merah dan keluar kotoran (beleken)
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Slitlamp biomikroskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan Gram atau Giemsa dapat dijumpai selsel radang polimorfonuklear, sel-sel mononuclear, juga bakteri atau jamur penyebab konjungtivitis dapat diidentifikasi dari pengecatan ini Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan Giemsa akan didapatkan sel-sel Eosinofil KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis konjungtivitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan klinis: - Visus tidak menurun - Hyperemia konjungtiva : konjungtiva berwarna meraholeh karena pengisian pembuluh darah konjungtiva yang dalam keadaan normal kosong Pengisian pembuluh darah konjungtiva terutama di daerah fornix akan semakin menghilang atau menipis ke arah limbus - Epifora : keluarnya air mata yang berlebihan
-
Pseudotosis : kelopak mata atas seperti akan menutup, oleh karena edema konjungtiva palpebra dan eksudasi sel-sel radang pada konjungtiva palpebra Hipertrofi papiler : suatu reaksi onspesifik konjungtiva di daerah tarsus dan limbus, berupa tonjolan-tonjolan yang berbentuk polygonal Folikel : suatu reaksi nonspesifik konjungtiva biasanya karena infeksi virus, berupa tonjolan kecil-kecil yang berbentuk bulat Khemosis : edema konjungtiva Membrane atau pseudomembran : suatu membrane yang berbentuk oleh karena koagulasi fibrin Preaurikular adenopati : pembesaran kelenjar limfe preaurikular
Pemeriksaan laboratorium - Ditemukannya kuman-kuman atau mikroorganisme dalam sediaan langsung dari kerokan konjungtiva atau getah mata, juga sel-sel radang polimorfonuklear atau sel-sel radang mononuclear. - Pada konjungtivitis karena jamur ditemukan adanya hyfe - Pada konjungtivitis karena alergi ditemukan sel-sel Eosinofil DIAGNOSIS BANDING - Skleritis dan episkleritis - Keratitis - Glaukoma akut dan sub akut - Uveitis anterior PENATALAKSANAAN Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua penyebab klasik konjungtivitis bakteri akut adalah Streptococcus pneumoni dan Haemophyllus aegypticus. Pada umumnya konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan antibiotic topical Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberi Amphotericin B 0,1% yang efektif untuk Aspergillus dan Candida. Konjungtivitis karena virus, pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotic. Pengobatan utama adalah suportif. Berikan kompres hangat atau dingin, bersihkan secret dan dapat memakai air mata buatan. Pemberian kortikosteroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin Konjungtivitis karena alergi diobati dengan antihistamin atau kortikosteroid topical PENYULIT Penyakit pada konjungtivitis dapat berbentuk : - Phlikten - Keratis epithelial - Ulkus kataralis
PROGNOSIS Baik
EDUKASI 1. Kondisi imunitas dan stamina dapat berpengaruh pada lamanya proses penyembuhan 2. Hati-hati untuk penggunaan obat steroid topical. Bila obat steroid topical diperlukan harus dengan pengawasan yang ketat dari dokter.
KEPUSTAKAAN 1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology 2011; p.149-157. 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 th 3. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18 ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 127-134 4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication, Maruzen Asia, 1989, pp. 78-83 5. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX, 1987, pp. 107-129 6. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi, Surabaya 12 Juli 1997
GONOBLENORE PENGERTIAN Konjungtivitis yang hiperakut dengan sekret purulen yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoea. Patofisiologi Proses keradangan hiperakut konjungtiva dapat disebabkan oleh Neisseria gonorrhoea, yaitu kuman-kuman berbentuk kokus, Gram negative yang sering menjadi penyebab uretritis pada pria dan vaginitis atau bartolinitis pada wanita. Infeksi dapat terjadi karena adanya kontak langsung antara Neisseria gonorrhoea dengan konjungtiva. ANAMNESIS Penyakit gonoblenore dapat terjadi secara mendadak. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa jam sampai 3 hari. Keluhan utama : mata merah, bengkak, dengan sekret seperti nanah yang kadang-kadang bercampur darah.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Slitlamp biomikroskopi 3. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium KRITERIA DIAGNOSIS Pemeriksaan klinis : keradangan konjungtiva yang hiperakut - Hiperemi konjungtiva - Getah mata seperti nanah yang banyak sekali - Kelopak mata bengkak oleh karena edema konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi - Pendarahan dapat terjadi oleh karena edema konjungtiva yang hebat. Hal ini akan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah konjungtiva, dan timbul pendarahan
Pemeriksaan laboratorium : Kerokan konjungtiva atau getah mata yang purulen dicat dengan pengecatan Gram dan diperiksa di bawah mikroskop. Didapatkan kokus Gram negative yang berpasang pasangan seperti biji kopi yang tersebar di luar dan di dalam sel, adalah kuman-kuman Neisseria gonorrhoea.
DIAGNOSIS BANDING Endoftalmitis PENATALAKSANAAN - Gonoblenore tanpa penyulit pada kornea Topical : Salep mata Tetracycline HCl 1% atau Ciprofloxacin 0.3% yang diberikan minimal 6 kali sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam sekali pada penderita dewasa, dilanjutkan sampai 5 kali sampai terjadinya resolusi
Sebelum diberikan salep/tetes mata, sekret harus diberikan terlebih dahulu Sistemik : Pada orang dewasa diberikan Penicillin G 4,8 juta IU intra muscular dalam dosis tunggal ditambah dengan Probenecid 1 gram peroral, atau Ampicillin dosis tunggal 3,5 gram peroral Pada neonatus dan anak-anak injeksi penicillin diberikan dengan dosis 50.000-100.000 IU/kgBB Bila penderita tidak tahan dengan obat-obatan derivate penicillin bisa diberikan Thiamphenicol 3,5 gram dosi tunggal atau Tetracycline 1,5 gram dosis initial dilanjutkan dengan 4 kali 500 mg/hari selama 4 hari -
Gonoblenore dengan penyulit pada kornea Topikal : Ciprofloxacin 0,3% dengan cara pemberian sbb : Hari I : 1-2 tetes, setiap 15 menit selama 6 jam Selanjutnya diberikan 2 tetes setiap 30 menit Hari II : 2 tetes tiap 1 jam Hari III : 2 tetes tiap 4 jam Obat-obat topical lain yang dapat diberikan ialah : Bacitracin, Vancomycin, Cephaloridin, Cephazolin, Gentamycin, Tobramycin, Carbenicillin dan Polymyxin B Sistemik : Pengobatan sistemik diberikan seperti pada gonoblenore tanpa penyulit (ulkus kornea) Selain obat-obat spesifik untuk Neisseria Gonorrhea dapat diberikan : sikloplegik (Scopolamin 0,25%) 2-3 X setiap hari untuk menghilangkan nyeri karena spasme siliar dan mencegah sinekia Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam (descemetocele) dapat dilakukan operasi flap konjungtiva “partial conjunctival bridge flap”
PROGNOSIS Bila pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis cukup, gonoblenore akan sembuh tanpa komplikasi. Bila pengobatan diberikan lebih lambat atau kurang intensif, maka kesembuhannya mungkin disertai sikatriks kornea dan penurunan tajam penglihatan yang menetap atau kebutaan EDUKASI 1. Penyakit bersifat hiperakut dan infeksius, memerlukan perawatan intensif dan isolasi. 2. Sumber penularan harus diketahui dan diberikan penjelasan untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan
KEPUSTAKAAN 1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology, 2011. 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 3. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18 th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 129132, 181 th 4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 ed, Lange Medical Publication, Maruzen Asia, 1989, pp. 77-99
5. WHO : Conjunctivitis of New Born Prevention and Treatment at the Primary Health Care, 1986, pp. 2-39 6. Smollin G : the Cornea Scientific Foundations and Clinical Practice, Little, Brown and Co. – Boston / Toronto, 1983, p. 158-166 7. Roussel T.J. : Treatment of Gonococcal Conjunctivitis
TRAKOMA PENGERTIAN Keradangan konjungtiva yang akut, subakut atau kronik disebabkan oleh Chlamydia trachomatis Patofisiologi Chlamydia trachomatis memiliki kecenderungan untuk menginfeksi kedua mata. Pada stadium dini, penyakit ini mirip dengan konjungtivitis kronis pada umumnya, yaitu mata merah dan didapatkan folikel maupun hipertropi papiler pada tarsus bagian atas. Hipertropi papiler dan inflamasi konjungtiva mengakibatkan sikatrik konjungtiva yang dapat mengakibatkan penyulit-penyulit yang ringan maupun berat, pada sikratik yang berat dapat terjadi “tear deficiency syndrome”. Kelainan di kornea dapat berupa epithelial keratis, subepithelial keratis, infiltrate disertai neovaskularisasi (pannus), ulkus kornea, sikratik folikel-folikel di limbus yang disebut Herbert’s pits. Entropion dan trikiasis, terjadi akibat sikatrik konjungtiva yang hebat, dimana bulu-bulu mata dan menggores kornea dan mengakibatkan ulkus kornea, kadangkadang perforasi kornea ANAMNESIS Periode inkubasi sekitar 5-14 hari dengan rata-rata sekitar 7 hari. Pada bayi dan anak-anak perjalanan penyakitnya sangat ringan, akan tetapi pada orang dewasa perjalanan penyakitnya dapat akut atau subakut, seperti pada konjungtivitis yaitu : mata me rah, nyeri epifora, folokel dan hipertropi papiler. PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Slitlamp biomikroskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium Pemeriksaan klinis : Didapatkan folikel-folikel dan hipertropi papiler pada tarsus di bagian atas, pannus, Herbert’s pits, entropion, trikiasis, atau sikatrik tarsus bagian atas Gambaran klinis pada trachoma oleh McCallan digambarkan sebagai berikut : Stadium I : didapatkan folikel yang imatur dan hipertropi papiler pada tarsus di bagian atas Stadium IIa : didapatkan folikel yang matur dan hipertropi papiler pada tarsus di bagian atas Stadium IIb : hipertropi papiler makin jelas sehingga menutupi folikel Pada stadium IIa dan IIb disebut sebagai : established trakoma Pada stadium IIa dan IIb juga didapatkan epithelial keratis, subepitelial keratis, pannus, herbert’s pits Stadium III : trachoma aktif dan sikatrik (di samping sikatrik didapatkan juga folikel dan hipertropi papiler) Stadium IV : sikatrik tanpa disertai tanda-tanda trachoma aktif
Pemeriksaan laboratorium : Kerokan konjungtiva dicat dengan Giemsa didapatkan sel-sel polimorfonuklear, sel plasma, sel leber (makrofag yang besar dan berisi debris), juga didapatkan inclusion bodi pada sitoplasma sel-sel konjungtiva yang disebut Halberstaedler – Prowasek Inklusion Bodies. DIAGNOSIS BANDING Konjungtivitis vernalis PENATALAKSANAAN Topical : Trakoma sampai sekarang masih diobati dengan Tetracycline 1%, Erythromycin dan Sulfonamide 15% berupa tetes mata ataupun salep mata. Pemberian topical selama 3 bulan Sistemik : Tetracycline 250 mg sehari 4 kali selama 3-4 minggu Erythromycine 250 mg sehari 4 kali selama 3-4 minggu Dosis dapat diperbesar, dengan lama pemberian lebih pendek Dosis : 2-4 Gram/hari, selama 14 hari Pengobatan ditunjang dengan kebersihan perorangan dan gizi yang baik Penyulit Trakoma merupakan salah satu penyakit yang dapat mengakibatkan kebutaan. Kebutaan karena trakoma dapat disebabkan oleh : pannus totalis, ulkus panusum yang mengalami perforasi, ulkus kornea akibat entropion dan trikiasis Bila sudah terjadi entropion dan trikiasis dapat dikoreksi dengan operasi tarsotomi metode SBL (Sie Boen Liang) PROGNOSIS Trakoma adalah suatu penyakit mata yang kronis dan diderita dalam waktu yang lama. Pada kasus-kasus yang ringan dapat sembuh tanpa meninggalkan cacat atau sembuh tanpa bekas. Pada kasus yang berat dapat terjadi sikatrik ataupun penyulit-penyulit yang dapat mengakibatkan kebutaan
EDUKASI Menjaga hygiene mata Penyuluhan kesehatan komunitas
KEPUSTAKAAN 1. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 135-138 th 2. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 ed, Lange Medical Publication, Maruzen Asia, 1989, pp. 77-99 3. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX, 1987, pp. 117-119 4. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi, Surabaya 12 Juli 1997 5. Newell F.W. : Ophthalmology, Principles and Concepts, Fifth Ed, The CV Mosby Co – St Louis, 1982, p 192
6. Basic and Clinical Science, Course Section 7 External Disease and Cornea, California: American Academy of Ophthalmology, 2009, p. 53 7. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006
KONJUNGTIVITIS VERNAL PENGERTIAN Keradangan bilateral konjungtiva yang berulang menurut musim dengan gambaran spesifik hipertropi papiler di daerah tarsus dan limbus Patofisiologi Menurut lokalisasinya dibedakan tipe palpebral dan tipe limbal. Pada tipe palpebral, pada beberapa tempat akan mengalami hiperplasi sedangkan di bagian lain mengalami atrofi. Perubahan mendasar terdapat di substansia propia. Substansia propia terinfiltrasi sel-sel limfosit, plasma dan eosinofil. Pada stadium lanjut jumlah sel-sel limfosit, plasma dan eosinofil akan semakin meningkat, sehingga terbentuk tonjolan jaringan di daerah tarsus, disertai pembentukan pembuluh darah baru. Degenerasi hyaline di stroma terjadi pada fase dini dan semakin menghebat pada stadium lanjut Pada tipe limbal juga terjadi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi pada tipe palpebral, hanya lokalisasinya saja yang berbeda yaitu pada limbus konjungtiva Etiologi Alergi merupakan kemungkinan terbesar penyebab konjungtivitis vernal Hal ini berdasarkan atas : - Tendensi untuk diderita anak-anak dan orang usia muda - Kambuh secara musiman - Pemeriksaan getah mata didapatkan eosinofil
ANAMNESIS - Gatal pada mata merupakan keluhan utama pada hampir semua penderita konjungtivitis vernal. - Mata terlihat kotor / tidak bersih / tidak putih (merah kecoklatan) - Kotoran mata elastis (bila ditarik molor)
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium KRITERIA DIAGNOSIS Berdasarkan atas pemeriksaan klinis dan laboratorium Pemeriksaan klinis : - Anamnesa adanya keluhan gatal, mata merah kecoklatan (kotor) - Palpebra : didapatkan hipertropi papiler, couble-stone, Giant’s papillae. Dapat terjadi ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan dibandingkan yang lain. Prosis terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel-sel konjungtiva palpebra dan infiltrasi selsel limfosit plasma, eosinofil, juga adanya degenerasi hyaline pada stroma konjungtiva
-
Konjungtiva bulbi : warna merah kecoklatan dan kotor, terutama di area fisura Interpalpebralis - Limbus : Horner Trantas dots (gambaran seperti renda pada limbus). Merupakan penumpukan eosinofil dan merupakan hal yang patognomonis pada konjungtivitis vernal - Kornea : dapat ditemukan pungtat epithelial keratopati, kadang-kadang didapatkan ulkus kornea yang berbentuk bulat lonjong vertical. Kelainan di kornea ini tidak membutuhkan pengobatan khusus Pemeriksaan laboratorium : - Pada pemeriksaan kerokan konjungtiva atau getah mata didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil granul DIAGNOSIS BANDING 1. Trachoma : didapatkan folikel pada stadium awal yang akhirnya terselubung dengan hipertropi papiler, sedangkan pada konjungtivitis vernal tidak pernah didapatkan folikel 2. Hey fever konjungtivitis : pembengkakan terjadi karena adanya infiltrasi cairan ke dalam sel PENATALAKSANAAN Kortikosteroid local diberikan pada fase akut dengan gejala mata merah kecoklatan (kotor) dan keluhan sangat gatal. Diberikan setiap 2 jam selama 4 hari, untuk selanjutnya digantikan obat-obat lain seperti : 1. Sodium cromoglycate 2% : 4-6 x 1 tetes / hari 2. Naphazoline & Pheniramine maleat 4 x 1 tetes / hari
Pada kasus-kasus berat dapat dipertimbangkan pemberian : 1. Kortikosteroid peroral 2. Antihistamin peroral Yang perlu diperhatikan bagi penderita : 1. Tidak boleh menggunakan obat tetes mata steroid secara terus menerus 2. Setiap pembelian obat harus dengan resep dokter 3. Bahaya pemakaian steroid : infeksi bakteri dan jamur, glaucoma 4. kontrol secara teratur sesuai saran dokter mata Kompres dingin selama 10 menit beberapa kali sehari dapat mengurangi keluhan-keluhan penderita PROGNOSIS Konjungtivitis vernal diderita sekitar 4-10 tahun, dengan remisi dan eksase rbasi. EDUKASI Usahakan menghindari faktor pencetus. Hati-hati bila pengobatan menggunakan kortikosteroid topical, harus dengan pengawasan dokter, karena tidak jarang mengakibatkan glaucoma dan dapat berakhir dengan kebutaan.
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology, 2011. 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 th 3. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18 ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 135-138 4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication, Maruzen Asia, 1989, pp. 77-99 5. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX, 1987, pp. 117-119 6. Clinical Signs Journal : Allergic conjunctivitis, Vol XV No. 3, 1994 7. British Journal of Ophthalmology : Leonardi A, Borghesan F, Avarello A, Plebani M, Secchi A.G : “Effect of Loxodamide and disodium chromoglycate on tear Eosinophil cationic protein in Vernal keratoconjunctivitis” ; 81:23-26 ; 1997
PTERIGIUM PENGERTIAN Penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging yang menja lar ke kornea Patofisiologi Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea
ANAMNESIS Keluhan penderita mata merah dan timbulnya bentukan seperti daging yang menjalar ke kornea
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Patologi KRITERIA DIAGNOSIS Gambaran klinis : pterigium ada 2 macam, yaitu yang tebal dan mengandung banyak pembuluh darah, atau yang tipis dan tidak mengandung pembuluh darah. Pterigium yang mengalami iritasi dapat menjadi merah dan menebal yang kadang-kadang dikeluhkan kemeng oleh penderita.
Patologi : Pada pemeriksaan hispatologi didapatkan konjungtiva mengalami degenerasi hyaline dan elastis, sedangkan di kornea terjadi degenerasi hyaline dan elastis pada membrane Bowman DIAGNOSIS BANDING 1. Pingeukulum : penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna kekuningan 2. Pseudopterigium : suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea
PENATALAKSANAAN Pterigium ringan tidak perlu diobati. Pterigium yang mengalami iritasi, dapat diberikan anti inflamasi tetes mata golongan steroid, non steroid dan vasokonstriktor tetes mata
Indikasi operasi (ekstirpasi) : 1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari l imbus 2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberi keluhan mata merah, berair dan silau karena astigmatismus 4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita Penyulit Pterigium yang tebal dapat mengakibatkan astigmatisme irregular. Bila menutup optic center dapat menurunkan visus
PROGNOSIS Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik. Kekambuhan dapat dicegah dengan modifikasi teknik operasi dan kombinasi operasi dengan sitostatik tetes mata.
EDUKASI Bila tidak menimbulkan keluhan atau gangguan penglihatan tidak harus dilakukan operasi, karena bersifat rekuren. KEPUSTAKAAN 1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology, 2011. 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 3. Bankes JLK : Clinical Ophthalmology a Text Colour and Atlas ELBS / Churchill Livingstone Reprint ed. 1986, pp. 42-43 4. Miller J.H : Parson’s disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 142 5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication, 1989, pp. 98 6. British Journal of Ophthalmology : Mahar P.S.; Nwokora G.E. : Role of Mitomycin C in Pterygium surgery, 77 : 433-435, 1993 7. British Journal of Ophthalmology : Rachmiel R.; Leiba H; Levartovsky S : Results of treatment with topical Mitomycin C 0,02% following excision of primary pterygium; 79 : 233-236, 1995 8. Suryo SS; Akbar P.A : Pengobatan pterygium dengan tetes mata Thiotepa pasca bedah dalam usaha mengurangi tubuh ulang : Kumpulan makalah KONAS Perdami VI Semarang 4-6 Juli 1988
IV. KORNEA
KERATITIS NUMULARIS = Keratitis Sawahica = Keratitis Punctata Tropica PENGERTIAN Keradangan kornea dengan gambaran infiltrate sub epitel berbentuk bulatan seperti mata uang (coin lesion) Patofisiologi Organisme penyebabnya diduga virus yang masuk ke dalam epitel kornea melalui luka kecil setelah terjadinya trauma ringan pada mata Replikasi virus pada sel epitel diikuti penyebaran toksin pada stroma kornea menimbulkan kekeruhan / infiltrate yang khas berbentuk bulat seperti mata uang Kelainan ini dapat mengenai semua umur, seringkali mengenai satu mata tapi beberapa kasus dapat mengenai kedua mata ANAMNESIS Penderita mengeluh perasaan adanya benda asing dan fotofobi. Kekaburan terjadi apabila infiltrate pada stroma kornea berada pada aksis visual Kadang penderita melihat sendiri adanya bercak putih pada matanya. Khas pada penderita ini tidak terdapat riwayat konjungtivitis sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Slitlamp biomikroskopi dengan flouresin 3. Sensibilitas kornea KRITERIA DIAGNOSIS - Keluhan adanya benda asing, fotofobi, kadang-kadang disertai penglihatan kabur bila infiltrate berada di tengah aksis visual - Tidak terdapat hiperemi konjungtiva maupun hiperemi peri-kornea - Retroiluminasi : tampak bercak putih bulat di bawah epitel kornea baik di daerah sentral atau perifer. Epitel di atas lesi sering mengalami elevasi dan tampak irregular. Umur bulatan infiltrate tidak selalu sama dan terdapat kecenderungan bergabung menjadi satu. Besar infiltrate bervariasi + 0,5 – 1,5 mm - Tes fluoresin : Menunjukkan hasil negative - Tes sensibilitas kornea : Baik (tidak menurun) DIAGNOSIS BANDING 1. E.K.C (Epidemic Kerato Conjunctivitis) - Didahului konjungtivitis - Infiltrate lebih tebal dibandingkan infiltrate pada keratitis numuralis 2. Varicella keratitis - Ada tanda-tanda varicella sebelumnya dan lesi pada kornea timbul setelah lesi di kulit menghilang PENATALAKSANAAN
Kortikosteroid topical (missal: dexamethasone) diberikan 3-4 kali sehari akan mengurangi keluhan penderita, diberikan sampai 5-7 hari dan pemberian dapat diulang sampai 4-6 minggu untuk mencegah timbulnya keluhan ber ulang PROGNOSIS Tergantung luas dan lokasi lesi di kornea EDUKASI Penyembuhan lama, perlu kerjasama pasien untuk pengobatan secara teratur. KEPUSTAKAAN 1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology, 2011. 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 nd 3. Grayson Merill : Disease of the cornea, 2 ed, CV Mosby Co, St Louis, 1983, pp. 97-100 4. Smolin Gilbert, Thoft Richard A : The Cornea-Scientific Foundation and Clinical st practice, 1 ed, Edited by Gilbert smolin, 1983, pp. 226-229 5. Vughan D, Asbury T : General Ophthalmology, Lange Medical Publication 11 th ed 1986, p. 107
ULKUS KORNEA KARENA BAKTERI PENGERTIAN Ulkus kornea yang timbul akibat infeksi kuman-kuman (bakteri) Patofisiologi - Ulkus kornea terjadi setelah adanya kerusakan epitel kornea. Walaupun kerusakan epitel terjadi dibagian tepi / perifer kornea, tetapi ulkus cenderung bermigrasi ke tengah kornea - Sering diikuti hipopion yaitu endapan sel-sel radang di dalam kamera anterior ANAMNESIS Mendadak mata merah, nyeri, seperti ada benda asing, epifora dan fotofobi, disertai penglihatan kabur
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Slitlamp biomikroskopi dengan fluoresin PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : scraping ulcus untuk pewarnaan (Gram, KOH, dll) dan kultur sensitivitas antibiotika. KRITERIA DIAGNOSIS - Mendadak mata merah, seperti ada benda asing, merah epifora dan fotofobi. - Visus : menurun - Hiperemi perikornea - Retroiluminasi : Infiltrate pada kornea berupa bercak putih pada epitel sampai stroma, bisa kecil tapi bisa menutup seluruh kornea, tidak jarang di atas lesi menjadi rapuh - Tes fluoresin : Hasil positif di tepi ulkus - Hipopion : berupa cairan kental di dalam bilik mata depan - Laboratorium : - Hapusan langsung : untuk mengetahui jenis kuman dengan pengecatan “Gram”. - Biakan kuman : untuk identifikasi kuman. Untuk keperluan pemeriksaan laboratorium ini bahan diambil dari tepi ulkus menggunakan kapas steril DIAGNOSIS BANDING Ulkus kornea akibat jamur : - Di sekitar infiltrate induk terdapat infiltrat satelit - Elemen jamur ditemukan di dalam bilik mata depan (hype)
PENATALAKSANAAN Antibiotic : Pemilihan Antibiotik : - Empiris selama 2 hari, kalau tidak membaik dilakukan scrapping untuk pewarnaan Gram dan kultur. - Tergantung hasil pewarnaan dan biakan kuman Cara pemberian : - Topical - Sistemik
Pemilihan rawat jalan / rawat inap : - Tergantung berat ringan ulkus Penatalaksanaan ulkus kornea yang dianjurkan ; Ukuran Ulkus
Lokasi pada Kornea
A. 3 mm
Tidak pada sumbu mata
B. 3 mm
Pada sumbu mata
C. 3 mm + hypopyion
Disegala tempat
Penatalaksanaan
-
Rawat Jalan Antibiotik topical tiap jam Rawat tinggal Antibiotic topical tiap jam Rawat inap Antibiotic topical tiap jam Antibiotic sistemik
PROGNOSIS Dubius tergantung luas dan lokasi dan virulensi kuman. EDUKASI 1. Pengobatan biasanya memerlukan waktu yang lama. 2. Diperlukan ketekunan dan kepatuhan dalam pengobatan. 3. Tajam penglihatan pada kebanyakan kasus tidak akan pulih kembali, karena adanya jaringan parut pada kornea. 4. Pada kasus yang berat dapat terjadi prolaps isi bola dan endoftalmitis yang memerlukan tindakan pengangkatan bola mata.
KEPUSTAKAAN 1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology, 2011. 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006Smolin Gilbert, Thoft Richard A : The Cornea – Scientific Foundation st and Clinical Practice, 1 ed, edited by Gilbert Smolin, 1983, pp 156-166 3. Grayson Merill : Disease of The Cornea, 2nd ed, CV Mosby, St. Louis, 1983, pp. 45-76 4. Vaughan D. Asbury T : General Ophthalmology, 11 th ed, Lange Medical Publication, California, 1986, pp. 109-112
KERATITIS DENDRITIKA = Keratitis Herpes Simplex
PENGERTIAN Keradangan kornea akibat virus Herpes Simplex PATOFISIOLOGI Infeksi primer : Terjadi akibat kontak langsung dengan penderita herpes simplex, pada bayi baru lahir akibat kontak langsung dengan jalan lahir ibu yang terkontaminasi virus herpes simplex. Kontak dapat pula terjadi secara oral, seksual atau melalui media lain seperti: obat-obat mata, handuk, tangan penderita dll. Herpes rekuren : Infeksi primer yang telah sembuh dapat kambuh kembali akibat rangsangan non spesifik seperti : - Trauma - Sinar ultra violet - Demam - Menstruasi - Stress psikis - Penggunaan obat-obat kortikosteroid baik local maupun sistemik Lesi yang timbul pada kornea diakibatkan penetrasi virus ke dalam sel epitel didahului mikro utama, sehingga virus berkembang melalui siklus replikasi di sepanjang cabang-cabang saraf oftalmik pada kornea sehingga terbentuk infiltrate berupa kekeruhan menyerupai pita halus bercabang-cabang (dendrite), sedang toksin yang dihasilkan akan menembus stroma dan menimbulkan kekeruhan kornea berbentuk cakram (disci formis). Lesi pada kornea dapat mengalami ulserasi. ANAMNESIS Penderita mengeluh fotofobi dan epifora (banyak airmata). Keluhan bersifat ringan akibat serangan virus pada cabang saraf oftalmik pada kornea sehingga kornea mengalami hipo sampai anestesi. Kekaburan terjadi apabila lesi berada tepat di tengah aksis visual.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Slitlamp biomikroskopi dengan fluoresin 3. Sensibiltas kornea
KRITERIA DIAGNOSIS - Visus : menurun bila lesi berada di kornea sentral - Pemeriksaan mata luar : o Infeksi primer : Berupa keratis punctata difusa non spesifik Sering disertai : • Konjungtivitis folikularis akut • Pembentukan pseudomembran o Herpes rekuren :
Lesi kornea khas berbentuk dendrite tetapi bisa berbentuk filament, geografis, disiform maupun punctata Tes fluoresin : (+) pada lesi epitel Tes sensibilitas : menurun sampai negative
DIAGNOSIS BANDING - Keratis Herpes Zoster o Didahului oleh infeksi herpes zoster di organ tubuh lain, misalnya zoster oftalmikus di dahi dan palpebra herpes zoster fasialis dipipi. PENATALAKSANAAN 1. Primer - Acyclovir peroral 5 x 400mg selama 7 – 10 hari -Acyclovir topical 5 kali sehari -Artifisial tears 2. Sekunder - Acyclovir topical 5 kali sehari - steroid topical 4 kali sehari - artificial tears PROGNOSIS Dubius oleh karena kekambuhannya EDUKASI 1. Penyakit ini sering residif, hindari faktor pencetus 2. Pada kasus yang lanjut perlu dilakukan cangkok kornea untuk memperbaiki tajam penglihatan. KEPUSTAKAAN 1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology, 2011. 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 st 3. Smolin G, Thoft Ricard A : The Cornea-Scientific foundation and clinical practice, 1 ed, edited by Gilbert Smolin, 1983, pp 178-189 nd 4. Grayson Merill : Disease of The Cornea, 2 ed, CV Mosby, St Louis, 1983, pp. 150-176 5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 11 th ed, Lange Medical Publication, California, 1986, pp. 112-114
KERATOPATI BULOSA
PENGERTIAN Kelainan kornea ditandai adanya bula di permukaan kornea akibat edema kornea kronis Patofisiologi Kerusakan endotel kornea menyebabkan cairan akuos humor di bilik mata depan masuk menembus stroma sampai epitel kornea menyebabkan edema dan bentukan bula di epitel.
Penyebab kerusakan endotel kornea tersebut di antaranya : - Trauma akibat operasi intra okuler - Glaukoma - Uveitis kronis - Distrofi Fuch - Bahan-bahan toksik terhadap endotel seperti cairan saline dan epinephrine - Perlekatan badan kaca dan endotel ANAMNESIS Perasaan adanya benda asing sampai nyeri yang sangat dikeluhkan terutama bila penderita berkedip, disertai epifora dan fotofobi. PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Slitlamp biomikroskopi 3. Fluoresin test 4. Tekanan Intraokuler KRITERIA DIAGNOSIS - Perasaan adanya benda asing sampai nyeri yang sangat bila berkedip, disertai epifora dan fotofobi. - Visus menurun akibat edema kornea - Retroiluminasi : Kornea keruh (edema) disertai bercak-bercak seperti kantung air di permukaan tampak menonjol berisi air, dapat berupa bula yang besar dan mengalami fluktuasi bila ditekan pelan-pelan. Di sekitar bula sering didapat infiltrate berwarna putih. Bula dapat pecah dan menimbulkan erosi kornea yang luas. Sering ditemui adanya lipatan descemet berbentuk garis-garis putih di bawah stroma - Tes fluoresin : Menunjukkan hasil positif bila terjadi erosi kornea kornea akibat bula bula yang pecah
DIAGNOSIS BANDING - Keratis Herpes Simplex : Didahului mikrotrauma o o Tes sensibilitas : menurun PENATALAKSANAAN - Bahan hiperosmotik : salep NaCl 5% diberikan 3-4 kali/hari - Obat-obat sikloplegik : Atropin 0,5-1% tetes mata diberikan 1 kali se hari - Lensa kontak khusus (“bandage lens”)
-
Keratoplasti tembus (penetrating keratoplasty)
PROGNOSIS Dubia EDUKASI Pengobatan hanya untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan faktor penyebabnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 2. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California: American Academy of Ophthalmology, 2011 3. .Phillip C : Basical Clinical Ophthalmology, ELBS 1 st Published, Churchill Livingstone, 1986, p. 124 4. Leibowtz : Corneal Disoders; Clinical Diagnosis and Management, W.B. Saunders Co, 1984, pp. 172-180 5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 13 th ed, Lange Medical Publication, California, 1992, p. 121-122
V. KATARAK
KATARAK KONGENITAL
PENGERTIAN Kekeruhan lensa yang terjadi sejak lahir Patofisiologi Sepertiga katarak congenital disebabkan oleh kelainan herediter, sepertiga yang lain karena gangguan metabolisme atau infeksi atau berkaitan dengan bermacam sindrom, sedang sepertiga terakhir tidak dapat dipastikan penyebabnya. Pembagian Katarak congenital sering disertai kelainan congenital lainnya sehingga merupakan sindrom, antara lain : - Sindrom rubella : disertai kelainan jantung, telinga dan genitor urinary - Galaktosemi : adanya gangguan metabolisme galaktosa. Sering disertai retardasi mental, hambatan pertumbuhan, dan gangguan fungsi hati. - Hipoglikemi : kadar gula darah 20 mg / 100 ml atau kurang yang terjadi berulang-ulang menyebabkan konvulsi, somnolen, diaforesis dan tidak sadar. - Sindrom lowe (sindrom okuloserebral renal) : katarak nuclear bilateral dan mikrofakia bisa disertai retardasi mental, proteinuria, glukosuria dan batu ginjal. - Distrofi miotonik : suatu penyakit autosomal dominant. Katarak ditandai dengan bintik bintik halus tersebar di korteks dan subkapsular. Nucleus jernih. Kelainan sistemik yang menyertai adalah distrofi otot-otot, gangguan kontraksi dan relaksasi, atropi testis.
Menifestasi kelainan mata yang bisa menyertai katarak congenital adalah : - Megalokornea - Koloboma - Ektopia lensa - Aniridia - Mikroftalmus - Displasia retina ANAMNESIS Subyektif : Penurunan atau gangguan penglihatan Obyektif : Tampak warna putih pada pupil akibat kekeruhan lensa (Leukokoria) PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. USG 2. Laboratorium : serologi IgG dan IgM Rubella KRITERIA DIAGNOSIS - Pemeriksaan tajam penglihatan secara objektif untuk mengevaluasi visual respon
-
Lampu senter : diamati apakah bayi masih ada reaksi terhadap cahaya, yaitu mengikuti arah cahaya. Dengan pupil yang telah dilebarkan tampak kekeruhan lensa putih keabuan. Oftalmoskopi : mengevaluasi refleks fundus Pemeriksaan USG mata Pemeriksaan IgG, IgM Rubela Konsul dokter spesialis anak
DIAGNOSIS BANDING 1. Retinoblastoma 2. PHPV 3. Ablatio Retina Kongenital 4. ROP
PENATALAKSANAAN 1. Pembedahan : apabila didapatkan katarak unilateral yang padat, sentral dengan diameter lebih dari 2 mm atau katarak menyerang kedua mata, dianjurkan ekstraksi katarak pada waktu bayi berusia 6 bulan untuk memungkinkan berkembangnya tajam penglihatan dan mencegah ambliopia. Apabila operasi ini berhasil baik, operasi mata kedua dapat dilakukan segera 2. Bila Rubela positif operasi ditunda 1-2 tahun kemudian sehingga resiko penyulit operasi lebih rendah 3. Tindakan pembedahan berupa disisi lensa diikuti dengan aspirasi irigasi. Dilakukan kapsulotomi posterior primer dan vitrektomi anterior untuk mencegah kekeruhan pada kapsul posterior 4. Pemasangan lensa intraokuler dapat dilakukan jika diameter kornea > 10 mm Penyulit - Ambliopia eks anopsia : tajam penglihatan tidak mencapai 6/6 karena macula lutea tidak berkembang - Nistagmus - Strabismus PROGNOSIS Dubia EDUKASI Sering terjadi kekeruhan kapsul posterior paska operasi KEPUSTAKAAN 1. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 15 th ed, Lange Medical Publication, California, 1995, pp. 30-36 2. Basic and Clinical Science Course : Lens and Cataract, The Foundation of The American Academy of Ophthalmology, 2001-2002, pp. 30-36 3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006
KATARAK SENILIS
PENGERTIAN Setiap kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut Patofisiologi Penyebab pasti sampai sekarang belum diketahui. Terjadi perubahan kimia pada protein lensa dan agregasi menjadi protein dengan berat molekul tinggi. Agregasi protein ini mengakibatkan fluktuasi indeks refraksi lensa, pemendaran cahaya dan mengurangi kejernihan lensa. Factor yang berperan penting pada pembentukan karatak antara lain proses oksidasi dari radikal bebas, paparan sinar ultra violet dan malnutrisi. Pembagian Menurut tebal tipisnya kekeruhan lensa, katarak senil dibagi menurut 4 stadia : 1. Katarak insipien Kekeruhan lensa tampak terutama di bagian perifer korteks berupa garis-garis yang melebar dan makin ke sentral menyerupai ruji sebuah roda Biasanya pada stadium ini belum menimbulkan gangguan tajam penglihatan yang bermakna 2. Katarak imatur atau katarak intumesen Kekeruhan terutama di bagian posterior nucleus dan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Terjadi pencembungan lensa karena lensa menyerap cairan, akan mendorong iris ke depan yang menyebabkan bilik mata depan menjadi dangkal Lensa yang menjadi lebih cembung akan meningkatkan daya bias, sehingga terjadi perubahan refraksi 3. Katarak matur Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna menjadi putih keabu-abuan Tajam penglihatan menurun sampai hitung jari atau gerakan tangan atau persepsi cahaya 4. Katarak hipermatur Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan korteks dan nucleus tenggelam ke bawah (KATARAK MORGAGNI), atau lensa akan terus kehilangan cairan dan keriput (SHRUNKEN CATARACT). Operasi pada stadium ini kurang menguntungkan karena menimbulkan penyulit.
ANAMNESIS - Tajam penglihatan menurun; makin tebal kekeruhan lensa, tajam penglihatan makin mundur Demikian pula bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa penderita merasa lebih kabur dibandingkan kekeruhan di perifer - Penderita merasa lebih enak membaca dekat tanpa kacamata seperti biasanya karena miopisasi - Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita mengeluh silau dan penurunan penglihatan pada keadaan terang PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi
47
2. 3. 4.
Tonometri Slitlamp biomikroskopi Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. USG 2. Biometri 3. Laboratorium : BSN KRITERIA DIAGNOSIS - Visus menurun bisa sampai LP (+). Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah pada katarak matur untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar - Refleks pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal. - Leukokoria : Tampak pupil berwarna putih pada katarak matur dan kekeruhan pada lensa terutama bila pupil dilebarkan, berwarna putih keabu-abuan yang harus dibedakan dengan refleks senil. - Tes iris shadow (bayangan iris pada lensa) : yang positif pada katarak imatur dan negative pada katarak matur - Refleks fundus pada stadium insipien dan imatur tampak kekeruhan kehitamhitaman dengan latar belakang jingga sedangkan pada stadium matur hanya didapatkan warna kehitaman tanpa latar belakang jingga atau refleks fundus negative DIAGNOSIS BANDING 1. Refleks senil : pada orang tua dengan lampu senter tampak warna pupil keabuabuan mirip katarak, tetapi pada pemeriksaan refleks fundus positif 2. Katarak komplikata : katarak terjadi sebagai penyulit dari penyakit mata (missal uveitis anterior) atau penyakit sistemik (misal Diabetes Mellitus) 3. Katarak karena penyebab lain : misal obat-obatan (kortikosteroid), radiasi, rudapaksa mata dan lain-lain 4. Kekeruhan badan kaca 5. Ablasi retina PENATALAKSANAAN 1. Pada stadis insipien dan imatur bisa dicoba koreksi dengan lensa kacamata yang terbaik 2. Pencegahan sampai saat ini belum ada 3. Pembedahan : dilakukan apabila kemunduran tajam penglihatan penderita telah mengganggu pekerjaan sehari-hari dan tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata. 4. Pembedahan berupa ekstraksi katarak yang dapat dikerjakan dengan cara : a. ECCE b. ICCE c. SICS 5. Koreksi afakia (mata tanpa lensa) a. Implantasi intra okuler : lensa intra okuler ditanam setelah lensa mata diangkat b. Kaca mata Kekuatan lensa yang diberikan sekitar + 10 D bila sebelumnya emetrop c. Lensa kontak : diberikan pada afakia monokuler di mana penderita koperatif, trampil dan kebersihan terjamin
48
Kaca mata dan lensa kontak diberikan apabila pemasangan lensa intra okuler tidak dapat dilakukan atau merupakan kontraindikasi Penyulit - Glaucoma sekunder : terjadi pada katarak intumesen, karena pencembungan lensa - Uveitis pakotoksik atau glaucoma fakolitik : terjadi pada stadium hipermatur sebagai akibat massa lensa yang keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan PROGNOSIS Bila tanpa penyulit dan komplikasi prognosis tajam penglihatan akan baik EDUKASI 1. Aturan perawatan paska operasi harus diikuti, sampai batas waktu yang ditentukan. 2. Diperlukan control rutin paska operasi sampai batas waktu yang diperlukan (1 – 3 bulan) KEPUSTAKAAN 1. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 15 th ed, Lange Medical Publication, California, 1995, pp. 160, 164-165 2. Basic And Clinical Science Course : Lens and Cataract, The Foundation of The American Academy of Ophthalmology, 2001-2002, pp. 40-45, 96-110 3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006
49
VI. GLAUKOMA
50
GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP PRIMER AKUT PENGERTIAN Kelainan mata yang terjadi karena Tekanan Intra Okuler (TIO) meningkat secara cepat sebagai hasil dari tertutupnya sudut Bilik Mata Depan (BMD) secara total dan mendadak akibat blok pupil karena kondisi primer mata dengan segmen anterior yang kecil Patofisiologi Mata dengan segmen anterior yang kecil dan sumbu aksial yang pendek dengan BMD yang dangkal, dengan meningkatnya usia, lensa membesar sehingga kontak irido-lentikular meningkat dan bila tiba-tiba mengalami kondisi yang menyebabkan pupil middilatasi, terjadi aposisi iris-lensa yang maksimal, blok pupil, kontak iris dengan Trabecular Meshwork (TM), sudut BMD tertutup, akuos terbendung, TIO meningkat dengan cepat. ANAMNESIS Keluhanmerah, nyeri periokuler, penglihatan sangat menurun dan melihatwarna pelangi sekitar sumber cahaya (halo), dapat disertai mual dan muntah. Keluhan dan gambaran klinis timbul sebagai akibat dari peningkatan TIO yang mendadak dan sangat tinggi. PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus 2. Tonometer (Schiotz / Applanasi / NCT) 3. Biomikroskopi lampu celah 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Gonioskopi 2. Perimetri 3. Imaging KRITERIA DIAGNOSIS - Keluhan mata merah dan nyeri - Visus menurun - Biomicroskopi / Slit Lamp Segmen anterior didapatkan hyperemia limbal dan konjungtiva, edema kornea, BMD dangkal dengan flare dan cells, iris bombans tanpa adanya rubeosis iridis, pupil dilatasi bulat lonjong vertical reflex negative, lensa posisi normal tidak katarak. - Tonometri : TIO sangat tinggi - Gonioskopi : sudut BMD tertutup dengan PSA - Papil Saraf Optik (PSO) hyperemia DIAGNOSIS BANDING 1. Glaucoma sudut tertutup sekunder karena kelainan lensa : - Glaucoma fakomorfik (lensa yang membesar) - Glaucoma ektopia lentis anterior 2. Glaucoma sudut tertutup sekunder karena blok pupil akibat inflamasi intra okuler 3. Glaucoma sudut tertutup sekunder karena rubeosis iridis (Glaukoma neovaskuler)
51
4. Glaucoma maligna PENATALAKSANAAN A. Segera menurunkan TIO 1. Hiperosmotik : Glycerine 1,5 gr/kgBB 50% larutan dapat dicampur dengan sari jeruk; bila sangat mual dapat diganti dengan Manitol 1-15 gr/kgBB 20% larutan intravena (dalam infuse 3-5 cc/menit = 60 – 100 tetes/menit. Hati-hati pada orang tua, penderita penyakit jantung, ginjal dan hati. 2. Acetazolamide 500 mg oral dilanjutkan 250 mg sehari 4 kali Hati-hati pada : penderita batu ginjal, obstruksi paru menahun dan gangguan fungsi hati.
B. Menekan reaksi radang Steroid sistemik topical : Prednisolone 1% atau dexamethasone 0,1% sehari 4 kali C. Sesudah + 1 jam, periksa TIO dan sudut BMD a. Pada umumnya TIO sudah mulai turun dan bila sudah < 40 mmHg, beri Pilocarpine 2% dan setelah ! jam bila TIO tetap turun dan sudut mulai terbuka beri Pilocarpine 1% sehari 4 kali, Timolol 0,5% sehari 2 kali, topical Prednisolone 1% atau dexamethasone 0,1% sehari 4 kali Pilocarpine tidak perlu diberi secara “intensive” Bila kondisi mata sudah mulai tenang terutama bila kornea sudah jernih, dilakukan Bedah Iridektomi Perifer (bedah IP). Bila TIO tetap tinggi dan sudut tetap tertutup, harus dipikirkan kemungkinan glaucoma sudut tertutup karena kelainan lensa jangan diberi Pilocarpine akan menambah lensa bergerak kedepan, blok pupil) Siapkan pasien untuk dirujuk Argon Laser Peripheral Iridoplasty (ALPI) yang akan mengkerutkan iris perifer sehingga sudut terbuka, TIO turun, kondisi mata menjadi tenang (2-3 hari) untuk selanjutnya dilakukan laser PI. D. Pasca bedah IP Gonioskopi : a. Sudut terbuka; Pilocarpine diteruskan sampai tampak jelas lubang IP, Timolol dan Prednisolone atau Dexamethasone diteruskan sampai kondisi mata tenang (bebas dari inflamasi) b. Sudut tetap tertutup; dugaan Glaukoma plateau iris, Glaukoma ektopia lentis anterior, Glaukoma maligna E. Untuk Mata jiran (Fellow Eye) Sementara Pilocarpine 1% sehari 4 kali dan Timolol 0.5% ( 1- 2kali sehari), atau Timolol 0.5% saja, sampai saat terbaik untuk dilakukan Laser PI atau Bedah IP Pemberian Pilocarpine harus disertai obat anti glaucoma lainnya misal Timolol maleat 0,5% .
PROGNOSIS Tergantung dari beratnya, lamanya, dan adanya kerusakan permanen dipapil syaraf optic.
52
EDUKASI KEPADA PASIEN 1. Pasien harus menggunakan obat tetes mata sesuai dengan petunjuk dokter, terutama dalam hal kepatuhan (compliance, adherence) dan jumlah pemberian obat per hari. 2. Pasien harus teratur berobat ke dokter mata untuk melakukan pemeriksaan tekanan intra okular, penilaian status saraf N II (struktur anatomi saraf mata) dan lapang pandang fungsi penglihatan). 3. Pemeriksaan teratur juga dikenakan kepada keluarga pasien. 4. Berobat teratur bila terdapat penyakit penyerta sistemik, terutama diabetes melitus. KEPUSTAKAAN 1. Brubaker RF; Cantor LB; Epstein D; Gross RL; Katz LJ; Noecker RJ; Schuman JS; Simmons ST; Guide to Glaucoma Management, A Continuing Medical Education Program; Review of Ophthalmology; Sept 2001; 25-28 2. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology; 7281, 100-108, 130-146, 147-153, 163-166 th 3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4 ed; Oxford; Butterworth-Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248 nd 4. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 ed; 1996; St Louis, Mosby; 821-836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708, 1715-1716 5. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A Comprehensive Approach for Glaucoma Management, Highlight from a Satelite Symposium with the 13th Congress of the European Society of Ophthalmology; Istambul, June 4, 2001; 1-2, 3-4 6. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2006 7. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING. Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989. 8. Krupin T,M.D.: Manual of Glaucoma. Diagnosis and Management. Churchill Livingstone. NewYork, Edinbergh, London, Melbourne 1988
53
GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP PRIMER KRONIS DENGAN GEJALA (=Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut Terbengkalai atau Glaukoma Sudut Tertutup Primer Akut yang lama / GSTP Akut Terbengkalai) BATASAN / PENGERTIAN Sudut tertutup akut yang berlangsung lama prolonged appositional closure sehingga menjadi sinekia anterior perifer (SAP) yang menyebabkan TIO tetap tinggi disertai kerusakan pada PSO
ANAMNESIS Keluhan nyeri periokuler, penglihatan sangat menurun dan melihatwarna pelangi sekitar sumber cahaya (halo). PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus 2. Tonometer (Schiotz / Applanasi / NCT) 3. Biomikroskopi lampu celah 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Gonioskopi 2. Perimetri 3. Imaging KRITERIA DIAGNOSIS - Riwayat serangan GSTP Akut beberapa waktu yang lalu dan gambaran klinis utama - Visus menurun - segmen anterior didapatkan hyperemia limbal dan konjungtiva, Atrofi iris, Fixed semidilated pupil, BMD dangkal, glaukomflecken - TIO tinggi - Sudut BMD tertutup - PSO sudah mulai atrofi DIAGNOSIS BANDING - Glaucomatocyclitis krisis (syndrome Posner-Schlossman) - Glaukoma sudut tertutup akut - Glaukoma neovaskular - Glaukoma berpigmen PENATALAKSANAAN a. Bila SAP tidak luas, langsung Laser PI atau Bedah IP untuk membuka sudut yang aposisi dan mencegah SAP bertambah luas kemudian dilanjutkan dengan obatobat. b. Bila sudut yang tertutup 75%, pada umumnya TIO masih tetap tinggi (<35 mmHg) yang menandakan bahwa fungsi TM sudah terganggu akibat SAP sehingga obat-obat tidak dapat menolong, harus dilanjutkan dengan trabekulektomi bila perlu disertai antimetabolit
54
PROGNOSIS Tergantung kerusakan yang sudah terjadi pada papil syaraf optiknya. EDUKASI - Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa tujuan terapi dan operasi yg dilakukan untuk mempertahankan kondisi yang ada saat ini. - Pentingnya memonitor kondisi pasien karena peningkatan tekanan intra ocular dapat mengakibatkan gangguang lapangan pandang.
KEPUSTAKAAN 1. Boyd BF; Luntz M; Boyd S; eds. Innovations in the Glaucomas, Etiology, Diagnosis and Management; English edition 2002; Eldorado Panama; Highlights of Ophthalmology International; 83-87, 269-278, 293-294, 297300, 301-304, 373-376 2. Brubaker RF; Cantor LB; Epstein D; Gross RL; Katz LJ; Noecker RJ; Schuman JS; Simmons ST; Guide to Glaucoma Management, A Continuing Medical Education Program; Review of Ophthalmology; Sept 2001; 25-28 3. Bournias TE; Cohen JS; Gross RL; Schuman JS; Katz LJ; 3 Targets Total Glaucoma Management; Ocular Surgery News; April 2002; 5,10-11,13 4. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology; 7281, 100-108, 130-146, 147-153, 163-166 5. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4 th ed; Oxford; Butterworth-Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248 6. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 nd ed; 1996; St Louis, Mosby; 821-836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708, 1715-1716 7. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A Comprehensive Approach for Glaucoma Management, Highlight from a Satelite Symposium with the 13th Congress of the European Society of Ophthalmology; Istambul, June 4, 2001; 1-2, 3-4 8. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2006 9. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING. Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989. 10. Krupin T,M.D.: Manual of Glaucoma. Diagnosis and Management. Churchill Livingstone. NewYork, Edinbergh, London, Melbourne 1988
55
GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP KARENA EKTOPIA LENTIS ANTERIOR PENGERTIAN Kelainan mata yang terjadi karena TIO meningkat dengan cepat sebagai hasil dari tertutupnya sudut akibat subluksasi lensa anterior Patofisiologi: Akibat trauma atau pada beberapa penyakit sindroma, lensa tidak pada posisi normal tetap subluksasi atau dislokasi anterior sehingga terjadi blok pupil oleh lensa dan mungkin juga vitreous, timbul iris bombans, iris perifer kontak dengan TM sudut tertutup, TIO meningkat. ANAMNESIS Keluhan nyeri periokuler, penglihatan sangat menurun dan melihatwarna pelangi sekitar sumber cahaya (halo). PEMERIKSAAN FISIK - Visus - Tonometri - Segmen anterior - Gonioskopi - Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG - Pemeriksaan Humphrey - Pemeriksaan OCT KRITERIA DIAGNOSIS Riwayat trauma atau adanya tanda-tanda dari penyakit sindroma tertentu, BMD dangkal dan tampak lensa yang subluksasi anterior TIO tinggi, sudut tertutup DIAGNOSIS BANDING - Sindroma Iridokorneal endotelial (ICE) - Glaukoma sudut tertutup akut - Glaukoma sudut tertutup sekunder - Perifer Anterior Sinekia (PAS) PENATALAKSANAAN A. Posisi terlentang (lensa bergerak ke posterior) Hiperosmotik; vitreous mengkerut sehingga lensa lebih mudah untuk bergerak ke posterior, blok pupil lepas Timolol dan Topikal Prednisolone atau Dexamethasone B. Bila kornea sudah jernih, lakukan Bedah IP C. Pemberian Pilocarpine membuat pupil kontriksi untuk cegah lensa yang sudah di posterior tidak kembali subluksasi ke anterior. Bila TIO tetap tinggi dan BMD tetap dangkal Bedah IP maka ekstraksi lensa harus dilakukan EDUKASI Menjelaskan pada penderita dan keluarga tentang keadaan sakitnya, kepatuhan menggunakan obat dan control teratur untuk mencegah kebutaan
56
PROGNOSIS -Dubia ad malam KEPUSTAKAAN 1. Boyd BF; Luntz M; Boyd S; eds. Innovations in the Glaucomas, Etiology, Diagnosis and Management; English edition 2002; Eldorado Panama; Highlights of Ophthalmology International; 83-87, 269-278, 293-294, 297300, 301-304, 373-376 2. Brubaker RF; Cantor LB; Epstein D; Gross RL; Katz LJ; Noecker RJ; Schuman JS; Simmons ST; Guide to Glaucoma Management, A Continuing Medical Education Program; Review of Ophthalmology; Sept 2001; 25-28 3. Bournias TE; Cohen JS; Gross RL; Schuman JS; Katz LJ; 3 Targets Total Glaucoma Management; Ocular Surgery News; April 2002; 5,10-11,13 4. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology; 72-81, 100-108, 130-146, 147-153, 163-166 th 5. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4 ed; Oxford; Butterworth-Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248 nd 6. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 ed; 1996; St Louis, Mosby; 821-836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708, 1715-1716 7. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A Comprehensive Approach for Glaucoma Management, Highlight from a Satelite Symposium with the 13th Congress of the European Society of Ophthalmology; Istambul, June 4, 2001; 1-2, 3-4 8. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2005 9. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING. Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989. 10. Krupin T,M.D.: Manual of Glaucoma. Diagnosis and Management. Churchill Livingstone. NewYork, Edinbergh, London, Melbourne 1988
57
58
GLAUKOMA SUDUT TERBUKA PRIMER
PENGERTIAN Kelainan mata dengan Neuropati Optik Kronik yang Progresif secara perlahan yang ditandai dengan atrofi dan gaung papil saraf optic (PSO) yang khas disertai gambaran hilangnya lapang pandangan yang khas pula dimana TIO tinggi merupakan factor risiko utama. Patofisiologi Tio Tinggi Dan Gaung Papil: TIO tinggi karena akuos terbendung di BMD akibat adanya hambatan pada strukturstruktur pembuangan (TM, kanal Schlemm, Saluran intrasklera)
ANAMNESIS Biasanya asimtomatik sampai stadium lanjut. Gejala awal gangguan lapang pandang sampai tunnel vision, penderita baru berobat dengan keluhan lapang pandang kedua mata telah sangat terganggu, walaupun fiksasi sentral tetap baik hingga stadium lanjut, dan sisa penglihatan terahir adalah lapangan pandang temporal (temporal island) PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus : normal atau menurun 2. Tonometri : TIO tinggi atau normal 3. Funduscopi : Gaung papil = cupping = excavatio 4. Gonioskopi : Sudut terbuka, tanpa PAS
→ Cup Disk Ratio (CDR)
PEMERIKSAAN PENUNJANG ( rujuk) 1. Pemeriksaan Lapang Pandangan : 2. Bila perlu pemeriksaan OCT KRITERIA DIAGNOSIS 1. Visus normal atau menurun 2. TIO >22mmHg pada 60%-70% kasus; 30%-40% kasus TIO <21mmHg 3. Gambaran papil n. optikus a. Lekukan diskus optikus (cupping) b. Lekukan pada lapisan neurosensoris (notching) c. Penipisan rima neurosensoris d. Splinter hemorrhage (Drance hemorrhage) e. C/D rasio asimetris lebih dari 0,2 tanpa ada anisometrop f. Bayonet sign g. Lapisan neurosensoris superior atau inferior lebih tipis dibandingkan temporal atau bagian nasal lebih tipis dibandingkan temporal (ISNT) h. Pembesaran C/D rasio >0,6 4. Gonioskopi Sudut terbuka, tanpa PAS 5. Gambaran hilangnya lapang pandangan yang khas ; nasal step, skotoma parasentral/arkuata yang meluas dari bintik buta ke nasal. Stadium lanjut temporal island 6. Mata tenang, TIO berfluktuasi, tidak ada edema kornea mikrokistik
59
DIAGNOSIS BANDING - Hipertensi Okuli - Diskus Optikus dengan cupping fisiologis, dimana C/D rasio membesar, simetris, tidak ada notching, tanpa gangguan lapangan pandang, Tekanan Intraokuler normal - Glaukoma sudut terbuka sekunder - Glaukoma karena peninggian tekanan vena episklera ; Sindroma sturge Weber, fistula carotis-cavernosa, tumor intra ocular - Glaukoma sudut tertutup sekunder - Glaukoma sudut tertutup kronis primer PENATALAKSANAAN Tujuan : mempertahankan fungsi penglihatan dan kualitas hidup Strategi : - menurunkan TIO - meningkatkan sirkulasi darah pada PSO - mencegah meluasnya kematian sel ganglion retina : Neuroprotection
Menurunkan TIO I. Tentukan Target TIO 1. Perhatikan factor usia, luasnya kerusakan dan tingginya TIO 2. Hasil dari Advanced Glaucoma Intervention Study (AGIS) menunjukkan TIO < 18 mmHg terutama bila < 14 mmHg tidak menunjukkan progresivitas penyakit II. Target TIO dapat dicapai melalui : 1. Obat sebagai pilihan pertama Obat-obat yang dapat digunakan a. Beta antagonis topical; menghambat produksi akuos Betaxolol 0,25%-0,5%; timolol 0,25%-0,5% : sehari 2 kali. Carteolol 2% ed 1 x sehari (pagi); Kontra indikasi : asma, penyakit obstruksi paru, hipotensi, penyakit jantung dengan kemungkinan bradikardia b. Prostaglandin analog : melancarkan pembuangan uvea sclera Latanoprost 0.005%; travoprost 0.004% = malam 1 kali; tafloprost 0,0015% 1 x malam Unoproston 0.12% = sehari 2 kali c. Prostamide : melancarkan pembuangan melalui trabekular dan melalui uvea sclera bimatoprost 0.03% = malam 1 kali d. Alfa 2 selected agonist : menghambat produksi akuos dan melancarkan pembuangan uvea sclera Brimonidine 0.15%, 0.2% = sehari 2 kali e. Penghambat Carbonic Anhydrase Topikal : menghambat produksi akuos dorzolamide 2%; brinzolamide 1% = sehari 2-3 kali f. Obat-obat kombinasi Timolol + dorzolamide; timolol + latanoprost g. Pilocarpine 2% sehari 4 kali Acetazolamide tablet 250 mg Kedua obat ini sudah jarang digunakan karena efek samping yang sangat mengganggu kenyamanan penderita (visus terganggu terutama
60
di malam hari, nyeri sekitar mata, frekuensi pemakaian >3x untuk Pilocarpine serta rasa mual, lemah, parestesi untuk Acetazolamide) 2. Rujuk untuk Laser : efektif, non invasive. Tipe laser trabekuloplasti ; Argon Laser Trabeculoplasty (ALT) atau Laser Trabeculoplasty (LTP),; Diode Laser Trabeculoplasty (DLT), freq. Doubled Nd:YAG (selektive/SLT). Berdasar hasil Glaucoma Laser Trial (GLT), LTP pada Glaukoma Sudut Terbuka Primer (GSBP) selama 2 tahun pertama sama efektifnya dengan obat-obatan. Penderita harus diberi pengertian bahwa LTP dapat menunda perlunya tindakan bedah dan janganlah menganggap bahwa LTP dapat menyembuhkan glaukoma yang diderita.Sebelum dilakukan laser tekanan intraokuler (tio) diturunkan dahulu dengan obat obatan.
Kontraindikasi laser pada glaucoma inflammatory atau dengan membrane pada sudut.Kontraindikasi relative pada angle recess, mata dengan kerusakan yang berat sehingga tio tidak dapat turun. Terapi pasca laser topical steroid 4-6xselama 4-14 hari, cek ulang tio. Meningkatkan sirkulasi darah pada PSO Obat-obat yang dapat meningkatkan sirkulasi darah pada PSO : penghambat Carbonic Anhydrase Topikal : dorzolamide Beta antagonis topical yang selektif : betaxolol Neuroprotection Masih tetap percobaan klinis, khususnya Brimonidine dan Memantine Proses penatalaksanaan Dalam proses penatalaksanaan untuk mancapai Target TIO maka perlu memperhatikan factor penting, yaitu : a. Kualitas hidup : jangan sampai terganggu b. Kepatuhan : untuk obat, jumlah dan frekuensi pemakaian harus sekecil mungkin, jadwal pemakaian, dll 3. Bedah filtrasi : Trabekulektomi Pada kondisi-kondisi tertentu dimana obat-obat sukar dicapai atau sukar menggunakannya atau kontraindikasi maupun TIO sedemikian tinggi yang dengan obat-obat kemungkinan besar tidak dapat mencapai target maka Trabekulektomi dapat merupakan pilihan pertama. PROGNOSIS Jika segera ditangani duboid ad coenam, jika dating kedokter mata saat stadium lanjut duboid ad malam EDUKASI Memberi pengertian pada penderita dan keluarganya untuk mematuhi penggunaan obat obatan, rajin control teratur memeriksakan matanya ke dokter mata untuk mencegah terjadinya kebutaan
61
KEPUSTAKAAN 1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology; 72-81, 100-108, 130-146, 147-153, 163-166 th 2. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4 ed; Oxford; Butterworth-Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248 nd 3. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 ed; 1996; St Louis, Mosby; 821-836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708, 1715-1716 4. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A Comprehensive Approach for Glaucoma Management, Highlight from a Satelite Symposium with the 13th Congress of the European Society of Ophthalmology; Istambul, June 4, 2001; 1-2, 3-4 5. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2005 6. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING. Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989.
62
GLAUKOMA FAKOLITIK PENGERTIAN Merupakan glaucoma sekunder sudut terbuka yang timbul akibat keluarnya protein lensa pada katarak matur dan hipermatur Patofisiologi Pada perkembangan katarak senile stadium matur dan hipermatur terjadi peningkatan komposisi protein lensa dengan berat molekul yang besar protein lensa ini dapat keluar melalui kapsul anterior yang mengalami defek mikroskopis, bercampur dengan akuos humor dan membuntu jaring trabekula. ANAMNESIS Tajam penglihatan menurun bertahap. Mata merah dan nyeri mendadak. PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG - Gonioskopi - USG B-scan KRITERIA DIAGNOSIS - Tajam penglihatan menurun sampai hanya dapat memeriksa persepsi cahaya - TIO meningkat sangat tinggi - Hiperemi konjungtiva dan siliar - Edema kornea - BMD dalam, didapatkan flare, sel, tanpa KP terdapat partikel putih yang melayang pada kasus yang berat partikel tersebut membentuk “pseudohypopion” - Lensa didapatkan katarak matur dan hipermatur - Gonioskopis, sudut terbuka
DIAGNOSIS BANDING 1. Glaukoma fakomorfik - Katarak imatur atau matur - Sudut BMD tertutup 2. Glaucoma sudut tertutup akut - Lensa jernih - Sudut tertutup 3. Glaucoma neovaskuler - Neovaskularisasi pada iris 4. Glaucoma sekunder kornea uveitis - Sinekia posterior total, iris bombans, sudut tertutup PENATALAKSANAAN 1. Obat-obat untuk menurunkan tekanan intra okuler
63
-
Bahan hiperosmotik Penghambat karbonik anhidrase adrenergic antagonis, topical Diberikan kortikosteroid topical dan sistemik untuk menekan reaksi radang sebelum pembedahan 2. Tindakan pembedahan dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan. Tindakan bedah meliputi Ekstraksi katarak ekstrakapsuler atau dg tehnik Fakoemulsikasi PROGNOSIS Duboid ad malam EDUKASI Menjelaskan pada penderita dan keluarganya bahwa tujuan terapi yang dilakukan untuk mempertahankan kondisi saat ini serta mencegah komplikasi lebih lanjut KEPUSTAKAAN 1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology 2. Hoskins HD, Kass MA : Becker-Shaffers. Diagnosis and Therapy of Glaucomas, The CV Mosby Company, St. Louis, 1989 3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 4 th ed. ButterworthHeinemann, 1999, p. 228 4. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 nd ed; 1996; St Louis, Mosby; Year Book Inc., p. 1023-1033 5. Gumansalangi Els Aswan, Nurwasis, Komaratih E., Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2002
64
GLAUKOMA FAKOMORFIK PENGERTIAN Merupakan suatu glaucoma sekunder sudut tertutup yang timbul akibat lensa yang membesar pada katarak imatur atau matur Patofisiologi: Dapat melalui 3 mekanisme : Blok pupil : - Pada proses pembentukan katarak lensa akan membesar (membengkak) sehingga dapat terjadi blok pupil akibat blok pupil, aliran akuos humor terhambat, akuos humor tersebart di Bilik Mata Belakang (BMB) mengakibatkan tekanan di BMB meningkat, mendorong iris perifer ke depan sehingga sudut BMD tertutup Tanpa blok pupil : - Lensa yang membengkak dapat menimbulkan dorongan mekanik pada permukaan iris ke arah depan sehingga terjadi penyempitan serta penutupan sudut BMD Mekanisme kombinasi : blok pupil disertai dorongan iris ke arah depan ANAMNESIS Keluhan - Mata tiba-tiba merah dan nyeri - Tajam penglihatan mendadak menurun PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi 5. gonioskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG - USG B Scan KRITERIA DIAGNOSIS - Mata merah, nyeri dan visus menurun - Hiperemi limbal (siliar) dan konjungtiva - Edema kornea - BMD dangkal - Pupil midmidriasis reflek menurun, iris bombans (pada blok pupil) - Lensa katarak imatur/matur - TIO sangat tinggi - Sudut BMD tertutup
DIAGNOSIS BANDING 1. Glaukoma sudut tertutup primer akut - Lensa jernih - Pupil lebar lonjong 2. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis Keratik presipitat, flare dan sel sinekia postetior total, iris bomban sudut tertutup
65
3. Glaucoma neovaskuler - Neovaskularisasi pada iris 4. Glaucoma fakolitik - Katarak matur/hipermatur - Sudut terbuka PENATALAKSANAAN Segera turunkan TIO dengan obat-obat - Bahan hiperosmotik (glycerin, manitol) - Karbonik anhidrase inhibitor (acetazolamid) - β adrenergic antagonis (timolol) tetes mata
Tindakan pembedahan - Bila katarak matur, tensi sudah turun dengan obat selanjutnya segera ekstraksi katarak. Apabila tensi tidak turun dapat dilakukan sklerostomi posterior untuk aspirasi vitreus melalui pars plana, untuk menurunkan TIO kemudian dilakukan ekstraksi katarak dianjurkan iridektomi perifer. - Lensa dengan katarak imatur Tensi turun dengan obat, dilakukan laser iridotomi atau iridektomi melalui kornea selanjutnya gonioskopi ulang, bila sudut tertutup/terbuka sempit lakukan trabekulektomi - Tensi tidak turun dengan obat Dilakukan bedah filtrasi dahulu.Ekstraksi katarak dilakukan pada tahap berikutnya.Operasi katarak diusahakan dengan insisi kecil melalui kornea untuk mengurangi kerusakan konjungtiva. PROGNOSIS Tergantung kondisi syaraf matanya dan kerusakan yang sudah terjadi EDUKASI Menjelaskan pada penderita dan keluarganya tentang kondisi sakitnya, bila penderita tidak rawat inap, penderita harus dating keesokan harinya untuk memonitor TIO. KEPUSTAKAAN 1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology, p. 106-109 2. Hoskins HD, Kass MA : Becker-Shaffers. Diagnosis and Therapy of Glaucomas, The CV Mosby Company, St. Louis, 1989 th 3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 4 ed. ButterworthHeinemann, 1999, p. 229 4. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 nd ed; 1996; St Louis, Mosby; Year Book Inc., p. 1033-1055
66
GLAUKOMA SEKUNDER KARENA UVEITIS ANTERIOR PENGERTIAN Merupakan suatu glaucoma sekunder sudut terbuka ataupun tertutup yang disebabkan radang pada iris pada badan siliar Patofisiologi Glaucoma sekunder sudut terbuka Radang iris dapat menimbulkan edema pada lembar-lembar trabekula dan endotelnya (trabekulitis), ataupun terjadi penumpukan bahan-bahan radang pada saluran pembuangan sehingga akuos humor tidak dapat dibuang dengan akibat tekanan intra okuler (TIO) meningkat
Glaucoma sekunder sudut tertutup Pada stadium lanjut uveitis anterior, radang iris dapat menimbulkan sinekia posterior total sehingga terjadi blok pupil dan akuos humor terbendung di bilik mata belakang yang menyebabkan iris perifer menonjol ke depan (iris bombans) sampai ke trabekula sehingga sudut bilik mata depan tertutup dengan akibat TIO meningkat
ANAMNESIS Keluhan: - Mata merah, silau, berair, nyeri - Penglihatan menurun
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi 5. Gonioskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG - USG B scan KRITERIA DIAGNOSIS Glaucoma sekunder sudut terbuka - Mata merah, silau, berair, nyeri - Visus menurun - Hiperemi perilimbal - Pupil miosis, reflek lambat - TIO tinggi > 21 mmHg - Sudut bilik mata depan terbuka Glaucoma sekunder sudut tertutup - Mata merah, silau, berair, nyeri - Visus menurun - Hiperemi perilimbal - Pupil sinekia posterior total
67
-
Iris bombans TIO tinggi > 21 mmHg Sudut bilik mata depan tertutup
DIAGNOSIS BANDING 1. Glaucoma sudut tertutup primer akut - Pupil lebar lonjong 2. Glaucoma fakolitik - Lensa katarak matur / hipermatur 3. Glaucoma fakomorfik - Lensa katarak imatur / matur 4. Glaucoma neovaskuler - Neovaskularisasi pada iris PENATALAKSANAAN I. Terhadap uveitis anterior 1. Tetes siklopegik untuk : - Melebarkan pupil untuk melepaskan sinekia - Menghilangkan spasme otot siliar agar nyeri hilang Atropine 1% - 4%; homatropin 1% - 5%; atau scopolamine 0,25% 2. Obat anti radang untuk menekan reaksi radang - Topical : dexamethason 0,1% atau prednisolone 1% - Suntikan subkonjungtiva atau periokuler bila radang sangat hebat - Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml) - Atau prednisolone succinate 25 mg (1 ml) - Atau triamcinolone acetonid 4 mg (1 ml) - Atau methylprednisolone acetate 20 mg - Sistemik diberikan bila dengan cara di atas belum berhasil mengatasi reaksi radang. Prednisolone dimulai dengan 80 mg tiap hari sampai tanda radang berkurang lalu dosis diturunkan 5 mg tiap hari. II. Terhadap Glaukoma - Obat-obat : Timolol 0,25% - 0,5% 1 tetes tiap 12 jam Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam - Pembedahan : bila tanda-tanda radang sudah hilang tetapi TIO masih tinggi Bila sudah terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia = PAS) maka dilakukan bedah filtrasi Bila sudut terbuka : bedah filtrasi PROGNOSIS Stadium awal duboid at coenam, stadium lanjut duboid at malam EDUKASI Menjelaskan pada pasien dan keluarganya tentang sakitnya yang memerlukan kerjasama yang baik antara dokter dan pasien, dimana pasien harus mematuhi cara penggunaan obat obatan yang diberikan dan kontrol teratur sesuai jadwal yang sudah ditentukan
68
KEPUSTAKAAN 1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology, p. 115-116 2. Hoskins HD, Kass MA : Becker-Shaffers. Diagnosis and Therapy of Glaucomas, The CV Mosby Company, St. Louis, 1989, p. 242-248, 352-353, 524 th 3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 4 ed. Butterworth-Heinemann, 1999, p. 224-227 4. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2 nd ed; 1996; St Louis, Mosby; Year Book Inc., p. 1225-1258 5. Boyd BF; Luntz M; Boyd S; eds. Innovations in the Glaucomas, Etiology, Diagnosis and Management; English edition 2002; Eldorado Panama; Highlights of Ophthalmology International; p. 367-373
69
70
VII. UVEA
71
UVEITIS ANTERIOR AKUT PENGERTIAN Radang akut pada jaringan iris, badan silier atau keduanya Patofosiologi Radang akut pada jaringan ini diawali dengan dilatasi pembuluh darah kecil yang kemudian diikuti eksudasi, sehingga jaringan iris edema, pucat dan refleks menjadi lambat sampai terhenti sama sekali. Eksudasi fibrin dan sel radang masuk ke bilik mata depan, maka akuos humor menjadi keruh dinamakan flare dan sel positif. Bila sel radang menggumpal dan mengendap di bagian bawah bilik mata depan dinamakan hipopion, dan bila mengendap di endotel kornea dinamakan keratik presipitat. ANAMNESIS Penderita mengeluh : - Mata terasa ngeres seperti ada pasir. - Mata merah disertai air mata. - Nyeri, baik saat ditekan maupun digerakkan - Blefarospasme - Penglihatan kabur.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG (rujuk) 1. USG b scan KRITERIA DIAGNOSIS - Kelopak mata edema disertai ptosis ringan. - Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis - Hiperemi perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus - Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau keratik presipitat - Iris edema dan warna menjadi pucat - Sinekia posterior, yaitu pelekatan iris dengan lensa - Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, reflek lambat sampai negative
DIAGNOSIS BANDING 1. Konjungtivitis akut 2. Glaucoma akut Gejala
Nyeri
Konjungtivitis Akut
Uveitis Akut
Glaucoma Akut
Negatif
Moderate
Sangat
72
Sekret
Positif
Negatif
Negatif
Visus
Normal
Mundur
Sangat Mundur
Konjungtiva
Perikornea
Perikornea
Jernih
Biasanya Jernih
Keruh
Pupil
Normal
Miosis
Midriasis
Refleks Pupil
Normal
Lambat
Negatif
Tekanan intra Okuler
Normal
Normal
Tinggi
Hiperemi Kornea
PENATALAKSANAAN Tujuan dari pengobatan ialah untuk pengembalian atau memperbaiki fungsi penglihatan mata Obat yang diberikan : - Midriatikum / sikloplegik, missal : Sulfas atropine 1% sehari 3 kali tetes atau o o Homatropin 2% sehari 3 kali tetes atau Scopolamine 0,2% sehari 3 kali tetes o - Anti inflamasi : Topical (tetes mata kortikosteroid) o o Oral Dewasa : Preparat kortikosteroid: Oral : prednisone 2 tablet sehari 3 kali Subkonjungtiva : hidrokortison 0,3 cc Preparat non kortikosteroid Anak : Prednisone 0,5 mg/kgBB, sehari 3 kali - Antibiotik (diberikan bila ada indikasi yang jelas): Dewasa : o Local berupa teets mata, kadang-kadang dikombinasi dengan preparat steroid. o Subkonjungtiva, kadang-kadang dikombinasi dengan steroid. Pre-oral : Chloramphenicol sehari 3 kali 2 kapsul o Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgBB, sehari 3-4 kali o
Pemeriksaan laboratorium dan konsultasi Penderita uveitis anterior akut yang memberikan respon baik dengan pengobatan non spesifik, umumnya tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita yang tidak memberikan respon pengobatan non spesifik akan dilakukan skin test untuk pemeriksaan tuberculosis dan toxoplasmosis. Pada kasus yang rekurens (berulang), berat, bilateral atau granulomatous, dilakukan tes untuk sifilis, foto Rontgen untuk mencari kemungkinan tbc, / sarkoidosis dan PPD untuk mencari kemungkinan mumps dan Candida. Pada kasus dengan arthritis penderita muda, dilakukan tes ANA. Pada kasus arthritis, psoriasis, uretritis, radang yang konsisten dan gangguan pencernaan, dilakukan pemeriksaan HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun. Pada dugaan kasus toksoplasmosis, dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM.
73
Penyulit - Sinekia anterior : perlekatan iris dengan endotel kornea - Sinekia posterior : perlekatan iris dengan bagian anterior lensa - Katarak komplikata : lensa mata menjadi keruh - Glaucoma sekunder : gangguan pengaliran akuos humor dari bilik depan/belakang - Oklusi pupil : tertutupnya pupil karena pengendapan fibrin dan sel radang - Endolftalmitis : radang seluruh jaringan uvea disertai dengan pembentukan pus di badan kaca
PROGNOSIS Penyakit dapat rekurens setiap saat bila daya tahan tubuh menurun EDUKASI Konsultasi untuk mencari kemungkinan adanya penyakit sistemik - Penyakit dalam : diabetes mellitus, rheumatic, dll - Penyakit paru : tuberculosis - T.H.T. : sinusitis, dll - Gigi : abses atau karies gigi KEPUSTAKAAN 1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006 2. Kanski JJ: Uveitis, Butterworth & Co, 1999 3. Spencer WH: Uveal tract, Ophthalmic pathology Vol III, 3 rd ed, Saunders, 1985, pp. 1996-2034 4. Vaughan D, Asbury T: General Ophthalmology, 15 th ed, Lange Medical Publication, 2001, pp. 143-145 5. American Academy of Ophthalmology: Intra Ocular Inflamation and Uveitis, section 9, San Fransisco, 2009, pp. 119-120
74
75
ENDOFTALMITIS
PENGERTIAN Endoftalmitis adalah peradangan dalam bola mata, disertai terjadinya abses pada badan kaca Klasifikasi dan angka kejadian - Endoftalmitis infeksius, (sering terjadi) 1. Post operasi (0,05-0,12%) 2. Post trauma (2,4-8%) Trauma dengan benda asing intra-okuler (30%) 3. Post operasi dengan bleb (0,2-9,6%) 4. Lain-lain : angkat jahitan, keratitis microbial, wound leaks, skleritis infeksius - Endoftalmitis endogen ANAMNESIS 2. Visus menurun 3. Nyeri (pada sebagian besar kasus) 4. Kelopak mata bengkak 5. Mata merah dan bengkak PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. USG 2. Tapping/aspirasi badan kaca dan bilik mata depan : Kultur dan Tes sensitivitas KRITERIA DIAGNOSIS 1. Endoftalmitis tipe ringan (lambat) - Nyeri ringan - Visus > 3/60 - Biasanya terjadi hari ke 7-14 post operasi - Kultur sering positif mengandung Staphylococcus epidermis, bila negative harus waspada : infeksi lain, bahan beracun atau iritasi
2. Endoftalmitis akut tipe berat (cepat) - 1-4 hari post operasi - Visus < 3/60 - Nyeri (keluhan jelas) - Kuman penyebab : Staphylococcus aureus, gram (-) Serratia, Proteus, Pseudomonas 3. Endoftalmitis kronis - Onset dan tanda-tanda sangat bervariasi - Visus baik
76
- Nyeri minimal - Hipopion sangat jarang - Kuman penyebab yang tersering : 1. 6 minggu post op : P.acnes, radangnya nongranulomatous 2. 3 bulan post op : Candida albicans 3. 3 bulan – 2 tahun post op : P. Acnes dengan tanda-tanda radang granulomatous, KP dan hipopyon ringan Dapat juga oleh karena tindakan Nd. Yag laser ka psulotomi Endoftalmitis endogen 4. Sebabnya oleh karena septicemia : misalnya pada penyakit kronis, penyakit imuno-supresif dll. 5. Bersifat akut 6. Nyeri 7. Visus menurun 8. Terdapat hipopion 9. Vitritis 10. Kadang-kadang terjadi bersamaan pada kedua mata DIAGNOSIS BANDING Sulit membedakan endoftalmitis oleh karena bakteri, jamur atau oleh karena keradangan intra-okuler yang lain.
PENATALAKSANAAN Profilaksis 1. Dilakukan pemberian antibiotic pre-operasi pada palpebra dan konjungtiva pada penderita dengan resiko tinggi; misalnya blefaritis, gangguan lakrimal, konjungtivitis sikatrikalis, pemakai prostesis, diabetes mellitus dan penderita dengan imuno-supresif 2. Pemberian povidon-jodium 5% 3. Drapping yang baik (pemberian irigasi antibiotic dan subkonjungtiva memberikan hasil yang tidak pasti) Terapi - Terapi endoftalmitis sangat tergantung pada tipe lambat/cepat, derajat keradangan dan luasnya keradangan - Pada kasus dengan visus LP (+): Vitrektomi dan pemberian antibiotic intra vitreal memberikan hasil yang lebih baik - Gram (+) - Vancomycine - Gram (-) - Aminoglikosida : Gentamycine, tobramycine, amikacin (ketiga obat ini toksik untuk retina), sefalosporin - Fluoroquinolon oral dikenal mempunyai penetrasi yang baik intra-okuler dan mempunyai potensi yang baik untuk bakteri (kecuali untuk Streptococcus dan bakteri gram (+) hanya mempunyai potensi terbatas)
Cara pemberian :
77
1. 2. 3. 4.
Topical Sub-konjungtiva : Vancomycine / Cephalosporine Intra-okuler / intravitrus : Vancomycine, Amikacin dan Amphoterisin-B Pada kasus Candida : dengan oral Fluconazol dan topical Flucitocyn (buku lain mengatakan : intravitreal amikacin / cephalosporin tidak memberikan hasil yang bermakna)
Dosis : Nama Generik
Sub-konj
Intra-venous
1. Amikacin 25 mg 6 mg / kgBB tiap 12 jam 2. Cephazolin 100 mg 1 g / 6-8 jam 3. Vancomycine 25 mg 1 g / 12 jam 4. Gentamycine 20 mg 70 – 100 mg / 8 jam 5. Amphoterisin B 1-2 mg (tergantung tipe kasus) Sedangkan pemberian steroid masih controversial
Intra-vitreous
0.4 mg 2 mg 1 mg 0.1 – 0.2 mg 0.005 - 0.010 mg
PROGNOSIS Dubia EDUKASI 1. Pengobatan biasanya memerlukan waktu yang lama. 2. Diperlukan ketekunan dan kepatuhan dalam pengobatan. 3. Tajam penglihatan pada kebanyakan kasus tidak akan pulih kembali. Karena terjadi kerusakan struktur didalam bola mata 4. Pada kasus yang berat dapat terjadi prolaps isi bola yang memerlukan tindakan pengangkatan bola mata.
KEPUSTAKAAN 1. Vaughan D, Asbury T. : General Ophthalmology, 14 th ed, Lange Medical Publication, 1995, pp. 69, 183-184 2. American Academy of Ophthalmology : Intra Ocular Inflamation and Uveitis, section 9, San Francisco, 2001, pp. 208 3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2006
78
VIII. RETINA
79
80
SENTRAL SERUS KORIO RETINOPATI = Central Serous Chorio Retinopathy (C.S.C.R.) PENGERTIAN Kelainan macula retina di mana ada pengumpulan cairan di bawah retina akibat adanya lubang kebocoran dari lapisan epitel pigmen Patofisiologi Penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Kebocoran ( leakage) pada lapisan epitel pigmen diduga disebabkan oleh kelainan hormonal atau infeksi oleh virus. Lubang kebocoran ini akan merupakan suatu pintu masuk untuk mengalirnya cairan dari bawah lapisan epitel pigmen ke ruangan di bawah retina sehingga terjadi pengumpulan cairan di bawah retina ANAMNESIS Penderita mengeluh mata kabur mendadak untuk membaca dan melihat jauh, terutama jika melihat benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari mata yang sehat, dan penderita akan melihat suatu bayangan gelap berbentuk bulat atau lonjong di tengah lapang pandangan PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slit lamp Biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. FFA (Fundal Fluorescein Angiography) 2. OCT (Optical Coherent Tomography) 3. Persepsi Warna 4. Pemeriksaan Amsler Grid KRITERIA DIAGNOSIS - Visus menurun, dengan koreksi lensa positif biasanya akan lebih baik - Tidak ada rasa nyeri pada mata dan mata tenang - Tekanan bola mata dan segmen anterior dalam batas normal - Pemeriksaan penglihatan warna : melemah terhadap semua warna - Pemeriksaan Amsler grid : terdapat kelainan - Pada pemeriksaan retina dengan oftalmoskop tampak ada penonjolan retina di daerah macula retina yang berbentuk bulat lonjong dengan batas yang jelas - Pada pemeriksaan Fundsal Fluorescein Angiography (FFA) tampak adanya hiperflourescense (pooling) dengan gambaran yang khas (smokes tag) - Pemeriksaan OCT tampak adanya cairan di sub sensoric layer macula.
DIAGNOSIS BANDING Penyakit retina yang dapat menyebabkan edema macula misalnya Cystoid Macular Edema, neovaskularisasi koroidal
81
PENATALAKSANAAN 1. Konservatif selama 3-4 bulan (biasanya visus akan membaik dalam waktu 3-4 bulan), dapat diberikan: - Acetazolamid - Nonsteroid Anti inflamasi - roborantia
2. Foto coagulasi laser didahulukan dengan pertimbangan - Sudah berlangsung 3-4 bulan tanpa ada kemajuan - CSCR yang berulang - Pekerjaan penderita membutuhkan visus yang prima untuk kedua mata - CSCR pada mata jiran 3. Photodynamic Therapy (PDT) dilakukan pada kebocoran yang dekat dengan fovea sentral dan tidak memungkinkan dilakukan laser fotokoagulasi 4. Injeksi anti VEGF (Bevacizumab) intravitreal PROGNOSIS Prognosis baik bila kasus pertama memberikan respon baik dengan terapi. Prognosis kurang baik bila kasus berulang. EDUKASI Proses pengobatan memerlukan waktu yang lama. KEPUSTAKAAN 1. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp. 55-59 2. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed,Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp. 3. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi, 2010, pp. 309 – 323. 4. Peoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
82
DEGENERASI MAKULA SENIL = Age Related Macular Degeneration (ARMD) PENGERTIAN Kelainan degenerasi yang progresif dari lapisan pigmen epitel, membrane Bruch lapisan luar retina dan korio kapiler di daerah macula retina pada usia lanjut Patofisiologi Etiologi dan patofisiologi penyakit ini belum jelas Secara teknis ARMD dibagi menjadi : A. Bentuk Non eksudatif (dry type) B. Benduk eksudatif (wet type) 1. A.R.M.D. Non Eksudatif Ditandai dengan beberapa derajat atropi dan degenerasi lapisan luar retina, epitel pigmen retina, membrane Bruch dan korio kapiler Pada pemeriksaan fundus okuli tampak drusen yang makin lama dapat bertambah banyak dan besar saling bergabung Dalam perkembangan penyakit bisa stabil atau berubah menjadi bentuk eksudatif 2. A.R.M.D Eksudatif Penyakit ini ditandai dengan adanya cairan serus atau darah di bawah epitel pigmen Keadaan di atas disebabkan oleh karena kerusakan membran Bruch Sebelum terjadi perdarahan didahului dengan adanya neovaskularisasi subretinal
ANAMNESIS Keluhan penderita tergantung stadium dan bentuk AMD, mulai dari kemunduran tajam penglihatan secara perlahan sampai dengan kebutaan Juga didapatkan metamorfopsia dan skotoma sentral serta gangguan penglihatan warna
PEMERIKSAAN FISIK - Visus dan refraksi - Amsler grid - Tonometri - Slitlamp biomikroskop - Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG - FFA - OCT KRITERIA DIAGNOSIS - Visus menurun - Funduskopi didapatkan degerasi macula - Angiografi fluoresin : terlihat jelas gambaran neovaskularisasi koroid, dan dapat menentukan tindakan/pengobatan dan prognosis paska pengobatan
83
ARMD dry/non neovascular, ditandai dengan : 1. Drusen 2. Detachment retina yang geografik dan non geografik hyper pigmentasi makula ARMD wet/eksudatif/neovaskular, ditandai dengan : 1. Perdarahan sub makula 2. Ablasi retina eksudatif 3. RPE detachment 4. Sikatrik fibrovaskuler disiform 5. Perdarahan Vitreous DIAGNOSIS BANDING Korioretinitis dari berbagai penyebab Polypoidal Chorioretinopathy Retinal Angiomatous Proliferation
PENATALAKSANAAN a. Pada tipe dry (non neovaskuler) Dapat diberikan roborantia berupa vitamin dan antioksidan b. Pada tipe wet (CNV) dapat dilakukan: - Fotocoagulasi laser pada CNV di luar fóvea - PDT pada CNV di daerah fovea sentral - Injeksi anti VEGF intravitreal pada CNV c. Penggunaan alat bantú penglihatan (low visión aid) PROGNOSIS Tergantung derajad dan jenis ARMD. EDUKASI Dianjurkan mengikuti gaya hidup sehat: - Memakai kaca mata pelindung sinar matahari - Tidak merokok - Menghindari obesitas - Regulasi hipertensi dan diabetes mellitus bila ada KEPUSTAKAAN 1. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp. 2. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp. 3. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi, 2010, pp. 4. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina and Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp. 5. Peoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
84
RETINOPATI DIABETIK (RD) PENGERTIAN Kelainan retina akibat diabetes mellitus Patofisiologi Dasar kelainan RD adalah terjadinya mikroangiopati di pembuluh darah kapiler retina, kelainan ini sering disebut dengan “Intra retinal microangiopathy” (microvascular abnormalities).
ANAMNESIS Tajam penglihatan bisa normal, menurun atau sampai tidak bisa melihat. Ada riwayat menderita Diabetes Mellitus, kadang penderita tidak tahu kalau menderita DM PEMERIKSAAN FISIK - Visus dan refraksi - Tonometri - Slitlamp Biomikroskop - Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG - FFA - OCT - USG KRITERIA DIAGNOSIS - Pemeriksaan fundal fluorescein angiography (FFA) dapat melihat dengan jelas adanya mikroaneurisma yang berdifusi atau tidak berdifusi, daerah hipoksia atau iskemi adanya neovaskularisasi di retina di papil maupun di vitreous dan melihat dengan pasti adanya edema di macula atau di retina, serta Intra Retina Micro Angiopathy (IRMA) - Pemeriksaan OCT terutama untuk mendeteksi adanya edema macula.
Dibagi dalam beberapa stadium, yaitu : 1. Nonproliferative Diabetic Retinopaty (NPDR) : a. NPDR ringan : terdapat paling sedikit satu mikroaneurisma. Tidak termasuk B,C,D b. NPDR sedang : terdapat perdarahan atau mikroaneurisma, atau keduanya. Eksudat lunak, venous beading, dan IRMA dapat ditemukan dengan derajat yang ringan. Tidak termasuk C,D c. NPDR berat : bila terdapat salah satu dari 3 kriteria berikut : - Terdapat perdarahan dan atau mikroaneurisma pada keempat kuadran - Venous beading pada dua kuadran atau lebih - IRMA paling sedikit pada 1 kuadran d. NPDR sangat berat : bila terdapat 2 kriteria atau lebih dari lesi NPDR berat, tetapi tidak terdapat neovaskularisasi 2. Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR), retinopati diabetika proliferatif, terdapat :
85
- Neovaskularisasi pada discus optikus (NVD) atau bagian retina lain (NVE) - Perdarahan pre retina atau vitreus - Proliferasi jaringan fibrous a. PDR awal : terdapat neovaskularisasi, tidak termasuk B b. “High Risk” PDR (retinopati diabetika poliferatif resiko tinggi) : terdapat salah satu dari criteria berikut : - NVD ringan dengan perdarahan vitreus - NVD sedang sampai berat dengan atau tanpa perdarahan vitreus (NVD " sampai 1/3 luas discus optikus) - NVE – ! luas discus optikus dengan perdarahan vitreus c. PDR lanjut : sudah terdapat proliferasi jaringan fibrous dan ablasi retina traksi, corpus vitreous bleeding, dan neovacular glaucoma. 3. Clinically significant macular edema (CSME), edema macula yang bermakna secara klinis, bila terdapat salah satu hal berikut : - Edema retina yang terletak pada atau di dalam radius 500 µm dari pusat macula - Eksudat keras yang terletak pada atau di dalam radius 500 µm dari pusat macula - Penebalan retina lebih dari luas discus yang terdalam dalam radius 1 diameter discus optikus dari pusat macula
DIAGNOSIS BANDING 1. Mikroaneurisma dan perdarahan akibat retinopati hipertensi, oklusi vena retina 2. Perdarahan vitreous dan neovaskularisasi akibat kelainan vitreo-retinoa yang lain PENATALAKSANAAN 1 Konsutasi Penyakit Dalam untuk pengendalian kadar gula darah, tekanan darah dan kolesterol darah untuk semua jenis dan tingkat retinopati DM 2 NPDR ringan sampai sedang tanpa edema macula : Kontrol gula darah, tekanan darah dan kolesterol darah, pemeriksaan retina sampai 3-6 bulan 3 NPDR berat sampai PDR ringan untuk DM tipe 2 : bisa dilakukan fotokoagulasi laser PRP. 4 PDR high risk : segera dilakukan laser panretina 5 Bila terdapat edema macula yang bermakna secara klinik : segera dilakukan fotokoagulasi fokal yang akan mengurangi resiko penurunan penglihatan sedang, injeksi anti VEGF intra vitreal akan memperbaiki visus pada sebagian besar kasus 6 Neovaskularisasi yang menetap walaupun telah dilakukan fotokoagulasi laser, dapat diterapi dengan injeksi anti VEGF intra vitreal 7 Tindakan bedah vitrektomi dilakukan bila terdapat perdarahan vitreus massif yang tidak diserap, dan ablasi retina tarikan yang melibatkan macula 8 Efek samping dari fotokoagulasi laser adalah berkurangnya lapang pandang perifer, gangguan adaptasi gelap terang PROGNOSIS Prognosis visus penderita RD sangat tergantung pada regulasi factor resiko (kadar gula darah, hipertensi dan hiperlipidemia) yang baik, semakin dini ditemukan adanya diabetic retinopati semakin baik prognosisnya
86
EDUKASI 1. Regulasi Diabetes Mellitus dan faktor resiko yang lain seperti tekanan darah dan kolesterol darah sangat penting untuk mencegah progresivitas Diabetik Retinopati. 2. Kerusakan saraf mata yang sudah terjadi tidak dapat dipulihkan fungsinya. 3. Tindakan Laser Fotokoagulasi diperlukan untuk mempertahankan sisa penglihatan yang ada.
KEPUSTAKAAN 1. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp. 2. Ryan SJ. et al., Retina, 4 th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp. 3. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi, 2010, pp. 4. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina and Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp. 5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
87
KELAINAN FUNDUS PADA HIPERTENSI
PENGERTIAN Suatu gambaran fundus mata yang diakibatkan oleh hipertensi, yang mengenai system vaskuler retina, kapiler khoroid dan saraf optic Hipertensi arterial : Minimal diastole 90 mmHg Minimal systole 140 mmHg (Hyanan BN, Maser M, Hypertension update. Surv. Ophth. 1996-AAO-2004-2005) Patofisiologi Perubahan vaskuler pada hipertensi hubungannya dengan sclerosis yang dapat dilihat secara oftalmoskopis sangatlah komplek dan bervariasi dan gambaran fundus mata akibat hipertensi merupakan manifestasi sesaat dari variable-variabel yang sedang berjalan. Variable-variable tersebut diantaranya : tingginya tekanan darah lamanya hipertensi berlangsung, usia pada saat terkena hipertensi
ANAMNESIS Pada umumnya tanpa keluhan, kecuali bila didapatkan komplikasi pada retina akan didapatkan keluhan penglihatan menurun dan tidak dapat dikoreksi dengan kacamata. PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. FFA 2. OCT KRITERIA DIAGNOSIS Adanya sclerosis vaskuler menunjukkan proses yang sudah lama (kronis), sedangkan proses akut hanya ditandai dengan angiospasme Klasifikasi Keith – Wagener masih relevan untuk menentukan prognosis klinis suatu hipertensi Semakin lanjut tingkatan sklerotik vaskuler akan meningkatkan resiko terjadinya oklusi vaskuler di segmen vital seperti otak (CVA) atau di jantung (Ischemic Heart Diasease)
Tidak satupun klasifikasi yang sesuai untuk diterapkan pada fundus penderita hipertensi secara kronologis Klasifikasi Leishman (1957) cukup baik untuk menerangkan kronologis terjadinya, namun kurang praktis, sedangkan menurut Keith-Wagener (1939) masih banyak dipakai oleh para klinisi karena lebih praktis dalam menilai prognosis hipertensinya Klasifikasi Keith-Wagener (1939): Std I : penyempitan arteri dan sclerosis
88
Std II Std III Std IV
: Std. I ditambah : copper wire arteriole, AV nicking, dan penyempitan Arteriole : Std II ditambah : Eksudat lunak, spasme arteriole, macular star, perdarahan “flame”, perdarahan “blot” : Std III ditambah edema pupil saraf optic
Vaskulopati dan Retinopati Perubahan yang terjadi pada system vaskuler baru terjadi setelah hipertensi berlangsung cukup lama, dikatakan 10 sampai 15 tahun dan bersifat menetap Retinopati terjadi karena dekompensasi system vaskuler, sifatnya reversible Khoroidopati Terjadi pada fase akut dengan tekanan arterial yang cukup tinggi, biasanya pada eklamsi/pre-eklamsi, feokromositoma atau “accelerated hypertension” Zona nonperfusi yang luas mengenai kapiler khoroid akan menyebabkan eksudasi dan separasi retina Neuropati Saraf Optik Edema papil saraf optic, perdarahan retina superficial sekitar papil saraf optic, edema macula sekunder, menunjukkan adanya hypertensive – ensefalopati
DIAGNOSIS BANDING 1. Edema papil Std IV dengan proses desak ruang dan optic neuritis. Foto tengkorak, tajam penglihatan dan lapang pandang dapat membedakannya 2. Eksudat dan perdarahan, dengan diabetic retinopati, jenis eksudatnya berbeda, dengan FFA jelas dapat dibedakan, jenis vaskulopatinya
PENATALAKSANAAN - Mengatasi penyebab primer dari hipertensi adalah yang paling tepat - Informasi funduskopik / oftalmoskopik sangat bermanfaat untuk menentukan tindakan atau pengobatan yang tepat - Retinopati hipertensi tidak memerlukan pengobatan khusus di bidang mata, kecuali komplikasi berupa oklusi vaskuler memerlukan foto angiografi fundus, bila perlu fotokoagulasi laser
PROGNOSIS Dubia EDUKASI Kontrol tekanan darah dan faktor sistemik lain (konsultasi penyakit dalam) KEPUSTAKAAN 1. American Academy of Ophthalmology : Retina and Vitreous, Section 12. Chapter V, Retinal Vascular Disease, 2009 2. Peoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
89
3. Leitman GH : Fundus Examination, Manual for Eye Examination and Diagnosis, Medical Economic Company, Second Ed, 50-60, 1981 4. Michaelson, Isaac : Hypertensive and arteriosclerotic arteriopaties, Text Book of Fundus of the Eye, third ed. Churchill Livingstone, 171 – 199, 1980 5. Vaughan D : Hypertensive retinopathy, disease of the retina, General Ophthalmology. Asian Ed, 1998
90
OKLUSI ARTERI RETINA A. OKLUSI ARTERI RETINA SENTRAL (CENTRAL RETINAL ARTERIAL OCCLUSION / CRAO) PENGERTIAN Kelainan retina akibat sumbatan akut Ateri Retina Sentral ANAMNESIS Penurunan tajam penglihatan yang sangat berat, mendadak dan tanpa rasa sakit PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Visual Field (Kampimetri) pada pemeriksaan awal dan setiap 2 minggu sampai gambaran menetap 2. FFA pada pemriksaan awal dan 2 minggu setelah oklusi KRITERIA DIAGNOSIS 1. Penurunan visus yang sangat berat, mendadak dan tanpa rasa sakit 2. Refleks pupil : afferent papillary defect 3. Funduskopi: a. Dalam 1 minggu retina pucat, edema, dengan macula merah (cherry red spot) b. Dalam 2 minggu arteri-arteri menciut (ghost vessels), edema menghilang, papil atrofi c. Bila ada arteri cilioretina maka tajam penglihatan akan lebih baik
PENATALAKSANAAN 1. Parasentesa bilik mata depan bila kejadian kurang dari 2 jam 2. Massage bola mata tiap 5 atau 10 detik diulangi beberapa kali bila kejadian lebih dari 2 jam dan kurang dari 8 jam 3. Acetazolamid 4 x 250mg, kalium 1 x 1 tablet bila kejadian lebih dari 2 jam dan kurang dari 24 jam 4. Konsul Penyakit Dalam (hematologi) untuk terapi terhadap kausa / faktor resiko 5. Rujuk pro Fotokoagulasi laser bila timbul neovaskularisasi 6. Pemeriksaan lanjut berkala setiap 2 minggu pada bulan pertama, tiap bulan pada 3 bulan selanjutnya dan tiap 3 bulan setelah itu. PROGNOSIS Dubia ad bonam EDUKASI Tajam penglihatan jarang sekali dapat pulih
91
B. OKLUSI ARTERI RETINA CABANG (BRANCH RETINAL ARTERIAL OCCLUSION / BRAO)
PENGERTIAN Sumbatan akut pada cabang-cabang arteri retina sentral ANAMNESIS Tajam penglihatan tidak terlalu turun, mendadak dan tanpa nyeri PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Visual Field 2. FFA 3. OCT KRITERIA DIAGNOSIS 1. Tajam penglihatan tidak begitu menurun bila tidak mengenai cabang arteri retina di daerah macula 2. Retina di daerah oklusi tampak pucat 3. Emboli di daerah oklusi arteri tampak dengan arteri spastic atau menjadi ghost vessels PENATALAKSANAAN 1. Konsul Penyakit Dalam (hematologi) untuk terapi terhadap kausa 2. Pemeriksaan lanjut berkala seperti CRAO
PROGNOSIS Tergantung luas area dan lokasi lesi pada retina. EDUKASI Perlunya regulasi faktor resiko yaitu: hipertensi dan dislipidemia. KEPUSTAKAAN 1. Leitman GH : Fundus Examination, Manual for Eye Examination and Diagnosis, Medical Economic Company, Second Ed, 50-60, 1981 2. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp. 3. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp. 4. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi, 2010, pp. 5. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina and Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp.
92
6. American Academy of Ophthalmology : Retina and Vitreous, Section 12. Chapter V, Retinal Vascular Disease, 2009
93
OKLUSI VENA RETINA A. OKLUSI VENA RETINA SENTRAL (CENTRAL RETINAL VEIN OCCLUSION / CRVO)
PENGERTIAN Penyumbatan akut vena retina sentral Patofisiologi 1. Arteri dan vena berjalan bersama-sama dalam selubung adventitia memasuki lamina kribrosa yang sempit. Perubahan pada struktur arteri seperti aterosklerosis akan menekan vena retina sehingga terjadi oklusi 2. Di samping itu kelainan faktor hemodinamik seperti hiperagregasi trombosit, hiperkoagulasi dan hiperviskositas darah serta hipertensi dapat menyebabkan oklusi vena retina 3. Terjadi sumbatan di posterior lamina cribrosa (pada CRVO) atau anterior dari lamina cribrosa terutama pada arteriovenous crossing (pada BRVO), akibat trombus, hipertensi, atau inflamasi. 4. Obstruksi outflow akan berakibat peningkatan tekanan intravaskular dan stagnasi aliran darah 5. Terjadi kebocoran, edema dan perdarahan intraretina (flame shaped) 6. Terbentuk kolateral setelah beberapa minggu hingga bulan 7. Dapat terjadi iskemia sel endotel yang berakibat capillary-non-perfusion dan timbulnya cotton-wool spots 8. Area non-perfusi akan merangsang tumbuhnya neovaskularisasi, yang dapat berakibat perdarahan vitreus, neovaskularisasi iris dan trabekulum serta glaukoma neovaskular.
Baik CRVO maupun BRVO dapat terjadi dalam dua tipe yaitu iskemik dan noniskemik. Sekalipun terdapat persamaan dalam patogenesis kedua kondisi di atas, terdapat perbedaan dalam karakteristik penyakit, tatalaksana dan hasil akhir.
ANAMNESIS Tajam penglihatan turun mendadak dan tanpa nyeri PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Visual Field 2. FFA 3. OCT KRITERIA DIAGNOSIS 1. Tajam penglihatan mendadak menurun
94
2. Refleks pupil : afferent pupillary defect 3. Funduskopi : papil kadang-kadang batas kabur, vena melebar, perdarahan diseluruh retina berupa flame shape, dots atau blots. Tipe non iskemik : perdarahan jarang, vena berkelok-kelok Tipe iskemik : pada retina ditemukan perdarahan massif, blood and thunder appearance, cotton wool spots, neovaskularisasi di papil N II (NVD) atau di retina (NVE), perdarahan vitreous. Bias disertai Glaucoma Neovaskuler dengan rubeosis iridis
PENATALAKSANAAN 1. Konsul Penyakit Dalam (Hematologi) untuk terapi kausa 2. Monitoring funduskopi dan tekanan intraokuler 3. Injeksi anti-VEGF 4. Terapi laser: Indikasi: a. Kebocoran pembuluh-pembuluh darah di daerah macula yang menyebabkan edema macula dan visus menurun b. CRVO tipe non iskemik dengan visus menurun sampai 6 / 20 c. CRVO tipe iskemik Teknik: a. CRVO dengan edema macula : teknik focal b. CRVO tipe iskemik: panretinal photocoagulation 5. Vitrektomi dengan / tanpa endolaser pada CRVO tipe iskemik yang disertai perdarahan vitreous
PROGNOSIS Pada tipe iskemik prognosis jelek EDUKASI 1. Tindakan laser dilakukan terutama untuk mencegah terjadinya komplikasi glaukoma neovaskuler, bukan untuk memperbaiki tajam penglihatan. 2. Perlunya regulasi faktor resiko seperti Hipertensi, Dislipidemia dan Diabetes Mellitus.
B. OKLUSI VENA RETINA CABANG (BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION / BRVO) PENGERTIAN Penyumbatan akut pada vena retina cabang ANAMNESIS Kabur mendadak tanpa rasa nyeri PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi
95
2. 3. 4.
Tonometri Slitlamp biomikroskopi Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Visual Field 2. FFA 3. OCT KRITERIA DIAGNOSIS 1. Tajam pengilhatan terganggu bila di daerah macula terkena 2. Lapang pandangan terganggu 3. Funduskopi: - Perdarahan retina distal dari daerah yang tersumbat - Crossing phenomen pada daerah penyumbatan - Hollenhorst plagues pada cabang pembuluh darah tersumbat - Edema macula bila pembuluh darah ke macula terkena - Tanda-tanda iskemik : cotton wool spots, NVE, perdarahan vitreous
PENATALAKSANAAN 1. Konsul Penyakit Dalam (hematologi) untuk terapi kausa / faktor resiko 2. Injeksi anti-VEGF 3. Terapi laser: a. Bila timbul tanda-tanda iskemik : teknik scatter b. Bila timbul tanda-tanda edema macula: teknik fokal 4. Vitrektomi dengan / tanpa endolaser pada BRVO yang disertai perdarahan vitreous PROGNOSIS Tergantung luas area dan lokasi lesi pada retina. EDUKASI Perlunya regulasi faktor resiko seperti Hipertensi, Dislipidemia dan Diabetes Mellitus. KEPUSTAKAAN 1. Leitman GH : Fundus Examination, Manual for Eye Examination and Diagnosis, Medical Economic Company, Second Ed, 50-60, 1981 2. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous, American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp. th 3. Ryan SJ. et al., Retina, 4 ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp. 4. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi, 2010, pp. 5. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina and Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp. 6. American Academy of Ophthalmology : Retina and Vitreous, Section 12. Chapter V, Retinal Vascular Disease, 2009
96
IX. NEURO-OFTALMOLOGI
97
NEURITIS OPTIK TIPIKAL PENGERTIAN Peradangan pada nervus optikus yang berhubungan dengan proses demyelinasi primer pada nervus optikus. ANAMNESIS 1. Penurunan visus mendadak pada satu atau dua mata 2. Nyeri pada pergerakan bola mata 3. Tidak ada gejala neurologi lainnya PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan oftalmologi umum (tajam penglihatan) 2. Pemeriksaan dengan lampu celah 3. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Visual Field 2. Pemeriksaan warna dan sensitivitas kontras 3. Pemeriksaan MRI pada kasus yang berulang KRITERIA DIAGNOSIS 1. Penurunan tajam penglihatan yang bervariasi (dari 6/6 sampai Nol) 2. Penurunan presepsi warna dan kontras yang bervariasi 3. RAPD pada mata yang terkena 4. Kelainan lapang pandangan (yang tersering adalah skotoma sentral) 5. Papil Nervus II a. Dua pertiga pasien akan tampak normal b. Sepertiga akan menunjukkan gambaran edema papil yang ringan sampai moderat c. Tidak ada gambaran eksudat keras maupun cotton wol spot DIAGNOSIS BANDING - Papil edema - Non AION PENATALAKSANAAN Pemberian Kortikosteroid setelah sebelumnya dilakukan konsultasi dengan spesialis penyakit dalam atau Spesialis anak sesuai dengan usia pasien untuk kontraindikasi pemberian. Pemberian kortisteroid dengan cara Intravena, pasien dirawat inap. Kortikosteroid yang dapat diberikan adalah Metylprednisolon 1 g intravena dalam dosis terbagi (@250) selama 3 hari berturut-turut atau dexamethason 40 mg iv selama 5 hari berturut-turut diteruskan dengan pemberian metylprednisolon 0,8 mg/kgbb atau prednison 1 mg/kgbb dalam dosis tunggal setelah pasien rawat jalan. Pengobatan dengan steroid mulai di tapering off setelah tajam penglihatan pasien menetap selama 2 minggu. PROGNOSIS Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai
98
EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita 2. Menjelaskan mengenai pengobatan steroid yang diberikan dan efek samping yang mungkin timbul. KEPUSTAKAAN 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology, 2008. 2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Survival Guide, 2007. 3. Neil R Miller, Nancy J Newman; clinical Neuroophthalmology Walsh-Hoyt, 6th ed/2005. 4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
99
NON ARTERITIK ISKEMIK OPTIK NEUROPATI PENGERTIAN Penurunan virus mendadak pada satu mata pada asi usia > 40 tahun yang disebabkan oleh penurunan pada nervus optikus. ANAMNESIS 1. Penurunan visus mendadak pada satu atau dua mata 2. Nyeri pada pergerakan bola mata 3. Tidak ada gejala neurologi lainnya PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan oftalmologi umum (tajam penglihatan) 2. Pemeriksaan dengan lampu celah 3. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Visual Field 2. Pemeriksaan warna dan sensitivitas kontras 3. Pemeriksaan Laboratorium a. Kolesterol b. Gula darah c. Hemostasis 4. Pemeriksaan MRI pada kasus yang berulang KRITERIA DIAGNOSIS 1. Penurunan Tajam penglihatan mendadak pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri pada pergerakan 2. Riwayat Hipertensi, hiperkolesterolemi, diabetes atau hiperkoagulas (dapat ditemui maupun tidak) 3. RAPD pada mata yang terkena 4. Edema papil yang seringkali segmental dan disertai perdarahan peripapil 5. Gangguan Lapang Pandangan (arkuata atau altitudinal) 6. Tidak ditemukan adanya gejala polymyalgia atau Giant cell arte ritik DIAGNOSIS BANDING Neuritis Optika Atypical PENATALAKSANAAN Tata laksana pada penyakit yang mendasari PROGNOSIS Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita 2. Menjelaskan mengenai pengobatan yang diberikan KEPUSTAKAAN
100
1.
Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology, 2008. 2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Survival Guide, 2007. th 3. Neil R Miller, Nancy J Newman; clinical Neuroophthalmology Walsh-Hoyt, 6 ed/2005.
101
TRAUMATIK OPTIK NEUROPATI PENGERTIAN Optik neuropati yang disebabkan trauma pada kepala atau mata ANAMNESIS Penurunan visus mendadak pasca trauma langsung maupun tidak langsung PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan oftalmologi umum (tajam penglihatan) 2. Pemeriksaan dengan lampu celah 3. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Visual Field 2. Pemeriksaan CT Scan/MRI orbita KRITERIA DIAGNOSIS 1. Buram mendadak setelah riwayat trauma kepala ataupun mata 2. Umumnya unilateral 3. Terdapat penurunan tajam penglihatan dapat disertai adanya diplopia maupun tidak 4. RAPD pada mata yang terkena 5. Papil nervus optik umumnya normal pada keadaan awal kemudian memucat setelah 4 minggu 6. Dapat ditemukan adanya gangguan pergerakan 7. Terdapat gangguan lapang pandangan DIAGNOSIS BANDING Neuritis Optika Atypical
PENATALAKSANAAN 1. Beberapa pasien mengalami perbaikan dengan sendirinya 2. Tata laksana meliputi observasi, pemberian kortikosteroid, ataupun operasi bila memungkinkan. Kortikosteroid diberikan dengan cara pemberian metylprednisolon iv 1g/hari selama 3 hari dibagi menjadi 4 (@ 250 mg). Jenis operasi yang umum dilakukan adalah orbital decompression atau orbital canal decompression. PROGNOSIS Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita 2. Menjelaskan mengenai pengobatan steroid yang diberikan dan efek samping yang mungkin timbul. KEPUSTAKAAN
102
1.
Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology, 2008. 2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Neurophthalmology, Survival Guide, 2007. th 3. Neil R Miller, Nancy J Newman; clinical Neuroophthalmology Walsh-Hoyt, 6 ed/2005.
103
PAPILEDEMA PENGERTIAN Edema pada kedua kedua nervus optik yang disebabkan oleh peningkatan peningkatan tekanan intracranial oleh karena terdapatnya SOP atau hidrosefalus yang dapat dibuktikan pada pemeriksaan neuroimaging. ANAMNESIS Tajam penglihatan dapat normal, maupun menurun, dengan dapat disertai dengan gejala nerurologis seperti nyeri nyeri kepala hebat, hebat, tinnitus pulsatile, non spesifik paaraestesia paaraeste sia dan gejala lain l ain yang berhubungan dengan penyebabnya. penyebabnya. PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN 1. Pemeriksaan oftalmologi umum (tajam penglihatan) 2. Pemeriksaan dengan lampu celah 3. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN 1. Visual Field KRITERIA DIAGNOSIS 1. Dapat ditemukan gejala nerurologis seperti nyeri kepala hebat, tinnitus pulsatile, non spesifik paaraestesia dan gejala lain yang berhubungan dengan penyebabnya. 2. Terdapat keluhan Transient Visual Obscuration 3. Fotopsia 4. Terkadang dapat ditemukan adanya dipolopia yang disebabkan oleh parese n III, IV atau VI karena peningkatan tekanan te kanan intrakranial. 5. Tajam penglihatan dapat normal atau menurun 6. Persepsi warna dapat normal atau menurun 7. Gangguan lapang pandangan DIAGNOSIS BANDING Neuritis Optika PENATALAKSANAAN Tata laksana ditujukan di tujukan pada penyebabnya. PROGNOSIS Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai EDUKASI 1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita 2. Menjelaskan mengenai pengobatan yang diberikan KEPUSTAKAAN 1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology, 2008. 2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Neurophthalmology, Survival Guide, 2007.
104
th
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; clinical Neuroophthalmology Walsh-Hoyt, 6 ed/2005. 4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
105
PAPIL ATROFI PENGERTIAN Papil atrofi adalah degenerasi saraf optic yang tampak sebagai papil saraf optic yang berwarna lebih pucat dari pada normal Patofisiologi 1. Vaskuler 2. Degeneratif 3. Sekunder karena papil edema 4. Sekunder karena papilitis (neuritis optik) 5. Tekanan pada saraf optik 6. Toksik 7. Metabolik 8. Traumatik 9. Glaukomatous Pembagian 1. Papil atrofi primer : - Terjadi sebagai akibat proses degenerasi di retina atau proses retrobulber - Klinis tampak papil berbatas jelas, ekskavasio yang lebar, tampak lamina kribrosa pada dasar ekskavasio 2. Papil atrofi sekunder - Terjadi sebagai akibat peradangan akut saraf optic yang berakhir dengan proses degenerasi - Tampak tepi papil agak kabur, warna pucat sedangkan lamina kribrosa tidak tampak ANAMNESIS Tajam penglihatan menurun perlahan-lahan sampai buta Bila disebabkan oleh proses intracranial bisa disertai keluhan sering pusing/sakit kepala yang berlangsung lama PEMERIKSAAN FISIK - Visus - Tonometri - Slitlamp Biomikroskop - Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG - Visual Field - CT-Scan Kepala dan orbita KRITERIA DIAGNOSIS - Kemunduran tajam penglihatan perlahan-lahan, bisa sampai 0 - Gangguan lapang pandangan : berupa pelebaran dar i bintik buta - Kelainan fundus okuli : Papil N II pucat, batas tegas. o o Pembuluh darah retina mengecil atau menghilang
106
DIAGNOSIS BANDING Anterior Iskhemik Optik Neuropati (AION) Papil glaukomatosa PENATALAKSANAAN - Diusahakan mencari penyebabnya - Evaluasi pada mata jiran PROGNOSIS Dubius ad bonam EDUKASI Visus yang menurun karena papil atrofi tidak dapat diperbaiki KEPUSTAKAAN 1. Basic And Clinical Science Course : Neuro Ophthalmology, American Academy of Ophthalmology, 1999-2000 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006. 3. Collum, Chang : The Wills Eye Manual, Office and Emergency Rooms. Diagnosis nd and Treatment of eye desease 2 ed., 1994, p. 241-291 4. Miller Stephen J.H. : Parson’s Desease of the Eye, 7th ed. Longman Group Ltd., New York, 1984, pp. 225-226, 349 5. Neuro Ophthalmology Diagnosis and Management, Grant T. Liu, MD. : Nicholas C. Volpe, MD : Stephen L. Galetta, MD, W.B. Sounders Company, 2001 6. Pavan Langston D. : Manual of Diagnosis and Therapy, 1 st ed., Little Brown and Co, Boston, 1980, pp. 318-330 7. Phillips CI. : Basic Clinical Ophthalmology, 1 st ed., Churchill Livingstone, Medical Devision of Longman Group UK, ELBS, ed., 1986, p. 142 8. Vaughan D : General Ophthalmology, 15 th ed, Lange Medical Publication, California, 1999, pp. 249-287
107
X. RUDAPAKSA dan REKONSTRUKSI MATA
108
BENDA ASING DI KORNEA PENGERTIAN Adanya benda asing (gram/serbuk besi, kaca, serangga kecil, dll) di kornea akibat trauma okuli. Patofisiologi Benda asing (gram/serbuk besi, kaca, serangga kecil, dll) secara cepat dan mendadak masuk ke dalam mata tertanam dan melukai kornea. ANAMNESIS Penderita mengeluh adanya benda asing yang masuk ke mata, nyeri, mata berair dan silau PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Slitlamp biomikroskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Fluoresin test KRITERIA DIAGNOSIS − Visus menurun atau normal − Adanya benda asing di kornea mata − Tes fluoresin (+) DIAGNOSIS BANDING Benda asing di konjungtiva palpebra superior PENATALAKSANAAN Benda asing di permukaan kornea harus diambil − Berikan anestesi local / topical tetes mata − Pengeluaran benda asing dengan : o Memakai slit lamp biomikroskop/loupe Ujung jarum suntik steril (disposable hypodermic needle) no. 25 gauge atau o foreign body spud − Sikloplegik tetes mata (short acting) untuk mencegah spasme iris, iridosiklitis, traumatic iritis, (bila perlu) − Salep mata antibiotic diberikan 3 kali sehari − Bebat mata selama 2 hari − Evaluasi ulang / control 2 hari setelah pengambilan benda asing Penyulit: Lingkaran karat atau rust Reaksi toksik di stroma kornea Iritis Keratitis PROGNOSIS Baik
109
KEPUSTAKAAN 1. Danny M, (ed), 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 369-371 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006. nd 3. Paton & Goldberg, 1985, Management of ocular injuries, 2 ed., WB Saunders Co. USA, p. 61-65, 127-133 4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 74 5. Rhee, JD, Pyfer MF. (ed), 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and rd Treatment of Eye Disease, The Wills Eye manual, 3 ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 24-26 6. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15 th ed, Lange Medical Publication, Maruzen Asia, p. 348-349
110
HIFEMA PADA RUDAPAKSA TUMPUL
PENGERTIAN Pendarahan dalam Bilik Mata Depan (BMD) yang berasal dari pecahnya pembuluh darah pada iris atau badan silier akibat rudapaksa tumpul. Patofisiologi Rudapaksa tumpul dengan kecepatan tinggi pada bola mata akan menimbulkan tekanan yang sangat tinggi di dalam bola mata dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah arteri di iris, badan silier dan pembuluh darah arteri dan vena di khoroid di mana pendarahannya masuk ke dalam BMD terjadilah hifema. ANAMNESIS Penglihatan kabur setelah mata penderita terkena benda tumpul PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Fluoresin test 2. USG KRITERIA DIAGNOSIS − Tajam penglihatan menurun − Tekanan intraokuli (TIO) normal / meningkat / menurun − Bentuk pupil normal / midriasis / lonjong (oftalmoplegi interna) − Pelebaran pembuluh darah perikornea − Hifema (+)
PENATALAKSANAAN Konservatif : − Tirah baring sempurna dengan posisi kepala lebih tinggi dari badan − Istirahatkan mata dengan bebat mata − Bila perlu pada anak-anak dapat diberikan/ditambahkan obat penenang − Antibiotika tetes mata bila ada tanda-tanda infeksi atau kortikosteroid tetes mata bila ada inflamasi − Antifibrinolitik oral/inj. Dapat diberikan, untuk mencegah pendarahan ulang
Operatip : Tindakan parasintesa atau pengeluaran darah dari bilik mata depan (BMD) dikerjakan bila : − Ada tanda-tanda kenaikan tekanan intra okuler atau glaucoma sekunder − Hifema yang tetap dan tidak berkurang lebih dari 5 hari − Hemosiderosis pada endotel kornea
111
Penyulit − Glaucoma sekunder − Uveitis − Hemosiderosis PROGNOSIS Bila tidak disertai penyulit prognosis baik EDUKASI Pada penderita dengan riwayat trauma mata, dapat disertai timbulnya katarak lebih awal dari seharusnya. KEPUSTAKAAN 1. Danny M, ed, 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 364-368 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006. nd 3. Paton & Goldberg, 1985, Management of Ocular Injuries, 2 ed., WB Saunders Co. USA, p. 188-198 4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 8890 5. Rhee, JD, Pyfer MF., (ed), 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and Treatment of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3 rd ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 32-37 th 6. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15 ed., Lange Medical Publication, Maruzen Asia, p. 351
112
RUDAPAKSA MATA KARENA BAHAN KIMIA PENGERTIAN Rudapaksa mata yang disebabkan oleh bahan kimia basa atau asam Contoh bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfite, asam klorida, zat pemutih, asam asetat Contoh bahan kimia bersifat basa : amoniak, Freon/bahan pendingin lemari es, sabun, shampoo, kapur gamping, semen, tiner, lem, kaustik soda Patofisiologi Bakan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein di sekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terkelupas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea, sedangkan apabila mata terkena bahan kimia basa maka bahan basa tersebut akan bergabung dengan asam lemak dalam sel membrane sehingga terjadi proses saponifikasi/penyabunan yang mengakibatkan kerusakan sel, diikuti koagulasi dan pelunakan jaringan. Pada kornea mata bahan basa tersebut dapat penetrasi ke dalam stroma kornea sehingga secara cepat merusak jaringan kolagen dan proteoglikan. Pada bahan basa kuat penetrasinya sampai ke BMD hingga terjadi inflamasi serta dapat menyebabkan kerusakan jaringan di konjungtiva, sclera berupa iskemia, koagulasi dan nekrosis, karena pelunakan jaringan penetrasi bisa sampai ke koroid dan retina
ANAMNESIS Penderita mengeluh adanya bahan kimia asam atau basa yang mengenai mata disertai rasa nyeri sampai tidak bisa membuka mata, berair, kabur dan silau
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Fluoresin test KRITERIA DIAGNOSIS Cara pemeriksaan: − Anestesi local − Tes fluoresin − Pemeriksaan memakai lampu senter + loupe, slit lamp biomikroskop − Kertas pH meter / lakmus untuk mengetahui jenis bahan kimia − Lid retractor / desmares untuk membantu membuka kelopak mata
113
Gejala klinis - Tajam penglihatan menurun - Kelopak mata bengkak, kadang-kadang ada luka ba ker - Konjungtiva hyperemia, kemosis, karena bahan kimia basa bisa terjadi iskemia dan nekrosis konjungtiva dan sclera, tergantung berat ringannya keadaan - Kornea edema, tes fluoresin (+)/erosi, sampai kekeruhan kornea yang hebat
Klasifikasi tingkat keparahan akibat rudapaksa kimia berdasarkan M.J. Roper-Hall Grade
Kornea
Konjungtiva
Prognosis
I
Erosi kornea
Iskemia (-)
Baik
II
Keruh, detail iris jelas
Iskemia < 1/2 limbus
Baik
III
Kerusakan epitel total, stromal keruh, detail iris kabur
Iskemia 1/3 – 1/2 limbus
Kurang baik
IV
Keruh/putih detail iris tak tampak
Iskemia > 1/2 limbus
Jelek
PENATALAKSANAAN − Semua rudapaksa/trauma kimia merupakan kasus emergensi/darurat, sebaiknya pertolongan pertama mulai dilakukan pada tempat kejadian sesegera mungkin, dengan cara mencuci/irigasi dengan air bersih (air mineral, sumur, PDAM) sesering mungkin sebelum dirujuk ke RS terdekat − Berikan anestesi local tetes mata − Diikuti irigasi dengan aquadest steril, cairan fisiologis (normal saline, Ringer Lactat) secara manual memakai spuit 20 cc disposable, atau secara drip/continuous irrigation dengan infusion set − Irigasi selain ditujukan pada kornea mata, juga untuk fornik superior/inferior, bila ada sisa bahan kimia dapat dibersihkan dengan lidi kapas steril basah atau pinset − Irigasi minimal 1 liter untuk masing-masing mata, untuk bahan kimia asam irigasi dilakukan selama ! jam, untuk bahan kimia basa irigasi Selama 1 jam − Parasentesa untuk menetralisir pH di BMD, dengan memakai BSS untuk mengganti aquous humor yang terkontaminasi bahan kimia
Obat-obat : − Sikloplegik jangka panjang (Atropin 2%) diberikan 1 tetes untuk mengurangi spasme iris, mengurangi/mencegah perlekatan iris dengan lensa (sinekia anterior) − Antibiotic tetes mata untuk mencegah infeksi sekunder − Untuk kasus yang berat (grade 3 dan 4), dengan uveitis dapat diberikan kortikosteroid tetes mata pada 2 minggu pertama untuk mengurangi inflamasi dengan evaluasi/observasi ketat, pemberian steroid tetes mata > dari 2 minggu, harus hati-hati karena dapat menghambat reepitelialisasi − Vitamin C tetes mata, mengurangi perlunakan kornea
Penyulit Segera : - Glaukoma dapat terjadi 2-4 jam setelah trauma, hal ini karena adanya pelepasan prostaglandin yang merangsang terjadinya uveitis,
114
-
Ekspose kornea, perlunakan kornea
Jangka panjang : − Simblefaron − Sindroma mata kering (keratitis Sicca) − Katarak traumatic − Sikatrik kornea − Glaucoma sudut tertutup − Entropion Terapi penyulit : − Sindroma mata kering diatasi dengan air mata buatan, lensa kontak “bandage” atau tarsorafi − Simblefaron diatasi dengan simblefarektomi − Katarak trauma diatasi dengan ekstraksi lensa − Sikatrik kornea diatasi dengan kerato plasti
PROGNOSIS Hal-hal yang berpengaruh terhadap prognosis kesembuhan akibat trauma kimia : − Pertolongan pertama saat kejadian, semakin cepat, semakin baik prognosisnya − Jumlah dan tingkat kepekatan konsentrasi bahan kimia, semakin banyak jumlah dan kepekatannya tinggi maka kerusakannya semakin hebat EDUKASI Pada kasus yang berat disertai kerusakan struktur permukaan mata akan menetap atau bersifat residif KEPUSTAKAAN 1. Danny M, (ed), 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 359-361 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006. 3. Freeman M.K. Ocular Trauma, 1979, Chemical and Thermal Burns of The Eye, Appleton Century Crofts, New York, p. 126 4. Paton & Goldberg, 1985, Management of ocular injuries, 2 nd ed., WB Saunders Co. USA, p. 93-99 5. Roper Hall MJ. 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New york, p. 88 6. Rhee, JD, Pyfer MF 9ed), 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and rd Treatment of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3 ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 19-22 th 7. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15 ed., Lange Medical Publication, Maruzen Asia, p. 351-352
115
RUDAPAKSA TAJAM BOLAMATA PENGERTIAN Rudapaksa mata oleh benda tajam yang merusak dinding bola mata sebagian (laserasi) atau menembus seluruh tebal dinding bola mata (penetrasi) Patofisiologi Benda tajam mengenai bola mata dapat merusak sebagian ketebalan dinding luar bolamata, atau merusak seluruh ketebalan/menembus dinding luar bolamata (“penetrating”) dapat diikuti prolaps jaringan intra okuli (iris, khoroid, vitreus, lensa) dan adanya benda asing intra okuli ANAMNESIS Penderita mengeluh terkena benda tajam, penglihatan kabur, keluar air mata, berdarah, nyeri, silau
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Flouresin dan Siedel test 2. USG CARA PEMERIKSAAN − Anestesi local untuk mengurangi blefarospasme − Tes fluoresin, tes Siedel (+) − Pemeriksaan segmen anterior dengan : o Lampu senter dan loupe Slit lamp biomikroskop o − Pemeriksaan segmen posterior dengan : Funduskopi o o USG (setelah luka tertutup / dijahit) − Pemeriksaan Radiologis untuk mencari benda asing intra okuli (plain foto / CT Scan) KRITERIA DIAGNOSIS Tanda-tanda perforasi bolamata : − Blefarospasme − Visus menurun, tekanan bola mata (TIO) menurun/hipotoni − BMD dangkal, pupil ireguler, prolaps iris, kadang ada hifema − Konjungtiva hyperemi, kemosis − Kornea edem, laserasi (+) − Sclera laserasi, prolaps vitreus, khoroid − Kapsul lensa rupture, massa lensa di BMD PENATALAKSANAAN
116
1. Mempertahankan bola mata, dimana setiap kebocoran harus dijahit 2. Setiap jaringan yang keluar digunting atau dibuang, bila prolaps jaringan terjadi lebih dari 24 jam. Bila prolaps jaringan terjadi <24 jam, dapat dilakukan reposisi. a. Antibiotic tetes mata tiap jam dan antibiotic injeksi subkonjungtiva, untuk mengurangi terjadinya infeksi b. Antibiotic profilaksis (terutama diberikan pada kasus trauma tembus dan fraktur orbita) secara sistematik (i.v), berspektrum luas, dosis tunggal, diberikan pre operasi c. Laserasi konjungtiva : robek > 1 cm jahit dengan polyglactine 8.0 d. Laserasi sclera : jahit dengan Nylon / Virgin Silk 8.0 e. Laserasi kornea : jahit dengan nylon 10.0, jahitan interrupted “water tight” jarak antar jahitan 2 mm, secara lameler, dengan menggunakan mikroskop f. Kapsul lensa pecah, maka pengeluaran lensa dilakukan setelah penjahitan primer g. Bila trauma berhubungan dengan segmen posterior bola mata dan adanya intra okuler foreign body perlu dilakukan vitrektomi. Penyulit − Infeksi sekunder − Simpatetik oftalmia − Katarak traumatika PROGNOSIS Dubia, tergantung luas dan lokasi kerusakan struktur bola mata, ada tidaknya infeksi. EDUKASI 1. Untuk mempertahankan bentuk bola mata, setiap luka harus ditutup/dijahit. 2. Pulihnya tajam penglihatan bergantung pada luasnya kerusakan yang terjadi. 3. Apabila tidak memungkinkan untuk mempertahankan bola mata, dapat dilakukan pengangkatan bola mata. Untuk kemudian dilakukan pemasangan protesa.
KEPUSTAKAAN 1. Danny M, (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 371-382 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006. 3. Paton & Goldberg, 1985, Management of Ocular Injuries, 2 nd ed., WB Saunders Co. USA, p. 133-170 4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 91-92, 99100 5. Rhee, JD, Pyfer MF. (ed) 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and Treatment of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3rd ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 4648 6. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15 th ed., Lange Medical Publication, Maruzen Asia, p. 349-350
117
LASERASI KELOPAK MATA (tanpa kehilangan jaringan) PENGERTIAN Rudapaksa pada kelopak mata akibat benda tajam yang mengakibatkan luka robek/laserasi ANAMNESIS − Kelopak mata bengkak, berdarah, luka robek (+) PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus 2. Inspeksi 3. Slit Lamp Biomikroskop
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. USG bila diperlukan 2. Pemeriksaan Radiologis KRITERIA DIAGNOSIS − Anamnesis riwayat trauma Luka robek bisa sebagian ketebalan atau seluruh ketebalan/lid margin − − Pemeriksaan Radiologis (foto polos kepala/CT Scan), bila ada kecurigaan adanya benda asing, fraktur orbita, rupture posterior bolamata PENATALAKSANAAN − Umumnya tergantung pada lokasi dan kedalaman luka − Memperhatikan prinsip teknis bedah okuloplasti 1. Partial thickness / “superficial eyelid laceration” (kulit + Orbic Okuli) – jahit kulit dengan benang non absorble 6.0 secara interrupted 2. Full thickness / dengan lid margin; buatlah irisan pentagonal : a. Jahit lid margin → dengan teknik 2 jahitan atau 3 jahitan 2 jahitan : tarsus dijahit dengan tarsus dari tiap sisi luka dengan benang absorble 5.0/6.0, simpul diluar, sebanyak 2 jahitan atau secara vertical mattress, pada tarsal plate 3 jahitan : jahitan pertama melalui lash line, orifisium gld. Meibom dan kadang-kadang melalui gray line, dengan benang absorble 5.0/6.0 b. Jahit otot Orbic. Oculi dengan benang absorble 5.0/6.0 secara interrupted c. Jahit kulit dengan benang non absorble 5.0/6.0 3. Laserasi di bagian kantus medialis cek saluran lakrimalis menggunakan probing / Anel tes. Bila terjadi laserasi pada kanalis lakrimalis lakukan repair kanalis menggunakan pigtail probe dengan benang Silk 4.0. Bila ligament kantus medius / kantus literalis ruptus, jahit ligament kantus ke ujung putusannya atau jahitan ke periosteum (medius: di atas Krista Lakrimalis Anterior / lateral : diatas sutura zygomatikofrontalis bagian dalam) dengan benang absorble 5.0, posisikan secara anatomis normal. − Beri antibiotic salep mata, antibiotic sistemik oral 3-5 hari − Angkat jahitan kulit 5-7 hari post operasi, jahitan lid margin diangkat 10-14 hari post operasi
118
PROGNOSIS Pada umumnya baik EDUKASI Bila terjadi penyulit paska operasi (lagoftalmos, enteropion/ektropion, ptosis, jaringan sikatrik) perlu dilakukan tindakan lanjutan. KEPUSTAKAAN 1. Danny M, (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 166-168 2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006. 3. Rhee, JD, Pyfer MF. (ed) 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and Treatment of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3rd ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 2831 4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 52-55 th 5. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15 ed., Lange Medical Publication, Maruzen Asia, p. 347-3
119
PTOSIS KONGENITAL PENGERTIAN Kelainan congenital yang menyebabkan gangguan mengangkat kelopak mata
ANAMNESIS Mata tampak mengantuk dan penderita mengalami kesulitan untuk membuka mata sejak lahir. Kadang-kadang penglihatan terganggu
PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Inspeksi 4. Slitlamp biomikroskopi 5. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Visual Field 2. USG
KRITERIA DIAGNOSIS − Pemeriksaan visus dengan Snellen − Aksi levator : − Penderita duduk didepan pemeriksa Pemeriksa memegang dengan ibu jari di daerah alis Penderita melihat ke arah bawah, kemudian ke atas Perbedaan kedua jarah ini merupakan aksi levator − MLD = Margin Limbal Distance Jarak tepi limbus bawah sampai ke tepi kelopak, pada saat penderita melihat ke atas. − Bell’s fenomena yaitu bila penderita tidur bola mata menggulir ke atas − MRD = Margin Reflex Distance, yaitu jarah pupil ke tepi kelopak mata pada posisi normal
DIAGNOSIS BANDING Ptosis kogenital dengan anomaly lain Ptosis neurogenik PENATALAKSANAAN - Dilakukan Sling Fascia atau silicon bila aksi le vator < 4 mm Dengan bantuan fascia atau silicon maka otot levator digantung pada otot frontalis sehingga gerakan membuka mata dapat lebih lebar - Reseksi levator Dikerjakan bila aksi levator > 4 mm
PROGNOSIS
120
Baik KEPUSTAKAAN 1. Chen William P : Oculoplastic Surgery, The Essentials, Thieme New York, New York, 2001, p. 90-91 2. Collin J.R.O. : A Manual of Systematic Eyelid Surgery, Second Ed., Churchill Livingstone, London, UK, 1989, p. 43-44 3. Danny, M. (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, Section 7, The Foundation of American Academy of Ophthalmolofy, USA, 2009, p. 189-198 4. Kansky Jack J. : Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Fourth ed., Butterworth Heinemann, A Division of Reed Educational and Professional Publishing Ltd, Oxford, 1999, 5. Vaughn D : General Ophthalmology, 15 th ed, Appleton and Lange, Stamford, Connecticut, 1999, p. 83-85
121
DAKRIOSISTITIS PENGERTIAN Infeksi pada sakus lakrimalis merupakan penyakit akut atau kronis yang terjadi pada bayi atau orang dewasa.Umumnya unilateral dan selalu didahului oleh adanya sumbatan duktus nasolakrimalis. ANAMNESIS Penderita mengeluh nyeri di daerah kantus medialis yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi depan PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Inspeksi 4. Slitlamp biomikroskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Radiologi KRITERIA DIAGNOSIS Pada keadaan akut tidak boleh dilakukan irigasi maupun sondage Pemeriksaan foto sinus dan CT Scan untuk menyingkirkan diagnosa banding DIAGNOSIS BANDING Abses Palpebra PENATALAKSANAAN − Kompres air hangat berulang-ulang − Antibiotic topical maupun sistemik sesuai dengan hasil kultur dan tes kepekaan − Dekompresi sakus − Probing dan Dacryocystorhinostomy dilakukan bila keadaan sudah tena ng KEPUSTAKAAN 1. Chen William P : Oculoplastic Surgery, The Essentials, Thieme New York, New York, 2001, p. 285 2. Collin J.R.O. : A Manual of Systematic Eyelid Surgery, Second Ed., Churchill Livingstone, London, UK, 1989, p. 109-111 3. Danny, M. (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, Section 7, The Foundation of American Academy of Ophthalmolofy, USA, 2001, p. 248-254 4. Kansky Jack J. : Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Fourth ed., Butterworth Heinemann, A Division of Reed Educational and Professional Publishing Ltd, Oxford, 1999, p. 53 th 5. Vaughn D : General Ophthalmology, 15 ed, Appleton and Lange, Stamford, Connecticut, 1999, p. 88-89 6. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
122
DAKRIOSISTITIS KRONIS PADA BAYI PENGERTIAN Infeksi pada sakus lakrimalis sekunder akibat obstruksi duktus nasolakrimalis ANAMNESIS Keluhan air mata selalu berlinang dan kadang-kadang diikuti kotoran mata PEMERIKSAAN FISIK - Slitlamp biomikroskopi - Inspeksi
KRITERIA DIAGNOSIS Epifora berulang DIAGNOSIS BANDING − Kelainan pada kornea, misalnya erosi kornea, keratitis − Trichiasis, karena epibleptropia PENATALAKSANAAN − Epiforia tanpa infeksi dilakukan masase daerah saluran air mata − Epiforia dengan infeksi dilakukan masase di daerah saluran air mata dan diikuti dengan pemberian tetes mata antibiotic − Pada stenosis yang menetap sampai lebih dari 6 bulan dan diikuti dakriosistitis dapat dilakukan probing, dengan Bowman probe 0.00 − Epifora dengan atau tanpa infeksi dimana 2 kali probing kondisi tetap, maka dilakukan dakriosistirinostomi dengan sebelumya dilakukan pemeriksaan dakriosistografi PROGNOSIS Baik KEPUSTAKAAN 1. Chen William P : Oculoplastic Surgery, The Essentials, Thieme New York, New York, 2001, p. 285 2. Danny, M. (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, Section 7, The Foundation of American Academy of Ophthalmolofy, USA, 2001, p. 248-254 3. Kansky Jack J. : Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Fourth ed., Butterworth Heinemann, A Division of Reed Educational and Professional Publishing Ltd, Oxford, 1999, p. 53 th 4. Vaughn D : General Ophthalmology, 15 ed, Appleton and Lange, Stamford, Connecticut, 1999, p. 88
123
XI. ORBITA / ONKOLOGI ONKOLOGI
124
RETINOBLASTOMA
PENGERTIAN Tumor ganas jaringan embriyonal retina pada anak dan bayi sampai umur lima tahun Patofisiologi Tumor ganas dari jaringan embrional retina. Tumor ini mempunyai sifat maligna, congenital dan heriditer. Tumor tumbuh pada satu mata atau dua mata. Insiden terbanyak dijumpai pada umur antara 2-3 tahun, dan ditemukan satu di antara 23.000-34.000 kelahiran. Tidak ada prediksi seks maupun ras. Tumor tumbuh melalui mutasi genetic secara spontan dan sporadis, atau diturunkan melalui autosomal dominant. ANAMNESIS Tajam penglihatan menurun.Mata merah yang sifatnya residif, mata juling dan memberi kesan membesar / lebih besar dari mata jiran-nya. Bila mata kena sinar akan memantul seperti mata kucing, disebut :”amaurotic cat’s eye” PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Inspeksi 3. Slitlamp biomikroskopi 4. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN 1. USG 2. X-ray 3. CT-Scan kepala dan orbita 4. Laboratorium : LDH KRITERIA DIAGNOSIS - Visus menurun - Mata merah dan sidatnya residif - Mata juling - ”Amaurotic cat’s eye” - Proptosis - Pada pupil tampak adanya reflek keputih-putihan disebut lekokoria. Bila tumor tumbuh cepat tanpa diikuti system pembuluh darah, maka sebagian sel tumor mengalami nekrose dan melepaskan bahan-bahan toksik yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea, sehingga timbul uveitis disertai dise rtai dengan pembentukan hipopion dan hifema.
Diagnosis pasti retinoblastoma intraokuler hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan patologi-anatomi, karena tindakan biopsy merupakan kontra-indikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan beberapa pemeriksaan sebagai sarana penunjang : 1. Pemeriksaan fundus okuli ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai pembuluh darah pada permukaan maupun di dalam massa tumor tersebut dan berbatas kabur 2. Pemeriksaan X foto, hampir 60-70 % penderita retinoblastoma menunjukkan adanya kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optic foramen optikum melebar.
125
3. Ultrasonografi : dengan pemeriksaan ini dapat mengetahui adanya massa intraokuler meskipun media keruh, gambaran shadowing dan kalsifika si. 4. “Lactic acid dehydrogenase” (LDH) : dengan membandingkan kadar LDH akuos humor dan serum darah. Bila rasio lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma intraokuler (pada keadaan normal rasio kurang dari 1) 5. CT Scan kepala termasuk orbita, bila terdapat proptosis atau kecurigaan perluasan tumor ke ekstraokular atau metastasis intrakranial atau pad USG terdapat perluasan ke N. II 6. Pemeriksaan PA terhadap bola mata yang mengandung tumor ditujukan untuk konfirmasi diagnosis hispatologik beserta diferensiasi tumor dan penetapan perluasan tumor, sehingga memberikan informasi untuk pengobatan lebih lanjut dan penentuan prognosis penderita. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilaporkan ialah iala h : a) Perluasan dan penyebaran tumor • ke anterior bola mata : badan siliar • Ke posterior : koroid, sclera, N II dan sayatan N. II • keluar bola mata : jaringan orbita b) Differensiasi tumor : • diferensiasi baik • diferensiasi buruk Komplikasi - Glaucoma sekunder - Metastase, melalui beberapa jalan : Lamina kribosa saraf optic, kemudian mengadakan infiltrasi ke vaginal sheat o subarachnoid untuk untuk menuju ke intracranial o Jaringan koroid, dengan melalui pembuluh darah tumor t umor menyebar ke seluruh tubuh o Pembuluh emirasi, tumor menyebar ke bagian posterior orbita DIAGNOSIS BANDING b) Katarak c) Persistent hyperplastic primary vitreus d) Retinopathy of prematurity e) Ablasi retina f) Panoftalmitis PENATALAKSANAAN - Pembedahan : Enukleasi : dilakukan pada tumor yang masih terbatas intraokuler ialah dengan mengangkat seluruh bolamata dan memotong saraf optic sepanjang mungkin Eksenterasi orbita : dilakukan pada tumor yang sudah ekstensi ke jaringan orbita ialah dengan mengangkat seluruh isi orbita dengan jaringan periostnya Sesudah operasi, diberikan terapi radiasi untuk membunuh sisa-sisa sel tumor. Untuk kosmetik bila memungkinkan dapat dipasang protesa. - Khemoterapi : Diberikan bila sudah terjadi metastase ke organ tubuh lainnya - Fotokoagulasi : Diatermi atau krioterapi diberikan diberika n bila tumor masih terbatas di retina
Catatan : radiasi dan kemoterapi dilakukan dirumah sakit rujukan yang mempunyai fasilitas
126
PROGNOSIS Bila masih terbatas di retina, kelangsungan hidup lima tahun 95% Bila metastase ke orbita, kelangsungan hidup lima tahun 5% Bila metastase ke tubuh, kelangsungan hidup lima tahun 0%
EDUKASI 1. Jenis tindakan / pengobatan tergantung dari stadium tumor, bila perlu dilakukan terapi lanjutan (radioterapi dan kemoterapi). 2. Kelangsungan hidup tergantung stadium dari tumor. KEPUSTAKAAN 1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006. 2. The Foundation of American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreous. Section 12 ; 2003-2004 : p. 256-263. 3. Zwaan J. Leuckocoria. In : van Heuven WAJ, Zwaan J, eds. Decision Making in Pediatric nd Ophthalmology. An Algoritmic Approach. 2 Edition. Mosby, 2000 p. 182-83. 4. Peyman, Apple, Sander : Intraocular tumor Appleton, Century, Crot TS, New York, 1981, pp. 235-285 5. Spencer W.H : Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook, Vol II, 3 rd ed, WB Saunders, 1985, pp. 1292-1351 6. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12 th ed, Lange Medical Publication, California, 1989, pp. 187-188
127
128
129
SELULITIS ORBITA AKUT PENGERTIAN Suatu keradangan akut dari jaringan orbita yang disebabkan oleh kuman Patofisiologi Proses keradangan akut dapat disebabkan oleh kuman piogenik seperti pneumokok, streptokok atau stafilokok, yaitu kuman yang sering menyebabkan sinusitis atau dakrioadenitis. Infeksi dapat terjadi secara langsung dari radang sinus paranasalis, melalui pembuluh darah misalnya pada piore atau bakteremi dan melalui trauma terutama bila ada benda asing yang masuk ke jaringan orbita.Secara hispatologi ditemukan sel polimorfonuklear dan nekrose jaringan.
ANAMNESIS Serangan dari penyakit ini terjadi secara mendadak dengan keluhan: - Nyeri sekitar bola mata pada perabaan dan pergerakan bola mata - Kelopak mata bengkak dan merah - Bola mata (konjungtiva) merah dan bengkak - Terjadinya penurunan visus - Bola mata tampak menonjol - Gangguan pergerakan bola mata - Diplopia - Panas badan PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Tonometri 3. Inspeksi 4. Slitlamp biomikroskopi dengan fluoresin 5. Funduskopi PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium : kultur kuman dan LED KRITERIA DIAGNOSIS - Terjadinya penurunan visus terutama pada selulitis orbita posterior yang disebabkan karena terjadinya keradangan atau penekanan pada saraf optic - Inspeksi Palpebra terlihat bengkak yang hebat dan merah, begitu juga konjungtiva Proptosis terjadi secara mendadak karena bola mata terdorong ke depan oleh selulitis orbita posterior Gangguan pergerakan bola mata.Terlibatnya otot ekstraokuler pada selulitis orbita akut ini menyebabkan hambatan pada pergerakan bola mata. Pada infeksi yang hebat, mata tidak dapat digerakkan sama sekali yang disebut : “frozen globe”. - Palpasi Didapatkan nyeri tekan dan bila terbentuk abses akan ada suatu fluktuasi - Tes fluoresin
130
Terjadinya keratitis eksposur akibat proptosis yang mendadak dan hebat dapat diperiksa dengan tes ini - Oftalmoskopi Untuk melihat keadaan fundus okuli bila terjadi papilledema atau perdarahan retina Bila ada, harus dipikirkan terjadinya komplikasi suatu trombosis sinus kavernosus - Pembiakan kuman Pembiakan kuman dari bahan yang dibiakan yang berupa pus dapat ditemukan kuman penyebab - Pemeriksaan darah Laju endap darah meningkat dan lekositosis
DIAGNOSIS BANDING 1. Pseudotumor orbita 2. Oftalmopati tiroid 3. Trombosis sinus kavernosus Trombosis sinus kavernosus mungkin terjadi bilateral tetapi pada selulitis orbita hampir selalu uniteral. Penurunan visus terjadi hebat dengan tidak adanya reflek pupil dan disertai papilledema
PENATALAKSANAAN - Antibiotic spectrum luas diberikan secara sistemik. - Insisi abses pada tempat fluktuasi bila sudah terjadi abses - Dicari infeksi fokal dan diobati Penyulit Penyebaran infeksi secara langsung, hematogen atau limfagen dapat menyebabkan terjadinya neuritis optic, trombosis sinus kavernosus, meningitis dan abses otak
PROGNOSIS Tergantung keadaan pasien
KEPUSTAKAAN 1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006. 2. Krohel G, Steward W : Orbital Disease, A practical Approach, New York, Grune & Stratton Inc, 1981, p. 133-136 3. Spencer W.H, : Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook, Vol III, Third Ed, WB Saunders Co, Philadelphia, 1986, pp. 2812-2818 th 4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 10 ed, Lange Medical Publication, Maruzen Ltd, 1983, pp. 138-139
131
KELAINAN MATA PADA PENYAKIT GRAVE = Oftalmopati Grave PENGERTIAN Kelainan pada mata berupa eksoftalmos yang terjadi karena adanya infiltrasi sel radang dan proliferasi jaringan ikat dalam orbita, dengan etiologi yang belum jelas PATOFISIOLOGI Sebab terjadinya eksoftalmos pada penyakit Grave masih belum jelas ; ada beberapa teori : 1. Mulvany : Kelainan orbita dibagi dalam 2 bagian : - Thyrotoxicosis exophthalmos Terjadinya eksoftalmos pada tipe ini disebabkan oleh karena bertambahnya hormone tiroid dalam sirkulasi darah, sehingga menambah sympathetic tone dan spasme otot polos mata - Thyrotropic exophthalmos Terjadinya eksoftalmos pada tipe ini karena bertambahnya stimulating thyroid hormon pada sirkulasi darah, dan gagalnya inhibitory effect hormon tiroid pada kelenjar pituitary, sehingga menyebabkan reaksi berlebihan dalam jaringan orbita 2. Teori Exophthalmos Producing Subtance (EPS) Bila TSH dimurnikan, kemudian disuntikkan ternyata tidak menimbulkan reaksi pada jaringan orbita, diduga ada zat lain diproduksi kelenjar pituitary yang menyebabkan eksoftalmos, zat tersebut dinamakan Exophthalmos Producing Subtance 3. Teori Long Acting Thyroid Stimulator Bahan lain dari pituitary yang diduga menyebabkan eksoftalmos yaitu LATS ( Long Acting Thyroid Stimulato) Peran bahan-bahan tersebut pada oftalmopati penyakit Grave belum jelas diketahui misalnya TSH dan LATS, tak ditemukan pada kasus-kasus berat, tapi dijumpai pada kasus-kasus tanpa kelainan orbita Demikian juga EPS masih jadi perdebatan dengan adanya eksoftalmos setelah tindakan hipofisektomi 4. Teori auto immune Reaksi spesifik pada jaringan belum dapat diketahui, tapi ada pemeriksaan immunofluoresen, membuktikan bahwa jaringan ikat dan follicular basement membrane kelenjar tiroid merupakan tempat immuno respons immuno globulin E.M.G. dan complement, sedang sel plasma dengan IgM terlihat di stroma
ANAMNESIS Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang keluhan umum seperti banyak keringat, berdebardebar, gelisah dan tidak tahan panas. Keluhan pada mata yang sering ialah seperti ada pasir pada mata, air mata yang berlebihan, mata yang tampak membelalak. Pernah dilaporkan keluhan penderita hanya dengan air mata yang berlebihan Pada umumnya keluhan diawali dengan mata kelihatan menonjol, merah, ngeres, epifora dan terasa panas.Bila sakit berlanjut pergerakan bola mata terhambat, bisa terjadi diplopia.Penglihatan bisa menurun samapi buta. PEMERIKSAAN FISIK 1. Visus dan refraksi 2. Hertel eksoftalmometer
132
3. 4. 5.
Tonometri Slitlamp biomikroskopi Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. USG 2. CT Scan KRITERIA DIAGNOSIS 1. Retraksi kelopak mata merupakan tanda permulaan dan yang terpenting dalam menegakkan diagnosis klinis karena tanda ini terdapat pada 94% Oftalmopati Grave. Status hormonal oftalmopati Grave dapat hipertiroid 80%, eutiroid 10% dan hipertiroid 10% Retraksi kelopak mata menyebabkan bola mata tampak menonjol tapi pada pemeriksaan eksoftalmometer masih dalam keadaan normal.Stadium awal ini kemudian diikuti infiltrasi sel-sel radang pada jaringan orbita, mata mulai menonjol, merah, ngeres, epifora dan terasa panas. Apabila retraksi terus bertambah, kelopak mata tak dapat menutup dengan sempurna, karena menjadi kering, mudah timbul ulkus kornea dan radang pada bola mata.Pergerakan bola mata terhambat, obyek yang dilihat jadi kembar. Tajam penglihatan menurun sampai buta
2.
Tanda pada pemeriksaan klinis diklasifikasikan menurut Werner dan telah diterima oleh “The American Thyroid Association” yang disingkat sebagai NOSPECS Klas 0 : tidak terdapat tanda maupun gejala (No physical sign or symptoms) Klas 1 : hanya terdapat tanda retraksi kelopak mata atas, mata membelalak dan lid lag (Only signs Upperlid retraction, stare and lid lag) Klas 2 : mengenai jaringan lunak (Soft tissue involvement) Klas 3 : Proptosis Klas 4 : mengenai otot luar bolamata (Extraocular muscle involvement) Klas 5 : mengenai kornea (Corneal involvement) Klas 6 : hilangnya penglihatan karena terkenanya saraf optic (sight loss due to optic nerve involvement) Klasifikasi ini sangat membantu di dalam komunikasi yang lebih baik pada penanganan penyakit Grave dan dipakai sebagai dasar dari pengobatannya
3.
Ultrasonografi (USG) Gambaran yang khas adalah pembengkakan jaringan lunak orbita dengan akustik yang normal. Penebalan jaringan lunak ini yang terpenting dilihat adanya penebalan dari otot luar bolamata
4.
Computed Tomography Scanning (CT Scan) Dapat terlihat 4 tanda cardinal dari kelainan pada orbita yaitu proptosis, penebalan otot bolamata, penebalan saraf optic dan prolap septum orbitalis kea rah anterior karena hipertrofi jaringan lemak dan atau penebalan otot
DIAGNOSIS BANDING Bila proptosis terjadi bilateral dan disertai retraksi kelopak mata atas, lid lag dan hambatan pergerakan bolamata ke arah atas maka praktis tidak terdapat kesukaran dalam
133