PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
DEMAM REMATIK DAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK ICD-10 : I09.8 1. Pengertian (Definisi)
1.
Demam rematik (DR) adalah sindrom klinik akibat infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan atau eritema marginatum. 2. Demam Rematik Akut (DRA) adalah istilah untuk penderita demam rematik yang terbukti dengan tanda radang akut. 3. Demam Rematik Inaktif adalah istilah untuk penderita dengan riwayat demam rematik tetapi tanpa terbukti tanda radang akut. 4. Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah kelainan jantung yang ditemukan pada DRA atau kelainan jantung yang merupakan gejala sisa (sekuele) dari DR.
2. Anamnesis
1. Demam, nyeri pada persendian yang berpindah pindah, tandatanda peradangan pada sendi (merah, panas, nyeri dan fungsilaesia). 2. Adanya gerakan-gerakan cepat, bilateral tanpa tujuan dan sukar dikendalikan. 3. Pucat, malaise, cepat lelah, dan gejala lain seperti epistaksis dan nyeri perut. 4. Riwayat sakit tenggorokan 1-5 minggu (rata-rata 3 minggu) sebelum timbul gejala 5. Riwayat demam rematik pada waktu lampau. 6. Riwayat keluarga dengan demam rematik
3. Pemeriksaan Fisik
1. Poliartritis migrans Biasanya menyerang sendi-sendi besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan pergelangan tangan. Sendi yang terkena menunjukkan gejala peradangan yang jelas seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi. Artritis reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah. Kelainan ini ditemukan pada sekitar 70% pasien DRA. 2. Karditis Karditis merupakan gejala mayor terpenting, karena hanya karditis yang dapat meninggalkan gejala sisa, terutama kerusakan katup jantung. Seorang penderita demam reumatik dikatakan menderita karditis bila ditemukan satu atau lebih tanda-tanda berikut: a. Bunyi jantung melemah b. Adanya bising sistolik, mid diastolik di apeks atau bising diastolik di basal jantung c. Perubahan bising misalnya dari derajat I menjadi derajat II. d. Takikardia / irama derap
Pemeriksaan Fisik (Lanjutan)
e.
Kardiomegali
f.
Perikarditis Gagal jantung kongestif tanpa sebab lain.
g.
Tabel 2. Pembagian Karditis menurut Decourt Karditis Ringan
Karditis Sedang
Karditis Berat
Takikardi, murmur ringan pada area mitral, jantung yang normal, EKG normal
Tanda-tanda karditis ringan, bising jantung yang lebih jelas pada area mitral dan aorta, aritmia, kardiomegali, hipertropi atrium kiri dan ventrikel kiri.
Ditandai dengan gejala sebelumnya ditambah gagal jantung kongestif
3. Korea Sydenham Gerakan-gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan. Seringkali disertai dengan kelemahan otot dan gangguan emosional. Semua otot terkena, tetapi yang mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas. 4. Eritema marginatum Kelainan kulit berupa bercak merah muda, berbentuk bulat, lesi berdiameter sekitar 2,5 cm, bagian tengahnya pucat, sedang bagian tepinya berbatas tegas, tanpa indurasi, tidak gatal, paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai proksimal. 5. Nodul subkutan Terletak di bawah kulit, keras, tidak sakit, mudah digerakkan dan berukuran 3-10 mm. Lokasinya sekitar ekstensor sendi siku, lutut, pergelangan kaki dan tangan, daerah oksipital, serta di atas prosesus vertebra torakalis dan lumbalis. 4. Kriteria Diagnosis
Diagnosis demam rematik ditegakkan berdasarkan Kriteria WHO tahun 2003 (berdasarkan revisi kriteria Jones) Tabel 1. Kriteria WHO Tahun 2002-2003 untuk Diagnosis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik (berdasarkan Revisi Kriteria Jones) Kategori Diagnostik
Kriteria
Demam rematik serangan pertama
Dua mayor atau satu mayor dan dua minor ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren tanpa PJR
Dua mayor atau satu mayor dan dua minor ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren dengan PJR
Dua minor ditambah dengan bukti infeksi SGA sebelumnya Tidak diperlukan kriteria mayor lainnya atau bukti infeksi SGA
Korea Sydenham
PJR (stenosis
Tidak diperlukan
mitral murni atau kombinasi dengan insufisiensi mitral dan/atau gangguan katup aorta)
kriteria lainnya untuk mendiagnosis sebagai PJR
Sumber: WHO, 2004 Kriteria Diagnosis (Lanjutan)
Manifestasi Mayor - Karditis - Poliartritis migrans - Korea - Eritema marginatum - Nodulus subkutan
Manifestasi Minor
Klinis: - Artralgia - Demam
Laboratorium: - Peningkatan reaktan fase akut yaitu: LED dan atau CRP yang meningkat - Interval PR yang memanjang
Diagnosis demam rematik ditegakkan bila terdapat 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor dan didukung bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya yaitu kultur apus tenggorok yang positif atau kenaikan titer antibodi streptokokus (ASTO) >200. Langkah diagnosis Tegakkan diagnosis DR berdasarkan kriteria WHO tahun 2003 Tetapkan aktif atau inaktif Tetapkan ada karditis atau tidak Tetapkan ada kelainan pada katup jantung atau tidak Jika tidak ada tanda-tanda DR aktif dan penyebab lain kelainan pada katup jantung dapat disingkirkan dianggap PJR Tetapkan status hemodinamik jantung: dekompensasi kordis atau tidak 5. Diagnosis
Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik (ICD-10 : I09.8)
6. Diagnosis Banding
1. Juvenile rheumatoid arthritis 2. SLE, artritis reaktif, artritis infeksius 3. Artritis akut karena virus (rubella, parvovirus, hepatitis B, herpes, enterovirus)
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium: ASTO dan kultur apus tenggorokan 2. EKG 3. Ekokardiografi
8. Terapi
1. Antibiotika a. Untuk Eradikasi: Benzatin penisilin.G: BB ≤27 kg = 600.000-900.000 unit BB ≥27 kg = 1,2 juta unit Bila tidak ada, dapat diberikan Prokain Penisilin 50.000 Iµ/kgBB selama 10 hari.
Alternatif lain: Penisilin V (oral)
: BB ≤27 kg 2-3 x 250 mg
BB >27 kg 2-3 x 500 mg Amoksisilin (oral): 50 mg/kgBB/hari, dosis tunggal (maks. 1 g) selama 10 hari
Terapi (Lanjutan)
Bila alergi terhadap penisilin dapat digunakan: Sefalosporin spektrum sempit: sefaleksin, sefadroksil Klindamisin: 20 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis (dosis maks. 1,8 g/hari) selama 10 hari Azitromisin: 12 mg/kgBB/hari, dosis tunggal (dosis maks. 500 mg) selama 5 hari Klaritromisin: 15 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis (maks. 250 mg/kali) selama 10 hari Eritromisin: 40 mg/kgBB/hari dibagi 2-4 kali sehari (dosis maksimum 1 g/hari) selama 10 hari
b.
Untuk profilaksis sekunder: Benzatin penisilin G: BB ≤27 kg = 600.000 unit BB >27 kg = 1,2 juta unit
Alternatif lain: Penisilin V : 2 x 250 mg, oral Sulfadiazin : BB ≤27 kg 500 mg sekali sehari BB >27 kg 1000 mg sekali sehari
-
-
setiap 3 atau 4 minggu, i.m
Bila alergi terhadap Penisilin dan Sulfadiazin dapat diberikan: Eritromisin Klaritromisin Azitromisin
Tabel 2. Lama pemberian antibiotika profilaksis sekunder: Lama pemberian setelah serangan terakhir
Kategori Demam rematik dengan karditis dan penyakit jantung residual (kelainan katup persisten)
Selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun, pada beberapa kondisi (risiko tinggi terjadi rekuren) dapat seumur hidup
Demam rematik dengan karditis Selama 10 tahun atau sampai usia 21 tetapi tanpa penyakit jantung residual tahun (tanpa kelainan katup) Demam rematik tanpa karditis
2.
Selama 5 tahun atau sampai usia 21 tahun
Obat Anti Inflamasi: diberikan untuk DRA atau PJR yang rekuren Tabel 3. Rekomendasi penggunaan anti inflamasi
Prednison Aspirin
Hanya Artritis
Karditis Ringan
Karditis Sedang
Karditis Berat
-
-
2-4 mgg*
2-6 mgg*
a. 100 mg/kgBB/ hr dalam 4-6 dosis (2 mgg)
3-4 mgg**
6-8 mgg
2-4 bln
b. Kemudian dosis dikurangi menjadi 60 mg/kg/ hari (46 mgg)
Terapi (Lanjutan)
Dosis
: Prednison 2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis Aspirin 100 mg/kgBB/hari dibagi 4-6 dosis * Dosis Prednison di tappering (dimulai pada minggu ketiga) dan Aspirin dimulai minggu ketiga kemudian di tappering. ** Aspirin dapat dikurangi menjadi 60 mg/kgBB setelah 2 minggu pengobatan
3. Istirahat (lihat tabel 3) Tabel 4 Petunjuk tirah baring dan ambulasi Hanya Artritis
Karditis Ringan
Karditis Sedang
Karditis Berat
Tirah baring
1-2 minggu
3-4 minggu
4-6 minggu
Selama masih terdapat gagal jantung kongestif
Ambulasi bertahap (boleh rawat jalan bila tidak mendapat steroid)
1-2 minggu
3-4 minggu
4-6 minggu
2-3 bulan
4. Penanganan gagal jantung kongestif sesuai tatalaksana gagal jantung kongestif 5. Tatalaksana Korea Sydenham’s: a. Kurangi aktivitas fisik dan stres b. Untuk kasus berat dapat digunakan: - Fenobarbital: 15-30 mg setiap 6-8 jam atau - Haloperidol dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap 8 jam sampai 2 mg 6. Pasien dengan gejala sisa berupa PJR, memerlukan tatalaksana tersendiri (akan dirujuk) tergantung pada berat ringannya penyakit, berupa: a. Tindakan dilatasi balloon perkutan (balloon mitral valvulotomy) untuk mitral stenosis b. Tindakan operasi katup jantung berupa valvuloplasti atau penggantian katup. 9. Edukasi
1. Mengurangi aktivitas fisik dan stress. 2. Menjelaskan tentang lama pemberian antibiotik profilaksis sekunder (Tabel 3) dan efek samping pengobatan. 3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya infective endocarditis. 4. Menjelaskan prognosis penyakit.
10. Prognosis
Tergantung ada tidaknya kerusakan jantung permanen; Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1. Gagal jantung telah teratasi. 2. Jadwal tirah baring dan terapi steroid telah selesai.
15. Target
1. Eradikasi streptokokus pada tenggorokan dan profilaksis sekunder dengan antibiotika. 2. Mengurangi dan mengatasi kecacatan pada katup jantung. 3. Mengurangi dan mencegah komplikasi
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. World Health Organization 2004, WHO technical report series: rheumatic fever and rheumatic heart disease, Geneva. 3. Working Group on Pediatric Acute Rheumatic Fever and Cardiology 2008, Consensus guidelines on pediatric acute rheumatic fever and rheumatic heart disease, Indian Pediatrics, vol. 45, pp. 565-573. 4. National Heart Foundation of Australia and the Cardiac Society of Australia and New Zealand 2006, Diagnosis and management of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease in Australia: an evidence-based review, National Heart Foundation of Australia. 5. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 6. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
DEKOMPENSASI KORDIS ICD-10 : I51.9
1. Pengertian (Definisi)
Dekompensasi kordis adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
2. Anamnesis
1. Sesak napas terutama saat beraktivitas. Sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan makan/minum dan, dalam jangka panjang, gagal tumbuh; 2. Sering berkeringat (peningkatan tonus simpatis); 3. Ortopnea: sesak nafas yang mereda pada posisi tegak; 4. Dapat dijumpai mengi; 5. Edema di perifer atau pada bayi biasanya di kelopak mata.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda gangguan miokard - Takikardia: HR >60 kali/menit pada bayi dan 100 kali/menit pada anak (saat diam). Jika HR >200 kali/menit perlu dicurigai ada takikardia supraventrikular - Kardiomegali pada pemeriksaan fisis dan/atau foto thorak - Peningkatan tonus simpatis: berkeringat, gangguan pertumbuhan - Irama derap (gallop). 2. Tanda kongesti vena paru (gagal jantung kiri) - Takipne - Sesak napas, terutama saat aktivitas - Ortopne - Mengi atau ronki - Batuk 3. Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan) - Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul - Peningkatan tekanan vena jugularis (tidak ditemukan pada bayi) - Edema perifer (tidak dijumpai pada bayi) - Kelopak mata bengkak (pada bayi)
4. Kriteria Diagnosis
1. 2. 3. 4.
Berdasarkan cardiac output: high dan low cardiac failure Berdasarkan onset: akut dan kronik Berdasarkan sisi jantung: kiri, kanan, atau kiri dan kanan Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association): - Derajat I : asimptomatik - Derajat II : dispnu bila aktivitas sedang - Derajat III : dispnu bila aktivitas ringan - Derajat IV : dispnu dalam keadaan istirahat.
Kriteria Diagnosis (Lanjutan)
Tabel 1.
Sistem skoring gagal jantung pada anak menurut Modifikasi Ross 0
1
2
Berkeringat dingin
kepala
Takipneu
jarang normal
kepala dan badan waktu aktivitas kadang-kadang retraksi
kepala dan badan waktu isrirahat sering dispneu
Pola nafas
Laju nafas (x/menit) 0–1 tahun 1–6 tahun 7–10 tahun 11–14 tahun HR (x/menit ) 0–1 tahun 1–6 tahun 7–10 tahun 11–14 tahun Jarak tepi hepar dari batas kostae Tabel 2.
<50 <35 <25 <18
50–60 35–45 25–35 18–28
>60 >45 >35 >28
<160 <105 <90 <80 <2 cm
160–170 105–115 90–100 80–90 2–3 cm
>170 >115 > 100 >90 >3 cm
Sistem Skoring Gagal Jantung pada Bayi menurut Ross 0 poin
1 poin
2 poin
>115
75-115
<25
Waktu per sekali minum (menit)
<40 mnt
>40 mnt
Laju nafas
<50 mnt
50-60 mnt
Pola nafas
Normal
Abnormal
Perfusi perifer
Normal
Menurun
Tidak ada
ada
<2 cm
2-3 cm
Volume sekali minum (cc)
S3 atau diastolic rumble Jarak tepi hepar dari batas kostae Tanpa gagal jantung Gagal jantung ringan Gagal jantung sedang Gagal jantung berat
: 0-2 : 3-6 : 7-9 : 10-12
>60 mnt
3 cm
poin poin poin poin
Dasar diagnosis Dispnu/ortopnu, pulsus alternans, takikardia/irama gallop, ronki basah tak nyaring di basal paru (gagal jantung kiri), tekanan vena yugularis meningkat, hepatomegali, edema (gagal jantung kanan), kardiomegali Langkah diagnosis Perhatikan gejala dan tanda: Kardiovaskuler: takikardi/irama gallop, kardiomegali, nadi: pulsus alternans Respirasi: dispnu, ortopnu, batuk produktif, ronki basah tak nyaring di basal paru Tanda-tanda bendungan sistemik: tekanan vena jugularis, hepatomegali (tumpul, lunak), edema 5. Diagnosis 6. Diagnosis Banding
Dekompensasi Kordis (ICD-10 : I51.9) Diagnosis banding etiologi: 1. Peningkatan beban volume: DSV, DAP, insufisiensi katup jantung, anemia, gagal ginjal dengan retensi cairan, dsb. 2. Peningkatan beban tekanan: stenosis katup aorta atau pulmonal, hipertensi sistemik/pulmonal, dsb 3. Gangguan miokard: kardiomiopati, miokarditis
4.
Perubahan SVT, atrial flutter, atrial fibrilasi dsb.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. 2. 3. 4. 5.
EKG Lab darah: Hb, lekosit, hitung jenis, LED. Foto thorak Analisis gas darah dan elektrolit Ekokardiografi
8. Terapi
1. Istirahat di tempat tidur, posisi setengah duduk. Bayi ditidurkan dengan posisi 30-45 derajat. 2. Berikan oksigen (2-4 L/menit) 3. Berikan cairan ¾ kebutuhan normal perhari. Bila terdapat anemia berat berikan tranfusi darah (packed cell) terlebih dahulu, jumlah: 510 cc/kgBB diberikan selama 2-3 jam. 4. Medikamentosa: a. Diuretika (Furosemid) 1-2 mg/kgBB/kali iv diberikan 2 kali perhari b. Digitalisasi Digitalisasi awal digoksin 30-50 g/kgBB sehari peroral, dengan cara pemberian: - ½ dosis diberikan pertama kali - ¼ dosis 8 jam kemudian - ¼ dosis diberikan 16 jam setelah dosis pertama Dosis pemeliharaan digoksin (oral) 10-20 g/kgBB/hari diberikan pada hari kedua dan seterusnya. Indikasi digitalis: takikardia, atrial flutter, kardiomiopati. Untuk dekompensasi dengan NYHA derajat I-III dapat langsung dengan dosis pemeliharaan. Hati-hati pemberian digitalis pada DR/PJR, bronkopnemonia. Digitalis tidak boleh diberikan pada stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasio aorta, anemia (Hb <6 g%).
frekuensi
denyut
jantung:
c.
Vasodilator Diberikan pada: Dekompensasi kordis yang disebabkan pirau besar (DSV, DAP, DSAV) Dekompensasi kordis yang tidak responsif dengan pengobatan di atas. Dapat diberikan Kaptopril oral, dengan dosis 0,1-2 mg/kgBB/kali, dengan dosis maksimum 6 mg/kgBB/hari (dipilih dosis rendah). Diberikan dalam tiga kali pemberian. 5. Atasi penyakit utama atau penyakit penyerta (RHD), bronkopnemonia, anemia, CHD, dll. 6. Diet rendah garam 7. Pengawasan yang ketat terhadap gejala klinik untuk menilai: - Frekuensi denyut jantung, frekuensi napas - Berat badan - Tekanan vena jugularis - Pembesaran hati, edema - Produksi urin dalam 24 jam 9. Edukasi
1. Definisi dan etiologi: memahami penyebab dan gejala yang timbul. 2. Prognosis: memahami faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis 3. Pemantauan gejala: mengetahui mengapa dan kapan harus ke dokter/rumah sakit
4. Terapi farmakologi: memahami indikasi, dosis, dan efek obat 5. Diit, latihan 10. Prognosis
Tergantung faktor pencetus/penyebab yang mendasari; Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
Gagal jantung teratasi
15. Target
1. Menghilangkan faktor penyebab, misalnya penutupan duktus arteriosus persisten 2. Menghilangkan faktor presipitasi, misalnya mengobati infeksi, anemia, aritmia 3. Mengatasi gagal jantung
16. Kepustakaan
1. 2.
3.
4. 5.
Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of Cardiology 2012, ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012, European Heart Journal, vol. 33, pp. 1787-1847. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009, Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL (DSV) ICD-10 : Q21.0 1. Pengertian (Definisi)
Kelainan jantung bawaan yang ditandai adanya lubang/defek pada septum interventrikular.
2. Anamnesis
1. 2. 3. 4.
Gangguan pertumbuhan. Gangguan kesulitan minum. Gangguan toleransi latihan. Riwayat infeksi saluran nafas berulang.
3. Pemeriksaan Fisik
1. DSV kecil: BJ I dan BJ II normal, bising pansistolik meniup dengan nada tinggi derajat III-V pada linea parasternalis kiri ICS III-IV. 2. DSV sedang: Pemeriksaan jantung BJ I dan II normal, bising pansistolik kasar derajat III-IV linea parasternalis ICS III-IV. 3. DSV besar: Sering mengalami gagal jantung. Jantung hiperaktivitas ventrikel kiri dan kanan, murmur sistolik kasar derajat III-IV pada linea parasternalis kiri ICS III-IV, murmur diastolik di apeks. 4. DSV dengan hipertensi pulmonal: P2 mengeras dan bising sistolik. 5. DSV dengan sindrom Eisenmenger: sianosis pada saat latihan, kemudian pada saat istirahat.
4. Kriteria Diagnosis
1.
2. 3.
5. Diagnosis
Berdasarkan besar defek: DSV kecil : diameter defek kurang dari 1/3 diameter aorta DSV sedang : diameter defek 1/3-2/3 diameter aorta DSV besar : diameter >2/3 diameter aorta Berdasarkan lokasi defek: DSV perimembran/infrakristal DSV suprakristal/subarterial doubly committed DSV muskuler DSV posterior
Berdasarkan tekanan pulmonal: DSV tanpa hipertensi pulmonal DSV dengan hipertensi pulmonal
Defek Septum Ventrikel (ICD-10 : Q21.0)
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
1. 2. 3. 4.
EKG untuk menentukan adanya beban volume. Foto thorak untuk menilai corakan vaskuler paru. Ekokardiografi untuk memastikan ukuran dan lokasi defek. Kateterisasi pada DSV sedang dan besar atau secara klinis
dicurigai terdapat hipertensi pulmonal untuk menilai hemodinamik. 8. Terapi
1. Medikamentosa Bila ada gagal jantung kongestif tatalaksana sesuai gagal jantung kongestif. Antibiotika profilaksis untuk mencegah Infektif endokarditis, bila akan dilakukan tindakan seperti cabut gigi atau sirkumsisi (Amoksisillin 50 mg/kgBB/hari selama 5 hari) 2. Operasi 1) Prosedur: - PA banding: merupakan prosedur yang bersifat paliatif (untuk mengurangi aliran darah ke paru dan menurunkan tekanan arteri pulmonalis). Prosedur ini jarang dilakukan kecuali bila terdapat lesi tambahan lain sehingga prosedur untuk menutup DSV sulit dilakukan. - Tutup DSV dengan cara operasi: menggunakan patch (surgical closure) 2) Indikasi dan waktu operasi: - Usia 4-5 tahun dengan signifikan L-R shunt dengan Qp/Qs >1,5 - Bayi dengan gagal jantung kongestif dan retardasi pertumbuhan yang tidak respon dengan terapi medikamentosa sebaiknya dioperasi pada usia yang lebih awal.
9. Edukasi
1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul. 2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah sakit. 3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya infective endocarditis. 4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSV 5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat 6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis.
10. Prognosis
Tergantung ukuran, lokasi, dan ada tidaknya hipertensi pulmonal; Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1. Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik. 2. Gagal jantung teratasi.
15. Target
1. DSV menutup
2. Mencegah dan mengatasu komplikasi 16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009, Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
DUKTUS ARTERIOUS PERSISTEN (DAP) ICD-10 : Q25.0 1. Pengertian (Definisi)
Kelainan jantung bawaan yang ditandai dengan tetap terbukanya duktus arteriosus.
2. Anamnesis
1. 2. 3. 4. 5.
3.
Pemeriksaan Fisik
1. DAP kecil/sedang: BJ I dan BJ II normal, bising kontinu derajat III-V pada ICS II kiri linea sternalis. 2. DAP besar: hiperaktivitas ventrikel kiri dan kanan, murmur kontinu kasar derajat III-IV pada ICS II kiri linea sternalis, murmur diastolik di apeks. 3. DAP dengan hipertensi pulmonal: P2 mengeras dan bising sistolik.
4.
Kriteria Diagnosis
1. 2.
Adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Takipneu. Gangguan kesulitan minum. Gangguan toleransi latihan, Riwayat infeksi saluran nafas berulang.
Anamnesis. Pemeriksaan fisik jantung: tetapkan perkiraan besar DAP. tetapkan apakah terjadi gagal jantung, tanda-tanda
3. 4. 5. 6. 5.
Diagnosis
6.
Diagnosis Banding
7.
Pemeriksaan Penunjang
8.
Terapi
hipertensi pulmonal serta adanya sindroma Eisenmenger EKG untuk menentukan adanya beban volume Foto thorak untuk menilai corakan vaskuler paru Ekokardiografi untuk menentukan besarnya DAP Kateterisasi hanya dilakukan bila dicurigai ada hipertensi pulmonal.
Duktus Arteriosus Persisten (ICD-10 : Q25.0)
1. 2. 3. 4.
EKG Foto thorak Ekokardiografi Kateterisasi
Tutup DAP 1.
Medikamentosa: Ibuprofen Hanya efektif pada bayi prematur usia <1 minggu Dosis: Hari I II III
Kontraindikasi: a. Sepsis, b. Perdarahan aktif saluran pencernaan, c. Perdarahan periintraventrikular berat (PPIV derajat III dan IV), d. Trombositopenia (<50.000/mm3), e. Penurunan fungsi ginjal (diuresis <1 cc/kgBB/jam; serum kreatinin ≥1,3 mg/dL), f. Penyakit jantung kongenital ductal dependent g. Enterokolitis nekrotikans.
Terapi (Lanjutan)
9.
Edukasi
Dosis 10 mg/kgBB 5 mg/kgBB 5 mg/kgBB
2.
Transkateter dengan menggunakan: a. Coil: untuk DAP dengan diameter <3 mm (DAP kecil) b. ADO (Amplatzer Ductal Occluder): untuk DAP sedang
3.
Operasi: ligasi atau pemotongan duktus Indikasi pada: DAP besar DAP besar dengan gejala dekompensasi kordis yang terjadi pada bayi baru lahir atau anak dengan BB <6 kg
1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul. 2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah
3.
4. 5. 6. 10.
Prognosis
sakit. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya infective endocarditis. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSV Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis.
Tergantung ukuran, lokasi, ada tidaknya hipertensi pulmonal, ada tidaknya gagal jantung; Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam
11.
Tingkat evidens
I / II
12.
Tingkat Rekomendasi
A
13.
Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14.
Indikator Medis
1.
Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik
2.
Gagal jantung teratasi
15.
Target
1. DAP menutup 2. Mencegah sindroma Eisenmenger, infective endocarditis, emboli, dilatasi/aneurisma a. pulmonalis
16.
Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009, Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
DEFEK SEPTUM ATRIUM (DSA) ICD-10 : I51.0 1. Pengertian (Definisi)
Terdapatnya defek pada septum atrium.
2. Anamnesis
1. 2. 3. 4.
3. Pemeriksaan Fisik
Gangguan pertumbuhan. Gangguan kesulitan minum. Gangguan toleransi latihan. Riwayat infeksi saluran nafas berulang. 1. Defek kecil : bunyi jantung II wide fixed split. Bising ejeksi sistolik II-III/6 di tepi kiri sternal atas. 2. Defek besar : bunyi jantung II wide fixed split. Bising ejeksi sistolik II-III/6 di tepi kiri sternal atas. Bising mid diastolik murmur di tepi kiri bawah sternal.
4. Kriteria Diagnosis
1. 2. 3. 4. 5.
Anamnesis Pemeriksaan fisik. EKG: RAD, RVH, RBBB. Foto thorak: kardiomegali dan corakan vaskular paru meningkat. Ekokardiografi: untuk memastikan defek dan mengukur besar defek. a. Berdasarkan lokasi: DSA primum DSA sekundum DSA sinus venosus b. Berdasarkan besarnya defek: DSA kecil DSA besar c. Berdasarkan tekanan pulmonal: DSA tanpa hipertensi pulmonal DSA dengan hipertensi pulmonal
6. Kateterisasi: hanya dilakukan bila kecurigaan hipertensi pulmonal. 5. Diagnosis 6. Diagnosis Banding
Defek Septum Atrium (ICD-10 : I51.0)
7. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG: untuk menentukan adanya beban volume. 2. Foto thorak: untuk menilai corakan vaskuler paru. 3. Ekokardiografi: untuk memastikan defek dan dapat mengukur besarnya defek. 4. Kateterisasi: bila dicurigai ada hipertensi pulmonal.
8. Terapi
Tutup ASD: 1. Tanpa operasi/transkateter: menggunakan ASO (Amplatzer Septal Occluder) Indikasi: DSA sekundum dengan minimal batas rim superior dan inferior 7 mm 2.
Operasi: usia 3-5 tahun
9. Edukasi
1. Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul. 2. Pemantauan gejala: menjelaskan kapan harus ke dokter/rumah sakit. 3. Menjelaskan perlunya menjaga personal higiene, terutama kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya infective endocarditis. 4. Menjelaskan kapan dilakukan intervensi untuk penutupan DSA 5. Terapi farmakologi: menjelaskan indikasi, dosis, dan efek obat 6. Prognosis: menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
10. Prognosis
Tergantung ukuran, lokasi, dan ada tidaknya hipertensi pulmonal; Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Divisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1. Perbaikan klini dan keadaan umum membaik 2. Gagal jantung teratasi.
15. Target
1. DSA menutup 2. Mencegah/mengatasi komplikasi
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Pudjiadi, AH, Hegar, B, Handryastuti, S, Idris, NS & Gandaputra, EP 2009, Pedoman pelayanan medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 4. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta. Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui
Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
STENOSIS PULMONAL (SP) ICD-10 : Q25.6 1. Pengertian (Definisi)
1. Stenosis pulmonal adalah adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. 2. Stenosis yang terjadi dapat subvalvular, valvular, supravular atau pada cabang arteri pulmonalis, yang dikenal sebagai stenosis pulmonal perifer. 3. Stenosis pulmonal dapat merupakan kelainan tersendiri atau bagian kelainan lain, seperti tetralogi fallot.
2. Anamnesis
1. Asimptomatik (stenosis pulmonal ringan). 2. Pada stenosis pulmonal berat: a. Sesak nafas. b. Takipneu. c. Gangguan toleransi minum. d. Gangguan pertumbuhan. e. Gangguan toleransi latihan. f. Sianosis.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Pada palpasi pasien stenosis pulmonal sedang atau berat, teraba getaran bising pada sel iga II tepi kiri sternum. 2. Bunyi jantung I normal diikuti klik ejeksi 3. Komponen pulmonal bunyi jantung II (P2), terdengar melemah. Makin berat obstruksi, makin lemah bunyi jantung II, sehingga bila obstruksi sangat berat maka bunyi jantung II terdengar tunggal, yakni hanya terdengar A2. 4. Terdapat bising sistolik, derajat III sampai VI/6, dengan pungtum maksimum di sela iga II parasternal kiri, menjalar sepanjang garis sternum kiri dan apeks.
4. Kriteria Diagnosis
1. 2. 3. 4. 5.
5. Diagnosis
Stenosis Pulmonal (ICD-10 : Q25.6) a. SP ringan b. SP sedang-berat c. SP sangat berat
Anamnesis. Pemeriksaan fisik. EKG. Foto thorak. Ekokardiografi.
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thorak Terdapat dilatasi segmen pulmonal dan vaskularisasi paru normal, ukuran jantung biasanya normal. Corakan vaskular paru normal kecuali pada SP berat corakan vaskular paru menurun.
Pemeriksaan Penunjang (Lanjutan)
b. EKG SP ringan: normal SP sedang-berat: deviasi aksis ke kanan, hipertrofi ventrikel kanan, hipertrofi atrium kanan. SP sangat berat: RVH + strain” c. Ekokardiografi Tampak katup pulmonal tebal Tampak paska stenotik dilatasi dari MPA
8. Terapi
1. Pada SP ringan tidak perlu dilakukan tindakan apapun tetapi secara berkala setiap 6 bulan dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk mengetahui apakah stenosis bertambah berat atau tidak. 2. Pada obstruksi berat, dilakukan dilatasi katup pulmonal dengan balon (balloon pulmonary valvulotomy) atau valvulotomy dengan operasi.
9. Edukasi
1. Menjaga kesehatan gigi dan mulut untuk mencegah infective endocarditis. 2. Menjelaskan kapan waktu yang tepat untuk tindakan operatif. 3. Pemantau paska tindakan operatif
10. Prognosis
Tergantung derajat PS; Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1. Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik 2. Gagal jantung teratasi.
15. Target
Mengurangi mortalitas pada critical pulmonal stenosis dengan ballon valvuloplasty.
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta. Palembang, …………………..2014
Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
DEFEK SEPTUM ATRIO-VENTRIKULER ICD-10 : I51.0 1. Pengertian (Definisi)
Adalah tidak terbentuknya struktur septum atrio-ventrikuler yang normal sehingga atrioventricular junction menyatu. Nama lain adalah Atrioventricular Canal Malformation, Endocardial Defect, AtrioVentriculer Canal.
2. Anamnesis
1. 2. 3. 4. 5.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Prekordium hiperaktif dengan thrill sistolik di tepi kiri bawah sternum 2. Bunyi jantung II keras 3. Holosistolik regurgitasi murmur derajat III/6-IV/6 sepanjang tepi kiri bawah sternum 4. Sistolik murmur dari mitral regurgitasi terdengar di apeks 5. Mid diastolik murmur di tepi kiri bawah sternum atau di apeks
4. Kriteria Diagnosis
1. 2. 3. 4. 5.
5. Diagnosis
Defek Septum Atrio-Ventrikuler (ICD-10 : I51.0)
Gagal tumbuh. Gangguan toleransi minum. Gangguan toleransi latihan. Sesak nafas. Riwayat infeksi saluran nafas berulang.
Anamnesis. Pemeriksaan fisik. EKG. Foto thorak. Ekokardiografi.
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG: - Aksis QRS “superior” dengan aksis antara -40° sampai -150° - RVH - LVH - RBBB - AV blok derajat 1 (interval PR memanjang) 2. Foto thorak: kardiomegali dan corakan vaskular paru meningkat. 3. Ekokardiografi: memastikan diagnosis 1) DSAV Parsial
- Katup mitral dan trikuspid terpisah - Defek septum atrium (DSA) dengan atau tanpa sumbing pada katup mitral anterior (merupakan bentuk yang sering dijumpai). - DSV inlet (kecil dan restriktif) dengan atau tanpa sumbing pada katup mitral. - Biasanya berhubungan dengan DSA sekundum Pemeriksaan Penunjang (Lanjutan)
2) DSAV Intermediate - Terdapat fusi jembatan daun katup interior dengan posterior pada puncak septum ventrikuler - Katup atrioventrikuler berhubungan tetapi orifisium trikuspid dan mitral terpisah 3) DSAV Komplit - Defek antara atrium yang luas biasanya berupa DSA primum - Defek antar ventrikel yang luas, biasanya defeknya lebih kecil dari DSA. - Biasanya katup AV menghubungkan kedua atrium dan kedua ventrikel - Defek septum meluas ke septum membranosa (berkurang atau tidak ada). - Jarak apeks–aorta yang memanjang sehingga pada angiografi akan tampak gambaran “leher angsa”
8. Terapi
1.
Medikamentosa Terapi gagal jantung kongestif Infektif endokarditis profilaksis
2.
Operasi Paliatif PA banding dilakukan pada bayi kecil dan tidak ada mitral regurgitasi yang signifikan
a.
b.
Korektif Tutup ASD dan VSD serta rekonstruksi cleft AV
valve
Waktu operasi tergantung beratnya hemodinamik yang terjadi
9. Edukasi
Indikasi operasi: Gagal jantung kongestif yang tidak respon dengan terapi medikamentosa Pneumonia berulang dan gagal jantung L-R shunt yang besar dengan hipertensi pulmonal atau meningkatnya resistensi vaskular paru
1. Menjaga kesehatan gigi dan mulut untuk mencegah infective endocarditis. 2. Menjelaskan kapan waktu yang tepat untuk tindakan operatif. 3. Pemantauan paska tindakan operatif: a. Setiap 6 bulan sampai 1 tahun. b. Pembatasan aktivitas jika terdapat komplikasi paska bedah yaitu regurgitasi mitral. c. Pemantauan tumbuh kembang.
10. Prognosis
Tergantung ukuran defek; Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang.
14. Indikator Medis
1. Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik 2. Gagal jantung teratasi.
15. Target
1. Mengurangi mortalitas pada DSAV dengan sindroma Down dengan tindakan Paliatif PA Banding pada bayi kecil (umur 2-4 bulan). 2. Tindakan koreksi DSAV sudah dilakukan dalam rentang umur 2-5 tahun.
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
TETRALOGI OF FALLOT ICD-10 : Q21.3 1. Pengertian (Definisi)
Merupakan kelainan jantung bawaan sianotik yang terdiri dari DSV, stenosis pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta
2. Anamnesis
1. Sianosis saat lahir atau segera setelah lahir 2. Sesak napas saat aktivitas
3. Squatting 4. Hipoxic spell 3. Pemeriksaan Fisik
1. 2. 3. 4.
Aktivasi ventrikel kanan meningkat Bunyi jantung II tunggal Thrill sistolik di bagian bawah dan tengah tepi kiri sternal Bising ejeksi sistolik yang keras (derajat III-V/6) di bagian atas dan tengah tepi kiri sternal.
4. Kriteria Diagnosis
1. 2. 3. 4. 5.
Anamnesis. Pemeriksaan fisik. EKG. Foto thorak. Ekokardiografi.
Langkah diagnosis Pikirkan kemungkinan TOF jika menemukan PJB sianotik atau pada yang relatif ringan pada PJB dengan gagal tumbuh + gejala squatting + sianosis/sesak pada peningkatan aktivitas fisik (pada bayi sianosis ketika menyusu atau menangis). Perhatikan secara khusus hal-hal berikut: 1. Pemeriksaan fisik jantung 2. EKG: Deviasi aksis ke kanan RVH 3. 4. 5. Diagnosis
Foto thorak: Ukuran jantung normal “Boot shaped” heart Corakan vaskuler paru menurun Ekokardiografi: VSD subaortic besar Overriding aorta Stenosis pulmonal/obstruksi RVOT (Right Ventricle Outflow Track) RVH
Tetralogi of Fallot (ICD-10 : Q21.3)
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG 2. Foto thorak 3. Ekokardiografi
8. Terapi
1.
Medikamentosa a. Propranolol 1-2 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis untuk mencegah serangan sianotik (“hypoxic spells”) b. Deteksi dan terapi anemia defisiensi besi c. Profilaksis terhadap infective endocarditis untuk setiap tindakan invasif (Amoksisilin 50 mg/kgBB selama 5 hari) d. Pada serangan sianotik (hypoxic spells): Pasien diletakkan dalam posisi “knee-chest”: untuk
2.
meningkatkan resistensi sistemik Oksigen 2-4 L/menit Morfin sulfate 0,1-0,2 mg/kg/subkutan Atasi asidosis dengan pemberian Sodium bikarbonat 1 mEq/kg IV Bila dengan terapi di atas belum ada perbaikan dapat diberikan Propranolol 0,01-0,25 mg/kg/dosis (rata-rata 0,05 mg/kg) IV pelan-pelan Untuk mencegah berulangnya serangan sianotik diberikan Propranolol oral 1-2 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
Operasi: rujuk ke RSCM/RSJ Harapan Kita a. Paliatif: Blalock Taussig Shunt, dilakukan pada bayi dengan klinis sangat sianotik. b. Koreksi total Prosedur paling baik dilakukan pada usia 1-5 tahun. Prosedur ini meliputi menutup VSD, melebarkan RVOT yang sempit dengan cara reseksi jaringan otot infundibular.
9. Edukasi
Higiene mulut perlu diperhatikan untuk meniadakan sumber infeksi terjadinya infective endocarditis
10. Prognosis
Tergantung ukuran defek; Ad vitam : dubia ad malam Ad sanationam : dubia ad malam Ad fungsionam : dubia ad malam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang.
14. Indikator Medis
Hypoxic spell teratasi
15. Target
Tindakan operatif koreksi total TOF sudah dilakukan pada usia 1-5 tahun.
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
TAKIKARDIA SUPRAVENTRIKULER ICD-10 : I47.1 1. Pengertian (Definisi)
Takikardi supraventrikuler (TSV) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan frekuensi jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi antara 150 permenit-300 permenit.
2. Anamnesis
1. Takikardi supraventrikuler paroksimal pada bayi, biasanya terdapat pada bayi di bawah umur 4 bulan, mendadak gelisah, tidak mau menetek, nafas cepat dan tampak pucat, kadang-kadang disertai muntah. 2. Takikardi supraventrikuler paroksimal pada anak. Penderita mengeluh berdebar-debar atau perasaan tidak enak. 3. TSV kronik berlangsung berminggu-minggu bahkan bertahun-tahun. Gejala lebih ringan, frekuensi jantung lebih lambat dan berlangsung lama. Jarang terjadi pada bayi dan anak.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Takikardi supraventrikuler paroksimal pada bayi: nadi sangat cepat 200-300 permenit. 2. Takikardi supraventrikurel paroksimal pada anak: nadi 150-280 permenit.
4. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis. 2. Pemeriksaan fisik. 3. EKG
5. Diagnosis
Takikardia Supraventrikuler (ICD-10 : I47.1) Berdasarkan usia: 1. 2.
TSV pada bayi TSV pada anak
Berdasarkan sumber ritme ektopik: 1. Takikardi atrial/ektopik/nonreciprocating 2. Takikardi nodal 3. Takikardi reentrant nodus A-V 6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
EKG: 1. Takikardi Atrial EKG: gelombang P sewaktu serangan agak berbeda dengan gelombang sewaktu irama sinus. PR interval tidak memanjang. 2. Takikardi nodal EKG: gelombang P secara morfologi, interval dan polaritasnya sama pada waktu irama sinus. 3. Takikardi Reentrant Nodus AV EKG: tampak gelombang QRS yang sempit dengan tanpa didahului
oleh gelombang P. Gelombang P negatif pada lantaran II, III, AVF, interval PR lebih panjang dari interval RP. 8. Terapi
1.
Pada bayi: a. Tanpa gagal jantung Adenosin: 0,1 mg/kgBB IV cepat dapat ditingkatkan setiap 2 menit sampai 0,3 mg/kgBB. Selanjutkan diteruskan dengan digitalis dosis rumat selama 3-6 bulan (untuk idiopatik TSV 1 tahun) Digitalisasi (bila tidak ada Adenosin). Dosis ½ dosis digitalisasi dilanjutkan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut selang 8 jam. Selanjutnya dosis rumat (sama dengan atas) b. Dengan gagal jantung Atasi gagal jantung sesuai PPK gagal jantung. Adenosin: dosis sama dengan di atas Cardioversion/DC shock (bila tidak ada Adenosin): dosis 0,5 joule/kgBB dapat ditingkatkan bertahap sampai 2 joule/kgBB. Selanjutnya diteruskan dengan digitalis dosis rumat (lamanya sama dengan di atas).
2. Pada anak yang lebih besar: a. Tanpa gagal jantung - Dapat dicoba refleks vagal (massage sinus karotis, menekan ringan bola mata) atau dengan refleks menyelam atau menutup muka dengan kantong plastik yang berisi air es selama 10 detik. - Adenosin: 0,1 mg/kgBB IV cepat dapat ditingkatkan setiap 2 menit sampai 0,3 mg/kgBB. Selanjutnya diteruskan dengan digitalisasi dosis rumat. - Digitalisasi (bila tidak ada Adenosin). Dosis ½ dosis digitalisasi dilanjutkan ¼ dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut selang 8 jam. Selanjutnya dosis rumat selama 3-6 bulan (untuk idiopatik TSV 1 tahun) b. Dengan gagal jantung: Atasi gagal jantung sesuai PPK gagal jantung. Adenosin: dosis sama dengan di atas - Cardioversion/DC shock (bila tidak ada Adenosin): dosis 0,5 joule/kgBB dapat ditingkatkan bertahap sampai 2 joule/kgBB. Selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat (lamanya sama dengan di atas). 9. Edukasi
Menjelaskan gejala klinis TSV pada bayi dan anak untuk segera mendapat penangananan medis karana merupakan kedaruratan medik
10. Prognosis
Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam
11. Tingkat evidens
I / II
: dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1.
Frekuensi jantung normal sesuai umur.
2.
Gejala klinis berkurang atau menghilang.
3. 4.
Gagal jantung teratasi. Gambaran EKG normal
15. Target
Etiologi takikardia supraventrikuler terdeteksi untuk penatalaksanaan selanjutnya.
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
INFECTIVE ENDOCARDITIS (IE) ICD-10 : I33.0 1. Pengertian (Definisi)
Penyakit yang ditandai adanya inflamasi atau infeksi pada endokardium.
2. Anamnesis
1. Demam tanpa diketahui sebabnya, kehilangan nafsu makan, fatigue, pucat, atralgia, mialgia, berkeringat dingin 2. Sebagian besar pasien memiliki riwayat kelainan jantung 3. Riwayat sakit gigi. 4. Adanya riwayat baru cabut gigi atau tonsilektomi 5. Riwayat open-heart surgery dengan shunt paliatif dan prosedur
conduit. 6. Pada neonatus berhubungan dengan bakteriemia karena trauma kulit, mukosa membran, pemasangan endoktrakeal, pemberian makanan parenteral dan pemasangan kateter vena perifer dan umbilikalis. 3. Pemeriksaan Fisik
1. 2. 3. 4. 5.
Febris. Anemia Splenomegali Manifestasi kulit (ptekie, Osler nodes, lesi Janeway) Fenomena emboli (kejang, hemiparesis).
4. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3. Kultur darah positif (dilakukan minimal 3 kali di 3 tempat dengan jarak kultur 24 jam). 4. Ekokardiografi: tampak vegetasi.
5. Diagnosis
Infective Endocarditis (ICD-10 : I33.0)
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur darah 2. Ekokardiografi
8. Terapi
1. Tatalaksana disesuaikan dengan organ yang terlibat (multidisiplin) 2. Terapi antimikrobal. - Antibiotik harus diberikan walaupun kultur masih negatif (Ampisillin 100 mg/kgBB/hari + Gentamisin 3 mg/kgBB/hari - Lamanya terapi paling kurang 4-6 minggu untuk Ampisillin, 2 minggu untuk Gentamisin
Terapi (Lanjutan)
Tabel 1. Regimen terapi endokarditis infektif yang disebabkan oleh Streptococcus group viridans, Streptococcus bovis atau Enterococcus Organisme Antimikrobial Sensitif Penisillin
Relatif resisten Penisillin
Resisten Penisillin Sangat tinggi
Dosis/kg/24jam
Frekuensi Lama terapi
Penisillin G atau Ceftriaxon Penisillin G atau Ceftriaxon tambah Gentamisin
200.000 U, IV
4-6 jam
4 minggu
100 mg IV 200.000 U, IV
24 jam 4-6 jam
4 minggu 2 minggu
100 mg IV
24 jam
2 minggu
3 mg IM/IV
8 jam
2 minggu
Penisillin G atau Ceftriaxon tambah Gentamisin
300.000 U, IV
4-6 jam
4 minggu
100 mg IV
24 jam
4 minggu
3 mg, IM/IV
8 jam
2 minggu
Penisilin G
300.000 U, IV
4-6 jam
4-6 minggu
tambah Gentamisin
3 mg IM/IV
8 jam
4-6 minggu
Tabel 2. Regimen terapi endokardits infektif yang disebabkan oleh Streptococcus group viridans, Streptococcus bovis atau Enterococcus pada penderita yang tidak toleransi dengan βlaktam Organisme
Antimikrobial Dosis/kg/24jam Frekwensi
Lama terapi
Katup (tanpa prostetik) Streptococcus Vancomisin
40 mg IV
6-12 jam
4-6 minggu
Enterococcus
40 mg IV
6-12 jam
6 minggu
3 mg IM/IV
8 jam
6 minggu
40 mg IV
6-12 jam
6 minggu
3 mg IM/IV
8 jam
2 minggu
40 mg IV
6-12 jam
6 minggu
3 mg IM/IV
8 jam
6 minggu
Vancomisin tambah Gentamisin
Prostetik Streptococcus
Enterococcus
Vancomisin tambah Gentamisin Vancomisin tambah Gentamisin
Terapi (Lanjutan)
Tabel 3. Regimen terapi untuk endokarditis infektif yang disebabkan oleh Staphylococcus Organisme
Antimikrobial
Dosis/kg/ 24 jam
Frekwensi
Lama terapi
Tanpa protestik Sensitif methcillin
Nafcillin/ Oxacillin dengan/tanpa Gentamisin
200 mg IV
4-6 jam
6-12 minggu
3 mg IM/IV
8 jam
3-5 hari
Alergi β laktam
Cefazolin dengan/tanpa Gentamisin
100 mg IV 3 mg IM/IV 40 mg IV
4-6 jam 8 jam 6-12 jam
6 minggu 3-5 hari 6 minggu
Resisten Methicillin
Vancomisin
40 mg IV
6-12 jam
6 minggu
200 mg IV
4-6 jam
≥6 minggu
100 mg IV
6-8 jam
≥6 minggu
20 mg po 3 mg IM/IV
8 jam 8 jam
≥ 6 minggu 2 minggu
40 mg IV
6-12 jam
≥6 minggu
20 mg po 3 mg IM/IV
8 jam 8 jam
≥6 minggu 2 minggu
Prostetik atau material prostetik lainnya Sensitif Methicillin
Resisten Methicillin
Nafcillin/ Oxacillin atau Cefazolin tambah Rifampin dan Gentamisin Vancomisin tambah Rifampin dan Gentamisin
3. Pendekatan bedah: a. Vegetasi Vegetasi persisten setelah emboli sistemik Meningkatnya ukuran vegetasi setelah antimikrobial 4 minggu
terapi
b. Disfungsi valvular Insufisiensi aorta atau insufisiensi mitral akut Gagal jantung yang tidak responsif dengan terapi medik Perforasi dan ruptur katup c. Ektensi perivalvular Ruptur katup Blok jantung Abses 9. Edukasi
1. Menjaga kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut. 2. Konselling tentang penyakit jantung yang mendasari terjadinya infective endocarditis.
10. Prognosis
Tergantung komplikasi; Ad vitam : dubia ad bonam Ad sanationam : dubia ad bonam Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1. 2.
15. Target
1. Intervensi bedah atau nonbedah kelainan jantung yang mendasari. 2. Intervensi bedah pada kasus vegetasi persisten setelah emboli sistemik. 3. Intervensi bedah pada kasus peningkatan ukuran vegetasi setelah pemberian antimikrobial selama 4 minggu. 4. Repair katup yang ruptur.
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 3. Madiyono, B, Rahayuningsih, SE & Sukardi, R 2005, Penanganan penyakit jantung pada bayi dan anak, UKK Kardiologi IDAI, Jakarta.
Gejala klinis berkurang. Ukuran vegetasi mengecil setelah pemberian antimikrobial selama 4 minggu.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
PERIKARDITIS ICD-10 : I30.9
1. Pengertian (Definisi)
Inflamasi atau infeksi pada perikardium.
2. Anamnesis
1. Nyeri dada (precordial) yang sering menyebar ke bahu dan leher. Nyeri bertambah pada saat saat terlentang atau inspirasi dalam 2. Demam. 3. Riwayat infeksi saluran nafas atas.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Dispnu dan takikardi. 2. Didapati pulsus paradoksus. 3. Bila cairan banyak dapat terjadi tamponade jantung. Pada keadaan ini tampak gejala bendungan vena berupa peninggian tekanan vena jugularis dan pembesaran hepar yang sulit dibedakan dengan gagal jantung kongestif. 4. Pemeriksaan jantung - Inspeksi : iktus kordis tak tampak - Palpasi : iktus kordis susah ditentukan, aktivitas jantung sukar ditentukan - Perkusi : batas jantung melebar ke kanan dan ke kiri - Auskultasi : bunyi jantung melemah, kadangkadang terdapat terdengar bising gesek (friction rub) pada seluruh permukaan atau sepanjang batas sternum kiri.
4. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3. EKG: - Elevasi segmen ST - Gelombang T datar negatif, kadang-kadang inversi - Amplitudo QRS dan T mengecil (low voltage) 4. Foto thorak: - Tampak pembesaran jantung yang berbentuk bola, atau buah pear atau doublecontour 5. Laboratorium (terutama analisis cairan perikardium untuk diagnosis etiologi); a. LED meningkat, leukositosis b. Cairan perikardium, dapat bersifat: Transudat: pada perikarditis rematoid, rematik, uremik Eksudat serosangainus: pada perikarditis tuberkulosis c. Purulen: pada infeksi banal/perikarditis septik Terhadap cairan yang purulen harus dilakukan: - Pemeriksaan mikroskopik: terhadap jenis sel yang ditemukan - Pemeriksaan bakteriologi: pengecatan langsung dan kultur kuman. 6. Ekokardiografi: adanya cairan pada perikardium.
5. Diagnosis
Perikarditis (ICD-10 : I30.9)
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan
1. EKG
Penunjang
8. Terapi
2. Radiologis 3. Ekokardiografi 4. Laboratorium: analisis cairan perikardium 1.
Untuk memastikan jenis perikarditis dilakukan punksi perikardium: Bila cairan pus, lakukan aspirasi sebanyakbanyaknya. Terhadap cairan dilakukan pengecatan gram dan biakan serta tes resistensi Bila cairan serosa, lakukan aspirasi sebanyak 5-10 cc. Lakukan tes Rivalta. Bila Rivalta (+) dilakukan perhitungan jumlah sel, hitung jenis, pengecatan Ziehl Nielsen, biakan terhadap TBC.
2.
Bila terjadi tamponade jantung, cairan harus dikeluarkan sebanyak-banyaknya (perikardiosintesis)
3.
Pengobatan terutama ditujukan kepada penyakit dasarnya
-
Bila PJR, pengobatan sesuai PPK PJR, Bila infeksi piogenik, sebelum diketahui hasil biakan kuman dan uji resistensi segera berikan antibiotika spektrum luas, bila hasil ada disesuaikan dengan hasil resistensi.
4.
Pada kasus yang sudah lama yang disertai penebalan perikardium atau perlengketan yang menimbulkan gangguan hemodinamik harus dilakukan perikardiotomi.
9. Edukasi
1.
Definisi dan etiologi: menjelaskan penyebab dan gejala yang timbul. 2. Menjelaskan perlu dilakukan perikardiosentesis pada kasus tamponade jantung.
10. Prognosis
Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1. Perbaikan secara klinis dan pemeriksaan fisik. 2. Perbaikan radiologi. 3. Berkurang atau tidak terdapat cairan pada perikardium pada pemeriksaan ekokardiografi.
15. Target
Pengobatan pada penyakit yang mendasari
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas.
: dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
TAMPONADE JANTUNG ICD-10 : Q22.4 1. Pengertian (Definisi)
Adalah sindroma klinis yang disebabkan oleh akumulasi cairan pada rongga perikardium, yang menyebabkan berkurangnya pengisian ventrikel sehingga menyebabkan gangguan hemodinamik. Tamponade jantung merupakan keadaan gawat darurat medik.
2. Anamnesis
1. 2. 3.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik: perkusi: kardiomegali, pulsasi jantung tidak teraba, bila efusi cukup banyak, bunyi jantung terdebgar melemah. Pulsus paradoksus: tekanan darah sistolik pada saat inspirasi dan ekspirasi lebih dari 10 mmHg. 2. Secara klinis dikenal trias Beck: peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan suara jantung menjauh.
4. Kriteria Diagnosis
Anak tampak gelisah Dispnu, takipnu Ekstremitas dingin
1. Anamnesis 2. Klinis 3. Foto thorak: pembesaran bayangan “jantung” yang berbentuk seperti botol air (water bottle). Foto thorak bermanfaat jika cairan perikardium berjumlah paling sedikit 200 mL. 4. Elektrokardiografi; sinus takikardi, low voltage kompleks QRS, Electrical alternans (alternans Kompleks QRS), depresi segmen PR. 5. Ekoardiografi: terdapat ruang echo free pada posterior dan anterior dari ventrikel kiri dan belakang atrium kiri, kolaps early diastolic dari freewall ventrikel kanan, kompresi/kolaps late diastolic dari
atrium kanan, jantung berayun (swinging of the heart), pseudohipertrofi ventrikel kiri, peningkatan relatif pada saat inspirasi dari right side flow >40%, penurunan relatif pada lnspiratory flow sepanjang katup mitral >25%. 5. Diagnosis
Tamponade Jantung (ICD-10 : Q22.4)
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thorak. 2. Elektrokardiografi. 3. Ekoardiografi.
8. Terapi
1. Oksigen 2. Mempertahankan volume intravaskuler yang adekuat, dengan cairan yang bersifat volume expansion 3. Istirahat total, dengan meninggikan posisi kaki, hal ini dapat membantu meningkatkan venous return.
Terapi (Lanjutan)
4. Obat-obatan inotropik (misalnya Dopamin) meningkatkan curah jantung tanpa meningkatkan vaskuler sistemik. 5. Penanganan yang paling efektif adalah mengeluarkan cairan perikardial. Cairan perikardial dapat dikeluarkan dengan cara: perikardiosintesis, prosedur operasi (pericardial window)
9. Edukasi
1. Menjelaskan bahwa tamponade jantung adalah kondisi darurat yang harus segera dilakukan tindakan perikardiosintesis atau pericardial window. 2. Menjelaskan prognosis dan komplikasi paska tindakan perikardiosintesis dan pericardial window yang mungkin terjadi
10. Prognosis
Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1. Perbaikan klinis, syok teratasi. 2. Foto thorak paska tindakan perbaikan.
15. Target
Tidak terdapat atau berkurangnya cairan perikardium pada pemeriksaan ekokardiografi paska tindakan.
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas.
: dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam
2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
DOUBLE OUTLET RIGHT VENTRICLE (DORV) ICD-10 : Q20.1 1. Pengertian (Definisi)
Merupakan kelainan jantung bawaan sianotik dimana aorta dan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kanan, masing-masing dengan konusnya dan tidak ada kontinuitas dengan katup mitral.
2. Anamnesis
1. 2. 3. 4.
3. Pemeriksaan Fisik
Sianosis. Takipneu Gangguan pertumbuhan Gejala lain CHF
Manifestasi klinis DORV dipengaruhi oleh posisi VSD dan ada atau tidak adanya stenosis pulmonal. Setiap jenis terjadi secara terpisah. 1. VSD Subaorta tanpa Stenosis Pulmonal Gambaran klinis jenis ini menyerupai VSD besar dengan hipertensi pulmoner dan gagal jantung kongestif. Dapat terjadi gangguan pertumbuhan, takipneu, dan tanda lain CHF. Prekordium hiperaktif, S2 keras, dan murmur sistolik jenis VSD (regurgitan). Bunyi gemuruh diastolik di apeks dapat terdengar. 2.
VSD Subpulmoner (Malformasi Taussig-Bing) Manifestasi klinis menyerupai transposisi arteri besar. Sering ditemukan gangguan pertumbuhan dan sianosis berat dengan atau tanpa clubbing. S2 keras, sistolik murmur derajat 2-3/6 terdengar di atas batas kiri sternum.
3.
DORV jenis Fallot dengan Stenosis Pulmonal Manifestasi klinis menyerupai tetralogi of Fallot. Sering terjadi gangguan pertumbuhan, sianosis, dan clubbing. S2 keras dan
tunggal. Murmur sistolik ejeksi derajat 2-4/6 sepanjang tepi kiri sternum dengan atau tanpa sistolic thrill. 4. VSD Doubly Committed atau Remote Sianosis derajat ringan dan peningkatan aliran darah pulmoner dapat terjadi. 4. Kriteria Diagnosis
1. Klinis 2. Foto thorak: sangat bervariasi, dapat dijumpai kardiomegali atau tidak, vaskularisasi paru bisa normal, bertambah atau berkurang. 3. EKG: Pada sebagian besar kasus deviasi aksis ke kanan dengan hipertrofi ventrikel kanan. 4. Ekokardiografi: Untuk diagnosis pasti. Tanda diagnostik yang terlihat pada DORV adalah kedua arteri besar keluar dari ventrikel kanan, tidak adanya out flow ventrikel kiri selain VSD, serta diskontinuitas katup mitral dengan katup semilunar. 5. Kateterisasi: untuk menentukan adanya hipertensi pulmonal
5. Diagnosis
Double Outlet Right Ventricle (ICD-10 : Q20.1)
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
1 Foto thorak. 2. EKG. 3. Ekokardiografi. 4. Kateterisasi.
8. Terapi
1.
Medikamentosa Jika terjadi gagal jantung kongestif,tatalaksana sesuai gagal jantung kongestif sambil menunggu terapi bedah.
2.
Operasi (rujuk RSCM/RSJ Harapan Kita) Dapat dilakukan secara paliatif dan definitif a.
Operasi paliatif dilakukan hanya pada kasus dimana operasi korektif tidak mungkin dilakukan. Bila aliran darah paru bertambah dapat dilakukan banding a. pulmonalis, sedangkan bila aliran darah paru sangat berkurang, dilakukan prosedur Blalock-Taussig atau modifikasinya.
b.
Jenis operasi definitif tidaknya stenosis pulmonal.
dilakukan
berdasarkan
ada
9. Edukasi
1. Menjelaskan tindakan paliatif dan definitif untuk koreksi DORV. 2. Menjelaskan komplikasi dan prognosis penyakit.
10. Prognosis
Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang.
14. Indikator Medis
1. Gagal jantung terkontrol dengan antifailure sebelum tindakan operatif. 2. Komplikasi paska tindakan operatif tidak ada atau minimal.
15. Target
Mengurangi mortalitas dan komplikasi dengan tindakan operatif koreksi DORV
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
: dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
ATRESIA TRIKUSPID ICD-10 : Q22.4 1. Pengertian (Definisi)
Merupakan kelainan kelainan jantung bawaan sianotik dimana tidak terdapat katup trikuspid.
2. Anamnesis
1. Riwayat biru sejak lahir. Biasanya disertai nafas cepat dan makan yang kurang.
2. Adanya riwayat hypoxic spell 3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
1. Sianosis, dengan atau tanpa clubbing. 2. Thrill sistolik, bila terdapat stenosis pulmonal jarang dapat teraba 3. S2 tunggal. Bising DSV ditemukan pada tepi sternum kiri bawah, derajat 2 sampai 3/6 holosistolik. 4. Hepatomegali, menunjukkan komunikasi antar atrium yang tidak adekuat atau terjadi CHF 1. Anamnesis. 2. Pemeriksaaan fisik. 3. EKG: -
Aksis QRS superior, tampak pada sebagian besar pasien tanpa TAB
-
Hipertrofi ventrikel kiri dan deviasi sumbu jantung ke kiri
4. Foto thorak Ukuran jantung biasanya normal dengan pembesaran atrium kanan dan ventrikel kiri. Corakan vaskuler paru menurun, pada pasien dengan TAB dapat meningkat. 5. Ekokardiografi - Tidak adanya lubang trikuspid, hipoplasia ventrikel kanan dan ventrikel kiri yang besar - Penonjolan septum atrium ke sisi kiri dan ukuran defek septum atrium dinilai - Ukuran DSV, ada tidaknya TAB, serta derajat berat stenosis pulmonal dinilai -
5. Diagnosis
Penderita dengan TAB di periksa kemungkinan terdapatnya stenotik subaorta dan anomali lengkung aorta lainnya
Atresia Trikuspid (ICD-10 : Q22.44)
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
8. Terapi
1
EKG
2
Foto thorak.
3
Ekokardiografi.
1.
Tatalaksana medikamentosa awal: 1. Pemberian prostaglandin E1 pada neonatus dengan sianosis berat untuk mempertahankan patensi duktus sebelum dilakukan
kateterisasi jantung dan tindakan pembedahan. 2. Prosedur Rashkind (septostomy atrial ballon). 3. Penanganan gagal jantung kongestif. 4. Pemantauan saturasi oksigen pada penderita atresia trikuspid dengan DSV. 2.
Tindakan bedah: Memerlukan satu atau lebih prosedur paliatif sebelumnya dilakukannya pembedahan defintif dengan prosedur Fonta.
9. Edukasi
1. Menjelaskan posisi knee chest jika terjadi hypoxic spells 2. Menjelaskan tindakan operatif pada atresia trikuspid 3. Menjelaskan komplikasi dan prognosis penyakit.
10. Prognosis
Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang.
14. Indikator Medis
1. Gagal jantung terkontrol dengan antifailure sebelum tindakan operatif. 2. Komplikasi paska tindakan operatif tidak ada atau minimal
15. Target
Mengurangi mortalitas dan komplikasi dengan tindakan operatif
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
: dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
KAWASAKI DISEASE ICD-10 : M30.3 1. Pengertian (Definisi)
Kawasaki disease adalah vaskulitis akut, self-limited, tidak diketahui penyebabnya, terutama mengenai bayi dan anak-anak.
2. Anamnesis
Demam terus-menerus selama 5 hari
3. Pemeriksaan Fisik
Fase akut a. Gejala utama: 1. Demam tinggi (lebih dari 39oC) 2. Konjungtivitis 3. Perubahan pada bibir dan mukosa mulut antara lain: - Eritema, bibir kering dan perdarahan pada bibir - Strawberry tongue - Eritema yang menyebar pada mukosa orofaringeal 4. Eritema pada telapak tangan dan kaki, edema, dan kadangkadang terdapat nyeri 5. Pembesaran kelenjar limfe pada regio servikal b. Gejala-gejala kardiovaskuler: 1. Takikardia, irama gallop dan atau gejala-gejala gagal jantung 2. Kardiomegali 3. Efusi perikardial 4. Murmur pada regurgitasi katup mitral 5. Perubahan pada EKG meliputi: aritmia,PR interval yang memanjang, perubahan gelombang segmen ST-T 6. Kelainan pada arteri koronaria (terlihat pada akhir minggu pertama). c. Gangguan pada sistem organ yang lain, yaitu: 1. Sistem muskuloskeletal: artritis atau artralgia pada beberapa sendi baik sendi yang kecil maupun sendi yang besar 2. Sistem genitourinaria: piuria yang steril 3. Sistem gastrointestinal: nyeri perut dengan diare, gangguan fungsi hati, gangguan pada kandung empedu ditandai dengan ikterik 4. Sistem saraf pusat: iritabilitas, letargi atau semikoma meningitis aseptik, dan tuli sensoris Fase Subakut 1 Deskuamasi (pengelupasan) pada ujung jari-jari tangan dan kaki merupakan karakteristik utama 2 Rash, demam dan limfadenopati Fase Konvalesens Terdapat garis melintang (Beau’s line) pada jari-jari tangan dan kaki.
4. Kriteria Diagnosis
Karakteristik untuk menegakkan diagnosis: 1 Demam terus-menerus selama 5 hari 2 Terdapat minimal 4 dari 5 karakteristik berikut: a Perubahan pada ekstremitas - Akut: eritema dan edema
Subakut: pengelupasan pada jari tangan dan jari kaki pada minggu kedua dan ketiga b Eksantema pilomorpus c Infeksi konjungtiva bulbar bilateral tanpa eksudat d Perubahan pada bibir dan rongga mulut: eritema, bibir kering, strawberry tongue, infeksi mukosa mulut dan faringeal yang menyebar 3 Limfadenopati servikal (diameter >1,5 cm) biasanya unilateral. 4 Menyingkirkan penyakit lain yang mempunyai gejala klinis yang sama. -
Diagnosis Kawasaki disease dapat ditegakkan bila terdapat demam >5 hari dan sedikitnya terdapat 4 dari 5 karakteristik di atas Pasien dengan demam >5 hari dan memenuhi kurang dari 4 kriteria di atas dapat didiagnosis Kawasaki disease bila ditemukan abnormalitas arteri koronaria melalui ekokardiografi Pasien yang memenuhi ≥4 kriteria di atas ditambah dengan demam, dapat didiagnosis Kawasaki disease pada hari sakit ke-4, tanpa menunggu hari sakit ke-5.
5. Diagnosis
Kawasaki Disease (ICD-10 : M30.3)
6. Diagnosis Banding
1. Infeksi virus (misalnya: campak, adenovirus, enterovirus, EpsteinBarr virus) 2. Scarlet fever 3. Staphylococcal scalded skin syndrome 4. Toxic shock syndrome 5. Bacterial cervical lymphadenitis 6. Drug hypersensitivity reactions 7. Stevens-Johnson syndrome 8. Juvenile rheumatoid arthritis 9. Rocky Mountain spotted fever 10. Leptospirosis 11. Mercury hypersensitivity reaction (acrodynia)
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto thorak. 2. Elektrokardiografi. 3. Laboratorium - Leukositosis "shift to the left" dan anemia - Peningkatan kadar CRP dan ESR - Trombositosis (biasanya >450.000/mm) terjadi pada hari ke 7 - Piuria
Pemeriksaan Penunjang (Lanjutan)
-
Peningkatan enzim hati, hipoalbumin dengan hiperbilirubinemia ringan (terjadi pada 10% kasus) Peningkatan enzim jantung troponin-1 (menggambarkan adanya kerusakan miokardia) Kadar lipid abnormal: penurunan HDL terjadi pada saat sakit, total
kolesterol normal, kadar trigliserid meningkat. 4. Ekokardiografi Tujuan untuk mendeteksi adanya aneurisma arteri koronaria dan berbagai disfungsi kardiak lainnya. a. Aneurisma arteri koronaria terjadi sebelum hari ke 10, selama periode itu terjadi beberapa peningkatan: - Arteritis koronaria - Penurunan fungsi sistolik LV - Terjadi regurgitasi katup mitral ringan - Efusi perikardial b. Konfigurasi, ukuran, nomor, ada atau tidaknya intraluminal atau mural trombus sebaiknya ditelaah lebih lanjut. 8. Terapi
1.
IVIG dosis tinggi (2 g/kgBB), dosis tunggal (dalam 1012 jam) dengan aspirin (80-100 mg/kgBB/hari) diberikan dalam 10 hari. IVIG efektif menurunkan prevalensi terjadinya abnormalitas arteri koronaria, 2. Dosis Aspirin diturunkan menjadi 3-5 mg/kg/hari dosis tunggal setelah anak bebas demam 2-3 hari
9. Edukasi
Perlunya pemantauan jangka panjang penderita Kawasaki disease dengan pemeriksaan ekokardiografi untuk mengevaluasi terjadinya abnormalitas arteri koronaria.
10. Prognosis
Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
Perbaikan klinis dan keadaan umum membaik
15. Target
1 2
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Newburger, JW, Takahashi, M, Gerber, MA, Gewitz, MH & Tani, LY 2004, Diagnosis, treatment, and long-term management of kawasaki disease: a statement for health professionals from the
: dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam
Menurunkan inflamasi antara arteri koronaria dengan miokardium. Mencegah terjadinya trombosis yang disebabkan oleh inhibisi agregitasi platelet.
committee on rheumatic fever, endocarditis, and kawasaki disease, council on cardiovascular disease in the young, american heart association. Pediatrics, vol 114, pp. 1708-1733. 3. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
SYOK KARDIOGENIK ICD-10 : R57.0 1. Pengertian (Definisi)
Syok yang disebabkan kegagalan jantung untuk memompakan darah sehingga mengakibatkan tidak cukupnya aliran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan sehingga menimbulkan karbondioksida yang meningkat dan ditemukan hipoksia jaringan karena volume intravaskuler adekuat.
2. Anamnesis
1. 2. 3. 4.
3. Pemeriksaan Fisik
Sianosis, takikardi atau bradikardi, hipotensi, gambaran perfusi jaringan yang buruk (oliguria, kesadaran menurun, ekstremitas dingin dan kulit tampak mottled) JVP meningkat dan ronki basah di basal paru, suara jantung melemah, suara jantung III dan atau IV, murmur kadang terdengar.
4. Kriteria Diagnosis
Tanda syok yang tiba-tiba timbul pada penderita yang diketahui mempunyai penyakit jantung dan telah disingkirkan/dikoreksi segala penyebab hipotensi misalnya hipovolemia, hipoksia dan asidosis.
5. Diagnosis
Syok Kardiogenik (ICD-10 : R57.0)
Kesadaran menurun. Akral dingin. Oliguria. Sianosis.
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan
1. Analisis gas darah.
Penunjang
8. Terapi
2. Foto thorak. 3. EKG 4. Ekokardiografi 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi (misalnya dengan sungkup 4-6 L/menit atau pakai ventilator). Atasi hipotensi dengan koloid 10 cc/kgBB ulangi jika perlu. Lihat respon terapi misalnya frekuensi nadi turun atau CVP meningkat. Hati-hati jika ada edema pulmonal, cairan diretriksi. Pasang jalur vena sentral, monitor CVP untuk melihat kecukupan cairan. Pasang monitor-monitor: EKG, tekanan darah, pulse oxymetri (SpO2) dan temperatur. Pasang kateter urin untuk memonitor urin output. Koreksi asidosis (pH -7) koreksi elektrolit, koreksi hipoglikemi. Untuk mengurangi rasa sakit dan gelisah, berikan morfin 5-10 g/kgBB/jam, dengan tujuan mengurangi peningkatan aktivitas simpatis, mengurangi kebutuhan oksigen, preload dan afterload.
Terapi (Lanjutan)
7.
9. Edukasi
1. Menjelaskan penyebab penyakit. 2. Menjelaskan prognosis penyakit.
10. Prognosis
Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Subdivisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1. Kegawatdaruratan teratasi.
Inotropik - Dobutamin: 5-10 g/kgBB/menit (lebih disenangi). - Bila tekanan darah sangat rendah berikan Dopamin 5-10 g/kgBB/menit 8. Dosis dimulai dengan dosis minimal lalu titrasi dinaikkan sampai muncul efek yang diharapkan. 9. Jika dengan satu inotropik dengan dosis maksimal tidak memberikan efek, berikan 2 inotropik. Jika dengan 2 inotropik tidak juga memberikan efek, dapat ditambahkan adrenalin dengan dosis 0,05-1,05 g/kgBB/menit. 10. Jika dengan Adrenalin tidak memberikan respon, berikan Noradrenalin dengan dosis 0,05-2,0 g/kgBB/menit. 11. Monitor urin output, pertahankan sedikitnya 1 cc/kgBB/jam (berikan Lasix®). 12. Jika tekanan darah meningkat berikan vasodilator dengan pengawasan yang ketat. 13. Jika etiologi karena faktor mekanik, lakukan koreksi bedah.
: dubia ad malam : dubia ad malam : dubia ad malam
2. Perbaikan klinis. 3. Hasil analisis gas darah dan EKG perbaikan. 15. Target
Etiologi primer teratasi
16. Kepustakaan
1. Park, MK 2008, Pediatric cardiology for practitioners, 5th edition. Mosby Elsevier, Texas. 2. Sastroasmoro, S & Madiyono, B 1994, Buku ajar kardiologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK) DEPARTEMEN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
GANGGUAN KONDUKSI ICD-10 : F91.9 1. Pengertian (Definisi)
1. Blok A–V Derajat Pertama Pemanjangan interval PR melebihi nilai normal berdasarkan frekuensi jantung serta umur penderita 2. Blok A–V Derajat II b. Mobitz Tipe I Hambatan rangsangan dari atrium ke nodus A-V makin lama makin besar sehingga dari atrium pada satu saat tidak melalui nodus A-V. b. Mobitz Tipe II Nodus A-V secara teratur memberi respon terhadap rangsangan sinus pertama, kedua, ketiga dan baru berhasil pada rangsangan berikutnya. Demikian dapat terjadi blok A-V 2:1, 3:1, 4:1 dan seterusnya. 3. Blok A-V Derajat III (Blok A–V Komplit) Merupakan gangguan konduksi di nodus AV mengantarkan seluruh konduksi dari atrium ke ventrikel.
2. Anamnesis
1. Keluhan berdebar-debar pada dada. 2. Pusing seperti melayang, penderita merasakan denyut jantung lambat dan kuat. 3. Riwayat penyakit jantung didapat dan bawaan.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Heart rate ireguler, diikuti bunyi jantung pertama yang keras secara periodik. 2. Bunyi jantung lambat dan kadang-kadang terdengar bunyi jantung tambahan pada fase diastolik akibat kontraksi atrium. 3. Tekanan sistolik dapat meningkat dan tekanan diastolik menurun.
4. Kriteria Diagnosis
1. Anamnesis. 2. Pemeriksaan fisik. 3. EKG: a. Blok A–V Derajat Pertama Pemanjangan interval PR melebihi nilai normal berdasarkan frekuensi jantung serta umur penderita b. Blok A–V Derajat II 1) Mobitz Tipe I : Interval PR makin lama makin panjang, dan pada suatu saat gelombang P tidak diikuti oleh gelombang QRS dan selanjutnya proses terulang lagi. 2) Mobitz Tipe II : tampak kompleks QRS baru muncul setelah gelombang P kedua atau ketiga atau keempat. c. Blok A-V Derajat III (Blok A–V Komplit) Tampak gelombang P tidak berhubungan dengan gelombang QRS. Frekuensi QRS sangat teratur dan lebih lambat dari gelombang P.
Kriteria Diagnosis (Lanjutan)
5. Diagnosis
Gangguan Konduksi (ICD-10 : F91.9) 1. 2.
Blok A-V Derajat pertama. Blok A-V Derajat II a. Mobitz Tipe I. b. Mobitz Tipe II.
3.
Blok A-V Derajat III
6. Diagnosis Banding 7. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG 2. Ekokardiografi
8. Terapi
1. Blok AV derajat pertama dan Mobitz Tipe I: tidak ada terapi khusus. 2. Mobitz tipe II Pengobatan terutama ditujukan pada etiologi. Untuk mencegah jangan sampai berlanjut menjadi blok A-V derajat III dapat digunakan obat-obat: a. Sulfas atropin 0,01 mg/kgBB secara im. Bila tidak berhasil memperbaiki irama jantung dapat diulangi sekali lagi. b. Efedrin 0,3 mg/kgBB oral atau Isoproterenol 0,1–0,5 mikrogram/kgBB menit secara IVFD 3. Blok AV derajat III a. Blok AV komplit bawaan: pemasangan pacu jantung b. Blok AV komplit didapat: - Akibat tindakan bedah: yang bersifat sementara, pemasangan
-
pacu jantung selama operasi sampai 10-14 hari kemudian. Akibat non-bedah: obati penyakit primernya, pemasangan pacu jantung, Sulfas atropin dosis 0,01 mg/kgBB secara im, bila berhasil mempercepat frekuensi dapat diulangi lagi untuk mempertahankan frekuensi. Efedrin: bila sulfas atropin gagal meningkatkan frekuensi jantung dosis 0,3 mg/kgBB oral atau im tiap 6 jam. Isoproterenol: dosis 0,01-0,05 mg/kgBB/menit IV, diberikan per drip mikro. Setelah keadaan gawat dilewati diberikan dosis rumat Isoproterenol atau Efedrin.
9. Edukasi
Menjelaskan kepada orang tua bahwa tidak semua gangguan konduksi memerlukan terapi khusus, beberapa keadaan yang hanya diobservasi saja.
10. Prognosis
Ad vitam Ad sanationam Ad fungsionam
11. Tingkat evidens
I / II
12. Tingkat Rekomendasi
A
13. Penelaah Kritis
Divisi Kardiologi Departemen IKA RSMH Palembang
14. Indikator Medis
1. Perbaikan klinis. 2. Gambaran EKG kembali normal.
15. Target
Mengatasi penyakit primer
16. Kepustakaan
1. Park MK, 2008. Pediatric cardiology for practitioners. 5th edition. Texas: Mosby Elsevier. 2. Sastroasmoro S, Madiyono B, 1994. Buku ajar kardiologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
: dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam
Palembang, …………………..2014 Mengetahui/Menyetujui Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Kepala Divisi Kardiologi Anak
dr. Hj. Rismarini, SpA(K) NIP 19580126 198503 2006
dr. Hj. Ria Nova, SpA(K) NIP 19631128 198911 2 001