AKUNTANSI PERPAJAKAN REKONSILIASI FISKAL
MODUL 13 Muti’ah
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA 2008
Rekonsiliasi Fiskal
Laporan keuangan yang dihasilkan dari proses akuntansi berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya dinamakan dengan laporan keuangan komersial.
Dalam
rangka
penyusunan
laporan
keuangan
fiskal;
yaitu
laporan
keuangan
yang
menggunakan dasar undang-undang pajak; dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan rekonsiliasi fiskal. Secara ideal, seharusnya proses penyusunan laporan keuangan dapat menghasilkan informasi keuangan yang dapat dimanfaatkan langsung untuk pelaporan pajak. Dari nilai ideal tersebut, tercetus ide untuk menyamakan prinsip akuntansi kornersial dengan prinsip akuntansi fiskal. Sehingga data-data dapat terintegrasi dalam laporan keuangan, tidak terpisah dalam catatan tersendiri yang menyebabkan penelusuran terhadap data tersebut menemui kesulitan.
Contoh kasus: Dalam hal terjadi sewa guna usaha dengan hak opsi. Berapa harga perolehan Aktiva sewa guna usaha secara akuntansi dan fiskal. Secara akuntansi data tersebut dapat tersimpan dengan rapi dalam bentuk daftar aktiva yang terintegrasi ke dalam jurnal. Sedangkan secara fiskal catatan tersebut harus disediakan tersendiri tidak terintegrasi ke dalamjurnal.
Dalam kenyataan saat ini gagasan tersebut belum dapat diwujudkan karena belum adanya kesepakatan antara pihak IAI dengan Otoritas Pajak mengingat adanya perbedaan orientasi akuntansi dan pembukuan fiskal. Sehingga pendekatan yang dilakukan mcnggunakan rekonsiliasi fiskal.
Masalah pokok dalam akuntansi sama dengan PPh yaitu
menentukan penghasilan
(pendapatan) dan biaya (beban) Beda pada satu periode tertentu (tahun buku). Didalam Waktu menentukan penghasilan dan biaya tersebut terdapat persamaan dan perbedaan mengenai
prinsip dan metode, perbedaan terdiri dan beda tetap (permanent different) dan beda waktu (temporary different).
Rekonsiliasi Fiskal dilakukan yang menghilangkan perbedaan antara Laporan Keuangan Komersial yang berdasarkan standar akuntansi keuangan dengan peraturan pajak, sehingga dihasilkan laporan keuangan fiskal. Perbedaan perlakuan dalam Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan Keuangan Fiskal dapat dikelompokkan menjadi dua perbedaan, yaitu BEDA TETAP (Permanent Djfference) dan BEDA WAKTU (Time Difference).
Dinamakan beda tetap, karena akumulasi perbedaan tersebut akan tetap ada sarnpai waktu yang tidak terhingga.
Contoh : Pada Tahun 1999 s.d. 2002 terdapat biaya sumbangan sebesar Rp 60.000.000,- setahun. Berdasarkari Pasal 9 UU No.17 tahun 2002. biaya sumbangan bukan merupakan pengurang penghasilan bruto, maka pengakuan hiaya pada masing-masing akuntansi adalah:
Akuntansi
Auntansi
Komersial
Pajak
Perbedaan
1999
60.000.000
0
60.000.000
2000
60.000.000
0
60.000.000
2001
60.000.000
0
60.000.000
2002
60.000.000
0
60.000.000
Total
240.000.000
0
240.000.000
Sedangkan dalam beda waktu, akan terjadi saling eliminasi antar tahun-tahun fiscal, sehingga tidak ada perbedaan lagi.
Contoh: HP Aktiva tctap tahun 1999 = Rp 240.000.000. Disusutkan menurut akuntansi 3 tahun dan menurut Pajak 4 tahun (metode garis lurus). Berdasarkan data tersebut maka penyusutan akutansi komersial Rp 60.000.000/tahun sedangkan akutansi pajak Rp 60.000.000/tahun
Akuntansi
Auntansi
Komersial
Pajak
Perbedaan
1999
80.000.000
60.000.000
20.000.000
2000
80.000.000
60.000.000
20.000.000
2001
80.000.000
60.000.000
20.000.000
2002
0
60.000.000
(60.000.000)
Total
240.000.000
240.000.000
0
Untuk menghilangkan perbedaan tersebut dilakukan koreksi fiskal, baik positif maupun negatif. Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalal penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya, misalnya: Penyesuaian atas pemupukan cadangan. Sedangkan penyesuaian fiskal negatif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto yang bersifat mengurangi penghasilan atau menarnbah biaya kemersial, misalnya pembayaran sewa guna usaha.
Laporan Keuangan Fiskal yang dihasilkan dan proses rekonsiliasi fiskal tesebut akan digunakan sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan Terutang menurut ketentuan pasal 17 UU No.7 tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.17 tahun 2000.
PENGHASILAN KENA PAJAK
Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU.No.10 Tahun 1994 tidak berubah pada UU.No.17 Tahun 2000,Penghasilan Kena Pajak (PhKP) bagi WP Badan DN yang penghasilannya merupakan objek PPh Yang tidak dikenakan Pph Final, adalah penghasilan Bruto sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) Dikurangi:
Biaya yang diperkenankan sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (1) huruf c, d, e.
Kompensasi kerugian sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (2) Berdasarkan SPt Tahunan Pph WP Badan ( Formulir 1771), PhKP adalah Penghasilan
Neto Fiskal dikurangi kompensasi kerugian. Apabila tidak ada kompensasi kerugian, PhKP = Ph. Neto Fiskal
PENGHASILAN NETO FISKAL Formulir 1771-I (lampiran-I) Contoh: Penghasilan Neto Komersial
Rp.43.481.400.000
Dikurangi,Penghasilan yang dikenakan PPh-Final dan yang tidak termasuk objek pajak
(Rp. 1.500.000.000)
Ditambah, penyesuaian fiskal positif
Rp. 1.765.397.000
Dikurangi, penyesuaian fiskal negative
(Rp.
50.000.000)
Dikurangi, Fasilitas Penanaman Modal berupa Pengurangan penghasilan neto
0
Penghasilan Neto Fiskal
Rp.43.696.797.000
Apabila bersaldo negatif merupakan Rugi Fiskal, berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU. No. 17 Tahun 2000 dapat dikompensasi dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutanya sampai dengan 5 (lima) tahun.
REKONSILIASI RUGI LABA FISKAL Rekonsiliasi Rugi Laba Fiskal adalah cara melakukan penyesuaian fiskal atas Rugi Laba Komersial menjadi Rugi Laba Fiskal. Penghasilan
yang
dkenakan
PPh-Final
dan
yang
bukan
merupakan
objek
PPh.dimasukan ke Lampiran IV SPT PPH. Penyesuaian Fiskal Positif dan negatif dimasukan ke Lampiran I SPT PPh.
STUDI KASUS SPT.PPH.BADAN TAHUN 2006
II. REKONSILIASI FISKAL HP PENJUALAN (DALAM RIBUAN Rp)
KOREKSI NO
KOMERSIAL
FISKAL POS
(1)
(Neg) 1771.1 (2)
1.
b. Pembelian c. Retur Pembelian
(1-2)
5.000.000
-
5.000.000
24.860.000
-
24.860.000
-
(160.000)
(160.000) 29.700.000
-
29.700.000
e. Persediaan Akhir
(5.200.000)
-
(5.200.000)
f. Digunakan
24.500.000
-
24.500.000
a. Upah Pokok
900.000
-
900.000
Ps. 21
b. JKK & JKM
11.000
-
11.000
Ps. 21
c. JHT
33.000
-
33.000
d. THR
76.000
-
76.000
Ps. 21
e. Lembur
300.000
-
300.000
Ps. 21
100.000
-
100.000
Ps. 21
1.420.000
-
1.420.000
a. Gaji Teknisi
500.000
-
500.000
Ps. 21
b. Tunj. PPh 21
50.000
-
50.000
Ps. 21
550.000
-
550.000
c. Bahan Pembantu
690.000
-
690.000
d. PBB-Pabrik
50.000
-
50.000
1.290.000
-
1.290.000
UPAH LANGSUNG
Pengganti
Pengobatan
BIAYA
PRODUKSI
TAK LANGSUNG
SUBTOTAL
BIAYA
GAJI
4.
KETERANGAN
d. Siap dipakai
f.
3.
FISKAL
BAHAN BAKU a. Persediaan Awal
2.
PPH
PENYUSUTAN a. Bangunan b. Mesin Pabrik
100.000 1.200.000
4a 3i
(50.000)
150.000 676.480
523.520 1.300.000
5. 6.
BIAYA PRODUKSI (1
28.510.000
s.d. 4)
826.480
473.520
473.520
28.036.480
BRG DLM PROSES a. Persediaan Awal
2.900.000
-
2.900.000
b. Persediaan Akhir
(2.100.000)
-
(2.100.000)
7.
HP PRODUKSI
29.310.000
8.
BARANG JADI
9.
473.520
28.836.480
a. Persediaaan Awal
1.500.000
-
1.500.000
b. Persediaan Akhir
(1.200.000)
-
(1.200.000)
HP PENJUALAN
29.610.000
473.520
29.136.480
IV. REKONSILIASI BIAYA USAHA (DALAM RIBUAN Rp)
NO
JENIS BIAYA
KOMERSIAL
KOREKSI
FISKAL
(1)
FISKAL
(1-2)
POS
KETERANGAN
(Neg)
1771.1 (2) 1.
Gaji Pokok
4.500.000
-
4.500.000
Objek Ps. 21
2.
JKK & JKM
50.000
-
50.000
Objek Ps. 21
3.
JHT
150.000
-
150.000
Bukan PPh 21
4.
Iuran Pensiun-MK
250.000
-
250.000
Bukan PPh 21
5.
Tunj. Aktivitas
550.000
-
550.000
Ps. 21
6.
Pengobatan a. Tunjangan
300.000
-
300.000
Ps. 21
b. Penggantian
120.000
-
120.000
Ps. 21
c. Cuma-cuma
50.000
3c
50.000
-
Ps. 9 (1) e
7.
THR
8.
Bonus a. Prestasi Kerja b. Pembagian Laba
9.
350.000
-
50.000
Ps. 21
250.000
-
250.000
Ps. 21
100.000
3l
100.000
-
Ps.
21-SE-
16/PL.44/92
PPH-Ps. 21 a. Tunjangan b.
Ditanggung
Perush. 10.
Pembagian Beras
11.
Sumbangan b. Keagamaan
12.
Promosi
13.
Pulsa HP Pegawai
14.
Kerugian Piutang
300.000
20.000
60.000
3c
60.000
20.000
3e
20.000
(Sesuai
-
-
3c
15.000
300.000
3b
300.000
Ps. 21 Ps. 9 (1) e
Ps. 9 (1) e
-
Ps. 9 (1) g
6.000.000
30.000
b. Nyata Tdk Dpt Ditagih
300.000
3c
20.000
6.000.000
a. Penyisihan
-
15.000
-
-
Ps. 6 (1) a KEP.220/PJ/02
Ps. 9 (1) c 180.000
Ps. 6 (1) h
180.000
KEP.238/PJ/201) c. Tdk Sesuai 15.
50.000
3l
50.000
-
Ps. 6 (1) h
PM-TDDK Dgn PK: a. FPSdh-BKP Ps. 6 b. FPSdh-BKP Ps.
20.000
-
20.000
Ps.
3
(1)
PP.138/00 3l
10.000
-
s.d.a
5.000
3l
5.000
-
s.d.a
2.000
3h
2.000
-
Ps. 9 (1) k
b. Bunga Ps. 13 (2)
30.000
3h
30.000
-
Ps. 9 (1) k
17.
PPH Final
61.600
3f
61.600
-
Ps. 9 (1) h
18.
Beban Bunga 100.000
3l
100.000
-
Penj. Ps. 6 (1) a
9 c. FP. Std-Catat 16.
Sanksi
10.000
Adm.Pjk-
KUP a. Denda Ps. 7
a. Investasi Saham
19.
Rugi Kurs
200.000
SUBTOTAL 20.
-
200.000
14.358.600
823.600
13.535.000
118.277
31.723
941.877
13.266.723
Ps. 6 (1) e
Penyusutan a. Sedan
150.000
TOTAL BIAYA USAHA
3i
14.208.600
3i-1771,I
PT. CIPTA KARSA UTAMA REKONSILIASI RUGI LABA FISKAL TAHUN 2006
KOMERSIAL
KOREKSI FISKAL
PPH TIDAK POS
FINAL
(Neg) 1771.1) Penjualan Bruto
90.000.000
-
Potongan Penjualan
(3.000.000)
3b
Retur Penjualan
(1.000.000)
Penjualan Neto (I)
86.000.000
300.000
86.300.000
(29.610.000)
473.520
(29.136.480)
Laba Bruto Usaha (III)
56.390.000
773.520
57.163.520
Biaya Usaha (IV)
(14.208.600)
941.877
(13.266.723)
1.715.397
43.896.797
Harga
Pokok
Penjualan (II)
Penghasilan
Neto
Usaha (V) Penghasilan
42.181.400
90.000.000 300.000 -
Bruto
Diluar
Usaha
(sebelum
potong
1771.IV
(2.700.000) (1.000.000)
KETERANGAN
PPh)
a.Jasa Giro
200.000
(200.000)
-
Final 20%
e. Sewa Ruangan
200.000
(200.000)
-
Final 10%
f. Dividen PT. KLM
500.000
(500.000)
-
Bukan Obyek
600.000
(600.000)
-
100.000
-
100.000
1.600.000
(1.500.000)
100.000
43.781.400
215.397
i.
Laba
Penjualan
Saham j. Laba Kurs Total
Penghasilan
Diluar Usaha (VI) Laba bersih sebelum PPh
Final 0,1%
43.996.797
PT CIPTA KARSA UTAMA – TAHUN 2006
1.
Tahun Buku dari 1 Januari 2006 s.d. 31 Desember 2006 sama dengan tahun takwim. Tahun pajak 2006 dan SPT PPh Badan Tahun 2006.
2.
Biaya Pegawai. Ps. 6 (1) a No. 17 tahun 2000
Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; dapat dikurangkan (deductible). Bagi perusahaan yang ikut program JAMSOSTEK: a.
Pembayaran iuran premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) dapat dikurangkan dan merupakan objek PPh ps. 21; apabila pegawai menerima santunan atau penggantian bukan objek PPh ps. 21.
b.
Pembayaran premi Jaminan Hari Tua (JHT) dapat dikurangkan dan bukan objek PPh ps. 21; apabila pegawai PHK menerima dikenakan PPh ps. 21.
3.
Bangunan Pabrik (Permanen). Harga perolehan pada awal tahun 1997 Rp 3.000.000.000. Akuntansi, taksiran umur 30 tahun, tidak ada nilai residu, metode penyusutan garis lurus. Penyusutan komersial per tahun Rp 100.000.000 Penyusutan fiskal dengan metode garis lurus pertahun (umur 20 tahun) = 5%= Rp 150.000.000
4.
Mesin Pabrik (Kelompok 3) Harga perolehan pada awal tahun 1997 Rp 18.000.000.000 Akuntansi, taksiran umur 15 tahun, tidak ada nilai residu, metode penyusutan garis lurus. Penyusutan komersial per tahun Rp 1.200.000.000. Penyusutan fiskal, umur 16 tahun, Metode saldo menurun, tarif 12,5%. Untuk aktiva tetap yang diperoleh sebelum tahun 2001, penyusutan fiskal dilakukan setahun penuh, NSBF pada akhir tahun ke-9 dapat digunakan rumus = HP (1-0,125) = 18.000.000.000 X 0,30065780132 = 5.411.840.424 Penyusutan fiskal tahun ke-10 (2006)
= 12,5% 5.411.840.424
9
= 676.480.053 5.
Biaya pengobatan pegawai yang dibayar langsung ke rumah sakit, dokter dan apotik, merupakan pemberian kenikmatan kepada pegawai, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan bukan merupakan objek PPh ps. 21. Penggantian pengobatan, pemberian uang pengobatan atau pemberian tunjangan pengobatan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari pengahasilan bruto dan merupakan objek PPh ps. 21.
6.
SE-16/PJ.44/1992. Pembayaran bonus, gratifikasi, jasa produksi, tantiem dan sebagainya kepada karyawan yang merupakan bagian keuntungan (pembagian laba) atau dibebankan ke laba yang ditahan (Retained Earning), tidak dapat dikurangkan (n o n
d e d u c t i b l e),
tapi bagi
pegawai merupakan objek PPh ps. 21. Pasal 9 (1) e UU No.17 tahun 2000 Penggantian atau imbalan sehibngan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan tidak dapat dikurangkan (n o n
d e d u c t i b l e);
kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (No. 466/ KMK.04/ 2000, KEP. 213/ PJ/ 2001, KEP-220/ PJ/ 2002) dapat dikurangkan (d e d u c t i b l e) 7.
Sumbangan yang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, penguasaan atau kepemilikan, bagi yang menerima bukan objek PPh dan bagi yang memberi bukan biaya.
8.
Pasal 6 (1) h UU No. 17 tahun 2000. KEP-238/PJ/2001: Kerugian piutang tak tertagih dapat dikurangkan, dengan syarat kumulatif: a.
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba komersial,
b.
Telah diserahkan perkara pengaihannya ke Pengadilan Negeri bagi perusahaan swasta, atau ke BUPLN bagi BUMD/ BUMN, atau ada perjanjian tertulis ( Akta Notaris) mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utan (perjanjian restrukturisasi utang usaha) antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c.
Telah diumumkan dalam penerbitan umum: (koran, majalah, media massa cetak, yang lazim lainnya berskala nasional), atau penerbitan khusus (PERBANAS, HIMBARA) dan penerbitan atau pengumuman khusus oleh Bank Indonesia.
d.
WP harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih ke DJP (KPP), dengan cara dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh.
Penyisihan Kerugian Piutang Tak Tertagih yang dibentuk pada akhir tahun buku, menurut akuntansi diakui sebagai kerugian sedangkan menurut PPh tidak dapat dibiayakan; kecuali untuk Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi bagi Lessor. 9.
Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan dengan Pajak Keluaran. Ps. 3 PP.138/2000 Bagi perusahaan yang bukan pengusaha kena pajak, misalnya: Hotel, Bank, Asuransi, Rumah Sakit dan sebagainya, PPN yang dibayar pada waktu perolehan atau pembelian BKP/JKP, tidak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran, perlakuaannya:
Dapat dikurangkan dari penghasilan sesuai pasal 6 UU PPh-1984, dan apabila masa manfaatnya lebih dari satu tahun pembebanannya melalui penyusutan atau amortisasi, atau dikapitalisasi pada harga perolehan aktiva yang diperoleh atau dibeli.
Tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, apabila pengeluaran tersebut termasuk Ps 9 UU PPh-1984, misalnya PPN atas pembelian bahan-bahan yang disumbangkan.
Bagi perusahaan yang sudah dikukuhkan sebagai PKP, PPN atas perolehan atau pembelian BKP/ JKP dibedakan antara PM yang dapat dikreditkan dengan PK dan PM yang tidak dapat dikreditkan dengan PK, perlakuannya seperti pada pengusaha yang bukan PKP, ditambah untuk Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat atau kurang lengkap dalam pengisiannya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
10.
Sanksi Administrasi Perpajakan Pasal 9 (1) k UU No. 17 tahun 2000 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan undang-undang perpajakan di bidang perpajakan, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
11.
Biaya Bunga Pasal 6 (1) a UU No.17 tahun 2000, biaya bunga merupakan biaya yang dapat dikurangkan (deductible). Bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang deviden yang diterima bukan merupakan objek pajak, biaya bunga tersebut dapat dikapitalisasikan pada harga perolehan saham.
12.
Rugi Kurs Pasal 4 (1) e UU No. 17 tahun 2000. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
13.
Penyusutan Sedan Pada tanggal 1 Juli 2001 dibeli 4 buah sedan untuk Komisaris, Direktur, dan Manager seharga Rp 900.000.000.
Akuntansi, disusutkan selama 6 tahun dengan metode garis lurus tanpa taksiran nilai residu. Penyusutan Komersial per tahun Rp 150.000.000. Penyusutan Fiskal, Saldo Menurun, tarif 25%: KEP-220/PJ/2002 m.b. 18 April 2002, SE-09/ PJ.42/ 2002. Kendaraan termasuk sedan yang digunakan pegawai (dibawa pulang) karena jabatannya, 50% dari harga perolehan dapat disusutkan termasuk harta Kelompok II dan 50% dari biaya rutin/ pemeliharaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Yang dimiliki sebelum 18 April 2002, dihitung NSBF per 30 April 2002 dan 50% dapat disusutkan (S-174/PJ.42/2003, 27 Maret 2003) 1 Juli 2001 HP 4 unit sedan ………………………
Rp 900.000.000
Penyusutan Fiskal-Nondeductible: 2001 = 6/12 X 25% X 900.000.000 = 112.500.000 2002 = 4/12 X 25% X 787.500.000 = 65.625.000 NSBF per 30 April 2002
14.
(178.125.000) 721.875.000
NSBF dapat disusutkan = 50%
= 360.937.500
2002 = 8/12 X 25% X 360.937.500
= 60.156.250
2003 =
25% X 300.781.250
= 75.195.313
2004 =
25% X 225.585.937
= 56.394.484
2005 =
25% X 169.184.453
= 42.297.363
2006 =
25% X 126.842.090
= 31.723.023
Potongan Penjualan Pada akhir tahun 2006 dibentuk penyisihan potongan penjualan sebesar Rp 300.000.000. Akuntansi menggunakan prinsip konservatis yaitu mengakui rugi yang
dapat diperkirakan dengan membentuk Penyisihan Potongan Penjualan, sedangkan PPh berdasarkan Pasal 9 (1) c UU No. 17 tahun 2000, tidak boleh membentuk dana cadangan. 15.
Jasa Giro PP No. 131 tahun 2000 Penghasilan Jasa Giro termasuk pengertian bunga tabungan dipotong PPh pasal 4 (2) Final sebesar 20% oleh Bank yang bersangkutan. PPh pasal 4 (2) Final = 20% X Rp 200.000.000 = Rp 40.000.000.
16.
Sewa Ruangan PP No. 29/1996 junto PP No. 5 /2002.
Atas penghasilan sewa ruangan yang diterima oleh WPOP, WP Badan atau BUT dipotong PPh Pasal 4 (2) Final sebesar 10% = 10% X Rp 200.000.000 = Rp 20.000.000. 17.
Penyertaan pada PT KLM sebesar 30% dari modal yang disetor PT KLM. Pada tahun 2006 menerima deviden kas dari PT KLM sebesar Rp 500.000.000 bukan objek PPh berdasarkan Pasal 4 (3) f UU No. 17 tahun 2000.
18.
Pada bulan Maret 2006 membeli saham PT IDF.Tbk seharga Rp 1.000.000.000 dan pada bulan Agustus 2006 dijual tunai seharga Rp 1.600.000.000.
PP No. 41/1994 junto PP No.14/ 1997.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WPDN maupun WPLN dari transaksi penjualan saham di bursa efek di Indonesia dipungut PPh yang bersifat final oleh penyelenggara bursa efek.
Atas semua transaksi penjualan saham baik saham pendiri maupun bukan saham pendiri dikenakan PPh. Pasal 4 (2) Final sebesar 0,1% dari jumlah bruto transaksi penjualan.
19.
PPh pasal 4 (2) Final = 0,1% X Rp 1.600.000.000 = Rp 1.600.000.
Laba Kurs Pasal 4 (1) UU No. 17 tahun 2000. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing merupakan objek PPh-Tidak Final.
: