LAPORAN KASUS Plasenta Previa
Dokter Pembimbing: dr. F.X. Widiarso, Sp.OG
Disusun oleh: Andrean Linata 11.2013.082
KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA PERIODE 22 SEPTEMBER 2014 – 29 DESEMBER 2014 RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
1
KEPANITERAAN KLINIK STATUS OBSTETRI FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS Nama
: Andrean Linata
NIM
: 11.2013.082
Tanda tangan
Dr pembimbing / penguji : dr. F.X. Widiarso, SpOG IDENTITAS PASIEN Nama lengkap : Ny. SA Umur : 24 tahun Status perkawinan : Kawin (GIIPIA0) Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Megawon, RT 03/ RW 01, Jati,
Jenis kelamin : Perempuan Suku bangsa : Jawa Agama : Islam Pendidikan : SMA Masuk Rumah Sakit : 14 Oktober 2014
Kudus
Pukul 15.00 WIB
Nama suami : Tn. S Umur
: 29 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Megawon
A. ANAMNESIS Diambil dari
: Autoanamnesis
Tanggal : 15 Oktober 2014 Jam : 19.00 WIB Keluhan utama : Keluar darah dari jalan lahir sejak 2 jam yang lalu Keluhan tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke UGD RS.Mardi Rahayu dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 2 jam yang lalu. Os mengatakan darah yang keluar berwarna merah cerah dan jumlahnya cukup banyak. Keluhan ini diikuti dengan keluhan nyeri perut bagian bawah disertai lemas. Tidak ada keluhan pusing, dan sesak napas. Os kemudian dirujuk ke dokter spesialis kandungan dan direncanakan operasi cito, kemudian os langsung dibawa ke ruang operasi tanpa dirawat di 2
ruang bersalin terlebih dahulu. Os sedang hamil 38 minggu. Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua Os. Persalinan anak pertama secara normal. Tidak ada riwayat operasi. Riwayat Haid Menarche Siklus haid Lamanya Banyaknya Haid terakhir (HPHT) Taksiran partus (HPL)
: 14 tahun : 28 hari : 7 hari : banyak : 23 Januari 2014 : 30 oktober 2014
Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali pada usia 18 tahun, selama 6 tahun Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Ana
Tahun
Jenis
Umur
Jenis
Penolon
Hidup
k ke
Persalina
Kelamin
Kehamila
Persalina
g
/ Mati
n
n
9 bulan
Partus
n 1
2009
Perempu an
Nifas
k
Bidan
Hidup
Baik
normal
Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Bencana) OS memiliki riwayat penggunaan KB suntik Riwayat Penyakit Dahulu Os tidak pernah menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis, asma dan alergi. OS tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya Riwayat Penyakit Keluarga Ibu os memiliki riwayat penyakit darah tinggi. riwayat penyakit jantung, darah tinggi, kencing manis, asma dan alergi dalam keluarga disangkal. B. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis Vital sign : Tekanan darah : 130/90 mmHg Nadi : 82 x/menit (reguler/kuat angkat) Frek. Napas : 20 x/menit Suhu : 36,5 °C BB : 54 kg TB : 162 cm :
Warna kuning langsat, turgor kulit baik, ikterus(-), 3
s/d
umur
Hamil ini
Kulit
Menete
1 bulan
Kepala Mata
: :
Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata
Pupil isokor Ø 3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
Telinga
:
Selaput pendengaran utuh, serumen (-),
perdarahan
Hidung :
Sekret (-), deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-),
(-) epistaksis (-) Mulut : Leher
Lidah dalam batas normal, mukosa bucal merah muda. :
Tidak terdapat pembesaran Tiroid dan KGB, Deviasi trachea (−), Hipertrofi otot pernapasan tambahan (−), Retraksi suprasternal (−)
Dada : Paru-paru (Pulmo) Inspeksi
: warna kuning langsat, sela iga tidak melebar, retraksi
(-), pergerakan simetris
pada
saat
statis
dan
dinamis,
pernapasan
abdominotorakal. Palpasi
: sela iga tidak melebar, pergerakan simetris pada saat
statis dan
dinamis, vokal fremitus simetris kanan dan kiri.
Perkusi Auskultasi
: sonor +/+ : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung (Cor) Inspeksi Palpasi
: ictus cordis tidak tampak : ictus cordis teraba pada sela iga IV, 2 cm medial dari linea midclavicularis sinistra
Perkusi
: Batas atas
: pada sela iga II garis parasternal kiri
Batas kiri
: pada sela iga IV, 2 cm medial dari garis midclavicularis sinistra
Batas kanan
: pada sela iga V, pada garis parasternal
sinistra Auskultasi
: bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada ke 4 katup jantung
4
Perut (Abdomen) Inspeksi
: membuncit, tidak tampak benjolan di dinding abdomen, tidak ada luka bekas operasi.
Palpasi
: supel, teraba massa berbatas tegas, padat permukaan rata, mobile, nyeri tekan (-). Hati
: tidak teraba
Limpa
: tidak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: bising usus (+)
Anggota gerak : Tangan Edema -/-, kaki edema -/-, sianosis -/-, clubbing finger -/Kelenjar getah bening Submandibula
: tidak ditemukan pembesaran
Supraklavikula
: tidak ditemukan pembesaran
Lipat paha
: tidak ditemukan pembesaran
Leher
: tidak ditemukan pembesaran
Ketiak
: tidak ditemukan pembesaran
Aspek kejiwaan Tingkah laku
: tenang
Alam perasaan Proses pikir
: biasa : wajar
A. PEMERIKSAAN OBSTETRIKUS Pemeriksaan Luar Inspeksi Wajah
: chloasma gravidarum (-)
Payudara
: pembesaran (+), puting susu datar, cairan dari puting (-), hiperpigmentasi areola mammae (+)
Abdomen
: membuncit , linea nigra (+), striae livide (-), striae albicans (-), bekas operasi
Palpasi
(-)
:
Leopold I : Teraba bagian bulat dan lunak, tidak melenting Leopold II : Teraba bagian memanjang di sebelah kanan ibu. Leopold III : Teraba bagian bulat dan keras Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul 5
TFU = 3 jari di bawah xiphoideus (32 cm) Taksiran berat janin : (32-12) x 155 = 3100 gr Auskultasi : Denyut jantung janin = 13-12-12 (148 x/menit) HIS = (+) , 1 x / 10 menit (10 detik) Pemeriksaan Dalam Tidak Dilakukan PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium, 14 Oktober 2014 (pukul 12.39) Darah rutin Hemoglobin 10,7 g/dL
L
(N: 11,7 – 15,5)
Leukosit
10,02 ribu
(N: 3.600 – 11.000)
Eosinofil%
0,4 %
(N: 1-3)
Basofil%
0,1 %
(N: 0-1)
Neutrofil % 80,9 %
H
(N: 50-70)
Limfosit%
11,7 %
L
(N: 25-40)
Monosit%
5,4 %
MCV
78,6 fL
MCH
26,2 pg
MCHC
33,4 g %
(N: 2-8)
Hematokrit 32 % Trombosit
L
(N: 80-100) (N: 26-34) (N: 32-36)
L
(N: 30-43)
401.000
Eritrosit
(N: 150.000-440.000)
5,19 juta
RDW
16,4 %
PDW
9,2 %
MPV
11 µm3
LED
72/49mm/jam
(N: 3,8 – 5,2) H
(N: 11,5 - 14,5) (N: 10-18)
H
(N: 6,8 – 10) H
(0-20)
Golongan darah/Rh
O/+
Waktu perdarahan/BT
2,0 menit
(N: 1-3)
Waktu pembekuan/CT
5,0 menit
(N: 2-6)
6
IMUNOSEROLOGI
D.
HbsAG Stik
Positif (+)
(N: Negatif (-))
RINGKASAN (RESUME) Os datang ke UGD RS.Mardi Rahayu dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 2 jam yang lalu. Os mengatakan darah yang keluar berwarna merah cerah dan jumlahnya cukup banyak. Keluhan ini diikuti dengan keluhan nyeri perut bagian bawah disertai lemas. Tidak ada keluhan pusing, dan sesak napas. OS kemudian dirujuk ke dokter spesialis kandungan dan direncanakan operasi cito, kemudian os langsung dibawa ke ruang operasi tanpa dirawat di ruang bersalin terlebih dahulu. Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua Os. Persalinan anak pertama secara normal. Tidak ada riwayat operasi. Haid terakhir (HPHT) : 23 Januari 2014 Taksiran partus (HPL) : 30 oktober 2014
Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos Mentis Vital sign : Tekanan darah : 130/90 mmHg Nadi : 82 x/menit (reguler/kuat angkat) Frek. Napas : 20 x/menit Suhu : 36,5 °C BB : 54 kg TB : 162 cm Mata : Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/Paru-paru : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/Jantung : BJ1-BJ2 murni reguler, gallop (-), murmur (-) Abdomen : Tampak membuncit sesuai massa kehamilan, tampak linea Ekstremitas
nigra . : Edema -/-, akral hangat
Pemeriksaan obstetri Inspeksi Wajah Payudara
: Chloasma gravidarum (-) : pembesaran payudara (+), puting susu menonjol, cairan dari
mammae (-) Abdomen : pembesaran abdomen (+) 7
striae nigra (-) striae livide (-) striae albicans (-) linea nigra (+) bekas operasi (-) Palpasi
:
Leopold I : Teraba bagian bulat dan lunak, tidak melenting Leopold II : Teraba bagian memanjang di sebelah kanan ibu. Leopold III : Teraba bagian bulat dan keras Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul TFU = 3 jari di bawah xiphoideus (32 cm) Taksiran berat janin : (32-12) x 155 = 3100 gr Auskultasi : Denyut jantung janin = 13-12-12 (148 x/menit) HIS = (+) , 1 x / 10 menit (10 detik) Pemeriksaan Dalam Tidak Dilakukan E. DIAGNOSIS Diagnosis kerja dan dasar diagnosis Diagnosis kerja : GIIPIA0 Umur 24 tahun, Hamil 38 minggu Janin I hidup intrauterin Presentasi letak kepala, belum masuk PAP, PUKA Belum inpartu Plasenta Previa Parsialis Dasar diagnosis: -
Haid terakhir (HPHT) : 23 Januari 2014 Hasil pemeriksaan USG
F. PENGELOLAAN:
RL 500cc 20 tetes per menit
Puasa
Persiapan SC : DC, cukur pubis (+) 8
G. PROGNOSIS : Passage
: ad malam
Passanger
: ad bonam
Power
: ad bonam
Laporan Operasi 14 Oktober 2014 pukul 13.25 WIB dilakukan operasi Sectio Cesarea
Insisi pada dinding abdomen di linea mediana sepanjang 10 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis sehingga peritoneum terbuka. Tampak uterus sesuai umur hamil aterm. Buka plika vesika uterian semilunar Insisi pada segmen bawah rahim ± 10cm. Kepala bayi diluksir, bayi dilahirkan kepala, bahu, badan Bayi dilahirkan, laki-laki, 3000 gram,46 cm, APGAR 9-10-10 Ketuban jernih, jumlah normal, mekonium (+) Plasenta terletak pada korpus anterior meluas pada SBR, menutupi Ostium
Uteri Internum (plasenta previa parsialis) Plasenta dilahirkan secara manual, kotiledon lengkap. Jahit segmen bawah rahim dengan benang Chromic catgut no 2 Jelujur. Overhecting dengan benang Chromic Catgut no 2 jelujur. Kontrol perdarahan, perdarahan (-), adneksa kanan dan kiri dalam batas
normal. Jahit lapisan peritoneum dengan benang plain cat gut no 0 jelujur. Jahit fascia dengan safil no 2 Jahit subkutan dengan benang plain cat gut no 2-0 jelujur. Jahit kulit dengan jahitan subkutikuler,dengan benang safil 3-0. Perdarahan selama operasi ± 500 cc Tindakan selesai.
Instruksi dokter post operasi :
Infus D5/RL ( 2 botol dengan 1 botol induksi 20 tetes per menit )
Inj Rycef 2 x 1 ( test dulu )
Inj Tradyl 3 x 1 ( dalam NaCl 100 cc )
Inj Alinamin F 2 x 1 amp IV
Inj Vit C 1 amp/ hari IV
Kaltrofen supp rektal 2 x 1 9
Tidur bantal tinggi
Cek Hb post operasi
Follow Up Tanggal 15 Oktober 2014, Jam 18.10 WIB S : Os mengeluh nyeri bekal luka operasi disertai tubuh terasa lemas. O : keadaan umum baik, kesadaran compos mentis TD : 120/80 mmHg Nadi : 88 x/menit RR : 16 x/menit Suhu : 36°C Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/ Cor : BJ I dan II murni reguler Mammae : ASI (-),putting menonjol Abdomen : o TFU : 2 jari di bawah pusat o BU (+) o Kontraksi baik PPV : lochea rubra (+) Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat A : PIIA0 post SC hari-I, atas indikasi plasenta previa parsialis P : Puasa dan tirah baring, boleh minum Terapi dilanjutkan
Tanggal 16 Oktober 2014, Jam 15.20 WIB S : Nyeri bekal luka operasi berkurang, rasa lemas berkurang. O : keadaan umum baik, kesadaran compos mentis TD : 110/70 mmHg Nadi : 84 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,7°C Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/ Cor : BJ I dan II murni reguler Mammae : ASI (-),putting menonjol Abdomen : o TFU : 2 jari di bawah pusat o BU (+) o Kontraksi baik PPV : lochea rubra (+) Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat A : PIIA0, post SC hari ke-II, atas indikasi plasenta previa parsialis P : Boleh makan makanan lunak, latihan mobilisasi 10
Terapi dilanjutkan Tanggal 17 Oktober 2014, Jam 14.20 WIB S : Os mengeluh nyeri bekal luka operasi berkurang. O : keadaan umum baik, kesadaran compos mentis TD : 110/80 mmHg Nadi : 91 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,4°C Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/ Cor : BJ I dan II murni reguler Mammae : ASI (-),putting menonjol Abdomen : o TFU : 2 jari di bawah pusat o BU (+) o Kontraksi baik PPV : lochea rubra (+) Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat A : PIIA0 post SC Hari-III, atas indikasi plasenta previa parsialis P : Pasien dipulangkan Edukasi : Kontrol Poliklinik
Pendahuluan Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya . Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus . Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak daripada 11
kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu perlu penanganan yang cukup berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta . Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua persalinan yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan perdarahan yang belum jelas penyebabnya.1 Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau setelah usia kehamilan , namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru setelah
perdarahan
yang
berlangsung
banyak
,
mereka
datang
untuk
mendapatkan pertolongan . Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai perdarahan anterpartum apapun penyebabnya , penderita harus segera dibawah ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi . Perdarahan anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi medisnya sangat membantu dalam penyelamatan ibu dan janinnya. 1,2 Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu. Angka kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 yaitu 421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal yaitu 295 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka Panjang ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting 12
kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum.
Perdarahan antepartum merupakan
kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas. Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal, sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum; kasus ini masih menarik dipelajari terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka kematian maternal dan perinatal yang merupakan
parameter
pelayanan
kesehatan.
Di
RS
Parkland
didapatkan
prevalensi plasenta previa 0,5%. Clark (1985) melaporkan prevalensi plasenta previa 0,3%. Nielson (1989) dengan penelitian prospektif menemukan 0,33% plasenta.
Plasenta Previa ANATOMI Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan 16 minggu dengan ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan kearah korion. Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu. Perubahan-perubahan
terjadi
pula
pada
jonjot-jonjot
selama
kehamilan
berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah 13
akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan sebagai
kelompok-kelompok
sel-sel;
stroma
jonjot
menjadi
lebih
padat,
mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan lebih mendekati lapisan tropoblast.1-3 INSIDENS Insidens atau kejadian plasenta previa adalah satu dari 250 kehamilan. Insidens berganda pada kehamilan kembar seperti kembar dua atau tiga. Wanita berumur lebih dari 30 tahun cenderung mendapat plasenta previa. 1. Pengertian Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum. 2. Klasifikasi Plasenta Previa Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi dalam bentuk klinis, yaitu: a) Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh ostium uteri internum pada pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa Sentralis, yaitu bila pusat plasenta bersamaan dengan kanalis servikalis. c) Plasenta Previa Partialis, yaitu menutupi sebagian ostium uteri internum. d) Plasenta Previa Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa berada di sekitar pinggir ostium uteri internum. Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir : 2 a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum. b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum. c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya dan menutupi sebagian ostium uteri internum.
14
d. Plasenta letak rendah, yaitu plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal.
Gambar 1. Klasifikasi Plasenta Previa Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu : a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostium. b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa lateralis bila menutupi ostium bagian depan, dan plasenta previa marginalis sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta. Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya plasenta
previa
harus
disertai
dengan
keterangan
mengenai
besarnya
pembukaan . 3. Etiologi Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa pendapat para ahli, penyebab plasenta previa yaitu : 2 a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan 15
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang persisten. b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea, bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri. 4. Faktor Risiko Plasenta Previa a. Faktor predisposisi Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara, endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan kehamilan ≥ 2 tahun. Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu: 1) Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil. Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana endometrium masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan berulang – ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi, kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda. b. Faktor pendukung Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa, diantaranya : 1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil
konsepsi.
3)
Tumor-tumor, 16
seperti
mioma
uteri,
polip
endometrium. Menurut Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab – sebab terjadinya plasenta previa yaitu : beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur. c. Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari).
1-3
Epidemiologi Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Dari semua klasifikasi plasenta previa, frekuensi plasenta previa totalis sebesar 20-45%, plasenta previa parsialis sekitar 30% dan plasenta previa marginalis sebesar 25-50% Patofisiologi Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervilus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi. Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu 17
tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.
1-3
Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain. Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya,pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan lebih dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa. 1,2 Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus.
6. Gambaran Klinik Plasenta Previa Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah berwarna merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi perdarahan berikutnya hamper selalu lebih banyak dari sebelumnya, timbulnya penyulit pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul dan atau disertai dengan kelainan letak oleh karena letak plasenta previa berada di bawah janin. 7. Diagnosa Plasenta Previa Menurut Mochtar (1998), diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis dan beberapa pemeriksaan sebagai berikut : 18
a. Anamnesa plasenta previa, antara lain : terjadinya perdarahan pada kehamilan 28 minggu berlangsung tanpa nyeri , dapat berulang, tanpa alasan terutama pada multigravida. b. Pada inspeksi dijumpai, antara lain : perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal dan pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis. c. Pemeriksaan Fisik Ibu, antara lain dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok, kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal, tekanan darah turun, nadi dan pernafasan meningkat, dan daerah ujung menjadi dingin, serta tampak anemis. d. Pemeriksaan Khusus Kebidanan
Pemeriksaan palpasi abdomen, antara lain : janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil, karena letak plasenta di segmen bawah lahir, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam
rahim dan bagian terendah masih tinggi. Denyut jantung janin bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian
dalam rahim. Pemeriksaan dalam, yaitu pemeriksaan dalam dilakukan di atas meja operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan dalam untuk menegakkan diagnosa pasti, mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan, hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta sekitar ostium uteri internum.
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan a.
bagian terbawah janin tidak terfiksir ke dalam PAP
b.
terjadi kesalahan letak janin
c.
partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Partus a.
letak janin yang tidak normal menyebabkan partus akan menjadi patologik
b.
bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah dapat terjadi prolaps funikulli
c.
sering dijumpai inersia primer
d.
perdarahan
Komplikasi Plasenta Previa a.
prolaps tali pusat 19
b.
prolaps plasenta
c.
plasenta melekat
d.
perdarahan postpartum
e.
infeksi karena perdaraha yang banyak
f.
bayi premature/lahir mati 8. Komplikasi Plasenta Previa Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut Manuaba (2001), adapun komplikasi-komplikasi yang terjadi yaitu : a. Komplikasi pada ibu, antara lain : perdarahan tambahan saat operasi menembus plasenta dengan inersio di depan., infeksi karena anemia, robekan implantasi plasenta di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui. b. Komplikasi pada janin, antara lain : prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi, mudah infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intrauterine sampai dengan kematian. Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan janin antara lain : 1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara bertahap terjadilah pelepasan tapak plasenta dari insersi sehingga terjadi lah perdarahan yang tidak dapat dicegah berulang kali, penderita anemia dan syok. 2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan mudah jaringan
trpoblas
infasi
menerobos
ke
dalam
miometrium
bahkan
ke
parametrium dan menjadi sebab dari kejadian placenta akreta dan mungkin inkerta. 3) Servik dan segmen bawah raim yangrapuh dan kaya akan pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal. 9. Penatalaksanaan Plasenta Previa Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :
1,3
a. Terapi Ekspektatif Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.
Syarat terapi ekspektatif : Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti. Belum ada tanda inpartu Keadaan umum ibu cukup baik ( kadar Hb dalam batas normal ) 20
Janin masih hidup dan keadaan umumnya baik. Baru perdarahan pertama kali Anak prematur Belum pernah dilakukan VT / pemeriksaan dalam Rawat inap , tirah baring dan diberikan antibiotika profilaksis Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta,
usia
kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin. Berikan tokolitik bila ada kontraksi: MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam Nifedipin 3 x 20 mg/hari Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari hasil
amniosentesis. Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferosus atau ferous fumarat
per oral 60 mg selama 1 bulan. Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan transfusi. Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, pasien dapat rawat jalan ( kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit ) dengan pesan
segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan. Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan risiko ibu dan janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan
dengan terminasi kehamilan. Jenis persalinan apa yang kita pilih, untuk pengobatan plasenta previa dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut : Perdarahan banyak atau sedikit Keadaan ibu dan anak Besarnya pembukaan Tingkat plasenta previa Paritas 1,2,3
b. Terapi Aktif Kriteria Umur kehamilan >/ = 37 minggu BB janin >/ = 2500 gram. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih. Ada tanda-tanda persalinan. Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%. Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut. Umumnya hal ini dapat terjadi pada keadaan :
Perdarahan banyak 21
Keadaan umum anak dan ibu jelek Sudah syok Anak masih preterm Kehamilan cukup bulan Parturien Anak mati ( tidak selalu )
Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika:
Infus/transfusi telah terpasang, kamar dan Tim operasi telah siap Kehamilan ≥37 minggu (berat badan ≥2500 gram) dan inpartu, atau: Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor ( misal:
anensefali) Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
Penanganan secara terminasi / aktif dapat dilakukan dengan cara : 4 a. Cara vaginal Bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian
menutup
pembuluh-pembuluh
darah
yang
terbuka
( tamponade pada plasenta ). Cara-cara vaginal terdiri dari : Pemecahan ketuban , dapat menghentikan perdarahan karena : o Setelah pemecahan ketuban dengan menggunakan ½ kokcher, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak o
menekan pada plasenta. Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Versi Braxton Hicks o Tujuan : untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong
dan untuk menghentikan perdarahan daram
rangka menyelamatkan ibu. Hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, o
dan tidak ada fasilitas untuk operasi. Bahayanya, robekan pada serviks dan segmen bawah rahim ; sekarang sudah jarang sekali digunakan di kota besar, tapi di daerah terpencil yang tidak bisa dilakukan
o
seksio sesarea dapat dipertimbangkan perasat ini. Syarat untuk melakukannya adalah : pembukaan yang harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan kaki.
22
o
Tehniknya
adalah
setelah
ketuban
dipecahkan
atau
setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan bagian-bagian
yang
kecil
masuk.
Setelah
labia
dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri dan 2 jari ( telunjuk dan jari tengah ) masuk ke dalam kavum uteri. Tangan satunya menahan fundus. Kepala anak ditolak ke samping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki. Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan luar menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa ke luar. Pada
kaki
ringannya,
ini
digantung
tetapi
cukup
timbangan berat
yang
untuk
seringan-
menghentikan
perdarahan. Jika beratnya berlebihan ,mungkin terjadi robekan serviks. Selanjutnya kita tunggu sampai anak lahir sendiri. Sekali-kali jangan melakukan ekstraksi walau pembukaan sudah lengkap, mengingat mudahnya terjadi
robekan pada serviks dan segmen bawah rahim5. Cunam Willett Gauss Tujuannya untuk mengadakan tamponade plasenta dengan kepala. Kulit kepala anak dijepit dengan cunam Willett-Gauss dan diberati dengan timbangan 500 gr. Perasat ini hampir tidak
pernah dilakukan lagi. 5 b. Seksio Sesarea Mempersingkat lamanya perdarahan Mencegah terjadinya robekan cervix dan segmen bawah rahim. Robekan mudah terjadi, karena cervix dan segmen bawah rahim pada
placenta
previa
banyak
mengandung
pembuluh
pembuluh darah. Dilakukan pada placenta previa totalis dan pada placenta previa lainnya kalau perdarahan hebat.
Indikasi Seksio Sesarea
–
Plasenta previa totalis. Plasenta previa pada primigravida. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang Anak berharga dan fetal distress Plasenta previa lateralis,jika didapatkan : o Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak. o Sebagian besar OUI ditutupi plasenta. o Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior). 23
Prognosis Prognosis ibu dengan plasenta previa sekarang ini lebih baik jika dibandingkan dengan dahulu. Hal ini dikarenakan diagnosa yang lebih dini, ketersediaan transfusi darah, dan infus cairan yang telah ada hampir di semua rumah sakit. Demikian juga dengan kesakitan dan kematian anak mengalami penurunan, namun masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio cesarea. Solusio Plasenta Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum
janin
lahir.
Sedangkan
Abdul
Bari
Saifuddin
dalam
bukunya
mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. 4,5
Klasifikasi a. Trijatmo
Rachimhadhi
membagi
solusio
plasenta
menurut
derajat
pelepasan plasenta: 1.
Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2.
Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3.
Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas. b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan:
1. 2.
Solusio plasenta dengan perdarahan keluar Solusio
plasenta
dengan
perdarahan
tersembunyi,
yang
membentuk
hematoma retroplacenter 3.
Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion . c. Cunningham
dan
Gasong
masing-masing
dalam
bukunya
mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu: 1.
Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
24
2.
Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3.
Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Etiologi Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi : 1. Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis
kronik,
hipertensi
essensial,
sindroma
preeklamsia
dan
eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu. 2. Faktor trauma Trauma yang dapat terjadi antara lain :5,7
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
pergerakan
janin
yang
3. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. 4. Faktor usia ibu
25
Dalam penelitian dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun. 5. Faktor pengunaan kokain Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin,
yang
mana
bertanggung
jawab
atas
terjadinya
vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta 6. Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas
dan
beberapa
abnormalitas
pada
mikrosirkulasinya.
Deering
dalam
penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan. 7. Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya. 8. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain. Patofisiologi Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus. Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum 26
terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman.
Biasanya
perdarahan
akan
berlangsung
terus-menerus/tidak
terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat .6,7 Akibat
kerusakan
miometrium
dan
bekuan
retroplasenter
adalah
pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya Manifestasi Klinis Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis: a. Solusio plasenta ringan Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit 27
sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang
karena
perdarahan
yang
berlangsung.
Salah
satu
tanda
yang
menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman. b. Solusio plasenta sedang Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahanlahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat. c. Solusio plasenta berat Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tampak
tidak
sesuai
dengan
keadaan
syok
ibu,
terkadang
perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaankeadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan fungsi ginjal. Komplikasi a.
Syok perdarahan Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan 28
telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. b.
Gagal ginjal Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta,
pada
dasarnya
disebabkan
oleh
keadaan
hipovolemia
karena
perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah. 6,7 c.
Kelainan pembekuan darah Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
d.
Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire) Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan. Terapi Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:
29
a.
Solusio plasenta ringan Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan .Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
b.
Solusio plasenta sedang dan berat Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus
segera
mengurangi
diberikan.
tekanan
Amniotomi
intrauterin.
akan
merangsang
Keluarnya
cairan
persalinan
amnion
juga
dan dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktorfaktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler
dimana-mana.
Persalinan
juga
dapat
dipercepat
dengan
memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan. Tabel perbedaan plasenta previa dan solusio plasenta No.
Ciri-ciri plasenta previa
Ciri-ciri solusio plasenta
1.
Perdarahan tanpa nyeri
Perdarahan dengan nyeri
2.
Perdarahan berulang
Perdarahan tidak berulang
3.
Warna perdarahan merah segar
Warna perdarahan merah coklat
4.
Adanya anemia dan renjatan
Adanya anemia dan renjatan yang
yang sesuai dengan keluarnya
tidak
darah
darah
5.
Timbulnya perlahan-lahan
Timbulnya tiba-tiba
6.
Waktu terjadinya saat hamil
Waktu terjadinya saat hamil inpartu 30
sesuai
dengan
keluarnya
7.
His biasanya tidak ada
His ada
8.
Rasa tidak tegang (biasa) saat
Rasa tegang saat palpasi
palpasi 9.
Denyut jantung janin ada
Denyut jantung janin biasanya tidak ada
10.
11.
12.
Teraba jaringan plasenta pada
Teraba ketuban yang tegang pada
periksa dalam vagina
periksa dalam vagina
Penurunan kepala tidak masuk
Penurunan
pintu atas panggul
pintu atas panggul
Presentasi mungkin abnormal.
Tidak
kepala
dapat
berhubungan
masuk
dengan
presentasi
Perdarahan Antepartum Yang Tidak Jelas Sumbernya (Idiopatik) Ruptur sinus marginalis Bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas, Ruptur sinus marginalis Pecahnya pembuluh vena dekat tepi plasenta yang terbentuk karena penggabungan pinggir ruang intervilli dengan ruang subcorial. Rupturan sinus marginalis atau sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Tidak ada atau sedikit
perdarahan kehitaman, Rahim sedikit nyeri /terus
agak tegang,
tekanan darah frekuensi nadi ibu yang normal, Tidak ada koagulopati dan Tidak ada gawat janin. Plasenta Letak Rendah Plasenta letak rendah (Low-lying placenta, lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous placenta), posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan aman, asal hat-hati. Vasa Previa Jenis insersi tali pusat ini sangat penting dari segi praktis karena pembuluh-pembuluh umbilicus, di selaput ketuban, berpisah jauh dari tepi plasenta, dan mencapai keliling tepi plasenta dengan hanya di lapisi oleh satu lipatan amnion. Dalam suatu ulasan tentang kepustakaan yang mencakup 31
hampir 195.000 kasus, Benirschke dan kaufmann, (2000) mendapatkan bahwa 1,1% dari pelahiran janin tunggal memeiliki insersio velamentosa. Keadaan ini terjadi jauh lebih sering pada kehamilan kembar, dan hampir selalu terjadi pada kembar
tiga.Vasa
previa
merupakan
keadaan
dimana
pembuluh
darah
umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban. Etiologi vasa previa belum jelas. Diagnosis vasa previa :Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah. Darah ini berasal dari janin dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan tes Apt dan tes Kleihauer-Betke serta hapusan darah tepi. Penatalaksanaan vasa previa : Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin, tentukan lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera namun bila janin sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan pervaginam. KESIMPULAN Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu. Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. . Diagnosa secara
tepat
sangat
membantu
menyelamatkan
nyawa
ibu
dan
janin.
Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa. Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya digambarkan
32
sebagai implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat cervix uteri). Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta dari dinding uterus. Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala dengan pendarahan, kontraksi uteri, dan fetal distres. Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya (idiopatik) seperti: Perdarahan pada plasenta letak rendah,rupture sinus marginalis, vasa previa. plasenta letak rendah posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir, Ruptur sinus marginalis yaitu bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas, vasa previa yaitu Jenis insersi tali pusat ini sangat penting dari segi praktis karena pembuluh-pembuluh umbilicus dan di selaput ketuban.
Saran
Melakukan deteksi dini kemungkinan terjadinya perdarahan antepartum dan membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka
mortalitas. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka
mortalitas dan morbiditas ibu dan janin. Penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa secara cepat.
33
Daftar Pustaka 1. Wiknjosastro, H.Ilmu kebidanan (keempat ed.). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2011. 2. Sulaiman Sastrawinata. Obstetri Fisiologi. Bandung : Eleman. 1985. Hal 102122. 3. Prawirohardjo, Sarwono. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan; Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir (Masalah Ibu); Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ke-4. Jakarta: Penerbit P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. h. 492-513. 4. Mose, Johanes C. Penyulit Kehamilan; Perdarahan Antepartum; Dalam: Obstetri Patologi, edisi ke-2. Editor: Prof. Sulaiman Sastrawinata, dr, SpOG(K), Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr, MPSH, SpOG(K), Prof. Dr. Firman F. Wirakusumah, dr, SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC dan Padjadjaran Medical Press. 2004. h. 91-96 . 5. Suyono,Lulu,Gita,Harum,Endang. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil Dengan Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta; Dalam: Cermin Dunia Kedokteran vol.34 no.5. 2007.h 233-238. 6. Howkin’s & Bourne. Shaw’s Textbook of Gynaecology. Edisi ke-12. New Delhi: B. I. Churchill Livingstone; 22: 275 – 284. 7. DeCherney AH, Nathan L. Current Obstetri and Gynaecology Diagnosis and Therapy. McGraw-Hill, 2003; p: 693 – 699.
34
35