BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah individu yang mempunyai sub-sub sistem. Sub-sub sistem tersebut adalah sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal, sistem persyarafan, sistem perkemihan, da sistemsistem lainnya. Keseimbangan antara semua sistem diatas itulah yang menyebabkan manusia dikatakan sehat secara jasmani. Semua sistem tersebut melibatkan organ-organ dalam menjalankan tugasnya, seperti sistem perkemihan yang melibatkan bagian utama dari saluran kemih yang terdiri dari organ-organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih (urin) ke luar tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponenkomponen ginjal, antara lain yaitu infeksi ginjal. Infeksi ginjal atau pielonefritis merupakan peradangan pada ginjal. Pielonefritis bisa secara akut maupun kronik. Untuk lebih jelasnya, penulis disini akan membahas pielonefritis yang berlanjut atau pielonefritis kronik. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu pielonefritis kronik? 2. Bagaimana patofisiologi dari pielonefritis kronik? 3. Bagaimana pathway dari pielonefritis kronik? 4. Bagaimana etiologi dari pielonefritis kronik? 5. Bagiamana epidemiologi dari pielonefritis kronik? 6. Bagaimana manifestasi dari pielonefritis kronik? 7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari pielonefritis kronik? 8. Bagaimana penatalaksanaan dari pielonefritis kronik? 9. Bagaimana komplikasi dari pielonefritis kronik? 10. Bagaimana askep dari pielonefritis kronik? 1.3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui definisi pielonefritis kronik 2. Untuk mengetahui patofisiologi pielonefritis kronik 3. Untuk mengetahui pathway pielonefritis kronik
1
4. Untuk mengetahui etiologi pielonefritis kronik 5. Untuk mengetahui epidemiologi pielonefritis kronik 6. Untuk mengetahui manifestasi klinis pielonefritis kronik 7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pielonefritis kronik 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pielonefritis kronik 9. Untuk mengetahui komplikasi pielonefritis kronik 10. Untuk mengetahui askep pielonefritis kronik
1.4 MANFAAT 1. Agar mahasiswa dapat memahami tentang definisi pielonefritis kronik 2. Agar mahasiswa dapat memahami tentang patofisiologi pielonefritis kronik 3. Agar mahasiswa dapat memahami tentang pathway pielonefitis kronik 4. Agar mahasiswa dpat memahami tentang etiologi pielonefritis kronik 5. Agar mahasiswa dapat memahami tentang epidemiologi pielonefritis kronik 6. Agar
mahasiswa
dapat
memahami
tentang
manifestasasi
klinis
pielonefritis kronik 7. Agar mahasiswa dapat memahami tentang pemeriksaan penunjang pielonefritis kronik 8. Agar mahasiswa dapat memahami tentang penatalaksanaan pielonefritis kronik 9. Agar mahasiswa dapat memahami tentang komplikasi pielonefritis kronik 10. Agar mahasiswa dapat memahami tentang askep pielonefritis kronik
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEFINISI Pielonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkintraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atatu setelah infeksi yang gawat. Pielonefritis kronik merupakan penyakit infeksi kronik pada ginjal yang disebabkan oleh infeksi berulang pada ginjal yang memicu terjadinya perubahan struktur ginjal berupa fibrosis (pembentukan jaringan parut) pada korteks, perubahan terjadinya gagal ginjal kronik yang mungkin membutuhkan terapi pengganti ginjal seperti transplantasi atau dialisis. Sebanyak 25% kasusu gagal ginjal kronik disebabkan oleh pielonefritis kronik. 2.2 PATOFISIOLOGI Pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.
3
2.3 PATHWAY Penyebab (Bakteri E. Coli)
Adanya obstruksi
Refluks vasikoureter
Masuk ke uretra
Terjadi Inflamasi
Membawa urin dan bakteri dari kandung kemih ke ginjal
Terjadi inflamasi Bakteri resisten Penyebaran secara assenden
Kuman menempel dan berkolonisasi
Kehamilan
Penekanan pada vesika dan saluran kemih
Penurunan Imunitas Tubuh rentan terinfeksi Bakteri berkembang biak
Kuman menetap di dinding saluran kemih
PIELONEFRITIS
Aktivasi makrofag
Peningkatan jumlah prostaglandin
Gangguan fungsi ginjal
Iritasi saluran kemih
Hematuria, disuria, piuria
Ginjal membesar
MK: Gangguan eliminasi urin
Menekan saraf vagus
Makrofag menghasilkan pyrogen endogen
Melepaskan prostaglandin di hypothalamus
Reaksi inflamasi
Mual, muntah MK: kekurangan volume cairan
Nafsu makan turun MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
MK: Nyeri akut
Demam MK: Hipertemi
4
2.4 ETIOLOGI Penyebab dari pielonefritis kronis yaitu: 1. Nefropati analgesik adalah yang paling umum (phenacetin dan aspirin) 2. Pielonefritis bakteri akut rekuren 3. Hiperkalsemia, oksalosis, hiperurisemia atau hiperurikuria. 4. Hipokalemia kronis, vakuolisasi tubulus proksimal, nefritis interstisial, dan kista ginjal. 5. Penyakit sistemik: sarkoidosis, sindrom Sjögren. 6. Paparan radiasi atau kemoterapi (misalnya, ifosfamide, cisplatin)
2.5 MANIFESTASI KLINIS Gejala awal pielonefritis kronik sering tidak jelas. Pasien dengan pielonefritis kronik sering didiagnosis ketika pasien mengalami gangguan fungsi ginjal akibat kerusakan ginjal. Gejala yang terjadi pada tahap ini sama dengan gejala gagal ginjal kronik berupa hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, hipertensi dan anemia. Terdapat gangguan kemampuan konversi sodium, hiperkalemia, asidosis metabolik terdapat gangguan konsentrasi urine. Jika pielonefritis kronik pada pasien yang dianggap sebagai hasil dari episode pielonefritis akut yang berualang, akan didapatkan riwayat demam intermiten, nyeri panggul, dan disuria. Gejala lainnya meliputi gejala frekuensi, nokturia, poliuria. Bakteriuria dan piuria, tanda infeksi saluran urinarius, tidak dapat dijadikan tolak ukur infeksi ginjal. Pasien dengan infeksi pada ginjal dapat memiliki urine yang steril jika ureter mengalami obstruksi atau jika infeksi berada di luar traktus urinarius. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan pielonefritis kronik memiliki gejala yang minimal atau gejala yang mirip dengan gejala pielonefritis akut. 2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium mungkin ditemukan gejala gagal ginjal kronik dengan peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin. Dapat juga dijumpai hiponatremia, hiperkalemia, dan asidosis.
5
Urinalisis. Jika dicurigai adanya infeksi pada ginjal, perlu dilakukan kultur sampel urin tengah (midstream) untuk menentukan jumlah dan spesies bakteri pada urin. Lakukan uji sensitivitas antibiotik terhdap bakteri tersebut. Sampel urin juga diperiksa apakah terdpat sel darah merah atau pus (hematuria atau piuria). Dapat juga ditemukan adanya protein dalam urin (proteinuria, albuminuria). Intravena Pielografi. Gambaran pielografi berupa bentuk ginjal yang asimetri dan irreguler, kaliks ginjal yang berdilatasi dengan tepi yan tumpul dan jaringan parut pada korteks ginjal yang terletak di atas papila. Biasanya lesi ini unilateral, namun dpat juga ditemukan lesi bilateral. Ketebalan parenkim berkurang, terdapat hipertrofi fikal pada daerah yang tidak mengalami fibrosis sebagai akibat kompensasi. Ultrasonografi. Menunjukkan kaliks ginjal yang bundar dan terdilatasi dengan korteks yang mengalami fibrosis atau atrofi. Jika pielonefritis bersifat unilateral, maka hipertrofi kompensatorik dpat dilihat pada ginjal kontralateral. CT-Scan. Terlihat jaringan parut parenkim fokal yang menutupi kaliks ginjal yang mengalami dilatasi. 2.7 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pielonefritis kronik dilakukan dengan mengatasi infeksi yang sedang terjadi dan mengoreksi faktor yang mendasaru penyakit. Penatalaksanaan infeksi yang sedang terjadi harus berdasarkan uji kerentanan antimikroba dan memilih obat yang dapat mencapai konsentrasi bakterisidal di dalam urine dan tidak bersifat nefrotoksik. Durasi terapi antimikrobial diperpanjang hingga jangka waktu maksimal. Terpai antibiotik jangka panjang sebagai profilaksis dapat membatasi rekurensi penyakit dan fobrosis ginjal. Obat-obatan
yang dpat
digunakan adalah
TMP-SMX (Bactrim),
doxycycline (Vibramycin) dan kuinolon. TMP-SMX diberikan 2 kali sehari selama 4-6 minggu. Doksisiklin 2 x 200mg selama 3 hari, kemudian 2 x 100 mg selama 4-6 minggu. Golongan kuinolon yang dapat digunakan adalah ciprofloxacin XR (per oral) 1 x 100 mg, atau ciprofolaxacin 2 x 400 mg intravena (IV), atau levofloxacin 2 x 500 mg IV. Kuinolon per oral atau IV + per oral diberikan selama 2-4 minggu. Pada pemberian intravena, apabila pasien sudah
6
bisa menerima terpai secara oral, maka terapi intravena harus segera diganti dengan terapi oral (biasanya <72 jam). Kultur urin sebagai evaluasi perlu dilakukan 1 minggu setelah pengobatan selesai. Jika memungkinkan, kelainan struktural perlu di koreksi. Operasi mungkin di butuhkan untuk menghilangkan obstruksi atau memperbaikai struktur. Berbagai prosedur operasi dapat dilakukan tergantung pada kelainan yang mendasari. Pada refluks vesikoureter dapat dilakukan operasi reimplantasi ureter. Seperti bentuk cedera lain pada ginjal, sekali terjadiatrofi tubulus dan fibrosis interstitial berkembang, hanya sedikit yang dpat dilakukan agar perjalanan penyakit tidak berkembang menjadi insufisiensi ginjal kronik dan penyakit gagal ginjal kronik. Apabila terdpat hipertensi dapat diberikan antihipertensi. Jika terdapat gagal ginjal kronik, maka terapi diberikan sesuai dengan terapi gagal ginjal kronik. 2.8 KOMPLIKASI Komplikasi pielonefritsi kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mengakibatkan terbentuknya batu). 2.9 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem urinaria. 2. Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan atau infeksi. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan laju metabolik (demam) dan pengeluaran cairan yang berlebih (poliuri)
7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 KASUS Seorang wanita berusia 68 tahun dirujuk untuk dihitung tomografi (CT) scan perut karena baru-baru ini didagnosis hipertensi resisten terhadap obat. Pemeriksaan fisiknya dan tes biokimis umum normal. CT spiral pemindaian dilakukan dengan tidak menentu dan kontras gambar yang disempurnakan setelah injeksi bolus intravena 50 ml media kontras non-ionik, dalam nefrografikdan fase ekskretoris. Aksial 8mm dan 5mm-tebal gmbar direkonstruksi dari kumpulan data spiral asli. CT-scan menunjukkan adanya penghambatan massa minus ginjal kiri, praktis tidak meningkatkan, yang diperluas sepanjang vaspedikel kandung dari ginjal ke daerah para aorta kiri. Ketebalan kortikal berada dalam batas normal. Tidak ada bukti bekas Nefrogram ginjal itu juga normal dibandingkan dengan sisi yang berlawanan. Tidak ada batu dipanggul atau ureter, dan pingsan. Ekskresi media kontras terbukti lebih rendah kelopak tiang. Diagnosis tentatif tumor sinus ginjal dilakukan, dan pasien menjalani nephro-uretectomy. Histologi terungkap temuan pielonefritis kronis, yaitu glomeruli hyalinized, atrofi dan pelebaran kistik secara fokal dari beberapa tubulus, serta infiltrate inflamasi kronis dari jaringan interstisial. Infiltrasi inflamasi kronis meluas ke panggul dengan edema fokus. Infiltrasi inflamasi kronis juga terlihat pada hilum disekitar ureter. 3.2 PENGKAJIAN 3.2.1 IDENTITAS a. Nama: Ny. S b. Usia: 68 thn c. Jenis kelamin: perempuan d. Diagnosa medis: tumor ginjal dan pielonefritis kronis 3.2.2 RIWAYAT KESEHATAN a. Keluhan Utama: Nyeri di panggul dan pingsan. b. Riwayat Penyakit Sekarang: klien terdiagnosa pielonefritis kronik. c. Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah terdiagnosa tumor sinus ginjal. d. Riwayat Pengobatan : Penggunaan 50ml media kontras non-ionik, dalam nefrografik dan fase ekskretoris melalui injeksi intravena.
8
e. Pembedahan : klien pernah menjalani nephro-ureterectomy. 3.3 PEMERIKSAAN FISIK 1) B1 (Pernafasan) Pada pemeriksaan sistem pernafasan biasanya tidak ditemukan adanya masalah keperawatan. 2) B2 (Kardiovaskuler) Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler biasanya pasien mengalami hipertermi saat akut dan pada pielonefritis kronis biasanya pasien sakit kepala dan timbul hipertensi. 3) B3 (Persyarafan) Pada pemeriksaan sistem persyarafan biasanya pasien mengalami penurunan Hb yang berakibat pada konjungtiva yang anemis pada pielonefritis kronis, dan pada pielonefritis akut biasanya pasien masih tampak kompos mentis. 4) B4 (Perkemihan) Pada pemeriksaan sistem perkemihan biasanya didapatkan permasalahan disuria, frekuensi, dan urgensi, piuria pada pielonefritis akut. Serta adanya nyeri pinggang, nyeri tekan kostovertebral. Pada pielonefritis kronis pasien sering poliuria yang menandakan adanya gagal ginjal. 5) B5 (Pencernaan) Pada pemeriksaan sistem pencernaan pasien biasanya mual dan muntah, turgor kulit buruk dan anoreksia pada pielonefritis akut. Sedangakan pada pielonefritis kronis nafsu makan menurun, adanya penurunan BB, dan haus yang berlebihan. 6) B6 (Muskuloskeletal dan Integumen) Pada pemeriksaan sistem muskuloskeletal pasien terhihat pucat serta sering mengalami kelelahan/ keletihan saat beraktivitas khususnya pada pielomanefritis kronis. 3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan post pembedahan. 3.5 INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi dan infeksi pada sistem urinaria
9
NOC
NIC
NOC 1. 1. Pain Level 2. Pain control 3. Comfort Level Kriteria Hasil: 1. Mampu mengontrol nyeri (tau penyebab nyeri,mampu 2. menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari --bantuan). 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri. 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri). 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang. -
Pain Management – Lakukan pengkajian
nyeri
secara
komprehensif termasuk lokal, karakteristik, durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
faktor
presipitasi. –
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan. - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien. - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau. - Kurangi faktor presipitasi nyeri. - Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri. - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri - Tingkatkan istirahat - Kolaborasi dengan dokter jika da keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
-4
2. Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan post pembedahan. NOC
NIC
NOC
NIC
1. Immune status
Infection Control (kontrol infeksi)
2. Knowledge:
1. Bersikan lingkungan setelah dipakai
infection control 3. Risk control Kriteria Hasil 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
pasien lain 2. Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan infeksi kandung kencing. 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi. 4. Berikan perawatan kultur pada area
10
2. Mendeskripsikan
proses
epidema.
penularan penyakit, faktor
5. Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah.
yang
6. Instruksikan
mempengaruhi
penularan
serta
penatalaksanan. 3. Menunjukkan
pasien
untuk
minum
antibiotik sesuai resep. 7. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
kemampuan
untuk mencegah timbulnya
gejala infeksi. 8. Ajarkan cara menghindari infeksi.
infeksi. 4. Jumlah leukosit dalam batas normal 5. Menujukkan perilaku hidup sehat. 3.6 EVALUASI a. Klien tidak merasakan nyeri saat berkemih b. Klien mampu menghindari infeksi.
11
BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Pielonefritis kronik merupakan penyakit infeksi pada ginjal yang disebabkan oleh ifeksi yang berulang pada ginjal yang memicu terjadinya perubahan struktur ginjal berupa fibrosis (pembentukan jaringan parut) pada korteks dan perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi ginjal. Bakteri tersering penyebab pielonefritis adalaha Escherechia coli. Gejala pielonefritis kronik sering asimptomatik hingga terjadi gagal ginjal kronik. Apabila pielonefritis kronik disebabkan oleh oielonefritis akut berulang, maka akan didaptkan riwayat demam intermiten, nyeri panggul, dan disuria. Pemeriksaan penunjang dpat dilakukan dengan urinalisis, laboratorium, intraven pielografi, CT-scan, dan USG. Pentalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibiotik yang sensitif terhadap bakteri yang dikultur dan mengatasi faktor yang mendasari seperti obstruksi dan refluks vesikoureter. Apabila telah terjadi gagal ginjal kronik, maka terpai disesuaikan dengan terapi gagal ginjal kronik. Komplikasi pielonefritis berupa gagal ginjal kronik dan hipertensi. 4.2 SARAN Diharapkan mahasiswa menggunakan makalah ini sebagai referensi dalam melaksanakan tugas dan menggunakan makalah ini mengatasi atau merawat pasien dengan pielonefritis kronis.
12
DAFTAR PUSTAKA
Adhiatama, arief tajally. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Pasien Hemodialis Di RSUD Tugurejo
Semarang.
Semarang:
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Muhammdiyah Semarang. Farmakis, D Antonios. 2009. Chronic pyelonephritis presneting as a renal sinus tumor with retroperitoneal extension: a case report. Jurnal of Medical Case
Reports.
Huda, Amin dan Kusuma, Hardi. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC.Edisi jilid 1.Yogyakarta : Media Action Mardana,
Kadek.
2015.
Penyakit
Ginjal
Kronis
Stadium
V
Akibat
Nefrolitiasis Dan Pielonefritis Kronis. Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Windmills, the. Dkk. 2013. Chronic Pyelonephritis. England ; Kidney Care UK.
13