REFERAT Perdarahan Perdarahan Subkonjungtiva Subkonjungtiva
Dosen Pembimbing : dr. Teguh Anamani, Sp.M
Disusun Oleh : Novania Indriasari G1A212091
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disahkan referat dengan judul :
Perdarahan Subkonjungtiva
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto
Pada tanggal :
November, 2013
Disusun Oleh : Novania Indriasari G1A212091
Mengetahui Dosen Pembimbing,
dr. Teguh Anamani, Sp.M
LAPORAN KASUS Identitas Pasien
Nama
: Bapak Soewarno
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
Jenis Kelamin : Laki-laki Umur
: 78 Tahun
Alamat
: Ds. Bobosan RT 01/03 Purwokerto
Keluhan Utama
Pandangan mata kabur dan berwarna kemerahan pada mata kiri Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poliklinik Mata RSMS pada hari Jumat, 25 Oktober 2013 dengan keluhan pandangan mata kabur dan berwarna kemerahan pada mata kirinya. Keluhan mata kabur dirasakan sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Mata merah timbul secara tiba-tiba tanpa ada penyebab yang dirasakan sudah 5 hari yang lalu, membuat pasien tidak nyaman dan ada rasa mengganjal. Mata kabur dirasakan semakin memberat terutama apabila melihat jauh dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Selain itu juga mengeluhkan pada mata kanannya kurang jelas penglihatannya, tapi lebih baik daripada mata kirinya, keluhan itu dirasakan sejak lama semenjak pasien menjalani operasi katarak 10 tahun yang lalu. Pasien mengakui kadang-kadang merasakan pusing. Tidak ada keluhan nyeri, gatal, mata berair, keluar kotoran dari mata. Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan yang sama sebelumnya
: diakui
Trauma mata
: disangkal
HT,DM, alergi
: disangkal
Operasi
: Operasi Katarak OD 10 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga Keluhan yang sama pada keluarga
: disangkal
DM, HT, alergi
: disangkal
Status Pasien Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Status Oftalmologik
Pemeriksaan
Oculus Dexter
Oculus Sinister
Visus
0,4
1/60
Visus dgn Kacamata -
-
Sendiri Visus Koreksi
n.c
Bola Mata
Gerakan
n.c ke
segala
arah, Gerakan
ke
segala
arah,
eksiotalmus (-)
eksiotalmus(-)
Silia
Trikiasis (-), Madarosis (-)
Trikiasis (-), Madarosis (-)
Palpebra Superior
Edema (-), ptosis (-), lagoftalmus (- Edema (-), ptosis (-), lagoftalmus ), entropion (-)
Palpebra Inferior
(-), entropion (-)
Edema (-), entropion (-), ektropion Edema
(-),
entropion
(-),
(-)
ektropion (-)
Konjungtiva Palpebra
Papil (-), folikel (-), hiperemis (-)
Papil (-), folikel (-), hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbi
Inj. Siliar (-), Inj. Konjungtiva (-),
Inj. Siliar (+), Inj. Konjungtiva
Inj. Sklera (-)
(+), Inj. Sklera (-)
Sklera
Putih, ikterik (-), nodul (-)
Putih, ikterik (-), nodul (-)
Kornea
Jernih
Jernih
Bilik mata depan
Normal, hifema (-)
Normal, hifema (-)
Iris
Coklat, iris shadow (-)
Coklat, iris shadow (+)
Pupil
Bulat, sentral, reguler, ± 3 mm, Bulat, sentral, reguler, ± 3 mm, reflek cahaya (+)
reflek cahaya (+)
Lensa
Terdapat lensa tanam
Keruh
Reflek Fundus
(-)
(+) suram
Korpus Vitreus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tekanan Intraokuli
7,7 mmhg
9,3 mmhg
Sistem Lakrimalis
Kanalis Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Ringkasan
Pasien laki-laki, usia 78 tahun Anamnesis Mata Kiri
Pandangan kabur dan mata kemerahan kurang lebih 3 tahun yang lalu
Keluhan semakin lama semakin memberat disertai mata merah
Merasakan kadang-kadang pusing
Nyeri(-), gatal(-), nrocos(-), keluar kotoran(-)
Mata Kanan Penglihatan kurang jelas, tapi lebih baik dari pada mata kiri Pemeriksaan Fisik Visus OD 0,4 PH(-), visus OS 1/60 Lensa OS
: warna keruh, putih kebau-abuan sebagian
COA
: dangkal
Iris shadow
: (+)
Fundus Reflek : (+) suram Kornea
: keruh
Diagnosis Kerja
OD
: Pseudofakia
OS
: Katarak Senilis Imatur Perdarahan Subkonjungtiva
Terapi
Medikamentosa Xitrol eye drop 5 ml 3 kali tetes OS Lyters eye drop 15 ml 3 kali tetes OS Non Medikamentosa
Jangan menggaruk mata
Jangan membungkuk
Jangan membawa beban berat
Bila dibutuhkan gunakan kacamata pelindung
Prognosis
Quo ad Visam, Sanam, Vitam dan Cosmeticam : Dubia at bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Konjungtiva Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).
Gambar 1 Anatomi konjungtiva
Histologi
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Asbury, 2007). Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen (Vaughan, 2010).
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata (Vaughan, 2010). Fisiologi
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang dipermukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi.Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu : 1. Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Ditepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. 2. Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan bulbi 3. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa (Prihatno, 2012). Perdarahan dan Persarafan
Arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.
Perdarahan Subkonjungtiva Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.
Gambar 2. Peradarahan Subkonjungtiva
Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur. Penelitian epidemiologi di Kongo rata-rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30,7 tahun. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral. Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu. Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.
Etiologi
1) Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Italia mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan. Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva. 2) Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah, muntah, bersin). 3) Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata) 4) Hipertensi
5) Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik,diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C. 6) Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 7) Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva. 8) Beberapa infeksi sistemik dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk septikemia, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles dll). 9) Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung. 10) Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtiva khalasis dan pinguecula. 11) Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Manifestasi klinis
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera. Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal). Tidak ada tanda peradangan, kalaupun ada biasanya peradangan yang ringan. Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena di absorpsi (Scholate, 2006).
Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera. Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya
tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit (K lang, 2000). Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma,ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva. Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua,yaitu : a. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba-tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian anti koagulan dan batuk. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali, untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. b. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang-kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi (Sjukur, 2012)
Diagnosis dan pemeriksaan
Diagnosis dibuat secara klinis dari anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan. Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine atau pantocain (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. Pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh. Jika pasien memiliki riwayat
perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit (Sidharta, 2010).
Diagnosis banding
1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata merah. 2. Konjungtivitis hemoragik akut.
Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati. Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang (Sidharta, 2010). Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini : a. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan. b. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat) c. Terdapat riwayat gangguan perdarahan. d. Riwayat hipertensi. e. Riwayat trauma pada mata.
Komplikasi
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain, mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler.
Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Asbury T,Riordan-Eva P.Alih Bahasa:Tambajong J, Pendit BU. 2007. Jakarta: Widyamedika, Asbury T,Sanitato JJ.Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14.2009.Jakarta: Widia medika. Graham, R. K.Subconjuntival Hemorrhage1st Edition. 2009. Medscape’s Continually Updated Clinical Reference.Diakses tanggal 29 Oktober 2013, dilihat http://emedicine.medscape.com/article/1192122overview. K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook. 2000. Thieme Stuttgart : New York. Penyakit Mata. Surabaya, RSUD Dokter Soetomo: 1994; 37 – 4 Prihatno AS. Cedera Mata. 2012 (Diakses dari website www.medicastore.com, 2000.pada tanggal 29 Oktober 2013). Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology. 2006. Jakarta: Airlangga. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. 2010. Jakarta : Balai P enerbit FKUI. Sjukur BA, Yogiantoro M. Konjungtiva. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi penyakit mata. 2012. Jakarta: Balai Pustaka. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. 2000. Widia Meka : Jakarta.