PERCOBAAN IV KESETIMBANGAN LARUTAN IODIN
A. Tujuan
1. Menentukan konstanta kesetimbangan kesetimbangan distribusi iodine diatara dua pel pelarut. arut. 2. Menentukan konstanta konstanta kesetimbangan konsentrasi iodin, ion iodide, dan ion triiodida.
B. Pendahuluan
Alhamdulillah Puji Syukur kehadiran Allah SWT. Karena Sang Khaliq lah percobaan kali ini bisa dilakukan. Dengan kekuatan yang telah Allah SWT. Berikan dan ilmu yang telah Allah ridhoi maka banyak penemuan-penemuan yang muncul di Alam Semesta ini.
65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886].
Salah satunya yaitu Ilmu Kimia. Dengan banyak penemuan maka banyak pula permasalahan yang timbul. Maka dari itu Perlu adanya pembuktian mengenai penemuan-penemuan tersebut. Dengan demikian Pembuktian yang akan dilakukan pada perconbaan ini adalah mengenai Kesetimbangan Larutan Iodin.
Maka dari itu percobaan ini dilakukan.
1
C. Dasar Teori
Suatu dasar agar solut dapat terekstrak dari fasa air ke fasa organik adalah suatu solut tersebut harus menjadi tidak bermuatan (Soebagio. 2002). Iod jauh lebih dapat larut dalam larutan kalium iodida dalam air daripada dalam air, ini disebabkan oleh -
terbentuknya ion triiodida, I 3 . Kesetimbangan berikut berlangsung dalam suatu larutan seperti ini: -
-
I2 + I I3
Jika larutan itu dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat, konsentrasi iod total, -
sebagai I2 bebas dan I3 tak bebas, diperoleh, karena segera sesudah iod dihilangkan akibat interaksi dengan triosulfat, sejumlah iod baru dibebaskan dari tri-iodida agar kesetimbangan tidak terganggu. Namun jika larutan dikocok dengan karbon tetra klorida, dalam mana iod saja yang dapat larut cukup banyak, maka iod bebas dalam larutan air. Dengan menentukan konsentrasi iod dalam larutan karbon tetraklorida, konsentrasi ion iod bebas dalam larutan air dapat dihitung dengan menggunakan koefisien distribusi yang diketahui, dan dari situ konsentrasi total iod bebas yang ada dalam kesetimbangan. Dengan memperkurangkan harga ini dari konsentrasi awal kalium iodida, dapatlah disimpulkan konsentrasi KI bebas. Tetapan Kesetimbangan: -
-
K= ([I ] x [I2])/([I3 ]) (Svehla. 1990). Jika larutan iodium di dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi maka: -
2-
3I- + S4O62-
I3 + 2S2O3
-
Selama zat antara S2O3I yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai: 2-
-
S2O3I- + 2I-
S2O3 + I3
Yang mana berjalan terus menjadi: -
-
S4O62- + I3-
2S2O3I + I
Warna indikator muncul kembali pada -
2-
S2O3I + S2O3
S4O62- + I-
2
Reaksi berlangsung baik di bawah PH = 5,0, sedangkan pada larutan alkali, larutan asam hypoiodos (HOI) terbentuk (Khopkar. 2007). a)
Konstanta Kesetimbangan Distribusi (KD) Pada ekstraksi cair-cair, distribusi senyawa diantara dua fasa cair yang berada dalam
keadaan kesetimbangan. Perbandingan konsentrasi di kedua fasa tersebut, disebut koefisien distribusi (Kd). Partisi atau koefisien distribusi ini tidak tergantung pada konsentrasi total zat terlarut pada kedua fasa tersebut. Digunakan istilah perbandingan distribusi (D) dengan memperhitungkan konsentrasi total zat didalam kedua fasa. Perbandingan distribusinya dinyatakan sebagai berikut :
Jika tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan yang diperoleh adalah ideal, maka harga Kd sama dengan D (Khopkar, 1990). KD adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang merupakan tetapan keseimbangan yang merupakan kelarutan relatif dari suatu senyawa terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campur. Koefisien di stribusi dapat dibuat dengan persamaan
C1 dan C2 adalah kadar senyawa terlarut dalam pelarut 1 dan 2. Kerap kali sebagai pelarut pertama adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air dan sebagai pelarut kedua adalah air. Dengan demikian ion anorganik atau senyawa organik polar sebagian besar dapat larut dalam dalam fasa air, sedangkan senyawa organik nonpolar sebagian besar akan larut dalam fasa organik. Hal ini dinyatakan dalam “like dissolves like”
yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar, dan sebaliknya (Sudjadi, 1988). Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan apabila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada (Atkins, 1997).
3
Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan (s) suatu endapan menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain pada larutan itu dan pada komposisi pelarutnya. Perubahan kelarutan dengan tekanan tak mempunyai arti penting yang praktis dalam analisis anorganik kualitatif, karena semua pekerjaan dilakukan dalam bejana terbuka dalam tekanan atmosfer : perubahan yang sedikit dan tekanan atmosfer tak mempunyai pengaruh yang berarti atas kelarutan. Terlebih penting ialah perubahan kelarutan dengan suhu.Umumnya dapat dikatakan bahwa kelarutan endapan bertambah besar dengan kenaikan suhu meskipun dalam beberapa hal istimewa terjadi yang sebaliknya (seperti kalium sulfat). Laju kenaikan kelarutan dengan suhu berbeda-beda, dalam beberapa hal sangat kecil sekali, namun ada pula yang besar sekali.Pada beberapa hal perubahan kelarutan dengan perubahan suhu dapat menjadi dasar untuk pemisahan. Misalnya pemisahan ion timbale dari perak dan merkurium(I) dapat dicapai dengan mengendapkan ketiga ion tersebut mula-mula sebagai klorida, diteruskan dengan menambahkan air panas yang akan melarutkan timbal klorida, tapi perak dan raksa(I)klorida tak larut didalamnya. Setelah menyaring larutan panas itu, ion timbal akan ditemukan dalam filtrat dan dapat diidentifikasikan dengan reaksi-reaksi khas. Perubahan kelarutan dengan komposisi pelarut mempunyai sedeikit arti penting dalam analisis kualitatif anorganik. Meskipun kebanyakan pengujian dilakukan dalam larutan air, dalam beberapa hal menguntungkan bila memakai zat lain seperti alkohol sebagai pelarut. Pemisahan logam-logam alkali misalnya dapat dicapai dengan mengekstraksi garam-garamnnya secara selektif dengan berbagai pelarut, dan penambahan reagensia itu pada larutan uji sebenarnya menubah komposisi medium. Kelarutan bergantung juga pada sifat dan kosentrasi zat lain, terutama ion-ion dalam campuran itu. Ada beberapa hal yang mencolok antara efek dari apa yang disebut ion-sekutu dan ion-asing. Ion sekutu ialah suatu ion yang juga merupakan salah satu bahan endapan.Umumnya dapat dikatakan bahwa kelarutan suatu endapan berkurang
4
banyak sekali jika salah satu ion sekutu terdapat dengan berlebihan.Dengan adanya ion asing, kelarutan endapan bertambah tetapi pertambahan ion itu umumnya sedikit kecuali bila terjadi reaksi kimia seperti pembentukan kompleks atau reaksi asam basa antara endapan dengan ion asing, dimana pertambahan kelarutan lebih mencolok. Ion-ion dari berbagai unsur hadir dalam wujud oksidasi yag berbeda-beda, mengakibatkan timbulnya begitu banyak kemungkinan reaksi-reaksi oksidasi-reduksi (redoks). Kebanyakan dari reaksi-reaksi ini layak digunakan dalam analisis titrimetrik, dan aplikasinya sangat beranearagam (Day & Underwood, 1986). Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh suatu atom, molekul, atau ion.Sementara reduksi adalah perolehan elektron.Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimiawi yang biasa, dan kehilanagn elektron yang dialami oleh suatu spesies kimiawi selalu disertai oleh perolehan elektron pada bagian yang lainnya. Istilah reaksi transfer elektron terkadang dipergunakan untuk reaksi-reaksi redoks (Day & Underwood, 1986). Sistem redoks iod (triiodide)-iodida, -
I3 + 2e
⇄
-
3I
Mempunyai potensial standar +0,54 V. Oleh karena itu, iod merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah daripada kalium permanganat, senyawa serum (IV), dan kalium dikromat. Di pihak lain, ion iodida merupakan zat pereduksi yang wajar kuatnya, lebih kuat daripada misalnya, ion Fe(II). Dalam proses analitis, iod digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri), dan ion iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodometri) (Day & Underwood, 1986). Larutan iod standar dapat disiapkan dengan menimbang langsung iod murni dan melarutkannya serta mengencerkan dalam sebuah labu volumetri. Iod itu dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan ke dalam larutan KI pekat, yang ditimbang dengan tepat sebelum maupun sesudah penambahan iod.Tetapi biasanya larutan itu distandarkan terhadap standar primer (Day & Underwood, 1986).
5
Sebelum titrasi redoks dilakukan, dapat disarankan agar dilakukan terlebih dahulu penentuan sampai seberapa jauh reaksi redoks akan berlangsung melalui perhitungan tetapan kesetimbangan (Quintus, 1997). Kurva titrasi redoks diplotkan dengan jalan menghitung potensial suatu elektroda inert yang memberi tanggapan terhadap nisbah konsentrasi bentuk tereduksi dan bentuk teroksidasi. Harga-harga tersebut jika diplotkan erhadap volume titran yang ditambahkan atau fraksi yang tertitrasi akan memberikan kurva titrasi berbentuk sigmoid (seperti huruf o
S). Semua elektrode standar (harga E ) adalah potensial reduksi, dan reaksi paronnya ditulis sebagai reduksi (Quintus, 1997). o
Karena harga E iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I 2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida (I 3). Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Dapat distandarisasi dengan As2O3. Berkurangya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan analisis. Cara lain standarisasi adalah dengan Na2S2O3.5H2O.
larutan
tiosulfat
distandarisasi
lebih
dahulu
terhadap
K 2Cr2O7
(Khopkar1990). Warna lartan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung kepada pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform. Dan kadang-kadang ini digunakan dalam mendeteksi titik akhir reaksi.Tetapi lebih lazim digunakan suatu larutan (dispersi koloid) kanji, karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih dalam larutan sedikit sekali asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 1986). Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi < -5
10 M dapat dengan mudah ditekan dengan amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan.Kompleks iodim-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar1990).
6
Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat dengan sterilisasi atau dengan penambahan suatu pengawet. Hasil uraiannya mengkonsumsi iod dan berubah kemerahan.Kondisi yang menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji hendaknya dihindari.Kepekaan indikator berkurang dengan neiknya temperatur dan oleh beberapa bahan organik, seperti metil dan etil alkohol (Day & Underwood, 1986). Jika larutan iodium di dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi maka reaksi iodium-tiosulfat adalah: -
2-
⇄
I3 + 2S2O3
-
2-
3I + S4O6 2-
Selama reaksi zat antara 2S 2O3 yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai 2-
S2O3
-
⇄
+ I3
-
-
S2O3 + 2I
Yang mana berjalan terus menjadi -
-
⇄
2S2O3I + I
2-
S4O6
-
+ I3
Warna indikator muncul kembali pada -
2-
S2O3I + S2O3
⇄
2-
S4O6
-
+I
Reaksi berlangsung baik di bawah pH=5,0 , sedangkan pada larutan akali, asam hypoiodus (HOI) terbentuk (Khopkar1990).
7
D. Alat dan Bahan
1.
Alat a. Erlenmeyer 250 mL b. Neraca analitik c. Corong pisah 250 mL d. Buret 50 mL
2. Bahan a. Kristal I2 b. Larutan KI 0,1 M c. Larutan Na2S2O3 0,1 M d. Kloroform e. Indikator amilum f.
Akuades
8
E. Cara Kerja
25 mL kloroform
Erlenmeyer 1
Erlenmeyer 2
Di masukkan 1 gram kristal I 2 Di masukkan 0,5 gram kristal Di aduk masing-masing larutan dengan magnet stirer
25 mL aquades
Corong pisah 250 mL
Dikocok dan didiamkan
Kedua lapisan dipisahkan
Ditambahkan indikator amilum
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 M
9
Erlenmeyer 3
Di masukkan1,5 gram
kristal I 2
F. Pembahasan
Kesetimbangan larutan iodin adalah judul dalam percobaan ini. Pada percobaan ini bertujuan Menentukan konstanta kesetimbangan distribusi iodin diantara dua pelarut serta menentukan konstanta kesetimbangan konsentrasi iodin, ion iodide, dan ion triiodida. Prinsip dari percobaan ini tak lain dan tak lepas dari Konstanta kesetimbangan distribusi (Kd) dan Konstanta kesetimbangan konsentrasi (Kc). Dimana yang akan kita tentukan Konstanta kesetimbangan distribusi (Kd) dan Konstanta kesetimbangan konsentrasi (Kc) adalah larutan iodin. Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas bahwa prinsip dalam percobaan ini ada dua Yang pertama yaitu Penentuan konstanta kesetimbangan distribusi (Kd) iodin Awalnya dalam penentuan konstanta kesetimbangan distribusi (Kd) iodin dibuatlah sebuah larutan dalam gelas erlenmeyer dimana larutan tersebut terdiri dari beberapa mL kloroform dan kristal I 2, mengapa menggunakan kloroform? Karena I 2 akan larut dalam larutan nonpolar, larutan nonpolar tersebut adalah kloroform. Agar larutan tersebut tercampur
homogen maka dari itu larutan tersebut diaduk menggunakan
magnet dalam magnetic stirrer. Jika larutan tersebut homogen selanjutnya larutan tersebut dipindah dalam corong pisah 250 mL. Dalam corong pisah ditambahkan beberapa mL akuades. Kemudian proses pengocokan dilakukan. Akuades merupakan larutan polar sehingga ketika ditambahkan akuades akan terbentuk suatu lapisan tipis yang seakan-akan antara akuades dengan kloroform terpisah. Dalam larutan tersebut yang bagian atas adalah air + I 2 dan bagian bawah adalah kloroform + I 2. Posisi dibawah dan diatas sesuai dengan massa jenisnya. Tak dapat dipungkiri I 2 akan terdistribusi pada kloroform dan akuades, tetapi kandungan I 2 terbanyak berada pada kloroform ini sesuai dengan teori “like
disolvelike” I2
merupakan senyawa nonpolar yang sukar larut dalam
senyawa polar, kloroform merupakan senyawa nonpolar sedangkan air merupakan senyawa polar. Setelah melalui proses pengocokan diamkan beberapa menit dan proses selanjutnya yaitu pemisahan. Pemisahan awal yang akan diambil yaitu kloroform dan
10
selanjutnya air. Setelah dipisahkan, kloroform yang mengandung I 2 di masukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan beberapa tetes amilum sebagai indikator. Setelah ditambah amilum sebagai indikator akan terjadi sedikit perubahan warna pada bagian atas, warna tersebut yaitu biru tua. Perubahan warna tersebut adalah hasil reaksi amilum dengan I2 membentuk suatu senyawa kompleks. Perlakuan ini dilakukan juga untuk air yang mengandung I 2. Tetapi yang membedakan perlakuan itu hanya ketika dititrasi. Titrasi yang digunakan yaitu titrasi Redoks. Kloroform dititrasi menggunakan larutan Na 2S2O3 0,5 M sedangkan air dititrasi menggunakan larutan Na2S2O3 0,05 M. I2
+
2-
2S2O3
-
2I
+
2-
S4O6
; dan yang kedua yaitu Penentuan konstanta kesetimbangan konsentrasi (Kc) Perlakuan hampir sama dengan halnya perlakuan diatas tetapi yang membedakan yaitu larutan polar yang digunakan adalah KI 0,1 M. Jadi yang awalnya air diganti dengan KI 0,1 M. Ketika proses pengocokan terjadi distribusi dan terjadi proses yang mengakibatkan larutan tersebut menjadi hitam pekat. Yang menjadikannya warna hitam pekat yaitu karena I 2 bereaksi dengan I yang terkandung dalam KI dan menjadi I3.
I2
+
-
I
-
I3
Setelah itu diamkan beberapa menit. Dalam corong pisah larutan tersebut akan terpisah menjadi dua lapisan seperti halnya pada pemisahan sebelumnya. Pada bagian bawah adalah kloroform + I 2 dan pada bagian atas adalah KI + I 2 ini sesuai dengan teori “likedisolve
like”.
Karena Ki merupakan larutan polar. Maka I 2 akan terkandung lebih
banyak pada Kloroform. Karena kloroform merupakan larutan nonpolar. Pemisahan dilakukan pada pencahayaan yang lebih terang dikarenakan kedua larutan dalam corong pisah warnanya hampir sama. Proses pemisahan pun berlangsung. Ketika proses pemisahan, larutan yang diambil adalah kloroform bukan KI.
11
Setelah melewati proses pemisahan larutan tersebut dipindah dalam Erlenmeyer dan ditambahkan amilum sebagai indikator. Kemudian dititrasi menggunakan larutan Na2S2O3 0,5 M.
G. Kesimpulan
a. Berdasar kepada praktikum yang telah dilakukan, konstanta kesetimbangan distribusi iodine ialah b. Konstanta kesetimangan konsentrasi ion iodida ialah 3,94 mmol, sedangkan untuk ion triiodida ialah mmol
Mengetahui
Yogyakarta, 20 April 2011
Asisten
Praktikan
Aziz
Rifqi Mizan Aulawi
H. Daftar Pustaka
Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika Jilid 2. Erlangga : Jakarta. Day,R.A& Underwood, A.L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif . Jakarta: Erlangga Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press Quintus, Fernando.,dkk. 1997. Kimia Analitik Kuantitatif . Yogyakarta: Penerbit ANDI Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Penerbit Kanisius : Yogyakarta. Svehla,S. 1990. Buku Ajar Vogel: Analisis Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
12
I.
Lampiran
PERHITUNGAN
Kloroform Massa I2
Vtio
Vk
0,5 gram
7,4 mL
0,25 gram 0,75 gram
Air [I2]k
Vtio
Va
23,5 mL
0,8 mL
25 mL
3,9 mL
24 mL
0,3 mL
25 mL
11,7 mL
21 mL
1,1 mL
25 mL
Kloroform Massa I2
1 gram
Vtio
Vk
11,1 mL
20 mL
KI [I2]k
Penentuan KD
⇄
[I2]a
Reaksi 13
Vtio
VKI
[I2]KI
-
-
-
14
0.16 0.14 y = 120.41x - 0.0016 0.12 0.1 Series1 0.08
Linear (Series1)
0.06
Linear (Series1)
0.04 0.02 0 0
0.0002 0.0004 0.0006 0.0008 0.001 0.0012
⇄ ⇄
15
( ) ( )
Mol I- total
= 25 mL . 0,1 M = 2,5 mol
[ ]
16