BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng, yang dikemas dalam bentuk cerita yang dapat didengarkan dengan rasa menyenangkan. Di Sekolah Dasar bercerita adalah salah satu metode pengembangan bahasa yang dapat menyampaikan beberapa aspek fisik maupun psikis anak SD sesuai dengan tahap perkembangannya. Sedangkan metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak. Perkembangan bahasa pada dasarnya dimulai sejak tangis pertama bayi, sebab tangis bayi dapat dianggap sebagai bahasa anak. Menangis bagi anak merupakan sarana mengekspresikan kehendak jiwanya. Dan inilah yang disebut dengan bahasa eksperif dimana tangisan bayi adalah merupakan bahasa dalam mengekpresikan keinginannya dan perasaannya melalui tangisan tersebut. Jadi bahasa ekspresif adalah merupakan cara seorang anak dalam mengungkapkan perasaan, keinginan serta kata-katanya kepada orang lain yang berada di sekitarnya secara langsung atau secara lisan. Dalam pembelajaran pendidikan di Sekolah Dasar, seorang guru harus memahami
bagaimana
peran
dan 1
fungsi
metode
bercerita
dalam
2
mengembangkan kemampuan berbahasa anak, seperti kemampuan berbahasa secara reseptif (understanding) yang bersifat pengertian, dan kemampuan berbahasa secara ekspresif (producing) yang bersifat pernyataan. Anak usia SD berada dalam fase perkembangan bahasa secara ekspresif. Hal ini berarti anak telah dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya, maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan. Bahasa merupakan alat komunikasi sebagai wujud dari kontak social dalam menyatakan gagasan atau ide-ide dan perasaan-perasaan oleh setiap individu sehingga dalam mengembangkan bahasa yang bersifat ekspresif, seorang anak memerlukan cara yang sesuai dengan tingkat perkembangan usia
taman
kanak-kanak
dengan
memperhatikan
factor-faktor
yang
mempengaruhi pribadi anak tersebut. Melalui bercerita, dapat membantu mereka dalam mengembangkan dan melatih kemampuan bahasa yang anakanak miliki dan dengan melalui cerita anak lebih dituntut aktif dalam mengembangkan bahasanya khususnya bahasa ekspresif dibantu oleh arahan dan bimbingan guru. Metode bercerita memang sesuatu yang sangat menarik, Karena metode tersebut sangat digemari anak-anak, apalagi jika metode yang digunakan ditunjang dengan penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami anak-anak, sehingga anak lebih berpotensi dalam mengembangkan bahasa yang sifatnya ekspresif. Metode dapat diartikan sebagai “teknik”, “cara”, atau “prosedur” dalam setiap kehiatan pembelajaran diperlukan metode yang tepat dan relevan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, dalam persiapan mengajar dengan target
3
menghasilkan rencana pengajaran, pendidik harus memikirkan metode pengajaran secara seksama. Untuk menentukan metode pengajaran yang tepat pendidik harus memikirkan hal-hal yang mempengaruhi proses pembelajaran, karakteristik peserta didik yang dihadapi, tujuan pembelajaran serta cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, hal prinsip yang harus menjadi bahan pertimbangan pengajar dalam menentukan metode pengajaran adalah : mengenai kondisi kelas, hal ini dimaksudkan agar antara pengajar dan peserta didik terjadi interaksi dialogis, mengembangkan kreatifitas peserta didik, dan menghubungkan metode satu dengan metode yang lainnnya sehingga terbentuk metode yang variatif. Tidak ada metode yang paling baik diantara sekian banyak metode , tetapi dengan metode yang bervariasi akan menolong anak didik untuk lebih memahami materi pengajaran yang disampaikan. Metode merupakan salah satu cara untuk memperjelas materi yang disampaikan, dan merupakan satu hal yang tidak boleh diabaikan yaitu bahwa metode tidak boleh menjadi hal utama dengan mengabaikan materi pengajaran, apalagi dalam Pendidikan Agama Kristen, materi yang disampaikan adalah : Firman Allah, metode pengajaran yang digunakan seharusnya membuat firman Allah dapat dipahami dan dimengerti, bahkan diterapkan oleh peserta didik. Ada berbagai metode yang dapat digunakan antara lain : ceramah, tanya jawab, diskusi, dialog, demonstrasi, khotbah, eksperimen, peragaan, simulasi, permainan, bercerita dan lain-lain. Salah satunya dengan menggunakan metode bercerita. Metode bercerita disini bertujuan untuk menarik minat siswa agar termotivasi untuk
4
mendengarkan dan menyimak materi yang disampaikan oleh guru dengan baik. Adapun di SDN 14 Palangka Raya, pada waktu proses belajar siswa menjadi kecenderungan bosan dan mengantuk. Siswa menjadi tidak termotivasi untuk menyimak apa yang disampaikan oleh guru. Untuk itu, perlu adanya metode guru yang menarik minat siswa dalam belajar. Salah satunya dengan menggunakan metode bercerita, metode ini memberikan gambaran khusus bagi peserta didik serta memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berfantasi dengan imajinasinya. Dari kenyataan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul penelitian “Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Menggunakan Metode Bercerita Pada Siswa di SDN 14 Palangka Raya”. B. Rumusan Masalah Dari permasalahan di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peran guru Pendidikan Agama Kristen dalam menggunakan metode bercerita pada siswa di kelas I SDN 14 Palangka Raya? 2. Bagaimanakah cara guru PAK dalam mengatasi kendala dalam penyampaian metode bercerita. C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, ialah : 1. Mendeskripsikan peran guru Pendidikan Agama
Kristen
dalam
menggunakan metode bercerita di SDN 14 Palangka Raya. 2. Mendeskripsikan cara guru Pendidikan Agama Kristen dalam mengatasi kendala dalam penggunaan metode bercerita pada siswa di kelas I SDN 14 Palangka Raya. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
5
1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pemecahan masalah pembelajaran PAK.
2. Bagi siswa penelitian ini diharapkan : a. Mampu meningkatkan hasil belajar mata pelajaran PAK. b. Siswa dapat menerima materi ini dengan suasana
yang
menyenangkan. Dengan demikian akan tercipta kesan yang lebih positif dalam diri siswa terhadap pelajaran PAK. 3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi riset dasar
(grounding
research)
yang
menjadi
pijakan
dalam
mengembangkan pendekatan dan media pembelajaran yang lebih efektif dalam SK, KD, dan materi pokok lain dalam pembelajaran PAK maupun dalam mata pelajaran yang lain. 4. Bagi pemerintah, terutama untuk Departemen Pendidikan dapat menjadikan pertimbangan kebijakan dalam PAK di sekolah. E. Pembatasan Masalah Pada penelitian ini penulis hanya membatasi meneliti peran guru Pendidikan Agama Kristen dalam menggunakan metode bercerita pada siswa di SDN 14 Palangka Raya. F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif maksudnya ialah menjelaskan seluruh fenomena yang terjadi terkait dengan masalah yang dikaji secara sistematis, faktual dan akurat. Dengan kata lain, pendekatan
6
deskriptif berusaha menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dan melihat sebab dari sebuah fenomena tertentu. Penelitian kualitatif lebih memfokuskan pada manusia yang selalu berubah sebagai alat, proses daripada hasil dan perhatian pada kedalaman dan ketepatan data. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2013 : 2-14) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 3. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian dan penulisan proposal ini adalah di SDN 14 Palangka Raya yang beralamat di Jln. Mendawai Induk, Komplek Perumahan Sosial. 4. Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian akan dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Januari hingga Maret 2015 5. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian maka yang dijadikan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut : a. Teknik Observasi (pengamatan) Menurut Subagyo (1997 : 63) observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis, mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan metode bercerita dan ketersediaan sarana pendukungnya.
7
b. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Menurut Moleong (2009 : 186) percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee)
yang
memberikan
jawaban
atas
pertanyaan itu. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui penggunaan metode bercerita dalam pembelajaran. c. Teknik Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Menurut Sugiyono (2009 : 329) dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang ditunjukkan dalam hal ini adalah segala dokumen yang berhubungan dengan kelembagaan
dan
administrasi,
struktur
organisasi,
kegiatan
pembelajaran Pendidikan Agama Kristen dan sebagainya. 6. Teknik Analisis Data Setelah melakukan pengumpulan data, maka hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah menganalisis data. Menurut Moleong (2013 : 245248) dalam melakukan analisis data memiliki langkah-langkah tertentu. Adapun langkah analisis data; reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan atau verifikasi selengkapnya dijelaskan sebagai berikut; a. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitian dilakukan, dari awal sampai akhir penelitian. Pada awal, misalnya ; melalui kerangka konseptual, permasalahan, pendekatan pengumpulan data yang diperoleh. Selama pengumpulan data, misalkan membuat ringkasan, kode, mencari tema-
8
tema, menulis memo, dan lain-lain. Reduksi merupakan bagian dari analisis, bukan terpisah. Fungsi untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuat yang tidak perlu, dan mengorganisasi sehingga interpretasi bisa ditarik. b. Penyajian Data Adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajiannya antara lain berupa teks naratif, matriks, grafik, jaringan dan bagan. Tujuannya adalah untuk memudahkan membaca dan menarik kesimpulan. Oleh karena itu sajiannya harus tertata secara apik. Penyajian data juga merupakan bagian dari analisis, bahkan mencakup
pula
reduksi
data.
Dalam
proses
ini
peneliti
mengelompokkan hal-hal yang serupa menjadi kategori atau kelompok satu, kelompok dua, kelompok tiga, dan seterusnya. Masing-masing kelompok tersebut menunjukkan tipologi yang ada sesuai dengan rumusan masalahnya. Dalam tahapan itu peneliti juga melakukan display (penyajian) data secarah sistematik, agar lebih mudah dipahami interaksi antar bagian-bagian dalam konteks yang utuh bukan segmental atau fragmental terlepas satu dengan lain. c. Menarik Kesimpulan atau Verifikasi Penarik kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus selalu diuji kebenarannya dan kesesuaiannya sehingga validitasnya terjamin. Dalam tahap ini peneliti membuat rumusan
9
proposisi yang terkait dengan prinsip logika, mengangkatnya sebagai temuan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan mengkaji secara berulang-ulang terhadap data yang ada, pengelompokan data yang telah terbentuk, dan proposisi yang telah dirumuskan. Langkah selanjutnya yaitu melaporkan hasil penelitian lengkap, dengan temuan baru yang berbeda dari temuan yang sudah ada.
G. Sistematika Penulisan Penulisan proposal skripsi ini dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan yang diharapkan, agar mencapai tujuan tersebut maka sistematika penulisan ini diuraikan dan disusun berdasarkan lima bab, yaitu : Bab I. Pendahuluan membahas tentang : Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan metodologi penelitian. Bab II. Kerangka Teoritis dalam bab ini penulis akan menuangkan data-data teoritis yang berhubungan dengan pokok-pokok penelitian, yang dibahas mengenai : Peran Guru, Peran Guru Pendidikan Agama Kristen,
Pengertian
Metode
Pembelajaran,
Pengetian
Metode
Bercerita, Langkah-Langkah Metode Bercerita, Kelemahan dan Kelebihan Metode Bercerita, serta Pendidikan Agama Kristen. Bab III. Hasil Penelitian dalam bab ini penulis mengemukakan hasil penelitian tentang : Gambaran umum SDN 14 Palangka Raya.
10
Bab IV. Pembahasan dalam bab ini penulis membahas tentang : Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Menggunakan Metode Bercerita Pada Siswa di SDN 14 Palangka Raya, Refleksi Teologis. Bab V. Penutup dalam bab ini penulis akan memberikan : kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Peran Guru 1. Dalam Proses Belajar Mengajar Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Menurut Sudjana (2004 : 32) peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai: 1) Demonstrator 2) Manajer/pengelola kelas 3) Mediator/fasilitator 4) Evaluator 2. Dalam Pengadministrasian Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai: 1) Pengambil insiatif, pengarah dan penilai kegiatan 2) Wakil masyarakat 3) Ahli dalam bidang mata pelajaran 4) Penegak disiplin
11
5) Pelaksana administrasi pendidikan 3. Sebagai Pribadi Sebagai dirinya sendiri guru harus berperan sebagai: 1) Petugas sosial 2) Pelajar dan ilmuwan 3) Orang tua 4) Teladan 5) Pengaman 4. Secara Psikologis Peran guru secara psikologis adalah: 1) Ahli psikologi pendidikan 2) Relationship 3) Catalytic/pembaharu 4) Ahli psikologi perkembangan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya : Peran guru sebagai demonstrator dalam PBM guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Dalam kapasitasnya sebagai penglola kelas, seorang guru dituntut untuk bisa menjadikan suasana kelas menjadi kondusif sehingga proses belajar mengajara atau penyampaian pengetahuan dari guru ke murid atau proses pertukaran ilmu dan pengetahuan diantara siswa yang satu dengan yang lainnya bisa berjalan dengan baik. Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena
media
pendidikan
merupakan
alat
komunikasi
guna
lebih
mengefektifkan proses belajar-mengajar. Setiap kegiatan belajar mengajar hendaknya guru senantiasa melakukan evaluasi atau penilaian, karena dengan
12
penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar.
B. Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Peran guru (Oditha 2005 : 36) dewasa ini telah mengalami pergeseran, dari seorang yang dominan sebagai satu-satunta sumber informasi, fasilitator, motivator, dinamisator, dan inspirator. Keberadaan guru di sekolah-sekolah formal harus berjalan sejalan dengan keluarga sebagai pendidik. Hal ini dimaksudkan untuk membantu para peserta didik supaya bertumbuh dan berkembang sesuai kehendak Allah. Para psikolog (Berkhof 2001 : 58-59) mengingatkan kita tentang fakta bahwa pendidikan adalah proses yang bersifat kesatuan. Dengan demikian, suatu kebodohan bila agen pendidikan paling penting saat ini harus mengabaikan elemen yang paling fundamental dalam pendidikan; dan bahwa pendidikan sekolah harus merupakan antitetis dari semangat dalam keluarga Kristen karena hal ini akan menghasilkan kehidupan yang terpecah. Dalam hal ini menurut Hariyanto (2012 : 153) guru memiliki tanggung jawab penting, diantaranya sebagai penafsir iman Kristen, gembala bagi para muridnya, menjadi teladan dan pemimpin, serta penginjil. Pendidik mempunyai banyak peran dalam mengajar, antara lain : 1. Pendidik Sebagai Sahabat Sahabat yang dimaksudkan bukan tentang relasi temans sebaya, melainkan lebih tentang hubungan pribadi yang mengasihi, memelihara, menolong, dan mengembangkan, sehingga keduanya dapat tumbuh bersama. Hal yang penting adalah kita mempunyai banyak kesempatan untuk mengejar peserta didik agar mereka dapat mengingat kita sebagai
13
pendidik dan sahabatnya. Mereka dapat terus mengingat pribadi dan peran kita, meskipun pengajaran agama sudah lama berlalu dan apa yang kita ajarkan mungkin mereka lupakan. Meskipun yang kita ajarkan berpusat pada keterampilan, metode dan teknik, aktivitas dan sumber-sumber yang memberikan sumbangan berarti pada pengajaran yang efektif, kita tidak boleh lupa bahwa pusat perhatian kita adalah relasi dengan peserta didik di kelas. 2. Pendidik Sebagai Penerjemah Sebagai pendidik, kita lebih baik berperan sebagai penerjemah atau translator, bukan hanya sebagai transmiter. Transmiter adalah sebuah alat yang dipakai pada televisi atau radio dan berfungsi untuk mengirimkan berita satu arah. Pada model komunikasi seperti ini, kesuksesan komunikasi bergantung pada si penerima berita. Dalam pengalaman di kelas,
banyak
peserta
didik
yang
mengalihkan
“chanel”
atau
“gelombang”, membesarkan atau mengecilkan suara dari pendidik yang berperan sebagai transmiter. Pendidik dalam pengajaran PAK jauh lebih efektif bila mampu berperan sebagai penerjemah, artinya berperan sebagai penolong untuk memfasilitasi agar para pribadi/peserta didik saling berkomunikasi. Bahkan lebih dari itu, mereka juga berkomunikasi dengan Tuhan dan GerejaNya. Sebagai penerjemah, pendidik seharusnya dapat menjadi pendengar yang baik dari kedua belah pihak. Dia harus tahu dan akrab dengan bahasa gereja dan bahasa Alkitab. Selain itu, pendidik juga seharusnya tahu dunia peserta didik yang dihadapi. Bila pendidik mampu
14
berperan sebagai penerjemah, para peserta didik pasti akan lebih termotivasi dalam belajar dan menjadi lebih aktif. 3. Pendidik Sebagai Penulis Kurikulum Pendidik dapat menggunakan buku ajar atau buku teks sebagai panduan yang sering kali dilengkapi dengan buku guru untuk mengajar atau sumber-sumber lain yang dipandang perlu. Kurikulum yang ditulis bagus atau tidak, sebetulnya bukanlah permasalahan kita. Yang jelas, kurikulum yang ditulis seringkali bersifat umum. Dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang ditulis sebetulnya hanya dapat memenuhi setengah dari seluruh kebutuhan kelas yang kita ampu. Berkaitan dengan kurikulum, pendidik juga berperan sebagai penulis rencana pengajaran. Karenanya, pendidik juga perlu berpikir dan membuat keputusan yang sesuai dengan para penulis kurikulum. Bukan berarti pendidik kemudian menulis kurikulumnya sendiri di samping kurikulum yang ada, atau mulai menulis dari ketiadaan. Maksudnya pendidik perlu memiliki tanggung jawab untuk menyesuaikan rencana pengajaran yang dibuat dengan kurikulum yang ada, sehingga cocok untuk disampaikan secara khusus kepada peserta didik. 4. Pendidik Sebagai Seorang Pembelajar/Murid Seorang pendidik seharusnya tidak berhenti belajar. Menurut Dien (2006 : 40) guru harus terus-menerus memperdalam atau mencari informasi baru mengenai keberadaan peserta didik yang diajar, mengenai cara atau model pengajaran yang menarik dan relevan, dan mengenai konsep-konsep alkitabiah maupun teologis yang akan diajarkan. Bila kita belajar, seorang pendidik akan mengalami kemunduran atau stagnan karena ilmu
15
pengetahuan mengalami perkembangan terus-menerus. Apabila dalam pelayanannya secara profesional, pendidik telah bersikap sebagai sahabat bagi peserta didik, sebagai penerjemah, sebagai penulis kurikulum, dan mau terus-menerus bertindak sebagai warga pembelajar/murid, proses belajar-mengajar dipastikan akan menyenangkan dan bermakna, baik bagi peserta didik maupun pendidik.
C. Pengertian Metode Bercerita 1. Pengertian Metode Bercerita Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain (Bachri :2005:10). Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa. Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD, metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan,
16
atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar usia anak SD. Oleh karena itu materi yang disampaikan berbentuk cerita yang awal dan akhirnya berhubungan erat dalam kesatuan yang utuh, maka cerita tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu. Biasanya kegiatan bercerita dilaksanakan pada kegiatan penutup, sehingga kalau anak pulang, anak menjadi tenang dan senang setelah mengikuti pembelajaran, Namun demikian pada prakteknya tidak selalu pada saat kegiatan penutup, bercerita dapat dilakukan pada saat kegiatan pembukaan, kegiatan inti, maupun pada waktu-waktu senggang di sekolah, misalnya pada saat waktu istirahat, karena mendengarkan cerita adalah sesuatu yang mengasyikkan bagi anak usia SD. Menurut Tampubolon (1991:50), “Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak”. Fungsi kegiatan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah membantu perkembangan bahasa anak dan dengan bercerita pendengaran anak dapat difungsikan dengan baik, untuk kemampuan berbicara dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya, selanjutnya anak dapat mengekpresikannya melalui bernyanyi, menulis, ataupun menggambar sehingga pada akhirnya anak mampu membaca situasi , gambar, tulisan atau bahasa isyarat. Bercerita merupakan salah satu metode dan teknik bermain yang banyak dipergunakan di SD. Bercerita merupakan salah satu pemberian
17
pengalaman belajar bagi anak SD dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Jadi, bercerita adalah cara bertutur dan menyampaikan cerita atau memberikan penjelasan secara lisan. Bercerita juga merupakan cara untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Seorang guru SD hendaklah mampu menjadi seorang pendongeng yang baik yang akan menjadikan cerita sebagai kegiatan bermain yang menarik dan dapat menjadikan pengalaman yang unik bagi anak. Isi cerita pun diupayakan berkaitan dengan cara berikut ini : 1) Dunia kehidupan anak yang penuh suka cita, yang menuntut isi cerita memiliki unsur yang dapat memberikan perasaan gembira, lucu, menarik dan mengasyikkan bagi anak. Dunia kehidupan anak berkaitan dengan cerita seputar lingkungan terdekat anak, seperti lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan bermain anak. 2) Minat anak pada umumnya anak SD sangat berminat pada ceritacerita tentang : binatang, tanaman, kendaraan, boneka, robot, planet, dan lain-lain. 3) Tingkat usia, kebutuhan dan kemampuan mencerna isi cerita. Ceritanya harus cukup pendek dalam rentang perhatian anak. Cerita tersebut bersifat meningkatkan daya pikir anak seperti cerita-cerita tentang makanan dan minuman sehat, kebersihan diri melayani diri sendiri. 4) Membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan menanggapi setelah guru selesai bercerita. 2. Manfaat Metode Bercerita Menurut Tadkiroatun Musfiroh, (2005:95) ditinjau dari beberapa aspek,
manfaat
metode
bercerita
sebagai
berikut:1)
Membantu
18
pembentukan pribadi dan moral anak, 2) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi, 3) Memacu kemampuan verbal anak, 4) Merangsang minat menulis anak, 5) Merangsang minat baca anak, 6) Membuka cakrawala pengetahuan anak Sedangkan menurut Bachri (2005: 11), manfaat bercerita adalah “dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya”. Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak. Misalnya melalui media dongeng/bercerita dapat berfungsi sebagai penggugah kreativitas anak-anak. Melalui dongeng/cerita, guru bisa menyampaikan pesan-pesan, hikmah-hikmah dan pengalamanpengalaman kepada murid-muridnya. Disamping memperkaya imajinasi anak, dongeng/bercerita pun menjadikan anak-anak merasa belajar sesuatu,
tetapi
tak
merasa
digurui.
Bahkan,
dengan
melalui
dongeng/cerita diketahui adalah merupakan salah satu cara yang efektif mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), social dan aspek konatif (penghayatan) anak-anak. Dongeng/cerita mampu membawa anak-anak pada pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah dialaminya. Karena itu guru perlu memiliki kreativitas, penghayatan, dan kepekaan pada saat bercerita agar pesan dapat sampai kepada murid-muridnya.
19
Beberapa manfaat metode bercerita bagi anak SD (Moeslichatoen 2004:45) di antaranya adalah :1) Melatih daya serap atau daya tangkap anak SD, artinya anak usia SD dapat dirangsang untuk mampu memahami isi atau ide-ide pokok dalam cerita secara keseluruhan, 2) Melatih daya pikir anak SD, untuk terlatih memahami proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam cerita termasuk hubungan-hubungan sebab akibatnya, 3)Melatih daya konsentrasi anak SD untuk memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan cerita, 4) Mengembangkan daya imajinasi anak, artinya dengan bercerita anak dengan daya fantasinya dapat membayangkan atau menggambarkan sesuatu situasi yang berada di luar jangkauan inderany, 5) Menciptakan situasi yang menggembirakan serta mengembangkan suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya, 6) Membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secra efektif dan efisien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif. Adapun fungsi dari pada metode bercerita (Moeslichatoen 2004:45) yaitu :1) Melatih daya konsentrasi, 2) Melatih mengungkapkan daya pikir, 3)
Menambah
pengetahuan
dan
keterampilan
anak
dalam
mengkomunikasikan isi gambar, 4) Melatih menghubungkan isi gambar sesuai dengan imajinasi anak, 5) Melatih mengungkapkan imajinasi anak, 6) Melatih anak berkomunikasi secara lisan, 7) Menambah kosa kata dalam berbahasa Anak membutuhkan dongeng atau cerita karena beberapa hal: 1) Anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat guru memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian.
20
2)
Anak memperoleh gambaran yang beragam sesuai dengan latar
3)
belakang pengetahun dan pengalaman masing-masing. Anak memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan secara
4)
mental. Anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dan citraancitraan cerita: citraan gerak, citraan visual, dan auditif. Cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga
senang bercerita atau berbicara. Anak belajar tentang tata cara berdialog dan bernarasi
dan
terangsang
untuk
menirukannya.
Kemampuan
untuk
mempraktekkan terdorong karena dalam cerita ada negosiasi, pola tindaktutur yang baik seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan dan memuji. Memacu kemampuan bercerita anak merupakan sesuatu yang penting, karena beberapa alasan, yaitu : Pertama anak memiliki kosa kata cenderung berhasil dalam meraih prestasi akademik. Kedua, anak yang pandai berbicara memperoleh perhatian dari orang lain. Hal ini penting karena pada hakikatnya anak senang menjadi pusat perhatian dari orang lain. Ketiga, anak yang pandai berbicara mampu membina hubungan dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang tidak dapat berbicara. Berbicara baik mengisyaratkan latar belakang yang baik pula.
21
Keempat, anak yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan diri dan penilaian diri yang positif, terutama setelah mendengar komentar orang tentang dirinya. Dalam berbicara terkadang individu dapat menyesuaikam dengan keinginannya sendiri. Pada dasarnya berbicara sama halnya dengan menuangkan segala perasaan kita yang tersimpan. Kita dalam berbicara dapat mengungkapkan, serta mengekspresikan apa keinginan kita.
D. Langkah-Langkah Metode Bercerita Kegiatan bercerita merupakan kegiatan yang memiliki manfaat besar bagi perkembangan
anak
serta
pencapaian
tujuan
pendidikan.
Sebelum
melaksanakan kegiatan bercerita guru terlebih dahulu harus merancang kegiatan bercerita berupa langkah-langkah yang harus ditempuh secara sistematis. Strategi pembelajaran melalui bercerita terdiri dari 5 langkah. Langkahlangkah dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Menetapkan tujuan dan tema cerita. 2) Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih, misalnya bercerita dengan membaca langsung dari buku cerita, menggunakan gambar-gambar, menggunakan papan flannel, dst. 3) Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita sesuai dengan bentuk bercerita yang dipilih. 4) Menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita, yang terdiri dari: a. menyampaikan tujuan dan tema cerita, b. mengatur tempat duduk, c. melaksanaan kegiatan pembukaan, d. mengembangkan cerita, e. menetapkan teknik bertutur,
22
f. mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita. 5) Menetapkan rancangan penilaian kegiatan bercerita. Tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan bercerita serta tema yang dipilih oleh guru menjadi acuan dalam melaksanakan kegiatan lainnya. Guru memiliki kebebasan untuk menentukan bentuk cerita yang dipilih, sepanjang bisa menggambarkan isi cerita dengan baik. Bahan dan alat yang dipergunakan dalam kegiatan bercerita sangat bergantung kepada bentuk cerita yang dipilih sebelumnya. Pengaturan tempat duduk, merupakan hal yang patut mendapat perhatian karena pengaturan yang baik membuat anak merasa nyaman dan dapat mengikuti cerita di samping teknik bercerita, dan teknik.
E. Tujuan, Kelemahan dan Kelebihan Metode Bercerita Tujuan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah agar anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, anak dapat bertanya apabila tidak memahaminya, anak dapat menjawab pertanyaan, selanjutnya anak dapat menceritakan dan mengekpresikan terhadap apa yang didengarkan dan diceritakannya, sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan lambat laun dapat didengarkan, diperhatikan, dilaksanakan, dan diceritakan pada orang lain. Karena menurut Jerome S. Brunner (Tampubolon, 1991 : 10) ”Bahasa berpengaruh besar pada perkembangan pikiran anak”.
23
Adapun kelebihan dan kekurangan daripada metode bercerita (Dhieni, 2006 : 6.9) antara lain :1) Dapat menjangkau jumlah anak yang relatif banyak, 2) Waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien, 3) Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana, 4) Guru dapat menguasai kelas dengan mudah, 5) Secara relatif tidak banyak memerlukan biaya, 6) Anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan atau menerima penjelasan dari guru, 7) Kurang merangsang perkembangan kreativitas dan kemampuan siswa untuk mengutarakan pendapatnya, 8) Daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih lemah sehingga sukar dipahami tujuan pokok isi cerita, 9) Cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila penyajiannya tidak menarik.
F. Kegiatan Bercerita di Sekolah Untuk menyajikan secara menarik, diperlukan beberapa persiapan, mulai dari memilih jenis cerita, menyiapkan tempat, panyiapan alat peraga dan sebagainya hingga penyajian cerita. Menurut Tampubolon, (1991 : 11) persiapan kegiatan bercerita yaitu: ”1) Memilih dan memilah materi cerita, 2) Pengelolaan kelas untuk bercerita, 3) Pengelolaan tempat untuk bercerita, 4) Strategi penyampaian”. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Memilah dan memilih materi cerita Diantara berbagai jenis cerita, cerita tentang pengalaman seseorang dan faktor tradisional merupakan sumber cerita terbaik bagi anak-anak. 2. Jenis cerita
24
Dalam program pembelajaran di SD, cerita dapat digolongkan menjadi tiga, yakni cerita untuk program inti, cerita untuk program pembuka, dan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program. Cerita untuk program inti, digunakan dalam kegiatan inti cerita ini disampaikan oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Misalnya cerita tentang Bebek si buruk rupa. Cerita ini menggambarkan seekor bebek yang buruk rupanya, tetapi hatinya baik, suka menolong dan sebagainya. Tujuan pembelajaran ini, guru ingin menanamkan rasa saling tolong menolong, tidak membeda-bedakan teman. Cerita untuk program pembuka dan penutup, disampaikan pada kegiatan inti dan penutup yang menyampaikan adalah anak, seorang guru hanya memberikan stimulasi, misalnya dalam kegiatan berbagi cerita tentang pengalaman naik sepeda dan sebagainya. Sedangkan cerita untuk tujuan rekreasi pada akhir program, cerita ini disampaikan oleh anak setelah liburan sekolah. Untuk jenis cerita anak yang banyak disukai adalah cerita fable karena anak sedang senang dengan binatang-binatang peliharaan. 3. Pengelolaan kelas untuk bercerita Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas pengelolaan kelas dengan baik seorang guru perlu memperhatikan aspek-aspek pengelolaan kelas Tampubolon, (1991 : 29) yang terdiri: “Pengorganisasian
siswa,
penugasan
kelas,
disiplin
kelas
dan
pembimbingan siswa”. Dalam kegiatan bercerita di SD, bentuk-bentuk disiplin kelas tentu harus disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini. Dalam melakukan
25
peceritaannya seorang guru tetap perlu menenangkan muridnya untuk mendengarkan pesan melalui ceritanya. Proses menenangkan murid perlu dilakukan dengan cara mendidik, tidak disertai dengan ancaman dilakuan dengan mengikat perhatian mereka melalui cerita yang disajikan dengan menarik sehingga tidak membuat anak sibuk sendiri. Dalam kegiatan bercerita, bimbingan yang diperlukan dapat berbentuk pemberian informasi sejelas-jelasnya tentang proses dan tujuan cerita yang akan disampaikan serta kemungkinan permasalahan yang muncul dalam memahami pembelajaran yang akan diikutinya. Banyak cara pengelolaan tempat untuk bercerita menurut Tampubolon, (1991 : 17) yang terdiri dari: “penataan tempat untuk bercerita, posisi media, penataan ruang cerita dan strategi penyampaian cerita untuk anak”. Tempat duduk sisa dalam kegiatan bercerita perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebab tempat duduk berkaitan dengan banyak hal. Keterkaitan itu adalah interaksi guru dan siswa, karakteristik materi penceritaan, media pembelajaran yang digunakan dalam penceritaan.Oleh karena, itu tempat duduk siswa sangat berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan bercerita. Aktifitas bercerita tidak harus dilakukan didalam kelas, kegiatan bercerita dapat dilakukan dimanapun asal memenuhi kriteria kebersihan, keamanan dan kenyamanan. Jika jumlah anak sedikit, bercerita dapat dilakukan diberbagai tempat seperti di teras, di bawah pohon, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya yang penting tempat tersebut dapat menampung semua anak, teduh, bersih dan aman. Apabila jumlah anak relatif banyak
26
sebaiknya dipilih tempat yang lebih luas. Ruang kelas merupakan tempat yang paling representative (memenuhi persyaratan) yang lebih baik lagi apabila cerita yang disampaikan ditempat yang berkaitan. Penempatan dalam ruangan perlu memperhatikan beberapa aspek. Keterjangkauan menjadi prioritas bahwa semua media yang akan dipakai mudah dijangkau oleh guru sehingga tidak mengganggu proses penceritaan. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah keselamatan media terhadap kemungkinan gangguan yang muncul berasal dari murid-murid sendiri. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah peraturan akan murid, guru dan media dengan baik. Kegiatan bercerita di SD dapat dilakukan dimana saja. Pelaksanaanya dapat dilakukan didalam maupun diluar kelas. Jika penceritaan dilakukan di dalam kelas, maka kelas perlu dtata untuk memberikan dukungan penceritaan. Penataan tersebut meliputi ventilasi, tata cahaya dan tata warna. Sedangkan penataan yang dilakukan di luar kelas membutuhkan beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti kesesuaian tuntutan cerita, keamanan dan kenyamanan. Kegiatan bercerita di sekolah dapat dilakukan dengan baik, apabila sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu, tidak hanya itu saja peran seorang guru disini juga sangat berperan penting, untuk memberikan suasana yang menyenangkan agar anak dalam mendengarkan cerita atau bercerita dengan hati yang senang. Karena pada prinsipnya belajar di SD itu belajar sambil bermain. Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai metode yang tepat dalam menyampaikan kegiatan bercerita, strategi tersebut Tampubolon,
27
(1991 : 18) yang terdiri dari: ”strategi storytelling, strategi reproduksi cerita dan strategi simulasi kreatif.”
G. Pendidikan Agama Kristen Werner C. Graendorf (1976) menyatakan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus dan bergantung pada kuasa Roh Kudus, yang membimbing setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan, melalui pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan memperlengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, dan berpusat pada Kristus Sang Guru Agung dan perintah yang mendewakan para murid. Secara pengertian menurut Hariyanto (2012 : 53-55), tujuan PAK adalah (1) Membangun Kerajaan Allah (PL). (2) Membangun Kerajaan Allah dalam pemberitaan Tuhan Yesus (PB). (3) Membangun Kerajaan Allah dalam teologi-teologi kontemporer. Secara iman Kristen, tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah : (1) Iman sebagai kepercayaan (believing), (2) Iman sebagai keyakinan (trusting). (3). Iman sebagai tindakan (doing). Pendidikan Agama Kristen memiliki beberapa manfaat. Pertama, dengan adanya PAK, gereja dapat menyampaikan Injil kepada anak-anak dan pemuda-pemuda yang sulit dikumpulkan dalam PAK yang diadakan gereja seperti dalam Sekolah Minggu atau katekisasi.
Sejumlah sekolah umum
seperti itu merupakan lapangan penginjilan yang penting. Kedua, anak-anak menerima PAK di sekolah akan merasa bahwa pendidikan umum dan agama bukanlah dua hal yang tidak berhubungan, melainkan
28
sebaliknya, harus berjalan bersama-sama. PAK memiliki tempatnya dalam lingkungan pendidikan umum. Allah dan Gereja Kristen berhubungan erat dengan kehidupan dan ilmu pengetahuan manusia pada umumnya. Ketiga, apalagi jika gereja tidak mampu membiayai pekerjaan Sekolah Minggu dan Sekolah Kristen secara besar-besaran, PAK di sejumlah sekolah negeri akan banyak menolong gereja yang keuangannya lemah. Keempat, dengan masuknya pengajaran agama dalam rencana pelajaran umum, dengan sendirinya agama itu mulai menempatkan dirinya sebagai bagian mutlak dari kebudayaan segenap rakyat. Sejumlah sekolah bermaksud mendidik anak-anak supaya menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Sekarang pengajaran agama membantu negara dalam tugas ini, karena justru agama Kristenlah yang paling berpengaruh dalam mencapai tujuan tersebut.
H. Tujuan Pendidikan Agama Kristen Pada Anak-Anak Menurut Homrighausen (1985 : 41), Dalam Buku Pendidikan Agama Kristen, dirumuskan bahwa tujuan Pendidikan Agama Kristen kepada anakanak, antara lain: Pertama, Supaya mereka mengenal Allah sebagai pencipta dan pemerintah seluruh alam ini, dan yesus Kristus sebagai Penebus, pemimpin dan penolong mereka. Kedua, Supaya mereka mengertiakanmkedudukan dan panggilan mereka selalu anggota-anggota Gereja Tuhan, dan sukaa turut bekerja bagi perkembangan gereja di bumi ini. Ketiga, Supaya meeka mengasihi sesamanya oleh karena Tuhan telaha mengasihi mereka sendiri.
29
Keempat, supaya meerka insaf akan dosanya dfan selalu mau bertobat pula, minta ampun dan pembearuan hidup pada Tuhan. Dan yang kelima, supaya mereka suka belajar terus menerus berita Alkitab,, suka mengambil bagian dalam kebaktian jemaat, dan suka melayani Tuhan di segala lapangan hidup.
BAB III HASIL PENELITIAN
30
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian 1) Sejarah Singkat Sekolah. Berdasarkan data dan hasil penelitian yang diperoleh melaui observasi dan dokumentasi resmi di SDN-14 Palangka Raya dan awal berdirinya SDN-14 Palangka Raya adalah sebagai berikut : Sekolah Dasar Negeri 14 Palangka Raya merupakan sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Kota Palangka Raya pada tahun 1996 yang terdiri atas 3 bangunan (6 ruang belajar dan 1 ruang guru/kepala sekolah) dengan nama Sekolah Dasar Negeri Palangka 30 hingga tahun 2000. Dengan kepala sekolah yang pertama yaitu Eli M Junas, dengan guruguru nya antara lain : 1) Guru Elisabet 2) Guru Lici 3) Guru Otiliana 4) Guru Pendrae 5) Guru Jumiati 6) Guru Jano 7) Guru Harnes 8) Guru Hamdah dan 9) Guru Salundik Labih. Pada tahun 2000 sampai dengan akhir 2006 sekolah ini berganti nama menjadi Sekolah Dasar Negeri Palangka 20 dengan kepala sekolah yang sama yaitu Eli M Junas. Sekolah ini didirikan dengan tujuan, yaitu untuk memeratakan kesempatan anak usia sekolah (khususnya sekolah dasar) untuk mendapatkan pendidikan seiring dengan bertambahnya pertumbuhan penduduk di lingkungan tersebut. Pada akhir tahun 2006 terjadi peralihan kepemimpinan yaitu pada saat kepemimpinan Eli M Junas karena tugas nya diganti oleh Rusina
31
Siter,
A.Ma.
pada
masa
kepemimpinan
Rusina
Siter
banyak
perkembangan-perkembangan yang terjadi antara lain sebagai berikut : 1) Bangunan sekolah bertambah 2 (dua) bangunan terdiri dari 4 (empat) ruang belajar. 2) Guru bertambah menjadi 22 (dua puluh dua) orang yang terdiri dari : a. Guru kelas sebanyak 13 (tiga bela s) orang b. Guru agama Islam 2 (dua) orang dan agama Kristen 2 (dua) orang c. Guru pendidikan jasmani dan kesehatan sebanyak 2 (dua) orang d. Guru honor sebanyak 3 (tiga orang) terdiri dari 2 (dua) orang guru bahasa Inggris dan 1 (satu) orang guru SBK Pada masa kepemimpinan Rusina Siter, A.Ma ada juga guru yang pindah dan purna tugas. Pada tahun 2007 terjadi perubahan nama sekolah menjadi Sekolah Dasar Negeri 14- Palangka Raya, hingga sekarang. Pada tahun 2010 Rusina Siter purna tugas dan kepemimpinan dipimpin oleh Saptono, S.Pd. Pada masa kepemimpinan Saptono, S.pd ada satu bangunan bertambah yaitu bangunan untuk ruang perpustakaan. Pada masa kepemimpinan Nurmalina, S.Pd ada satu bangunan yang dibangun dengan dana swadaya. Bangunan tersebut diperuntukkan untuk kegiatan keagamaan, dan bangunan yang lain dilakukan perehapan oleh Pemerintah Kota dan Pemerintah Provinsi. Hingga saat ini kepala sekolah, tenaga guru, tenaga honor, dan penjaga sekolah berjumlah 24 (dua puluh empat) orang, murid 320 orang, 12 ruang belajar, 1 ruang guru, 1 ruang perpustakaan/kantor, 1 ruang keagamaan dan rumah penjaga sekolah. Dengan tenaga dan fasilitas tersebut memungkinkan kegiatan belajar mengajar dan kegiatan-kegiatan lainnya dapat berjalan sesuai dengan visi
32
dan misi sekolah dan program yang dianjurkan oleh pemerintah hingga saat ini. SDN-14 Palangka Raya berada dibawah Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Kebudayaan Kota Palangka Raya. Disetiap pendidikan hampir mempunyai tujuan yang sama yaitu memprioritaskan dalam memberdayakan masyarakat agar menjadi masyarakat yang berbudi pekerti luhur, cerdas dan terampil tanpa membedakan suku, agama, maupun ras.
2) Visi dan Misi SDN-14 Palangka Raya SDN-14 Palangka Raya memiliki Visi dan Misi beserta Motto yaitu sebagai berikut : Visi : “Menjadi Sekolah Berkualitas, Berkarakter serta tidak Meninggalkan Budaya Lingkungan Bersih, Aman dan Tertib.” Misi : Menciptakan suasana belajar yang kondusif, dengan pendekatan
pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Menumbuhkan karakter siswa-siswi berbudi pekerti luhur. Meningkatkan mutu melaui program pendidikan formal maupun
informal. Meningkatkan lingkungan menyenangkan melalui pemeliharaan yang berkesinambungan.
Motto : “Belajar yang menyenangkan, tercipta siswa-siswi yang mandiri”. 3) Lokasi dan Kondisi Sekolah. Lokasi penelitian atau tempat penelitian terletak di jalan Mendawai (kompleks sosial) RT.07/RW.VII No. 19 Kelurahan Palangka Kecamatan
33
Jekan Raya Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah. Posisi bangunan sekolah menghadap kearah selatan berbatasan dengan rumah warga, sebelah timur, barat, utara juga berbatasan dengan rumah warga setempat. Jadi, letak sekolah tersebut tepat ditengah pemukiman warga komplek sosial. SDN-14 Palangka Raya ini memiliki 12 ruangan kelas tempat murid/siswa belajar, yakni terdiri atas kelas 1A, kelas 1B, kelas 2A, kelas 2B, kelas 3A, kelas kelas 3B, kelas 4A, kelas 4B, kelas 5A, kelas 5B, kelas 6A, dan kelas 6B. Ruangan Ibadah bagi agama Kristen 1 (satu) buah ruangan, dan bagi yang beragama Islam 1 (satu) buah ruangan Musholah. Halaman sekolah ada bermacam-macam tanaman bunga yang jumlah keseluruhannya ada 103 pot bunga. Gudang tempat penyimpanan barang yang tidak layak pakai 2 (dua) buah ruangan, kemudian kantor kepala sekolah 1 (satu) buah ruangan, WC murid ada 6 ( enam ) buah, 3 ( tiga ) WC perempuan dan( 3 ) tiga WC laki-laki. Kantor guru-guru satu ruangan, Kantor kepala sekolah digabung dengan ruang perpustakaan, dan ada beberapa pasilitas yang terdapat didalam ruangan kepala sekolah diantaranya : 1) Lemari buku-buku beserta arsip penting 13 (tiga belas) buah. 2) Kursi panjang 12 (dua belas ) buah. 3) Meja 6 ( enam ) buah. 4) Kursi pendek 9 (Sembilan ) buah. 5) Bendera 1 ( satu ) buah. 6) Bola dunia 7 ( tujuh ) buah. 7) Kipas angin 4 ( empat ) buah. 8) Salon 4 ( empat ) buah. 9) Televisi 2 ( dua ) buah. 10) Lemari panjang tempat penyimpanan buku-buku di perpustakaan ada 4 (empat) buah.
34
11) Gambar Presiden dan Wakil presiden 2 ( dua ) buah. 12) Jam dinding 1 ( satu ) buah. 13) Sapu lantai 2 ( dua ) buah. 14) Piala penghargaan 15 ( lima belas ) buah. Adapun pasilitas yang terdapat diruang guru-guru antara lain : 1) Lemari 6 ( enam ) buah. 2) Meja guru-guru 14 ( empat belas ) buah. 3) Kursi guru-guru ada 28 ( dua puluh delapan ) buah. 4) Jendela kantor ada 3 ( tiga ) buah. 5) WC guru ada 1 ( satu ) buah. 6) Kipas angin 2 ( dua ) buah. 7) Televisi 1 ( satu ) buah. 8) Gambar Presiden Dan wakil Presiden 2 ( dua ) buah. 9) Sapu lantai 1 ( satu ) buah. 10) Kain pel 1 ( satu ) buah. Pada kelas 1 sampai dengan kelas 6 SDN-14 Palangka Raya ini di setiap ruangan masing-masing memiliki 1 ( satu ) buah lemari tempat penyimpanan buku paket tiap mata pelajaran. Kemudian meja dan kursi guru di tiap ruangan masing-masing satu buah, kemudian meja dan kursi murid, ada juga papan tulis beserta penghapus dan juga spidol. Ditiap ruangan memiliki gambar Presiden dan wakil presiden beserta gambargambar perkalian, gambar-gambar angka dan gambar huruf. 4) Data Siswa Beragama Kristen Kelas I SDN-14 Palangka Raya No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Nama Siswa Indahno Krisnawati Esra Paskarel Megawati Mimi Yerry Topan Wahyudianto Lia Karsily Rismonika Elisa Devi Putri Analena
Agama Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan
35
14. 15. 16. 17.
Susi Tirza Paulus Wati
Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan Kristen Protestan
5) Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan SDN-14 Palangka Raya No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25
Nama Nurmalina, S.Pd Arthelin, S. Pd Rabia, A. Ma Pendrae Rusminie, A. Ma Elisabet, S. Pd Linae, S. Pd Lici Otiliana Hamdah, S.Pd, I Hamdah, S. Pd Jumiati, S. Ag Darmadi, A. Ma Real Kenang, S. Th Titi Sumantie, S. Pd Titie, S. Pd Marni, S. Pd Yesie, A. Ma Siti Yulisae, A. Ma Santai Marianah, A. Md Nuraeni Susanti, S. Pd Lensa, S. Pd Ade Saputra Jaya Tuti Purliana, S. Sos
Jabatan Kepala Sekolah Guru Kelas Guru Kelas Guru Penjaskes Guru Agama Kristen Guru Kelas Guru Penjaskes Guru Kelas Guru Kelas Guru Agama Islam Guru Kelas Guru Agama Islam Guru Kelas Guru Agama Kristen Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Guru Kelas Penjaga Sekolah Guru Bahasa Inggris Guru Bahasa Inggris Pengurus Perpustakaan Penjaga Sekolah Tata Usaha
B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Melaksanakan Metode Bercerita Pada Siswa Kelas I SDN 14 Palangka Raya. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis selama di lapangan diperoleh data bahwa dalam melaksanakan pembelajaran PAK dengan menggunakan metode bercerita, guru harus memperhatikan tahap-
36
tahap pembelajaran. Adapun tahap-tahap pembelajaran tersebut antara lain: tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Menurut Ibu Rusminie, A. Ma dalam melaksanakan metode bercerita, hal-hal yang harus diperisiapkan pada tahap persiapan yaitu: Pada tahap persiapan sebelum masuk ke pembelajaran, guru terlebih dahulu melihat materi pembelajaran, apakah cocok menggunakan metode bercerita atau tidak, kemudian guru melihat susunan RPP. Guru melihat apakah materi tersebut menggunakan media pembelajaran/alat peraga atau tidak. Baru kemudian guru melihat situasi kelas, fasilitas pendukung dan mengatur siswa. Misalnya membuat tempat duduk siswa berbentuk huruf U, menyiapkan tempat bercerita bisa di dalam ruangan maupun di luar ruangan atau menyiapkan media gambar yang dianggap perlu dalam penyampaian materi yang terkait. Kemudian, dalam tahap pelaksanaan Ibu Rusminie, A. Ma menambahkan : Hal-hal yang harus dilakukan guru pada tahap pelaksanaan metode bercerita ialah: guru paling lama bercerita 10-15 menit, sebelum bercerita boleh diawali dengan bernyanyi terlebih dahulu. Baru guru mulai memberikan apersepsi dengan memulai percakapan/cerita yang dapat memotivasi anak untuk mendengarkan dan memperhatikan cerita yang kita sampaikan, kemudian guru memberitahukan judul cerita dan isi cerita dengan menggunakan media gambar yang sudah disediakan. Guru bercerita dengan ceria, semangat dan dengan nada suara yang berbedabeda dan pada akhir cerita guru menyimpulkan kembali isi cerita.
37
Untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan metode bercerita, menurut Ibu. Rusminie, A. Ma guru harus melakukan hal-hal berikut : Guru pada tahap akhir pembelajaran atau pelaksanaan metode bercerita dapat melakukan evaluasi dengan cara membuat pertanyaan tentang isi cerita tersebut sehingga siswa dapat menjawab atau memperagakannya. Guru juga dapat meminta siswa untuk menceritakan kembali atau menyimpulkan cerita yang baru saja ia dengarkan dari guru.
Menurut salah satu siswa Agama Kristen Kelas I SDN-14 Palangka Raya, pembelajaran guru dengan menggunakan metode bercerita sangat menyenangkan, apalagi jika cerita menggunakan gambar-gambar Alkitab. Hal ini membuat siswa menjadi penasaran dan ingin mendengarkan cerita Alkitab lebih banyak lagi. Setelah melaksanakan metode bercerita dengan memperhatikan tahap-tahap pembelajaran tersebut, barulah peran guru Pendidikan Agama Kristen dalam melaksanakan metode bercerita dapat dikatakan berjalan dengan baik. 2. Kendala-Kendala Guru Dalam Menyampaikan Metode Bercerita Pada Pembelajaran PAK di Kelas I SDN 14 Palangka Raya. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara penulis selama dilapangan diperoleh data bahwa selama di lapangan terdapat kendalakendala guru dalam menyampaikan metode bercerita pada pembelajaran PAK, antara lain :
38
Menurut Ibu. Rusminie, A. Ma kendala-kendala yang dihadapi guru dalam melaksanakan metode bercerita pada pembelajaran PAK, ialah : 1) Kurangnya cerita yang sesuai dengan materi pembelajaran atau tujuan pembelajaran. 2) Guru kesulitan dalam memahami isi cerita dan penyesuaian cerita dengan materi pembelajaran. 3) Kurangnya waktu dalam pemberian cerita atau penyampaian cerita. 4) Kurangnya alat peraga guru dalam menggunakan metode bercerita. 5) Kondisi kelas serta siswa yang tidak teratur atau ribut, serta siswa yang tidak mau mendengarkan dan memperhatikan cerita dari guru. Dengan kendala yang demikian, anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan atau menerima penjelasan dari guru. Hal ini juga kurang efektif karena dengan metode bercerita ini juga dapat menumbuhkan rasa bosan terutama apabila penyajian cerita tidak menarik. Untuk itu peran guru PAK dalam melaksanakan metode bercerita sangat diperlukan guna memberikan penyajian cerita-cerita Alkitab maupun materi pembelajaran menjadi menarik sehingga siswa dapat berimajinasi dan tertarik akan cerita yang disampaikan oleh guru.
39
BAB IV PEMBAHASAN
A. Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Melaksanakan Metode Bercerita Pada Siswa Kelas I SDN 14 Palangka Raya. Peran guru Pendidikan Agama Kristen dalam melaksanakan metode bercerita merupakan mengaplikasian peran guru Pendidikan Agama Kristen di dalam pengajarannya, melalui metode ini guru dapat memahami dan mengetahui bagaimana respon siswa serta imajinasi siswa dalam berpikir tentang cerita yang telah disampaikan oleh guru. Hal ini sependapat dengan teori Hariyanto (2012), menurutnya guru memiliki banyak peran dalam mengajar, salah satunya guru berperan sebagai sahabat. Guru memiliki peran menjalin hubungan priibadi yang mengasihi, memelihara, menolong dan mengembangkan kepribadian peserta didik. Pada tahap persiapan sebelum masuk ke pembelajaran, guru terlebih dahulu melihat materi pembelajaran, apakah cocok menggunakan metode bercerita atau tidak, kemudian guru melihat susunan RPP. Fakta di lapangan ini sesuai dengan teori Bachri tentang metode bercerita. Menurutnya, metode bercerita
dilaksanakan
dalam
upaya
memperkenalkan,
memberikan
40
keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar usia anak SD. Oleh karena itu materi yang disampaikan berbentuk cerita yang awal dan akhirnya berhubungan erat dalam kesatuan yang utuh, maka cerita tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu. Dalam tahap pelaksanaanya hal-hal yang harus dilakukan guru ialah guru mengawali cerita dengan bernyanyi terlebih dahulu. Kemudian guru mulai memberikan apersepsi dengan memulai percakapan/cerita yang dapat memotivasi anak untuk mendengarkan dan memperhatikan cerita yang kita sampaikan, kemudian guru memberitahukan judul cerita dan isi cerita dengan menggunakan media gambar yang sudah disediakan. Hal ini sependapat dengan pendapat Moeslichatoen, menurutnya dalam pelaksanaan metode bercerita guru menetapkan rancangan langkah-langkah kegiatan bercerita, yang terdiri dari: (1) menyampaikan tujuan dan tema cerita, (2) mengatur tempat duduk, (3) melaksanaan kegiatan pembukaan, (4) mengembangkan cerita, serta (4) menetapkan teknik bertutur. Keterampilan guru dalam mengolah suara sudah baik, hal ini terlihat pada saat guru bercerita selalu memberikan intonasi suara yang berbeda pada setiap karakter tokoh dalam cerita. Hal ini berguna untuk menarik perhatian siswa dan memudahkan siswa dalam membedakan tokoh dalam cerita melalui suara yang diperankan oleh guru. Dalam hal ini, cara guru mengekspresikan tokoh cerita yang menyesuaikan alur cerita sudah baik. Ekspresi yang diperankan guru dalam bercerita memuat alur cerita menjadi lebih hidup, misalnya saja ada cerita yang sedih, guru juga mengekspresikannya dengan
41
bersedih. Guru sangat menghayati cerita yang dibawakannya sehingga siswa ikut terlibat secara emosional. Pada tahap akhir pembelajaran guru melakukan evaluasi pembelajaran yaitu dengan cara membuat pertanyaan tentang isi cerita tersebut sehingga siswa dapat menjawab atau memperagakannya. Guru juga dapat meminta siswa untuk menceritakan kembali atau menyimpulkan cerita yang baru saja ia dengarkan dari guru. Cara guru berinteraksi dengan siswa melalui tanya jawab pada setiap akhir cerita sudah sangat baik. Namun dalam hal membaca kondisi siswa pada saat bercerita kurang diperhatikan oleh guru. Ada beberapa anak yang terlihat sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran guru PAK dalam melaksanakan metode bercerita pada pembelajaran PAK sudah berjalan dengan baik, hal ini ditandai dengan termotivasinya siswa dalam mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru. B. Kendala-Kendala Guru Dalam Menyampaikan Metode Bercerita Pada Pembelajaran PAK di Kelas I SDN 14 Palangka Raya. Kendala-kendala guru dalam menyampaikan metode bercerita pada pembelajaran PAK di Kelas I SDN 14 Palangka Raya yang ditemukan oleh penulis selama di lapangan, antara lain : 1) Kurangnya cerita yang sesuai dengan materi pembelajaran atau tujuan pembelajaran. 2) Guru kesulitan dalam memahami isi cerita dan penyesuaian cerita dengan materi pembelajaran. 3) Kurangnya alat peraga guru dalam menggunakan metode bercerita. Untuk alat yang digunakan guru dalam kegiatan bercerita, guru hanya menggunakan
buku-buku
cerita
atau
materi
pembelajaran
dan
42
menceritakan cerita secara lisan. Sedangkan alat-alat bercerita seperti audio dan audio visual belum digunakan karena terbentur kendala administrasi berupa dana. 4) Kondisi kelas serta siswa yang tidak teratur atau ribut, serta siswa yang tidak mau mendengarkan dan memperhatikan cerita dari guru. Dalam pengelolaan kelas terkadang guru masih mengalami kesulitan, sehingga guru harus mengatur siswa, agar siswa dapat dikondisikan dengan tenang agar dapat mendengarkan cerita dengan baik. 5) Waktu Waktu menjadi suatu kendala bagi pendidik dalam menyampaikan cerita, karena waktu untuk bercerita kadang mengalami pergeseran. 6) Evaluasi Evaluasi dilakukan setiap akhir pembelajaran atau kegiatan bercerita, kendala yang dialami guru adalah hanya siswa yang duduk di depan saja yang menjawab pertanyaan dari guru sedangkan yang dibelakang cenderung untuk diam dan pasif dalam belajar.
C. Refleksi Theologis Dalam pengajaran Kristen, kita sebagai guru Pendidikan Agama Kristen mengacu kepada Tuhan Yesus Kristus. Tuhan Yesus Kristus di dalam pengajarannya menggunakan berbagai metode pengajaran, salah satunya dengan metode bercerita. Cerita-ceritaNya disebut dengan perumpamaan. Dalam kitab-kitab Injil terdapat 61 perumpamaan Yesus yang menceritakan
43
tentang hal-hal, tanaman, binatang, atau orang. Cerita-cerita itu tentang situasi-situasi yang bisa terjadi kepada semua orang dalam kehidupan seharihari. Perumpamaan-perumpamaan itu dimaksudkan untuk mengajarkan kebenaran-kebenaran rohani, dan tiap perumpamaan mengajarkan satu kebenaran. 4. Perumpamaan orang Samaria yang murah hati dalam Lukas 10 : 30-36. Cerita itu diberikan Yesus sebagai jawaban untuk satu pertanyaan yang dimaksudkan untuk menjebak Yesus. Perumpamaan itu mengajarkan suatu kebenaran rohani tanpa menimbulkan perdebatan. 5. Pengajaran orang tua yang diceritakan secara berulang-ulang dalam Ulangan 6 : 7. Melalui nast ini hendaknya para guru Agama Kristen dan orang tua dapat mengajarkan dan menceritakan tentang kasih Yesus sebagai Juruselamatnya.
BAB V PENUTUP
B. Kesimpulan Dari hasil pembahasan di atas penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
44
1. Peran guru Pendidikan Agama Kristen dalam melaksanakan metode bercerita sudah berjalan dengan baik, hanya proses pelaksanaanya saja yang belum optimal. 2. Dalam tahap pembelajaran baik persiapan, pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan metode bercerita sudah sangat baik, hal ini ditandai dengan respon siswa ketika guru sedang bercerita. Siswa tertawa dan melontarkan pertanyaan kepada guru, serta siswa mulai berimajinasi akan cerita-cerita yang telah disampaikan oleh guru. Kemudian pada tahap evaluasi siswa mampu menceritakan kembali isi cerita yang telah disampaikan oleh guru. 3. Adapun kendala-kendala dalam pelaksanaan metode bercerita antara lain : kendala waktu bercerita yang terbatas, kurangnya cerita atau bahan cerita yang sesuai dengan materi pembelajaran, kurangnya media pembelajaran/alat peraga dalam melaksanakan metode bercerita, serta kondisi kelas. C. Saran-Saran 1. Diharapkan guru dapat mengolah keterampilannya dalam bercerita lebih baik lagi sehingga siswa lebih menyenangi pembelajaran dan menarik perhatian siswa. Guru juga harus lebih kreatif dalam menggunakan alat peraga dalam bercerita, sehingga kegiatan bercerita tidak monoton. 2. Diharapkan guru menambahkan wawasannya dalam pemilihan buku cerita dan cerita yang akan diperdengarkan kepada siswa, guru harus aktif dalam mencarai literatur-literatur bacaan cerita anak sehingga sesuai dengan perkembangan anak usia SD, sehingga menunjang perkembangan kemampuan anak agar tumbuh optimal sesuai dengan tahap usianya.
45